Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN Yang disebut penyakit trofoblas adalah penyakit yang mengenai sel sel trofoblas. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan, sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas dalam kehamilan disebut Gestational Trophoblastic Disease dan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Trophoblastic Disease. 1 Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian, seringkali perkembangan kehamilan dapat mendapat gangguan. Tergantung dari tahap di mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. 1 Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada penyakit yang dikenal dengan nama kehamilan anggur atau mola hidatidosa ini, kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu minggu pertama kehamilan. Sel telur yang harusnya berkembang menjadi janin justru terhenti perkembanganya, yang terus berkembang justru sel sel trofoblas yaitu berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion
57

mola hidatidosa

Nov 30, 2015

Download

Documents

Ramadi Satryo

membahas kehamilan dengan mola
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: mola hidatidosa

1

BAB I

PENDAHULUAN

Yang disebut penyakit trofoblas adalah penyakit yang mengenai sel sel trofoblas. Di

dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan, sel

trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas dalam

kehamilan disebut Gestational Trophoblastic Disease dan yang berasal dari teratoma disebut Non

Gestational Trophoblastic Disease. 1

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tapi

dalam kenyataannya tidak selalu demikian, seringkali perkembangan kehamilan dapat mendapat

gangguan. Tergantung dari tahap di mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat

berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan

kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. 1

Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan

reproduksi. Pada penyakit yang dikenal dengan nama kehamilan anggur atau mola hidatidosa ini,

kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi

keadaan patologik yang terjadi pada minggu minggu pertama kehamilan. Sel telur yang harusnya

berkembang menjadi janin justru terhenti perkembanganya, yang terus berkembang justru sel sel

trofoblas yaitu berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung

gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang

berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter. Jika dilihat melalui mikroskop, ditemukan

edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi, dan proliferasi sel-sel trofoblas (jumlah

selnya bertambah). 1,2

Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada kalanya

yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk

penyakit trofoblas adalah mola hidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang ganas. 1

BAB II

ISI

II.1 DEFINISI

Page 2: mola hidatidosa

2

Adalah suatu neoplasma jinak dari sel trofoblas, yang disertai kegagalan pembentukan

plasenta atau fetus, dengan terjadinya vili yang menggelembung sehingga menyerupai bentukan

seperti buah anggur. Janin biasanya meninggal meninggal tapi villus villus yang membesar dan

edematous itu hidup dan tumbuh terus.3 Merupakan salah satu dari penyakit karena kelainan

plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplet dan parsial, tumor placenta situs trofoblas,

koriokarsinoma dan mola invasif. 4

Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari

proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus dan mengeluarkan

hormon, yakni Human chorionic gonadrotropin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada

kehamilan biasa.1 Mola biasanya terletak di rongga uterus; namun kadang-kadang terletak di tuba

fallopii dan bahkan ovarium. Ada tidaknya janin atau unsur embrionik pernah digunakan untuk

mengklasifikasikan mola menjadi mola sempurna ( complete ) dan parsial.5

Gambar 1. Gambaran mola hidatidosa sempurna

Dikutip dari artikel berjudul Hamil Anggur karya dr. Yuri Kamila Kurdi, SpOG

Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam tapi sampai sekarang belum

diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah dianjurkan misalnya teori infeksi,

defisiensi makanan terutama protein tinggi dan teori kebangsaan. Ada pula teori consanguinity.

Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein,

karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari

golongan sosial ekonomi rendah. Akhir akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena

Page 3: mola hidatidosa

3

pembuahan sebuah sel telur di mana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel

sperma yang mengandung 23 X (Haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46 XX

sehingga mola hidatidosa bersifat homozygote, wanita dan androgenesis. Kadang kadang terjadi

pembuahan dari 2 sperma sehingga terjadi 46 XX atau 47 XY. 1 Sekarang mulai dikembangkan

teori mola akibat kekurangan lemak hewani dan karoten sebagai faktor resiko. 4

II.2 PATOFISIOLOGI

Penyebab mola sampai sekarang belum dapat dipahami dengan lengkap. Faktor resiko

mungkin meliputi defek pada ovum, abnormalitas uterus, atau kekurangan nutirisi. Wanita di

bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun memiliki resiko lebih tinggi. Faktor resiko lain karena diet

nya rendah protein, asam folat dan karoten. 6

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan pathogenesis dari penyakit

trofoblas. Pertama teori missed abortion. Janin mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed

abortion). Karena itu terjadilah gangguan peredaran darah sehingga terjadilah penimbunan cairan

dalam jaringan mesenkim dan villi dan akhirnya terbentuklah gelembung gelembung. Menurut

Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folat dan

histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan gangguan angiogenesis. 1

Kedua, teori neoplasma dari Park yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel sel

trofoblas yang mempunyai fungsi abnormal pula, di mana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan

ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan

kematian janin. 1

II.3 EPIDEMOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di negara Asia dan

Mexico, sedangakan di negara Barat lebih jarang. 1 Di Amerika, dari study yang dilakukan

terhadap terminasi kehamilan, mola hidatidosa ditemukan pada 1 dari 1200 kehamilan. 4 Angka

di Indonesia pada umumnya berupa angka rumah sakit, untuk mola hidatidosa berkisar antara 1 :

50 sampai 1 : 141 kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma 1 : 297 sampai 1 : 1035

kehamilan. Laksmi Sintari dan kawan kawan melakukan penelitian berdasar populasi di Malang

dan menemukan angka untuk mola hidatidosa 1 : 405. 1 Angka ini jauh lebih tinggi pada negara

Page 4: mola hidatidosa

4

negara Barat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan nutrisi. Didapatkan laporan bahwa

rendahnya konsumsi karoten (prekusor vitamin A) berpengaruh terhadap tingginya insiden mola

(Level of Evidence C). 7 Pada beberapa negara tampaknya ada kecenderungan untuk meningkat

seperti di Indonesia, Boston dan Seoul. 1

Wanita yang memiliki faktor resiko tinggi adalah :

1. Wanita keturunan Asia atau Hispanic, defisiensi folat dan vitamin A dapat meningkatkan

resiko. 7

2. Wanita dengan riwayat Gestational Trophoblastic Disease (GTD) sebelumnya memiliki

tingkat resiko berulang 2%. 7 Dalam suatu kajian terhadap penelitian yang total

mencangkup hampir 5000 pelahiran, frekuensi mola rekuren adalah 1,3 persen. Kim dkk

( 1998) mendapatkan angka kekambuhan 4,3 persen pada 115 wanita yang ditindaklanjuti

di seoul, korea. Dalam suatu ulasan tentang mola hidatidosa berulang tapi dari pasangan

berbeda, tuncer dkk ( 1999) menyimpulkan bahwa mungkin terdapat “masalah oosit

primer”. 5

3. Resiko meningkat pada usia maternal yang ekstrim ( > 45 tahun atau < 20 tahun). Pada

wanita usia > 40 tahun resikonya meningkat empat kali lipat dibanding wanita muda.

Ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan terhadap fertilisasi yang abnormal. 7

4. Wanita dengan riwayat abortus atau infertil. 7

II.4 KLASIFIKASI

Dalam kepustakaan dunia, ada berbagai macam klasifikasi, antara lain :

1. Menurut IUAC (International Union Against Cancer) 8

Ada hubungan dengan kehamilan (GTD)

Tidak ada hubungan dengan kehamilan (NGTD)

2. Menurut WHO 6

Kelompok premaligna

Mola hidatidosa sempurna

Mola hidatidosa parsial

Kelompok maligna

Page 5: mola hidatidosa

5

Mola invasive

Koriokarsinoma gestational

Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)

3. Dalam kepustakaan dunia (1983), klasifikasi yang dianjurkan adalah 1

Histophathological Entities

Mola hidatidosa sempurna

Mola hidatidosa parsial

Mola invasive

Koriokarsinoma gestational

Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)

Clinical Terms adanya keganasan hanya dibuktikan secara klinis, yaitu

peninggian kadar HCG dan metastasis, tanpa gambaran PA

Penyakit Trofoblas Gestasional

Tumor Trofoblas Gestasional

Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah mola hidatidosa sempurna dan parsial.

1. Mola hidatidosa sempurna

Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih . ukuran vesikel

bervariasi dari sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering

berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil.5 Pada mola hidatidosa

sempurna tidak ditemukan gambaran janin. 1 Degenerasi hidropik atau degenersi mola,

yang mungkin sulit dibedakan dari mola sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit

trofoblastik. Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola sempurna

menemukan komposisi kromosam yang umumnya ( 85% atau lebih) adalah 46 XX,

dengan kromosom seluruhnya berasaldari ayah. Fenomena ini disebut sebagai

androgenesis. Biasanya ovum dibuahi oleh sperma haploid, yang kemudian

memperbanyak kromosomnya sendiri setelah meiosis sehingga kromosomnya bersifat

homozigot. Kromosom ovum tidak ada atau tidak aktif. Kadang-kadang pola kromosom

suatu mola sempurna mungkin 46 XY yaitu heterozigot karena pembuahan dua sperma.5

Page 6: mola hidatidosa

6

Gambaran histopatologis yang khas dari mola hidatidosa sempurna adalah edema

stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel sel trofoblas. 1

Gambar 2. Histopatologis Mola Hidatidosa

Dikutip dari artikel berjudul Mola Hidatidosa karya Bottefilia

2. Mola hidatidosa parsial

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang yang berkembang dan

mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion, keadaan

ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsialterjadi pembengkakan hidatidosa yang

berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskular, sementara vili-vili

berpembuluh darah lainnya dengan sirkulasi janin-plasenta yang masih berfungsi tidak

terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada generalisata.5 Bila ada mola

yang disertai dengan janin, kejadiannya ada dua kemungkinan. Pertama, kehamilan

kembar, di mana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu lagi menjadi

mola hidatidosa. Kedua, hamil tunggal berupa mola parsialis. 1

Karyotipenya biasanya triploid 69 XXX, 69 XXY, atau 69, XYY dengan satu

komplemen ibu dan biasanya dua komplemen haploid ayah. Janin pada mola parsial

biasanya memiliki tanda-tanda triploid yang mencangkup malformasi kongenital multiple

dan hambatan pertumbuhan serta tidak viabel. Dalam suatu kajian diterangkan bahwa

janin dengan triploid memperlihatkan hambatan pertumbuhan yang simetris.5

Pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan villi yang edema, dengan sel trofoblas

yang tidak begitu bervariasi, sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang normal. 1

Page 7: mola hidatidosa

7

Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik non metastatik pada 4 sampai 8

persen kasus. Resiko koriokarsinoma yang berasal dari mola parsial sangat rendah.5

Gambar 3. Kehamilan kembar dengan mola

Dikutip dari William Obstetric; 23th edition; halaman 259

Tabel perbedaan antara mola hidatidosa sempurna dan parsial 5

Mola hidatidosa sempurna Mola hidatidosa parsial

Kariotype 46 XX atau 46 XY 69 XXX atau 69 XXY

Embrio fetus Tidak ada Kadang kadang

Amnion Tidak ada Kadang kadang

Edema villi Difus Lokal

Proliferasi trofoblas Bisa sampai tinggi Lokal sampai sedang

Diagnosis Kehamilan mola Missed abortion

Ukuran uterus > usia kehamilan < dari usia kehamilan

Kista lutein 25-30% Jarang

Komplikasi Bervariasi Jarang

Resiko keganasan 15-20% 1-5%

Page 8: mola hidatidosa

8

Kadang ditemukan juga kehamilan kembar, antara janin dengan mola sempurna. Nieman (2006)

melaporkan bahwa 5% terjadi kehamilan kembar janin dengan mola sempurna. Kemampuan

janin untuk bertahan hidup tergantung dari pembuatan diagnosis dan penyulit dari mola,

mosalnya pre eklampsia atau pendarahan. Dari pengamatan Vejerslev (1991) terhadap 113 kasus

kehamilan gemeli mola, 45% berkembang mencapai usia 28 minggu dan 70% di antaranya

bertahan hidup. Dibandingkan dengan mola parsial, wanita dengan kehamilan gemeli mola

memiliki resiko yang lebih besar menjadi keganasan, tapi tidak sebesar pada kehamilan mola

sempurna. 5

II.5 GEJALA

Pada permulaannya, gejala mola tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu

enek, muntah, pusing dan lain lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.

Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar

daripada umur kehamilan. Ada pula kasus kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar

walau jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak

begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole. 1 Gambaran klinis

sebagian besar kehamilan mola telah banyak berubah dalam 20 tahun terakhir karena

penggunaan ultrasonografi vagina dan HCG serum kuantitatif menyebabkan diagnosis

ditegakkan lebih dini. Gejala gejala lebih mencolok pada mola hidatidosa sempurna. 5

Beberapa gejala klinis yang sering dijumpai :

1. Pendarahan

Pendarahan adalah gejala utama mola. Biasanya keluhan pendarahan inilah yang

membawa pasien datang ke rumah sakit. Pendarahan dapat terjadi antara bulan pertama

sampai ketujuh dengan rata rata 12-14 minggu. Sifat pendarahannya bisa intermitten,

sedikit sedikit atau langsung banyak. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat

dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molanya lebih besar. Kadang-kadang

terjadi perdarahan berat yang tertutup didalam uterus sehingga menyebabkan uterus

mengalami distensi karena terisi banyak darah dan kadang tampak cairan berwarna gelap

yang keluar dari vagina, gejala ini dapat muncul pada 50% kasus. Kadang juga

ditemukan adanya gelembung yang keluar bersama cairan. Ini adalah diagnosis yang

Page 9: mola hidatidosa

9

paling tepat, namun biasanya sudah terlambat ditangani jika menunggu gejala ini keluar

karena umumnya pengeluaran gelembung disertai pendarahan yang hebat dan kondisi

umum pasien sudah menurun.1,4,5

Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat eritropoiesis

megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai

meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproloferasi. Akibat pendarahan ini,

selain anemia juga dapat terjadi syok atau kematian. 1,5

2. Pembesaran ukuran uterus

Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan adalah gejala klasik

dari mola hidatidosa sempurna. Pembesaran ini disebabkan karena perkembangan sel

trofoblas yang berlangsung dengan sangat cepat. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan

palpasi Leopold pada uterus dan didapatkan tinggi fundus uteri (untuk menentukan usia

kehamilan) melebihi usia perkiraan janin pada sekitar separuh kasus. 3,4,5

Biasanya digunakan perbandingan dari cara menghitung umur kehamilan

berdasarkan tanggal hari pertama haid terakhir dan tinggi fundus uteri

A. Perkiraan umur kehamilan dari HPHT

Pertama tama ditentukan dari anamnesa kapan hari pertama dari haid terakhir

pasien, kemudian digunakan rumus Naegele untuk menentukan HPL (Hari

Perkiraan Lahir) yaitu :

HPL = bulan HPHT + 9 dan tanggal HPHT + 7

Dari sana ditentukan umur kehamilan sekarang berapa minggu.

B. Perkiraan umur kehamilan dari TFU

TFU (cm) Umur kehamilan (bulan)

12 cm 3

16 cm 4

20 cm 5

24 cm 6

28 cm 7

32 cm 8

36 cm 9

Page 10: mola hidatidosa

10

40 cm 10

Uterus mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada

wanita nulipara karena konsistensinya yang lunak dibawah dinding abdomen yang

kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista lutein sehingga

sulit dibedakan dengan uterus yang membesar. Perlu dipertimbangkan adanya

kemungkinan kesalahan data haid atau adanya uterus hamil yang diperbesar oleh mioma,

hidramnion, atau khususnya kehamilan multipel. Meskipun demikian, pernah dilaporkan

adanya ukuran uterus yang sama atau bahkan lebih kecil daripada perkiraan umur janin,

tapi hanya pada sebagian kecil frekuensi. 3,5

3. Hiperemesis

Emesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering terjadi pada trimester

pertama kehamilan. Mual biasanya terjadi pagi hari, tapi dapat juga malam hari. Gejala

gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan

berlangsung selama kurang dari 10 minggu. Apabila gejala gejala tersebut membuat

keadaan umum seseorang memburuk dan mengganggu pekerjaan sehari hari, maka

disebut hiperemesis gravidarum. 1

Etiologinya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor

predisposisi telah ditemukan, antara lain primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan

ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda ini

menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan penting, karena pada

kedua keadaan itu kadar hormone HCG dibentuk secara berlebihan. Pada kehamilan mola

ini HCG dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas yang terutama. 1,7

Hiperemesis gravidarum dapat menimbulkan keadaan yang gawat karena akan

terjadi dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit apabila tidak tertangani dengan baik.

Dapat terjadi ketosis yang berbahaya karena cadangan karbohidrat dan lemak terpakai

semua sehingga proses pemecahan badan keton meningkat. 1

4. Hipertensi

Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklamsia pada kehamilan

mola, yang menetap sampai trimester kedua. Karena hipertensi akibat kehamilan jarang

Page 11: mola hidatidosa

11

dijumpai sebelum usia gestasi 24 minggu, pre eklamsia yang terjadi sebelum waktu ini

sedikitnya harus mengisyaratkan mola hidatidosa atau adanya mola yang luas. Tentang

komplikasi pre eklampsia dan eklampsia dalam kehamilan mola ini akan dibahas pada

bagian komplikasi. 5

5. Kista lutein

Pada Mola Hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun

bilateral. Kista lutein ini terbentuk karena respon terhadap kadar hormone HCG yang

meningkat dan biasanya disertai dengan hydrops fetalis dan hipertrofi placenta (Niemann,

2006). Pasien biasanya mengeluh adanya nyeri pada daerah pelvis karena pembesaran

dari ovarium. Karena ada pembesaran ovarium, otomatis ada resiko terjadinya torsi kista

lutein, infark dan pendarahan yang dapat mengakibatkan gejala akut abdomen. Dengan

pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2 % (biasanya tidak teraba

dengan palpasi bimanual), tetapi bila menggunakan USG angka-nya meningkat sampai

50%. 4,5

Gambar 4. Gambaran USG Kista Lutein

Dikutip dari jurnal emedicine karya Lisa E Moore, MD, FACOG dengan judul Hydatidiform

Mole

Page 12: mola hidatidosa

12

Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, kista akan

mengalami regresi karena penurunan kadar hormone HCG. Membutuhkan waktu sekitar

12 minggu untuk mengalami regresi secara sempurna. Oleh karena itu oophorectomy

tidak perlu dilakukan kecuali kista mengalami infark yang luas. Kasus mola dengan kista

lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di

kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. 4,5

6. Tanda tanda janin

Karena pada mola hidatidosa sempurna tidak ditemukan adanya janin, maka tidak akan

ditemukan tanda tanda keberadaan janin. Meskipun ukuran uterus membesar tapi tidak

ditemukan denyut jantung janin, tidak ada tanda ballottement dan tidak ada pergerakan

janin. Sedangkan pada kasus mola hidatidosa parsial, walaupun sangat jarang tapi kadang

dapat disertai dengan janin yang berkembang normal. 3,5

Menurut beberapa literature, gejala pada mola hidatidosa parsialis agak berbeda dengan mola

hidatidosa sempurna, antara lain : 4

1) Pasien dengan mola parsial tidak memiliki gejala klinis seperti mola sempurna. Pasien

tersebut biasanya datang dengan gejala dan tanda seperti abortus inkomplet atau missed

abortus, yaitu pendarahan per vaginam dengan tidak ditemukan nya aktivitas jantung

janin.

2) Pembesaran uterus dan pre eklampsia hanya terjadi pada 5% pasien

3) Kista lutein, hiperemesis dan kompliaksi hipertiroid sangat amat jarang ditemukan

II.6 DIAGNOSIS

1. Secara klinis

a. Anamnesa mencari faktor resiko. Ditanya berapa usia kehamilan, berapa umur

penderita, apakah penderita merasa ada janin yang hidup, dicari gejala gejala yang

mungkin ada seperti pendarahan dan hiperemesis.

b. Pemeriksaan fisik

Inspeksi : ditemukan adanya mola face (muka dan badan tampak

kekuningan), ditemukan adanya darah yang keluar dari vagina yang

mungkin disertai dengan gelembung mola

Page 13: mola hidatidosa

13

Palpasi : ukuran uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan, uterus terasa

lembek, tidak teraba bagian bagian janin, tidak ada ballottement dan

gerakan janin

Auskultasi : tidak ditemukan denyut jantung janin

Pengukuran tekanan darah untuk mengetahui apakah ada hipertensi yang

mengarah ke pre eklampsia mola hidatidosa

Penggunaan Wayne Index jika ada gejala tirotoksikosis

Pemeriksaan dalam : adanya pendarahan dari cervix, memastikan

konsistensi dan besar uterus

2. Laboratorium

Dasar pemeriksaan ini karena adanya kelainan pada sel sel trofoblas yang

mengakibatkan kadar dari hormone HCG yang disekresikan oleh sel sinsitiotrofoblas dan

intermediate trofoblas. 7 Pengukuran kadar HCG ini dapat dilakukan dengan :

1. Tes Gali Mainini : Pemeriksaan urine secara titrasi sampai pengenceran 1/400

didapatkan hasil GM test yang positif. 3

2. Kadar HCG serum. Dikatakan abnormal bila hasilnya di atas 100.000mIU/mL 5

Pemeriksaan laboratorium yang lain misalnya : 4

Pemeriksaan DL (termasuk trombosit) : pada mola hidatidosa ditemukan gejala

pendarahan yang dapat profus dan menyebabkan anemia serta gangguan

koagulasi.

Tes pembekuan darah atau faal hemostasis : mencari koagulophaty

Pemeriksaan fungsi liver

Pemeriksaan BUN dan Serum Kreatinin

Pemeriksaan kadar thyroxine : meskipun wanita dengan kehamilan mola secara

klinis biasanya eutiroid, tapi kadar thyroxine plasma biasanya di atas normal.

Kadang dapat ditemukan gejala hipertiroidisme.

3. Radiologis 3

USG : ditemukan gambaran badai salju (snow storm appearance atau snow flake

pattern)

Foto polos abdomen – pelvis : tidak ditemukan gambaran tulang janin

Page 14: mola hidatidosa

14

Gambar 5. Snow Storm Pattern pada gambaran USG

Dikutip dari jurnal emedicine karya Lisa E Moore, MD, FACOG dengan judul Hydatidiform

Mole

4. Pemeriksaan Sonde (Acosta-sison) 3

Tidak selalu rutin dikerjakan, biasanya dilakukan sebagai tindakan awal pada kuret. Bila

pada sonde rahim tidak ditemukan tahanan atau tidak teraba bagian bagian janin, maka

akan membantu diagnosis mola hidatidosa

5. Histopatologi

Gelembung gelembung yang keluar atau dari hasil evakuasi bahan dikirim ke

Laboratorium Patologi Anatomi. 3

a. Mola sempurna

Ditemukan villi yang edema, hyperplasia sel trofoblas, dan penurunan atau

bahkan tidak adanya aliran darah janin. Kromosom menunjukan 46 XX pada

sebagian besar kasus dan 46 XY pada 10-15% kasus. Selain itu, mola sempurna

juga menunjukan adanya peningkatan dari growth factor seperti c-myc, epidermal

growth factor, dan c-erb B-2 dibanding plasenta yang normal. 4

b. Mola parsial

Page 15: mola hidatidosa

15

Kadang kadang ditemukan adanya janin, dan juga plasenta serta pembuluh darah

janin dengan eritrosit janin di dalamnya. Dapat ditemukan juga edema villi dan

profilerasi trofoblas seperti pada mola sempurna. 4

II.7 KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

1. Pendarahan

Pendarahan pada mola bisa sedikit tapi berulang ulang sehingga dapat menyebabkan

anemia, atau kadang bersifat profus yang dapat menyebabkan syok hipovolemik yang

dapat berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu persiapan

rehidrasi dan transfusi darah harus selalu siap. Untuk menghentikan pendarahan dapat

diberikan obat obatan uterotonika seperti Oxytosin dan Methergin. 4

2. Perforasi

Perforasi dapat terjadi secara spontan atau karena tindakan. Spontan terjadi karena uterus

terisi darah dalam jumlah yang besar lalu mengalami distensi berlebihan, sedangkan jika

karena tindakan biasanya terjadi saat dikuret. Jika terjadi perforasi, maka penanganan

harus dilakukan dengan tuntunan laparaskopi. 3,4

3. Emboli sel trofoblas

Sebenarnya dalam setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah

kemudian ke paru paru tanpa memberikan gejala apapun. Tetapi pada mola, kadang

kadang jumlah sel trofoblas ini terlalu banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru

akut yang bisa menyebabkan kematian. 1 Semakin besar ukuran uterus, resiko terjadinya

komplikasi ini semakin besar terutama saat usia kehamilan 16 minggu. 4

4. Pre eklampsia / Eklampsia Mola

Seperti pada kehamilan normal, pada mola juga dapat terjadi pre eklampsia. Bedanya pre

eklampsia mola terjadi pada usia kehamilan yang lebih muda, jika pada kehamilan

normal pre eklampsia dan eklampsia terjadi pada usia kehamilan 20 minggu. Jadi jika

ditemukan pre eklampsia pada usia gestational yang lebih muda harus dicurigai adanya

mola hidatidosa. 1,5

5. Keganasan

Page 16: mola hidatidosa

16

Terjadi pada sekitar 20% kehamilan mola, dengan resiko pada mola sempurna lebih besar

dibanding daripada mola parsial. 5 Berdasar dari jenis histopatologinya, keganasan akibat

mola hidatidosa dibedakan menjadi :

1) Koriokarsinoma villosum (Invasive Molla)

Penyakit ini termasuk ganas tapi derajat keganasannya masih lebih rendah.

Sifatnya mirip dengan mola, tapi daya penetrasinya lebih besar. Sel sel trofoblas

dengan villi korealis akan menembus ke dalam miometrium kemudian tidak

jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan pendarahan

intra abdominal. Dapat juga masuk ke dalam vena seperti vena uterine dan terus

ke vena iliaka interna. Walaupun secara local mempunyai daya invasi yang

berlebihan tapi penyakit ini jarang disertai metastase. Nama lainnya adalah mola

destruens. 1

Gambar 6. Koriokarsinoma

Dikutip dari jurnal emedicine karya Lisa E Moore, MD, FACOG dengan judul Hydatidiform

Mole

Page 17: mola hidatidosa

17

Diagnosis harus ditegakan dengan pemeriksaan histopatologis.

Pengobatan dengan sitostatika seperti methotrexate dapat menyebabkan

kesembuhan yang total, tapi bila disertai tanda pendarahan abdomen maka uterus

harus diangkat dengan kedua adneksa ditinggalkan. Kalau mungkin hanya

dilakukan reseksi parsial saja dan selanjutnya diberikan sitostatika. 1

2) Koriokarsinoma non villosum

Penyakit ini adalah jenis terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar

didahului dengan mola hidatidosa (83,3%), tapi dapat pula didahului abortus atau

persalinan biasa, masing masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering

menyebabkan metastase ke organ organ lain seperti paru, vulva, vagina, hepar dan

otak. Metastase terbanyak adalah pada paru paru (31,1%) dan tempat metastase

yang tidak lazim adalah pada musculus gluteus maksimus. 1

Bila dibanding dengan keganasan ginekologik lainnya, koriokarsinoma ini

memiliki sifat yang berbeda yaitu, mempunyai periode laten yang dapat diukur,

yaitu waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan, menyerang wanita

muda, dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi organ reproduksi

dengan sitostatika dan dapat sembuh tanpa obat obatan melalui proses regresi

spontan. 1

Jika setelah akhir suatu kehamilan terjadi pendarahan pendarahan yang

tidak teratur disertai tanda subinvolusi uterus, kita harus curiga adanya

koriokarsinoma. Acosta Sison mengajukan istilah HBEs sebagai tanda

kemungkinan adanya keganasan yaitu H : Having expelled a product of

conception, B : Bleeding, Es : Enlargment and softness of the uterus. Diagnosis

ditegakan dengan pemeriksaan patologi anatomi, bisa diambil jaringan dari hasil

kuret, tapi kerugiannya adalah kadang kadang untuk mendapat jaringan tersebut

kita harus melakukan operasi seperti histerektomi, yang bukan saja bersifat

invasive tapi juga menghilangkan fungsi reproduksi. 1

6. Tirotoksikosis

Komplikasi yang akhir akhir ini sering dipermasalahkan adalah tirotkosikosis,

ternyata insidennya lebih tinggi dari dugaan semula. Menurut Curry, insidennya adalah

Page 18: mola hidatidosa

18

1%, tapi menurut Martaadisoebrata ditemukan angka yang lebih tinggi yaitu 7,6%.

Terjadinya tirotosikosis ini berhubungan dengan besar uterus, makin besar uterus makin

besar kemungkinan terjadinya. 1 Tirotoksikosis ini terjadi karena struktur molekul HCG

mirip dengan tiroid terutama T3. Pada pemeriksaan laboratorium, akan didapatkan hasil

peningkatan T3 dan T4 serta penurunan kadar TSH karena mekanisme umpan balik

negatif. Tapi pada kasus yang cenderung ringan TSH biasanya tidak menurun.

Pemeriksaan faal tiroid tidak selalu rutin dilakukan, pemeriksaan hanya dilakukan

jika ditemukan tanda tanda hipertiroid menurut kriteria Wayne Index.

Gejala Dyspneu on effort

Palpitasi

Kelelahan

Lebih suka panas

Lebih suka dingin

Sering berkeringat

Nafsu makan meningkat

Nafsu makan menurun

Berat badan meningkat

Berat badan menurun

Mudah cemas

+1

+2

+2

-5

+5

+3

+3

-3

-3

+3

+3

Tanda Ada Tidak ada

Struma teraba

Bising pada tiroid

Exoftalmus

Lid retraksi

Lid lag

Pergerakan hiperkinetik

Fine finger tremor

Tangan hangat

Tangan berkeringat

+3

+2

+2

0

+1

+4

+1

+2

+1

-3

-2

0

0

0

-2

0

-2

-1

Page 19: mola hidatidosa

19

Atrial Fibrilasi

Nadi regular < 80 x / menit

Nadi regular 81- 90 x / menit

Nadi regular > 90 x / menit

+4

-3

0

+3

0

Interpretasi Index Wayne :

Hipertiroid : > 20

Kemungkinan hipertiroid : 10 – 20

Bukan hipertiroid : < 10

Penatalaksanaan tirotoksikosis : 11

1. PTU (Propylthiouracyl) dengan dosis 200 - 600 mg/hari, dosis ditingkatkan sampai

keluhan berkurang atau menghilang dengan kadar T4 batas atas nilai normal. Efek

pemberian PTU terlihat dalam 3-4 minggu setelah pengobatan. Dapat dikombinasi

dengan Methimazole dengan dosis 1/10 dari dosis PTU. Namun penggunaannya

dalam kehamilan dihindari karena dapat menyebabkan aplasia kutis pada janin.

2. Propanolol dengan dosis 3 x 10 mg untuk mengurangi gejala hipertiroid. Efeknya

lebih cepat dibanding PTU. Target pemberian propanolol adalah menjadikan heart

rate kurang dari 100x/menit.

II.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Kehamilan kembar

Karena ditemukan adanya peningkatan HCG dan ukuran uterus lebih besar dibandingkan

perkiraan usia kehamilan, kedua gejala ini dapat ditemukan pada kehamilan gemeli. 3,4

2. Abortus

Terutama pada mola hidatidosa parsial yang sering didiagnosis banding dengan abortus

incomplete dan missed abortion. Yang membedakan adalah pada abortus ditemukan

adanya nyeri yang khas (cramping pain) yaitu nyeri yang ritmis pada supra simfisis dan

punggung seperti orang haid. Dan jika ditemukan adanya gelembung pada darah yang

keluar maka dipastikan itu adalah mola hidatidosa. 1,3,5

Page 20: mola hidatidosa

20

3. Koriokarsinoma

20% kehamilan mola bisa berujung menjadi keganasan, terutama jenis mola sempurna.

Untuk menegakan diagnosis dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. 1

4. Hiperemesis gravidarum

Pada kasus mola hidatidosa juga didapatkan keluhan subyektif berupa hiperemesis,

namun pada mola disertai dengan gejala gejala lain antara lain adanya pendarahan

pervaginam, pembesaran uterus melebihi ukuran sebenarnya dan lain lain. 1,3

5. Kehamilan dengan hipertiroid

Pada setiap kehamilan normal selalu terjadi peningkatan kerja tiroid, tapi tidak

memberikan gambaran pembesaran yang nyata, jika terdapat pembesaran yang nyata

dengan gejala gejala hipertiroid maka dianggap patologis. 11 Pada kehamilan mola dapat

terjadi hipertiroid karena antara HCG dengan T3&T4 memiliki struktur yang mirip

dengan reseptor yang sama, sehingga peningkatan kadar HCG dapat merangsang

peningkatan kadar tiroid dan disertai dengan gejala gejala mola hidatidosa lainnya. 1

II.9 TERAPI

Pada dasarnya prinsip terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu : 1

1. Perbaikan keadaan umum

2. Pengeluaran jaringan mola

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

4. Pemeriksaan tindak lanjut

Perbaikan keadaan umum

Prinsipnya adalah menangani komplikasi yang disebabkan karena mola hidatidosa. Pada

pasien dengan syok atau anemia dapat diberikan rehidrasi cairan dan transfusi darah, penanganan

pre eklampsia dan eklampsia sama dengan kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis

diobati sesuai dengan protocol dari penyakit dalam. 1

Pengeluaran jaringan mola

Pengeluaran jaringan mola dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

A. Kuretase

Page 21: mola hidatidosa

21

Kuretase dilakukan setelah perbaikan keadaan umum, paling tidak sampai anemia teratasi

dengan Hb lebih dari 10g/dL. Bila canalis servicalis belum terbuka, dapat dipasang

laminaria dan 24 jam kemudian baru dilakukan kuretase (dilatasi dan kuretase). Dapat

ditambahkan uterotonika untuk meningkatkan kontraksi uterus yang dapat membantu

menghentikan pendarahan. Ada pendapat yang mengatakan kuretase dilakukan dua kali

dengan interval 1 minggu, kuret kedua dilakukan untuk melihat apakah ada tanda tanda

infeksi dan lain lain. Lalu hasil kerokan dikirim ke laboratorium patologi anatomi. Tapi

ada yang mengatakan bahwa kuret cukup dilakukan satu kali saja asal bersih dan kuret

kedua dilakukan hanya jika ada indikasi. Yang harus diwaspadai pada tindakan kuret

adalah adanya :

Adanya pendarahan yang profus. Oleh karena harus selalu disediakan darah

pengganti. Jika dibiarkan dapat berujung menjadi anemia gagal jantung.

Adanya depresi pernafasan yang disebabkan karena emboli sel trofoblas ke

pembuluh darah, keadaan ini dapat diatasi dengan mesin ventilator. 1,3,4

Setelah dilakukan kuretase harus diperiksa ulang dengan pemeriksaan USG untuk

mengetahui apakah masih ada sisa sisa jaringan. 5

B. Histerektomi

Histerektomi ini sangat jarang dilakukan pada kasus mola. Tindakan ini dilakukan pada

wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan

histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi

untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak

hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan

histopatologis sudah tampak ada tanda tanda keganasan berupa mola invasif. Ada

beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan secara

histerektomi, tapi cara ini tidak begitu popular dan sudah ditinggalkan. 1,3 Menurut

Doumplis (2007) dan Lurain (2008), histerektomi adalah terapi penting pada jenis

keganasan yang tidak sensitif dengan kemoterapi. 5

Terapi profilaksis dengan sitotstatika

Page 22: mola hidatidosa

22

Jenis terapi ini masih menjadi perdebatan. Terapi ini dapat diberikan pada kasus mola dengan

resiko tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tuda dan paritas tinggi yang menolak

untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil pemeriksaan histopatologi yang

mencurigakan. Bisa diberikan dari golongan metrothrexate atau actinomycin D. 1 Tapi beberapa

ahli mengatakan bahwa terapi profilaksis ini tidak dianjurkan secara rutin pada kasus mola

karena hanya 20% wanita dengan mola hidatidosa yang mengalami sequel menjadi keganasan. 4

Menurut Goldsetin dan Berkowitz (1995) pemberian terapi MTX profilaksis tidak meningkatkan

prognosis kesembuhan pada pasien dengan mola hidatidosa. 5

Menurut kebijakan dari SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo,

untuk penderita di luar kota Surabaya, berhubung pengawasan lanjut sering tidak teratur maka

ditentukan kebijakan untuk memberikan methotrexat (MTX) profilaksis. Nama generik yang

dipakai adalah Ametopterin dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgBB/hari diberikan selama 5 hari secara

per oral atau injeksi. Efek samping yang dapat ditimbulkan :

1. Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, diare, stomatis, pendarahan mukosa saluran

cerna sampai kadang kadang pendarahan dari saluran pencernaan

2. Gangguan kulit : kadang kadang timbul ‘skin rash’ hiperpigmentasi

3. Gangguan hematologi : penurunan hemoglobin dan pansitopenia

4. Gangguan lain : rambut rontok 1

Karena toksisitasnya (termasuk kematian) yang signifikan maka oleh American College of

Obstreticians and Gynecologist (2004), penggunaannya dilarang secara rutin.

Pemeriksaan tindak lanjut

Sesudah evakuasi, dilakukan pengawasan baik secara klinis, laboratorium dan radiologi. Hal ini

perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa. Lama

pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun. Tujuannya adalah memastikan pada mola

hidatidosa telah sembuh sempurna dan pemberian kemoterapi jika diperlukan. 1,3,5

1. Klinis

Dicari mengenai keluhan utama dan juga H,B,E,S yaitu :

H : ‘history’, penderita pernah mengalami mola hidatidosa

B : ‘bleeding’, ada riwayat pendarahan

Page 23: mola hidatidosa

23

E : ‘enlargment’, pembesaran rahim

S : ‘soft’, rahim tetap lunak 3

2. Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan kadar lanjutan dari HCG serum maupun pemeriksaan Gali

Mainini. Pemeriksaan serum HCG dilakukan segera setelah dilakukan evakuasi mola,

biasanya sekitar 48 jam pasca evakuasi. Kadar HCG serum seharusnya mengalami

penurunan membentuk gambaran sebuah kurva dan tidak akan meningkat lagi. Beberapa

sumber mengatakan kadar HCG serum akan mencapai normal 7 minggu pasca evakuasi

untuk mola parsial dan 9 minggu pasca evakuasi untuk mola sempurna (seperti pada

gambar kurva). Beberapa sumber mengatakan kadar normal HCG serum akan tercapai

setelah 8-12 minggu pasca evakuasi. 3,4,5 Pemeriksaan ini untuk membedakan dengan

penyakit trofoblas yang persisten. Apabila kadar HCG serum mengalami peningkatan

atau membentuk kurva naik ke atas setelah mengalami penurunan (plateu curve), pasien

dicurigai mengalami degenerasi keganasan, dengan catatan metastase karena keganasan

organ lain harus dapat disingkirkan dahulu. 4,5 Sedangkan pemeriksaan lanjutan dari Gali

Mainini titrasi setiap inggu sampai tiga minggu berturut turut hasilnya negative. 3

Gambar 7. Kurva penurunan HCG pasca evakuasi mola hidatidosa

Page 24: mola hidatidosa

24

Dikutip dari artikel Differential Expression of a Tumor Necrosis Factor Receptor – Related Transcript in

Gestational Trophoblastic Diseases in Women karya Chaterine I. Dumur etc

Karena kadar HCG serum juga meningkat pada kehamilan, agar tidak mengacaukan

pemeriksaan selama periode ini, pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan

menggunakan kondom, diafragma atau pil anti hamil. Mengenai pemberian pil anti hamil

ini ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak mengatakan bahwa pil

kombinasi di samping mencegah kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis

sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan HCG. Pihak lain menentangnya, justru karena

estrogen dapat mengaktifkan sel sel trofoblas. Bagshawe beranggapan bila pil anti hamil

diberikan sebelum kadar HCG jadi normal dan kemudian wanita itu mendapat

koriokarsinoma, maka biasanya resisten terhadap sitostatika. 1 Beberapa sumber juga

memperbolehkan pemakaian IUD (Intra Uterine Device), tapi untuk mencegah supaya

tidak terjadi perforasi dan pendarahan, pemasangan dilakukan saat sudah terjadi involusi

uterus dan normalisasi kadar HCG serum. 4

Pemberian kemoterapi tidak di indikasi selama terjadi penurunan kadar HCG serum

secara bertahap. Apabila ada peningkatan HCG serum membentuk pleateau curve atau

terjadi kelainan trofoblas yang persisten, kemoterapi dapat diberikan. Peningkatan

signifikan proliferasi trofoblas yang ditandai dengan peningkatan kadar HCG biasanya

karena keganasan, kecuali apabila wanita tersebut hamil. Jika kadar HCG serum telah

mencapai normal selama 3-4 minggu, pemeriksaan ulangan dilakukan 6 bulan kemudian

dan wanita tersebut diijinkan hamil kembali jika hasilnya tetap normal. 4,5 Sayangnya di

negara berkembang pemeriksaan tindak lanjut ini sukar dilakukan karena jarang yang

mau datang untuk kontrol. Di samping itu pemeriksaan HCG dengan RIA (Radio Imunno

Assay) mahal. Dengan demikian diagnosis dini keganasan sukar ditentukan. 1

3. Radiologi

Kontrol X foto thoraks 6 bulan sekali sampai gambaran radiologis normal kembali, tidak

ditemukan gambaran snow storm pattern. Menurut prosedur di RSUD Dr. Soetomo,

kontrol ke Poliklinik Onkologi dilakukan :

3 bulan pertama setiap 2 minggu

6 bulan kemudian setiap 1 bulan

Page 25: mola hidatidosa

25

Sampai 2 tahun setiap 3 bulan 3

Sampai sekarang belum ada kesepakatan sampai kapan penderita mola dianggap sehat kembali.

Curry mengatakan sehat bila HCG dua kali berturut turut normal. Ada pula yang mengatakan

bila sudah melahirkan anak yang normal. 1

Selain hal hal di atas, perlu juga dilakukan KIE kepada pasien mola, mengenai :

Meskipun jarang, tapi penyakit ini mempunyai resiko menjadi keganasan, oleh karena itu

yang terpenting adalah kontrol rutin sampai pasien benar benar dinyatakan sembuh.

Tujuan pasien disarankan menunda kehamilan adalah supaya tidak mengacaukan

diagnosis keganasan akibat peningkatan HCG serum karena peningkatan HCG serum

karena kehamilan dengan penyakit lain tidak bisa dibedakan.

Pasien diperbolehkan hamil setelah hasil HCG serum normal selama minimal 6 bulan

Untuk kehamilan berikutnya harus terus dimonitoring dengan USG karena adanya resiko

berulang sebesar 1-2% dan setelah 2 atau lebih terjadi kehamilan mola, resiko

terulangnya meningkat menjadi 1 dari 6,5 – 17,5 kehamilan. 4

II.10 PROGNOSIS

Di negara maju, karena kemajuan diagnosis dini dan terapi yang tepat, tingkat kematian

akibat mola hidatidosa hampir mencapai angka 0, tapi pada negara berkembang tingkat kematian

masih tinggi, yaitu berkisar antara 2,2-5,7 %. Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena

pendarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Sebagian besar dari pasien

mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita

yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Resiko menjadi

keganasan menurut literature adalah 20% dari kasus mola hidatidosa, sedangkan menurut laporan

berbagai klinik sangat berbeda beda, berkisar antara 5,56%. 1,4

Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola,

tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Tapi yang jelas semua keganasan mola ini

bersifat dapat sembuh sempurna (curable). Ada wanita yang pernah menderita mola hidatidosa,

kemudian pada kehamilan berikutnya mendapat mola lagi. Kejadian berulangnya mola ini sangat

jarang, sekitar 1-2%. Ada yang mengatakan bahwa mola yang berulang memiliki resiko yang

Page 26: mola hidatidosa

26

lebih besar untuk menjadi koriokarsinoma, tetapi penelitian di Bandung tidak menunjukkan hal

demikian. 1,4

Untuk menentukan kapan kembalinya fungsi reproduksi setelah mola hidatidosa, sebetulnya

agak sukar karena umunya mereka diharuskan memakai kontrasepsi. Walaupun demikian banyak

yang tidak mematuhi, karena pengamatan di RS Hasan Sadikin 41,5% telah hamil lagi dalam

jangka waktu satu tahun. Bila tidak diharuskan memakai kontrasepsi tentu akan lebih banyak

lagi. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan reproduksi pasca mola

tidak banyak berbeda dengan kehamilan lainnya. Anak anak yang dilahirkan setelah mola

hidatidosa ternyata umunya normal. 1

Page 27: mola hidatidosa

27

BAB III

LAPORAN KASUS

III.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 30 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Desa Panggeh RT 2 / RT 3

Pendidikan terakhir : SMP

Lama menikah : 16 Tahun

III.2 AUTOANAMNESA

Keluhan Utama : Perdarahan pervaginam sejak 25 hari yang lalu

Pasien datang ke VK bersalin RSD sidoarjo pada tanggal 5 Mei 2011 dengan Keluhan

perdarahan pervaginam sejak 25 hari yang lalu, sifat darah yang keluar berupa darah

berwarna merah cair dan menggumpal, pasien mengatakan tidak ada gelembung-gelembung

yang keluar saat terjadi perdarahan pervaginam tersebut. Pasien mengatakan tidak ada mual

dan muntah yang berlebihan, tidak merasakan adanya gerakan janin. Pasien tidak pernah

sesak nafas dan tidak pernah mengalamai pendarahan seperti ini sebelumnya.

Riwayat menstruasi :

a. Menarche : umur 12 tahun

b. Siklus : teratur 28 hari sekali

Page 28: mola hidatidosa

28

c. Banyaknya : normal (2-3 pembalut/ hari)

d. Lamanya : 7 hari

e. HPHT : 08-11-2010

Riwayat persalinan normal :

I. 9 bulan / SptB / 3300 gram /perempuan / 15 tahun

II. 9 bulan / SptB / 3600 gram / laki-laki / 10 tahun

III. 9 bulan / SptB / 2200 gram / laki-laki /3 tahun 4 bulan

IV. Hamil ini

Riwayat penggunaan KB : pasien menggunakan KB suntik 1 tahun yang lalu, sekarang

menggunakan KB pil

Riwayat pernikahan : suami ke I, menikah 1x selama 16 tahun.

Jumlah anak : 3 orang, hidup 3 orang.

Usia anak terkecil : 3 tahun 4 bulan

Riwayat abortus : tidak pernah mengalami keguguran.

Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal,

DM dan hipertensi.

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

menular, mioma, keturunan dan kejiwaan.

Riwayat penyakit yang pernah diderita : sakit biasa seperti demam, flu dan batuk.

Riwayat penyakit keganasan pada keluarga : tidak ada anggota keluarga yang

menderita penyakit keganasan.

Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca.

III.3. PEMERIKSAAN FISIK

Pada tanggal 05-05-2011

Status umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 120/80 mmHg

Page 29: mola hidatidosa

29

Nadi : 80 x/menit

Nafas : 16 x/menit

Suhu : 36,5oC

Tinggi badan : 165cm

Berat badan : 55 g

Kepala : Normocephali

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo vesikuler-/-, rhonki-/-, wheezing-/-

Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-)

Ekstremitas : Edema -/-

Status ginekologi

Abdomen : Nyeri tekan : (+), massa : (-)

Vulva/ Vagina : Fluksus (+), fluor (-)

Portio : terbuka, licin, nyeri goyang (-)

Corpus Uteri : AF setara 24 minggu (setinggi pusat)

Adneka kiri : massa (-), nyeri tekan (-)

Adnexa kanan : massa (-), nyeri tekan (-)

Cavum Douglas : tak ada kelainan

Inspeculo : tidak dilakukan

III.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (6-5-2010)

Darah lengkap

WBC : 6,2 K/uL

HGB : 10,2 g%

HCT : 30,8 %

PLT : 221. K/uL

Hematologi

Page 30: mola hidatidosa

30

PPT : 12,4”

APPT : 23,2”

Kimia Klinik

BUN : 10,6 mg/dl

Creatinine : 0,6 mg/dl

Albumin : 3, 1 g/dl

SGOT : 35 U/L

SGPT : 29 U/L

Natrium : 146 mmol/L

Kalium : 4,7 mmol/L

Chlorida : 109 mmol/L

Gula Sesaat : 86 mg/dl

HORMON

T3 : 4,82 n mol/L

T4 : > 320 Pmol / L

TSH : < 0,05 UI U / ml

HEPATITIS MARKER

HbsAg : negatif

Beta HCG (diperiksakan tanggal 12-5-2011)

Hasil belum keluar sampai pasien MRS (14-5-2011)

USG pada tanggal 5-5-2011 oleh PPDS

Kesan : tampak adanya gambaran snow storm appearance

Foto thorax pada tanggal 6-5-2011

Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal

EKG pada tanggal 6-5-2011 (dr. Umira Sp. JP)

Tidak didapatkan kelainan pada cor dan pulmo

III.5. DIAGNOSIS KERJA

Mola Hidatidosa

Page 31: mola hidatidosa

31

III.6 PENATALAKSANAAN

Tanggal 5-5-2010

Cek Lab lengkap, Faal Hemostasis, Faal Thyroid, HbsAg

Cek beta HCG kuantitatif

Konsul IPD, cek EKG dan foto thorax

Perbaiki kondisi umum, jika Hb < 8 g/dL transfuse Hb > 10 g/dL

Pro evakuasi mola, jika fluxus aktif evakuasi dilakukan di OK

Monitoring vital sign, keluhan, fluxus

Tanggal 6-5-2011

Tunggu hasil DL, FH, Faal Thyroid, HbsAg

Konsul IPD, cek EKG dan foto thorax

Monitoring vital sign, keluhan, fluxus

Pro transfusi jika Hb < 8 g/dL sampai Hb > 10 g/dL

Tes beta HCG tidak dapat dilakukan karena alasan administrasi (px jamkesmas)

Hasil konsul interna (dr. Sudarwanto SpPD)

PTU 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

Diazepam 3 x 2 mg

Setelah pemberian 3 atau 4 hari bisa dikonsulkan ulang, bila fluxus aktif pro

evakuasi mola CITO

Tanggal 7-5-2011

Tunggu hasil consul cardio

Consul anastesi

PTU 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

Diazepam 3 x 2 mg

Tanggal 8-5-2011

Konsul anastesi

Konsul ulang IPD

Pro evakuasi mola

Page 32: mola hidatidosa

32

Tanggal 9-5-2011

Konsul IPD dan anastesi

Bila fluxus aktif pro evakuasi mola

Tunggu hasil Faal Thyroid

Tanggal 10-5-2011

Hasil konsul cardio : acc kuretase

Hasil konsul interna : acc kuretase

Hasil pemeriksaan faal thyroid sudah keluar

Tanggal 11-5-2011

KIE dan Informed Consent pro kuretase mola pagi ini

Sementara puasa

Infus RL / D5 : 2 : 2 (28 tpm)

Cek Hb post op, bila Hb < 10 pro transfuse sampai Hb >10

Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram

Inj Ketorolac 3 x 1 gram

Drip piton 2 amp / 500 cc sampai 12 jam post kuret

Cek beta HCG post kuret

PTU 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

Monitoring vital sign, keluhan dan fluxus

III.7 FOLLOW UP

12-5-2011

S. Keluhan (-)

O. KU : Cukup G-C-S : 4-5-6 T: 120/70 S: 36,5o

Kes : CM A/I/C/D : -/-/-/- N: 88x/menit RR: 18x/menit

STG : V/V: Flux (-)

A. Post Evakuasi Mola Hidatidosa hari ke-1

P. Inf RL / D5 : 2 / 2

Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram

Page 33: mola hidatidosa

33

Inj Ketorolac 3 x 1 amp

Amoxicillin 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Roborantia 1 x 1

PTU 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

MTX 1 x 1 cc (IM) / 24 jam

Diet TKTP

Mobilisasi bertahap

Cek beta HCG post kuretase

13-5-2011

S. Keluhan (-)

O. KU : Cukup G-C-S : 4-5-6 T: 120/80 S: 360

Kes : CM A/I/C/D : -/-/-/- N: 88x/menit RR: 19x/menit

STG : V/V : Flux (-)

A. Post Evakuasi Mola Hidatidosa hari ke-2

P. Aff infus

Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (stop)

Inj Ketorolac 3 x 1 amp (stop)

Amoxicillin 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Roborantia 1 x 1

PTU 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

MTX 1 x 1 cc (IM) / 24 jam

Diet TKTP

Mobilisasi bertahap

Tunggu hasil beta HCG post kuretase

14-5-2011

S. Keluhan (-)

Page 34: mola hidatidosa

34

O. . KU : Cukup G-C-S : 4-5-6 T: 120/80 S: 36,5o

Kes : CM A/I/C/D : -/-/-/- N: 88x/menit RR: 18x/menit

STG : V/V: Flux (-)

Post Evakuasi Mola Hidatidosa hari ke-2

P. Amoxicillin 3x 500 mg

Asam Mefenamat 3x 500 mg

Roborantia 1 x 1

PTU 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

MTX 1 x 1 cc (IM) / 24 jam

Diet TKTP

Mobilisasi bertahap

---- Pasien dipulangkan dan dirujuk ke RSUD dr Soetomo untuk pemberian MTX ----

Page 35: mola hidatidosa

35

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini didapatkan, seorang wanita dengan inisial M, umur 30 tahun, datang ke

VK bersalin pada tanggal 5 Mei 2011 dengan keluhan utama pendarahan pervaginam sejak 25

hari yang lalu. Dari anamnesa didapat bahwa darah berwarna merah, kental dan menggumpal.

Tidak ada mual dan muntah yang berlebihan, tidak merasakan adanya gerakan janin dan tidak

ada riwayat pendarahan seperti ini sebelumnya. Pada kasus mola hidatidosa, faktor resiko yang

tinggi adalah pada wanita keturunan Asia, usia di atas 40 tahun atau di bawah 20 tahun, ada

riwayat GTD dan adanya riwayat abortus atau infertilitas. Pada ibu ini, ia adalah orang Indonesia

(Asia) yang merupakan salah satu faktor resiko, sedangkan usianya masih 30 tahun, tidak ada

riwayat pendarahan seperti ini sebelumnya dan pada anamnesa berikutnya diketahui anaknya ada

3 dan tidak ada riwayat abortus. Kemudian didapatkan hasil HPHT nya adalah 8 November

2010, dengan menggunakan rumus Niegell maka diperkirakan HPL nya adalah 15 Agustus 2011,

dan tanggal pemeriksaan adalah 5 Mei 2011, artinya usia kehamilan pada saat dilakukan

pemeriksaan adalah sekitar 23-24 minggu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tinggi fundus uteri

adalah setinggi pusat atau sesuai dengan usia kehamilan 24 minggu. Jadi tidak ada perbedaan

mencolok antara besar uterus dengan usia kehamilan seperti pada teori. Ibu juga tidak merasakan

adanya gerakan janin yang artinya tidak ditemukan tanda kehidupan janin secara subyektif,

sesuai dengan teori mola hidatidosa. Tidak juga ditemukan gejala hiperemesis, karena pada

anamanesa tidak ditemukan mual dan muntah yang berlebihan, apalagi yang mengganggu

pekerjaan sehari hari dan memperburuk keadaan umum.

Pada pemeriksaan fisik status umum pasien, ditemukan tekanan darah pasien 120/80

mmHg, artinya tidak ditemukan komplikasi berupa pre eklampsia mola. Nadi juga stabil pada

kisaran 80 mmHg dengan tanpa ditemukan adanya mata anemis, sehingga pendarahan ini tidak

menyebabkan komplikasi anemia maupun syok hipovolemik. Pada pemeriksaan fisik ginekologis

ditemukan nyeri pada abdomen, rasa nyeri ini kurang jelas karena nyeri bersifat subyektif dan

penyebabnya bermacam macam, bisa juga karena adanya kista lutein yang kemudian mengalami

torsi. Tapi dari anamnesa keluhan nyeri tidak terlalu hebat sehingga dapat disingkirkan dahulu.

Page 36: mola hidatidosa

36

Tidak adanya massa pada palpasi membantu menyingkirkan pendarahan karena adanya

keganasan seperti myoma uteri. Ditemukan adanya pendarahan tanpa keputihan, dan tidak

adanya gelembung pada darah tersebut. Jika ditemukan gelembung pada darah per vaginam

maka itu adalah diagnosis pasti dari mola hidatidosa. Portio membuka, licin dan tidak ada nyeri

goyang, pemeriksaan cavum uteri setinggi usia kehamilan 24 minggu seperti yang sudah dibahas

di atas.

Pemeriksaan penunjang yang seharusnya dikerjakan adalah pemeriksaan laboratorium

dan radiologis. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium menyangkut darah lengkap, fungsi

organ, hormon tiroid dan kadar HCG serum. Sedangkan untuk radiologis umumnya dipakai

USG. Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi organ dapat dikatakan normal, hal ini menunjukan

tidak ada komplikasi anemia karena Hb nya masih di atas 10 g/dL. Pemeriksaan fungsi tiroid

menunjukan abnormalitas yaitu peningkatan kadar T3 dan T4 serta penurunan kadar TSH yang

menunjukan indikasi ke arah tirotoksikosis. Untuk pemeriksaan kadar HCG sampai pasien keluar

pun masih belum ada hasilnya sehingga tidak bisa dibahas di sini, yang jelas menurut teori

seharusnya terdapat peningkatan HCG serum di atas kisaran 100.000. Pemeriksaan USG

didapatkan gambaran snow strom pattern seperti pada teori. Karena adanya tirotoksikosis yang

akan mempengaruhi kerja jantung maka dilakukan juga pemeriksaan EKG untuk menyingkirkan

kelainan jantung, dan hasil dari EKG adalah normal.

Untuk terapi mola, dilakukan sesuai dengan protokol yaitu perbaikan keadaan umum

dahulu, evakuasi mola, terapi profilaksis dan pemeriksaan tindak lanjut. Karena tidak adanya

anemia dan syok hipovolemik (dalam arti keadaan umum pasien masih baik), maka hanya perlu

dilakukan monitoring, tetap diberikan cairan infuse untuk mengganti cairan yang hilang dan

apabila Hb di bawah 8 g/dL maka direncanakan transfusi sampai Hb lebih dari 10 g/dL, karena

kuretase boleh dilakukan jika Hb di atas 10 g/dL. Selain itu keadaan tirotoksikosis dikonsulkan

pada ahli penyakit dalam dan diberikan terapi PTU untuk menurunkan kadar tiroidnya

(mengingat PTU relatif aman pada orang hamil karena tidak menembus sawar darah plasenta)

dan propanolol untuk mengurangi gejala gejala cardiovascular. Selain itu dilakukan konsultasi ke

bagian jantung dan anastesi untuk meminta persetujuan dilakukan kuretase. Untuk evakuasi

Page 37: mola hidatidosa

37

dipilih cara kuretase karena mengingat usia pasien masih cenderung muda sehingga tidak perlu

dilakukan histerektomi. Pemberian terapi profilaksis juga sudah dilakukan dengan pemberian

MTX dimulai 1 hari pasca kuretase dan direncanakan terus dilanjutkan sambil pasien melakukan

kontrol di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Page 38: mola hidatidosa

38

BAB V

KESIMPULAN

Mola hidatidosa adalah suatu neoplasma jinak dari sel trofoblas, yang disertai kegagalan

pembentukan plasenta atau fetus, dengan terjadinya vili yang menggelembung sehingga

menyerupai bentukan seperti buah anggur. Janin biasanya meninggal meninggal tapi villus villus

yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus. Merupakan salah satu dari penyakit

karena kelainan plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplet dan parsial, tumor placenta situs

trofoblas, koriokarsinoma dan mola invasif.

Patofisologinya sampai sekarang belum jelas, banyak teori yang menjelaskan

patofisiologi nya namun sampai sekarang hanya teori missed abortion dan teori neoplasma dari

Park yang masih banyak dianut. Banyak ditemukan pada wanita keturunan Asia dengan umur

maternal yang ekstrem (> 45 atau < 20 tahun), dan pada keadaan malnutrisi. Dibagi menjadi 2

yaitu mola sempurna yang tidak ditandai dengan adanya janin dan mola parsial yang ditandai

dengan adanya janin.

Gejala gejala ditemukan adanya tanda tanda kehamilan muda seperti amenorrhea,

pendarahan yang biasanya disertai dengan anemia, hiperemesis, tinggi fundus uteri lebih besar

dari perkiraan usia kehamilan, tidak dirasakan tanda tanda janin seperti gerakan janin maupun

ballottement, tanda pasti ditemukan adanya gelembung pada darah yang keluar pervaginam.

Pemeriksaan tambahan adalah pengukuran kadar HCG serum dan urine yang meningkat,

ditemukan gambaran badai salju pada pemeriksaan radiologi, tidak ada bagian bagian janin pada

pemeriksaan sonde dan gambaran histopatologis mola. Mola hidatidosa harus dibedakan dengan

kehamilan kembar, abortus, hiperemesis gravidarum, koriokarsinoma dan kehamilan dengan

hipertiroid.

Penanganan mola dilakukan secara bertahap, yaitu memperbaiki keadaan umum,

evakuasi mola dengan kuretase maupun histerektomi, pemberian terapi profilaksis dan

pemeriksaan tindakan lanjut. Saat dilakukan pemeriksaan lanjutan, penderita dilarang hamil

dahulu karena dapat mengacaukan pemeriksaan. Komplikasi mola dapat menyebabkan

pendarahan profus, perforasi, emboli sel trofoblas, keganasan, tirotoksikosis dan pre eklampsia /

Page 39: mola hidatidosa

39

eklampsia mola. Prognosis mola masih bagus asal tidak menjadi keganasan, tidak mempengaruhi

tingkat reproduksi dan dapat melahirkan anak yang normal.

Page 40: mola hidatidosa

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YAYASAN

BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; Hal: 339-351.

2. Swolverine, 2010. Hamil Anggur. Available from:

http://archive.kaskus.us/thread/5647180. Accested May 30, 2011.

3. Tim Revisi PDT. 2008. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Hal : 49-53

4. Lisa E Moore, MD, FACOG, 2010. Hydatidiform Mole. Available from:

http://emedicine.medscape.com. Accested May 30, 2011.

5. Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetri William. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;

Hal 930-938, 931-933.

6. Chaterine, I. Dumur, 2011. Differential Expression of a Tumor Necrosis Factor Receptor – Related Transcript in Gestational Trophoblastic Diseases in Women. Available from: http://www.biolreprod.org/content/59/3/621.full. Accested June 3, 2011.

7. Rasjidi, SpOG (K) Onk, dr. Imam. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan Evidence Base. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; Hal 65-82.

8. Winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: YAYASAN

BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; Hal: 262-266.

9. Winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YAYASAN

BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; Hal: 275-280.

10. Tjokroprawiro, dr., Sp.PD, K-EMD, Prof. Dr. Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Hal: 86-92

11. Kusuma, Sp OG, Dr. Indra Perdana. 2005. Kumpulan Materi Kuliah Obsetrik Ginekologi. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma