CASE REPORT Obstruksi Saluran Napas pada Non Small Carcinoma: Sebuah Laporan Kasus Borries Foresto 1 , Eric D Tenda 2 , Cleopas M Rumende 3 1 Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM 2 Divisi Respirologi dan Perawatan Penyakit Kritis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM 3 Divisi Alegi dan Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM ABSTRACT Upper airway obstruction is an emergency condition that needs to be addressed immediately in order to prevent the consequent irreversible complication. The etiology of obstruction may vary depending on the patient’s age and clinical manifestation. Diagnosis and therapy must simultaneously be attempted in order to optimize patient’s clinical outcome. One of the most effective treatment modality is airway stenting. In this case, a 56-years old male came to Ciptomangunkusumo Hospital, Jakarta with chief complaint of worsening dyspnea after receiving chemotheraphy for non-small cell carcinoma. Physical examination showed tachypnea, inspiratory stridor, and wheezing. Bronchoscopy revealed stricture with intermitten obstruction. Fiberoptic bronchoscopy found stenosis at a distance of 5 cm from vocal cords with severe obstruction (75%) Korespondensi: ABSTRAK Obstruksi saluran napas atas adalah suatu kondisi gawat darurat yang harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi ireversibel. Etiologi obstruksi bervariasi tergantung umur dan manifestasi klinis pasien. Dalam manajemen obstruksi saluran napas atas, proses diagnosis dan terapi harus dapat berjalan bersama-sama. Salah satu modalitas yang paling efektif adalah airway stenting. Dalam kasus ini, seorang laki-laki berumur 56 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang memberat setelah mendapatkan kemoterapi untuk non small cell carcinoma trakea. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan takipnea, stridor saat inspirasi, dan wheezing di kedua paru. Bronkoskopi menemukan striktur dengan gambaran sumbatan intermiten. Pemeriksaan fiberoptik mendapatkan stenosis trakea 5,5 cm dari pita suara dengan obstruksi sebesar 75%. Dr. Borries Foresto Email: [email protected]Indonesian Journal of CHEST Critical and Emergency Medicine Vol. 2, No. 3 Jul - Sept 2015 PENDAHULUAN Obstruksi saluran napas atas merupakan salah satu keadaan kegawatdaruratan. Diagnosis awal yang diikuti dengan pembebasan jalan napas segera dapat mencegah terjadinya henti jantung atau kerusakan otak bersifat ireversibel yang terjadi dalam waktu hitungan menit. Meskipun terdapat banyak penyebab obstruksi jalan napas, manajemen harus dimulai ketika kita mengetahui adanya suatu obstruksi. Waktu pemberian intervensi, medikasi, atau pembedahan ditentukan berdasarkan kondisi pasien. Meskipun obstruksi saluran napas atas dapat terjadi di bagian saluran napas atas manapun, obstruksi laring membutuhkan perhatian khusus karena laring merupakan daerah yang cukup sempit pada saluran 124 napas atas. Manajemen untuk obstruksi saluran napas atas dibagi menjadi intervensi medis dan intervensi pembedahan. Pada laporan kasus ini, akan dibahas salah satu modalitas terapi obstruksi saluran napas yaitu, airway stenting. ILUSTRASI KASUS Pasien laki-laki 56 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang memberat setelah mendapatkan kemoterapi untuk non small cell carcinoma trakea. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pasien dengan frekuensi pernapasan meningkat, adanya stridor saat inspirasi, dan terdapat wheezing di kedua paru. Saluran napas atas dinilai normal dengan Mallampati kelas II. Pada pemeriksaan bronkoskopi, didapatkan
7
Embed
Obstruksi Saluran Napas pada Non Small Carcinoma: Sebuah ...staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/... · pembedahan. Pada laporan kasus ini, akan dibahas salah satu modalitas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
CASE REPORT
Obstruksi Saluran Napas pada Non Small Carcinoma: Sebuah Laporan Kasus
Borries Foresto1, Eric D Tenda2, Cleopas M Rumende3
1Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM 2Divisi Respirologi dan Perawatan Penyakit Kritis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
3Divisi Alegi dan Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
ABSTRACT Upper airway obstruction is an emergency condition that needs to be addressed immediately in order to prevent
the consequent irreversible complication. The etiology of obstruction may vary depending on the patient’s age and
clinical manifestation. Diagnosis and therapy must simultaneously be attempted in order to optimize patient’s clinical
outcome. One of the most effective treatment modality is airway stenting. In this case, a 56-years old male came to
Ciptomangunkusumo Hospital, Jakarta with chief complaint of worsening dyspnea after receiving chemotheraphy for
mixtures, terapi laser, bronkoskopi dilatasi, dan airway
stenting. Pemilihan intervensi berdasarkan pada
penyebab obstruksi saluran napas atas dan derajat
kegawatdaruratan penyelamatan jalan napas.3,4
Gambar 2. Algoritma Manajemen Obstruksi Sakuran Napas Atas3
(Jose C, Atul C. Upper Airway Obstructon in: American College of Physicians: Manual of Critcal Care. Raoof S, editor. USA: McGraw-Hill, Inc; 2009. p 388-396.)
Indikasi Airway Stenting
Sebuah stent merupakan silinder buatan yang
mempertahankan potensi lumen. Alat itu dinamakan
oleh Charles Stent, seorang dokter gigi dari Inggris
yang menciptakan dental splints pada abad ke-19.
Stenting jaluran napas sudah dipraktekkan lebih dari
satu abad. Stent digunakan untuk melindungi lumen
saluran napas dari tumor atau jaringan granulasi yang
bertumbuh ke dalam, menyeimbangkan tekanan dari
luar yang digunakan dalam saluran napas dengan efek
splinting, atau keduanya. Pelapis stent memberikan efek
penghambat sehingga sifat dinamik dan statis suatu
bahan menentukan efek splinting dari stent.5
Kandidat pasien yang baik untuk dilakukan
airway stent adalah kasus dispnea yang tidak berespon
dengan terapi lainnya, stenosis 50% atau lebih, ingin
memperbaiki fungsi paru dan vaskularisasi di area
perifer dari stenosis, dan pasien dengan prognosis
hidup 3 bulan atau lebih. Indikasi untuk penyakit
maligna termasuk pemeliharaan lumen bronkus
setelah dilakukan dilatasi, keganasan trakeobronkial
akibat pemakaian laser berulang, stenosis ekstrinsik
yang mendorong trakea dan bronkus akibat metastasis
kelenjar getah bening mediastinum, dan penutupan
fistel esofagotrakea atau fistel bronkus.6
Mempertimbangkan komplikasi jangka pendek
dan panjang yang berhubungan dengan stent, dokter
126 Ina J CHEST Crit and Emerg Med | Vol. 2, No. 3 | Jul - Sept 2015
Obstruksi Saluran Nafas pada Non Small Carcinoma: Sebuah Laporan Kasus
seharusnya membuat daftar pertanyaan sebagai
berikut: (1) apakah stent dibutuhkan? (2) akankah
pasien memperoleh manfaat dari pemakaian stent
dalam hal kualitas hidup atau prognosis? (3) apakah
stent mengganggu atau menghalangi prosedur
pembedahan kuratif nanti? (4) apakah dibutuhkan
tenaga ahli, peralatan yang memadai, dan tim untuk
menempatkan stent? (5) apakah patologi saluran
napas yang mendasari dan jenis stent mana yang
ideal? (6) apakah aman untuk menempatkan stent
pada lokasi anatomi? (7) dimensi stent apakah yang
dibutuhkan (panjang dan diameter)? dan (8) apakah
saya memiliki stent yang optimal atau harus memesan
lagi?5
Sekitar 30% pasien dengan kanker paru-paru
saat ini memiliki gangguan saluran napas sentral.
Sejumlah 35% pasien itu akan meninggal karena
asfiksia, hemoptisis, dan pneumonia pasca obstruksi.
Airway stenting merupakan modalitas penunjang
penting untuk teknik terapi bronkoskopi lainnya.
Tidak hanya menghasilkan pertolongan yang cepat
dari gejala dan meningkatkan kualitas hidup, airway
stenting juga memberikan waktu bagi kemoradioterapi
yang mungkin mengarah pada kelangsungan
hidup. Chhajed. dkk sudah menunjukkan tidak ada
perbedaan kelangsungan hidup (p = 0.395) antara
pasien tanpa obstruksi saluran napas ganas yang
menerima kemoterapi paliatif (rata-rata kelangsungan
hidup 8,4 bulan) dan pasien dengan obstruksi saluran
napas yang menerima perawatan dengan laser (25%),
stent (25%) atau keduanya (50%) diikuti dengan
kemoterapi (rata-rata kelangsungan hidup 8,2 bulan).
Berbeda dengan persepsi sebelumnya, obstruksi
saluran napas bukan tanda prognosis yang buruk jika
diobati secara tepat.6
Striktur jinak sekunder akibat cedera paska
intubasi, penyakit inflamasi, dan penyakit menular
11. Emmet E, David W, Paul A. The Insertion of self-expanding metal stents with flexible bronchoscopy under sedation for malignant tracheobronchial stenosis: a single-center retrospective analysis. Arch Bronconeumol. 2012; 48(2): 43-8.
Ina J CHEST Crit and Emerg Med | Vol. 2, No. 3 | Jul - Sept 2015 129