MODAL INTELEKTUAL, FLEKSIBILITAS STRATEGI, KECEPATAN INOVASI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Usaha Kecil dan Menengah Industri Kerajinan Rotan Provinsi Sulawesi Tengah) DISERTASI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Doktor Oleh HARIYANTO R DJATOLA DJAMPAGAU 167020201111010 PROGRAM DOKTOR ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODAL INTELEKTUAL, FLEKSIBILITAS STRATEGI, KECEPATAN INOVASI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN
(Studi Usaha Kecil dan Menengah Industri Kerajinan Rotan
Provinsi Sulawesi Tengah)
DISERTASI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Doktor
Oleh
HARIYANTO R DJATOLA DJAMPAGAU
167020201111010
PROGRAM DOKTOR ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2020
ABSTRACT
Djampagau, Hariyanto R. Djatola. Doctoral Program in Management, Faculty ofEconomics and Business, Universitas Brawijaya. 2019. Intellectual Capital,Strategic Flexibility, Innovation Speed, and Firm Perfprmance in Small andMedium-Sized Rattan lndustry in Centralsulawesi. Promoter: Ubud Salim, Co-promoters: Rofiaty and Risna Wijayanti.
The objective of this study isto analyze and explain the effect of intellectualcapital and strategicflexibility on firm performance with the mediation of innovationspeed in smalland medium-sized rattan industry in Central Sulawesi.
This study was conducted on small and medium-sized rattan enterprisesthat are listed in the lndustry and Trade Service of Palu in Central Sulawesi. Usingsaturated sampling, all seventy listed enterprises were used as the sample. Thedata was haruested through questionnaires and interviews with company ownersand managers and was analyzed in SmartPLS.
The findings of this study prove that innovation speed increases theperformance of the enterprises. The ideas of quickly creating products andpenetrate them to the market make the products have better chances to improvethe firms' performance. The speed is proven to influence the effect of intellectualcapital on firm performance. lt also partially mediates the effect of strategicflexibility on firm performance. The competitiveness of the rattan enterprises canbe enhanced if the innovation speed is followed by improvements in theknowledge, creativity, and determination of their workforce, emphasizing onproduct quality, not quantity. The government has provided loqn, promotion,marketing, and training aids, but they have not extensively strengthened the effectof intellectual and capital and innovation speed on firm performance. Higherintellectual capital must be accompanied by better responsiveness toenvironmental changes through quicker responses to the complex environment.Therefore, the enterprises are required to apply strategic flexibility in their effort ofovercoming environmentalchanges by developing new products, which is possiblethrouEh innovation speed so that the products can enter the market earlier thanthose from their competitors and their performance improves. This researchdemonstrates the importance of business owners to imprcve intellectual capital inmore flexible business activities by using innovation speed for highercompetitiveness.
Hariyanto R. Djatola Djampagau, Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, April 2019. Modal intelektual, fleksibilitas strategi, kecepatan inovasi dan kinerja perusahaan pada studi usaha kecil menengah (UKM) industri kerajinan rotan di Provinsi Sulawesi Tengah. Promotor Ubud Salim, Ko-Promotor Rofiaty, dan Risna Wijayanti.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh
modal intelektual, fleksibilitas strategi, terhadap kinerja perusahaan di mediasi kecepatan inovasi pada studi usaha kecil menengah (UKM) industri kerajinan rotan di Provinsi Sulawesi tengah.
Penelitian dilakukan terhadap UKM kerajinan rotan yang terdaftar di Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Tengah. Seluruh UKM kerajinan rotan yang terdaftar dijadikan sampel (sampel jenuh) sebanyak 70 UKM kerajinan rotan yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. Pendekatan penelitian adalah kuantitatif. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner kemudian dilengkapi dengan wawancara dengan 70 pemilik sekaligus pengelola UKM kerajinan rotan, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SmartPLS.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kecepatan inovasi meningkatkan
kinerja perusahaan atau UKM kerajinan rotan. Ide inovasi yang cepat diwujudkan dengan menciptakan produk dan lebih cepat memasuki pasar memilki kesempatan lebih besar untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kecepatan inovasi membuktikan bahwa memiliki peran pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan, dan terbukti bahwa kecepatan inovasi sebagai variabel memediasi secara parsial memiliki pengaruh fleksibilitas strategi terhadap kinerja perusahaan. Daya saing UKM kerajinan rotan dapat ditingkatkan apabila kecepatan inovasi diikuti dengan peningkatan pengetahuan, kreatifitas dan kemauan tenaga kerja berorientasi pada kualitas produk bukan kuantitas. Peran pemerintah melalui fasilitas kredit, promosi, pemasaran, dan pelatihan telah dilakukan oleh pemerintan tetapi belum berdampak luas dalam memperkuat hubungan modal intelektual dengan kecepatan inovasi dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Manakala memiliki modal intelektual yang tinggi harus peka dan cepat merespon perubahan lingkungan dengan bertindak lebih awal dengan menanggapi lingkungan yang begitu kompleks, dalam hal ini sebuah tuntutan UKM kerajinan rotan dapat menerapkan fleksibilitas strategi sebagai tanggapan untuk siap menghadapi perubahan lingkungan dengan melakukan pengembangan produk baru dengan menciptakan kecepatan inovasi dari segi waktu lebih diutamakan dari awal terciptanya sebuah ide, produk, dan cepat masuk ke pasar dibandingkan pesaing, sehingga dapat memberikan efek pada kinerja perusahaan. Kontribusi dalam penelitian ini menunjukkan kepada pemilik usaha kecil dan menengah untuk dapat meningkatkan modal intelektual dalam melakukan kegiatan bisnis secara lebih fleksibel dengan memanfaatkan kecepatan inovasi dalam persaingan untuk memperkuat daya saing.
Kata kunci : Modal Intelektual, Fleksibilitas Strategi, Kecepatan Inovasi, UKM
kerajinan rotan, Kinerja Perusahaan.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan Masalah 28
1.3. Tujuan Penelitian 29
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Toritis 30
1.4.2. Manfaat Praktis 31
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1. Hubungan modal intelektual dan kinerja perusahaan 33
2.1.2. Hubungan fleksibilitas strategi dan kinerja perusahaan 43
2.1.3. Hubungan kecepatan inovasi dan kinerja perusahaan 48
2.1.4. Hubungan modal intelektual dan inovasi 51
2.1.5. Hubungan fleksibilitas strategi dan inovasi 53
2.2. Kajian Teori
2.2.1. Teori Resources Based View (RBV) 55
2.2.1.1. Sumber daya (Resources) 59
2.2.2. Intellectual Capital (Modal intelektual) 68
2.2.2.1. Definisi Modal Intelektual 68
2.2.3. Fleksibilitas strategi 86
2.2.4. Teori Inovasi 93
2.2.5. Kecepatan Inovasi 100
2.2.6. Kinerja Perusahaan 104
2.2.6.1. Definisi Kinerja Perusahaan 104
2.2.7. Usaha kecil menengah (UKM) 115
2.2.8. Integrasi teori yang digunakan dalam penelitian 120
ii
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep Penelitian 124
3.2. Hipotesis Penelitian 133
3.2.1. Pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan 133
3.2.2. Pengaruh fleksibilitas strategi terhadap kinerja
perusahaan 135
3.2.3. Pengaruh kecepatan inovasi terhadap kinerja
perusahaan 136
3.2.4. Pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan
di mediasi kecepatan inovasi 137
3.2.5. Pengaruh fleksibilitas strategi terhadap kinerja
perusahaan di mediasi kecepatan inovasi 138
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian 139
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Pendekatan Penelitian 148
4.2. Lokasi Penelitian 148
4.3. Populasi dan Sampel 149
4.4. Teknik Pengukuran Variabel Penelitian 150
4.5. Pengumpulan Data 152
4.5.1. Jenis Data 152
4.5.2. Teknik Pengumpulan Data 153
4.6. Uji Instrumen Penelitian 153
4.7. Metode Analisis Data 155
4.7.1. Analisis Statistik Deskriptif 156
4.7.2. Analisis Statistik Inferensial 157
4.7.3. Uji Efek Mediasi dengan Metode VAF 157
4.8. Informasi Kualitatif 161
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 162
5.2. Karakteristik Responden 169
5.3. Deskripsi Variabel Penelitian 173
5.3.1. Variabel Modal Intelektual (intellectual capital) 174
5.3.2. Variabel Fleksibilitas Strategi (Strategic flexibility) 177
iii
5.3.3. Variabel Kecepatan Inovasi (Innovation speed) 179
5.3.4. Variabel Kinerja Perusahaan (Performance firm) 182
5.4. Pengujian Asumsi Linieritas 184
5.5. Hasil Analisis Partial Least Square (PLS)
5.5.1. Model Pengukuran (Outer Model /Measurement Model 185
5.5.1.1. Pengujian Validitas Konstruk 185
5.5.1.2. Pengujian Reliabilitas Konstruk 188
5.5.1.3. Hasil pengujian Loading Factor 189
5.5.2. Evaluasi Model Struktural (Inner Model) 193
5.5.2.1. Goodness of fit model 193
5.5.2.2. Pengujian Hipotesis 195
5.5.2.3. Pengujian Sifat Mediasi 200
5.6. Pembahasan hasil Penelitian 206
5.6.1. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja
Perusahaan 206
5.6.2. Pengaruh Fleksibilitas Strategi Terhadap Kinerja
Perusahaan 217
5.6.3. Pengaruh Kecepatan Inovasi Terhadap Kinerja
Perusahaan 224
5.6.4. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja
Perusahaan di mediasi Kecepatan Inovasi 230
5.6.5. Pengaruh Fleksibilitas Strategi Terhadap Kinerja
Perusahaan di mediasi Kecepatan Inovasi 238
5.7. Implikasi Penelitian 243
5.7.1. Implikasi Teori 246
5.7.2. Implikasi Praktis 252
5.8. Keterbatasan Penelitian 253
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 255
6.2. Saran 258
DAFTAR REFERENSI
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Resource, VRIN dan SCA 60
Gambar 2.2 Model Berbasis Sumber Daya untuk Superior Returns 64
Gambar 2.3 Componen internal Analysis, Competitive advantage dan
Strategic Advantage 65
Gambar 2.4. Kompetensi Inti 66
Gambar 2.5. Pendekatan RBV pada Kinerja dan Persaingan 68
Gambar 2.6 Gelombang Inovasi 100
Gambar 2.7 Gelombang Inovasi 101
Gambar 2.8 Integrasi teori dalam penelitian 133
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 133
Gambar 4.1 Model pengaruh langsung 159
Gambar 4.2 Model Mediasi 159
Gambar 4.3 Prosedur Analisis Mediasi dalam PLS dengan metode VAF 161
Gambar 5.1 Hubungan Stakeholder pada UKM Rotan di Provinsi
Sulawesi Tengah 169
Gambar 5.2 Diagram Jalur Pengaruh Langsung 197
v
DAFTAR TABEL
Tabel. 1.1 Perbandingan Daya saing dan Inovasi Indonesia dengan
Beberapa Negara Asean, Tahun 2017 4
Tabel 1.2 Kesenjangan Hasil Penelitian Sebelumnya dan Penelitian
saat ini 26
Tabel 2.1 Ringkasan Studi: Empiris hubungan modal intelektual
terhadap kinerja perusahaan 43
Tabel 2.2 Ringkasan Studi: Empiris hubungan Fleksibilitas Strategi
terhadap Kinerja Perusahaan 47
Tabel 2.3 Empat Kriteria dari SCA 61
Tabel 2.4 Konsep intellectual capital 78
Tabel 2.5 Perbandingan konsep intellectual capital menurut peneliti 79
Tabel 2.6 Definisi dan Pengukuran Kecepatan Inovasi 103
Tabel 2.7 Teori dan Hasil Penelitian Sebelumnya Terkait dengan Kinerja
Perusahaan 109
Tabel 2.8 Studies of SME Business Performance (1987-1993) 111
Tebel 2.9 Dimensi dan Ukuran kinerja perusahaan 112
Tabel 2 10. Kekuatan dan Kelemahan UKM 119
Tabel 3.1 Definisi Operasional variabel 145
Tabel 3.2 Deskripsi rentang Skor Skala Likert dalam Pengukuran Indikator
atau Item dari variabel Penelitian 147
Tabel 5.1 Karakteristik Responden 170
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Variabel Modal Intelektual 174
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi variabel Fleksibilitas Strategi 177
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi variabel Kecepatan Inovasi 180
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi variabel Kinerja Perusahaan 182
Tabel 5.6 Hasil pengujian liniearitas 184
Tabel 5.7 Hasil Evaluasi Validitas 186
Tabel 5.8 Hasil Pengujian Reliabilitas 188
Tabel 5.9 Hasil Pengujian Loading Factor Modal Intelektual 189
Tabel 5.10 Hasil Pengujian Loading Factor Fleksibilitas Strategi 190
Tabel 5.11 Hasil Pengujian Loading Factor Kecepatan Inovasi 192
Tabel 5.12 Hasil Pengujian Loading Factor Kinerja Perusahaan 192
vi
Tabel 5.13 Hasil Pengujian Goodness of fit Model 194
Tabel 5.14 Hasil Pengujian Hipotesis Pengaruh Langsung 195
Tabel 5.15 Hasil Pengujian Hipotesis Pengaruh tidak Langsung 196
Tabel 5.16 Konversi Diagram Jalur ke dalam Model Struktural 198
Tabel 5.17 Hasil Pengujian Mediasi 201
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor usaha kecil menengah (UKM) merupakan salah satu motor
penggerak perekonomian indonesia dan menjadi fokus pemerintahan sekarang.
UKM selain berperan dalam pertumbuhan pembangunan dan ekonomi, juga
memiliki kontribusi yang penting dalam mengatasi masalah pengangguran
Jumlah pelaku UMKM di Indonesia dilaporkan mencapai 49 juta dan diprediksi
menyerap lebih dari 107 juta tenaga kerja. Kontribusi sektor UMKM terhadap
produk domestik bruto (PDB) pun semakin meningkat dalam lima tahun terakhir
di mana Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat lonjakan
dari 57,84 persen menjadi 60,34 persen di tahun 2016 (www.depkop.go.id/berita-
informasi/data-informasi, 2016).
Data Kementerian Koperasi dan UKM (2016) menunjukkan kondisi
terakhir UKM dibandingkan Usaha Mikro (UMi) dan Usaha Besar (UB) pada
tahun 2013 (www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-umkm)
sebagai berikut: Usaha Mikro sebanyak 57.189.393 atau 98,775 dari total unit
usaha sedangkan UKM sebanyak 706.327 (1,22%) dan Usaha Besar (UB) hanya
5. 066 (0,01%). Pada saat yang sama pertumbuhan UKM lebih tinggi (3,94%)
untuk Usaha Kecil dan 6,3% untuk Usaha Menengah) dibandingkan Umi (2,39%)
dan UB (1,97%).
Peran besar UKM terhadap perekonomian nasional, selain jumlah unit
usaha adalah kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan
nasional. Peran UKM tersebut ditunjukkan melalui data Kementerian Koperasi
dan pasar (www.sulteng.antaranews.com). Penelitian Asngadi (2017) pada UKM
rotan di Cirebon desa Tegal wangi dengan pendekatan kualitatif menemukan
hasil bahwa UKM di Cirebon memiliki kekuatan berasal dari peran pemerintah
dan pihak akademis seperti ITB yang mengelola dan mengembangkan human
capital seperti pemilik dan tenaga kerja dengan memberikan training untuk
menambahkan pengetahuan tentang daya saing yang bersumber dari kreatif dan
inovasi tenaga kerja yang dapat menciptakan nilai diperoleh dari profitabilitas dan
penguasaan pasar. Faktanya yang ada bahwa UKM di Cirebon tidak memilki
bahan baku rotan seperti daerah lain yang memiliki bahan baku rotan, tetapi
UKM rotan cirebon memiliki tenaga kerja yang terampil.
Sumber daya perusahaan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu
berwujud, tidak berwujud dan kapabilitas organisasi (Barney, 1991) Dalam hal ini
dibutuhkan kemampuan terkait apa yang dapat dilakukan perusahaan dengan
sumber dayanya (Amit dan Schoemaker, 1993). Asumsi dasar teori RBV adalah
bahwa kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung kepada
keunikan sumberdaya yang ada dalam organisasi (Wernefelt, 1984). RBV juga
dipandang sebagai kemampuan bersaing organisasi yang merupakan fungsi dari
keunikan serta nilai dari sumberdaya serta kapabilitas yang dimiliki oleh
organisasi tersebut. RBV juga menganggap bahwa kapabilitas merupakan
sumber utama untuk mencapai keunggulan bersaing berkelanjutan. Pendekatan
RBV menyatakan bahwa perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing yang
berkesinambungan dan memperoleh keuntungan superior dengan memiliki atau
mengendalikan aset-aset strategis baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud.
11
11
konsep kembar, mendefinisikan knowledge management sebagai seni
menciptakan nilai dari aset tidak berwujud organisasi.
Aset tidak berwujud di era milenium banyak perusahaan dituntut dan
adanya tekanan dari perubahan lingkungan yang tidak terduga, agar perusahaan
lebih fokus menggali pengetahuan yang dimiliki karyawan yang mengarah ke
arah knowledge creative. Era new economic perusahaan apapun sudah berfokus
pada pengetahuan personal yang sering disebut intangible asset. Seiring dengan
perkembangan penelitian terkait intangible asset terus mengalami perkembangan
dari sisi konsep yang mendasari pada perubahan lingkungan yang begitu
kompleks yang sering disebut intellectual capital. Intellectual capital adalah salah
satu sumber daya penting untuk kesuksesan kinerja perusahaan dalam
knowledge based economy (Pulic, 2000). Hal ini kemudian menimbulkan
masalah yaitu bila Intellectual capital adalah salah satu kunci kesuksesan
perusahaan tetapi tidak tercermin di dalam laporan keuangan, maka pengukuran
dan pengungkapan IC sebuah perusahaan adalah suatu hal yang penting untuk
dilakukan.
Namun beberapa penelitian menemukan bahwa semua komponen
intellectual capital seperti human capital, structure capital, dan relational capital
memiliki hubungan terhadap kinerja perusahaan (Wang et al. 2014; Sharabati et
al., 2010; Chen et al. (2005) menggunakan model Pulic (VAIC™) untuk menguji
hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan
dengan menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan. Hasilnya
menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap nilai
pasar dan kinerja keuangan perusahaan, artinya bahwa kinerja keuangan
perusahaan dapat meningkat dan juga dapat menciptakan nilai perusahaan, hal
12
12
ini dikarenakan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya sebagai
sumber strategi dengan baik. Bahkan, Chen et al. (2005) juga membuktikan
bahwa IC dapat menjadi salah satu indikator untuk memprediksi kinerja
perusahaan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan
bahwa investor mungkin memberikan penilaian yang berbeda terhadap tiga
komponen., sedangkan penelitian Ling (2011) berpendapat yang lain bahwa
tidak semua komponen intellectual capital (IC) berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan dikarenakan tenaga kerja masih kurang berbagi pengetahuan
untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang dapat terciptanya nilai perusahaan.
Bahkan, Ling (2011) memberikan catatan dalam penelitian yang masih terdapat
keterbatasan;. Pertama, kesulitan dalam standardisasi pengukuran modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan yang cocok dengan item subyektif pada
penilaian persepsi responden dengan menggunakan skala likert.. Ling (2011)
juga menyarankan untuk penelitian selanjutnya lebih komprehensif dalam
memilih kinerja perusahaan obyektif dan teori apa yang cocok menghubungkan
intellectual capital dengan kinerja perusahaan. Kedua diperlukan kehati-hatian
yang harus diperhatikan dalam penerapan model persamaan struktural, karena
konsistensi model dengan data tidak selalu menghasilkan kausalitas.
Kotey. B dan Meredith, G G,(2005) melakukan penelitian dengan data
659 UKM di New South Wales Australia, data responden yang kembali 224 UKM
hasil penelitian menyatakan nilai pemilik UKM, strategi perusahaan terkait
dengan kinerja Pemilik dibantu manajemen UKM akan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan, sedangkan Castro, et a/., 2013 meneliti hubungan antara
budaya inovasi dengan modal intelektual dan inovasi produk, sampel 251
perusahaan di Spanyol dengan menggunakan regresi berganda hasil
13
13
menyatakan ada pengaruh positif secara langsung antara modal intelektual, dan
budaya inovasi pada inovasi produk.
Intellectual capital dipandang sebagai sumber daya yang memiliki daya
saing tinggi, memenuhi kriteria dikembangkan karena bernilai, langka, sukar,
atau mustahil ditiru dan tidak dapat digantikan sumber daya lain. Temuan
penelitian Subramaniam dan Youndt (2005), secara keseluruhan memberikan
dukungan yang kuat bahwa berbagai aspek dari sebuah organisasi pada
intellectual capital memilki keterkaitan yang mempengaruhi inovasi incremental
dan inovasi radikal serta mempunyai dampak pada kinerja perusahaan.
Keberhasilan human capital dalam menciptakan nilai perusahaan di peroleh dari
kreatif yang dimiliki atau kemampuan berasal dari dalam diri (talenta) tenaga
kerja yang terus berinovsi lebih cepat dibandingkan pesaing.
Beberapa peneliti secara singkat menyatakan hasil penelitiannya tentang
Intellectual capital tidak selalu berpengaruh positif terhadap kinerja, Intellectual
capital dan kinerja dipengaruhi berbagai faktor: seperti inovasi, desain organisasi
yang unik, kondisi pasar, perubahan teknologi (Lev, 2001; Kohli dan Jaworski,
2000). Intellectual capital di mediasi variabel innovation culture, secara tidak
langsung berpengaruh terhadap kinerja (Castro, et at, 2013). Peran budaya
perusahaan memediasi hubungan antara modal manusia (human capital) dengan
inovasi produk dan berpengaruh secara positif terhadap keunggulan bersaing.
mengenai pengembangan produk dimana Intellectual capital tidak secara
langsung mempengaruhi terhadap kinerja melainkan bahwa pengembangan
produk merupakan hasil inovasi tenaga kerja melalui mediasi iklim organisasi,
pemimpin yang partisipasi dalam keterlibatan kerja dan kepribadian proaktif ke
tenaga kerja (Tastan, 2013; Castro, et a/., 2013). Hasil kajian yang dilakukan
23
23
inovasi yang tinggi berdampak positif terhadap kinerja UKM dan strategi reaktif
UKM berdampak negatif terhadap sukses kinerja UKM.
Perbedaan temuan dari beberapa studi mengkaji hubungan fleksibilitas
strategi terhadap kinerja menyebabkan timbulnya kesenjangan yang dapat
ditelusuri lebih lanjut. Penelusuran pada kesenjangan tersebut didasarkan dari
pendapat yang dikemukakan oleh Lin, Li dan Chen (2006) bahwa fleksibilitas
strategi tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan
melainkan harus melalui hubungan dengan faktor lain, diantaranya berani
mengambil resiko, dengan asumsi bahwa melalui kemudahan akses (strategi
dalam pelayanan konsumen) pada lingkungan bisnis yang dinamis memberikan
pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Adapun ada kesenjangan hasil
penelitian tersebut terhadap isu yang telah dikemukan sebelumnya secara
ringkas disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Kesenjangan Hasil Penelitian Sebelumnya dan Penelitian saat ini
Nama Peneliti & Tahun
Temuan Gap Pengembangan
Stewart (1997); Edvinsson and Malone (1997); Bontis (1998); Sharabati et al.,(2010); Chen et al., (2005); Tan et al.,(2007)’ Wang (2014); Alipour (2012)
Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara modal intelektual dan kinerja perusahaan
Sig
Masih terdapat inkonsistensi hasil penelitian antara modal intelektual dan kinerja perusahaan
Menggunakan innovation speed (Allocca and Kesller 2006; DK Tarus,EK Sitienei (2015)
Bontis (2000), Firer dan Williams (2003); Ling (2011); Shih e al.,(2010); Mehralian et al.,
(2012); Yang dan Lin (2009);
Tdk. Sig
Berdasarkan p
IC KP
IC KP
Sumber: Hasil review Jurnal
24
24
Dari beberapa alasan tersebut diatas, maka penelitian ini diteliti dengan
judul tentang modal Intelektual (IC), fleksibilitas strategi (FS), Kecepatan Inovasi
terhadap Kinerja perusahaan (Studi UKM di Provinsi Sulawesi Tengah).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan
sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut.
1. Apakah modal intelektual berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan ?
2. Apakah fleksibilitas strategi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan?
3. Apakah kecepatan inovasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan?
4. Apakah modal intelektual di mediasi kecepatan inovasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan?
5. Apakah fleksibilitas strategi di mediasi kecepatan inovasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, maka
tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Menguji dan menjelaskan pengaruh signifikan modal intelektual
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan ?
2. Menguji dan menjelaskan pengaruh signifikan fleksibilitas strategi
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan?
25
25
3. Menguji dan menjelaskan pengaruh signifikan kecepatan inovasi
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan?
4. Menguji dan menjelaskan modal intelektual di mediasi kecepatan inovasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan?
5. Menguji dan menjelaskan fleksibilitas strategi di mediasi kecepatan
inovasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini memberi manfaat bahwa teori yang digunakan dapat
menjelaskan fenomena yang ada di UKM.
1. Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu manajemen
keuangan dan Manajemen strategi khususnya yang berhubungan dengan
modal intelektual, fleksibilitas strategi, kecepatan inovasi yang dapat
memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja perusahaan.
2. Peran pemilik/manajer UKM merupakan pihak yang harus berperan
dalam pengelolaan dan pemberdayaan IC dipandang dari sudut
intellectual view (Brooking, 1996). Teori yang digunakan pihak
pimpinan/manajemen disebut teori peran (Elder, 1975) untuk mengelola
dan memberdayakan IC. Teori peran (role theory) menjelaskan
bagaimana peran pemilik/manajer dalam mengelola dan memberdayakan
IC sehingga kemanfaatan IC dapat diperoleh sehingga memberikan nilai
tambah pengetahuan kepada mereka.
3. Resource Based View (Barney, 1991) menjelaskan fenomena pentingnya
pemilik UKM memandang modal perusahaan, kapabilitas dan keahlian
merupakan dasar membentuk dan menentukan strategi sesuai dengan
26
26
kompetensi intinya, yang dipergunakan menghadapi persaingan dan
untuk mencari celah peluang bisnis.
4. Resource based theory (Barney, 1986) menjelaskan fenomena
pentingnya UKM mengelola dan memberdayakan sumber daya UKM baik
yang tangible maupun intangible karena hal tersebut dapat meningkatkan
kinerja, mencapai laba dan meningkatkan daya saing. Sumber daya
memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja unggul harus memenuhi
kriteria : berharga yaitu memberikan nilai strategis bagi perusahaan;
langka : yaitu unik sulit ditemukan pesaing, tidak dapat ditiru pesaing
(difficult-to-imitate) dan sumber daya tidak dapat diganti dengan alternatif
lain.
5. Teori Fleksibilitas strategi (Shimzu dan Hitt, 2004) menjelaskan fenomena
pentingnya produk UKM harus mendapatkan nilai, diantaranya produk
berbeda dari pesaing dan unik atau keunikan sendiri bagi konsumen,
(differensiation product) atau produk berbiaya rendah dibanding pesaing
(low cost product) atau harga paling rendah di mata konsumen.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kepada pelaku industri
yang bergerak Usaha kecil dan Menengah dalam lebih berinovasi dengan cepat
responsive perubahan lingkungan yang dinamis dan juga instansi yang terkait
seperti Dinas Koperasi dan UKM di Provinsi Sulawesi Tengah, Perbankan, dan
Asosiasi Kerajinan di Provinsi Sulawesi Tengah dalam memanfaatkan informasi
dari hasil penelitian seperti:
1. Pentingnya memanfaatkan modal intelektual untuk meningkatkan kinerja
UKM di Provinsi Sulawesi Tengah
27
27
2. Menciptakan kinerja UKM yang lebih baik dengan meningkatkan
pengembangan pengetahuan pada pekerja atau karyawan dengan
bekerja sama dalam membagi ilmu mereka.
3. Mengoptimalkan modal intelektual yang dimiliki UKM untuk mendorong
terciptanya kemampuan Inovasi, sehingga mampu bersaing
4. Memanfaatkan modal intelektual yang dimiliki UKM dalam menciptakan
sebuah terobosan yang dapat menghasilkan inovasi yang baik dan
dapat meningkatkan kinerja perusahan yang menghasilkan return bagi
perusahaan.
5. Merespon dengan cepat setiap perubahan di pasar, agar UKM bisa
tetap bertahan dalam persaingan dengan memanfaatkan sumber
dayanya dan dapat menggunakan strategi fleksibel sesuai dengan
karakteristik lingkungan.
28
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1. Hubungan modal intelektual dan kinerja perusahaan
Konsep intellectual capital (IC) pertama kali diperkenalkan oleh (Brooking,
1997) dan telah banyak dikaji oleh beberapa peneliti yang sudah meneliti tentang
IC. Konsep awal dari intellectual capital yang dikemukakan oleh Kreiser, et
al,.(2013) dengan menggunakan perspektif budaya yang dapat mempengaruhi
nilai bagi pelanggan dan berimplikasi pada kinerja perusahaan. Sebagai salah
satu dari fungsi pemasaran, IC menempatkan fungsi pemilik sebagai puncak dari
hirarki organisasi. IC juga menjadi pemimpin dalam menghasilkan kompetensi
Inti perusahaan dalam aktivitas daya saing dan meningkatkan kinerja. Dalam
membuat fungsi yang dominan yang dapat memberikan nilai superior bagi
pelanggan, peranan dari IC menjadi sangat penting. Peran pemilik atau
manajemen UKM dalam mengelola dan memberdayakan modal intelektual
mempunyai kedudukan penting yaitu berupa dukungan sumber daya yang
dimiliki mampu meningkatkan persaingan (the role theory) dari (Elder, 1975).
Tan, H.P., Plowman, D. and Hancock, P. (2007), dalam penelitian yang
berjudul Intellectual capital and financial returns of companies ada sampel 150
perusahaan publik di Bursa Efek Singapura dengan temuan melakukannya
empat aspek seperti hubungan H1 yaitu bahwa ada korelasi positif antara
intellectual capital (IC) dari perusahaan dan kinerjanya. Sedangkan H2 semakin
tinggi intellectual capital (IC) perusahaan semakin tinggi kinerja perusahaan di
masa depan yang menemukan hasil adanya hubungan antara intellectual capital
29
29
terhadap kinerja perusahaan. Hasil H3 menegaskan kembali temuan H2 dengan
membantu memperkuat kontribusi intellectual capital (IC) terhadap kinerja
perusahaan. Hasil lanjut memperkuat pendukung intellectual capital (IC) pada
H4 sebagai alat kompetitif dan bahwa perusahaan harus mengelola dan tumbuh
IC mereka untuk tetap kompetitif (Nonaka 1995; Bontis 1998; Brennan dan
Connell2000; Hurwitzet al. 2002). Hasil ini menunjukkan kontribusi yang lebih
tinggi dari intellectual capital (IC) ke kinerja perusahaan. Hasil ini dapat
mendukung konsep yang diajukan oleh Treacy dan Wiersema(1995). Mereka
berpendapat bahwa meskipun intellectual capital (IC) dipandang penting untuk
keberhasilan perusahaan aset dan kemampuan lainnya juga akan berkontribusi
terhadap profitabilitas dan nilai pasar perusahaan. Oleh karena itu perusahaan
dari industri yang berbeda akan memiliki berbagai berbeda aset dan kemampuan
untuk mengoperasikan bisnis mereka dan bersaing secara efektif. beberapa
lebih mengandalkan intellectual capital (IC) sementara yang lain akan lebih
bergantung pada aset keuangan atau fisik mereka untuk keberhasilan mereka.
Firer, S. and Williams, S. (2003) dengan judul penelitian Intellectual
capital and traditional measures of corporate performance dengan sampel 75
perusahaan publik di Afrika (terdaftar di Bursa Efek Johannesburg (BEJ) dari
sektor industri, Bank dan sektor jasa). Temuan penelitian telah menunjukkan
human capital (HC) tidak signifikan berkorelasi dengan sisa dua variabel
dependen. Akhirnya structural capital (SC) tidak signifikan berkorelasi dengan
salah satu variabel dependen. Secara keseluruhan hasil korelasi menyiratkan
bahwa perusahaan sampel dengan tingkat yang lebih tinggi efisiensi value added
(VA) dari modal fisik mereka dikaitkan dengan tingkat yang lebih rendah dari
produktivitas tetapi tingkat yang lebih tinggi dari nilai pasar.
30
30
Chen, M., Cheng, S. and Hwang, Y. (2005) dengan judul penelitian An
empirical investigation of the relationship between intellectual capital and firms’
market value and financial performance dengan sampel semua perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Taiwan (TSE) selama 1992-2002. Setelah menghapus 64
perusahaan data yang hilang pada variabel yang dipilih dan perusahaan dengan
nilai negatif dari ekuitas sampel akhir kita terdiri dari total 4.254 perusahaan
tahun. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien VAIC secara
signifikan positif dalam empat model kinerja keuangan menunjukkan perusahaan
pada intellectual capital lebih baik dalam hal profitabilitas dan pertumbuhan
pendapatan. Kedua variabel VACA dan VAHU berhubungan positif dengan
empat ukuran kinerja keuangan, sementara STVA hanya positif secara signifikan
pada ROE.
Mavridis, D.G. (2004) dengan judul penelitian The intellectual capital
performance of the Japanese banking sector dengan sampel penelitian data 141
dari bank 3 untuk fiskal dengan periode 1 April 2000-31 Maret 2001.). Hasil
penelitian yang difokuskan pada apa sebenarnya dari human capital (HC) dan
physical capital (CA) dan dampaknya pada "intelektual" menambahkan kinerja
berbasis nilai. korelasi positif yang signifikan ditemukan antara nilai tambah dan
physical capital. Kedua physical capital dan human capital kontribusi terhadap
nilai indeks praktek terbaik kinerja. Bank-bank berkinerja terbaik adalah mereka
yang terutama memiliki hasil sangat yang baik dalam penggunaan intellectual
capital seperti human capital dalam penggunaan hasil physical capital.
Intellectual capital merupakan interaksi dari human capital, customer
capital dan structural capital (Bontis, 1998). Human capital di dalam suatu
organisasi memiliki potensi penuh untuk membangun orientasi pasar bagi
31
31
konsumennya. Bontis (1998),(Bontis et al, 2000) dan Partiwi (2004) menemukan
hubungan positif signifikan antara human capital dan customer capital. Human
capital juga merupakan sumber inovasi dan pembaharuan bagi perusahaan.
Bontis (1998) dan Partiwi (2004) menemukan hubungan positif signifikan human
capital dan structural capital.
Namun, pada penelitian Bontis et al (2000) hubungan human capital dan
structural capital tergantung sektor industrinya. Hubungan antara human capital
dan structural capital pada industri jasa bersifat positif tidak signifikan, sedangkan
pada industri non jasa bersifat positif signifikan. Pengelolaan customer capital
yang baik akan menyebabkan kompetensi dalam aktivitas organisasi atau respon
terhadap perubahan pasar dapat dikembangkan. Bontis (1998) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan negatif customer capital dan structural capital,
sedangkan Bontis et al (2000) menemukan hubungan yang positif signifikan.
Hal tersebut berbeda dengan Partiwi (2004) yang menemukan hubungan
positif tidak signifikan. Ditinjau dari tingkat analisis organisasional, maka
structural capital akan berhubungan dengan business performance. Bontis
(1998), Bontis et al (2000) dan Partiwi (2004) menemukan hubungan positif
signifikan antara structural capital dan business performance.
Ketidakkonsistenan hasil penelitian Bontis (1998), Bontis et al (2000) dan Partiwi
(2004) mengenai hubungan customer capital dan structural capital,
menyebabkan perlunya pengujian kembali model intellectual capital dengan
model yang berbeda dengan model yang telah diuji sebelumnya. Hal ini
disebabkan hingga saat ini intellectual capital masih mencari model dan format
pengukuran.
32
32
Pulic (2000) juga berpendapat bahwa sumber daya manusia dan
kemampuan mereka dalam menciptakan efisiensi nilai tambah adalah bagian
dari intellectual capital. Fakta ini semakin meyakinkan bahwa peningkatan
efisiensi nilai tambah yang dihasilkan oleh IC sangat berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Pengakuan mengenai pengaruh IC dalam menciptakan nilai
perusahaan telah meningkat, namun sebuah ukuran yang tepat untuk IC masih
terus dikembangkan Pulic (2000) dalam menyarankan sebuah pengukuran tidak
langsung terhadap intellectual capital yaitu dengan mengukur efisiensi dari nilai
tambah yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual perusahaan (Value added
Intellectual Coefficient – VAIC).
Cohen (2007), dalam penelitiannya menemukan hubungan antara
intellectual capital dan kinerja UKM yang bersifat signifikan positif di sektor jasa
di yunani. Signifikansi hubungan ini diperkuat oleh fakta bahwa kinerja dihitung
berdasarkan dari angka akuntansi yang diambil oleh laporan keuangan resmi
yang diterbitkan. Aset berhubungan dengan penjualan karyawan membuat jelas
bahwa perusahaan harus melindungi memelihara dan mengembangkan aset
intelektual untuk meningkatkan hasil keuangan jangka panjang mereka. Karena
UKM memanfaatkan aset IC ini pada tingkat tertinggi sehingga dapat mendorong
perusahaan mereka meningkatkan kinerja. Manajer harus sadar bahwa IC
adalah multifaset yang membangun beberapa dimensi yang tidak dikembangkan
secara terpisah namun pada sebaliknya mereka menunjukkan ikatan yang kuat.
Kekuatan keterkaitan antar komponen IC dapat membantu, oleh karena itu
perusahaan dapat meningkatkan IC-nya tanpa harus melakukan investasi di
setiap komponen; contoh investasi pada human capital diharapkan bisa
mengarah pada simultan peningkatan modal organisasi dan pelanggannya.
33
33
Studi yang dilakukan oleh (Kreiser, et si,.2013) menjelaskan hubungan
antara kemampuan dengan kinerja perusahaan. Dalam studinya, (Kreiser, et
a/,.2013) mencoba mengembangkan pengukuran yang valid dari kemampuan IC
dan menganalisa dampaknya terhadap keuntungan bisnis. Kemampuan IC
diukur dari 3 dimensi, meliputi orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan
koordinasi antar fungsi . Sedangkan profitabilitas diukur dengan Return On
Assets (ROA) dalam hubungannya dengan layanan yang diberikan oleh semua
pesaing selama satu tahun terakhir. Dalam mengumpulkan data, responden
diberikan pertanyaan tentang Return On Investment, Return On Assets dan
Return On Net Assets sebagai ekuivalensi. Data yang terkumpul akan
dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh unit bisnis dengan keuntungan
yang dicapai oleh pesaing pada pasar yang dilayani. Secara relatif, kinerja
digunakan sebagai variabel kontrol yang akan membedakan antar unit bisnis.
Pengukuran secara subjektif pada kinerja digunakan pada perusahaan
terbuka dan unit bisnis yang dimiliki oleh perusahaan besar. Menggunakan
sampel pada unit bisnis yang terdiri dari bisnis produk komoditas dan produk non
komoditas, peneliti menemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara
kemampuan IC terhadap tingkat keuntungan dari kedua jenis bisnis tersebut.
Dukungan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa IC berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan dilakukan Chen et al. (2005) menggunakan model
Pulic (VAIC™) untuk menguji hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja
keuangan perusahaan dengan menggunakan sampel perusahaan publik di
Taiwan. Hasilnya menunjukkan bahwa IC berpengaruh secara positif terhadap
nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Bahkan, Chen et al. (2005) juga
membuktikan bahwa IC dapat menjadi salah satu indikator untuk memprediksi
34
34
kinerja perusahaan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini juga
membuktikan bahwa investor mungkin memberikan penilaian yang berbeda
terhadap tiga komponen IC (yaitu physical capital, human capital, dan structural
capital), dan Tan, et al. 2007) menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar di
bursa efek Singapore sebagai sampel penelitian. Hasilnya konsisten dengan
peneHtian Chen et al. (2005) bahwa IC berhubungan secara positif dengan
kinerja perusahaan; IC juga berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di
masa mendatang. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rata-rata pertumbuhan
IC suatu perusahaan berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa
mendatang.
2.1.2. Hubungan fleksibilitas strategi dan kinerja perusahaan
Hasil penelitian Shimizu dan Hitt (2004) meneliti tentang fleksibilitas
strategi perusahaan dengan menggunakan dimensi dari strategi fleksibel yaitu
attention, assesment dan action.. Argumentasi yang dikembangkan peneliti
didasarkan pada dinamisasi lingkungan persaingan yang menyebabkan
ketidakpastian, sehingga perusahaan periu memiliki strategi yang fleksibel guna
merespon masalah dengan cepat. Tujuan yang ingin dicapai studi ini adalah
memahami kepentingan dan kesulitannya dalam mengembangkan strategi yang
fleksibel, dalam menghadapi tantangan ketidakpastian lingkungan, perusahaan
memecahkan melalui keputusan strategis yang fleksibel, sehingga keputusan ini
akan mempengaruhi perhatian, penilaian dan tindakan perusahaan terhadap
kondisi persaingan bisnis yang dihadapi. Dalam studinya, Shi dan Daniels (2003)
menjelaskan fleksibilitas merupakan cara efektif, dimana bisnis dapat melindungi
nilai perusahaan terhadap ketidakpastian lingkungan dan perubahan. Sistem,
35
35
aplikasi dan proses bisnis mendukung adaptasi terhadap perubahan lingkungan,
sehingga kegiatan operasional dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Selain
itu, fleksibilitas membantu para pengambil keputusan mengembangkan
pengetahuan.
Power dan Raid (2003) melakukan studi dengan judul "Turbulence,
Flexibility and Performance of the Long-lived Small Firm", berfokus pada
kekhawatiran baru dalam perusahaan kecil, yaitu apa yang membuat perusahaan
kecil tidak mampu bersaing dalam jangka waktu yang lama. Hipotesis dasar yang
diajukan adalah bahwa fleksibilitas dapat meningkatkan prospek jangka panjang
perusahaan kecil. Hal ini di eksplorasi dengan memeriksa penyebab perubahan
organisasi dalam perusahaan kecil, dan penyesuaian konsekuensial. Penelitian
ini didasarkan hasil studi lapangan dan menggunakan bukti dan tatap muka
wawancara dengan 63 manajer pemilik perusahaan kecil di Skotlandia. Kinerja
diukur dengan menggunakan skala Likert lebih dari 28 atribut yang berbeda.
Variabel yang digunakan adalah fleksibilitas, turbulensi dan kinerja. Estimasi
ekonometrik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara fleksibilitas,
turbulensi dan kinerja. Hasil studi menunjukkan bahwa turbulensi memiliki
dampak negatif pada kinerja. Selanjutnya, fleksibilitas merupakan faktor yang
dikategorikan sebagai pencetus penyebab perubahan organisasi.
Asikhia (2010) melakukan studi dengan judul "Market-focused strategic
flexibility among Nigerian bank”. Tujuan studi ini adalah untuk menentukan
hubungan antara orientasi pasar dengan berfokus pada strategi yang fleksibel
dan pertumbuhan penjualan serta untuk mengevaluasi pengaruh dari faktor
lingkungan terhadap hubungan ini. Variabel yang digunakan pada studi ini
adalah Market focused strategic flexibility (MFSF), Competitive intensity, Demand
36
36
uncertainty, Technological uncertainty dan Sales growth. Pertumbuhan penjualan
mengacu pada pertumbuhan yang berkelanjutan dalam penjualan produk.
Dengan kata lain, pertumbuhan penjualan akan terjadi ketika perusahaan
memiliki beberapa pilihan strategis, seperti penggunaan sumber daya pada pasar
yang potensial sehingga dapat menangkap perubahan terhadap selera dan
kebutuhan pelanggan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 bank
yang berada di Nigeria. Data dikumpulkan dari CEO atau direksi dan manajer
umum dari bank dengan menggunakan metode judgemental sampling. Hasil
studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara strategi yang
fleksibel den pertumbuhan penjualan serta intensitas persaingan dan turbulensi
lingkungan memoderasi hubungan antara fleksibilitas Strategi dengan
pertumbuhan penjualan.
Fleksibilitas strategi adalah integrasi dan koordinasi yang dibentuk atas
dasar komitmen dan desain aktivitas dipergunakan mengeksploitasi core
kompetensi daya saing perusahaan. (Ireland, Hoskisson, dan Hitt. 2009).
Budaya kewirausahaan yang memoderasi fleksibilitas strategi berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan (Covin dan Slevin, 1991). Budaya kewirausahaan
dipergunakan untuk mengevaluasi proses internal dan eksternal, mengukur
kemampuan sumber daya, kapabilitas dan kompetensi perusahaan (strategi
input). Selanjutnya perusahaan akan melaksanakan strategi yang fleksibel
secara hati-hati mengintegrasikan formulasi strategi dan mengimplementasikan.
Kemampuan pembentukan strategi memungkinkan kemampuan dinamis
kemampuan perusahaan dalam implementasi strategi disesuaikan dengan
kondisi lingkungan. Kerangka kemampuan dinamis menganalisis sumber dan
metode penciptaan kekayaan dan menangkap peluang pada lingkungan
37
37
teknologi yang cepat berubah. Keunggulan kompetitif perusahaan dipandang
sebagai tempat proses khas (cara mengkoordinasikan dan manggabungkan).
dibentuk posisi aset (spesifik), perusahaan (seperti portofolio parusahaan, aset
pengetahuan dan aset komplementer), dan jalur evolusi diadopsi atau
disebarkan. Keunggulan kompetitif perusahaan akan turun hal ini tergantung
pada stabilitas permintaan pasar, dan kemudahan peniruan (memperluas
internal) dan imitability(replikasi oleh pesaing).
Kerangka penciptaan kekayaan teknologi perusahaan, organisasi, dan
proses manajerial dalam perusahaan. Mengindentifikasi peluang baru dan
mengatur secara efektif dan efisien mengkombinasikan untuk menyusun strategi,
jika menyusun satu strategi berarti terlibat dalm perilaku bisnis, membuat pesaing
kehilangan keseimbangan, meningkatkan biaya saingan, dan buka termasuk
pendatang baru. (Teece, Pisano, dan Shuen, 1997). Pembentukan strategi yang
efektif meningkatkan efektivitas dan proaktif mencegah dengan mencari solusi.
Strategi ini berkaitan dangan tiga kemampuan organisasi: visi bersama,
manajemen stakeholder, dan strategi proaktif, hipotesis berdasarkan karakteristik
unik strategis UKM jalur komunikasi yang pendek dan interaksi lebih dekat dalam
UKM, kehadiran visi pendiri, fleksibilitas dalam mengelola hubungan eksternal,
dan orientasi kawirausahaan. Penelitian menemukan bahwa perusahaan dangan
praktek yang paling proaktif berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Selanjutnya, hasil menunjukkan bahwa kemampuan
mempromosikan pengembangan lingkungan dangan pendekatan proaktif dalam
UKM.
38
38
2.1.3. Hubungan Kecepatan inovasi dan kinerja perusahaan
Karpak dan Topcu, (2010) inovasi mempunyai efek besar pada
perusahan, dalam hal peningkatan daya beli konsumen akan produk yang
ditawarkan dan meningkatnya penjualan atas puasnya konsumen atas apa yang
dikonsumsi dan melakukan pembelian kembali. Keberhasilan inovasi dampak
pada kinerja perusahaan yang memperoleh pangsa pasar yang cukup besar.
Temuan ini bahwa semua jenis inovasi yang menciptakan terobosan yang baru
baik dari segi produk baru, desain kemasan yang menarik dan proses
pengembangan produk menggunakan teknologi canggih, sehingga inovasi efek
secara positif dan signifikan terkait dengan beberapa aspek kinerja perusahaan,
hasil apa yang diamati peneliti bahwa inovasi organisasi memainkan peran
mendasar untuk kemampuan inovatif karena memiliki koefisien regresi terbesar
dengan kinerja UKM di Turki .
Rofiaty, 2012. Penelitian ini berjudul “ The relationship Chain for Enhance
Innovation and the Performance Perspective from Environmental condition,
Knowledge Sharing Behavior and strategic Planning Process”. Tujuan penelitian
adalah untuk menguji dan menganalisis perspektif kinerja UKM dari kondisi
lingkungan, perilaku berbagi pengetahuan, dan proses perencanaan strategi,
pendekatan penelitian dilakukan melalui survey terhadap industri kerajinan kulit
UKM di Jawa Timur dengan subjek penelitian adalah pengusaha UKM. Dari
responden 160, hanya 148 kuesioner yang lengkap kembali serta dapat
dianalisis. Metode analisis dengan menggunakan SEM. Variabel penelitian ini
meliputi strategi, inovasi, dan kinerja bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1). Kondisi lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap prose
perencanaan strategi; 2) kondisi lingkungan mempengaruhi perilaku penguasaan
39
39
pengetahuan secara positif dan signifikan; 3) kondisi lingkungan memiliki
pengaruh signifikan terhadap inovasi; 4) perilaku penguasaan pengetahuan
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bisnis; 5) perilaku
penguasaan pengetahuan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
inovasi; 6) inovasi secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja
bisnis; 7) proses perencanaan strategi memilki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja bisnis; 8) proses perencanaan strategi memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap inovasi; 9) kondisi lingkungan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja bisnis. Dari hasil yang didapat antara hubungan
inovasi dan kinerja bisnis memberikan hasil positif yang menunjukkan bahwa
tingginya inovasi merupakan hasil kreativitas dari human capital yang selalu
menciptakan produknya lain dari yang lain atau beda dengan produk pesaing
yang tidak dapat ditiru, sehingga secara produk yang unik memberikan efek
dalam peningkatan penjualan perusahan. Hal berkaitan dengan pengetahuan
yang diperoleh oleh human capital bukan hanya berasal dari dalam dirinya, tetapi
juga berasal diluar seperti knowledge sharing diperoleh dari teman kerja atau di
luar tempat kerja.
Gunday, 2011. menjelaskan bahwa inovasi mempunyai keterkaitan erat
pad kinerja perusahaan. Maka dalam penelitiannya tentang inovasi di industri
manufaktur Turki, dengan menggunakan sampel 184 perusahaan manufaktur.
Kerangka teoritis telah diuji secara empiris untuk mengidentifikasi hubungan
antara inovasi dan kinerja perusahaan. penelitiannya tidak hanya
mengungkapkan bagaimana empat jenis inovasi mempengaruhi beragam aspek
kinerja perusahaan, namun juga menunjukkan bahwa kinerja inovatif
memberikan peran mediator antara jenis inovasi dan aspek kinerja perusahaan.
40
40
Keempat jenis inovasi tersebut memainkan peran positif yang signifikan terhadap
kinerja perusahaan. Temuan ini memperkuat model konseptual kami dan
menawarkan beberapa implikasi manajerial. Pertama, manajer perusahaan harus
memberi penekanan tambahan pada inovasi karena ini adalah instrumen penting
untuk mencapai daya saing yang berkelanjutan. Peningkatan kinerja inovatif
bergantung pada tingkat implementasi inovasi. Kedua, Perusahaan yang diberi
sumber daya untuk meningkatkan kemampuan inovatif mereka dapat
mengharapkan peningkatan produksi dan kinerja pasar yang lebih signifikan, jika
mereka mendorong dan menerapkan aktivitas inovasi lebih ditingkatkani. Hal ini
juga mengamati bahwa indikator kinerja pasar seperti penjualan yang merupakan
ukuran keberhasilan paling signifikan pada usaha kecil menengah (UKM) di
Turki.
Temuan ini juga kompatibel dengan Lin dan Chen (2007) pada
penelitiannya di UKM di Taiwan. Inovasi organisasi tidak hanya mempersiapkan
lingkungan yang sesuai untuk jenis inovasi lainnya, namun juga memiliki efek
yang kuat dan langsung terhadap kinerja perusahaan. Oleh karena itu, peneliti
menyarankan agar para manajer perlu lebih memperhatikan inovasi organisasi,
yang memiliki peran penting untuk kemampuan inovatif. Inovasi produk juga
muncul sebagai pendorong penting dalam keberhasilan yang menciptakan
kinerja perusahaan yang baik dan juga dapat menciptakan nilai perusahaan,
serta bertindak sebagai jembatan yang membawa dampak positif dari inovasi
proses terhadap perusahaan. Untuk alasan ini, manajer harus menginvestasikan
lebih banyak pada kemampuan inovatif dan mendukung usaha baru untuk
mengenalkan inovasi.
41
41
2.1.4. Hubungan modal intelektual dan inovasi
Dost et al., (2016) pada penelitiannya menemukan efek interaksi dua arah
antara sosial modal dan modal manusia memiliki hasil positif yang signifikan
yang berdampak pada inovasi. Ini menyiratkan bahwa kapan individu bekerja
dengan membagikan pengetahuannya kepada rekan kerja yang dapat
menciptakan keharmonisan dalam bekerja, sehingga tercipta inovasi yang
berdampak pada kinerja. Apabila individual bekerja secara independen mereka
mungkin tidak membagikan gagasan berharga mereka dengan rekan kerja dan
ini bisa menjadi kontraproduktif bagi organisasi. Hal ini menunjukkan secara
lebih eksplisit interaksi dua arah antara modal sosial dan manusia modal yang
menyiratkan bahwa organisasi menghasilkan inovasi saat individu saling
berkomunikasi dalam berbagi pengetahuan dan jaringan satu sama lain. Studi
terakhir menemukan bahwa Modal sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap
inovasi inkremental dan radikal kemampuan. Meskipun penulis tidak
mengembangkan hipotesis untuk variabel kontrol namun umur perusahaan
menunjukkan dampak positif yang signifikan terhadap generasi inovasi.
Temuan dalam penelitian Subramaniam dan Youndt (2005), secara
keseluruhan memberikan dukungan yang kuat bahwa berbagai aspek dari
sebuah organisasi pada modal intelektual dan keterkaitannya selektif
mempengaruhi kemampuannya untuk inovasi incremental dan inovasi radikal.
Modal organisasi secara positif mempengaruhi incremental kemampuan inovatif,
sehingga mengisyaratkan bahwa hubungan luas dan saling keterkaitan antar
individu dan kelompok di dalam organisasi. Meskipun juga menemukan modal
sosial untuk secara positif mempengaruhi kemampuan inovatif inkremental dan
radikal. Temuan ini seputar social capital menggaris bawahi pentingnya
42
42
hubungan timbal balik, kemitraan, dan jaringan kolaboratif ke organisasi yang
fleksibilitas inovasi. Hal ini juga memvalidasi beberapa bukti baru-baru yang
diberikan tentang "ambidexterous" organisasi, yang secara bersamaan dapat
mengejar inovasi inkremental dan untuk membangun jejaring sosial yang kuat
merupakan faktor dasar yang penting. Lebih luas lagi, fleksibilitas itu menemukan
pengaruh modal sosial terhadap kemampuan inovatif yang sejajar dengan
temuan dalam penelitian terbaru lainnya bahwa modal sosial adalah sumber
organisasi yang sangat penting. Misalnya, modal sosial telah ditemukan
mempengaruhi beragam hasil organisasi, seperti kesuksesan strategis.
2.1.5. Hubungan fleksibilitas strategi dan inovasi
J. Bock et al., (2012) dalam penelitiannya mencari hubungan yang sempit
dan terdefinisi dengan baik antara inovasi model bisnis dan pencapaian
fleksibilitas strategis. Sementara penelitian ini menemukan bahwa secara
praktiknya seorang manajer terdorong untuk mengharapkan perubahan desain
organisasi selama model bisnis dikaitkan dengan inovasi dan fleksibilitas
strategis. Sehingga temuan yang diperoleh menunjukkan hal yang lebih baik
tentang hubungan antara keduanya yang memberikan efek langsung ke kinerja
perusahaan.. CEO melihat bahwa perubahan struktural yang memusatkan
perhatian tanpa memberikan kontrol yang dikaitkan dengan fleksibilitas
mempunyai dampak lebih dari segi menguasai pasar dan memahami bagaimana
problematika lingkungan bisnis yang dinamis. Sehingga studi ini menegaskan
bahwa budaya yang mendukung kreativitas dikaitkan dengan fleksibilitas
strategis dapat dicapai dengan mengandalkan pada mitra. Akhirnya usaha
inovasi model bisnis secara positif memoderasi hubungan antara rekonfigurasi
dan fleksibilitas strategis. Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan dengan
43
43
kontribusi penting terhadap teori dan praktik inovasi model bisnis. Desain dan
struktur organisasi merupakan ciri penting inovasi model bisnis dengan
memahami bagaimana inovator model bisnis mencapai fleksibilitas strategis
membutuhkan apresiasi bernuansa hubungan antara perubahan struktural
perhatian manajerial.
Huang Zheng, (2011) dalam penelitian ini menemukan Inovasi tidak
hanya terjadi di industri teknologi tinggi saja tapi juga bisa dicapai di sektor
teknologi rendah yang masih bersifat tradisional. UKM di China memiliki
fleksibilitas dalam beroperasi lebih mudah beradaptasi dengan perubahan pasar
dan melakukan serangan cepat dalam menghadapi persaingan. Faktor
keberhasilan UKM Tionghoa terletak pada kemampuan mengakses mentransfer
dan menerapkan teknologi. UKM Finlandia memiliki daya saing berbasis
pengetahuan kewirausahaan. Seperti yang telah kita lihat ada banyak perbedaan
dalam pola inovasi dalam spesifik negara. Tapi kita juga bisa menemukan faktor
umum juga. Singkatnya strategi inovasi integrasi yang efektif dan pembelajaran
berkelanjutan sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kesuksesan
perusahaan yang beroperasi di lingkungan yang berubah dan kompleks.
2.2. Kajian Teori
2.2.1. Teori Resources Based View (RBV)
Perhatian mengenai sumber daya perushaan diawali oleh Penroses pada
tahun 1959. Penrose melakukan penyelidikan bagaimana proses internal
manajemen dapat mempengaruhi perilaku (behavior) perusahaan, dengan
memahami bahwa perusahaan sebagai kumpulan kombinasi sumber daya.
Penrose mengembangkan toeri the growth of the firm. Konsep dari Penrose
menegaskan pertumbuhan perusahaan dibatasi oleh peluang yang eksis sebagai
44
44
fungsi sekumpulan sumber daya produkasi yang dikontrol/dimiliki oleh
perusahaan (Barney, 1991). Penrose juga menjelaskan bahwa proses
pembelajaran menciptakan knowledge baru dan membentukan basis
pertumbuhan organisasi melalui pengombinasian sumber daya yang ada
(Eisenhart & Santos, 2000).
Selain melihat sisi internal perusahaan dalam menaganalisis kemampuan
perusahaan untuk tumbuh, Penrose juga memberikan kontribusi dalam
mempelajari kekuatan dan kelemahan perusahaan (Baney, 2002). Lebih lanjut
teori the growth of them firm pada tahun 1980-an dikembangkan oleh Wenerfelt
(1984) melalui makalahnya berjudul “Resources_based View of the Firm”. Rumelt
(1984) dan Barney (1986) menjadikan konsep pendekatan baru the Resources-
Based View (RBV), yang kemudian menjadi salah satu pendekatan yang paling
dominan untuk melakukan analisis keunggulan bersaing yang berkelanjuta
(Bridoux, 2004).
RBV berasumsi bahwa setiap organisasi/perusahaan adalah sekumpulan
sumber daya unik dan kapabilitas yang menjadi basis strategi dan merupakan
sumber utama return perusahaan. Menurut perspekti RBV perbedaan dalam
kinerj perusahaan disebabkan terutama oleh faktor keunikan sumber daya dan
kapabilitas perusahaan bukan karena karakteristik struktur industri (Barney,
1991). Dalam konteks RBV, sumber daya (resources) adalah input untuk proses
produksi. Sumber daya dalam bentuk tunggal secara sendirian tidak akan
menghasilkan keunggulan kompetitif. Pada umumnya keunggulan kompetitif
diperoleh melalui kombinasi dan integrasi seperangkat sumber daya yang
dimilikinya.
45
45
Pandangan RBV merupakan metode untuk menganalisis dan
mengidentifikasi keunggulan strategis suatu perusahaan yang didasarkan pada
tinjauan terhadap kombinasi dari aset, keahlian, kapabilitas, dan aset tidak
berwujud yang khusus bagi suatu organisasi. Asumsi yang mendasari RBV
adalah bahwa perusahaan berbeda-beda secara fundamental karena setiap
perusahaan memiliki "kumpulan" sumber daya unik berupa aset berwujud dan
tidak berwujud serta kapabilitas organisasi untuk memanfaatkan aset tersebut.
Tiap perusahaan mengembangkan kompetensi dari sumber daya ini dan ketika
telah dikembangkan dengan baik, kompetensi ini menjadi sumber keunggulan
kompetitif perusahaan (Peace & Robinson, 2011:215).
Menurut David (2010:180) pendekatan RBV untuk memperoleh
keunggulan bersaing meyakini bahwa sumber daya internal lebih penting dari
perusahaan daripada berbagai faktor eksternal dalam upaya untuk meraih serta
mempertahankan keunggulan kompetitif. Para penganut pandangan RBV
percaya bahwa kinerja organisasi akan sangat ditentukan oleh beragam sumber
daya internal yang dapat dikelompokkan oleh tiga kategori luas: sumber daya
fisik, sumber daya manusia, dan sumber daya organisasi. Teori RBV
berpendapat bahwa sumber dayalah yang sesungguhnya membantu perusahaan
menangkap peluang dan menetralkan ancaman.
Alasan dasar RBV adalah bahwa panduan, jenis, jumlah, dan hakikat
sumber daya sebuah perusahaan harus dipertimbangkan sebagai yang pertama
dan utama dalam memilih dan menetapkan strategi yang dapat menuntun pada
keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Pengelolaan yang strategis
menurut RBV melibatkan pengembangan dan eksploitasi sumber-sumber daya
dan kapabilitas unik perusahaan, dan upaya untuk terus menerus
46
46
mempertahankan serta memperkuat berbagai sumber daya tersebut. Teori
menyatakan bahwa sangat menguntungkan bagi sebuah perusahaan untuk
menjalankan strategi yang saat ini tidak diterapkan oleh perusahaan pesaing
manapun. Ketika perusahaan-perusahaan lain tidak mampu menduplikasikan
strategi tertentu, perusahaan yang menjalankannya memiliki keunggulan
kompetitif yang berkesinambungan. Namun demikian, agar bernilai, suatu
sumber daya hendaknya langka, sulit untuk ditiru dan tidak dapat dengan mudah
dicarikan penggantinya.
Menurut Kuncoro (2005:38), model RBV, above-average returns bagi
suatu perusahaan sangat ditentukan oleh karakteristik di dalam perusahaan.
Model ini memfokuskan pada pengembangan atau perolehan sumber daya
(resources) dan kapabilitas (capabilities) yang berharga, sulit atau tidak mungkin
ditiru oleh para pesaing. Pandangan RBV berpendapat bahwa sumber daya yang
dimiliki perusahaan jauh lebih penting daripada struktur industri dalam
memperoleh dan mempertahankan aset dan kapabilitasnya. Tidak ada dua
perusahaan yang sama karena tiap-tiap perusahaan memiliki pengalaman, aset,
dan kapabilitas dan membangun budaya organisasi yang berbeda. Aset dan
kapabilitas akan menentukan efisiensi dan efektifan setiap pekerjaan yang
dilakukan perusahaan. Menurut pendekatan ini, beberapa aset (sumber daya)
kunci tertentu akan memberikan perusahaan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan. Walaupun demikian, sebuah perusahaan akan berhasil jika
memiliki sumber daya yang paling tepat dan paling baik untuk usaha dan
strateginya. dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan RBV, fokus perhatian
utama sebuah organisasi adalah pada sumber daya dan kapabilitas. Walupun
pendekatan RBV memfokuskan pada analisis internal organisasi perusahaan,
47
47
tetapi tidak berarti mengabaikan faktor-faktor eksternal yang penting. Pendekatan
ini mengaitkan kapabilitas internal perusahaan dengan lingkungan eksternal (apa
yang diminta dan apa yang ditawarkan pesaing).
2.2.1.1. Sumber Daya (Resources)
Sumber daya meliputi seluruh aset-aset keuangan, fisik, manusia dan
budaya yang digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan, menciptakan,
dan menjual produk atau jasanya kepada para pelanggan. Walaupun setiap
perusahaan memiliki sumber daya, tetapi tidak seluruhnya dapat dikatakan unik
dan mampu memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Agar sumber
daya dapat menjadi unik, pendekatan RBV menyatakan bahwa sumber daya
harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain sukar dalam pembuatan,
pembelian, substitusi, dan tiruannya. Jika pesaing dapat saling meniru maka
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan tidak diperoleh dan keuntungan di atas
rata-rata tidak dapat diraih.
RBV muncul sebagai suatu cara agar konsep kompetensi inti menjadi
lebih fokus dan bisa diukur untuk melakukan analisis internal yang lebih berarti.
Kunci model RBV didasarkan pada identifikasi tiga sumber daya dasar yang
merupakan fondasi utama dalam menemukan dan mengembangkan kompetensi
inti. Kompetensi inti dianggap sebagai suatu kapabilitas atau keahlian yang
berada dalam bisnis suatu perusahaan, yang telah diidentifikasikan,
dikembangkan, dan digunakan diseluruh perusahaan, akan menjadi dasar
keunggulan kompetitif vana bertahan lama. Inti dari kemamnnan RRV untuk
melakukan hal ini adalah pemisahan atas tiga jenis sumber daya inti, beberapa di
antaranya dapat menjadi landasan untuk kompetensi khusus (Peace & Robinson,
2011.215) yaitu .
48
48
1. Aset berwujud (tangible asset) merupakan sumber daya yang "paling
mudah" untuk diidentifikasikan dan seringkah ditemukan di laporan
neraca suatu perusahaan. Aset ini mencakup fasilitas produksi, bahan
baku, sumber daya keuangan, real estate, dan komputer. Aset berwujud
merupakan sarana fisik dan keuangan yang digunakan suatu perusahaan
untuk menyediakan nilai bagi perusahaan.
2. Aset tak berwujud/tanwujud (intangible asset) merupakan "sumber daya"
seperti merk, reputasi perusahaan, moral organisasi, pemahaman teknik,
paten dan merek dagang, serta akumulasi pengalaman dalam suatu
organisasi. Meskipun aset tidak dapat disentuh atau dilihat, aset-aset ini
seringkah' penting dalam menciptakan keunggulan bersaing.
3. Kapabilitas organisasi (organizational capabilities) bukan merupakan
"inpuf khusus seperti aset berwujud atau tidak berwujud, melainkan
keahlian kapabilitas dan cara untuk menggabungkan aset, tenaga kerja,
dan proses yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk mengubah
input menjadi output.
Kapabilitas atau kemampuan merupakan kompetensi inti saat
perusahaan memenuhi empat kriteria keunggulan bersaing {Valuable , Rare,
Imperfectly imitable, Non-substituable) yang berkesinambungan. Hubungan
kriteria VRIN dengan Sustained Competitive Advantage (SCA) mengacu pada
organisasi (sumber daya , Kepemimpinan, penghargaan, struktur, job design).
Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Barch (1995)
mengemukakan bahwa ada tiga level kinerja yaitu:
1. Kinerja organisasi, merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level
atau unit analisis organisasi.
2. Kinerja proses, merupakan kinerja pada proses tahapan dalam
menghasilkan produk atau layanan.
3. Kinerja individu, merupakan pencapaian efektivitas pada tingkat pegawai
atau pekerjaan.
Kinerja merupakan tingkat pencapaian atas pelaksanaan pekerjaan atau
tugas tertentu. Kinerja organisasi merupakan akumulasi kinerja semua unit-unit
organisasi (penjumlahan kinerja semua orang) (Eddy Soeryanto, 2010) dalam
berbagai literatur, pengertian tentang kinerja sangat beragam, akan tetapi dari
berbagai perbedaan dapat dikategorikan dalam garis yaitu:
1. Kinerja merujuk pengertian sebagai hasil. Bernadin (2003) menyatakan
bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas
fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode tertentu.
Pengertian kinerja sebagai hasil juga terkait dengan produktivitas dan
efektivitas (Williams Richard, 2002).
86
86
2. Kinerja merujuk pengertian sebagai perilaku. Terkait dengan kinerja
sebagai perilaku, William Richard (2002) menyatakan bahwa kinerja
merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi
dan unit organisasi tempat orang pekerja.
Secara umum, kinerja didefinisikan sebagai tingkat keberhasilan di dalam
suatu pekerjaan baik dari perorangan, kelompok, maupun organisasi /
perusahaan. Wheelen dan David Hunger (2004) mendefinisikan kinerja sebagai
hasil akhir dari aktivitas dimana seleksi ukuran-ukuran untuk penaksiran kinerja
tergantung kepada unit organisasi yang dinilai dan tujuan-tujuan yang dicapai.
Tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam formulasi strategi
sebagai bagian dari proses manajemen strategis (berhubungan dengan
keuntungan, audit pemasaran, dan pengurangan biaya) harus digunakan untuk
mengukur kinerja perusahaan pada saat strategi tersebut diimplementasikan.
Bennett Silalahi (2004), kinerja adalah ungkapan intervensi kecakapan,
kemahiran, dan keahlian dalam rangka peningkatan produktivitas yang dapat
diukur dan dinilai. Intervensi ini ditujukan untuk meningkatkan kecakapan,
kemahiran dan keahlian seseorang. Kinerja dapat pula digunakan untuk menilai
suatu organisasi atau perusahaan atau unit dan divisi dalam perusahaan. Hadari
Nawawi (2001) menggunakan istilah kinerja dengan sebutan karya. Istilah karya
dimaksudkan sebagai hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat
fisik/material maupun non fisik/non material. Setiap pekerja dalam melaksanakan
tugas-tugasnya sebagaimana terdapat dalam deskripsi pekerjaan / jabatan, perlu
dinilai hasil setelah tenggang waktu tertentu.
Tsang, et al. (1999) menjelaskan bahwa kinerja dapat diukur melalui
kinerja keuangan, kepuasan pelanggan, proses internal dan pembelajaran serta
87
87
pertumbuhan. Studi yang dilakukan oleh Bititci, et al. (2000) menjelaskan bahwa
suatu bisnis dapat diukur dari; tingkat penjualan, biaya penjualan, aset yang
dimiliki, c'rtra merek dan aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Chong (2008)
menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam
mengukur kinerja perusahaan, yaitu pengukuran secara subjektif dan objektif.
pengukuran kinerja yang didasarkan pada pendekatan subjektif didasarkan pada
pendapat tau perkiraan yang diberikan oleh responden dengan meminta
pendapat tentang penilaian.
Berdasarkan sintesa teori dan hasil penelitian pada tabel 2.7 berikut dapat
disimpulkan bahwa kinerja usaha adalah merupakan hasil kerja yang dicapai
oleh seseorang, menurut ukuran atau target yang telah ditetapkan dan berlaku
untuk pekerjaan tertentu dalam suatu organisasi. Kinerja merupakan alat yang
dibutuhkan oleh organisasi, manajer, dan karyawan untuk mencapai sukses.
Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong kinerja
sumber daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan
produktifitas.
Tabel 2.7 Teori dan Hasil Penelitian Sebelumnya Terkait dengan Kinerja Perusahaan
Topik Penemu/Peneliti Teori/Temuan
Kinerja Perusahaan
Murphy, G. B., Trailer, J. W., & Hill, R. C. (1996).
Teori yang didasarkan penelitian Muphy dkk menemukan tiga dimensi dalam pengukuran variabel kinerja perusahaan yaitu pertumbuhan penjualan, pertumbuhan karyawan, dan pangsa pasar.
Jouch & Glueck (1999)
Mengemukakan bahwa kinerja perusahaan dapat dilihat dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, mengembalikan modal, tingkat turnover dan pangsa pasar yang diraih.
Lee dan Tsang (2001)
Menurunkan kinerja usaha menjadi pertumbuhan penjualan, pertumbuhan keuntungan usaha, pertumbuhan asset perusahaan, dan pertumbuhan pangsa pasar
Gimenez dan Ventura (2003)
Pengukuran kinerja secara absolut mangacu pada pengukuran kemampuan didalam perusahaan dengan tidak mempertimbangkan
kinerja pesaing tetapi dengan melakukan
88
88
pengukuran kemampuan perusahaan dalam costs, stock-outs, and lead-time reductions.
Li et.al (2009) Kinerja bisnis diukur dengan indikator efisiensi,
growth, dan profit.
Suci (2009) Pengukuran kinerja bisnis pada UKM border menggunakan pertumbuhan penjualan, pertumbuhan asset dan profitabilitas.
Yao-Sheng Liao (2011)
Perusahaan menekankan strategi personalisasi, penggunaan kontrol perilaku akan meningkatkan kinerja perusahaan.
C López-N, ÁL Meroño-Cerdán (2011)
Variabel kinerja perusahaan yang diuji memiliki tiga item dimensi yaitu kinerja keuangan, proses, dan internal kinerja.
A.T. Karabulut (2015)
Pengaruh Strategi Inovasi terhadap Kinerja Perusahaan Suatu Studi Dilakukan di Perusahaan Manufaktur di Turki. Penelitian ini menggunakan pendekatan Balanced Scorecard untuk Kinerja Perusahaan dengan dimensi yang diukur yaitu kinerja keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran
2.2.6.2. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Delaney dan Huselid (1996) dalam Harel dan Tzafrir (1999)
mengemukakan bahwa kinerja dapat diukur dari persepsi yang dimiliki oleh
sebuah organisasi dihubungkan dengan pesaingnya yang meliputi beberapa
aspek, seperti: kualitas produk atau jasa, pengembangan produk baru, kepuasan
pelanggan, harga produk, peningkatan penjualan, profitabilitas dan seterusnya.
Kinerja organisasi di sini diukur dengan melihat dari kinerja pemasaran (market
performance) dan dari sumber daya manusianya (human resource performance).
Agarwal et al (2003) mengukur kinerja perusahaan dengan dua dimensi
konstruk, yaitu kinerja objektif dan kinerja subjektif. Kinerja objektif berkaitan
dengan kinerja keuangan atau kinerja berdasarkan pemasaran seperti tingkat
penjualan, profitabilitas, dan pangsa pasar. Kinerja subjektif berkaitan dengan
pengukuran terhadap pelanggan dan karyawan, seperti kualitas pelayanan,
kepuasan konsumen dan kepuasan kerja karyawan. Murphy et al. (1996) meneliti
51 buah studi kajian yang telah dipublikasikan (1987-1993) dengan kinerja
Tabel 2.7 Lanjutan
Sumber : Hasil kajian teori dan penelitian sebelumnya, 2017
sebagai variabel dependen. Tabel 2.3 menunjukkan bahwa efficiency, growth,
profit dan firm size adalah empat dari dimensi paling umum dari kinerja yang
diukur. Masing-masing dari dimensi ini, antara dua dan empat ukuran spesifik
adalah yang paling banyak digunakan.
Tabel 2.8
Studies of SME Business Performance (1987-1993)
Dimension
Measure Frequency
Ratio
ROI 13
ROE 9
ROA 9
Return on Net Worth 6
Growth Change in sales 23
Change in employees 5
Dimension
Measure Frequency
Profit
Return on sales 11
Net profit margin 8 Gross profit margin 7
Size Sales level 13
Cash flow level 6
Number of employees 5
Sumber: Murphy et al. (1996)
Beberapa peneliti yang mengukur kinerja usaha pada usaha kecil dengan
indjkator-indikator pertumbuhan seperti pertumbuhan penjualan, pertumbuhan
keuntungan dan pertumbuhan aset antara lain adalah Lee & Tsang (2001);
Ferreira & Azevedo (2007), Sangen (2005), dan Suci (2009).
Ukuran kinerja parameter performance adalah suatu ukuran yang dibuat
untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja fungsi, pekerjaan maupun
kinerja industri secara umum. Dengan perkataan lain, ukuran kinerja pada UKM
dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu fungsi atau bagian tertentu dari
industrinya dan orang-orang atau tenaga kerja yang bekerja di dalamnya
90
90
mencapai tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan khusus, yang ditugaskan
kepada mereka. Ukuran tersebut dinamakan ukuran kinerja dan dapat
dinyatakan secara kuantitatif atau secara kualitatif (indrajit & Djokopranto, 2005).
Lebih lanjut pengukuran kinerja industri didefinisikan sebagai kemampuan
perusahaan untuk membuat standar yang diinginkan oleh pelanggan mereka. Hal
ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya produksi dan pemeliharaan yang
rendah, peningkatan kualitas produk, mengurangi persediaan barang dalam
proses, pengurangan atas biaya penanganan material dan batas waktu
penyerahan (Tracey dan Vonderembse, 2004).
Beberapa contoh ukuran kinerja perusahan subjektif telah banyak
dilakukan oleh peneliti lain, misalnya kinerja secara keseluruhan dirasakan relatif
terhadap pesaing (Kohli dan Jaworski, 1993), hasil aktiva (Narver dan Slater,
1990), laba atas investasi (Harris, 2001), kesuksesan produk baru (Pelham
dan Wilson, 1996; Frambach, et a/., 2003) dan kinerja untuk program produk
baru (Atuahene Gima, et ai, 2005), profitabilitas (Pelham dan Wilson, 1996;
Narver dan Slater, 1990), serta kinerja keuangan, meliputi pertumbuhan
penjualan, profitabilitas, yang diperoleh dari rasio Return On Investment, Return
On Sales dan Return On Equity (Venkatraman dan Ramanujam, 1996).
Ukuran kinerja di era sekarang bukan hanya dari sesi keuangan, tetapi
kinerja itu ada juga dari sesi non keuangan., sebaliknya dikombinasikan antara
keuangan dan non keuangan (Hudson, 2001; Maltz, A., Shenhar, A., & Reilly, R.
(2003); Chong 2008; Combs et al (2011),
2.2.7. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Usaha Kecil dan Menengah (small and micro-sized enterprises /SMEs).
Dari studi literatur, Mintzberg (1973) menjelaskan usaha kecil dengan struktur
91
91
organisasi yang sederhana. Dalam penjelasannya, Mintzberg (1973)
mengemukakan sebagai berikut:
"The simple structure is characterized, above all, by what is not-elaborated. Typically, it has little or no techno structure (e.g. planning and control personnel), few support staffers, and minimal differentiation among its units. Coordination is effected largely by direct supervision".
Sedangkan Miller (1983) menjelaskan usaha kecil hanya beroperasi pada
lingkungan yang homogen dan secara umum mereka hanya dijalankan oleh
pemilik atau manajer. Usaha kecil merupakan setiap jenis usaha yang dimiliki
dan dioperasikan secara independen, tidak bersifat dominan di pasar serta tidak
teriibat dalam aktivitas pemasaran yang baru atau praktek-praktek yang bersifat
inovatif Banyak perusahaan yang dijalankan sebagai bisnis keluarga (Melin dan
Nordqvist, 2007), dan dengan demikian, perusahaan berdiri akan terpengaruh
bagaimana keluarga mempengaruhi bisnis dan ukuran perusahaan (yaitu,
perusahaan memiliki kurang dari 250 karyawan dan omset kurang dari 50 juta
euro, atau, sebagai alternatif kriteria omset, total aset membawa nilai di bawah €
43.000.000; Komisi Eropa, 2009). Pada saat yang sama, perusahaan milik
keluarga didukung nilai-nilai tertentu , dan nilai-nilai dapat mempengaruhi
kecenderungan untuk membuat perubahan penting (Habbershon, Nordqvist, dan
Zellweger, 2010).
The Bolton Committee (1971), mendefinisikan UKM dengan berdasarkan
pada perspektif "ekonomi" dan "statistik". Berdasarkan perspektif "ekonomi",
suatu perusahaan dikategorikan sebagai usaha kecil menengah jika memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Secara relatif memiliki pasar yang kecil dibandingkan dengan pangsa
pasar yang dimiliki.
92
92
b. Dikelola oleh pemilik secara pribadi dan tidak melalui struktur
manajemen formal.
c. Usaha kecil menengah bersifat independen, dalam artian tidak
membentuk bagian dengan perusahaan besar.
Berdasarkan definisi "statistik", The Bolton Committee memberikan
kriteria perusahaan kecil sebagai berikut:
a. Ukuran, kontribusi yang diberikan oleh perusahaan terhadap GDP,
tenaga kerja dan sebagainya relatif kecil.
b. kontribusi yang diberikan oleh perusahaan mengalami perubahan dari
waktu ke waktu.
c. Dalam mengaplikasikan definisi usaha kecil menengah secara statistik,
perbandingan lintas negara yang berdampak pada kontribusi ekonomi
relatif kecil.
Sedangkan klasifikasi UKM untuk negara yang sedang berkembang
adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan besar dengan jumlah karyawan minimal sebesar 100
orang atau lebih.
b. Perusahaan menengah dengan jumlah karyawan antara 20-99.
c. Perusahaan kecil dengan jumlah karyawan antara 5-19 orang.
d. Usaha mikro dengan jumlah karyawan maksimal sebesar 5 orang
Dari beberapa pendapat tersebut diatas cukup jelas bahwa tidak ada
definisi umum yang diberikan oleh para penulis mengenai UKM dan variasi ini
juga berlaku bagi industri yang berada di setiap negara. Di Indonesia, usaha
keen menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan
berbagai kriteria yang dikeluarkan Departemen Perindustrian, Departemen
93
93
Koperasi dan Lembaga Perbankan. Beberapa ciri dari UKM dikemukakan oleh
Afiah (2009) sebagai berikut:
a. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang
tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah
sekaligus sebagai pengelola dalam UKM.
b. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik
modal.
c. Daerah operasinya umumnya lokal, meskipun terdapat juga UKM yang
memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra
perdagangan.
d. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan dan
sarana prasarana relatif kecil.
Kementerian Koperasi dan UKM mendefinisikan UKM adalah: Usaha kecil
termasuk usaha mikro merupakan suatu badan usaha milik warga negara
Indonesia, baik perseorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan
bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp.200 Juta
atau mempunyai hasil penjualan rata-rata per tahun Rp.1 Miliar (UU No.9 tahun
1975) dan usaha tersebut berdiri sendiri. Usaha kecil adalah perusahaan (baik
yang berbadan hukum atau tidak) yang mempunyai tenaga kerja 5-9 orang
termasuk pemilik usaha atau pengusaha Usaha. menengah adalah badan usaha
milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp.
200 Juta - Rp. 10 Miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha..
Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan Undang-undang No. 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang
disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas.
94
94
Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini (Bab (V pasal 6) yang disebut dengan usaha
mikro, kecil dan menengah adalah sebagai berikut:
1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Departemen Perindustrian menetapkan bahwa industri kecil dan
menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp. 5
milyar. Sementara ituf usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga
dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp. 200 juta
95
95
dan omzet per tahun kurang dari Rp. 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun 1995).
Selanjutnya dijelaskan bahwa UKM tidak hanya memiliki kekuatan dalam
ekonomi, tetapi juga memiliki kelemahan. Berikut ini disajikan beberapa
kelebihan dan kelemahan dari UKM:
Tabel 2 .10 Kekuatan dan Kelemahan UKM
Kekuatan Kelemahan
Kebebasan untuk bertindak
Menyesuaikan kepada kebutuhan
setempat
Relatif lemah dalam spesialisasi
Modal dalam pengembangan
terbatas
Sulit untuk mendapat karyawan
yang cakap
2.2.8. Integrasi teori yang digunakan dalam penelitian
Penelitian ini dapat dikatakan bersifat ilmiah, jika bersifat rasional atau
logis dan berlandaskan pada pengetahuan ilmiah (bisa berupa konsep atau
teori). Teori yang dibangun dalam penelitian ini menjadi sebuah konsep yang
memiliki hubungan yang berlandaskan dari teori utama (Grand Theory). Grand
theory yang digunakan di penelitian ini adalah Resources Based View (RBV)
merupakan suatu perspektif organisasi dalam bidang stratejik yang
mengfokuskan pada tingkat sumber daya organisasi, berupaya memiliki
sumberdaya yang menonjol dan memaksimalkan keseluruhan sumberdaya yang
dimiliki organisasi dibandingkan dengan pesaing. Teori RBV memandang
perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan kemampuan (Penrose 1959;
Wernerfelt, 1984). Perbedaan sumber daya unik dan kemampuan perusahaan
dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif (Peteraf,
1993). Sumber daya unik merupakan keuntungan organisasi dalam memperoleh
keunggulan bersaing dan juga akan menjadi sumber keuntungan kompetitif
organisasi (Peace & Robinson, 2011).
96
96
Menurut Barney, (1991), pandangan teori berbasis sumber daya
(resource-based theory-RBT) perusahaan menyatakan bahwa perusahaan
mencapai keunggulan komparatif yang berkelanjutan dan memperoleh
keuntungan yang lebih besar dengan memiliki atau mengontrol aset-aset
strategis baik tangible assets (aset berwujud) maupun intangible assets (aset
tidak berwujud). Kelangsungan hidup perusahaan dan kinerja perusahaan bukan
hanya dihasilkan oleh aktiva perusahaan yang bersifat nyata (tangible assets)
tetapi hal yang lebih penting adalah adanya intangible assets yang berupa
sumber daya manusia (SDM) yang mengatur dan mendayagunakan aktiva
perusahaan yang ada. Bontis (1998), menyatakan seiring perkembangan new
economy pengetahuan intangible assets berkembang seiring teknologi infomasi
dan pengetahuan Intellectual capital (IC) secara sederhana dapat diartikan
sebagai modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki perusahaan, yang mana
IC merupakan bagian dari intangible assets tidak hanya yang bersifat tradisional
saja (seperti brand names, dan trademark), tetapi juga bentuk intangible yang
baru (seperti knowledge, technology value, dan good customer relationship).
Modal intelektual merupakan sebagian dari sumber daya yang merupakan asset
tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki oleh perusahaan. perusahan
dalam hal ini memiliki pertimbangan lain bukan hanya intellectual capital sebagai
input yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja perusahaan yang
menjadikan output, sesungguhnya ada instrumen lain yaitu inovasi (Wang, 2012;
Ngah Rohana, (2009).
Secara luas bahwa kemampuan organisasi berinovasi dengan cepat
memiliki kaitannya dengan modal intelektual dalam memanfaatkan sumber
pengetahuannya. Beberapa penelitian telah menggaris bawahi terciptanya
97
97
produk baru yang bersumber dari pengetahuan organisasi yaitu modal intelektual
(Stewart, 1997) yang dapat meningkatkan kinerja yang baik dihasilkan, hal ini
diperkuat oleh Madhavan & Grover (1998) inovasi sebagai proses pengelolaan
pengetahuan menjadi hasil (Madhavan &Grover 1998) dan mencirikan
perusahaan yang inovatif sebagai sumber pengetahuan (Nonaka & Takeuchi
1995) yang dapat digambarkan bahwa begitu dekatnya hubungan antara modal
intelektual dan inovasi. Sebenarnya bahwa dalam beberapa tahun terakhir para
ilmuwan telah melihat beberapa penelitian yang ada. Secara umum penelitian
yang meneliti inovasi berkaitan dengan modal intelektual sebagai anteseden
diteliti oleh Ngah Rohana, (2009) menemukan bawah kinerja perusahan akan
tinggi, apabila modal intelektual sebagai input semakin baik dalam
pengembangan pengetahuan yang dapat terciptanya inovasi yang baik, sehingga
semakin tinggi kinerja perusahaan dihasilkan dan penelitian lain yang menyelidiki
bahwa modal intelektual sering menggunakan inovasi sebagai hasil (Ahuja, et.al.,
H. M.A.,Herath and Mahmood, Rosli (2013). Strategic orientation based
research model of SME performance for developing countries. Review of
Integrative Business and Economics Research, 2 (1). Pp. 430-440. ISSN
2304-1013.
Hair, J., Anderson, R., Tatham, R., Black, W. (1995). Multivariate Data Analysis
with Readings. Prentice Hall International, NJ.
Hair, Josep F Jr, William C. Black, Berry J Babin, Rolp E. Anderson, 2010
Multivariate Data Analysis, Sevent Edition. Pearson Prentice Hall USA.
Hair, Joe F, Cristian M Ringel, and Marko sartedt, (2011), PLS-SEM: Indeed a
Silver Bullet, journal of Marketing Theory and Practice,Vol.19
Hair, J. F., Sarestedt, M., Ringle, C. M., & Mena, J.A. (2012). An assesement of
the use of partial least squares structural equation modeling in marketing
research. Journal of the Academy of Marketing Science.
Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2013). Editorial Partial Least Square
Structural Equation Modeling: Rigorous Applications, Better Results and
Higher Acceptance. ELSEVIER, 1-12
Hair, J.F, G.Toma:s M. Hufit, Christion M. dan Marko Sarstedt. (2014). “ A primer
on partial least squares structural equation modeling ( PLS-SEM)” SAGE
Los Angeles
Hair, J. F., Hult, G.T M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2016). A Primer on Partial
Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM), 2 end ed.
Thousand Oaks, CA :Sage.
Harrigan, K.R. (1985). Strategic Flexibility. A Management Guide for Changing
Times. Lexington, MA: Lexington Books.
Hamel, Gary, C. K. Prahalad, Howard Thomas dan Don O. Neal,. (1998).
Strategic flexibility : Managing in a Turbulent Environment, John Wiley &
Sons, New York.
Haindl, G. (2002). Tacit knowledge in the process of innovation. Ekonomicky
Casopis,50, 107–120.
Hirobumi, T., & Tanaka,Y. (2010). Entrepreneurial orientation and business
performance of small and medium scale enterprises of Hambantota
District Sri Lanka. Asian Social Science. 6 (3).
Hitt ; Hokisson ; Harrison, (1999). Human capital and Strategic Competitiveness
in the 1990s, Journal of Management Development, Bol 13, No 1.
………, Ireland, R. D, And Hoskisson, R.E, (1999a). Strategic management:
Competitiveness and Globalization (3rd ed). CincinnatiL South-Western
Publishing.
………, Hoskisson, R. E., dan Kim, H. (1997). International diversification:
Effetcts on innovation and firm performance in product –diversified firms.
Academy of management Journal. 40;767-777.
Hitt, Michael A. t, Ireland R. Duane, David G. Sirmon, and Cheryl A, (2011).
Strategic Entrepreneurship: Creating Value for Individuals, Organizations,
and Society. Acad manage perspect may 2011 25:2 57-75
Hitt, M.A., Keats, B.W. and DeMarrie, S.M. (1998). Navigating in the new
competitive landscape: Building strategic flexibility and competitive
advantage in the 21st century. Academy of Management Executive, 12,
pp. 22–42.
Hurley, R.F. and Hult, G.T.M. (1998), “Innovation, market orientation, and
organizational learning: an integration and empirical examination”, Journal
of Marketing, Vol. 62 No. 3, pp. 42-54.
H Guo, Z Cao, (2014). “Strategic flexibility and SME performance in an emerging
economy: A contingency perspective” Journal of Organizational Change
Management Vol. 27 No. 2, 2014 pp. 273-298.
Hsu, I.C. and Sabherwal, R. (2011), "From Intellectual Capital to Firm
Performance: The Mediating Role of Knowledge Management
Capabilities", Ieee Transactions on Engineering Management, Vol. 58 No.
4, pp. 626-42.
Hsu, I.C. and Sabherwal, R. (2012), "Relationship between Intellectual Capital
and Knowledge Management: An Empirical Investigation", Decision
Sciences, Vol. 43 No. 3, pp. 489-524.
Hsu, Y.H. and Fang, W.C. (2009), "Intellectual capital and new product
development performance: The mediating role of organizational learning
capability", Technological Forecasting and Social Change, Vol. 76 No. 5,
pp. 664-77.
Ho, G.T.S. & Choy, K.L. (2010). An examination of strategies under the financial
tsunami. Industrial Management & Data Systems, 110 (9), 1319-1336.
Homburg. Christian, Krohmer Harley, dan P. John Workman, (2004), A strategy implementation perspective of market orientation. Journal of Business Research Volume 57, Issue 12, December 2004, Pages 1331-1340.
Hussi, T. (2004), "Reconfiguring knowledge management-combining intellectual
capital, intangible assets and knowledge creation", Journal of Knowledge
Management, Vol. 8 No. 2, pp. 36-52.
Indrawati, S (2012). Development with a Theme (ICSMED 2012) Based on local
Competencies, International Conference on Small and Medium
Enterprise, Procedia Economics and Finance 4 (2012) 59-67.
Ittner CD, Larcker DF (1997). “Product development cycle time and
organizational performance”. J Mark Res 1997;XXXIV:13– 23 (February).
Jacobson, Robert and David A. Aaker (1987), "The Strategic Role of Product
Quality," Journal of Marketing, 51 (Oc-tober), 31-44.
Janosevic, S., Dzenopoljac, V. and Bontis, N. (2013) ‘Intellectual capital and
financial performance in Serbia’, Knowledge and Process Management,
Vol. 20, No. 1, pp.1–11.
Johnson, J.L., Lee, R.P.-W., Saini, A. and Grohmann, B. (2003), “Market-focused
strategic flexibility: conceptual advances and an integrative model”,
Journal of Academy of Marketing Science, Vol. 31 No. 1, pp. 74-89.
Flexibility in open innovation 1385
Johnsen, P.C., & Mcmahon, R.G.P. (2005). Cross-industry differences in SME
financing behaviour: An Australia perspective. Journal of Small Business
and Enterprise Development; 12 (2), 160.
J Alberto Aragon Correa, Nuria., et al (2008). Environmental strategy and
performance in small firms: A resource-based perspective, Journal of
Environmental Management, Volume 86, Issue 1, January 2008, Pages
Kapasuwan, Supara., Jerman Rose dan Chiung-Hui Tseng, (2007). The
Synergistic Effects of Strategic Flexibility and Technological Resources on
Performance of SMEs. Journal of Small Business & Entrepreneurship.
Keats, BW dan Hitt, (1988). A causal model of linkages among environmental
dimensions, macro organizational characteristics, and performance,
Academy of management journal.
Kementerian, Koperasi, dan UMKM (2015). www.depkop.go.id/berita-
informasi/data-informasi/laporan-tahunan.
Kenneth, R Andrews (1971). The concept of corporate strategy, New York, books.google.com
Kessler, E. H, MA Allocca, N Rahman , 2007. “External Knowledge Accession
and Innovation Speed in the Small and Medium Sized Enterprise (SME), Small Enterprise Research, 15:1, 1-21
Kessler, E. H., & Bierly, P. E. III, (2002). Is faster really better? An empirical test of the implications of innovation speed. IEEE Transactions on Engineering Management, 49, 2–12.
Kessler E.H, Chakrabarti AK. Speeding up the pace of new product development.
J Prod Innovation Manage 1999;16(3):231– 47 (May). Kessler, E. H., & Chakrabarti, A. K. (1996). Innovation speed: A conceptual
model of context, antecedents, and outcomes. The Academy of Management Review, 21, 1143–1191.
Kohli. Ak dan BJ Jaworski, (1990). Market orientation: the construct, research
propositions, and managerial implications. The Journal of Marketing, 1990 – JSTOR.
Kotey. B, GG Meredith (2005). Relationships among owner/manager personal
values, business strategies, and enterprise performance, Journal of small
business.
Kreiser. PM, LD Marino dan DF Kuratko (2013). Disaggregating entrepreneurial
orientation: the non-linear impact of innovativeness, proactiveness and
risk-taking on SME performance. Small Business Economics.
Leitão J., & Franco, M. (2008). Individual entrepreneurship capacity and
performance of SMEs. University of Beira Interior [On-line] Available at
http://mpra.ub.uni muenchen.de/8179/MPRA Paper No. 8179.
Liao. J, JR Kickul, H Ma, 2009’ Organizational Dynamic Capability and
Innovation: An Empirical Examination of Internet Firms” Journal of small
Shimizu, K. and Hitt, M.A. (2004), “Strategic flexibility: organizational
preparedness to reverse ineffective strategic decisions”, Academy of
Management Executive, Vol. 18, pp. 44-59.
Sholihin, M. dan D. Ratmono. 2013. Analisis SEM-PLS dengan WrapPLS 3.0
untuk Hubungan Non-Linear dalam Penelitian Sosial & Bisnis. Penerbit
Andi. Yogyakarta.
Shih, C.P., Chen, W.C. and Morrison, M. (2010), "The Impact Of Intellectual
Capital On Business Performance In Taiwanese Design Industry", Journal
of Knowledge Management Practice, Vol. 11 No. 1, pp. 1-16.
Slack. Nigel, (1983). Flexibility as a Manufacturing Objective International Journal
of Operations & Production Management, Volume: 3 Issue: 3, 1983.
Spender, J.C. (1996), "Making knowledge the basis of a dynamic theory of the
firm", Strategic Management Journal, Vol. 17, pp. 45-62.
Stewart, T. and Ruckdeschel, C. (1998), "Intellectual capital: The new wealth of
organizations", Performance Improvement, Vol. 37 No. 7, pp. 56-59.
Stalk, G. 1993. Time and innovation. Canadian Business Review, 17(3): 15-18. Starr, M. K. 1992. Accelerating innovation. Business Horizons, 35(4): 44-51.
Subramaniam, M. and Youndt, M.A. (2005), "The influence of intellectual capital
on the types of innovative capabilities", Academy of Management Journal,
Vol. 48 No. 3, pp. 450-63.
Starovic, D. and B. Marr. 2004. Understanding Corporate Value: Managing and
Reporting Intellectual.
Sveiby. karl erik, (1997). The Intangible Assets Monitor, Journal of Human