NAMA : BELARDO PRASETYA MEGA JAYA NPM : 1212011066 TEMA : HAKIM DAN PRILAKU HAKIM MORAL SEBAGAI DASAR PRILAKU HAKIM DAN PRILAKU HAKIM AKAN MENENTUKAN EFEKTIVITAS HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk cipataan Allah yang paling sempurna. Manusia merupakan mahluk yang paling mulia dibandingkan dengan mahluk lainnya, karena manusia dikarunia oleh SWT akal, perasaan, dan kehendak yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya tersebut. Akal adalah alat berfikir, sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan akal, manusia menilai mana yang benar dan mana yang salah, sebagai sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan sebagai sumber seni. Dengan perasaan, manusia menilai mana yang indah (estetis) dan yang jelek. Kehendak adalah alat untuk menyatakan penilaian. 1 Manusia sebagai mahluk budaya selalu melakukan penilaian terhadap keadaan yang dialaminya. Dengan kehendak manusia menilai sesuatu itu benar atau 1 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bhakti, 2006, hlm,1.
25
Embed
MORAL SEBAGAI DASAR PRILAKU HAKIM DAN PRILAKU HAKIM AKAN MENENTUKAN EFEKTIVITAS HUKUM
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
NAMA : BELARDO PRASETYA MEGA JAYA
NPM : 1212011066
TEMA : HAKIM DAN PRILAKU HAKIM
MORAL SEBAGAI DASAR PRILAKU HAKIM DAN PRILAKU HAKIM
AKAN MENENTUKAN EFEKTIVITAS HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk cipataan Allah yang
paling sempurna. Manusia merupakan mahluk yang paling
mulia dibandingkan dengan mahluk lainnya, karena
manusia dikarunia oleh SWT akal, perasaan, dan
kehendak yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya
tersebut. Akal adalah alat berfikir, sebagai sumber
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan akal, manusia
menilai mana yang benar dan mana yang salah, sebagai
sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk
menyatakan keindahan sebagai sumber seni. Dengan
perasaan, manusia menilai mana yang indah (estetis) dan
yang jelek. Kehendak adalah alat untuk menyatakan
penilaian.1 Manusia sebagai mahluk budaya selalu
melakukan penilaian terhadap keadaan yang dialaminya.
Dengan kehendak manusia menilai sesuatu itu benar atau1 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung : PT Citra AdityaBhakti, 2006, hlm,1.
salah, baik atau buruk, indah atau jelek, berguna atau
tidak sebagai sumber dari moral.2
Manusia sebagai mahluk budaya, mempunyai kebutuhan
atau segala yang dIperlukan untuk menyempurnakan
hidupya. Sehingga untuk memenuhi kebutuhannya tersebut,
manusia harus bekerja keras dan berkarya, dengan
bekerja dan berkarya kebutuhan manusia bisa terpenuhi,
dan hidupnya menjadi menjadi lebih baik dan sempurna.
Kehidupan manusia yang baik tentunyan akan membawa
dampak yang baik pula bagi lingkungannya.
Pada prinsipnya manusia diciptakan Tuhan Yang Maha
Kuasa memiliki sikap yang baik, namun dalam perjalanan
hidupnya akan mengalami suatu pasang surut, sehingga
manusia akan terjerumus kedalam perbuatan yang buruk,
yang tidak sesuai dengan printah dan kehendak Tuhan.
Dengan demikian dibutuhkan sebagai alat penuntun,
pedoman sekaligus alat kontrol sosial yang paling ampuh
dalam mengarahkan kehidupan manusia. Arti kata moral
adalah dikatakan sebagai nilai-nilai pegangan seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.3
Bila dikaitkan dengan profesi hakim, nilai moral
harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh si pengemban
profesi hakim, yaitu :4
2 Ibid, hlm, 8.3 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta :Sinar Grafika, 2006, hlm 12-13.4 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung: PT Citra AdityaBhakti, 2006, hlm 61.
a) Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan
profesi.
b) Menyadari kewajiban yang harus selama
menjalankan profesi
c) Idealisme sebagai perwujudan makna misi
organisasi profesi
Atas dasar ini seorang hakim dituntut untuk
bertindak sesuai dengan cita-cita dan tuntutan profesi
serta memiliki nilai moral yang kuat dan diterapkan
dengan prilaku yang baik. Dalam menjalankan tugas
profesi, hakim harus selalu bertindak dengan baik yang
didasari oleh moral tersebut. Prilaku yang baik akan
berdampak pada tercapainya tujuan profesi hakim dan
mewujudkan penegakkan hukum yang sesuai dengan cita-
cita dan harapan masyarakat terhadap seorang hakim
sebagai penegak hukum.
Penegakkan hukum adalah kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-
kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan
mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai
serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan kedamaian pergaulan hidup.5
Penegakkan hukum dalam arti luas mencakup kegiatan
untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan
tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau
penyimpangan hukum serta melakukan tindakan hukum.
aktivitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat
kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek
hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sunguh
dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit,
penegakan hukum menyangkut kegiatan penindakan terhadap
setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan.6
Profesionalitas penegak hukum khususnya hakim di
negeri ini seolah berada pada titik nadir. Sebagai
nilai yang menjadi jiwa (core value) hukum, keadilan
tidak benar-benar diperjuangkan. Profesi penegak hukum
direduksi menjadi sekadar pekerjaan guna mendapatkan
materi. Pemahaman seperti itu mengabaikan dimensi
pelayanan sebagai unsur esensial profesi hakim
tersebut. Para hakim lupa, profesi adalah peran sosial
yang eksistensi dan fungsinya tergantung pelayanan yang
fair atas kepentingan masyarakat.7
Penegakkan hukum di Indonesia masih dipandang
buruk, penegakkan hukum yang terjadi sangat tidak
sesuai dengan harapan masyarakat karena tidak menjamin
kesejahtraan dan perlindungan terhadap masyarakat.
Dapat dilihat dalam pelaksanaannya di pengadilan, hakim6 AR. Mustopadidjaja, “Reformasi Birokrasi Sebagai Syarat PemberantasanKKN”, Makalah Seminar Pembangunan Nasional VIII, Penegakan HukumDalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh BPHNDepartemen Kehakiman dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003.7 Komisi Yudisial RI, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia,:Sekretaris Komisi Yudisial RI, 2012, hlm, 73-74.
melakukan penyelewengan berupa penyelesaian perkara
yang tidak adil dan juga menghasilkan putusan-putusan
yang dapat diintervensi. Hal tersebut mengakibatkan
hancurnya sistem hukum dan lembaga peradilan menjadi
tercemar karena keacuhan aparat penegak hukum akan
penegakan hukum yang efektif. 8 Rendahnya integritas,
moral dan prilaku seorang hakim sebagai penegak hukum
menjadi salah satu sebab terpuruknya penegakan hukum di
Indonesia. Oleh karena itu hukum dipandang tidak
efektif karena penegakkan hukum tidak sesuai
sebagaimanma mestinya dan tidak sesuai dengan harapan
masyarakat karena tidak adanya unsur keadilan serta
tidak dapat memberikan perlindungan ke masyarakat yang
lemah posisinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka
yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah prilaku hakim yang baik?
2. Apakah penyebab buruknya prilaku hakim ?
3. Mengapa prilaku hakim menentukan efektifitas hukum
?
8 Ibid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prilaku Hakim yang Baik
Setiap profesi di berbagai bidang memiliki nilai-
nilai yang dijunjung untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan profesi yang bersangkutan. Apabila profesi
itu berkenaan dengan bidang hukum, maka kelompok
profesi itu disebut kelompok profesi hukum. Pengemban
profesi hukum bekerja secara profesional dan
fungsional. Setiap profesi hukum dituntut mempunyai
nilai moral yang kuat. Nilai moral itu merupajan
kekuatan yang mengarahkan dan mendasari kepada
perbuatan atau prilaku yang baik.9
Profesi Hakim merupakan suatu pekerjaan yang
sangat memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
pelaksanaan hukum disuatu negara. Seorang hakim harus
mempunyai kepribadiaan yang baik baik pada saat
peradilan maupun pada kehidupan sehari-hari. Dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman bahwa : “Hakim harus memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum”.
