B. MEMBIASAKAN PRILAKU TERPUJI (AKHLAQ MAHMUDAH) Iman al-Gazali mengungkapkan bahwa akhlak merupakan keadaan yang melekat pada jiwa manusia serta melahirkan perbuatan – perbuatan secara spontan, tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan. Akhlak disebut juga perangai atau budi pekerti. Suatu perbuatan disebut akhlak apabila memenuhi dua syarat berikut ini : 1. Perbuatan itu dilakukan berulang – ulang. 2. Perbuatan itu dilakukan dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti terlebih dahulu sehingga hal itu benar – benar merupakan suatu kebiasaan. Akhlak bersumber kepada dua macam norma berikut ini. 1. Norma Keagamaan Norma keagamaan adalah norma yang mengajarkan akhlak kepada manusia dengan mengambil tuntunan yang telah diberikan Allah swt dan Rasulullah saw dalam Al-Qur’an dan hadis. Dengan demikian, akhlak ini mempunyai dua macam sanksi apabila dilanggar. Yang pertama adalah sanksi yang dating dari Tuhan (bersifat gaib) dan yang kedua adalah sanksi yang dating dari masyarakat (sesama manusia). 2. Norma Sekuler 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
B. MEMBIASAKAN PRILAKU TERPUJI (AKHLAQ MAHMUDAH)
Iman al-Gazali mengungkapkan bahwa akhlak merupakan keadaan yang melekat pada
jiwa manusia serta melahirkan perbuatan – perbuatan secara spontan, tanpa melalui
pemikiran dan pertimbangan. Akhlak disebut juga perangai atau budi pekerti. Suatu
perbuatan disebut akhlak apabila memenuhi dua syarat berikut ini :
1. Perbuatan itu dilakukan berulang – ulang.
2. Perbuatan itu dilakukan dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti terlebih dahulu
sehingga hal itu benar – benar merupakan suatu kebiasaan.
Akhlak bersumber kepada dua macam norma berikut ini.
1. Norma Keagamaan
Norma keagamaan adalah norma yang mengajarkan akhlak kepada manusia dengan
mengambil tuntunan yang telah diberikan Allah swt dan Rasulullah saw dalam Al-
Qur’an dan hadis.
Dengan demikian, akhlak ini mempunyai dua macam sanksi apabila dilanggar. Yang
pertama adalah sanksi yang dating dari Tuhan (bersifat gaib) dan yang kedua adalah
sanksi yang dating dari masyarakat (sesama manusia).
2. Norma Sekuler
Norma sekuler adalah norma yang mengajarkan akhlak kepada manusia dengan
berpedoman kepada olah pikir dan pengalaman manusia. Dengan demikian, akhlak ini
hanya mempunyai satu macam sanksi, yaitu sanksi yang datang dari masyarakat (sesama
manusia) semata – mata.
Akhlak merupakan suatu upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya. Akhlak pula
yang membedakan manusia dengan binatang. Kemajuan ilmu pengetahuan tanpa disertai
pendidikan akhlak yang baik, tidak akan bisa mempertahankan kehidupan manusia. Hal
itu, justru akan menyebabkan kepunahan dan kebinasaan. (Khuslan Haludhi, 2004,57)
1
Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam adalah seorang yang sangat elok akhlaknya dan
sangat agung wibawanya. Akhlak beliau adalah Al-Qur’an sebagaimana yang dituturkan
‘Aisyah Radhiallahu’anha, ia berkata, yang artinya: “Akhlak Rasululloh Shalallaahu
alaihi wasalam adalah Al-Qur’an.” (HR: Muslim). Beliau juga pernah bersabda, yang
artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).
Adapun sifat sifat terpuji itu diantaranya adalah :
A. Adil
Adil adalah memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada
pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang sebenarnya tanpa ada
aniaya, dan mengucapkan kalimat yang benar tanpa ada yang ditakuti kecuali terhadap
Allah swt saja. Allah swt. berfirman dalam surat an-Nisa ayat 135 :
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.
Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan (Q.S. an-
Nisa : 135)
2
Islam menyeru untuk berlaku adil sekalipun diantara kita sedang terjadi permusuhan.
Allah swt. berfirman dalam surat al-Maidah ayat 8 :
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Maidah
ayat 8)
Adil disejajarkan dengan perbuatan kebajikan, karena adil sendiri adalah memberikan
hak kepada yang punya. Sehingga orang yang diberikan hak merasa senang dan bahagia.
Allah swt. berfirman dalam Q.S. an-Nahl (16) ayat 90 :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran
(Q.S. an-Nahl : 90)
3
Ada empat pengertian adil yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu ;
1. Adil dalam arti “sama”
Dalam arti memperlakukan sama terhadap orang-orang, tidak membedakan hak-haknya.
Firman Allah dari Q.S. an-Nisa (4) ayat 58 berikut :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat. (Q.S. an-Nisa : 58)
Perhatikan contoh keadilan yang dipraktekkan oleh Ali bin Abi Thalib berikut,
Pernah suatu hari terjadi sengketa diantara Ali bin Abi Thalib dengan seorang Yahudi,
yaitu suatu sengketa yang sampai juga ke meja hijau (majlis hukum) dibawah pimpinan
Umar bin Khattab guna mendapatkan penyelesaian. Setelah kedua pihak sama-sama
datang menghadap Umar, maka berkatalah Umar kepada Ali : “ Ya Abal Hasan,
berdirilah berdekatan dengan lawanmu”. Seusai Umar memberikan keputusannya, Umar
melihat bahwa diwajah Ali terdapat tanda-tanda kedukaan, maka ujarnya : “ Wahai Ali,
mengapa saya lihat anda agak susah ?”. Ali menjawab : “Sebab anda tidak
mempersamakan antara saya dan lawan saya, anda memanggil saya dengan sebutan
kehormatanku “Abal Hasan “, sedang anda memanggil Yahudi dengan namanya yang
biasa”.
Pernahkah anda saksikan suatu tindak keadilan yang mencapai jangkauan setinggi itu ?
Apa yang dipraktekkan oleh khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib itu
adalah cermin keadilan didalam Islam. Karena Islam menyeru kepada umatnya untuk
berlaku adil, Islam melarang keras untuk berlaku sebaliknya.
Imam Ibnu Taimiyah berkata : “ Bahwasanya Allah akan menolong penguasa atau
pemerintah yang adil sekalipun dia pemerintah kafir, dan Allah tidak akan menolong
penguasa pemerintah yang zalim kendatipun dia itu Islam “.
4
Allah swt. berfirman dalam surat al-Hud ayat 117 :
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang
penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.(Q.S. al-Hud :117)
2. Adil dalam arti “seimbang”
Keseimbangan sangat diperlukan dalam suatu kelompok yang didalamnya terdapat
beragam bagian yang bekerja menuju satu tujuan tertentu. Dengan terhimpunnya bagian-
bagian itu, kelompok tersebut dapat berjalan atau bertahan sesuai tujuan kehadirannya.
Firman Allah dalam surat al-Infithar (82) ayat 6-7 berikut ;
Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap
Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan
kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. (Q.S. al Infithar :6-7)
3. Adil dalam arti “Perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu
kepada setiap pemiliknya”.
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada tempatnya”
atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat”. Lawannya adalah
kezaliman dalam arti melanggar hak-hak pihak lain. Pengertian ini melahirkan keadilan
sosial.
4. Adil yang dinisbatkan kepada Ilahi.
Adil disini artinya memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah
kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk
itu”. Keadilan Ilahi merupakan rahmat dan kebaikanNya. Keadilannya mengandung
konsekwensi bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh, sejauh makhluk
itu dapat meraihnya. (Quraisy Shihab,1996,114-116)
5
Tata krama dan menghormati orang lain
Sebagai muslim yang baik, kita tidak boleh melakukan perbuatan apapun yang sifatnya
merendahkan, mengejek dan menghina orang lain baik dari segi kepribadiannya,
karyanya, postur tubuhnya maupun keadaan sosialnya. Karena penghinaan, celaan,
apalagi merendahkan akan memunculkan perasaan sakit hati dan dendam. Oleh karena
itu, setiap individu muslim hendaknya berusah sekuat kemampuan untuk menahan dari
dari sikap yang membuat orang lain merasa direndahkan. Manusia yang baik adalah
mereka yang selalu memperhatikan dan memberikan pertolongan kepada orang-orang
yang tidak mampu atau lemah disekitarnya. Inilah ajaran yang telah dijelaskan oleh
rasulullah SAW.
“Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepaa manusia lain.”
(HR Muttafaqun Alaih)
B. Perduli Terhadap Orang Lain.
Dalam Al Qur’an surat Al Fath ayat 29, Allah menerangkan kepada kita bahwa
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya dan dia adalah keras
terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang bersama mereka. Ayat ini menjelaskan
bahwa nabi diutus kepada semua umat manusia dalam rangka memberi peringatan dan
kabar gembira, menerangi kehidupan manusia yang dulunya berada dalam kebodohan
agar mereka tidak lagi berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain. Sebagai contoh,
pada zaman jahiliyah, khusunya pada kaum quraisy yang dianggap penguasa, sedangkan
orang miskin dan lemah dianggap sebagai budak. Hukum ketika itu bersifat ekslusif dan
melindungi orang-orang tertentu saja sehingga orang-orang kuat menindas orang-orang
lemah.
Allah mengutus rasulullah SAW untuk mengembalikan hak-hak dan martabat m,anusia
yang rusak. Rasulullah memulai kembali dengan menata perilaku seluruh umatnya yang
selama ini terjebak dalam kejahiliyahan dan mengangkat derajat mereka sebagai
manusia yang mulia. Orang-orang yang kuat selalu diarahkan untuk berlemah lembut
dan mengasihi orang yang lemah, membantu dan melindungi mereka. Manusia dianggap
6
sama keberadaanya di hadapan Allah yang membedakannya hanyalah ketakwaanya.
Dengan demikian, kita sebagai generasi penerus muslim hendaknya turut mengasah
kepekaan terhadap orang yang lemah atau duafa dengan mengikuti sifat kasih sayang
dan lemah lembut yang telah diteladankan oleh rasulullah SAW.
“Allah itu senantiasa menolong hambanya, selagi hambanya itu menolong
saudaranya.” (HR Asy Syaikhan).
“Perumpamaan seorang mukmin itu (dalam kasih sayang mereka, lemah lembutnya,
dan rasa cinta mereka) bagaikan satu jasad atau badan yang apabila sakit salah satu
anggota tubuhnya maka seluruh tubuhnya merasakan sakitnya.” (HR Bukhari)
C. Menghargai Karya Orang Lain
Menghargai hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan
kerukunan hidup antar manusia agar terwujud kehidupan masyarakat yang saling
menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat sesuai dengan harkat dan
derajat seseorang sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang
lain merupakan sikap yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan
pribadi penciptanya sebagai manusia yang ingin diharagai.
Hadits nabi Muhammad yang artinya :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerjan dan menekuni kerjanya.”
(HR Baihaqi)
Menghormati dan menghargai karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang
derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karya merupakan
pencerminan pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau
sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti
bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya.
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap
menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang
dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus
dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap
7
penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu,
seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat
dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini ak
an terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui
pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan)
Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah
dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko
yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih
payah tersebut.
Cara yang bisa diwujudkan untuk menghargai hasil karya orang lain adalah dengan tidak
mencela hasil karya orang tersebut meskipun hasil karya itu menurut kita jelek.
Memberikan penghargaan terhadap hasil karya orang lain sama dengan menghargai
penciptanya sebagai manusia yang ingin dan harus dihargai. Bisa menghargai hasil
karya orang lain merupakan sikap yang luhur dan mulia yang menggambarkan keadilan
seseorang karena mampu menghargai hasil karya yang merupakan saksi hidup dan
bagian dari diri orang lain tanpa melihat, kedudukan , derajat, martabat, status, warna
kulit dan pekerjaan orang tersebut.
8
D. HUSNUZHAN
1. Husnuzan tehadap Allah SWT
Husnuzhan artinya berprasangka baik. Sedangkan huznuzhan kepada Allah SWT
mengandung arti selalu berprasangka baik kepada Allah SWT, karena Allah SWT
terhadap hambaNya seperti yang hambaNya sangkakan kepadaNya, kalau seorang
hamba berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada
orang tersebut, jika baik prasangka hamba kepadaNya maka baik pulalah prasangka
Allah kepada orang tersebut.
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh bukhari mempertegas hal ini:
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : “Allah Ta’ala berfirman : “Aku
menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia ingat kepadaKu.
Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia
ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik dari kelompok mereka.
Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta. jika ia
mendekat kepadaKu sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang
kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil“.
(Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Sikap husnuzan terhadap Allah swt. akan menenteramkan jiwa serta memantapkan
keimanan manusia. Sikap husnuzan terhadap Allah swt. merupakan cerminan watak dan
karakter manusia sebagai hamba yang beriman. Oleh karena itu, manusia harus yakin
bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah atas takdir Allah swt. Manusia
harus yakin bahwa kehidupan ini mutlak sepenuhnya di bawah control Allah swt.
Dengan demikian, sikap husnuzan terhadap Allah swt. akan membawa ketenangan,
kedamaian, dan ketenteraman hidup manusia. (Khuslan Haludhi, 2004:57-58)
Husnuzan terhadap Allah SWT merupakan sikap mental dan termasuk salah satu tanda
beriman kepada-Nya. Di antara sikap perlaku terpuji, yang akan dilakukan oleh orang
yang berbaik sangka pada Allah SWT ialah syukur dan sabar.
9
Syukur
Menurut pengertian bahasa, kata syukur berasal bahasa Arab, yang artinya terima kasih.
Menurut istilah, syukur adalah berterima kasih kepada Allah SWTdan pengakuan yang
tulus atas nikmat dan karunia-Nya, melalui ucapan, sikap, dan perbuatan.
Nikmat karunia Allah SWT sangat banyak dan bermacam-macam. Ada nikmat yang
terdapat dalam diri manusia itu sendiri, dan ada pula yang berasal dai luar diri manusia,
ada nkmat yang besifat jasmani dan ada pula yang bersifat rohani.
Nikmat karunia Allah yang bersifat jasmani dan terdapat dalam diri manusia, seperti
panca indra, bentuk, dan susunan tubuh manusia yang lebih sempuna dari hewan
sehingga manusia bisa berlari cepat seperti kijang, memanjat seperti kera, dan berenang
seperti ikan. Sungguh tepat apa yang telah difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Nikmat Allah yang bersifat rohani, sebagai anugerah Allah SWT yang tidak ternilai
harganya, antara lain roh, akal, kalbu, dan nafsu. Demikian juga nikmat-nikmat karunia
Allah SWT yang terdapat di luar diri manusia sungguh sangat banyak dan tidak ternilai
harganya. Nikmat-nikmat misalnya air, api, berbagai jenis makanan dan buah-buahan,
aneka macam barang tambang, daratan, lautan, dan angkasa raya. Itu semua memang
disediakan Allah SWT untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.
Jika umat manusia menghitung-hitung nikmat karunia Allah SWT, tentu tidak akan
mampu menghitungnya (lQ.S Ibrahim, 14: 34 dan Q.S Al-Baqarah, 2: 152).
Cara bersyukur kepada Allah SWT ialah dengan menggunakan segala nikmat karunia
Allah SWT untuk hal-hal yang diridai-Nya, yaitu:
Bersyukur dengan hati ialah mengakui dan menyadar bahwa segala nikmat yang
diperoleh manusia, merupakan karuni Allah SWT semata dan tidak ada selain Allah
SWT yang dapat memberikan nikmat-nikmat itu.
10
Bersyukur dengan lidah seperti membaca Alhamdulillah (segala puji bagi Allah),
mengucapkan lafal-lafal zkir lannya, membaca Al-Qur’an, dan melaksanakan akmar
makuf nahi mungkar.
Bersyukur dengan amal perbuatan, misalnya mengerjakan salat, menunaikan ibadah
haji jika mampu, berbakti kepada kedua orang tua, dan berbuat baik pada sesama
manusia.
Bersyukur dengan harta benda, misalnya dengan jalan membelanjakan harta benda itu
untuk hal-hal yang bemanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Sabar
Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba
akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam
menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah
terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)
Pengertian Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah
meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan
maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam