Cooperativ Learning
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam kehidupan ini, manusia tidak akan bisa hidup sendiri
tanpa adanya bantuan dari orang lain. Sebagai mahkluk individu
tentunya manusia selalu membutuhkan bantuan dari orang lain.
Konsekuensinya manusia harus bisa menjadi mahkluk sosial, yaitu
bisa saling berinteraksi dengan sesamanya, saling membantu dan juga
bisa saling menghormati antara satu dengan yang lainya. Meskipun
demikian, tentunya di dalam menjalani kehidupannya dalam masyarakat
akan ada perbedaan-perbedaan, misalnya prinsip, cita-cita, latar
belakang historis ataupun yang lainnya. Dari adanya perbedaan
tersebut, manusia harus lebih bisa berinteraksi dengan yang lain
sehingga akan mengurangi perbedaan-perbedaan tersebut.Perbedaan
antarmanusia yang tidak terkelola atau terkontrol dengan baik akan
menimbulkan adanya ketersinggungan dan kesalahpahaman
antarsesamanya. Di dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang
pendidikan formal banyak ditemui adanya perbedaan-perbedaan mulai
dari perbedaan gender, ras, suku, agama, maupun yang lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut sangat sering menimbulkan adanya
ketersinggungan yang berdampak pada terjadinya perselisihan.
Sebagai seorang pendidik, pendidik harus bisa menanggulangi
permasalahan tersebut dengan menggunakan model pembelajaran yang
tepat. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan
permasalahan tersebut adalah Model Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning). Model pembelajaran ini adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan strategi yang melibatkan siswa untuk
saling berinteraksi dan bekerjasama di dalam suatu kelompok. Metode
pembelajaran kelompok dapat didefinisikan sebagai prosedur yang
sistematik dan terencana untuk menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran melalui kelompok dalam rangka mencapai tujuan belajar
yang telah ditetapkan (Sudjana, 2005). Ini berarti perlu adanya
suatu model pembelajaran yang dapat membiasakan anak didik hidup
bersama, bekerja sama dalam kelompok dan menyadari dirinya memiliki
kekurangan dan kelebihan, agar siswa yang mempunyai kemampuan lebih
dapat sharing dengan anak yang memiliki kemampuan kurang, sehingga
anak dapat sukses bersama secara akademik. Apabila suatu kemasan
pembelajaran lebih menitik beratkan pada aspek kolaboratif, maka
konsep keseragaman hendaknya ditinggalkan agar terbentuk suatu
paham baru yang menghargai segala macam keragaman. Salah satu
kemasan pembelajaran yang memiliki aspek kolaboratif adalah kemasan
pembelajaran berorientasi pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi,
karena sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa dalam setting
kelas, siswa lebih banyak belajar dari satu teman ke teman lainnya
di antara siswa bila dibandingkan dengan belajar dari gurunya.
Dengan pembelajaran kooperatif ini akan memotivasi siswa untuk
bisa belajar saling bekerjasama dengan yang lainnya. Selain itu,
siswa juga memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk
dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar
Nurulhayati (Rusman, 2010). Oleh karena itu, penulis memandang
perlu untuk membahas lebih dalam lagi mengenai Model Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning).1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning)?
1.2.2Apa saja unsur-unsur dan landasan teoretik dan konseptual
Model Pembelajaran Kooperatif?1.2.3Bagaimana karakterisitik Model
Pembelajaran Kooperatif?
1.2.4Bagaimana langkah-langkah pembelajaran pada Model
Pembelajaran Kooperatif?1.2.5Bagaimana penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif dalam proses pembelajaran?
1.2.6Apa saja variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.3.1Mendeskripsikan pengertian dari model pembelajaran
kooperatif.
1.3.2Mendeskripsikan unsur-unsur dan landasan dalam model
pembelajaran kooperatif.
1.3.3Menjelaskan karakterisitik model pembelajaran
kooperatif.1.3.4Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran
kooperatif dalam proses pembelajaran.
1.3.5Menguraikan langkah-langkah pembelajaran dalam model
pembelajran kooperatif.
1.3.6Mendeskripsikan variasi-variasi dalam model pembelajran
kooperatif.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah agar pembaca
terutama calon pendidik nantinya, dapat memahami tujuan dari model
pembelajaran kooperatif, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
dan dampak kelompok-kelompok kooperatif dalam pembelajaran serta
berbagai pendekatan dalam pembelajaran kooperatif. Sehingga, model
pembelajaran koooperatif dapat diterapkan secara benar dalam
praktek mengajar di lapangan. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Pembelajaran KooperatifModel Pembelajaran
Kooperatif dilandasi oleh teori konstruktivisme yang lahir dari
gagasan Piaget dan Vygotsky. Menurut Piaget, konstruktivisme
ditekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang
dihadapi dan pengalaman yang dimiliki oleh orang tersebut.
Sedangkan konstruktivisme Vygotsky menekankan pada interaksi sosial
dan melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan kedua pandangan tersebut, konstruktivisme menekankan
pada pentingnya interaksi dengan teman sebaya melalui pembentukan
kelompok belajar. Melalui kelompok belajar ini akan memberikan
kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk
mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan siswa kepada teman yang akan
membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas bahkan melihat
ketidak sesuaian pandangan mereka sendiri (Rusman, 2010). Sehingga
pada model pembelajaran ini siswa memegang peran penting di dalam
proses pembelajaran dan memberi landasan teoritis bagaimana siswa
dapat sukses belajar bersama orang lain.
Menurut Slavin dalam (Rusman, 2010) Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Heterogenitas
anggota kelompok ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi
akademik, maupun status sosial. Hal ini bermanfaat untuk melatih
siswa menerima perbedaan dan bekerjasama dengan teman yang berbeda
latar belakangnya. Setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama
dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya.
Menurut Tom V. Savage mengemukakan bahwa Cooperative Learning
adalah suatu pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok
untuk saling membantu satu sama lain dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada gagasan atau pemikiran
bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung
jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap
diri mereka sendiri. Menurut Manning dan Lucking (dalam Nur, 2004)
ketertarikan orang pada cooperative learning karena dua hal, yaitu
:
(1) Lingkungan pendidikan yang kompetitif yang dapat memunculkan
sikap siswa untuk berkompetisi daripada untuk melakukan
kerjasama.
(2) Jika cooperative learning dilaksanakan dengan baik, akan
memberikan sumbangan yang positif terhadap prestasi akademik,
keterampilan sosial, dan harga diri.
Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam
kelompok-kelompok agar bisa saling bekerjasama untuk saling
membantu antara yang satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.2.2 Unsur-unsur dan Landsan Teoritik
dan Konseptual Model Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson dalam Puspadewi (2007) mengatakan bahwa
tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Ada
enam unsur dasar di dalam pembelajaran kooperatif diantaranya:
(a) saling ketergantungan secara positif.(b) tanggung jawab
individu.(c) pengelompokan secara heterogen.(d)
keterampilan-keterampilan kolaboratif.(e) pemrosesan interaksi
kelompok.(f) interaksi tatap muka.A. Saling Ketergantungan Secara
Positif
Saling ketergantungan secara positif adalah perasaan antar
kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok tersebut,
yang berarti anggota-anggota kelompok merasakan bahwa mereka susah
senang bersama-sama. Saling ketergatungan penghargaan secara
positif muncul apabila masing-masing penghargaan dari anggota
kelompok digunakan oleh anggota yang lain dalam kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Keberhasilan kelompok didasarkan
pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan
hubungan antar personal yang saling mendukung dan saling membantu.
Saling ketergantungan peranan secara positif berarti anggota
kelompok saling melengkapi dan saling berbagi tanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas. Misalnya, ketika guru memberikan sebuah
permasalahan mengenai konsep pembiasan cahaya pada cermin, dalam
satu kelompok ada yang berfungsi sebagai pencari sumber materi, ada
yang berfungsi sebagai peringkas materi, ada sebagai pemeriksa
keakuratan ringkasan dan ada sebagai elaborator yang menambahkan
aplikasi dari materi yang dibahas.
Saling ketergantungan sumber secara positif berarti bahwa
anggota hanya memiliki suatu porsi informasi materi atau alat-alat
yang diperlukan untuk melengkapi suatu tugas. Aktivitas-aktivitas
jigsaw adalah sebuah contoh saling ketergantungan sumber secara
positif, karena dalam masing-masing anggota kelompok tidak
seorangpun dapat memperoleh informasi secara lengkap, masing-masing
akan memperoleh potongan-potongan informasi dengan persepsi yang
berbeda. Agar dapat memecahkan suatu masalah maka mereka harus
saling berbagi informasi. Saling ketergantungan identitas secara
positif berarti bahwa kelompok tersebut membagi suatu identitas
umum, maksudnya setiap kelompok yang anggotanya berbeda memiliki
ciri khas tersendiri.
B. Tanggung Jawab Individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu
masing-masing anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut
menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling
membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu
juga menjadikan setiap anggota kelompok siap untuk mengahdapi tes
dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
Dalam Santyasa (2005) terdapat banyak cara untuk menstrukturisasi
aktivitas-aktivitas kelompok dalam rangka memajukan rasa tanggung
jawab individual untuk meningkatkan keberhasilan kelompok, antara
lain:
1. Masing-masing siswa secara individual mengerjakan kuis,
melengkapi tugas, atau membuat ringkasan tentang materi yang
dipelajari.
2. Anggota kelompok dipanggil secara acak untuk menjawab
pertanyaan dan menjelaskan jawabannya.
3. Masing-masing anggota kelompok memiliki suatu peranan yang
telah dirancang untuk mereka tampilkan.
4. Masing-masing anggota bertanggung jawab untuk satu bagian
proyek kelompok mereka.
C. Pengelompokan Secara HeterogenPembelajaran kooperatif
didasarkan pada pengelompokan siswa secara heterogen menurut
prestasi kecerdasan, etnik, dan jenis kelamin. Hal ini bermanfaat
untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman
yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Memperbaiki hubungan
antara siswa dapat dilakukan dengan bekerja bersama dalam mencapai
tujuan bersama. Pengelompokan siswa dari etnik yang berbeda sering
dilakukan karena siswa yang berasal dari etnik yang berbeda sering
membawa perspektif yang unik dalam diskusi kelompok. Hasil
keanekaragaman perspektif yang berasal dari siswa dengan etnik dan
jenis kelamin yang berbeda, dapat memperkaya pemikiran siswa.
Pengelompokan secara heterogen, paling baik ditentukan oleh guru,
karena apabila siswa diberikan kebebasan untuk memilih anggota
kelompoknya, mereka cenderung memilih teman yang paling disenangi
atau teman yang paling pintar. Hal ini dapat mengarahkan
terbentuknya kelompok-kelompok yang tidak sehat.
D. Keterampilan Kolaboratif
Dalam Santyasa (2005) terdapat enam langkah dalam mengajar
keterampilan kolaboratif. Pertama, para siswa mlihat kebutuhan akan
keterampilan tersebut. Ini dapat dilakukan dengan menanyakan siswa
bagaimana keterampilan tersebut muncul dalam pengalaman mereka
sendiri, menjelaskan mengapa keterampilan itu penting di dalam dan
di luar sekolah dan melalui penayangan kesempatan. Kedua, para
siswa perlu suatu pemahaman yang jelas mengenai apa keterampilan
tersebut. Satu cara untuk mencapai pemahamannya adalah dengan
mengembangkan daftar mengenai suatu keterampilan seperti melihat
dan bunyi. Ketiga, para siswa mungkin memerlukan praktek
keterampilan kolaboratif. Ini dapat dilakukan melalui
aktivitas-aktivitas seperti demonstrasi oleh guru, sandiwara
peranan, dan permainan. Keempat, keterampilan tersebut hendaknya
dipadukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran. Contoh, jika
kelompok mengerjakan proyek bersama, mereka dapat ditanyakan
menggunakan keterampilan tersebut untuk mendorong yang lain
berpartisipasi. Kelima, pemrosesan interaksi kelompok adalah
penting. Satu anggota kelompok akan menjelaskan kepada siswa yang
lain. Keenam, sekali keterampilan tersebut dipikirkan, para guru
perlu mendorong para siswa untuk tekun dalam penggunaannya. E.
Pemrosesan Interaksi Kelompok
Pemrosesan interaksi kelompok adalah suatu unsur kunci
pembelajaran kooperatif, karena memberikan siswa manfaat balikan
mengenai keterampilan kelompok mereka dan memperkenalkan kepada
siswa bahwa guru menempatkan hal yang penting bagaimana sebaiknya
mereka bekerja bersama. Pemrosesan interaksi kelompok memiliki dua
aspek, yaitu menjelaskan keberfungsian kelompok dan mendiskusikan
apakah interaksi mereka perlu diperbaiki. Dalam proses interaksi
kelompok juga terdapat diskusi mengenai pemecahan masalah yang
diberikan oleh guru, mendiskusikan sifat dasar atau esensi konsep
dan strategi belajar yang dihadapi saat ini. Interaksi antar siswa
akan meningkatkan pengertian siswa, bagaimana memberikan bantuan,
dorongan dan dukungan satu sama lain dalam usaha mencapai tujuan
kelompok mereka. Pemrosesan dibantu jika guru dan siswa melakukan
observasi sementara kelompok tersebut bekerja bersama.
F. Interaksi Tatap Muka (face-to-face interaction)
Dalam kelompok kooperatif siswa akan berinteraksi secara
langsung antara yang satu dengan yang lain. Ketika para siswa
diberikan suatu masalah, secara otomatis mereka akan memikirkan dan
menemukan jawabannya sendiri dan kemudian berjumpa dengan
kelompoknya untuk mendiskusikan jawaban-jawaban tersebut. Di dalam
interaksi kelompok juga diperlukan adanya keterampilan-keterampilan
kooperatif, seperti menghargai kontribusi, yakni memperhatikan apa
yang dikatakan atau dikerjakan oleh anggota lain dalam kelompok dan
menyebut nama serta memandang teman lain yang berbicara.Dalam
kelompok juga harus terjadi kesepakatan secara kolaboratif mengenai
jadwal tatap muka untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh
guru. Waktu harus ditata untuk anggota kelompok, tidak hanya dalam
merencanakan pelajaran kooperatif, tetapi juga dalam mengevaluasi
keefektifan pelajaran tersebut. Kebutuhan untuk interaksi tatap
muka mempengaruhi ukuran kelompok. Literatur pada penataan
pembelajaran kooperatif menganjurkan bahwa hendaknya tidak lebih
dari lima atau enam anggota kelompok.Landasan teoritik dan
konseptual model pembelajaran kooperatif sebenarnya bermula dari
pandangan filosofis dan perspektif psikologis. Landasan yang
dimaksud adalah, perspektif filosofis, perspektif psikologi
behavioristik, perspektif psikologi sosial, dan perspektif
psikologi kognitif.2.2.1 Perspektif Filosofis
Ide pembelajaran kooperatif bermula dari perspektif filosofis
terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus
memiliki pasangan atau teman. Deway (dalam Santyasa, 2005)
menganjurkan agar dalam lingkungan belajar guru menciptakan
lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan
proses ilmiah. Tanggung jawab utama para guru adalah memotivasi
siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial
yang berlangsung dalam pembelajaran. Di samping upaya pemecahan
masalah di dalam kelompok kooperatif dari hari ke hari siswa
belajar prinsip demokrasi melalui interaksi antar teman sebaya.
2.2.2 Perspektif Psikologi Behavioristik
Salah satu konsep behavioristik reinforcement, artinya siswa
belajar tidak hanya untuk memperoleh penghargaan atau hukuman,
tetapi juga melihat orang lain menerima penghargaan dan hukuman.
Ciri-ciri khas metoda pembelajaran behavioristik adalah: (1)
menekankan motivasi ekstrinsik, (2) tugas-tugas pada tataran
kognitif rendah, (3) memandang semua pebelajar secara seragam, (4)
tidak menekankan sikap, prestasi belajar merupakan tujuan dan
diukur dengan tes objektif, (5) berorientasi pada hasil, (6) guru
memutuskan apa yang akan dipelajari dan memberikan informasi untuk
dipelajari siswa. Teknik Student Team-Achievement Division (STAD)
merupakan produk psikologi behavioristik. STAD merupakan teknik
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang
menggunakan teknik STAD yang mengacu kepada belajar kelompok siswa,
menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
melalui informasi verbal atau teks.
2.2.3 Perspektif Psikologi Sosial
Konseptualisasi tentang belajar telah mengalami pergeseran
paradigma dari konsep transmisi pengetahuan expert ke novice menuju
pada suatu konsep pengkonstruksian aspek sosial pengetahuan (social
construction of knowledge). Dengan pergesaran paradigma ini,
rasional pendekatan-pendekatan kelas yang mendorong peningkatan
dialog antar siswa memperkuat kembali komunitas-komunitas para
pebelajar, pembelajaran kolaboratif, pentutoran teman sebaya, dan
pembelajaran kooperatif. Pendekatan learning together dan
kelompok-kelompok Jigsaw adalah produk perspektif psikologi sosial
mengenai pembelajaran kooperatif. Konsep kunci kedua pendekatan ini
adalah positif interdependent, yang memperhatikan persepsi tentang
bagaimana mempengaruhi dan dipengaruhi.
2.2.4 Perspektif psikologi kognitif
Psikologi kognitif memiliki perspektif dominan dalam pendidikan
masa kini yang berfokus pada bagaimana manusia memperoleh,
menyimpan, dan memroses apa yang dipelajarinya serta bagaimana
proses berpikir dan belajar itu terjadi. Salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang dihasilkan dari perspektif psikologi
kognitif adalah MURDER (Santyasa, 2005). Teknik MURDER menggunakan
sepasang anggota dari kelompok beranggotaan 4 orang. Pendekatan
MURDER sebagai metode pembelajaran kooperatif tidak bersifat
ekslusif. Pendekatan ini dapat dimodifikasi dan atau diintegrasikan
ke pendekatan lainnya dalam pembelajaran kooperatif. Pemodifikasian
dan pengintegrasian dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyesuaian
terhadap karakteristik materi pelajaran.2.3 Karakteristik Model
Pembelajaran KooperatifPembelajaran Kooperatif berbeda dengan
strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat
dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kerjasama di dalam
kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik
dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya
unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama
inilah yang menjadi ciri khas dari model pembelajaran kooperatif
(Rusman, 2010). Adapun karakteristik dari pembelajaran kooperatif
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk
mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap
siswa untuk mau belajar dan juga setiap tim harus bisa saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Didasarkan kepada Manajemen Kooperatif Manajemen yang
dimaksudkan ini memiliki empat fungsi, yaitu fungsi perencanaan,
fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Fungsi
perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan
sesuai dan melalui perencanaan langkah-langkah pembelajaran yang
sudah ditentukan. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan dengan efektif. Fungsi pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui
bentuk tes maupun non-tes.
c. Kemauan untuk Bekerjasama Keberhasilan pembelajaran
kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh
karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu ditekankan dalam
pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang baik, pembelajaran
kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
d. Keterampilan Bekerjasama Kemampuan bekerjasama itu
dipraktekan melaui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara
berkelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong untuk mau dan
sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Arends menyatakan bahwa ada beberapa ciri dari
pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tingkat
tinggi, sedang, dan rendah.
3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin yang beragam.
4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada
individu.
2.4 Langkah-langkah Pembelajaran Pada Model Pembelajaran
KooperatifSecara umum terdapat enam langkah utama atau tahapan yang
dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran kooperatif (Rusman, 2010). Berikut disajikan tabel
mengenai langkah-langkah tersebut.
Tabel 2.5.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
(Trianto, 2007).
TAHAPTINGKAH LAKU GURU
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswaGuru menyampaikan tujuan
belajar yang ingin dicapai pada proses pembelajaran dan motivasi
siswa untuk belajar.
Tahap 2
Menyajikan informasiGuru menyajikan informasi atau materi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau bahan bacaan.
Tahap 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatifGuru
menjelaskan kepada siswa mengenai bagaimana cara membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara
efisien.
Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajarGuru memberikan
bimbingan kepada setiap kelompok dalam mengerjakan tugas.
Tahap 5
Evaluasi Guru memberikan evaluasi terhadap hasil belajar siswa
atau setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Tahap 6
Memberikan penghargaan Guru menghargai upaya atau hasil belajar
individu maupun kelompok.
Berdasarkan tabel di atas, pelajaran dalam pembelajaran
kooperatif dimulai dengan pendidik atau guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai kepada peserta didik atau siswa,
selain itu guru juga memberikan motivasi kepada siswa untuk
mengikuti proses pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Kemudian
langkah ini dilanjutkan dengan penyajian materi atau informasi,
yang biasanya pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk membaca
sendiri informasi atau materi yang dipelajari (Rusman, 2010).
Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar
atau kelompok-kelompok kecil. Setelah langkah ini dilaksanakan,
selanjutnya guru memberikan bimbingan kepada siswa, terutama pada
saat siswa bekerja bersama dalam menyelesaikan masalah atau tugas.
Kemudian langkah terakhir dalam pembelajaran kooperatif adalah
presentasi hasil akhir kerja kelompok atau memberikan
evaluasi/penilaian tentang apa yang telah dipelajari, selain itu
juga dilaksanakan pemberiaan penghargaan terhadap usaha-usaha
kelompok maupun individu.2.5 Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Dalam Proses PembelajaranPenerapan model pembelajaran
kooperatif, menempatkan pendidik atau guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran yang menghubungkan pemahaman siswa ke pemahaman
yang lebih tinggi (Rusman, 2010). Guru disini tidak hanya
memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga membangun
pengetahuan dalam pikiran siswa. Sehingga siswa memiliki kesempatan
untuk memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan ide atau
gagasan yang dimiliki. Siswa dapat menemukan sendiri informasi,
mengolah, dan menerapkan dalam kehidupannya. Proses pembelajaran
yang menerapkan model pembelajaran kooperatif mengharapkan
terjadinya interaksi yang seimbang antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, maupun siswa dengan guru. Diharapkan juga komunikasi
dalam pembelajaran terjadi dari banyak arah sehingga terjadi
akitivitas dan kraeativitas yang diharapkan (Rusman, 2010).
Efektivitas dari penerapan model pembelajran kooperatif
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
a. Guru
Meliputi kemampuan guru dalam berbagai aspek seperti kualitas
pendidikan, potensi dan kondisi, kemampuan mengelola pembelajran
yang sesuai dengan karakteristik model pembelajaran serta kemampuan
dalam memanfaatkan sarana dan prasarana belajar (Erliany, TT).b.
Siswa
Meliputi karakteristik, potensi, minat, kemampuan dan persiapan
terhadap pembelajaran kooperatif.
c. Sarana dan prasarana
Meliputi sumber belajar, media dan alat bantu belajar
d. Ukuran, kondisi dan susana kelas
Ukuran berkaitan dengan luas dan pemanfaatan ruang kelas,
kondisi kelas berkaitan dengan penataan sarana dan prasarana di
kelas sehingga kondusif untuk pembelajaran kooperatif, dan suasana
kelas berkaitan dengan iklim belajar dan kegiatan kerjasama dalam
pembelajaran (Erliany, TT).
e. Waktu
Efektivitas implementasi model pembelajaran kooperatif
membutuhkan waktu yang memadai dengan pemanfaatan yang optimal dan
bermakna
Penerapan model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan
juga kekurangan. Adapun kelebihan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa.
2. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemandirian
siswa.
3. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan
sosial siswa.
4. Model pembelajaran kooperatif lebih unggul dari model
pembelajaran biasa karena siswa banyak melakukan kegiatan
dibandingkan dengan pembelajaran biasa (Erliany, TT).
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut:
1. Guru atau pendidik harus mempersiapkan pembelajaran dengan
matang.
2. Dalam pelaksanaannya memerlukan banyak waktu dan tenaga.
3. Sarana dan prasarana yang mendukung harus memadai, agar
proses pembelajaran di kelas bisa berlangsung.
4. Materi yang dibahas cenderung meluas, sehingga memerlukan
banyak waktu.
5. Saat diskusi kelas ada kecenderunga didominasi oleh
seseorang, sehingga kemungkinan ada siswa yang pasif.
6. Guru yang belum terbiasa melaksanakan model pembelajaran
kooperatif membutuhkan penyesuaian atau latihan dalam pertemuan
pertama (Erliany, TT).
2.6 Variasi Dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Pada hakikatnya, terdapat empat pendekatan yang seharusnya
merupakan bagian dari strategi guru dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif. Empat pendekatan tersebut merupakan
variasi dalam model cooperative learning, yaitu Student Teams
Achievement Division (STAD), Tim Ahli (Jigsaw), Investigasi
Kelompok (Group Investigation/Team Games Tournaments), dan
Pendekatan Struktural yang meliputi: Think Pair Share (TPS), dan
Numbered Head Together (NHT) (Trianto, 2007: 49). Berikut adalah
penjelasan masing-masing variasi dalam model cooperative
learning.a. Student Teams Achievement Division (STAD)Pembelajaran
kooperatif tipe ini merupakan variasi yang menggunakan
kelompok-kelompok kecil. Kelompok ini terdiri atas 4-5 orang siswa
yang bersifat heterogen. Adapun kerangka pelaksanaan variasi ini
adalah diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian
materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Slavin mempertegas pernyataan di atas dengan menyatakan bahwa
campuran siswa pada variasi ini merupakan campuran tingkat
prestasi, jenis kelamin, dan suku. Teknis yang digunakan adalah
sederhana. Guru memberikan suatu pelajaran dengan menugaskan
kelompok siswa untuk berdiskusi satu sama lain. Selanjutnya, guru
memberikan tes terhadap seluruh siswa dengan syarat siswa tidak
boleh saling membantu.
Salah satu ungkapan menyatakan tampil dengan persiapan, turun
dengan kehormatan. Artinya dalam melaksanakan suatu pembelajaran
selalu diperlukan adanya persiapan yang matang. Adapun beberapa
persiapan yang dilaksanakan dalam variasi STAD adalah sebagai
berikut:
Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang perlu dipersiapkan meliputi rencana
pembelajaran (RP), buku siswa, lembar kerja siswa (LKS), dan lembar
jawaban.
Membentuk Kelompok Kooperatif
Dalam hal ini aspek yang menjadi bagian utama adalah bagaimana
membuat siswa ada dalam suatu kelompok yang heterogen. Apabila
dalam suatu kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif
sama, maka pembentukan kelompok dapat berdasarkan prestasi
akademik. Berdasarkan hal tersebut terbentuk kelompok siswa dengan
kemampuan atas, menengah, dan bawah. Kelompok baru yang dibentuk
diambil dari campuran ketiga tingkatan kemampuan siswa. Adapun
komposisinya adalah 25% dari kemampuan atas, 50% dari menengah, dan
25% dari kemampuan bawah.
Menentukan Skor Awal
Skor awal yang digunakan adalah hasil ulangan sebelumnya. Skor
awal dapat berubah jika ada pembelajaran lebih lanjut disertai tes
(seperti kuis).
Pengaturan Tempat DudukPengaturan tempat duduk diperlukan untuk
memeratakan persebaran tingkat kemampuan anak di kelas. Hal
tersebut sangat berpengaruh, yaitu terhadap suksesnya variasi model
pembelajaran kooperatif.
Kerja Kelompok
Kerjasama kelompok merupakan aspek penting yang perlu
dikembangkan. Maka dari itu, diperlukan pemaksimalan aspek ini guna
menunjang keberhasilan variasi STAD. Guna mempermudah pemhaman
pembelajaan kooperatif tipe STAD, maka perlu diperhatikan
langkah-langkah berikut ini. Fase1 menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa, guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2 menyajikan suatu informasi, guru menyajikan suatu informasi
melalui demonstrasi atau dapat juga melalui bahan bacaan.
Fase 3 mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelomok belajar,
guru menjelaskan kepada siswa cara dalam membentuk kelompok serta
membantu setiap kelompok agar dapat bertransisi secara efisien.
Fase 4 membimbing kelompok belajar bekerja dan belajar, guru
membimbing kelompok belajar saat mereka mengerjakan tugas. Fase 5
evaluasi, guru mengevaluasi hasil belajar sebelumnya dan atau
memberikan masing-masing kelompok mempresentasikan kerja mereka.
Fase 6 memberikan penghargaan, guru mencari cara untuk dapat
mengapresiasi individu dan kelompok sehingga menggugah mereka
semangat dalam belajar. Pengapresiasian guru terhadap siswanya
dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: menghitung skor individu,
menghitung skor kelompok, dan pemberian hadiah tehadap skor yang
diperoleh individu dan atau kelompok.
b. Tim Ahli (Jigsaw)Variasi ini telah dikembangkan dan diuji
oleh Erriot Aroson, dkk dari Universitas Texas. Selanjutnya
diadopsi oleh Slavin, dkk di Universitas John Hopkins.
Langkah-langkah Pembelajaran Jigsaw
Adapun bebrapa langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.
Pertamasiswa dibagi atas beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5
orang. Kedua materi yang diberikan merupakan sub bab berupa teks.
Ketiga, setiap anggota kelompok wajib memahami sub bab yang menjadi
bagiannya. Keempat, anggota dari kelompok lain dengan sub bab yang
sama bertemu dalam kelompok ahli untuk berdiskusi. Kelima, setiap
anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok semula dan bertugas
untuk mengajarkan teman-temannya. Keenam, setelah terlaksana sampai
pada tahap kelima, maka siswa akan dikenai tagihan berupa kuis
individu.
Gambar 2.7.1 Ilustrasi Tim Jig Saw
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan pada tipe Jig Saw adalah
bahan kuis, lembar kerja siswa, dan rencana pembelajaran. Evaluasi
yang digunakan tidak berbeda dengan evaluasi pada tipe STAD. c.
Investigasi Kelompok (Group Investigation/Team Games
Turnaments)Tipe ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Dalam
perkembangannya tipe ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari
Universitas Tel Aviv.
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif
yang paling kompleks dan tersulit untuk diterapkan. Beda halnya
dengan STAD dan Jig Saw, siswa terlibat dalam perencanaan
pembelajaran yang meliputi topik dan bagaimana siswa
menyelidikinya. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas
yang lebih rumit. Tidak hanya itu, pendekatan ini juga memerlukan
pengajaran keterampilan komunikasi.
Implementasinya, setiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang
heterogen. Kelmpok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban
persahabatan atau minat yang sama terhadap suatu topik tertentu.
Selanjutnya, kelompok siswa akan memperdalam topik materi yang
dipilih dan akan dipresentasikan di kelasnya.
Langkah-langkah Pelaksanaan Investigasi Kelompok
Memilih topik, siswa memilih sub topik khusus dalam suatu daerah
masalah umum. Selanjutnya akan ada orientasi tugas pada tiap-tiap
kelompok. Tiap kelompok hendaknya bersifat heterogen baik dari
etnis maupun akademis. Perencanaan kooperatif, berdasarkan sub
topik yang telah dipilih maka siswa dan guru akan merencanakan
prosedur pembelajaran. Implementasi, siswa akan mengembangkan topik
yang telah dipilih sesuai dengan rencana yang telah disepakati.
Analisis dan sintesis, siswa menganalisis dan mensintesis informasi
yang diperoleh dan merencanakan bagaimana informasi tersebut dapat
disajikan secara sederhana. Presentasi hasil final, siswa
mempresentasikan topik yang mereka selidiki dengan tujuan
memperluas perspektif topik tersebut. Tahap terakhir adalah
evaluasi, guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja
kelas sebagai suatu keseluruhan.
d. Pendekatan StrukturalThink Pair Share (TPS)
Strategi TPS atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Strategi ini berkembang dari penelitian belajar
kooperatif dan waktu tunggu. Dikembangkan oleh Frang Lyman di
Universitas Maryland.
Dalam tipe ini, guru lebih banyak mempertimbangkan lebih banyak
tentang apa yang dijelaskan dan dialami. Guru menggunakan tipe ini
untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
Langkah-langkah TPS
Berpikir (Thinking), guru memberikan suatu pertanyaan sebagai
permasalahan sehingga mendorong siswa untuk dapat berpikir kritis.
Berpasangan (Pairing), guru mengintruksikan siswa untuk berpasangan
dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi yang
terjadi akan mengkrucut ke arah suatu kesepahaman terhadap suatu
materi. Berbagi (Sharing), guru meminta setiap pasangan agar
berbagi materi dengan keseluruhan anggota kelas. Setiap pasangan
wajib menyampaikan hasil diskusi terhadap seluruh anggota
kelas.
Numbered Head Together (NHT)
Penomeran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisonal. Tipe ini
pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah materi.
Langkah-langkah NHT
Fase 1 penomeran, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang
dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 s.d. 5. Fase 2
mengajukan pertanyaan, guru memberikan pertanyaan kepada siswa guna
menstimulus siswa berpikir bersama. Fase 3 berpikir bersama, siswa
menggabungkan pendapat terhadap jawaban pertanyaan dan
mensosialisasikan jawaban tersebut terhadap timnya. Fase 4
menjawab, guru memanggil salah satu nomer tertentu, siswa yang
terpilih berkewajiban menjawab pertanyaan dari guru tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diseimpulkan sebagai
berikut:1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah
suatu model pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam
kelompok-kelompok agar bisa saling bekerjasama untuk saling
membantu antara yang satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
2. Landasan teoritik dan konseptual pembelajaran kooperatif
sebenarnya bermula dari pandangan filosofis dan perspektif
psikologi. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah
saling ketergantungan secara positif, tanggung jawab individu,
pengelompokkan secara heterogrn, keterampilan-keterampilan
kolaboratif, pemrosesan interaksi-interaksi kelompok, dan interaksi
tatap muka.
3. Karakteristik dari pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut; pembelajaran secara tim, didasarkan kepada
manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerjasama dan keterampilan
bekerjasama.
4. Secara umum terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam
model pembelajaran kooperatif, yaitu menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok belajar kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan
belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan.
5. Penerapan model pembelajaran kooperatif, menempatkan pendidik
atau guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. 6. Variasi dalam
model pembelajaran kooperatif meliputi Student Teams Achievement
Division (STAD), Tim Ahli (Jigsaw), Investigasi Kelompok (Group
Investigation/Team Games Turnaments) dan Pendekatan Struktural.3.2
Saran
Guru hendaknya menyediakan prosedur pembelajaran yang dapat
membantu para siswa untuk memformulasikan kembali informasi baru
atau menstrukturisasi pengetahuan awal mereka melalui penyediaan
interferensi informasi baru, mengolaborasi informasi secara
mendetail dan mengaitkan hubungan antara informasi baru dan
pengetahuan awal siswa, dan hal ini dapat dilakukan oleh guru mulai
dari pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan
karakteristik sub pokok bahasan serta karakteristik pebelajar.
21 | Belajar dan Pembelajaran