Untuk mewujudkan nilai-niai tersebut, dalam suatu
profesi hakim dituangkan dalam suatu kode etik profesi
9 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm, 62.
atau suatu norma yang ditetapkan dan diterima oleh
kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi
petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat
dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata
masyarakat. Kode etik merupakan produk etika terapan
karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis
atas suatu profesi. Kode etik merupakan norma moral
manusia yang mengemban profesi tersebut. Kode etik
profesi merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak
etis bagi anggotanya.10
Kode Etik profesi menurut Bertens adalah: ”Norma
yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi,
yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan berperilaku
sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata
masyarakat.“ Pedoman perilaku yang bagi pemegang
profesi terangkum dalam Kode Etika yang di dalamnya
mengandung muatan etika, baik etika deskriptif,
normatif, dan meta-etika. 11
Kode etik didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku
di Indonesia serta nilai-nilai yang bersifat universal
bagi hakim sebagai pelaksana fungsi yudikatif. Kode
etik penting bagi hakim untuk mengatur tata tertib dan
perilaku hakim dalam menjalankan profesinya. Sikap dan
prilaku hakim diatur dalam kode etik yaitu dengan kode
Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi,
(9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap
Profesional.14
Untuk dapat menjaga moralitas dan keprofesionalan
kinerja dalam menegakkan hukum, para penegak hukum
wajib mentaati kaidah-kaidah dan norma-norma yang ada.
Menurut O. Notohadimidjodjo, ada empat norma yang
penting dalam penegakan hukum, yaitu:15
1. Kemanusiaan Norma kemanusiaan menuntut supaya
dalam penegakan hukum, manusia senantiasa
diperlakukan sebagai manusia, sebab ia memiliki
keluhuran pribadi
2. Keadilan adalah kehendak yang kekal untuk
memberikan kepada orang lain apa saja yang
menjadi haknya.
14 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua KomisiYudisial RI15 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum (Norma-Norma Bagi Penegak Hukum),Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1995, hlm 115.
3. Kepatutan Kepatutan atau equity adalah hal yang
wajib dipelihara dalam pemberlakuan undang-undang
dengan maksud untuk menghilangkan ketajamannya.
Kepatutan ini perlu diperhatikan terutama dalam
pergaulan hidup manusia dalam masyarakat.
4. Kejujuran Pemelihara hukum atau penegak hukum
harus bersikap jujur dalam mengurus atau
menangani hukum, serta dalam melayani justitiable
yang berupaya untuk mencari hukum dan keadilan.
Atau dengan kata lain, setiap ahli hukum
diharapkan sedapat mungkin memelihara kejujuran
dalam dirinya dan menjauhkan diri dari perbuatan-
perbuatan yang curang dalam mengurus perkara.
Jadi menurut Penulis, Hakim yang baik adalah hakim
yang mempunyai moral yang baik. Moral yang baik akan
menjadi benteng seorang hakim untuk tidak berbuat
buruk, tidak mudah terpengaruh, tergoda, dan tergiur
dengan berbagai macam materi disekitarnya. Moral yang
baik akan membawa seorang hakim untuk selalu bersikap
profesional dan dan berprilaku dengan baik. Hakim yang
memiliki prilaku yang baik akan melaksanakan tugas
sebagai penegak hukum dengan amanah dan tidak melenceng
dari aturan yang berlaku dan kode etik kehormatan
hakim.
B. Penyebab Buruknya Prilaku Hakim
Dalam menjalankan tugasnya secara profesional,
Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar putusan hakim
sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Dewasa ini mulai menggejala bahwa hakim-hakim
menjalankan tugasnya dengan tidak baik dan melanggar
kode etik kehormatan hakim. Terlihat kasus-kasus yang
terjadi menunjukkan tidak adanya profesionalitas dan
moral yang baik dari seorang hakim sehingga berprilaku
tidak baik. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai
berikut:16
1. Vica Natalia, seorang Hakim Pengadilan Negeri
Jombang, Majelis Kehormatan Hakim (MKH)
akhirnya memutuskan menjatuhkan sanksi
pemberhentian secara hormat. Vica Natalia
dinilai terbukti melanggar Keputusan Bersama
Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial Tahun
2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH), dan Peraturan Bersama (PB) MA
dan KY Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan
KEPPH karena berselingkuh dengan seorang hakim
dan advokat.
16 Nakim Sanwirja (NS), Kebanggaan terhadap Kebahagiaan, Inilah 6Hakim Pelanggar Kode Etik,https://nakimsanwirja.wordpress.com/2014/01/06/inilah-6-hakim-pelanggar-kode-etik-sepanjang-tahun-2013/
2. Acep Sugiana, seorang Hakim Pengadilan Negeri
Singkawang. Majelis Kehormatan Hakim yang
terdiri dari unsur Mahkamah Agung (MA) dan
Komisi Yudisial (KY) memecat dengan hormat Acep
Sugiana sebagai hakim. Acep dinilai telah
melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim
karena berselingkuh dengan perempuan lain
bernama Thu Fu Liang.
3. Nuril Huda, seorang Hakim Ketua Pengadilan
Negeri Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyatakan Nuril
terbukti menerima uang Rp20 juta dari seorang
advokat yang perkaranya disidangkan oleh Nuril.
Perbuatan Nuril itu sudah termasuk pelanggaran
kode etik.
4. Lumban Tobing, seorang Hakim Pengadilan Negeri
Binjai Raja MG. Ketua MA dan Ketua KY Tahun
2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH) lantaran diketahui sebagai
pengguna narkoba dan pernah bertemu dengan
pihak yang berperkara.
5. Achmad Yamanie. Majelis Kehormatan Hakim (MKH)
yang diketuai Prof Paulus Efendi Lotulung
memutuskan untuk memberhentikan secara tidak
hormat. Yamanie dianggap terbukti melanggar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim lantaran
mengubah draf putusan PK,
Kasus-kasus tersebut menunjukkan masih banyak
hakim yang berprilaku dengan tidak baik dan melanggar
peraturan serta ketentuan kode etik kehormatan hakim.
Lalu sebenarnya apa penyebab dari kejadian tersebut?
Menggejalanya perbuatan profesional yang
mengabaikan kode etik kehormatan hakim disebabkan
karena beberapa alasan yang paling mendasar, baik
sebagai individu anggota masyarakat maupun karena
hubungan kerja dalam organisasi profesi, disamping
sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa
yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan.
Alasan/Sebab-sebab tersebut adalah :
1.Pengaruh Sifat Kekeluargaan
Salah satu sebabnya adalah keluarga, yang
berpengaruh terhadap penyimpangan pada sifat
profesional hakim. Dalam hal ini misalkan seorang
yang sedang berada dalam proses peradilan,
dikarenakan dia merupakan salah satu anggota
keluarga dari hakim yang mengadili persidangan,
dibebaskan hanya seata-mata hanya karena tersangka
adalah kerabat/saudara/keluarga dari hakim. Hal
ini menunjukkan keadaan yang tidak sesuai dengan
kode etik kehormatan hakim yang menganjurkan hakim
harus adil dan tidak memihak. Seharusnya masalah
keluarga dipisahkan dengan masalah profesi.17
17 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit,82-85
2. Pengaruh Jabatan
Seorang Hakim mempunyai dua fungsi, Yaitu fungsi
eksekutif dan fungsi yudikatif. Hakim sebagai
pemimpin/pemutus dalam persidangan dan juga sebagai
pegawai negeri sipil. Dalam hal ini jabatan seorang
hakim dapat mempengaruhi kode etik kehormatan hakim,
yaitu apabila pekara yang diperiksa seorang hakim
ternyata ada hubungannya dengan seorang pejabat yang
merupakan atasan dari hakim tersebut. Dalam kasus ini
disatu pihak hakim cenderung hormat pada atasan dan
bersedia membela demi kepentingan tersebut. Mungkin
hakim akan dipermudah naik pangkat atau tidak akan di
mutasi karena hal tersebut. Hal ini menunjukkan keadaan
yang tidak sesuai dengan kode etik kehormatan hakim
yang menganjurkan hakim harus adil dan tidak
memihak.Seharusnya masalah jabatan dipisahkan dengan
masalah profesi.18
3. Pengaruh Karena Lemahnya Moral dan Iman
Menurut penulis, sebab utama dari pelanggaran
terhadap kode etik kehormatan hakim adalah dikarenakan
lemahnya moral dan iman dari seorang hakim itu sendiri.
Contohnya, hakim yang menerima suap dari seorang
tersangka yang sedang mengalami proses peradilan. Hal
tersebut mempengaruhi hakim untuk bertindak adil,
18 Abdulkadir Muhammad, Loc.Cit.
melainkan membela tersangka tersebut untuk dibebaskan
hanya karena uang yang diberikan dari tersangka kepada
hakim tersebut. Seorang hakim yang berselingkuh, yang
bertindak curang, tidak adil, bahkan memakai narkoba.
Ketidaksempurnaan moral yang dimiliki seorang hakimlah
yang membuat seorang hakim melakukan perbuatan yang
buruk yang melanggar kode etik kehormatan hakim. Kasus-
kasus diatas, semuanya menunjukkan bahwa pada dasarnya
tidak adanya moral dan iman yang baik pada seorang
hakim sehingga berbuat yang tidak baik dan melanggar
kode etik kehormatan hakim.
Soren kiirkegaard mengatakan bahwa seharusnya
kehidupan manusia harus mempunya tiga taraf, yaitu
taraf estetis19, etis20 (nilai moral) dan juga taraf
religius.21 Dimana taraf religius adalah taraf
penyempurna bagi kehidupan manusia, dan menurut penulis
taraf ini merupakan taraf yang sangat mendasar dan
sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena tanpa
taraf tersebut manusia tidak akan menuju kesempurnaan
dalam hidupnya. Pada taraf religius manusia menghayati
pertemuannya dengan Tuhan penciptanya dalam bentuk
takqwa. Makin dekat manusia dengan Tuhannya makin dekat
pula dengan kesempurnaan hidup, dan makin jauh dari
19 Taraf Estetis adalah taraf dimana manusi mampu menangkap alamsekitarnya sebagai alam yang mengagumkan dan mengungkapkannyadalam bentuk karya.20 Taraf etis adalah taraf dimana manusia meningkatkan kehidupanestetis ke taraf manusiawi dalam bentuk perbuatan yang bebas danbertanggung jawab.21 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, Hlm, 3.
kegelisahan dan keraguan. Taraf ini seharusnya dimiliki
oleh seorang hakim agar seorang hakim tersebut bisa
selalu berada jalan yang seharusnya bersikap dan
berprilaku sebagaimana mestinya, yaitu selalu berpegang
teguah kepada kode etik kehormatan hakim dengan alasan
apapun dengan moral ketaqwaan yang dimilikinya. Dengan
taqwa manusia akan sadar bahwa kebaikan akan dibalas
dengan kebaikan dan keburukan akan dibalas dengan
keburukan. Dengan taqwa manusia akan mempunyai benteng
yang kuat untuk terus bersikap profeisonal, tidak mudah
terpengaruh, tergoda, dan tergiur dengan berbagai macam
materi disekitarnya.
Salah satu syarat kode etik kehormatan hakim
adalah bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, yaitu
melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya.
Ketaqwaan ini adalah dasar bagi moral manusia. Jika
seorang hakim mempertebal iman dengan taqwa, maka
didalam diri akan tertanam nilai moral yang menjadi rem
untuk berbuat buruk. Sebaliknya jika seorang hakim
mempunyai moral dan iman yang tidak baik maka akan
berprilaku dengan tidak baik.
C. Prilaku Buruk Hakim Mengakibatkan Ketidakefektifan
Hukum
Sudah disebutkan bahwa moral dan iman pada seorang
hakim menentukan sikap dan prilaku hakim. Apabila
seorang hakim tidak memiliki moral yang baik tentunya
akan berprilaku dengan tidak baik dan tidak berprilaku
sebagaimana seorang penegak hukum yang menjunjung
tinggi “keadilan”. Prilaku buruk yang dimiliki seorang
hakim membuat seorang hakim bersikap dengan tidak baik
yang melanggar nilai-nilai hukum dan kode etik
kehormatan hakim. Hakim yang memiliki prilaku yang
buruk akan melaksanakan tugas sebagai penegak hukum
dengan tidak amanah, melenceng dari aturan yang
berlaku, dan melanggar kode etik kehormatan hakim. Jika
sudah begitu tentunya hakim sebagai penegak hukum tidak
dapat menerapkan hukum yang jujur, dan adil, serta
tidak mencapai apa yang menjadi tujuan dari hukum.
Sehingga hukum dianggap tidak efektif.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu
menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis
batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi
hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan
fungsi dan mengemban profesinya. Kode Kehormatan Hakim
adalah kode etik dari para hakim, yaitu kaidah-kaidah
atau norma-norma bagi para hakim dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya. Kaidah-kaidah dalam kode
tersebut, merupakan norma moral, karena mengikat para
hakim dalam menjalankan profesinya maupun dalam
hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan. Hakim yang
baik adalah hakim yang memiliki moral dan iman yang
baik. Sehingga dengan begitu seorang hakim tdiak akan
melanggar nilai-nilai hukum dan kode etim kehormatan
hakim melainkan akan bersikap, bertindak, dan
berprilaku dengan baik sebagai seorang penegak hukum.
Pelanggaran-pelangaran terhadap kode etik
kehormatan hakim disebabkan adanya bebeapa faktor,
yaitu faktor keluarga, jabatan, dan yang paling utama
adalah faktor moral dari seorang hakim. Semua itu tidak
akan terjadi apabila seorang hakim mempunyai moral yang
baik. Moral yang baik akan menjadi benteng seorang
hakim untuk tidak berbuat buruk, tidak mudah
terpengaruh, tergoda, dan tergiur dengan berbagai macam
materi disekitarnya. Moral yang baik akan membawa
seorang hakim untuk selalu bersikap profesional dan
berprilaku dengan baik.
Hakim yang memiliki prilaku yang buruk akan
melaksanakan tugas sebagai penegak hukum dengan tidak
amanah, melenceng dari aturan yang berlaku, dan
melanggar kode etik kehormatan hakim. Jika sudah begitu
tentunya hakim sebagai penegak hukum tidak dapat
menerapkan hukum yang jujur, dan adil, serta tidak
mencapai apa yang menjadi tujuan dari hukum. Sehingga
hukum dianggap tidak efektif..
B. Saran
Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis memberikan
saran sebagai berikut :
1. Semua profesi khususnya hakim memiliki etika dan
pedoman melalui kode etik kehormatan hakim,
seharusnya hakim mematuhinya dengan baik, dengan
tetap bersikap, bekerja, dan bertindak dengan
profesional tanpa alasan apapun.
2. Seorang hakim seharusnya mempunyai nilai moral
yang baik dalam dirinya, karena nilai moral akan
menentukan baik atau buruknya perbuatan dan
prilaku hakim dan penegakkan hukumnya bahkan lebih
dari itu, prilaku yang tidak baik akan
mengakibatkan tidak tercapainya apa yang menjadi
tujuan dari hukum atau dengan kata lain hukum
tidak efektif atau tidak berfungsi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
AR. Mustopadidjaja, “Reformasi Birokrasi Sebagai Syarat
Pemberantasan KKN”, Makalah Seminar Pembangunan
Nasional VIII, Penegakan Hukum Dalam Era
Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh
BPHN Departemen Kehakiman dan HAM, Denpasar, 14-18
Juli 2003.
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung : PT
Citra Aditya Bhakti, 2006.
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum (Norma-Norma Bagi Penegak
Hukum), Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1995
Komisi Yudisial RI, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum
Indonesia, :Sekretaris Komisi Yudisial RI, 2012
K. Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua
Komisi Yudisial RI
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Jakarta: Rajawali, 1983
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia,
Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika,