Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN Penderita penyakit kanker dapat menderita nyeri akut maupun kronik.WHO menyebutkan bahwa dua pertiga dari penderita penyakit kanker akan meninggal karena penyakitnya dan bahwa dalam perjalanan penyakitnya 45- 100% dari mereka akan mengalami nyeri yang ringan sampai berat. 1 Nyeri yang dialami penderita akan menyebabkan penderitaan, tidur , makan, pekerjaan serta kesempatan rekreasi terganggu. Karena itu, penanggulangan nyeri menjadi prioritas. Pada nyeri kanker juga ada faktor non somatik serta ada perubahan penyesuaian fisiologik di susunan saraf, maka eradikasi nyeri ini tampaknya suatu hal yang tidak realistik. Sehingga yang patut diusahakan adalah mengurangi frekuensi dan intensitas nyeri yang diderita serta membantu penderita mengatasi nyeri dengan menjelaskan bahwa nyeri yang diderita hanya akan mereda dan tidak akan hilang. Dengan demikian maka pengelolaan nyeri kanker terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup penderita, agar penderita dapat menjadi lebih nyaman. 1 Survei pada sekelompok dokter yang tergabung pada Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG), respon mereka adalah , 86 % pasien tidak mendapat penanganan nyeri dengan baik dan hanya 51 % menyatakan telah menangani nyeri kanker dengan baik. 2 Beberapa batasan yang 1
48

nyeri kanker.doc

Oct 25, 2015

Download

Documents

sdasdsdsdasdsddsd
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: nyeri kanker.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

Penderita penyakit kanker dapat menderita nyeri akut maupun kronik.WHO

menyebutkan bahwa dua pertiga dari penderita penyakit kanker akan meninggal

karena penyakitnya dan bahwa dalam perjalanan penyakitnya 45-100% dari mereka

akan mengalami nyeri yang ringan sampai berat.1 Nyeri yang dialami penderita akan

menyebabkan penderitaan, tidur , makan, pekerjaan serta kesempatan rekreasi

terganggu. Karena itu, penanggulangan nyeri menjadi prioritas.

Pada nyeri kanker juga ada faktor non somatik serta ada perubahan

penyesuaian fisiologik di susunan saraf, maka eradikasi nyeri ini tampaknya suatu hal

yang tidak realistik. Sehingga yang patut diusahakan adalah mengurangi frekuensi

dan intensitas nyeri yang diderita serta membantu penderita mengatasi nyeri dengan

menjelaskan bahwa nyeri yang diderita hanya akan mereda dan tidak akan hilang.

Dengan demikian maka pengelolaan nyeri kanker terutama ditujukan untuk

memperbaiki kualitas hidup penderita, agar penderita dapat menjadi lebih nyaman.1

Survei pada sekelompok dokter yang tergabung pada Eastern Cooperative

Oncology Group (ECOG), respon mereka adalah , 86 % pasien tidak mendapat

penanganan nyeri dengan baik dan hanya 51 % menyatakan telah menangani nyeri

kanker dengan baik.2 Beberapa batasan yang mempengaruhi keefektifan dari

manajemen nyeri kanker yaitu tidak adanya perlindungan nasional terhadap

perawatan paliatif dan penyembuhan kanker, kurangnya kepercayaan masyarakat

bahwa nyeri kanker dapat disembuhkan, kurangnya dana dan keterbatasan sistem dan

personil pelayanan kesehatan, kepercayaan masyrakat bahwa opioid dapat

menyebabkan ketergantungan dan penyalahgunaan obat.3

Penanganan dari nyeri kanker yang efektif, selain memerlukan medikasi, juga

memerlukan komponen lain dari manajemen komprehensif penanganan nyeri kanker,

seperti misalnya manajemen terhadap psikologisnya, sosial dan spiritual.3 Dengan

penanganan yang baik, sebenarnya 80-90% nyeri kanker dapat ditanggulangi jika hal

tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur pengelolaan penderita nyeri kanker yang

dianjurkan oleh WHO. 1

Tujuan dari kajian pustaka ini ialah memaparkan mengenai penanganan nyeri

kanker secara umum, melalui beberapa pendekatan, yang nantinya diharapkan dapat

memberikan informasi kepada pembaca mengenai penatalaksanaan nyeri kanker.

1

Page 2: nyeri kanker.doc

BAB 2

NYERI KANKER DAN PENATALAKSANAANNYA

2.1 Definisi

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri di definisikan

sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan, yang menyertai kerusakan jaringan .1 Berdasarkan definisi tersebut,

nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik

nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).

Tumor merupakan suatu pertumbuhan jaringan atau sel-sel diluar kendali,

yang sama sekali tidak bermanfaat. Disebut ganas karena menimbulkan kerusakan

jaringan sekitarnya.4

2.2 Penyebab Nyeri Kanker

Penyebab nyeri kanker ada 3 macam yaitu: 4

1. Penyebab langsung dari tumor (75-80%), misalnya penekanan massa tumor

pada tulang dan saraf, infiltrasi kanker pada jaringan lunak dan alat dalam,

peningkatan tekanan dalam rongga kepala, serta adanya tukak (luka).

2. pengobatan anti kanker (15-19%) misalnya nyeri pasca-operasi, pasca

kemoterapi, atau pasca radiasi.

3. Tidak berhubungan dengan kanker ataupun pengobatannya (3-5%) misalnya

penyakit lain yang menimbulkan nyeri yaitu gangguan pada otot dan tulang

arthritis, gangguan jantung, dan migrain

2

Page 3: nyeri kanker.doc

2.3 Tipe Nyeri Kanker 1,3

Nyeri kanker diklasifikasikan menjadi beberapa kategor berikut ini :

1. berdasarkan jenisnya

a) Nyeri nosiseptif

Gambar 1. Lintasan nyeri nosiseptif

Dikutip dari kepustakaan no 5

Nyeri nosiseptif dihasilkan ketika sensor nyeri lintasan nyeri distimulasi.

Khususnya reseptor pada ujung akhir akson saraf, nosiseptor (serabut A-

delta dan serabut C) terminal, mendeteksi rangsanagan mekanik, kimia

dan suhu, menghasilkan suatu aktivitas listrik pada saraf. Sinyal ini akan

ditransmisikan sepanjang lintasan saraf di otak. Di otak kemudian

diintegrasikan dengan aktivitas kortikal yang lain dan menghasilkan

persepsi nyeri pada penderita .

Nyeri nosiseptif dapat berasal dari somatik atau visceral atau keduanya.

Nyeri somatik dihasilkan dari kulit, otot, tulang serta fascia, dan dimediasi

oleh sistem saraf somatik. Inervasinya sangat spesifik, sehingga nyerinya

terlokalisir. Nyeri somatik ditandai dengan rasa nyeri yang tajam, sakit

berdenyut atau seperti ditekan. Sedangkan nyeri visceral berasal dari

struktur tubuh bagian dalam seperti organ – organ gastrointestinal. Nyeri

ini dimediasi oleh sistem saraf otonom. Kurangnya spesifisitas dari

inervasi dan adanya crosover saraf, menyebabkan nyeri visceral menjadi

sulit untuk dilokalisir. Nyeri visceral ditandai dengan rasa perih dan kram.

3

Page 4: nyeri kanker.doc

b) Nyeri Neuropati

Nyeri neuropati adalah nyeri yang disebabkan oleh lesi primer atau

disfungsi dari sistem sensor nyeri dari saraf. Lesinya dapat terjadi pada

sistem saraf visceral atau somatik (somatosensoris) perifer atau pusat.

Saraf tersebut rusak karena kompresi, infiltrasi, iskemia, kelainan

metabolik atau transeksi.

Nyeri ini juga dapat disebabkan karena disfungsi saraf seperti misalnya

nyeri nosiseptif kronik yang dapat meningkatkan sensitifitas saraf spinal,

dimana prosesnya disebut fasilitasi sentral atau ”wind up”. Walaupun

sarafnya tidak rusak, terjadi sistem sinyal yang abnormal pada saraf yang

membentuk stimulus noksius, dan menghasilkan nyeri yang lebih hebat

dari normal, atau stimulus non noksius, menghasilkan nyeri. Hal tersebut

juga dapat menyebabkan alodinia, dimana tekanan/ sentuhan yang ringan

dapat menyebabakan nyeri.

Enzim siklooksigenase (COX) dan neurotransmiter glutamat, serta reseptor

N-methyl-D-aspartate (NMDA) berpengaruh terhadap terjadinya nyeri.

Nyeri neuropati digambarkan sebagai nyeri terbakar, menusuk , seperti

tersengat listrik.

c) Nyeri idiopatik / nyeri total

Nyeri idiopatik pada umumnya digunakan bila keluhan nyeri tidak dapat

diterangkan secara adekuat dengan proses patologis, diperkirakan

disebabkan oleh proses organik tersembunyi atau faktor non fisik yang

menghasilkan nyeri. Misalnya, Faktor psikologis (cemas, depresi), faktor

sosial (dijauhi keluarga), faktor spiritual atau eksistensi (takut mati,

hilangnya harapan hidup), sehingga sangat sulit untuk mengontrol nyeri

jika hal ini juga tidak kita tangani.

2. berdasarkan timbulnya nyeri

a) nyeri akut

nyeri yang timbul mendadak dan sementara dan ditandai aktivitas saraf

otonom berupa takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat, dan midriasis

b) nyeri kronis

nyeri berkepanjangan , dapat berbulan-bulan tanpa adanya aktivitas

otonom.

4

Page 5: nyeri kanker.doc

3. berdasarkan penyebabnya

a) nyeri karena penyakit kankernya

b) nyeri karena pengobatan kankernya

4. berdasarkan derajat nyeri

a) nyeri ringan

nyeri yang hilang timbul terutama saat beraktivitas sehari-hari dan

menghilang bila tidur

b) nyeri sedang

nyeri teru menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang apabila

penderita tidur

c) nyeri berat

nyeri teru menerus sepanjang hari dan penderita tidak dapat tidur, serta

sering terjaga karena nyeri

2.4 Patofisiologi 1

Tiga faktor utama yang berperan pada patogenesis nyeri pada penderita kanker ialah

mekanisme nosiseptif, neuropati dan proses psikologis. Lesi nervus perifer oleh

karena tumor, pembedahan artau kemoterapi merupakan tipe yang paling sering dari

nyeri neuropati pada penderita kanker.

Proses nyeri merupakan interaksi yang sangat komplek dari struktur sistem

saraf pusat maupun saraf perifer mulai dari kulit sampai korteks serebri. Blokade dari

tiap jalur ini atau penggunaan antagonis neurotransmiter yang terlibat secara rasional

dianggap dapat menanggulangi masalah nyeri. Bila rangsang kerusakan jaringan yang

potensial diletakkan pada daerah yang sensitif maka akan menghasilkan identifikasi

sebagai nyeri. Tiap deskripsi nervus perifer menunjukkan bahwa tiap kelas serabut

saraf bertanggung jawab terhadap satu sensor. Kerja neurofisiologis telah menetapkan

adanya saraf aferen primer yang spesifik untuk menandai rangsang berbahaya.

Nervus ini disebut nosiseptor yang diaktivasi oleh beberapa bentuk energi (mekanik,

suhu, atau kimia). Mereka mengubah energi itu menjadi impuls elektrik yang

diteruskan melalui akson menuju otak. Fungsi nosiseptor adalah transduser

(meneruskan) merubah energi energi mekanik, termal, kimia menjadi sinyal elektrik

yang kemudian ditransmisikan ke spinal cord melalui serabut saraf aferen primer.

Mekanisme aktivasi nosiseptor ini belum diketahui, tetapi rangsangan harus

merubah fungsi membran reseptor agar membran mengalami depolarisasi dan

5

Page 6: nyeri kanker.doc

menghasilkan aksi potensial pada serabut saraf aferen. Pada keadaan lain , kerusakan

jaringan bisa melepaskan bahan kimia yang merubah keadaan membran. Semakin

besar rangsangan , semakin besar pula respon frekuensi menghasilkan aksi potensial.

Nosiseptor telah ditemukan pada semua jaringan kecuali sistem saraf pusat,

dan terdapat perbedaan klinis antara nosiseptor kutaneus dan visceral. Visceral

memiliki nosiseptor yang lebih sedikit daripada kulit, dengan profil aktivasi yang

berbeda pula, Serabut saraf aferen viseral yang membawa informasi nosiseptif harus

melalui spinal cord dengan serabut simpatis. Informasi nosiseptif ditransmisikan ke

sentral melalui serabut C yang tidak terbungkus mielin dan serabut A delta.

Skema patofisiologi nyeri kanker :

Dikutip dari kepustakaan no 1

Kerusakan jaringan

Pelepasan zat-zat kimia:prostaglandinbradikininserotoninhistaminezat algesik

Medulla spinalis

Impuls nyeri Stimulasi reseptor

Kornu dorsalis medulla spinalis

Traktus spinotalamikus

talamus

Pengalaman subyektif dan emosional

Korteks serebri

6

nyeri

Page 7: nyeri kanker.doc

2.5 Respon Tubuh Terhadap Nyeri 6,7

Rangsangan nyeri pada penderita kanker akan mempengaruhi sistem organ dalam

tubuh, diantaranya :

1. Sistem kardiovaskuler

Efek nyeri terhadap kardiovaskuler berupa peningkatan produksi kotekolamin,

angiotensin 2,dan hormon anti diuretik (ADH) sehingga mempengaruhi

hemodinamik tubuh seperti hipertensi, takikardi, an peningkatan resistensi

pembuluh darah secara sistemik. Pada orang normal cardiac output akan

meningkat, tetapi pada pasien dengan gangguan fungsi jantung akan

mengalami penurunan cadiac out put dan hal ini akan membahayakan

keadaannya. Nyeri juga menyebabkan terjadinya iskemia myocad, karena

terjadi peningkatan kebutuhan oksigen pada otot jantung.

2. Sistem respirasi

Nyeri yang mempengaruhi peningkatan laju metabolisme, mempengaruhi

reflek segmental dan hormon seperti bradikinin dan prostaglandin

menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen tubuh dan produksi

karbondioksida, mengharuskan terjadinya peningkatan ventilasi permenit

sehingga meningkatkan kerja pernapasan. Hal ini menyebabkan peningkatan

kerja sistem pernapasan, khususnya pada pasien dengan penyakit paru.

Penurunan gerakan dinding torak menurunkan volume tidal dan kapasitas

residu fungsional. Hal ini mengarah pada terjadinya atelektasis,

intrapulmonary shunting, hipoksemia, dan terkadang dapat terjadi

hipoventilasi.

3. Sistem gastrointestinal dan ginjal

Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfingter dan menurunkan

motilitas saluran cerna dan saluran kemih yang menyebabkan ulkus dan

bersamaan dengan penurunan motilitas usus, potensial menyebabkan pasien

mengalami pneumonia aspirasi. Mual, muntah dan konstipasi sering terjadi.

Distensi abdomen memperberat hilangnya volume paru dan disfungsi paru.

4. Sistem metabolisme dan endokrin

Respon hormonal terhadap nyeri meningkatkan hormon-hormon katabolik

seperti katekolamin, kortisol, dan glukagon. Hal ini menyebabkan penurunan

hormon anabolik seperti insulin dan testosteron. Pasien yang mengalami nyeri

akan menimbulkan keseimbangan nitrogen yang negatif, intoleransi

7

Page 8: nyeri kanker.doc

karbohidrat dan meningkatkan lipolisis. Peningkatan hormon kortisol

bersamaan dengan peningkatan renin, aldosteron, angiotensin,dan hormon anti

diuretik yang menyebabkan retensi natrium, retensi air dan ekspansi sekunder

dari ruangan ekstraselular.

5. Sistem hematologi

Nyeri menyebabkan peningkatan adesi platelet, meningkatkan fibrinolisis dan

hiperkoagulopati.

6. Sistem imunitas

Nyeri merangsang produksi leukosit dengan limpopenia dan nyeri dapat

mendepresi sistem retikuloendotelial, yang pada akhirnya menyebabakan

pasien beresiko menjadi mudah terinfeksi.

7. Psikologis

Reaksi yang umumnya terjadi pada nyeri berupa kecemasan, ketakutan,

agitasi, dan dapat menyababkan gangguan tidur. Jika nyeri berkepanjangan

akan menyebabkan depresi.

8. Homeostasis cairan dan elektrolit

Efek yang ditimbulkan akibat peningkatan pelepasan hormon aldosteron

berupa retensi natrium. Efek akibat peningkatan produksi ADH berupa retensi

cairan dan penurunan produksi urin. Hormon katekolamin dan kortisol

menyebabkan berkurangnya kalium, magnesium dan elektrolit lainnya.

2.6 Diagnosis Nyeri

2.6.1 Pemeriksaan Nyeri 6.8

Pemeriksaan terhadap nyeri harus dilakukan dengan seksama, yang dilakukan

sebelum pengobatan dimulai, secara teratur pengobatan dimulai, setiap saat bila ada

laporan nyeri baru dan setelah interval terapi 15-30 menit setelah pemberian

parenteral dan 1 jam setelah pemberian peroral

1. Anamnesis yang teliti

Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri, kita harus mengetahui

bagaimana kualitas nyeri yang diderita, meliputi waktu muncul, lama dan

variasi yang ditimbulkan untuk mengetahui penyebab nyeri. Selain itu kita

juga harus mengetahui lokasi dari nyeri yang diderita, apakah diseluruh tubuh

atau hanya pada bagian tubuh tertentu saja. Intensitas nyeri juga penting

8

Page 9: nyeri kanker.doc

ditanyakan untuk menetapkan derajat nyeri. Tanyakan pula tentang

penyakitnya dan pemngobatan yang pernah dijalani serta alergi obat.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk menguraikan

patofisiologi nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat penting dilakukan untuk

mendapatkan hubungannya dengan intensitas nyeri karena nyeri menyebabkan

stimulus simpatik seperti hipoksia, hiperkarbia,dan hipertensi. Pemeriksaan

glasgow coma scale rutin dilaksanakan untuk mengetahui apakah ada proses

patologi di intracranial. Pemeriksaan khusus neurologi seperti adanya angguan

sensorik sangat penting dilakukan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya

hipoastesia, hiperestesia, hiperpatia dan alodinia pada daerah nyeri yang

penting menggambarkan kemungkinan nyeri neurogenik.

3. Pemeriksaan psikologis

Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam manifestasi nyeri

yang subyektif, maka pemeriksaan psikologis juga merupakan bagian yang

harus dilakukan dengan seksama agar dapat menguraikan faktor-faktor

kejiwaan yang menyertai. Tes yang biasanya digunakan untuk menilai

psikologis pasien berupa The minnesota Multiphasic Personality inventory

(MMPI). Dalam mengatahui permasalahan psikologis yang ada, maka akan

memudahkan dalam pemulihan obat yang tepat untuk penanggulangan nyeri.

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui penyebab

dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan

imaging seperti foto polos, ct scan, MRI atau bone scan.

2.6.2 Pengukuran intensitas nyeri 6,7,9

Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif, yang dipengaruhi oleh psikologis,

kebudayaan dan hal-hal lainnya, karena itu mengukur intensitas nyeri merupakan

masalah yang relatif sulit. Pengukuran kualitas nyeri menolong dalam hal terapi yang

diberikan dan penilaian efektifitas pengobatan. Definisi nyeri yang jelas sangat

diperlukan, karena nyeri memberikan gambaran kerusakan jaringan atau kerusakan

organ atau reaksi emosional.

Ada beberapa macam metode yang umumnya dipakai untuk menilai intensitas

nyeri antara lain:

9

Page 10: nyeri kanker.doc

1. Verbal rating Scale(VRSs)

Metode ini menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri yang

dirasakan pasien. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang

menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada.

Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat

pertama kali nyeri dirasakan sampai saat tahap penyambuhan. Penilaian dari

nyeri berdasarkan metode ini adalah:

- Tidak nyeri (none)

- Nyeri ringan (mild)

- Nyeri sedang (severe)

- Nyeri sangat berat (very severe)

2. Numerical rating Scale (NRSs)

Metode ini menggunakan angka-angka dengan bantuan kata-kata untuk

menggambarkan range dari intensitas nyeri yang dirasakan. Umumnya pasien

menggambarkan nyeri dari 0-10, 0-20, atau dari 1-100. ”0” menggambarkan

tidak nyeri, sedangkan ”10,20,100’ menggambarkan nyeri yang hebat. Metode

ini dapat diaplikasikan secara verbal maupun melalui tulisan, sangat mudah

dimengerti dan mudah dilaksanakan.

Gambar 2. Numerical rating Scale (NRSs)Dikutip dari kepustakaan no. 10

3. Visual Analogue Scale (VASs)

Metode ini yang paling sering digunakan untuk mengeahui intensitas nyeri.

Metode ini menggunakan garis dengan panjang 10 cm yang menggambarkan

keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka

pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan

menggunakan metode ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan

intensitas nyeri, sangat mudah dikerjakan, mudah dimengerti dan dapat

digunakan dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat

digunakan pada anak-anak dibawah 8 tahun.

10

Page 11: nyeri kanker.doc

Gambar 3. Visual Analogue Scale (VASs)Dikutip dari kepustakaan no 10

4. McGill Poin Questionaire (MPQ)

Metode ini menggunakan check list untuk mendeskripsikan gejal-gejala nyeri

yang dirasakan. Metode ini menggambarkan nyeri dari berbagai aspek antara

lain dari sensorik afektif dan kognitif. Pasien memilih kata-kata yang

menggambarkan nyeri yang dirasakan dan nyeri yang dirasakan dimasukkan

kedalam indeks yang menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Intensitas

nyeri digambarkan dengan merengkingnya dari ”0” tidak ada nyeri sampai ”3”

nyeri hebat.

5. Behavioral rating scale (BRS)

Metode ini digunakan untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak 8 tahun

Gambar 4. Behavioral rating scale (BRS)Dikutip dari kepustakaan no. 10

Skala nyeri berdasarkanekpresi wajah

Skala nyeri numerik 0 - 10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri

Nyeri Menggangu

NyeriBera

t

11

Page 12: nyeri kanker.doc

Beberpa faktor yang dapat menambah berat rasa nyeri adalah rasa cemas,

marah dan depresi. Rasa cemas dapat ditimbulkan oleh rasa takut (karena kankernya,

takut sakit, dan taut mati), keuangan, keluarga dan masa depan. Rasa marah dapat

ditimbulkan karena merasa lambat untuk ditangani, hasil pengobatan yang tidak

memuaskan, teman atau keluarga yang menjauh, sikap dokter atau perawat yang

kurang menunjukkan empati, dan faktor spiritual.

2.7 Penatalaksanaan Nyeri Kanker

Kesuksesan dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri kanker tergantung pada

kemampuan klinisi untuk menilai problem dasarnya, mengidentifikasi dan

mengevaluasi sindroma nyeri serta membuat rencana untuk memberikan perawatan

kontinyu yang diperlukan penderita dan keluarganya.11 Hal yang penting untuk

dipahami pada nyeri kanker, bahwa dalam usaha menanggulangi nyeri kanker, ada

tahapan yang ingin dicapai untuk meningkatkan kualitas hidup penderita nyeri kanker,

seperti:4

1. nyeri berkurang / teratasi pada malam hari, sehingga penderita dapat

kesempatan tidur.

2. nyeri dapat diatasi pada siang hari, sehingga penderita dapat istirahat

3. nyeri dapat diatasi saat penderita bekerja atau melakukan aktifitas

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, diperlukan pendekatan multi disiplin

dalam menangani pasien dengan nyeri kanker, yang meliputi :4,11

1. usaha untuk mengatasi penyebabnya dengan modifikasi proses patologis dari

kankernya, berupa:

a. pembedahan

Pembedahan dapat juga berperan dalam menurunkan gejala yang

disebabkan oleh problem spesifik, seperti struktur tulang yang tidak

stabil ataupun kompresi saraf. Pembedahan ada berbagai macam

(misal, bedah umum, ortopedi, ginekologi, bedah saraf, bedah plastik

dan rekonstruktif) yang dapat digunakan dalam merawat pasien dengan

kanker. Pembedahan secara konservatif dilakukan pada kanker yang

bermetastase melalui kelenjar getah bening. Ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi dalam pembedahan pada kanker yang telah

bermetastase yaitu: lesi primernya harus terkontrol, reseksi harus

12

Page 13: nyeri kanker.doc

komplit, tumor tidak efektif terhadap pengobatan dengan anti kanker,

tumor bermetastase pada satu organ, dapat menjaga fungsi organ

setelah operasi, setelah pembedahan pasien dapat bertahan hidup

dibanding tidak dilakukan pembedahan, dan pasien mau menuruti

prosedur pembedahan.

b. kemoterapi

Nyeri sering berkurang setelah kemoterapi, terutama untuk tumor yang

responsif seperti limpoma, karsinoma paru sel kecil, tumor germ sel

dan kanker payudara. Kombinasi kemoterapi dengan bahan yang

memiliki bentuk aksi berbeda dan dengan toksisitas yang berbeda lebih

baik daripada terapi dengan satu bahan saja, karena perubahan

resistensi 2 obat lebih rendah resikonya daripada resistensi satu obat.

Dosis toleransi maksimum diindikasikan proporsional dalam

mambunuh sel kanker dengan dosis tersebut. Dosis tunggal, dosis

rendah dan interval yang panjang antara kemoterapi mempengaruhi

perkembangan resistensi klon sel tumor.

c. Radiasi

Terapi radiasi adalah salah satu terapi untuk kanker. DNA sel kanker

merupakan target dari efek sitotoksik dari radiasi. Terapi radiasi

biasanya dilakukan pada nyeri kanker yang disebabkan oleh tumor

yang bermetastase ke tulang, tumor epidural, tumor yang bermetastase

ke serebral. Kombinasi antara terapi radiasi dengan kemoterapi, bedah

eksisi terbatas, atau keduanya, dapat mengontrol penyakit pada tempat

primernya dan tanpa perlu melakukan ekstirpasi pada limfonodi

regional. Hal ini sering dilakukan saat ini. Kira-kira 40% pasien

terbantu dengan terapi radiasi, untuk kanker yang tidak berespon

terhadap terapi kuratif dan disertai nnyeri. Rutten dkk mengevaluasi

karakteristik nyeri pada 51 pasien yang membantu untuk memprediksi

kesembuhan nyeri pada terapi radiasi untuk kanker, didapatkan

hubungan yang signifikan antara karakteristik nyeri dan respon

komplit pada terapi radiasi paliatif. Respon komplit terjadi kurang

lebih 21 hari sejak mulai radiasi.

13

Page 14: nyeri kanker.doc

d. Pemberian antibiotika

Tujuan pemberian antibiotik pada pasien kanker stadium terminal

terkadang untuk jangka panjang dan untuk menurunkan gejala.

Penanganan untuk sistitis tidak selalu perlu waktu yang lama, tetapi

dapat menurunkan nyeri saat kencing (disuria). Antibiotik juga

memiliki efek menyembuhkan nyeri jika nyeri tersebut disebabkan

karena infeksi contohnya pyonefrosis dan osteitis pubis.

2. usaha untuk mengatasi nyeri yang terjadi

a. pemakaian obat-obatan

b. tindakan blok saraf

c. tindakan neurodestruksi

3. memperbaiki keadaan umum penderita

Penderita kanker stadium lanjut, mengalami katabolisme yang sangat tinggi,

selera makan menurun serta malnutrisi berat. Topangan nutrisi secara artifisial

(utamakan per-enteral) sangat diperlukan.

4. usaha memulihkan semangat penderita

karena penyakit yang tidak kunjung bsembuh, nyeri yang kronis, kehilangan

pekerjaan, kehilangan peran penting dalam keluarga , akhirnya muncul

problem psikologik. Penderita akan mengalami kehilangan semangat hidup.

Dibutuhkan dukungan semangat oleh semua pihak diluar pemberian obat-

obatan antidepresan agar semangat hidup penderita pulih kembali.

5. usaha fisikoterapi

Sangat membantu memulihkan fungsi sistem organ tubuh penderita,

membantu memulihkan kemampuan aktifitas penderita.

2.7.1. WHO analgesic ladder

WHO merekomendasikan ” WHO analgesic ladder” untuk penatalaksanaan nyeri

kanker. Tahapan tersebut digunakan untuk mmengklasifikasikan jenis analgesia yang

nantinya akan diberikan kepada pasien dengan nyeri kanker, sesuai dengan derajat

nyerinya. .

14

Page 15: nyeri kanker.doc

Gambar 5. Three step ladder WHO analgesic

Dikutip dari kepustakaan no 10

Pembagian WHO analgesic ladder adalah sebagai berikut: 1,3,11,12

1. Step I

Penderita dengan nyeri kanker ringan harus diobati dengan analgesia non opioid,

yang harus dikombinasi dengan obat-obat tambahan jika ada indikasi.

Asetaminofen dan non steroidal anti inflamatory drugs (NSAID) meliputi asam

asetil salisilat merupakan step 1 untuk ”WHO analgesic ladder” untuk

penatalaksanaan nyeri ringan. 3

Tabel 1. Analgesia Non Opioid

Obat

 dosis untuk dewasa dan anak-anak ≥50 kg

Dosis untuk dewasa dan anak-anak <50 kg

Acetaminophen dan NSAID oral

acetaminophen 650 mg / 4 jam 10-15 mg/kg / 4 jam

975 mg / 6 jam 15-20 mg/kg / 4 jam (rectal)

aspirin 650 mg / 4 jam 10-15 mg/kg / 4 jam

975 mg / 6 jam 15-20 mg/kg / 4 jam (rectal)

ibuprophen (Motrin, Advil) 400-600 mg / 6 jam 5-10 mg/kg / 4-6 jam

15

Page 16: nyeri kanker.doc

Obat

 dosis untuk dewasa dan anak-anak ≥50 kg

Dosis untuk dewasa dan anak-anak <50 kg

magnesium salisilat (Doan’s, Magan, Mobidin)

650 mg / 4 jam

naproxen (Naprosyn, Aleve) 250-275 mg / 6-8 jam 5 mg/kg / 8 jam

naproxen sodium (Anaprox) 275 mg / 6-8 jam

NSAID dengan resep dokter

carprofen (Rimadyl) 100 mg tid

choline magnesium trisalicylate (Trilisate)

1,000-1,500 mg / 6-8 jam 25 mg/kg / 6-8 jam

choline salicylate (Arthropan) 870 mg / 3-4 jam

diflunisal (Dolobid) 500 mg / 12 jam

etodolac (Lodine) 200-400 mg / 6-8 jam

fenoprofen calcium (Nalfon) 300-600 mg / 6 jam

ketoprofen (Orudis) 25-60 mg / 6-8 jam

ketorolac tromethamine (Toradol)

10 mg / 4-6 jam - maksimum sampai 40 mg/hari

IV , tidak boleh lebih dari 5 hari

meclofenamate sodium (Meclomen)

50-100 mg / 6 jam

mefenamic acid (Ponstel) 250 mg / 6 jam

sodium salicylate (Anacin, Bufferin)

325-650 mg / 3-4 jam

NSAID parenteral

ketorolac tromethamine (Toradol)

60 mg inisial, kemudian 30 mg / 6 jam

IV , tidak boleh lebih dari 5 hari

Dikutip dari kepustakaan no 12

2. Step II

Penderita yang relatif tidak toleran dan menderita nyeri sedang, atau yang gagal

mendapat perbaikan setelah percobaan dengan analgesia non opioid harus diobati

dengan opioid konvensional yang digunakan untuk nyeri sedang (opiod lemah).

Termasuk dalam golongan ini adalah Codein, Hydrocodone dan Tramadol. Obat-

16

Page 17: nyeri kanker.doc

obatan ini umumnya dikombinasi dengan non opioid dan dapat diberikan

bersama-sama dengan analgesia adjuvant. 2,3

Tabel 2. Analgesia Opioid Lemah

Drug  Dosis Oral dose (mg)  Dosis Parenteral

Codeine 200 mg / 3-4 jam 100 mg/ 3-4 jam

Hydrocodone

30-45 mg/ 3-4 jam -

Tramadol - 50 mg

Dikutip dari kepustakaan no 12

3. Step III

Pada tingkat ini, penderita yang menderita nyeri yang berat atau gagal

mendapatkan perbaikan yang adekuat setelah pemberian obat pada tangga kedua,

harus menerima opioid konvensional untuk nyeri berat (opioid kuat). Yang

termasuk obat-obatan yaitu morfin, fentanil, hidromorfon, levorfanol, metadon,

oksikodon, dan oksimorfon. Dengan petunjuk dosis yang sesuai, pengobatan ini

dapat memberikan kesembuhan pada 70-90% penderita. 2,3

Tabel 3. Analgesia Opioid Kuat

Drug  Oral dose (mg)  Parenteral dose

Morphine 30 mg/3-4 jam 10 mg/3-4 jam

Fentanyl - 100 μg

Hydromorphone 8 mg 2 mg

Levorphanol 4 2 mg

Methadone 20 mg/6-8 jam 10 mg/6-8 jam

Oxycodone 20-30 10-15 mg

Oxymorphone - 1 mg

Dikutip dari kepustakaan no 12

4. Step IV

Beberapa literatur mengenai WHO three step ladder, menyatakan bahwa apikasi

dari cara tersebut menghasilkan kontrol yang adekuat, mencapai 90%, dalam

menangani nyeri kanker. Beberap penulis juga menginformasikan tentang step ke-

17

Page 18: nyeri kanker.doc

4, yang digunakan dalam pendekatan menangani pasien dengan nyeri kanker yang

tidak terkontrol oleh komponen analgesia yang digunakan sebelumnya. Secara

umum, step ke-4, merupakan pendekatan invasif dalam meringankan nyeri.

Teknik intervensi pada nyeri kanker hanya akan dilakukan jika manajemen

dengan pengobatan, gagal dalam mengatasi nyeri. Kegagalan terapi terjadi ketika

penyembuhan nyeri tidak adekuat (kembali kambuh) ataupun sama sekali nyeri

tersebut tidak teratasi. Pada beberapa situasi, penggunaan teknik intervensi ini

dapat menurunkan masalah pada pasien yang mendapat pengobatan agresif yang

kontinyu. Tindakan ini berupa pemberian analgesia opioid melalui subkutan

ataupun intravena, intraspinal, epidural atau intratekal dan intraventrikular. Bila

perlu tambahkan adjuvan. 2,3

Teknik intervensi ini dibagi menjadi 2 yaitu :

a) Pendekatan neuroablatif 11

Teknik ini dilakukan dengan cara memblok transmisi nosiseptif dengan

suntikan neurolitik atau bedah lesi (blokade saraf). Tujuannya adalah merusak

lintasan nosiseptif menggunakan bahan kimia (misal: fenol, alkohol),

rangsangan panas atau dingin, atau menggunakan skalpel, sehingga nyeri

menghilang. Teknik ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya:

Peripheral neurolytic blokade

Ganglionic blokade

Cordotomy

Cingulotomy

b) Teknik augmentatif 1,11

Teknik ini menggunakan cara stimulasi elektrik dan metode infus. Metode

infus banyak digunakan untuk pengobatan nyeri kanker, sedang metode

stimulasi elektrik, lebih jarang. Adanya terapi dengan metode infus merupakan

hasil dari perkembangan teknologi untuk infus kontinyu melalui epidural,

intratekal, atau intraserebroventrikular (ICV) kateter, yang dihubungkan

dengan pompa infus eksternal, subcutaneous injection reservoirs atau

implanted programmable infusion pumps.

Beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu,

18

Page 19: nyeri kanker.doc

Metode infus

Terapi opioid intravena

Dipilih untuk penderita yang memerlukan onset analgesik segera dosis

yang sangat tinggi atau penderita yang tidak bisa menelan atau terdapat

obstruksi gastrointestinal. Penggunaan opioid intravena dengan

pemberian injeksi intermiten seperti juuga infus kontinyu, memberi efek

analgesik yang cepat dan efektif karena langsung ke peredaran darah ,

tanpa perlu diabsorbsi dulu. Pemberian ini dapat mempertahankan efek

analgesik sepanjang konsentrasi opioid dalam darah tetap diatas

konsentrasi minimum efektif. Namun pemberian secara intravena

durasinya singkat, sehingga dianjurkan untuk memberikan secara infus

kontinyu, dosis bolus atau melalui ”patient controlled analgesia (PCA).

Onset yang cepat juga menghasilkan efek yang cepat pula dalam

mengatasi nyeri yang berat. Pemberian dengan cara ini mahal dan perlu

keterampilan khusus dalam memasang IV line.13

Infus intravena kontinyu mungkin merupakan cara pemberian opioid

paling tepat bila terdapat keperluan untuk memberikan preparat dalam

jumlah besar, karena level analgesianya konstan Pada pemberian infus

intravena yang lama dianjurkan dibuat jalur vena sentral permanen. 1

Pada terapi ini, opioid yang digunakan yaitu morfin, hidromorfon,

fentanil,dan metadon. Penggunaan metadon dengan reseptor NMDA

antagonis dapat meningkatkan kontrol terhadap nyeri, tidak

menimbulkan toleransi dan dosis pengobatan yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan menggunakan morfin. 3

Terapi opioid sistemik memiliki keterbatasan, yaitu timbul rasa

mengantuk, Terkadang dapat juga timbul efek samping pada CNS,

karena dosis tang tinggi. Kelainannya berupa hipereksitabilitas,

myoklonus, konfulsi, dan hiperalgesia.

19

Page 20: nyeri kanker.doc

Patient Controlled Analgesia

Gambar 6. PCA pump

Dikutip dari kepustakaan no 13

Patient-controlled analgesia (PCA) melibatkan pasien dalam

memberikan medikasi pada nyeri yang dideritanya. PCA digunakan bila

opioid parenteral harus diberikan lebih dari 24 jam. Jika kadar analgesia

berada di bawah ambang plasma, pasien dapat mentitrasi sendiri opioid

pada kadar analgesia yang mereka perlukan (selama masih dalam

batasan terapi). Pemberian dengan cara ini sangat efektif, mencegah

kekambuhan nyeri dan menurunkan kecemasan pasien terhadap nyerinya

karena mereka dapat memanajemen pemberian obat untuk diri mereka

sendiri. 12 Dosis PCA biasanya antara 25%-50%kecepatan infus perjam

tiap 10-15 menit.11

Terapi opioid subkutan

Pemberian opioid subkutan telah lama dilakukan. Perhatian telah

ditujukan pada teknik ini dengan infussion pump kecil untuk

memberikan opioid secara kontinyu untuk penderita rawat jalan. Opioid

yang cocok untuk teknik ini harus solubel, diabsorbsi dengan baik dan

tidak menimbulkan iritasi. Beberapa obat yang sering digunakan yaitu

morfin, hidromorfin, fentanil, oksimorfon. Sedangkan metadon tidak

dipilih karena iritatif. Absorbsi opioid melalui cara ini, dari subkutan ke

sirkulasi sistemik berlangsung lama, namun tidak demikian dengan

morfin. 11 Absorbsi obat tergantung pada aliran darah local dan

kecepatan difusi obat dari tempat suntikan. 1 Terapi dengan cara ini ,

20

Page 21: nyeri kanker.doc

aman, mudah dan efektif jika dibandingkan dengan intravena, namun

penyembuhan nyeri, mood, dan efek sedasinya tidak berbeda.

Idealnya kecepatan pemberian opioid melalui subkutan tidak melebihi 2

ml/jam. Dosis masing-masing tergantung jenis opioid yang digunakan.

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu edema, eritema, abses steril, pada

pasien dengan gangguan koagulasi dan sirkulasi perifer yang sedikit. 11

Terapi opioid intracerebroventrikular

Morfin sulfat merupakan bahan yang biasanya digunakan pada

intracerebralventrikular (ICV) kateter, untuk mendapatkan efek analgesia

pada lintasan supraspinal. Dosisnya antara 50-700 mcg perhari.

Umumnya implanted infusion pump ditempatkan subkutan pada diding

abdomen anterior dan disambungkan dengan tube subkutan ke implanted

ventricular catheter untuk mendistribusikan obat.. cara ini diindikasikan

untuk nyeri kanker pada kepala dan leher .Efek sampingnya berupa

depresi napas jika penggunaannya lebih dari 3 hari.

Terapi opioid intraspinal (epidural atau intratekal)

Gambar 7. Pemberian analgesia melalui intraspinalDikutip dari kepustakaan no 13

Spinal opioid telah lama digunakan untuk nyeri akut. Cara ini merupakan

cara pemberian langsung ke reseptor dalam spinal cord melalui

transportasi lokal dari rongga epidural atau subaraknoid. penghilangan

nyeri dari opioid spinal ini telah ditujukan untuk nyeri pada dermatom

serviks dan bahkan untuk sistem trigeminal.1 Cara ini meliputi

pemberian secara intratekal dan epidural, dimana kateter diinsersikan

pada ruang epidural atau subaraknoid. Analgesia intraspinal digunakan

21

Page 22: nyeri kanker.doc

ketika terjadi efek samping depresi napas sedasi saat menggunakan cara

non invasif atau parenteral. Penggunaan secara intratekal lebih efisien

karena distribusinya lebih baik ke target organ untuk mengatasi nyeri

dan lebih murah daripada epidural, namun jarang digunakan karena

beresiko tinggi untuk menimbulkan meningitis, fistula dan higroma

dibandingkan epidural kateter. 11

Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian Pemberian Analgesia melalui Intraspinal

Sistem   Keuntungan   Kerugian

Percutaneous temporary catheter

Dapat digunakan pada saat operasi dan pasca operasi

Problem mekanik meliputi perubahan posisi kateter , kinking

Dapat digunakan ketika prognosis terbatas (< 1 bulan)

Meningkatkan resiko infeksi

Permanent silicone-rubber epidural

Implanasi kateter merupakan prosedur minor

Lebih mahal dibanding temporary catheter

Resiko infeksi dan berpindahnya kateter lebih jarang daripada temporary catheters.

Dapat digunakan untuk injeksi bolus, atau PCA (dengan atau tanpa titrasi kontinyu)

Subcutaneous implanted injection port

Meningkatkan stabilitas, menurunkan resiko perubahan posisi implant

Implanasinya lebih invasive daripada eksternal kateter

Dapat digunakan untuk injeksi bolus atau infuse kontinyu (dengan atau tanpa PCA)

Hanya untuk kateter epidural di USA

Potensial meningkatkan infeksi karena meningkatnya frekuensi injeksi

Subcutaneous reservoir

Potensial menurunkan infeksi dibandingkan dengan system eksternal

Sulit untuk mengakses, dan fibrosis dapat terjadi setelah injeksi

22

Page 23: nyeri kanker.doc

Sistem   Keuntungan   Kerugian

Implanted pumps (continuous and programmable)

Potensial menurunkan resiko infeksi

Perlu prosedur operasi yang ekstensif.

Perlu spesialisasi perlengkapan dengan system terprogram

Dikutip dari kepustakaan no 12

Metode stimulasi elektrik

Akupuntur

Teknik ini menggunakan perangsangan sisi tubuh dengan rotasi jarum

secara manual untuk menghasilkan sensasi yang dikenal dengan ”the

chi” dengan menggunakan rangsang frekuensi rendah (< 5 Hz).

Akupuntur menghasilkan rangsang intensitas tinggi yang dipercaya akan

menginduksi modulasi kimiawi dari nyeri.1

Rangsangan kolumna dorsalis

Beberapa penderita dengan nyeri di aferen merupakan indikasi

penanganan dengan perangsangan kolumna dorsalis. Teknik ini

menggunakan elektrik yang diletakkan perkutan sehingga menghasilkan

frekuensi tinggi pada medula spinalis dorsalis dalam usaha untuk

merangsang jalur analgesik desenden. 1

2.7.2 Medikamentosa yang Dipergunakan dalam Penatalaksanaan Nyeri Kanker

2.7.2.1 Asetaminofen

Asetaminofen merupakan analgesia dan anti piretik. Tidak memiliki efek anti

inflamasi dan juga tidak memiliki efek anti platelet, sehingga diindikasikan untuk

nyeri non infamasi dan penurun demam.11 Untuk meningkatkan efek analgesiknya,

sering dikombinasi dengan NSAID dan opioid. Asetaminofen dapat menyebabkan

toksisitas pada hepar, sehingga secara umum dosis yang direkomendasikan tidak

boleh melebihi 4 gr/24 jam. 3 Dosis yang biasanya digunakan adalah 650 mg/6 jam. 11

2.7.2.2 Aspirin

23

Page 24: nyeri kanker.doc

Aspirin adalah ester salisilat atau asam asetik. Aspirin bekerja dengan mengaktivasi

siklooksigenase. Efeknya sebagai antipiretik muncul saat terjadi inhibisi sekunder dari

pirogen yang menyebabkan releasenya prostaglandin pada CNS dan memediasi

vasodilatasi perifer. Aspirin juga dapat mencegah sintesis tromboksan A2 ,

vasokonstriktor poten dan penginduksi agregasi platelet. Dosis standarnya 500-

600mg setiap 4-6 jam. Pemberian lebih dari 4 gr/hari dapat menyebabkan toksisitas. 11

2.7.2.3 NSAID

Pengaruh NSAID dalam penatalaksanaan nyeri kanker adalah untuk menghambat

enzim siklooksigenase dan akibatnya akan menghambat sintesis prostaglandin.

Prostaglandin merupakan mediator inflamasi yang dibentuk dalam jaringan rusak dan

tampaknya terlibat dalam mensensitisasi nosiseptor perifer, sehingga menghasilkan

nyeri. Prostaglandin , leukotrin dan trombaksan, semuanya merupakan derivat asam

arakidonat yang teroksigenasi, suatu lemak poly unsaturated essensial. NSAID

membuat siklooksigenase tidak aktif, dimana tugas siklooksigenase adalah

mengkatalisis pembentukan siklik endoperoksida dari asam arakidonat.

NSAID dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok berdasarkan waktu

paruhnya, yaitu NSAID dengan waktu paruhnya, yaitu NSAID dengan waktu paruh 2-

4 jam (parasetamol, aspirin, salisilat, diklofenat, ibuprofen, asam mefenamat,

ketoprofen) dan NSAID dengan waktu paruh 6-60 jam (naproksen, indometasin,

piroksikam, asamflufenamik).1

Kesuksesan penggunaan NSAID dalam menangani nyeri kanker

membutuhkan strategi yang meliputi dosis inisial yang rendah dan dosis titrasi. Dalam

mengatasi nyeri kanker, dapat digunakan singe dose ataupun multiple doses. Multiple

doses secara umun membuat lebih banyak efek samping daripada single doses.

NSAID dapat menyebabkan perdarahan, gangguan fungsi platelet, atau iritasi gastric,

sedasi, tremor, nyeri perut,diare, dan insufisiensi renal.11

2.7.2.4 Opioid

Opioid merupakan bahan yang paling efektif dalam mengobati komponen nosiseptor

dari nyeri akut. Analgesia opioid bekerja dengan berikanat pada reseptor opioid (mu,

kappa,dan delta) di sentral dan perifer. Reseptor sentral pada spinal cord dan otak

sangat penting untuk mediasi analgesia. Analgesia yang sering digunakan dibagi

menjadi 3 bagian yaitu opioid agonis, parsial agonis opioid (buprenorfin) dan agonis

antagonia opioid (pentasosin, butorfanol, nalbufin). Parsial agonis dan agonis

antagonis opioid tidak bagus untuk mengatasi nyeri yang berat, bahkan selain

24

Page 25: nyeri kanker.doc

menghasilkan ceiling efek, juga memiliki kerugian yang signifikan jika dikombinasi

negan opioid agonis yaitu menimbulkan nyeri akut dan gejala opioid withdrawal.3

WHO menyatakan bahwa Codein (opioid lemah) sebagai opioid dasar untuk

mengatasi nyeri sedang, dan obat alternatifnya yaitu dihidrokodein,

dekstropropoksifen, dan tramadol. Sedangkan untuk nyeri berat, obat dasarnta adalah

morfin. Obat alternatifnya metadon, hidromorfon,oksikodon, levorfanol, meperidin,

buprenorfin. 3

Derajat penyembuhan nyeri setelah pemberian opioid tergantung pada

intaindividual dan interindividual, tergantung pada tipe dan waktu terjadinya nyeri,

obat dan karakteristiknya, cara pemberian. Pada nyeri neuropati, kasiat dari opioid

tidak begitu efektif.11

Opioid harus diberikan dengan cara yang aman, yang dapat memberikan efek

analgesik yang adekuat. Bererapa cara pemberian opioid:

1. Oral

Pemberian opioid oral tetap merupakan pemberian paling sesuai dalam praktik

klinis. Pemberian oral memiliki onset kerja yang lebih lama dan waktu puncak

dicapai lebih lama daripada parenteral. Pemberian opioid secara oral tidak sesuai

untuk penderita yang mengalami kesulitan menelan atau menderita obstruksi

gastrointestinal, dan untuk penderita yang memerlukan onset analgesik yang

cepat. Pada pemberian oral, opioid diabsorbsi dari saluran cerna langsung ke

sirkulasi portal, dimana kemudian diangkut ke hati. Obat ini dimetabolisme

menjadi produk inaktif sebelum mencapai sirkulasi sistemik yang dikenal

sebagai hepatic first pass effect. Efek ini menyebabkan timbul persepsi bahwa

pemberian opioid oral tidak efektif.

2. Rektal

Cara pemberian melalui rektal merupakan pilihan noninvasif pada penderita

yang tidak mungkin menggunakan opioid oral. Potensi yang dicapai oleh opioid

per rektal kira-kira sama dengan yang dicapai dengan pemberian oral.

Pemberian opioid rektal telah dianjurkan untuk penderita yang tidak bisa

menelan atau mual muntah. Pada beberapa penelitian, bioavailabilitas

pemberian rektal serupa dengan pemberian oral.1 Absorbsi dari pemberian

opioid secara rektal, absorbsinya lambat sehingga tidak cocok untuk

penyembuhan nyeri akut. Biasanya pasien merasa tidak nyaman dengan

25

Page 26: nyeri kanker.doc

pemberian opioid dengan cara ini. Pemberian per rektal, kontra indikasi jika ada

lesi pada anus atau rektum.13

3. Transdermal

Gambar 8. Pemberian analgesia opioid melalui transdermalDikutip dari kepustakaan no 13

Tersedia formula transdermal dari fentanil yang dapat mengeluarkan 25,50,75

atau 100 mikro gram per jam. Indikasi pemberian ialah toleransi obat oral, gagal

dipenuhinya efek analgesik dengan pemberian oral, serta untuk pasien dengan

nyeri konstan dengan sedikit fluktuasi. Cara ini kerjanya dengan menyalurkan

obat melalui kulit. 1,13

4. Sublingual

Pemberian sublingual terutama berguna pada penderita yang mual muntah dan

disfagi, serta yang tidak dapat mentoleransi pemberian oral. Pemberian ini

memberi keuntungan absorbsi sistemik daripada yang melalui portal. Absorbsi

sublingual dari metadon, fentanil, dan bufrenorfin dari larutan alkalin telah

menunjukkan pencapaian efek analgesik yang cepat. Absobsi sublingual dapat

terjadi pada setiap opioid, tetapi bioavailabilitasnya sangat jelek pada obat yang

tidak bersifat lipofilik seperti morfin.1

5. intramuskuler

Injeksi intramuskuler sering dilakukan karena murah dan gampang

pemberiannya. Saat ini pemberiannya sudah jarang karena menimbulkan nyeri

dan dan absorbsinya lambat dan tidak dapat diprediksi.13 Pemberian morfin

intramuskuler paling sering digunakan untuk nyeri post operasi.1

6. Subkutan

7. Intravena

8. intracerebroventrikuler

9. Intraspinal

26

Page 27: nyeri kanker.doc

Efek samping pemberian opiod yang sering terjadi adalah konstipasi, mual

muntah, mulut menjadi kering, produksi keringat berlebih. Selain itu efek yang jarang

terjadi yaitu disforia / delirium, halusinasi /mimpi buruk, pruritus atau urtikaria,

retensi urin, myoklonic jerks / kejang, dan depresi napas (morfin).3

Penjadwalan Pemberian Opioid 1

Dosis Around The Clock

Penderita dengan nyeri kontinyu dan sering, biasanya dijadwal untuk mendapatkan

dosis ini. Formulasi ini seharusnya tidak digunakan untuk melakukan titrasi dosis

secara tepat pada penderita dengan nyeri hebat. Sekarang banyak digunakan morfin

sulfat oral controlled release dan fentanil trasdermal. Preparat morfin sulfat

controlled release mencapai kadar plasma puncak 3-5 jam setelah pemberian dan

memiliki durasi 8-12 jam.

Resque Dose ( dosis pertolongan )

Penderita yang menerima preparat opioid around the clock harus juga ditawarkan

pemberian Resque Dose bila diperlukan untuk mengobati nyeri yang muncul di

tengah jadwal. Obat yang digunakan umumnya identik dengan obat yang diberikan

secara kontinyu. Dosis pemberian Resque Dose harus sama dengan 5-15% dosis dasar

24 jam. Dosis awal Resque Dose dapat ditawarkan sampai setiap 15 menit.

Adiksi dan Toleran Terhadap Opioid

Adiksi adalah ketergantungan psikologis terhadap obat, karena ketidakmengertian

terhadap penggunaan opioid dan penggunaan yang berlebih. Pada pasien dengan nyeri

kanker kronis, insiden adiksi kurang dari 1:1.000.

Toleran yaitu ketergantungan fisik terhadap opioid, dimana pasien memerlukan dosis

yang lebih besar dari dosis pemeliharaan, dalam mengatasi keluhannya. Hal ini dapat

terjadi karena perkembangan dari withdrawal sindrom (terjadi karena diskontinyuitas

penggunaan obat opioid). Jika analgesik opioid dalam menurunkan dosisnya melelui

tapering, withdrawal sindrom tidak akan terjadi.

2.7.2.5 Adjuvan 1,3

27

Page 28: nyeri kanker.doc

Analgesia adjuvan digunakan untuk menambah efisasi analgesia opioid, mengatasi

gejala yang menyertai nyeri atau memberikan efek analgesia tersendiri untuk

mengatasi jenis nyeri tertentu.

Trisiklik Antidepresan

Serotonin dan neurotransmiter katekolaminergik berperan dalam modulasi nosiseptor.

Beberapa obat anti depresan berperan dalam menghambat pengambilan noradrenalin

dan serotonin dalam CNS dan medula. Hal ini dapat meningkatkan konsentrasi

neurotransmiter pada synaps.1 Contoh trisiklik antidepresan yaitu: amitriptilin,

desipramin,imipramin, nortriptilin. Obat ini dapat diguanakan untuk mengatasi nyeri

secara umum dan nyeri neuropati. 3

Kortikosteroid.

Kortikosteroid merupakan obat ajuvan yang penting pada penderita kanker terutama

stadium lanjut. Kortikosteroid memberikan efek anti infamasi, elevasi mood, anti

emetik, memperbaiki nyeri, dan meningkatkan nafsu makan. Obat ini menurunkan

myeri denga efek anti infamasinya yang menurunkan release asam arakidonatuntuk

membentuk prostaglandin.3 Obat ini digunakan untuk menanggulangi nyeri neuropati

karena peningkatan tekanan intrakranial. Steroid sistemik diduga menurunkan edema

perineural dan edema linfatik yang menimbulkan nyeri dengan menekan saraf.

Pengobatan ini spesifik untuk kasus-kasus kompresi spinal cord. Sedangkan terapi

untuk mengatasi kompresi saraf menggunakan deksametason dosis tinggi, hampir 30

mg/hari. Jika tidak didapatkan peningkatan rasa nyeri, dosis dapat diturunkan secara

bertahap selama 3-5 hari. Pada pemberian kortikosteroid harus diawasi timbulnya

kandidiasis oral atau vagina.1 Efek yang tidak diinginkan pada oabat ini adalah

hiperglikemia, peningkatan berat badan, miopati, disporia atau psikosis yang

merupakan komplikasi terapi jangka panjang. 3

Antikonvulsan

Antikonvulsan digunakan sebagai pelengkap analgesik. Golongan ini menekan rasa

terbakar dari saraf dan telah digunakan untuk mengobati nyeri neuropati, termasuk

nyeri trigeminal, neuropati perifer. Yang termasuk golongan ini adalah karbamazepin,

sodium valproat, klonazeam, gabapentin, fenitonin. Obat-obatan ini dimulai dari dosis

rendah dan secara bertahap ditingkatkan untuk menghindari efek samping seperti

dizziness, ataksia, drowsiness, pandangan kabur, dan iritasi saluran cerna.1

Agonis alfa 2 adrenergik

28

Page 29: nyeri kanker.doc

Agonis alfa 2 adrenergik seperti clonidin dapat menjadi analgesia tambahan yang

efktif antara nyeri nosiseptif ataupun neuropati. Cara kerjanya pada level spinal cord

dengan 2 jalan . Cara yang pertama , dengan bekerja sesuai denga cara kerja opioid,

yaitu bekerja pada neuron yang sama di spinal cord dan dan menghasilkan reaski

intraseluler yang sama namun berbeda reseptor. Hal tersebut untuk mengatasi nyeri

nosiseptif. Cara ke-2, menurunkan simpatetic outflowyang mempengaruhi nyeri

neuropati.. Obat ini dapat diberikan secara sistemik atau intraspinal. Efek sampingnya

berupa letargi, mulut kering, dan hipotensi.

Neuroleptik/Antipsikotik

Antipsikotik (misalnya, haloperidol, klorpromasin, risperidon) dan anti cemas

(lorazepam) telah lama disebutkan memiliki efek memperkuat pengaruh analgesik

opioid. Haloperodol memiliki kegunaan dalam penanganan konfulsi akut pada kanker

terminal.

Perangsang Saraf Pusat

Yang termasuk kelompok ini adalah amfetamin, kokain, dan kafein. Pengobatan nyeri

kanker kronis dapat menggunakan Brompton’s cocktail. Campuran ini mengandung

morfin, kokain dan fenotiazin.

BAB 3

KESIMPULAN

29

Page 30: nyeri kanker.doc

Nyeri merupakan salah satu keluhan pada penderita kanker dan memiliki dampak

pada fungsi fisiologis tubuh dan juga mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Pengelolaan nyeri yang tidak adekuat bukan saja akan meningkatkan nmorbiditas dan

mortalitas, namun dipandang sebagai suatu hal yang tidak manusia Oleh sebab itu,

nyeri kanker harus ditangani dengan adekuat.

Penanganan dari nyeri kanker ini memerlukan penanganan multidisiplin.

Intervensinya meliputi berbagai komponen, mulai dari penyakitnya, psikologis,

kondisi fisik dan efek samping pengobatan. Pemahaman tentang patofisiologi nyeri

sangat penting guna melakukan pengelolaan atau pengobatan yang rasional, yaitu cara

multi modal analgesia (balance analgesia), yaitu pengobatanm dengan

mengkombinasikan 2 macam obat atau lebih, yang mekanisme kerjanya berbeda ,

namun menghasilkan analgesia yang optimal dengan efek samping yang minimal.

Salah satu penanganan nyeri kanker adalah melalui pendekatan WHO

analgetic ladder yang angka keberhasilannya dalam mengatasi nyeri kanker mencapai

90%. Step-step dalam WHO analgesic ladder memberikan tuntunan dalam pemilihan

obat sesuai intensitas nyeri yang dirasakan penderita. Penerapan dari penanganan

nyeri kanker secara komprehensif sangat membantu penderita kanker dalam

mengatasi kesulitan yang dihadapinya, setidaknya dapat meningkatkan kualitas hidup

mereka.

Daftar Pustaka

30

Page 31: nyeri kanker.doc

1. Suwiyoga IK. Penanganan Nyeri Pada Kanker serviks Stadium Lanjut. MKU 2004; vol 35: no 123: 14-21.

2. Suardi DR. Pengelolaan Nyeri Kanker. IDSAI 2000: 89-94.

3. Thomas JR, Ferris FD, & Gunten CF. Approach to the Management of Cancer Pain. In: Benzon, Raja, Molloy, Liv, Fishman, editors. Essential of Pain Medicine and Regional Anesthesia; edisi ke-2, Philadelphia: Elsevier, 2005:525-541.

4. Nyeri. Dalam: diktat kuliah anestesiologi. SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif 2001.

5. Pathophysiology of Pain [serial online] 2004. Available http://www.arhg.gov/clinic.htm. Accessed : 5 Desember, 2005.

6. Morgan GE dan Mikhail MS. Pain management. In: Clinical anesthesiology; edisi ke 2. Stamford: Appleton and Lange; 1996: 274-316.

7. Hamil RJ & Rowlingson JC. The Physiologic and Metabolic Response to Pain and Stress. In: Handbook of Critical Care Pain management. New York; McGraw-Hill; 1994: 13-25.

8. Hamil RJ & Rowlingson JC. The Assesment of Pain . In: Handbook of Critical Care Pain management. New York; McGraw-Hill; 1994: 13-25.

9. Benzon et all. The Assesment of Pain. In essential of Pain Medicine and Regional Anesthesia. Edisi ke-2. Philadelphia; livingstone ;2005

10. Instruction for Numeric Pain Scale. Children and Women`s Service Nursing Devision [serial online] 2003. Available from: http://www.vh.org/pediatric. Accessed: 5 Desember , 2005.

11. Fitzgibbon DR. Cancer Pain Management. In: Loeser JD, editor. Bonica`s Management Of Pain; edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2001:659-695.

12. Pharmacologic Management. Cancer info [serial online] 2004. available: http://www.cancer.gov/cancerinfo. accessed: 5 Desember , 2005.

13. Managenent of Cancer Pain.rhrg [serial online] 2002. Available: http://www.ahrg.gov/clinic/epcsums/canpainsum.htm. accessed: 5 Desember , 2005.

31

Page 32: nyeri kanker.doc

32