Top Banner
105 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013 Abstrak Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor daya saing yang sangat penting dewasa ini. Menyadari akan persaingan global yang semakin ketat dan berat, maka perlu perubahan paradigma dari semula mengandalkan pada resources-based competitiveness menjadi knowledge-based competitiveness yang dapat berwujud berupa teknik, metode, cara produksi, serta peralatan atau mesin yang dipergunakan dalam suatu proses produksi. Modal Intelektual kini disadari merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan sebuah organisasi. Model yang dikembangkan Stewart (1997) membagi dan mengklasifikasikan Modal Intelektual menjadi tiga bentuk dasar yaitu pertama adalah modal manusia, kedua; modal struktural dan ketiga; modal pelanggan. Keterampilan dan pengalaman UMKM sangat penting dalam pengelolaan / penciptaan pengetahuan, dimana pengetahuan merupakan sebagai unsur intellectual capital. Abstract The globalization era is characterized by the development of science and technology rapidly. The ability of Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in the field of science and technology to be one of the factors of competitiveness are very important nowadays. Recognizing the increasingly fierce global competition and heavy , it is necessary to change the paradigm of relying on previously - based resources into a knowledge- based competitiveness competitiveness which can be either in the form of techniques, methods, means of production, as well as equipment or machinery used in the production process. Intellectual capital is now recognized factors that affect the progress of an organization . The model developed by Stewart (1997 ) Intellectual Capital divides and classifies into three basic forms: first human capital, second; structural capital and third; customer capital. Skills and experience are very important to management of SMEs / creation of knowledge, where knowledge is as an element of intellectual capital. Kata kunci: Modal Intelektual, Modal Manusia, Modal Struktural, Modal Pelanggan dan UMKM Keywords: Intellectual Capital, Human Capital, Structural Capital, Customer Capital and SMEs IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL (INTELLECTUAL CAPITAL) UNTUK MENCIPTAKAN DAYA SAING UMKM Zuliyati Fakultas Ekonomi, Universitas Muria Kudus Email: [email protected]
104

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

Jan 29, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

105 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Abstrak

Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang sangat pesat. Kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM) di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi

salah satu faktor daya saing yang sangat penting dewasa ini. Menyadari

akan persaingan global yang semakin ketat dan berat, maka perlu

perubahan paradigma dari semula mengandalkan pada resources-based

competitiveness menjadi knowledge-based competitiveness yang dapat

berwujud berupa teknik, metode, cara produksi, serta peralatan atau mesin

yang dipergunakan dalam suatu proses produksi. Modal Intelektual kini

disadari merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan sebuah

organisasi. Model yang dikembangkan Stewart (1997) membagi dan

mengklasifikasikan Modal Intelektual menjadi tiga bentuk dasar yaitu

pertama adalah modal manusia, kedua; modal struktural dan ketiga;

modal pelanggan. Keterampilan dan pengalaman UMKM sangat penting

dalam pengelolaan / penciptaan pengetahuan, dimana pengetahuan

merupakan sebagai unsur intellectual capital.

Abstract

The globalization era is characterized by the development of

science and technology rapidly. The ability of Micro, Small and Medium

Enterprises (SMEs) in the field of science and technology to be one of the

factors of competitiveness are very important nowadays. Recognizing the

increasingly fierce global competition and heavy , it is necessary to change

the paradigm of relying on previously - based resources into a knowledge-

based competitiveness competitiveness which can be either in the form of

techniques, methods, means of production, as well as equipment or

machinery used in the production process. Intellectual capital is now

recognized factors that affect the progress of an organization . The model

developed by Stewart (1997 ) Intellectual Capital divides and classifies into

three basic forms: first human capital, second; structural capital and third;

customer capital. Skills and experience are very important to management

of SMEs / creation of knowledge, where knowledge is as an element of

intellectual capital.

Kata kunci:

Modal Intelektual,

Modal Manusia,

Modal Struktural,

Modal Pelanggan

dan UMKM

Keywords:

Intellectual Capital,

Human Capital,

Structural Capital,

Customer Capital

and SMEs

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL

(INTELLECTUAL CAPITAL) UNTUK MENCIPTAKAN DAYA SAING

UMKM

Zuliyati

Fakultas Ekonomi, Universitas Muria Kudus

Email: [email protected]

Page 2: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

106 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Pendahuluan

Modal intelektual kini banyak

dibicarakan dan dianggap penting oleh

banyak praktisi. Modal Intelektual atau

intellectual capital kini disadari merupakan

faktor yang berpengaruh terhadap

kemajuan sebuah organisasi. Demikian

pula pada perusahaan Mikro, Kecil dan

Menengah modal intelektual dianggap

sangat penting bagi pengembangan usaha

dan pada akhirnya dapat meningkatkan

kesejahteraan. Menurut Nonaka dan

Takeuchi (1995), alasan fundamental

mengapa perusahaan di Jepang menjadi

sukses karena keterampilan dan

pengalaman mereka terdapat pengelolaan/

penciptaan pengetahuan pada organisasi

dimana pengetahuan merupakan modal

intelektual yang dipunyai oleh manusia

sebagai unsur human capital.

Era globalisasi juga ditandai dengan

perkembangan iptek yang sangat pesat.

Kemampuan suatu negara di bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi menjadi salah

satu faktor daya saing yang sangat penting

dewasa ini. Menyadari akan persaingan

global yang semakin ketat dan berat, maka

perlu perubahan paradigma dari semula

mengandalkan pada resources-based

competitiveness menjadi knowledge-based

competitiveness dapat berwujud berupa

teknik, metode, cara produksi, serta

peralatan atau mesin yang dipergunakan

dalam suatu proses produksi.

Dalam UMKM pada umumnya

keterampilan yang dimiliki pengusaha dan

karyawannya terutama dalam membuat

berbagai macam produk yang dapat

dikatakan baik. Namun bicara soal produk

keterampilan yang dimiliki secara

tradisional (pendidikan informal) belum

cukup, maka diperlukan keahlian khusus,

yang memenuhi standar, termasuk

pendidikan yang dilandasi oleh pendidikan

formal.

Sektor industri di Kabupaten Kudus

berkontribusi terhadap PDRB sangat

dominan dibandingkan dengan sektor

ekonomi lainnya. Berdasarkan data BPS

pada tahun 2007 jumlah industri sebanyak

10.448 unit usaha, jumlah nilai investasi

sebesar ± Rp. 6, 657 trilyun, mampu

menyerap tenaga kerja sekitar 213.411

orang, persebaran merata hampir di setiap

kecamatan. Kelompok industri besar dan

menengah sebanyak 88 unit usaha dengan

jumlah tenaga kerja sebanyak 142.569

orang, sedangkan jumlah industri kecil

sebanyak 10.360 unit usaha mampu

menyerap tenaga kerja tidak kurang

dari 70.842 orang. Pada tahun 2008 telah

memberikan warna yang sangat dominan

bagi pertumbuhan dan perkembangan

perekonomian di Kabupaten Kudus secara

umum, indikasi mengenai hal tersebut

ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sub

sektor industri terhadap PDRB Kabupaten

Kudus tahun 2008 mencapai 63%. Sampai

akhir tahun 2008 perusahaan Industri

Kabupaten Kudus berdasarkan hasil

pendataan sebanyak 10.542 unit usaha

dengan jumlah nilai investasi Rp

4.055.700.000.000,- dengan menyerap

tenaga kerja 213.850 orang,dari jumlah

tersebut kontribusi yang dominan adalah

sektor industri. Oleh karena itu

pemberdayaan industri diarahkan pada

industri kecil agar produk yang dihasilkan

UMKM mempunyai daya saing baik antar

sesama UMKM maupun dengan produk

Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Zuliyati

Page 3: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

107 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

dari luar negeri sehubungan dengan

diberlakukannya AFTA ( ASEAN Free

Trade Area) dan ASEAN Framework

Agreement on Services (AFAS) yang

diberlakukan pada 2015, begitu pula akan

semakin meningkatkan persaingan diantara

para pengusaha maupun tenaga kerja.

Modal Intelektual UMKM dapat

dibentuk dengan cepat karena salah satu

penyebabnya adalah faktor pengetahuan.

Pengetahuan organisasi yang baik dapat

mendorong terwujudnya percepatan

pencapaian kinerja yang diharapkan. Salah

satu penyebab kinerja UMKM di Indonesia

jauh lebih rendah dibandingkan kinerja

UMKM di Negara maju, adalah masih

rendahnya pengembangan atau penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang

merupakan modal intelektual yang dimiliki

oleh UMKM di Indonesia. Padahal, di era

perdagangan bebas dan globalisasi

perekonomian dunia, ilmu pengetahuan

dan teknologi bersama dengan SDM

merupakan dua faktor dominan dalam

menentukan tingkat daya saing dari suatu

produk atau perusahaan. UMKM yang bisa

bertahan baik di pasar domestik dan global

adalah UMKM yang efisien dan

menghasilkan produk-produk berkualitas

tinggi. SDM dan Iptek merupakan dua

komponen yang tidak bisa dipisahkan,

dimana SDM sangat dibutuhkan untuk

pengembangan pengetahuan atau

penyerapan teknologi artinya agar UMKM

bisa mengembangkan teknologi sendiri

dalam hal harus ada keterampilan dan

kemampuan tenaga kerja dan pengusaha

UKM untuk menyerap pengetahuan dan

teknologi.

Permasalahan dalam penerapan/

pengembangan iptek di UMKM di

Kabupaten Kudus pada Kelompok

Pengrajin Pigura dari hasil survey di

lapangan adalah sebagai berikut :

1. Kesadaran dan kemauan pengusaha

untuk menerapkan iptek tepat guna di

perusahaan masih sangat terbatas.

Ketidakberanian Kelompok Pengrajin

Pigura untuk mencoba inovasi yang

berkaitan dengan teknologi

menjadikan lemahnya kualitas

sumber daya manusia. Sebagian

besar usaha kecil tumbuh secara

konvensional dan merupakan usaha

keluarga yang turun temurun.

Keterbatasan kualitas SDM pada

UMKM baik dari segi pendidikan

formal maupun pengetahuan dan

keterampilannya sangat berpengaruh

terhadap manajemen pengelolaan

usahanya, sehingga usaha tersebut

sulit untuk berkembang dengan

optimal. UMKM juga relatif sulit

untuk mengadopsi perkembangan

teknologi baru untuk meningkatkan

daya saing dari produk yang

dihasilkannya.

2. Keterbatasan modal untuk melakukan

perbaikan atau peningkatan

teknologi, pembiayaan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi termasuk pembelian mesin-

mesin baru untuk UMKM masih

terbatas, misalnya sistem leasing dan

sewa beli mesin/peralatan di satu

pihak masih terbatas. Kurangnya

informasi yang berhubungan dengan

kemajuan iptek, mengakibatkan

sarana dan prasarana yang mereka

miliki terbatas dan juga masih secara

Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Page 4: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

108 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

manual/konvensional. Dengan

adanya keterbatasan sarana dan

prasarana menyebabkan produksi

kurang maksimal karena

membutuhkan banyak waktu dan

tenaga yang berakibat kurang

mendukung kemajuan usahanya.

3. Kurangnya pembimbingan dan

pengelolaan dari instansi yang terkait

seperti dari dinas perindustrian dan

UMKM sehingga pembimbingan

kepada UMKM kurang optimal,

meskipun sebenarnya produk UMKM

khususnya pengrajin pigura berupa

berbagai macam jenis pigura kaligrafi

dan lukisan sudah sampai ke luar

pulau Jawa seperti Aceh, Riau,

Makasar dan bahkan sampai ke

Malaysia, tentunya mempunyai

banyak peluang untuk menyerap

tenaga kerja akan membentuk

jaringan dengan UMKM yang lain

seperti pengrajin lukisan, kaligrafi,

pengrajin cinderamata dan lainnya.

Pembahasan

Intellectual Capital

Banyak penelitian mencoba untuk

menjelaskan atau mengklasifikasikan apa

yang dimaksud dengan konsep Modal

Intelektual. Model yang pertama

dikembangkan oleh Petrash (1996) dalam

Bambang Setiarso di sebut Value

Platform. Model yang dikembangkan

tersebut biasa disebut dengan model

klasifikasi. Petrash mencoba menjelaskan

bahwa modal intelektual adalah modal

manusia, modal organisasional dan modal

pelanggan. Model yang dikembangkan oleh

Lowendahl (1997) dalam Hong (2007)

mengembangkan model yang sebelumnya

dengan beberapa modifikasi dan membagi

kategori kompetensi dan hubungan menjadi

dua sub kelompok yaitu individual dan

kolektif. Model yang dikembangkan

Stewart (1997) membagi dan

mengelompokkan modal

intelektual menjadi tiga bentuk dasar yaitu,

pertama; adalah modal manusia, kedua;

modal struktural dan ketiga; modal

pelanggan. Hong (2007) mengungkapkan

The Danish Confederation of Trade Unions

(1999) yang melakukan pengelompokkan

Modal Intelektual menjadi Sumber daya

Orang, Sistem dan Pasar.

Modal Intelektual secara ringkas

digambarkan berikut ini:

a. Human Capital

Roos dkk (1997) berpendapat bahwa

karyawan/anggota menghasilkan

Intellectual Capital melalui kompetensi

mereka, sikap mereka di perusahaan dan

kelincahan dan kreatifitas intelektual

mereka. Kompetensi meliputi kemampuan

keterampilan dan tingkat pendidikan,

sementara sikap meliputi komponen

perilaku keseharian dan kerja karyawan.

Kelincahan intelektual membuatan

seseorang untuk mengubah praktik dan

memikirkan solusi inovatif untuk masalah.

Model Skandia juga memberikan

penekanan kepada pentingnya “human

capital” dalam konteks organisasi atau

komunitas, istilah ini bisa dipakai dalam

pengertiannya sebagai “intellectual

capital‖yang mengacu pada pengetahuan

dan kemampuan mengetahui (knowing

capability) dari sebuah kolektifitas sosial.

Intellectual capital ini paralel dengan

konsep human capital yang meliputi

Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Zuliyati

Page 5: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

109 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

pengetahuan, keterampilan dan kapabilitas

yang memungkinkan seseorang bertindak

dengan cara baru. Dengan demikian,

Intellectual capital merupakan sebuah

sumber daya penting dan sebuah

kapabilitas untuk bertindak berdasarkan

pengetahuan. Abdolmohammadi (2005)

menyatakan bahwa terdapat hubungan

positif antara pengungkapan modal

intelektual dengan market capitalization

pada 53 perusahaan Fortune

500. Penelitian tersebut memberikan

pemahaman kepada kita bahwa modal

intelektual merupakan faktor penting bagi

perkembangan organisasi maupun

perkembangan usaha.

Drucker (1993) menyatakan

bahwa sumber daya organisasi samping

faktor-faktor tradisional produksi - tenaga

kerja, modal, dan tanah. Namun sekarang

sumber daya modal intelektual juga

merupakan sumberdaya yang penting,

bahkan tanpa modal intelektual,

sumberdaya yang ada akan lebih bermakna.

Perubahan ekonomi yang berkarakteristik

ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan

penerapan manajemen pengetahuan

(knowledge management) mendorong

meningkatnya Modal Intelektual dan akan

mendorong sebuah organisasi mengubah

strateginya dari bisnis yang berdasar pada

tenaga kerja (laborbased business)

beralih menuju knowledge based business

(bisnis berdasarkan pengetahuan), sehingga

karakteristik utama perusahaannya menjadi

perusahaan berbasis ilmu pengetahuan.

Dalam konteks tulisan ini

kemampuan Pengrajin Pigura dalam

penguasaan Ilmu Pengetahuan dan

teknologi merupakan Human Capital yang

dimiliki sebagai untuk modal intelektual.

Kemampuan, ketrampilan dan kapabilitas

yang dimiliki oleh UMKM menjadikan

UMKM melakukan kegiatan produksi

dengan melakukan inovasi baik dalam

proses produksi maupun hasil produksi

sehingga efektif dan efisien.

b. Struktural Modal

Modal struktural mencakup semua

non-manusia gudang pengetahuan dalam

organisasi yang meliputi database, bagan

organisasi, proses manual, strategi, rutinitas

dan segala hal yang nilainya bagi

perusahaan lebih besar dari nilai

materialnya. Menurut Bontis (1998),

apabila suatu organisasi memiliki sistem

miskin dan prosedur dimana untuk melacak

tindakannya, modal intelektual secara

keseluruhan tidak akan mencapai potensi

sepenuhnya. Organisasi dengan modal

struktural yang kuat akan memiliki budaya

yang mendukung yang memungkinkan

individu untuk mencoba hal baru, belajar,

dan gagal. Modal struktural adalah link

penting yang memungkinkan modal

intelektual untuk diukur pada tingkat

analisis organisasi

Structural capital didefinisikan

sebagai pengetahuan yang akan tetap

berada dalam perusahaan (Starovic dan

Marr, 2004 dalam Astuti, 2005). Beberapa

diantara structural capital dilindungi

hukum dan menjadi intellectual property

right, yang secara legal dimiliki oleh

perusahaan (Starovic dan Marr, 2004 dalam

Astuti, 2005).

Berkaitan dengan hal tersebut,

structural capital memiliki dua tujuan yang

harus dicapai. Pertama, mengkodifikasi

pengetahuan yang dapat ditransfer. Hal ini

Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Page 6: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

110 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

di lakukan agar sistemnya tidak hilang.

Kedua, menghubungkan para karyawan

dengan data, ahli dan keahlian (Sugeng,

2000). Termasuk structural capital adalah

membangun sistem seperti database yang

memungkinkan orang-orang dapat saling

berhubungan dan belajar satu sama lain,

sehingga menumbuhkan sinergi karena

adanya kemudahan berbagi pengetahuan

dan bekerja sama antar individu dalam

organisasi dan semua hal selain manusia

yang berasal dari pengetahuan yang berada

di dalam suatu organisasi termasuk struktur

organisasi, petunjuk proses, strategi,

rutinitas, software, hardware dan semua hal

yang nilainya terhadap perusahaan lebih

tinggi dari pada nilai materinya.

c. Modal Pelanggan

Tema utama dari modal pelanggan

adalah pengetahuan tertanam dalam saluran

pemasaran dan hubungan pelanggan bahwa

organisasi berkembang melalui perjalanan

melakukan bisnis. Hubert Saint Onge-

mendefinisikan yang lebih baru telah

memperluas kategori untuk mencakup

modal relasional yang berlaku meliputi

pengetahuan tertanam dalam semua

hubungan organisasi berkembang baik itu

dari pelanggan, kompetitor, pemasok,

asosiasi perdagangan atau dari pemerintah

(Bontis, 1998). Salah satu manifestasi dari

modal relasional yang dapat dimanfaatkan

dari pelanggan sering disebut “orientasi

pasar”.

Dalam konteks ini pengelolaan

modal pelanggan pada UMKM pengrajin

pigura adalah terciptanya mata rantai yang

kuat antara UMKM pengrajin pigura

dengan agen yang ada di luar pulau Jawa

yang nantinya akan mendistribusikan

produk pigura ke pelanggan baik melalui

sistem grosir/partai maupun sistem eceran.

Implementasi Pengelolaan Intellectual

Capital dalam UMKM

UMKM perlu menggunakan strategi

pengelolaan pengetahuan untuk

meningkatkan daya saing dengan

Implementasi pengelolaan Intellectual

Capital yang dilakukan dengan beberapa

metode sebagai berikut:

a. Meningkatkan Sumber Daya Manusia

UMKM tentang pentingnya Ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Untuk meningkatkan pengetahuan

dapat dilakukan dengan cara

pelatihan serta Bintek (Bimbingan

Teknologi ) melalui pelatihan yang

berkaitan dengan pengenalan

teknologi tepat guna dan berhasil

guna. Meningkatkan kinerja

perusahaan perlu dibentuk dan dibuat

system berbasis pengetahuan

(knowledge based systems), kinerja

intangible assets terus ditingkatkan

dan disosialisasikan secara periodik,

dan adanya audit system knowledge –

performance.

b. Meningkatkan kualitas dan standar

produk

Peranan dukungan teknologi untuk

peningkatan kualitas dan

produktivitas serta introduksi desain

sangatlah penting. Guna dapat

memanfaatkan peluang dan potensi

pasar baik lokal, nasional dan pasar

global, maka produk yang dihasilkan

UMKM haruslah memenuhi kualitas

dan standar yang sesuai dengan

kesepakatan negara tujuan. Dalam

Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Zuliyati

Page 7: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

111 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

kerangka itu, maka UMKM harus

mulai difasilitasi dengan kebutuhan

kualitas dan standar produk yang

dipersyaratkan.

c. Meningkatkan akses finansial

Permasalahan finansial dalam

pengembangan bisnis UMKM

sangatlah klasik. Selama ini, belum

banyak UMKM yang bisa

memanfaatkan skema pembiayaan

yang diberikan oleh perbankan. Hasil

survey Regional Development

Institute (REDI, 2002) menyebutkan

bahwa ada 3 gap yang dihadapi

berkaitan dengan akses finansial bagi

UMKM, (1) aspek formalitas, karena

banyak UMKM yang tidak memiliki

legal status; (2) aspek skala usaha,

dimana sering sekali skema kredit

yang disiapkan perbankan

tidak sejalan dengan skala usaha

UKM; dan (3) aspek informasi,

dimana perbankan tidak mengetahui

UKM mana yang harus dibiayai,

sementara itu UKM juga tidak tahu

skema pembiayaan apa yang tersedia

di perbankan. Oleh sebab itu, maka

ketiga gap ini harus diatasi,

diantaranya dengan peningkatan

kemampuan bagi SDM yang dimiliki

UKM, perbankan, serta pendamping

UKM. Pada sisi lain, juga harus

diberikan informasi yang luas tentang

skema-skema pembiayaan yang

dimiliki perbankan.

c. Meningkatkan peranan pemerintah

terutama untuk mengantarkan mereka

agar mampu bersaing dengan pelaku

usaha lainnya. Beberapa upaya yang

perlu dilakukan pemerintah untuk

memperkuat daya saing UMKM

menghadapi pasar global adalah: (1)

Memperkuat dan meningkatkan akses

dan transfer teknologi bagi UMKM

untuk pengembangan UMKM

inovatif; Akses dan transfer teknologi

untuk UMKM masih merupakan

tantangan yang dihadapi di Indonesia.

Peran inkubator, lembaga riset, dan

kerjasama antara lembaga riset dan

perguruan tinggi serta dunia usaha

untuk alih teknologi perlu digalakkan.

Kerjasama atau kemitraan antara

perusahaan besar, baik dari dalam

dan luar negeri dengan UMKM harus

didorong untuk alih teknologi dari

perusahaan besar kepada UKM.

Praktek seperti ini telah banyak

berjalan di beberapa Negara maju,

seperti USA, Jerman, Inggris, Korea,

Jepang dan Taiwan. Model-model

pengembangan klaster juga harus

dikembangkan, dikarenakan melalui

model tersebut akan terjadi alih

teknologi kepada dan antar UKM. (2)

Memfasilitasi UKM berkaitan akses

informasi dan promosi di luar negeri;

Bagian terpenting dari proses

produksi adalah masalah pasar.

Sebaik apapun kualitas produk yang

dihasilkan, jika masyarakat atau pasar

tidak mengetahuinya, maka produk

tersebut akan sulit dipasarkan. Oleh

sebab itu, maka pemberian informasi

dan promosi produk-produk UMKM,

khususnya untuk memperkenalkan di

pasar ASEAN harus ditingkatkan.

Promosi produk, bisa dilakukan

melalui dunia maya/ internet atau

mengikuti kegiatan-kegiatan pameran

Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Page 8: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

112 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

di luar negeri.

Kesimpulan

UMKM dalam menghadapi era

globalisasi yang ditandai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang sangat pesat perlu

dipersiapkan agar tidak kalah bersaing,

baik dengan sesama UMKM tingkat

regional, nasional maupun internasional.

Kemampuan UMKM di bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi menjadi salah

satu faktor daya saing yang sangat penting

dewasa ini. Menyadari akan persaingan

global yang semakin ketat dan berat, maka

perlu perubahan paradigma dari awalnya

mengandalkan pada resources-based

competitiveness menjadi knowledge-based

competitiveness dapat berwujud berupa

teknik, metode, cara produksi, serta

peralatan atau mesin yang dipergunakan

dalam suatu proses produksi.

Pada umumnya keterampilan yang

dimiliki pengusaha dan karyawan UMKM

terutama dalam membuat berbagai macam

produk yang dapat dikatakan baik. Tetapi

bicara soal produk keterampilan yang

dimiliki secara tradisional (pendidikan

informal) tidak cukup, maka diperlukan

keahlian khusus, memenuhi standar

internasional, termasuk dilandasi oleh

pendidikan formal. UMKM harus

mempunyai daya saing karena mereka

memahami bahwa Intellectual Capital

merupakan knowledge yang merupakan

sumber inovasi yang mendukung daya

saing, dimana knowledge ini harus dikelola

(managed), karena harus direncanakan dan

dimplementasikan.

Saran

1. UMKM harus mampu meningkatkan

kualitas SDM yang dimiliki agar bisa

menginterpretasikan informasi

tentang lingkungan untuk

mendapatkan arti tentang apa yang

terjadi dan apa yang dikerjakan

perusahaan tersebut, sehingga

UMKM mampu menciptakan

knowledge baru dengan

mengkonversikan dan

mengkombinasikan kepakaran dan

pengetahuan (know-how) dari

anggotanya agar dapat belajar dan

berinovasi baik melalui pendidikan

non formal maupun formal.

2. Pengelolaan Modal intelektual

ditingkatkan agar UMKM mampu

memproses dan menganalisis

informasi untuk memilih dan commit

melakukan kegiatan yang sesuai

dengan tindakannya. Model yang

diharapkan akan terbentuk adalah

integrasi dari sense making,

knowledge creating dan decision

making yang membentuk knowing

organization. Knowing organization

ini sangat efektif karena secara terus

menerus mengikuti perubahan

lingkungan, dan menyegarkan aset

dan kegiatan pemrosesan informasi

untuk pengambilan keputusan, agar

UMKM mempunyai kemampuan

untuk berdaya saing baik dari sisi

produk yang dihasilkan maupun

sistem kerja yang dipergunakan.

Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Zuliyati

Page 9: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

113 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Daftar Pustaka

Astuti, P.D. dan A. Sabeni, 2005,

Hubungan Intellectual Capital dan

Business Performance, Proceeding

SNA VII, Solo, pp. 694-707.

Abdolmohammadi, M.J., 2005,

“Intellectual capital disclosure and

market capitalization”, Journal of

Intellectual Capital, Vol. 6 No. 3. pp.

397-416.

Bontis, N. 1998. “Intellectual capital: an

exploratory study that develops

measures and models”. Management

Decision, Vol. 36 No. 2, p. 63.

Hong, Pew Tan, David Plowman dan Phil

Hancock. 2007. “Intellectual Capital

and Financial Returns of

Companies.” Journal of Intellectual

Capital. Vol 8, No. 1, 76-95.

Lowendahl,B..1997, Strategic

Managemement of Professional

Service Firms, Handelshojskolens

Forlag, Copenhagen.

Nonaka, Ikujiro & Takeuchi, Hirotaka,

1995, The Knowledge-Creating

Company : How Japanese

Companies Create the Dynamics of

Innovation. Oxford University Press,

Oxford.

Rooagonetts,J.,G.Roos,N.C.Dragonetti,and

L.Edvinson.1007. Intellectual

Capital: Navigating in The New

Business Landscape. Macmillan

Business, Houndsmills.

Setiarso, Bambang, Jusni Djatin dan Nazir

Harjanto, 2004, Strategi Peningkatan

Daya Saing Infrastruktur Iptek

Rekayasa dan Produksi menghadapi

persaingan Global: Knowledge

Management pada Industri Makanan,

Riset Kompetitif Pengembangan

Iptek, Sub Program “Otonomi

Daerah, Konflik dan Daya Saing”,

Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia, 60 hal, Jakarta.

Setiarso, Bambang, 2005, Knowledge

Sharing in Indonesia Research

Centre: models and mechanism.

Proceedings on the 9Th World Multi

Conference on Systemics,

Cybernetics and Informatics, USA:

Orlando, Florida, July 10-13: pp.14.

dapat dilihat di: http://www.iiisci.org/

sci2005

_______________., 2006, “Pengelolaan

Pengetahuan (Knowledge

Management) dan Modal Intelektual

(Intellectual Capital) Untuk

Pemberdayaan UKM”, available

online at: www.ilmukomputer.com

diakses pada April 2007

Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital:

The Wealth of New Organisations,

Nicholas Brealey Publishing,

London.

Sugeng, Imam. 2000. “Mengukur dan

Mengelola Intellectual Capital.”

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Indonesia. Vol 15, No.2, 247-256.

Ulum, Ihyaul, 2009, Intellectual Capital:

Konsep dan Kajian Empiris, Graha

Ilmu, Yogyakarta.

Zuliyati, Lie Liana, 2012, Desain produk

Pigura Suara bagi Kelompok

Pengrajin Pigura, Proceeding

Kewirausahaan dan Industri Kreatif,

ISBN : 978-979-3986-296.

Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Page 10: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

114 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Zuliyati, Ngurah Arya, 2011 “Intellectual

Capital dan Kinerja Keuangan”, Di-

namika Keuangan dan Perbankan,

ISSN 1979-4878,Vol 3 no 2 Hal 102-

197.

Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk

Menciptakan Daya Saing UMKM

Zuliyati

Page 11: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

115 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Kata Kunci :

Intensi Kewirausahaan,

Demografi,

Pengalaman Kerja

Keyword :

Entrepreneur Intention,

demografy, work

experience

Abstrak

Dunia pendidikan telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk

menumbuhkembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan

generasi muda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan intensi

kewirausahaan mahasiswa berdasarkan gender, latar belakang pendidikan dan

pengalaman kerja. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 orang mahasiswa

pada PTS ―X‘ di Semarang. Pengambilan sampel didasarkan pada judgement

atau purposive sampling, sampel dipilih dengan adanya kriteria tertentu yang

digunakan oleh peneliti yaitu pernah mengikuti mata kuliah pengantar bisnis.

Instrumen survey Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) model yang

dikembangkan oleh Robinson at al digunakan untuk mengukur sikap

kewirausahaan. Model EAO menggunakan empat subskala sikap, dimana terdiri

dari empat konstrak, yaitu: Prestasi bisnis, Inovasi bisnis, Penerimaan kontrol

individu terhadap hasil bisnis, dan Penerimaan Penghargaan diri dalam bisnis.

Hasil uji independen sampel t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensi

kewirausahaan antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan,

terdapat perbedaan intensi kewirausahaan antara mahasiswa berlatarbelakang

pendidikan SMU dengan mahasiswa berlatarbelakang pendidikan SMK, dan

terdapat perbedaan intensi kewirausahaan antara mahasiswa yang punya

pengalaman kerja dengan mahasiswa yang belum punya pengalaman kerja.

Abstract

The education has been considered as one of the important factors to grow and

develop the passion, spirit and entrepreneurial behavior among the younger

generation. This study aims to determine the differences in entrepreneurial

intentions of students by gender, educational background and work experience.

The sample in this research were 64 students on the PTS 'X' in Semarang.

Sampling was based on a judgment or purposive sampling, the samples selected

with the specific criteria used by researchers that had attended an introductory

course of business. Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) survey instrument

model developed by Robinson at al used to measure entrepreneurial attitudes.

EAO models using four subscales of attitude, which consists of four construct, they

are : Business achievement, business innovation, perceived personal control of

business outcome, and Perceived self esteem in business. The results of the

independent test sample t-test showed that there were differences in

entrepreneurial intentions among male students to female students, there were

differences in entrepreneurial intentions among high school students with the

educational background and students with vocational educational background,

and there were differences in entrepreneurial intentions among students who never

work experience with students who have experience work.

INTENSI KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA

)STUDI KASUS PADA PTS X DI SEMARANG)

Widaryanti

STIE Pelita Nusantara

Email : [email protected]

Page 12: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

116 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Pendahuluan

Pendidikan kewirausahaan selama ini

telah dipertimbangkan sebagai salah satu

faktor penting untuk menumbuhkan dan

mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku

berwirausaha di kalangan generasi muda

(Kourilsky dan Walstad, 1998). Terkait

dengan pengaruh pendidikan

kewirausahaan tersebut, diperlukan adanya

pemahaman tentang bagaimana

mengembangkan dan mendorong lahirnya

wirausaha-wirausaha muda yang potensial

sementara mereka berada di bangku

sekolah atau kuliah. Beberapa penelitian

sebelumnya menyebutkan bahwa keinginan

berwirausaha para mahasiswa merupakan

sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha

muda masa depan (Gorman et al., 1997;

Kourilsky dan Walstad, 1998). Sikap,

perilaku dan pengetahuan mahasiswa

tentang kewirausahaan akan membentuk

kecenderungan mereka untuk membuka

usaha-usaha baru di masa mendatang.

Penelitian tentang intensi

kewirausahaan berfokus pada karakteristik

pribadi (McClelland, 1961; Wortman,

1987). Penelitian lain tentang proses

kewirausahaan termasuk didalamnya

penelitian peran perilaku, faktor-faktor

situasional (Gartner, 1985) dan variabel

demografik (Davidson, 1995) terhadap

intensi kewirausahaan. Secara garis besar

penelitian tentang intensi kewirausahaan

dilakukan dengan melihat tiga hal yaitu:

karakteristik kepribadian, karakteristik

demografis dan karakteristik lingkungan.

Beberapa peneliti terdahulu membuktikan

bahwa faktor kepribadian seperti kebutuhan

akan prestasi (McClelland, 1961; Sengupta

dan Debnath,1994) dan efikasi diri (Gilles

dan Rea, 1999; Indarti, 2004) merupakan

prediktor signifikan intensi kewirausahaan.

Faktor demografi responden seperti umur,

jenis kelamin, latarbelakang pendidikan

dan pengalaman bekerja seseorang

diperhitungkan sebagai penentu bagi

intensi kewirausahaan. Sinha (1996)

menemukan bahwa latar belakang

pendidikan seseorang menentukan tingkat

intensi kewirausahaan seseorang dan

kesuksesan suatu bisnis yang dijalankan.

Kristiansen (2001;2002a) menyebut bahwa

faktor lingkungan seperti hubungan sosial,

infrastruktur fisik dan institusional serta

faktor budaya dapat mempengaruhi intensi

kewirausahaan.Variabel demografik

meningkatkan kemampuan prediksi intensi

kewirausahaan mendatang (Gasse, 1985;

Hatten dan Ruhland, 1995).

Penelitian Robinson (1991)

menemukan bahwa sikap dan keahlian

kewirausahaan dapat dikembangkan dan

ditemukan kembali melalui program

pendidikan kewirausahaan. Pendidikan dan

keahlian yang berbeda dari setiap orang

dapat mempengaruhi aktivitas

kewirausahaan seseorang lebih sukses

daripada orang lain (Farmer, 1997;

Gatewood et al., 2002; Carter et al., 2003).

Mahasiswa bisnis sekarang merupakan

pemimpin bisnis di masa depan, sehingga

penting adanya pendidikan berkelanjutan

untuk menemukan profil kewirausahaan

mereka (Hatten dan Ruhland, 1995;

Hisrich, 2000; Steyaert, 2004). Penelitian

ini bertujuan untuk melihat sikap

kewirausahaan dari mahasiswa ekonomi di

PT “X” di Semarang, dan melihat dampak

variabel demografik dan pengalaman bisnis

terakhir mahasiswa terhadap sikap

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Widaryanti

Page 13: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

117 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

kewirausahaan.

Penelitian ini menggunakan

instrumen yang dikembangkan oleh

Robinson et al (1991) yaitu model

Entrepreneurial Attitudes Orientation

(EAO) untuk memprediksi intensi

kewirausahaan. Pengukuran sikap individu

model EAO mempunyai empat konstrak,

yaitu :

1. Prestasi bisnis (Achievement in

business)

2. Inovasi bisnis (Innovation in

business)

3. Penerimaan control individu

terhadap hasil bisnis (Perceived

personal control of business

outcome)

4. Penerimaan Penghargaan diri dalam

bisnis (Perceived self esteem in

business)

Kajian Pustaka dan Pengembangan

Hipotesis

Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap

(Attitude Consistency and Attribution

Theory)

Sikap pertama kali atau attitude

pertama kali digunakan oleh Herbert

Spenser di tahun 1962 yang berarti status

mental seseorang (Azwar, 2005). Attitude is

a learned predisposition to be have an a

consistency favorable or unfavorable way

with respect to to a given object

(Schiffman, 2000). Severin dan Tankard

(2001) berpendapat bahwa sikap pada

dasarnya adalah tendensi manusia terhadap

sesuatu.

Sikap (attitude) adalah keyakinan

yang menempati posisi periferal/tepi atau

paling rendah sentralitasnya dalam BST.

Sikap merupakan suatu organisasi dari

keyakinan-keyakinan sehari-hari tentang

obyek atau situasi. Jumlah sikap yang

dimiliki individu dapat berhubungan

dengan banyak obyek atau situasi yang

berbeda-beda. Karenanya seseorang dapat

memiliki sikap yang ribuan jumlahnya.

Mengingat sikap adalah keyakinan yang

periferal, maka perubahan sikap hanya

memiliki pengaruh yang terbatas pada

tingkah laku.

Fritz Heider (1946, 1958), seorang

psikolog bangsa Jerman mengatakan bahwa

kita cenderung mengorganisasikan sikap

kita, sehingga tidak menimbulkan konflik.

Contohnya, jika kita setuju pada hak

seseorang untuk melakukan aborsi, seperti

juga orang-orang lain, maka sikap kita

tersebut konsisten atau seimbang (balance).

Namun jika kita setuju aborsi tetapi

ternyata teman-teman dekat kita dan juga

orang-orang di sekeliling kita tidak setuju

pada aborsi maka kita dalam kondisi tidak

seimbang (imbalance). Akibatnya kita

merasa tertekan (stress), kurang nyaman,

dan kemudian kita akan mencoba

mengubah sikap kita, menyesuaikan

dengan orang-orang di sekitar kita,

misalnya dengan bersikap bahwa kita

sekarang tidak sepenuhnya setuju pada

aborsi. Melalui pengubahan sikap tersebut,

kita menjadi lebih nyaman. Intinya sikap

kita senantiasa kita sesuaikan dengan sikap

orang lain agar terjadi keseimbangan

karena dalam situasi itu, kita menjadi lebih

nyaman.

Heider juga menyatakan bahwa kita

mengorganisir pikiran-pikiran kita dalam

kerangka "sebab dan akibat". Agar supaya

bisa meneruskan kegiatan kita dan

Widaryanti

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Page 14: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

118 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

mencocokannya dengan orang-orang di

sekitar kita, kita mentafsirkan informasi

untuk memutuskan penyebab perilaku kita

dan orang lain. Heider memperkenalkan

konsep "causal attribution" - proses

penjelasan tentang penyebab suatu

perilaku. Mengapa Tono pindah ke kota

lain ?, Mengapa Ari keluar dari sekolah ?.

Kita bisa menjelaskan perilaku sosial dari

Tono dan Ari jika kita mengetahui

penyebabnya. Dalam kehidupan sehari-

hari, kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu

internal dan eksternal. Penyebab internal

(internal causality) merupakan atribut yang

melekat pada sifat dan kualitas pribadi atau

personal, dan penyebab external (external

causality) terdapat dalam lingkungan atau

situasi.

Entrepreneurial Attitudes Orientation

(EAO) Model

Untuk mengetahui sikap

kewirausahaan digunakan instrumen survey

EAO model yang dikembangkan oleh

Robinson at al (1991). Model EAO

menggunakan empat subskala sikap,

dimana terdiri dari empat konstrak, yaitu :

1. Prestasi bisnis (Achievement in

business)

2. Inovasi bisnis (Innovation in

business)

3. Penerimaan control individu

terhadap hasil bisnis (Perceived

personal control of business

outcome)

4. Penerimaan Penghargaan diri dalam

bisnis (Perceived self esteem in

business)

Model EAO menggunakan sepuluh

point skala likert, dimana 1 menunjukkan

sangat tidak setuju dan 10 menunjukkan

sangat setuju. Robinson et al (1991)

menemukan bahwa empat subskala dapat

secara akurat memprediksi klasifikasi

kewirausahaan sebesar 77 persen.

Faktor Demografis: Gender, Pendidikan

dan Pengalaman Kerja

Penelitian-penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa faktor-faktor

demografis seperti jender, umur,

pendidikan dan pengalaman bekerja

seseorang berpengaruh terhadap

keinginannya untuk menjadi seorang

wirausaha (Mazzarol et al., 1999; Tkachev

dan Kolvereid, 1999).

Gender

Pengaruh gender atau jenis kelamin

terhadap intensi seseorang menjadi

wirausaha telah banyak diteliti (Mazzarol et

al., 1999; Kolvereid, 1996; Matthews dan

Moser, 1996; Schiller dan Crewson, 1997).

Seperti yang sudah diduga, bahwa

mahasiswa laki-laki memiliki intensi yang

lebih kuat dibandingkan mahasiswa

perempuan. Secara umum, sektor

wiraswasta adalah sektor yang didominasi

oleh kaum laki-laki. Mazzarol et al., (1999)

membuktikan bahwa perempuan cenderung

kurang menyukai untuk membuka usaha

baru dibandingkan kaum laki-laki. Temuan

serupa juga disampaikan oleh Kolvereid

(1996), laki-laki terbukti mempunyai

intensi kewirausahaan yang lebih tinggi

dibandingkan perempuan. Penelitian yang

dilakukan oleh Matthews dan Moser (1996)

pada lulusan master di Amerika dengan

menggunakan studi longitudinal

menemukan bahwa minat laki-laki untuk

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Widaryanti

Page 15: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

119 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

berwirausaha konsisten dibandingkan minat

perempuan yang berubah menurut waktu.

Schiller dan Crawson (1997) menemukan

adanya perbedaan yang signifikan dalam

hal kesuksesan usaha dan kesuksesan

dalam berwirausaha antara perempuan dan

laki-laki.

Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang

akan dijawab dalam penelitian ini

dirumuskan:

Hipotesis 1 :Mahasiswa bisnis laki-laki

mempunyai sikap

kewirausahaan lebih tinggi

dibandingkan mahasiswa bisnis

perempuan

Latar Belakang Pendidikan

Latar belakang pendidikan seseorang

terutama yang terkait dengan bidang usaha,

seperti bisnis dan manajemen atau ekonomi

dipercaya akan mempengaruhi keinginan

dan minatnya untuk memulai usaha baru di

masa mendatang. Sebuah studi dari India

membuktikan bahwa latar belakang

pendidikan menjadi salah satu penentu

penting intensi kewirausahaan dan

kesuksesan usaha yang dijalankan (Sinha,

1996). Penelitian lain, Lee (1997) yang

mengkaji perempuan wirausaha

menemukan bahwa perempuan

berpendidikan universitas mempunyai

kebutuhan akan prestasi yang tinggi untuk

menjadi wirausaha.

Hipotesis 2: Mahasiswa yang berlatar

belakang pendidikan ekonomi

dan bisnis memiliki sikap

kewirausahaan yang lebih

tinggi dibandingkan mereka

yang berlatar belakang

pendidikan non-ekonomi dan

bisnis.

Pengalaman Kerja

Kolvereid (1996) menemukan bahwa

seseorang yang memiliki pengalaman

bekerja mempunyai intensi kewirausahaan

yang lebih tinggi dibandingkan mereka

yang tidak pernah bekerja sebelumnya.

Sebaliknya, secara lebih spesifik, penelitian

yang dilakukan oleh Mazzarol et al., (1999)

membuktikan bahwa seseorang yang

pernah bekerja di sektor pemerintahan

cenderung kurang sukses untuk memulai

usaha. Namun, Mazzarol et al., (1999)

tidak menganalisis hubungan antara

pengalaman kerja di sektor swasta terhadap

intensi kewirausahaan. Scott dan Twomey

(1988) meneliti beberapa faktor seperti

pengaruh orang tua dan pengalaman kerja

yang akan mempengaruhi persepsi

seseorang terhadap suatu usaha dan sikap

orang tersebut terhadap keinginannya untuk

menjadi karyawan atau wirausaha. Lebih

lanjut, mereka menyebutkan bahwa jika

kondisi lingkungan sosial seseorang pada

saat dia berusia muda kondusif untuk

kewirausahaan dan seseorang tersebut

memiliki pengalaman yang positif terhadap

sebuah usaha, maka dapat dipastikan orang

tersebut mempunyai gambaran yang baik

tentang kewirausahaan.

Dengan demikian, maka dapat

dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 3 : Mahasiswa yang memiliki

pengalaman kerja memiliki

sikap kewirausahaan yang

lebih tinggi dibandingkan

dengan mereka yang belum

pernah bekerja sebelumnya.

Widaryanti

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Page 16: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

120 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah

mahasiswa ekonomi PTS “X‟ Semarang.

Pengambilan sampel didasarkan pada

judgement atau purposive sampling, sampel

dipilih dengan adanya beberapa kriteria

tertentu yang digunakan oleh peneliti

(Remenyi, 2000). Kriteria yang ditetapkan

adalah sampel pernah mengikuti mata

kuliah pengantar bisnis. Kuesioner

penelitian didistribusikan secara langsung

dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat

pengembalian yang tinggi. Pengumpulan

data dilakukan di sekitar kampus, terutama

di area publik seperti kantin, perpustakaan,

dan ruang tunggu mahasiswa. Teknik ini

digunakan agar peneliti dapat memperoleh

responden dari latar belakang demografi

yang berbeda-beda. Pengumpulan data

dilakukan pada tahun 2013.

Penelitian ini menggunakan

instrumen survey EAO model yang

dikembangkan oleh Robinson at al (1991)

untuk mengukur sikap kewirausahaan.

Model EAO menggunakan empat subskala

sikap, dimana terdiri dari empat konstrak,

yaitu :

1. Prestasi bisnis (Achievement in

business)

2. Inovasi bisnis (Innovation in

business)

3. Penerimaan control individu

terhadap hasil bisnis (Perceived

personal control of business

outcome)

4. Penerimaan Penghargaan diri dalam

bisnis (Perceived self esteem in

business)

Model EAO menggunakan sepuluh point

skala likert, dimana 1 menunjukkan sangat

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Widaryanti

tidak setuju dan 10 menunjukkan sangat

setuju. Robinson et al (1991) menemukan

bahwa empat subskala dapat secara akurat

memprediksi klasifikasi kewirausahaan

sebesar 77 persen. Untuk melengkapi

model EAO, responden disediakan

pertanyaan mengenai variabel demografik

termasuk didalamnya latar belakang

pendidikan (lulusan SMEA, STM atau

SMA), gender, dan umur.

Untuk mengukur pengalaman bisnis,

terdapat tiga pertanyaan yang harus

dijawab :

1. Apakah anda pernah bekerja pada

sebuah usaha kecil ?

2. Apakah keluarga anda pernah

memiliki sebuah usaha kecil ?

3. Apakah anda pernah memiliki usaha

kecil sendiri ?

Pengolahan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan teknik

statistik yang berupa uji beda dua rata-rata

(independent sample t-test). Tujuan dari uji

hipotesis yang berupa uji beda dua rata-rata

pada penelitian ini adalah untuk

menentukan, menerima atau menolak

hipotesis yang telah dibuat.

Hasil dan Pembahasan

Profil Responden

Responden dalam penelitian ini

adalah mahasiswa yang telah mengikuti

mata kuliah pengantar bisnis di PTS “X”

Semarang. Jumlah kuesioner yang disebar

sebanyak 75 buah, namun yang kembali

sebesar 64 responden. Berikut statistik

deskriptif dari 64 responden tersebut :

Page 17: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

121 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Tabel 1

Profil Responden

Sumber : Data primer yang diolah

Dari tabel diatas dapat diketahui

bahwa responden yang berjenis kelamin

wanita dan berpendidikan SMK sebanyak

32 orang, namun yang berpendidikan SMU

sebanyak 14 orang. Responden yang

berjenis kelamin laki-laki dan

berpendidikan SMK sebanyak 8 orang,

namun yang berpendidikan SMU sebanyak

10 orang.

Tabel 2

Profil Responden

Sumber: Data primer yang diolah

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa

responden yang berjenis kelamin wanita

dan pernah berpengalaman sebanyak 18

orang, namun yang tidak pernah

berpengalaman sebanyak 28 orang.

Responden yang berjenis kelamin laki-laki

dan pernah berpengalaman sebanyak 6

orang, namun yang tidak pernah

berpengalaman sebanyak 12 orang.

PENDIDIKAN

SMK SMU Total

Wanita 32 14 46

Laki-laki 8 10 18

Total 40 24 64

PENGALAMAN

Pernah Tidak

pernah

Total

Wanita 18 28 46

Laki-laki 6 12 18

Total 24 40 64

Tabel 3

Profil Responden

Sumber: Data primer yang diolah

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa

responden yang berpendidikan SMK dan

pernah berpengalaman sebanyak 16 orang,

namun yang tidak pernah berpengalaman

sebanyak 24 orang. Responden yang

berpendidikan SMU dan pernah

berpengalaman sebanyak 8 orang, namun

yang tidak pernah berpengalaman sebanyak

16 orang.

Hasil Uji Reliabilitas

Suatu kuesioner dikatakan reliabel

atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pertanyaan adalah konsisten atau

stabil dari waktu ke waktu.

Tabel 5

Hasil uji Reliabilitas

konstrak

Sumber : Data primer yang diolah

Dari data diatas, hasil Cronbach

Alpha sebesar 0,634 diatas 0,60. Jadi dapat

disimpulkan bahwa reliabilitas dari

konstrak atau variabel tinggi.

Hasil Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk

mengukur sah atau valid tidaknya suatu

PENGALAMAN

Pernah Tidak

pernah

Total

SMK 16 24 40

SMU 8 16 24

Total 24 40 64

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.634 64

Widaryanti

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Page 18: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

122 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Tabel 6 Hasil uji Validitas konstrak

Sumber : Data primer yang diolah

Butir Rtabel Rhitung Ket Butir Rtabel Rhitung Ket Butir Rtabel Rhitung Ket

1 0,208 .287 Valid 26 0,208 .234 Valid 51 0,208 .547 Valid

2 0,208 .249 Valid 27 0,208 .364 Valid 52 0,208 .255 Valid

3 0,208 .296 Valid 28 0,208 .253 Valid 53 0,208 .259 Valid

4 0,208 .278 Valid 29 0,208 .272 Valid 54 0,208 .296 Valid

5 0,208 .224 Valid 30 0,208 .221 Valid 55 0,208 .229 Valid

6 0,208 .355 Valid 31 0,208 .423 Valid 56 0,208 .434 Valid

7 0,208 .272 Valid 32 0,208 .254 Valid 57 0,208 .352 Valid

8 0,208 .282 Valid 33 0,208 .244 Valid 58 0,208 .502 Valid

9 0,208 .424 Valid 34 0,208 .224 Valid 59 0,208 .379 Valid

10 0,208 .275 Valid 35 0,208 .244 Valid 60 0,208 .595 Valid

11 0,208 .231 Valid 36 0,208 .275 Valid 61 0,208 .330 Valid

12 0,208 .355 Valid 37 0,208 .441 Valid 62 0,208 .397 Valid

13 0,208 .234 Valid 38 0,208 .320 Valid 63 0,208 .365 Valid

14 0,208 .301 Valid 39 0,208 .346 Valid 64 0,208 .386 Valid

15 0,208 .253 Valid 40 0,208 .216 Valid 65 0,208 .469 Valid

16 0,208 .400 Valid 41 0,208 .326 Valid 66 0,208 .297 Valid

17 0,208 .459 Valid 42 0,208 .222 Valid 67 0,208 .406 Valid

18 0,208 .459 Valid 43 0,208 .500 Valid 68 0,208 .258 Valid

19 0,208 .273 Valid 44 0,208 .370 Valid 69 0,208 .424 Valid

20 0,208 .323 Valid 45 0,208 .217 Valid 70 0,208 .416 Valid

21 0,208 .274 Valid 46 0,208 .464 Valid 71 0,208 .379 Valid

22 0,208 .381

Valid 47 0,208 .304

Valid 72 0,208 .366

Valid

23 0,208 .338 Valid 48 0,208 .205 Valid 73 0,208 .263 Valid

24 0,208 .227 Valid 49 0,208 .428 Valid 74 0,208 .243 Valid

25 0,208 .366 Valid 50 0,208 .228 Valid 75 0,208 Valid

2. Penentuan nilai kritis.

Dalam penentuan ini, tingkat

signifikasi () yang digunakan

adalah 5 persen dengan nilai kritis

diperoleh r tabel (64 ; 0,05) = 0,208.

3. Mencari r hitung.

Untuk r hitung masing-masing item dapat

dilihat pada kolom corrected item-total

correlation dari hasil perhitungan SPSS 16.0

for windows.

4. Kriteria pengujian.

Menerima H0 jika r hitung< r tabel.

Menolak H0 dan menerima H1 jika r hitung> r

tabel.

Hasil pengujian validitas konstrak kuesioner

yang valid dapat dilihat pada tabel 6 di bawah

ini:

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid

jika pertanyaan pada kuesioner mampu

untuk mengungkapkan sesuatu yang akan

diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi

validitas ingin mengukur apakah

pertanyaan dalam kuesioner yang sudah

kita buat betul-betul dapat mengukur apa

yang hendak kita ukur.

Uji validitas kuesioner dapat

dilakukan dengan langkah-langkah

pengujian sebagai berikut:

1. Perumusan hipotesis.

H0 = Skor butir berkorelasi positif

dengan skor faktor.

H1 = Skor butir tidak berkorelasi positif

dengan skor faktor.

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Widaryanti

Page 19: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

123 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Hasil Uji Beda

Tabel 7

Hasil Uji Independen Sample t-test Intensi

Kewirausahaan berdasarkan Gender

Sumber : Data primer yang diolah

Output SPSS memberikan nilai t hitung

sebesar 2,849 dengan probabilitas signifikansi

0,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata

intense kewirausahaan berbeda secara signifikan

antara mahasiswa yang berjenis kelamin wanita dan

laki-laki. Berdasarkan nilai mean intense

kewirausahaan wanita lebih tinggi dari laki-laki.

Temuan ini memperkuat hasil penelitian Brush and

Chaganti (1999) yang menunjukkan bahwa

mahasiswa wanita memiliki sikap kewirausahaan

yang lebih tinggi dari laki-laki, namun tidak

mendukung penelitian Harris (2008) yang

menyatakan bahwa mahasiswa laki-laki memiliki

sikap kewirausahaan yang lebih tinggi dari wanita.

Hal ini dikarenakan mahasiswa wanita lebih

memiliki kemampuan inovasi dan mau mencoba hal

baru terutama untuk bisnis retail dan sektor jasa

(Bosma dan Harding, 2006).

Tabel 8

Hasil Uji Independen Sample t-test

Intensi Kewirausahaan berdasarkan Pendidikan

Sumber : Data primer diolah

Output SPSS memberikan nilai t hitung

sebesar 2,696 dengan probabilitas signifikansi

0,010. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata

intense kewirausahaan berbeda secara signifikan

antara mahasiswa yang berpendidikan SMK dan

SMU. Berdasarkan nilai mean intense

kewirausahaan mahasiswa yang berpendidikan

SMK lebih tinggi dari mahasiswa yang

berpendidikan SMU. Temuan ini memperkuat hasil

penelitian Harris (2008) yang menunjukkan bahwa

intensi kewirausahaan mahasiswa yang berlatar

belakang bisnis lebih tinggi dari mahasiswa yang

berlatar belakang non bisnis, namun temuan ini

tidak mendukung penelitian Hatten and Ruhland

(1995). Hal ini karena mahasiswa dari SMK dalam

kurikulumnya terdapat mata pelajaran magang.

mean T df Sig.

Gender 2,

849

26 0,0

00

Wanita 586,07

Laki-

laki 573,52

Mean T df Sig.

Pendidi

kan

2,696 63 0,010

SMK 610,83

SMU 582,19

Pengalaman magang ini tidak hanya mengenalkan

mahasiswa pada dunia kerja, namun juga

melengkapi mahasiswa dengan pengalaman

pengembangan suatu bisnis.

Tabel 9

Hasil Uji Independen Sample t-test

Intensi Kewirausahaan berdasarkan

Pengalaman

Sumber : Data primer yang diolah

Output SPSS memberikan nilai t hitung

sebesar 2,373 dengan probabilitas signifikansi

0,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata

intense kewirausahaan berbeda secara signifikan

antara mahasiswa yang pernah punya pengalaman

dan yang tidak pernah punya pengalaman.

Berdasarkan nilai mean intense kewirausahaan

mahasiswa yang pernah punya pengalaman lebih

tinggi dari yang tidak pernah punya pengalaman.

Temuan ini memperkuat hasil penelitian Harris

(2008) yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang

pernah punya pengalaman ikut bisnis berbeda

intensi kewirausahaannya dengan mahasiswa yang

tidak pernah punya pengalaman. Hal ini

memperlihatkan bahwa mahasiswa yang pernah ikut

suatu usaha, lebih tertarik sisi lain dari bisnis yaitu

kepuasan memiliki bisnis sendiri karena dapat

mempunyai kompensasi keuangan yang besar dan

jadwal kerja yang bisa diatur sendiri.

Daftar Pustaka

Aldrich, H., dan C. Zimmer, 1986.

„Entrepreneurship Through Social

Network‟, in D. L. Sexton and R. W.

Smilor (eds.) The Art and Science of

Entrepreneurship, Cambridge: Ballinger

Publishing.

Bandura, A., 1977. Social Learning Theory,

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice

Hall.

Bandura, A., 1986. The Social Foundation of

Tought and Action, Englewood Cliffs, NJ:

Prentice-Hall.

Choo, S., dan M. Wong, 2006. “Entrepreneurial

Intention: Triggers and Barriers to New

Venture Creations in Singapore”.

Singapore Management Review Vol. 28

No. 2, 47-64.

Cromie, S., 2000. “Assessing Entrepreneurial

Mean T df Sig.

PENGA

LAMAN 2,373 63 0

Pernah 617,78

Tidak

pernah 572,75

Widaryanti

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Page 20: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

124 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

No. 3, 283-304

Kristiansen, S, 2002b. “Competition and Knowledge

in Javanese Rural Business‟. Singapore

Journal of Tropical Geography Vol. 23

No. 1, 52-70.

Kristiansen, S., B. Furuholt, dan F. Wahid, 2003.

“Internet Cafe Entrepreneurs: Pioneers in

Information Dissemination in Indonesia”.

The International Journal of

Entrepreneurship and Innovation Vol. 4

No. 4, 251-263.

Krueger, N. F. dan A. L. Carsrud, 1993.

“Entrepreneurial Intentions: Applying The

Theory of Planned Behavior”.

Entrepreneurship & Regional Development

Vol. 5 No. 4, 315-330.

Lee, J., 1997. “The Motivation of Women

Entrepreneurs in Singapore”. International

Journal of Entrepreneurial Behaviour and

Research Vol. 3 No. 2, 93-110.

Marsden, K., 1992. “African Entrepreneurs –

Pioneer of Development”. Small Enterprise

Development Vol. 3 No. 2, 15-25.

Mazzarol, T., T. Volery, N. Doss, dan V. Thein,

1999. “Factors Influencing Small Business

Start-Ups”. International Journal of

Entrepreneurial Behaviour and Research

Vol. 5 No. 2, 48-63.

McClelland, D., 1961. The Achieving Society,

Princeton, New Jersey: Nostrand.

McClelland, D., 1971. The Achievement Motive in

Economic Growth, in: P. Kilby (ed.)

Entrepreneurship and Economic

Development, New York The Free Press

Mathews, C. H. dan S. B. Moser, 1996. “A

longitudinal Investigation of The Impact of

Family Background and Gender on Interest

in Small Firm Ownership”. Journal of

Small Business Management Vol, 34 No. 2,

29-43.

Mead, D. C. dan C. Liedholm, 1998. “The

Dynamics of Micro and Small Enterprise in

Developing Countries”. World

Development Vol. 26 No. 1, 61-74.

Meier, R. dan M. Pilgrim, 1994. “Policy-Induced

Constraints on Small Enterprise

Development in Asian Developing

Countries”. Small Enterprise Development

Vol. 5 No. 2, 66-78.

Nunally, J. C., 1978. Psychometric Theory. New

York: McGraw-Hill.

Remenyi, D., B. Williams, A. Money, dan E.

Swartz, 2000. Doing Research in Business

and Management: An Introduction to

Process and Method. London: Sage

Publications.

Reynolds, P. D., M. Hay, W. D. Bygrave, S. M.

Camp, dan E. Aution, 2000. “Global

Entrepreneurship Monitor: Executive

Inclinations: Some Approaches and

Empirical Evidence”. European Journal of

Work and Organizational Psychology Vol.

9 No1, 7-30.

Dalton, dan Holloway, 1989. “Preliminary Findings:

Entrepreneur Study”. Working Paper,

Brigham Young University.

Duh, M., 2003. “Family Enterprises as an Important

Factor of The Economic Development: The

Case of Slovenia”. Journal of Enterprising

Culture Vol. 11 No 2, 111-130.

Global Entrepreneurship Monitor (GEM) Report,

2006. London Business School.

Giles, M., dan A. Rea, 1970. “Career Self-Efficacy:

An Application of The Theory of Planned

Behavior”. Journal of Occupational &

Organizational Psychology Vol. 73 No. 3,

393-399.

Gorman, G., D. Hanlon, dan W. King, 1997.

“Entrepreneurship Education: The

Australian Perspective for The Nineties”.

Journal of Small Business Education Vol.

No. 9, 1-14.

Gujarati, D., 1995. Basic Econometrics, New York:

McGraw-Hill.

Hacket, G. dan N. E. Betz, 1986. “Application of

Self-Efficacy Theory to Understanding

Career Choice Behavior”. Journal of Social

Clinical and Phsycology Vol. 4 No 3, 279-

289.

Helms, Marilyn M., 2003. “Japanese Managers:

Their Candid Views on Entrepreneurship”.

CR Vol. 13 No.1, 24-34.

Indarti, N., 2004. “Factors Affecting Entrepreneurial

Intentions among Indonesian Students”.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 19 No. 1,

57-70.

Katz, J., dan W. Gartner, 1988. “Properties of

Emerging Organizations”. Academy of

Management Review Vol. 13 No. 3, 429-

441.

Kolvereid, L., 1996. “Prediction of Employment

Status Choice Intentions”.

Entrepreneurship Theory and Practice

Vol. 21 No. 1, 47-57.

Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad, 1998.

“Entrepreneurship and Female Youth:

Knowledge, Attitude, Gender Differences,

and Educational Practices”. Journal of

Business Venturing Vol. 13 No. 1, 77-88.

Kristiansen, S., 2001. “Promoting African Pioneers

in Business: What Makes a Context

Conducive to Small-Scale

Entrepreneurship?”. Journal of

Entrepreneurship Vol. 10 No. 1, 43-69.

Kristiansen, S, 2002a. “Individual Perception of

Business Contexts: The Case of Small-

Scale Entrepreneurs in Tanzania”. Journal

of Developmental Entrepreneurship Vol. 7

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Widaryanti

Page 21: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

125 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Report”. A Research Report from Babson

College, Kauffman Center for

Entrepreneurial Leadership, and London

Business School.

Sabbarwal, 1994. “Determinants of Entrepreneurial

Start-Ups: A Study of Industrial Units in

India”. Journal of Entrepreneurship Vol. 3

No. 1, 69-80.

Scapinello, K. F., 1989. “Enhancing Differences in

The Achievement Attributions of High and

Low Motivation Groups”. Journal of

Social Psychology Vol. 129 No. 3, 357-

363.

Schiller, B.R., dan P. E. Crewson, 1997.

“Entrepreneurial Origins: A Longitudinal

Inquiry”. Economic Inquiry Vol. 35 No. 3,

523–531.

Scott, M. dan D. Twomey, 1988. “The Long-Term

Supply of Entrepreneurs: Students` Career

Aspirations in Relation to

Entrepreneurship”. Journal of Small

Business Management Vol. 26 No 4, 5-13.

Sengupta, S. K. dan S. K. Debnath, 1994. “Need for

Achievement and Entrepreneurial Success:

A Study of Entrepreneurs in Two Rural

Industries in West Bengal”. The Journal of

Entrepreneurship Vol. 3 No 2, 191-204.

Sinha, T. N., 1996. “Human Factors in

Entrepreneurship Effectiveness”. Journal

of Entrepreneurship Vol. 5 No. 1, 23-29.

Singh, K.A., dan K. V. S. M. Krishna, 1994.

“Agricultural Entrepreneurship: The

Concept and Evidence”. Journal of

Entrepreneurship Vol. 3 No. 1, 97-111.

Steel, D., 1994. “Changing The Institutional and

Policy Environment for Small Enterprise

Development in Africa”. Small Enterprise

Development Vol. 5 No. 2, 4-9.

Swierczek, F. W., dan T. T. Ha, 2003.

“Entrepreneurial Orientation, Uncertainty

Avoidance and Firm Performance: An

Analysis of Thai and Vietnamese

SMEs”.International Journal of Entrepreneurship and Innovation Vol. 4

No. 1, 46-58.

Tkachev, A., dan L. Kolvereid, 1999. “Self-

Employment Intentions among Russian

Students”. Entrepreneurship & Regional

Development Vol. 11, No. 3, 269-280.

Widaryanti

Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)

Page 22: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

126 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Kata Kunci: Faktor internal,

faktor eksternal,

penghentian

premature prosedur

audit

Keywords: Internal factors,

eksternal factors,

premature sign-off

audit procedures.

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh faktor internal dan

eksternal auditor terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.

Faktor internal auditor yang diuji dalam penelitian ini adalah lokus

kendali, self esteem, equity sensitivity, keahlian dan pengalaman auditor.

Sedangkan faktor eksternal auditor yang diuji dalam penelitian ini adalah

tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi, materialitas, serta

prosedur review dan kontrol kualitas. Responden dalam penelitian ini

adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa

Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Data primer yang digunakan

dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang

disampaikan langsung kepada responden. Penentuan sampel dilakukan

dengan metode purposive sampling, dimana dari 100 kuesioner yang

disebarkan, hanya 85 kuesioner yang dapat dianalisis. Pengujian hipotesis

dilakukan dengan Perfect Statistics Proffesionally Presented (PSPP). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku penghentian prematur atas

prosedur audit dipengaruhi oleh lokus kendali, keahlian auditor,

pengalaman auditor, tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi,

materialitas, serta prosedur review dan kontrol kualitas. Sedangkan self

esteem dan equity sensitivity tidak berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit.

Abstract The purpose of this study is to examine the influence of internal factors and

external auditors to premature sign-off audit procedures. Auditor internal

factors tested in this study is the locus of control, self esteem, equity

sensitivity, audit skill, and audit experience. While external factors tested

in this study were time pressure, obedience pressure, detection risk,

materiality, and review procedures and quality control. Respondents in this

research are the auditor who works at public accounting firm in Central

Java and Yogyakarta. The primary data used in this study were collected

through a questionnaire submitted directly to the respondents.

Determination of the samples were done by purposive sampling method,

where the 100 questionnaires distributed, only 85 questionnaires could be

used for analysis. Hypothesis testing was performed using Perfect

Statistics Professionally Presented (PSPP). The results of this study

indicate that the behavior of premature sign-off audit procedures is

affected by the locus of control, audit skill, audit experience, time pressure,

obedience pressure, detection risk, materiality, and review procedures and

quality control. Variables of self esteem and equity sensitivity did not have

any significant impact to the behavior of premature sign-off audit

procedures.

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL AUDITOR

TERHADAP PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT

(STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAWA

TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

Nita Andriyani Budiman

Universitas Muria Kudus

Email : [email protected]

Page 23: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

127 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Pendahuluan

Bankir, analis laporan keuangan dan

pemegang saham akan membuat keputusan

mengenai suatu pinjaman dan investasi

yang akan dilakukannya berdasarkan

laporan keuangan. Oleh karena itu, laporan

keuangan harus menyediakan informasi

yang obyektif tentang kondisi keuangan

sebuah perusahaan. Agar laporan keuangan

teruji secara independen dan dapat

diandalkan oleh para pengambil keputusan,

laporan keuangan harus diaudit oleh

akuntan publik.

Audit atas laporan keuangan

merupakan bagian dari jasa penjaminan

yang diberikan Kantor Akuntan Publik

(KAP) kepada sebuah perusahaan. Jasa

penjaminan ini memiliki nilai karena

pemberi jaminan bersifat independen dan

tidak bias dengan informasi yang

diperiksanya. Perusahaan diwajibkan untuk

meminta pendapat audit dari auditor

terhadap laporan keuangan yang akan

dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal

tersebut dilakukan sebagai bentuk

penjaminan atas kepercayaan publik

kepada perusahaan. Dengan adanya

pelaksanaan jasa penjaminan diharapkan

auditor dapat meningkatkan kualitas

informasi melalui peningkatan kepercayaan

dalam hal keandalan dan relevansi

informasi yang digunakan sebagai dasar

pengambilan keputusan.

Pelaksanaan audit yang baik harus

berdasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi

yang berlaku umum. Agar laporan audit

yang dihasilkan dapat berkualitas dalam

pengambilan keputusan, auditor harus

benar-benar melaksanakan prosedur audit

sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan dalam Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP). Akan tetapi,

fenomena perilaku yang dapat mengurangi

kualitas audit yang dilakukan oleh auditor

pada saat melakukan audit semakin banyak

terjadi (Alderman dan Deitrick, 1982;

Margheim dan Pany, 1986; Raghunathan,

1991; Malone dan Roberts, 1996; Reckers

et al., 1997; Coram et al., 2000;

Heriningsih, 2001; Donnelly et al., 2003;

Radtke dan Tervo, 2004; Soobaroyen dan

Chengabroyan, 2006; Weningtyas dkk,

2006).

Pengurangan kualitas dalam audit

diartikan oleh Coram et al. (2004) sebagai

pengurangan mutu yang dilakukan dengan

sengaja oleh auditor dalam suatu proses

audit. Pengurangan mutu tersebut dapat

dilakukan auditor melalui tindakan seperti

auditor yang mengurangi jumlah sampel

audit, melakukan review yang kurang

mendalam terhadap dokumen klien, tidak

memperluas pemeriksaan ketika terdapat

item yang kurang jelas, atau auditor

memberikan pendapat audit saat semua

prosedur audit yang disyaratkan belum

dilakukan secara lengkap.

Penelitian yang dilakukan oleh

Malone dan Roberts (1996) dan Coram et

al. (2004) mengemukakan bahwa salah satu

bentuk perilaku auditor yang dapat

mengurangi kualitas audit adalah

penghentian prematur atas prosedur audit

(premature sign-off audit procedures).

Praktik penghentian prematur atas prosedur

audit ini terjadi ketika auditor

mendokumentasikan prosedur audit secara

lengkap tanpa benar-benar melakukannya

atau mengabaikan atau bahkan tidak

melakukan beberapa prosedur audit yang

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 24: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

128 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

disyaratkan akan tetapi auditor dapat

memberikan pendapat audit atas suatu

laporan keuangan (Shapeero et al., 2003).

Praktik penghentian prematur atas

prosedur audit ini akan berdampak terhadap

kualitas audit yang akan dihasilkan oleh

auditor. Praktik tersebut juga dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan

tuntutan hukum terhadap auditor. Jika salah

satu atau beberapa langkah dalam prosedur

audit dihilangkan, maka probabilitas

auditor dalam membuat keputusan dan

pendapat audit yang salah akan semakin

tinggi. Praktik penghentian prematur atas

prosedur audit ini juga dapat

mengakibatkan informasi yang telah

dikumpulkan oleh auditor menjadi tidak

valid, tidak akurat, dan secara langsung

dapat mengancam reliabilitas laporan

keuangan yang telah diaudit. Selain itu,

praktik tersebut cenderung dapat

menurunkan kepercayaan publik terhadap

profesi auditor dan akhirnya dapat

mematikan profesi auditor itu sendiri

(Otley dan Pierce, 1995).

Kualitas audit diartikan oleh

DeAngelo (1981) sebagai kemungkinan

seorang auditor untuk dapat menemukan

dan melaporkan pelanggaran yang terjadi

dalam sistem akuntansi klien.

Kemungkinan untuk dapat menemukan

pelanggaran tergantung pada keahlian dan

independensi diri seorang auditor.

Penemuan-penemuan terhadap pelanggaran

harus didukung oleh bukti kompeten yang

cukup agar laporan yang disampaikan atau

pendapat audit yang dihasilkan dapat

dipertanggungjawabkan kepada klien. Jika

auditor ingin memperoleh bukti kompeten

yang cukup, maka auditor harus

melaksanakan prosedur audit yang

diperlukan dengan benar dan lengkap

(Heriningsih, 2001).

Perkembangan terakhir dalam

bidang pengauditan memperlihatkan

adanya sinyal ketidakpuasan para pengguna

laporan keuangan terhadap kualitas audit.

Kondisi tersebut merupakan masalah yang

memerlukan perhatian yang berkelanjutan

dari para praktisi maupun organisasi profesi

agar auditor dapat mempertahankan

kualitas pekerjaan auditnya. Menurut

Malone dan Roberts (1996), perilaku

penghentian prematur atas prosedur audit

yang dilakukan oleh auditor dapat

disebabkan oleh faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal merupakan

kepribadian dan kepercayaan diri yang

terdapat dalam diri seorang auditor,

sedangkan faktor eksternal diartikan

sebagai salah satu komponen etika yang

harus dijaga dan ditaati oleh auditor pada

saat melakukan audit.

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui apakah faktor internal

seperti lokus kendali, self esteem, equity

sensitivity, keahlian auditor, dan

pengalaman auditor serta faktor eksternal

seperti tekanan waktu, tekanan ketaatan,

risiko deteksi, materialitas serta prosedur

review dan kontrol kualitas dapat

mempengaruhi penghentian prematur atas

prosedur audit dengan sampel penelitian

adalah auditor yang bekerja pada KAP di

Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta yang umumnya masih berskala

kecil dan memiliki keterbatasan dalam hal

penerimaan klien. Penelitian ini juga ingin

mengetahui seberapa besar pengaruh

auditor yang bekerja di KAP berskala kecil

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 25: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

129 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

yang memiliki keterbatasan sumber daya

terhadap praktik penghentian prematur atas

prosedur audit.

Tinjauan Pustaka

Penghentian Prematur atas Prosedur

Audit

Dalam melaksanakan pekerjaan

auditnya, auditor diwajibkan untuk

menggunakan kemahiran profesionalnya

secara cermat dan seksama. Menurut

Malone dan Robert (1996), kualitas kerja

auditor dapat ditunjukkan dari seberapa

jauh seorang auditor untuk dapat

melaksanakan prosedur-prosedur audit

yang tercantum dalam audit program.

Prosedur audit tersebut meliputi langkah-

langkah yang harus dilakukan oleh auditor

pada saat melakukan audit atas suatu

laporan keuangan.

Perilaku penghentian prematur atas

prosedur audit sangat berpengaruh secara

langsung terhadap laporan audit yang akan

dihasilkan oleh auditor. Jika salah satu

langkah dalam prosedur audit dihilangkan,

maka auditor berkemungkinan akan

membuat keputusan audit yang salah. Hal

tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Malone dan Robert (1996)

yang mengemukakan bahwa penghentian

prematur atas prosedur audit adalah sebagai

salah satu perilaku yang dapat mengurangi

kualitas audit.

Menurut Marxen (1990) dalam

Sososutikno (2003), penghentian prematur

atas prosedur audit merupakan suatu

keadaan dimana auditor menghentikan satu

atau beberapa langkah yang diperlukan

dalam proses audit tanpa menggantinya

dengan langkah lain. Sedangkan dalam

penelitian Shapeero et al. (2003)

menyimpulkan bahwa kegagalan audit

sering disebabkan karena penghapusan

prosedur audit yang penting daripada

prosedur audit yang tidak dilakukan secara

memadai pada saat melakukan pekerjaan

audit.

Serangkaian prosedur audit yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah

beberapa prosedur audit yang telah

ditetapkan dalam SPAP yang mudah untuk

dilakukan praktik penghentian prematur.

Prosedur audit tersebut antara lain:

pemahaman bisnis dan industri klien (PSA

No. 67), pertimbangan pengendalian

internal (PSA No. 69), review kinerja

internal auditor klien (PSA No. 33),

pengujian substantif (PSA No. 05),

prosedur analitik (PSA No. 22), proses

konfirmasi (PSA No. 07), representasi

manajemen (PSA No. 17), pengujian

pengendalian teknik audit berbantuan

komputer (PSA No. 59), sampling audit

(PSA No. 26), dan perhitungan fisik

sediaan dan kas (PSA No. 07).

Penelitian Alderman dan Deitrick

(1982) dalam studinya pada auditor yang

bekerja di KAP delapan besar

menunjukkan bahwa 31% dari

respondennya berpersepsi bahwa

penghentian prematur atas prosedur audit

telah terjadi dan merupakan akibat dari

supervisi yang tidak mencukupi, adanya

tekanan waktu dan masalah auditor yang

tidak menanyakan representasi klien.

Praktik tersebut lebih banyak dilakukan

pada level partner dan lebih sering terjadi

pada tahap review dan pengujian sistem

pengendalian internal klien.

Penelitian Raghunathan (1991)

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 26: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

130 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

mengungkapkan bahwa 55% dari auditor

yang bekerja di KAP delapan besar pernah

melakukan praktik penghentian prematur

atas prosedur audit yang paling umum

terjadi pada tahap prosedur analitik.

Sedangkan menurut penelitian Heriningsih

(2001) mengungkapkan bahwa lebih dari

50% dari respondennya telah melakukan

praktik penghentian prematur atas prosedur

audit dan prosedur yang paling sering

dihentikan adalah mengurangi jumlah

sampel yang telah direncanakan, sedangkan

yang paling jarang dihentikan secara

prematur adalah konfirmasi kepada pihak

ketiga.

Lokus Kendali (Locus of Control)

Lokus kendali adalah suatu konsep

yang menunjuk pada keyakinan individu

mengenai sumber kendali akan peristiwa-

peristiwa yang terjadi dalam hidupnya

(Larsen dan Buss, 2002). Sedangkan

menurut Greenhalgh dan Rosenblatt

(1984), lokus kendali didefinisikan sebagai

keyakinan masing-masing pegawai tentang

kemampuannya untuk dapat mempengaruhi

semua kejadian yang berkaitan dengan diri

dan pekerjaannya.

Teori lokus kendali menggolongkan

individu apakah termasuk dalam lokus

kendali internal atau eksternal. Individu

yang memiliki lokus kendali internal

percaya bahwa kejadian-kejadian yang ada

pada diri mereka adalah dibawah

pengendalian mereka sendiri dan mereka

memiliki komitmen terhadap tujuan

organisasi yang lebih besar dibandingkan

dengan individu yang memiliki lokus

kendali eksternal. Individu yang memiliki

lokus kendali eksternal adalah individu

yang percaya bahwa mereka tidak dapat

mengontrol kejadian-kejadian dan hasil

yang ada pada diri mereka (Donnelly et al.,

2003).

Penelitian-penelitian terdahulu telah

menunjukkan suatu hubungan yang kuat

dan positif diantara individu yang termasuk

dalam lokus kendali eksternal dengan suatu

keinginan untuk menggunakan penipuan

atau manipulasi guna memperoleh tujuan-

tujuan pribadinya (Donnelly et al., 2003).

Hasil dari penelitian Mudrack (1989) dalam

Donnelly et al. (2003) menyimpulkan

bahwa penggunaan manipulasi, penipuan

atau taktik menjilat atau mencari muka

dapat menggambarkan suatu usaha dari

lokus kendali eksternal untuk

mempertahankan pengaruh mereka

terhadap lingkungan yang kurang ramah.

Dalam konteks auditing, auditor

yang melakukan tindakan manipulasi atau

penipuan akan terwujud dalam bentuk

perilaku penyimpangan dalam audit, seperti

perilaku penghentian prematur atas

prosedur audit. Perilaku tersebut dilakukan

auditor sebagai bentuk pertahanan mereka

agar dapat bertahan di lingkungan auditnya.

Formulasi hipotesis yang digunakan untuk

membuktikan pengaruh lokus kendali

terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit adalah sebagai berikut:

H1: Lokus kendali berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur

audit.

Self Esteem

Self esteem adalah suatu keyakinan

nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri

secara keseluruhan (Robert dan Angelo,

2000). Menurut Robbin (1996), self esteem

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 27: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

131 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

merupakan suatu variabel kepribadian yang

mengukur derajat suka atau tidak suka

seorang individu terhadap dirinya sendiri.

Setiap individu memiliki self esteem yang

berbeda-beda dimana mereka melihat diri

mereka sendiri apakah berharga, mampu

dan dapat diterima di lingkungan sekitar

atau tidak.

Individu yang memiliki self esteem

rendah memandang diri mereka sendiri

dalam pemahaman yang negatif. Mereka

tidak merasa baik dengan diri mereka

sendiri dan dipenuhi rasa tidak percaya

akan kemampuan yang dimilikinya.

Individu yang memiliki self esteem rendah

adalah individu yang mudah terpengaruh

oleh orang lain dan hanya bergantung pada

orang lain, sehingga mereka melakukan

sesuatu hanya dengan meniru orang yang

dihormati dan dianggap benar meskipun

orang yang diikuti tersebut belum tentu

benar.

Individu yang memiliki self esteem

tinggi adalah individu yang memiliki

komitmen atau prinsip hidup yang lebih

baik dalam melakukan segala hal untuk

mencapai tujuannya (Malone dan Robert,

1996). Individu tersebut dapat mengatasi

kegagalan dengan lebih baik karena mereka

mempunyai sifat optimis dan tingkat

kecemasan yang rendah daripada individu

yang memiliki self esteem rendah.

Self esteem berhubungan dengan

depresi, kecemasan dan motivasi yang

terjadi pada setiap individu. Lusch dan

Serpkenci (1990) menyatakan bahwa self

esteem berhubungan dengan tekanan kerja.

Seseorang yang mempunyai self esteem

rendah berkemungkinan akan mengalami

tekanan dalam lingkungan kerjanya.

Sedangkan Sager (1991) mengungkapkan

bahwa seseorang dengan self esteem tinggi

merasa yakin akan kemampuan dan

keahlian yang dimilikinya dan diharapkan

memiliki tekanan kerja yang rendah.

Seorang auditor yang memiliki self

esteem rendah cenderung tidak

berkomitmen lebih baik dalam melakukan

pekerjaan auditnya. Auditor tersebut

merasa mengalami tekanan kerja yang

tinggi, sehingga ada kecenderungan bagi

auditor yang memiliki self esteem rendah

untuk melakukan penghentian prematur

atas prosedur audit. Berdasarkan uraian di

atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H2: Self esteem berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur

audit.

Equity Sensitivity

Karakteristik-karakteristik

individual yang berbeda dapat

menyebabkan perilaku yang berbeda pula

dalam memandang suatu keadilan yang

dirasakan seseorang dibandingkan dengan

orang lain. Equity sensitivity mencoba

menjelaskan perbedaan perilaku etis dan

tidak etis yang disebabkan oleh

karakteristik individual (Fauzi, 2001).

Menurut Adams (1963) dalam Fauzi

(2001), teori keadilan menjelaskan

seseorang akan menilai hubungannya

dengan menganalisa apa yang ia berikan

dan apa yang ia terima dari hubungan

tersebut untuk dibandingkan dengan apa

yang diberikan dan apa yang diterima

orang lain dari hubungan tersebut.

Berdasarkan perspektif teori

keadilan yang dikemukakan oleh Adams

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 28: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

132 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

(1963) dalam Fauzi (2001) menunjukkan

bahwa seorang individu berusaha untuk

menemukan keseimbangan antara apa yang

ia dapat dari organisasi dengan kontribusi

apa yang ia berikan kepada organisasi.

Terdapat tiga tipe individu tentang teori

keadilan yang dikembangkan oleh Adams

(1963) dalam Fauzi (2001), yaitu: a)

benevolents: individu yang merasa adil

ketika apa yang ia berikan kepada

organisasi lebih besar daripada apa yang ia

terima dari organisasi, b) equity sensitives:

individu yang merasa adil ketika apa yang

ia berikan kepada organisasi sama dengan

apa yang ia terima dari organisasi, dan c)

entitleds: individu yang merasa adil ketika

apa yang ia terima dari organisasi lebih

besar daripada apa yang ia berikan kepada

organisasi.

Individu yang berada ditengah-

tengah benevolents dan entitleds adalah

equity sensitives yang sama-sama

menitikberatkan pada pekerjaan yang

maksimal dan mencapai penghargaan yang

diinginkannya. Individu yang termasuk

kategori benevolents akan merasa puas

ketika ia dapat memberikan sumbangan

kepada organisasi lebih besar dibandingkan

dengan apa yang ia dapatkan dari

organisasi. Dengan demikian, individu

benevolents tidak terlalu mengejar

penghargaan seperti kecenderungan yang

dilakukan oleh individu entitleds yang lebih

mementingkan apa yang ia dapat dari

organisasi daripada apa yang ia berikan

kepada organisasi.

Seorang auditor dengan tipe entitleds

cenderung melakukan hal-hal yang kurang

etis untuk mencapai apa yang

diinginkannya dibandingkan auditor

dengan tipe benevolents. Auditor yang

termasuk tipe entitleds cenderung

mengabaikan salah satu prosedur audit atau

menghentikan prosedur audit yang sudah

ditetapkan hanya untuk mencapai apa yang

diinginkannya tersebut. Berdasarkan

penjelasan di atas, maka formulasi

hipotesis yang diajukan adalah sebagai

berikut:

H3: Equity sensitivity berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur

audit.

Keahlian Auditor

Keahlian auditor dalam melakukan

audit menunjukkan tingkat kemampuan dan

pengetahuan yang dimiliki oleh auditor.

Auditor harus memiliki keahlian yang

diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini

meliputi keahlian mengenai audit yang

mencakup antara lain: merencanakan,

menyusun, dan melaksanakan program

kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja

pemeriksaan, menyusun berita

pemeriksaan, dan laporan hasil

pemeriksaan (Praptomo, 2002).

Keahlian merupakan unsur penting

yang harus dimiliki oleh seorang auditor

independen untuk bekerja sebagai tenaga

yang profesional. Sifat-sifat profesional

adalah kondisi kesempurnaan teknik yang

dimiliki seseorang melalui latihan dan

belajar selama bertahun-tahun yang

berguna untuk mengembangkan teknik

tersebut serta keinginan untuk mencapai

kesempurnaan dan keunggulan

dibandingkan rekan sejawatnya. Jasa yang

diberikan kepada klien harus diperoleh

dengan cara-cara profesional yang didapat

dengan belajar, latihan, pengalaman, dan

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 29: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

133 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

penyempurnaan keahlian audit.

Waspodo (2007) menyatakan

auditor yang berpendidikan tinggi akan

mempunyai pandangan yang lebih luas

mengenai berbagai hal selama melakukan

audit. Mayangsari (2003) menjelaskan

bahwa auditor yang mempunyai

pemahaman dan pengetahuan yang lebih

baik atas laporan keuangan akan lebih

mampu memberi penjelasan yang masuk

akal atas kesalahan-kesalahan dalam

laporan keuangan. Dengan semakin banyak

keahlian yang dimiliki oleh auditor, maka

auditor akan semakin mengetahui berbagai

masalah audit secara lebih mendalam dan

berkecenderungan melakukan penghentian

prematur atas prosedur audit yang sudah

ditetapkan. Hipotesis yang diajukan adalah

sebagai berikut:

H4: Keahlian auditor berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur

audit.

Pengalaman Auditor

Gusnardi (2003) mengemukakan

bahwa pengalaman auditor dapat diukur

dari jenjang jabatan dalam struktur tempat

auditor bekerja, tahun pengalaman,

keahlian yang dimiliki auditor yang

berhubungan dengan audit, serta pelatihan-

pelatihan yang pernah diikuti auditor

tentang audit. Masalah penting yang

berhubungan dengan pengalaman auditor

akan berkaitan dengan tingkat ketelitian

auditor. Auditor yang berpengalaman

biasanya lebih dapat mengingat kesalahan

atau kekeliruan yang tidak wajar dan lebih

selektif terhadap informasi yang relevan

dibandingkan dengan auditor yang kurang

berpengalaman (Meidawati, 2001, dalam

Hartono, 2014).

Praktik-praktik dalam bidang

auditing dapat menjadi sarana

pembelajaran dan pengalaman bagi auditor.

Auditor yang berpengalaman dapat

memperhatikan tingkat perhatian selektif

yang lebih tinggi terhadap prosedur audit

jika dibandingkan dengan auditor yang

tidak berpengalaman. Berdasarkan uraian

di atas dapat dihipotesiskan sebagai

berikut:

H5: Pengalaman auditor berpengaruh

terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit.

Tekanan Waktu (Time Pressure)

Auditor dituntut untuk melakukan

efisiensi waktu dan biaya dalam

melaksanakan audit dan hal ini dapat

menimbulkan tekanan waktu bagi auditor.

Heriningsih (2001) membagi tekanan

waktu menjadi dua dimensi antara lain:

tekanan menyelesaikan audit tepat waktu

(time deadline pressure) dan tekanan

anggaran waktu (time budget pressure).

Fungsi anggaran dalam KAP adalah

sebagai dasar estimasi biaya audit, alokasi

staf ke masing-masing pekerjaan, dan

evaluasi kinerja staf auditor dalam

menyelesaikan audit (Waggoner dan

Chasell, 1991). Tekanan waktu yang

diberikan oleh KAP kepada auditornya

bertujuan untuk mengurangi biaya audit.

Semakin cepat waktu pengerjaan audit,

maka biaya pelaksanaan audit akan

semakin kecil. Keberadaan tekanan waktu

ini akan memaksa auditor untuk

menyelesaikan pekerjaan audit secepat

mungkin atau sesuai dengan anggaran

waktu yang telah ditetapkan.

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 30: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

134 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Efek samping yang dapat

merugikan publik akibat dari alokasi waktu

audit yang sangat ketat adalah

memunculkan perilaku yang dilakukan oleh

auditor yang akan berdampak terhadap

kualitas audit yang dihasilkannya seperti

penurunan tingkat pendeteksian dan

penyelidikan aspek kualitatif salah saji,

auditor gagal meneliti prinsip-prinsip

akuntansi, auditor melakukan review yang

kurang mendalam terhadap dokumen,

auditor kurang jelas dalam menerima

penjelasan dari klien, dan auditor

mengurangi pekerjaan pada salah satu

langkah audit di bawah tingkat yang

diterima (Kelley dan Margheim, 1990).

Perilaku auditor tersebut secara langsung

dapat mengancam reliabilitas laporan audit

yang membentuk dasar pendapat audit.

Pelaksanaan prosedur audit dengan

kondisi tekanan waktu tentu tidak akan

sama hasilnya apabila dibandingkan

dengan pelaksanaan prosedur audit yang

dilakukan tanpa tekanan waktu. Penelitian

Waggoner dan Cashell (1991)

menunjukkan bahwa tekanan waktu yang

berlebihan akan membuat auditor

menghentikan prosedur audit. Sebaliknya

Margheim dan Pany (1986) serta Malone

dan Roberts (1996) mengungkapkan bahwa

tekanan waktu tidak memberi dampak

terhadap terjadinya penghentian prematur

atas prosedur audit.

Auditor yang harus menepati

anggaran waktu yang telah ditetapkan oleh

KAP memiliki kecenderungan untuk

melakukan pengabaian terhadap prosedur

audit atau bahkan penghentian terhadap

prosedur audit. Penelitian ini ingin

mengetahui apakah auditor yang merasa

mengalami tekanan waktu pengerjaan audit

berpengaruh terhadap kecenderungan

auditor untuk melakukan praktik

penghentian prematur atas prosedur audit.

Hipotesisnya dirumuskan sebagai berikut:

H6: Tekanan waktu berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur

audit.

Tekanan Ketaatan

Tekanan ketaatan diartikan sebagai

tekanan yang diterima oleh auditor junior

dari auditor senior atau atasan dan entitas

yang diperiksa untuk melakukan tindakan

yang menyimpang dari standar etika dan

profesionalisme. Dalam melaksanakan

tugas audit, auditor secara terus-menerus

berhadapan dengan dilema etika yang

melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang

bertentangan (Jamilah dkk, 2007). Entitas

yang diperiksa dapat mempengaruhi proses

pemeriksaan yang dilakukan auditor dan

menekan auditor untuk mengambil

tindakan yang melanggar standar pekerjaan

lapangan seperti penghentian prematur atas

prosedur audit.

Tekanan ketaatan seorang auditor

akan berdampak pada etos kerja atau hasil

audit. Penelitian ini ingin mengetahui

apakah tekanan ketaatan berpengaruh

terhadap kecenderungan auditor untuk

melakukan praktik penghentian prematur

atas prosedur audit dan hipotesis yang

dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

H7: Tekanan ketaatan berpengaruh

terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit.

Risiko Deteksi

Risiko deteksi adalah risiko bahwa

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 31: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

135 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

auditor tidak dapat mendeteksi adanya

salah saji material yang terdapat dalam

suatu asersi. Risiko deteksi merupakan

fungsi keefektifan prosedur audit dan

penerapannya oleh auditor. Risiko tersebut

menyatakan suatu ketidakpastian yang

dihadapi auditor dimana kemungkinan

bahan bukti yang telah dikumpulkan oleh

auditor tidak mampu untuk mendeteksi

adanya salah saji yang material.

Ketidakpastian tersebut dapat dikurangi

melalui perencanaan dan supervisi yang

memadai serta pelaksaaan pekerjaan audit

yang sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

Ketika auditor menerapkan risiko

deteksi yang rendah berarti semua bahan

bukti yang dikumpulkan oleh auditor harus

dapat mendeteksi adanya salah saji yang

material. Agar bahan bukti tersebut dapat

mendeteksi adanya salah saji yang material,

maka diperlukan jumlah bahan bukti yang

lebih banyak dan prosedur audit yang benar

dan lengkap sesuai dengan audit program

sehingga kemungkinan auditor untuk

melakukan penghentian prematur atas

prosedur audit juga akan semakin rendah.

Sebaliknya, jika auditor menetapkan risiko

deteksi yang tinggi, maka semakin tinggi

kecenderungan untuk melakukan

penghentian prematur atas prosedur audit.

Hasil penelitian Weningtyas dkk

(2006) menyatakan risiko deteksi

berpengaruh positif terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit. Sebaliknya,

penelitian Heriningsih (2001) menyatakan

risiko deteksi berpengaruh negatif terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Berdasarkan dari perbedaan hasil penelitian

-penelitian sebelumnya, maka formulasi

hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

H8: Risiko deteksi berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur

audit.

Materialitas

Materialitas adalah besarnya nilai

yang dihilangkan atau salah saji informasi

akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang

melingkupinya, dapat mengakibatkan

perubahan atas atau pengaruh terhadap

pertimbangan orang yang meletakkan

kepercayaan terhadap informasi tersebut,

karena adanya penghilangan atau salah saji

itu (Mulyadi, 2011:158). Pertimbangan

auditor mengenai materialitas merupakan

pertimbangan profesional dan dipengaruhi

oleh persepsi dari auditor sendiri. Saat

auditor menetapkan bahwa materialitas

yang melekat pada suatu prosedur audit

rendah, maka terdapat kecenderungan bagi

auditor untuk menghentikan prematur atas

prosedur audit. Penghentian prematur atas

prosedur audit ini dilakukan karena auditor

beranggapan jika ditemukan salah saji dari

pelaksanaan suatu prosedur audit, nilainya

tidaklah material sehingga tidak

berpengaruh terhadap pendapat audit.

Terdapat perbedaan hasil dari

penelitian Weningtyas dkk (2006) yang

menghasilkan kesimpulan bahwa

materialitas berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit,

sedangkan Wahyudi (2011) tidak

memperoleh bukti bahwa materialitas

berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit. Penelitian ini

mencoba untuk meneliti pengaruh

materialitas terhadap praktik penghentian

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 32: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

136 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

prematur atas prosedur audit. Hipotesis

yang diajukan adalah sebagai berikut:

H9: Materialitas berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur

audit.

Prosedur Review dan Kontrol Kualitas

KAP perlu melakukan prosedur

review atau prosedur pemeriksaan untuk

mengontrol kemungkinan terjadinya

penghentian prematur atas prosedur audit

yang dilakukan oleh auditornya (Waggoner

dan Cashell, 1991). Prosedur review

merupakan proses memeriksa atau

meninjau ulang hal atau pekerjaan untuk

mengatasi terjadinya indikasi ketika staf

auditor telah menyelesaikan tugasnya,

padahal tugas yang disyaratkan tersebut

gagal dilakukan. Prosedur review berperan

dalam memastikan bahwa auditor telah

mengumpulkan bukti audit yang lengkap

dan melakukan pemeriksaan ketika terdapat

auditor yang telah melakukan penghentian

prematur.

Berbeda dengan prosedur review

yang berfokus pada pemberian pendapat

audit, kontrol kualitas lebih berfokus pada

pelaksanaan prosedur audit sesuai dengan

standar auditing. KAP harus memiliki

kebijakan yang dapat memonitor praktik

yang berjalan di KAP itu sendiri (Messier,

2000). Keberadaan suatu sistem kontrol

kualitas akan membantu sebuah KAP untuk

memastikan bahwa standar profesional

telah dijalankan dengan semestinya di

dalam praktik audit.

Pelaksanaan prosedur review dan

kontrol kualitas yang baik akan

meningkatkan kemungkinan terdeteksinya

perilaku penyimpangan dalam audit seperti

praktik penghentian prematur atas prosedur

audit. Kemudahan pendeteksian ini akan

membuat auditor berpikir dua kali ketika

akan melakukan tindakan semacam

penghentian prematur atas prosedur audit.

Apabila KAP menerapkan prosedur

review dan kontrol kualitas secara efektif,

maka semakin kecil kemungkinan auditor

untuk melakukan penyimpangan dalam

pelaksanaan audit seperti penghentian

prematur atas prosedur audit. Semakin

tinggi kemungkinan terdeteksinya praktik

penghentian prematur atas prosedur audit

melalui prosedur review dan kontrol

kualitas, maka semakin rendah

kemungkinan auditor untuk melakukan

praktik ini.

Penelitian Malone dan Roberts

(1996) serta Weningtyas dkk (2006)

mendukung pernyataan tentang prosedur

review dan kontrol kualitas yang

berpengaruh negatif terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit. Hal ini

dikarenakan apabila prosedur review dan

kontrol kualitas yang diterapkan KAP

sudah efektif, maka apabila terdapat auditor

yang melakukan praktik penghentian

prematur atas prosedur audit dapat

terdeteksi oleh KAP. Oleh karena itu,

penelitian ini mencoba untuk menguji

apakah prosedur review dan kontrol

kualitas berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit dengan

formulasi hipotesis sebagai berikut:

H10: Prosedur review dan kontrol kualitas

berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit.

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 33: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

137 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Metode Penelitian

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah

para auditor yang bekerja pada KAP di

Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta. Sampel dari penelitian ini

diambil dengan teknik purposive sampling.

Auditor sebagai responden tidak dibatasi

oleh jabatan auditor pada KAP (partner,

manajer, senior, atau junior auditor),

sehingga semua auditor yang bekerja di

KAP dapat diikutsertakan sebagai

responden. Kuesioner yang dikirim

langsung kepada auditor sebanyak 100

kuesioner. Dari 100 kuesioner yang

dikirim, kuesioner yang kembali sebanyak

87 dan kuesioner yang dapat diolah hanya

85, sedangkan 2 kuesioner datanya tidak

lengkap.

Pengukuran Variabel

Kuesioner dibagi dalam sebelas

bagian, bagian pertama merupakan

instrumen yang digunakan untuk mengukur

variabel lokus kendali, yaitu Work Locus of

Control Scale (WLCS) yang telah

dikembangkan oleh Spector (1988) dan

skala yang digunakan adalah skala likert 4

poin. Bagian kedua, yaitu self esteem yang

juga diukur dengan skala likert 4 poin dan

instrumen yang digunakan adalah

instrumen sikap dari Self Esteem Scale

(SES) yang dikembangkan oleh Robbin

(1996).

Bagian ketiga adalah Equity

Sensitivity Instrument (ESI) yang

dikembangkan oleh Huseman, et al. (1987)

dengan nilai ESI berkisar 0-10 untuk setiap

pertanyaan. Bagian keempat, yaitu keahlian

auditor yang diukur dengan menggunakan

indikator dari Suraida (2003) dalam

Hartono (2014)dan diukur dengan skala

likert 5 poin. Bagian kelima merupakan

variabel pengalaman auditor dengan

mengggunakan indikator yang

dikembangkan oleh Suraida (2003) dalam

Hartono (2014) dengan skala likert 5 poin.

Bagian keenam, tekanan waktu yang

diukur dengan menggunakan instrumen

yang dikembangkan oleh Kelley dan

Margheim (1990) dengan dengan skala

likert 4 poin. Bagian ketujuh digunakan

untuk mengukur variabel tekanan ketaatan

yang diadopsi dari penelitian Jamilah dkk

(2007) dengan skala likert 5 poin. Bagian

kedelapan adalah instrumen dari penelitian

Heriningsih (2001) yang digunakan untuk

mengukur variabel risiko deteksi dengan

skala likert 4 poin.

Bagian kesembilan, yaitu materialitas

yang diukur dengan menggunakan

indikator dari Heriningsih (2001) dan

diukur dengan skala likert 4 poin. Bagian

kesepuluh, variabel prosedur review dan

kontrol kualitas diukur dengan

menggunakan instrumen dalam penelitian

Malone dan Roberts (1996) dengan skala

likert 4 poin. Bagian kesebelas adalah

instrumen untuk mengukur penghentian

prematur atas prosedur audit dari penelitian

Alderman dan Deitrick (1982) dengan skala

likert 4 poin.

Metode Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis

dianalisis dengan menggunakan uji asumsi

regresi linier berganda dengan program

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 34: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

138 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Perfect Statistics Proffesionally Presented

(PSPP). Model regresi yang digunakan

dapat dirumuskan sebagai berikut:

PP = a + b1LK + b2SE + b3ES + b4KA +

b5PA + b6TW + b7TK + b8RD + b9M

+b10PR + e

Dimana :

PP = Penghentian prematur atas

prosedur audit

a = Konstanta

b1-b10 = Koefisien regresi

LK = Lokus kendali

SE = Self esteem

ES = Equity sensitivity

KA = Keahlian auditor

PA = Pengalaman auditor

TW = Tekanan waktu

TK = Tekanan ketaatan

RD = Risiko deteksi

M = Materialitas

PR = Prosedur review dan kotrol

kualitas

E = Variabel di luar penelitian

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan dari data hasil

penelitian diketahui bahwa 23 responden

(27,06%) kadang-kadang sampai dengan

selalu melakukan tindakan penghentian

prematur atas prosedur audit dan

selebihnya 62 responden (72,94%)

berusaha untuk melakukan prosedur audit

sesuai dengan audit program yang telah

ditetapkan. Hasil penelitian ini

mendapatkan persentase lebih kecil

dibandingkan temuan Alderman dan

Deitrick (1982), Raghunathan (1991),

Heriningsih (2001), dan Wahyudi (2011).

Tabel 1

Deskriptif Responden

Sumber: Data primer yang diolah

Tabel 1 menunjukkan auditor yang

mempunyai lokus kendali eksternal, self

esteem rendah, individu entitleds, dan

keahlian auditor yang tinggi cenderung

untuk melakukan tindakan penghentian

prematur atas prosedur audit. Sedangkan

semakin auditor berpengalaman, tidak

mendapat tekanan waktu, tekanan ketaatan

rendah, risiko deteksi rendah, tingkat

materialitas yang ditetapkan rendah, dan

KAP sudah menetapkan prosedur review

dan kontrol kualitas yang sudah efektif,

maka terdapat kecenderungan bagi auditor

untuk tidak menghentikan prematur atas

prosedur audit. Hasil statistik deskriptif

tersebut belum cukup untuk

mengungkapkan pengaruh antara variabel

independen dan variabel dependen,

sehingga perlu dilihat pula hasil regresinya.

Menghentikan

Prosedur

Audit

Tidak

Menghentikan

Prosedur

Audit

Lokus Kendali 60 25

Self Esteem 46 39

Equity Sensitivity 46 39

Keahlian Auditor 43 42

Pengalaman Auditor 34 51

Tekanan Waktu 39 46

Tekanan Ketaatan 36 49

Risiko Deteksi 33 52

Materialitas 36 49

Prosedur Review dan

Kontrol Kualitas

42 43

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 35: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

139 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Tabel 2

Hasil Pengujian Hipotesis

Sumber: Data primer diolah

Berdasarkan tabel 2, hasil pengujian

hipotesis pertama menunjukkan variabel

lokus kendali berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Hubungan antara lokus kendali dan

penghentian prematur atas prosedur audit

bersifat positif. Hasil ini sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh

Donnelly et al. (2003) yang menyatakan

bahwa auditor yang memiliki lokus kendali

eksternal berhubungan positif dengan

tingkat penerimaan perilaku penyimpangan

dalam audit. Dalam penelitian ini salah satu

bentuk dari perilaku penyimpangan dalam

audit adalah penghentian prematur atas

prosedur audit. Semakin tinggi auditor

melakukan tindakan manipulasi atau

penipuan dalam pekerjaan auditnya, maka

semakin tinggi pula auditor tersebut

melakukan penghentian prematur atas

prosedur audit.

Berdasarkan dari hasil analisis

diketahui bahwa self esteem tidak

berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit, sehingga

hipotesis kedua dalam penelitian ini tidak

dapat didukung. Auditor dengan self esteem

tinggi kemungkinan dapat mengatasi

kegagalan dengan baik daripada auditor

dengan self esteem rendah. Auditor dengan

self esteem rendah dalam penelitian ini

ternyata tidak begitu mempengaruhi kinerja

dan tidak mempengaruhi penghentian

prematur atas prosedur audit. Walaupun

seorang auditor memiliki self esteem

rendah, akan tetapi tetap saja auditor

tersebut melakukan prosedur audit sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan

tanpa mengabaikan salah satu prosedur

audit.

Hipotesis alternatif ketiga dalam

penelitian ini menyatakan bahwa equity

sensitivity berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa

equity sensitivity tidak berpengaruh

terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit, sehingga untuk hipotesis

ketiga dalam penelitian ini tidak dapat

didukung. Auditor dengan tipe benevolents

cenderung tidak melakukan hal-hal yang

kurang etis untuk mencapai apa yang

diinginkannya dibandingkan auditor

dengan tipe entitleds. Auditor dengan tipe

entitleds dalam penelitian ini ternyata

masih tetap berperilaku etis untuk

mencapai apa yang diinginkannya dan tetap

melakukan prosedur audit sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan tanpa

mengabaikan salah satu prosedur audit.

Hasil analisis untuk hipotesis

keempat menyatakan bahwa keahlian

Variabel p value β Keterangan

Lokus Kendali 0,021 0,241 Signifikan

Self Esteem 0,074 0,344 Tidak Signifikan

Equity

Sensitivity

0,262 0,787 Tidak Signifikan

Keahlian

Auditor

0,019 0,241 Signifikan

Pengalaman

Auditor

0,016 0,375 Signifikan

Tekanan Waktu 0 0,675 Signifikan

Tekanan

Ketaatan

0,021 0,205 Signifikan

Risiko Deteksi 0,043 0,783 Signifikan

Materialitas 0,012 0,202 Signifikan

Prosedur Review

dan Kontrol

Kualitas

0,047 -0,181 Signifikan

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 36: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

140 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

auditor berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit. Dengan

demikian, hipotesis keempat dalam

penelitian ini dapat didukung. Auditor

dengan keahlian yang tinggi yakin dapat

mengendalikan tujuan mereka daripada

auditor dengan keahlian yang rendah.

Dalam penelitian ini, auditor dengan

keahlian yang tinggi diyakini mengetahui

berbagai masalah audit secara lebih

mendalam dan cenderung melakukan

penghentian prematur atas prosedur audit

yang sudah ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengalaman auditor berpengaruh

terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit, sehingga hipotesis kelima

dalam penelitian ini dapat didukung.

Praktik-praktik dalam bidang auditing

dapat menjadi sarana pembelajaran dan

pengalaman bagi auditor. Auditor yang

berpengalaman merasa percaya diri dengan

kemampuan yang mereka miliki dan tetap

saja berusaha untuk memperhatikan

prosedur audit yang ditetapkan jika

dibandingkan dengan auditor yang tidak

berpengalaman.

Hipotesis keenam menyatakan bahwa

tekanan waktu berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Hasil analisis penelitian menunjukkan

bahwa tekanan waktu berpengaruh

terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit dan hipotesis keenam dalam

penelitian ini dapat didukung. Berdasarkan

dari hasil analisis penelitian dapat

disimpulkan bahwa tekanan waktu

mempunyai pengaruh positif terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Semakin besar tekanan terhadap waktu

pengerjaan audit, semakin besar pula

kecenderungan auditor untuk melakukan

penghentian prematur. Hasil penelitian ini

mendukung hasil penelitian terdahulu oleh

Alderman dan Dietrick (1982), Coram et

al. (2000), Heriningsih (2001), Soobaroyen

dan Chengabroyan (2006), serta

Weningtyas dkk (2006). Berbeda dengan

hasil penelitian Raghunathan (1991),

Malone dan Robert (1996), serta Wahyudi

(2011) menyatakan bahwa tekanan waktu

tidak berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit.

Hipotesis alternatif ketujuh

menyatakan bahwa tekanan ketaatan

berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit. Dengan

demikian hipotesis ketujuh dalam

penelitian ini dapat didukung.

Semakin rendah tekanan ketaatan saat

melakukan audit, maka auditor akan

cenderung untuk tidak mengambil tindakan

yang melanggar standar pekerjaan lapangan

seperti penghentian prematur atas prosedur

audit.

Hipotesis kedelapan dalam

penelitian ini menyatakan bahwa risiko

deteksi berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit. Berdasarkan

dari hasil analisis penelitian didapatkan

bahwa risiko deteksi berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Dengan demikian hipotesis kedelapan

dalam penelitian ini dapat didukung. Ketika

auditor menginginkan risiko deteksi

rendah, auditor harus lebih banyak

melakukan prosedur audit, sehingga

kemungkinan melakukan penghentian

prematur atas prosedur audit akan semakin

rendah. Hasil penelitian ini mendukung

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 37: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

141 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

hasil penelitian terdahulu oleh

Raghunathan (1991) dan Weningtyas dkk

(2006).

Pengujian hipotesis kesembilan

menunjukkan bahwa materialitas

berpengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit. Dengan

demikian hipotesis kesembilan dalam

penelitian ini dapat didukung. Hasil ini

konsisten dengan temuan Weningtyas dkk

(2006) dan Wahyudi (2011). Auditor yang

menilai materialitas yang melekat pada

prosedur audit rendah, maka auditor

cenderung tidak menghentikan prematur

atas prosedur audit.

Hasil analisis penelitian ini

menunjukkan bahwa prosedur review dan

kontrol kualitas berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Penelitian ini mendukung hipotesis yang

menyatakan bahwa prosedur review dan

kontrol kualitas berpengaruh terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Dalam penelitian ini dapat dinyatakan

bahwa prosedur review dan kontrol kualitas

mempunyai pengaruh negatif terhadap

penghentian prematur atas prosedur audit.

Semakin efektif penerapan prosedur review

dan kontrol kualitas dalam suatu KAP,

maka semakin kecil kemungkinan auditor

untuk melakukan penyimpangan dalam

pelaksanaan audit seperti penghentian

prematur, begitu pula sebaliknya. Temuan

ini mendukung penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Malone dan Roberts (1996)

serta Weningtyas dkk (2006).

Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran

Berdasarkan analisis deskriptif,

penelitian ini dapat menunjukkan bahwa

telah terjadi penghentian prematur atas

prosedur audit yang sering dilakukan oleh

auditor yang bekerja pada KAP di Jawa

Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta

sebesar 27,06%. Auditor yang mempunyai

lokus kendali eksternal, self esteem rendah,

individu entitleds, dan keahlian auditor

yang tinggi cenderung untuk melakukan

tindakan penghentian prematur atas

prosedur audit. Sedangkan auditor yang

berpengalaman, tekanan waktu rendah,

tekanan ketaatan rendah, risiko deteksi

rendah, tingkat materialitas yang ditetapkan

rendah, dan KAP sudah menetapkan

prosedur review dan kontrol kualitas yang

sudah efektif cenderung tidak

menghentikan prematur atas prosedur audit.

Hasil pengujian hipotesis membuktikan

bahwa perilaku penghentian prematur atas

prosedur audit dipengaruhi oleh lokus

kendali, keahlian auditor, pengalaman

auditor, tekanan waktu, tekanan ketaatan,

risiko deteksi, materialitas, serta prosedur

review dan kontrol kualitas. Sedangkan self

esteem dan equity sensitivity tidak

mempunyai pengaruh terhadap penghentian

prematur atas prosedur audit.

Penelitan ini memiliki keterbatasan

yang perlu untuk diperbaiki di penelitian-

penelitian selanjutnya. Keterbatasan itu

berupa prosedur audit yang digunakan

sebagai alat ukur untuk menguji terjadinya

penghentian prematur atas prosedur audit

hanya terbatas pada prosedur perencanaan

audit dan prosedur pekerjaan lapangan,

sehingga kurang membuktikan prosedur

audit yang digunakan dalam proses audit

secara menyeluruh. Keterbatasan lain

adalah masih sedikitnya penelitian yang

membahas tentang pengaruh faktor internal

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 38: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

142 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

auditor terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit.

Penelitian selanjutnya dapat

dilakukan dengan menggunakan variabel

lain yang dapat mempengaruhi terjadinya

penghentian prematur atas prosedur audit.

Misalnya dengan menguji faktor-faktor dari

segi internal karakteristik auditor yang lain

seperti komitmen organisasi, kinerja

pegawai, atau keinginan untuk berhenti

bekerja serta faktor-faktor eksternal auditor

yang lain seperti gaya kepemimpinan,

budaya organisasi, dan audit program yang

berkemungkinan dapat menyebabkan

terjadinya praktik penghentian prematur

atas prosedur audit. Selain itu, jumlah

responden yang dijadikan sampel untuk

meneliti perilaku penghentian prematur

atas prosedur audit perlu ditambah

sebanyak mungkin, sehingga menghasilkan

penelitian yang lebih baik dan hasil yang

diperoleh lebih memadai. Untuk penelitian

selanjutnya dapat memfokuskan penelitian

pada kelompok responden tertentu,

misalnya untuk junior auditor atau senior

auditor saja.

Daftar Pustaka

Alderman, C. Wayne dan James W.

Deitrick, 1982, “Auditor‟s

Perceptions of Time Budget

Pressures and Premature Sign

Offs: A Replication and

Extension”, Auditing: A Journal of

Practice and Theory.

Arens, A. Alvin dan James K. Loebbecke,

2000, Auditing: An Integrated

Approach, New Jersey: Prentice-

Hall, Inc.

Baron, R. A. dan J. Greenberg, 1993,

Behaviour in Organizations:

Understanding and Managing The

Human Side of Work, Allyn and

Bacon, Inc.

Buss, Arnold H, 1995, Personality:

Temperament, Social Behavior

and The Self, Boston: Allyn and

Bacon.

Coram, Paul, Juliana Ng dan David

Woodliff, 2000, “The Effect of

Time Budget Pressure and Risk of

Error on Auditor Performance”,

Working paper, The University of

Melbourne.

_______, 2004, ―The Moral Intensity of

Reduced Audit Quality Acts‖,

Working paper, The University of

Melbourne.

DeAngelo, L. E, 1981, “Auditor Size and

Audit Quality‖, Journal of

Accounting & Economics Vol. 3.

No.3, hal. 183-199

Donnelly David P., Jeffrey J. Quirin dan

David O' Bryan, 2003, “Auditor

Acceptance of Dysfunctional

Audit Behavior: An Explanatory

Model Using Auditors' Personal

Characteristics”, Behavioral

Research in Accounting Vol. 15,

no.1, hal. 87-110

Fauzi, Achmad, 2001, ―Pengaruh

Perbedaan Faktor-Faktor

Individual Terhadap Perilaku Etis

Mahasiswa Akuntansi”, Tesis

Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Greenhalgh, L. dan Z. Rosenblatt, 1984,

“Job Insecurity: Toward

Conceptual Clarity‖, Academy of

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 39: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

143 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Management Review, Vol. 9, no.3,

hal. 438-448

Gusnardi, 2003, “Analisis Perbandingan

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Judgment

Penetapan Risiko Audit oleh

Auditor yang Berpengalaman dan

Auditor yang Belum

Berpengalaman”, Tesis

Universitas Padjadjaran, Bandung.

Hartono, Fany Amalia, 2014, ―Analisis

Faktor-Faktor yang Berpengaruh

Terhadap Audit Judgment (Studi

pada Kantor Akuntan Publik Se-

Kodya Semarang)‖, Skripsi

Universitas Muria Kudus, Kudus.

Heriningsih, Sucahyo, 2001, “Penghentian

Prematur atas Prosedur Audit:

Studi Empiris pada Kantor

Akuntan Publik”, Tesis

Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta.

Hyatt, Troy A. dan Douglas F. Prawitt,

2001, “Does Congruence Between

Audit Structure and Auditors‟

Locus of Control Affect Job

Performance?”, The Accounting

Review Vol. 76, no.2, hal. 263-274

IAI Kompartemen Akuntan Publik, 2011,

Standar Profesional Akuntan

Publik, Jakarta: Salemba Empat.

Irawati, Yuke dan Thio Anastasia Petronila

Mukhlasin, 2005, Hubungan

Karakteristik Personal Auditor

terhadap Tingkat Penerimaan

Penyimpangan Perilaku dalam

Audit, “Simposium Nasional

Akuntansi VIII”.

Jamilah, Siti, Zaenal Fanani, dan Granita

Chandrarin, 2007, Pengaruh

Gender, Tekanan Ketaatan, dan

Kompleksitas Tugas Terhadap

Audit Judgment, “Simposium

Nasional Akuntansi X”.

Kaplan, Steven E, 1995, “An Examination

of Auditors‟ Reporting Intentions

Upon Discovery of Procedures

Prematurely Signed-Off”,

Auditing: A Journal of Practice

and Theory. (http://

www.ebscohost.com)

Kelley, Tim dan Loren Margheim, 1990,

“The Impact of Time Budget

Pressure, Personality, and

Leadership Variables on

Dysfunctional Auditor Behavior”,

A Journal of Practice & Theory

Vol. 9 No. 2 (http://

www.ebscohost.com)

Larsen, R. J., Buss D. M., 2002,

Personality Psychology: Domains

of Knowledge about Human

Nature, New York: McGraw-

Hall, Inc.

Lusch, R. F dan Serpkenci, 1990,

―Personal Differences, Job

Tension, Job Outcomes and Store

Performance: A Study of Retail

Store Manager‖, Journal of

Marketing Vol. 54. no.1, hal. 85-

101

Malone, Charles F dan Robin W. Roberts,

1996, “Factors Associated with

The Incidence of Reduced Audit

Quality Behaviors”, Auditing: A

Journal of Practice and Theory.

Vol.15, no.2

Mayangsari, S., 2003, “Pengaruh Keahlian

Audit dan Independensi Terhadap

Pendapat Audit: Sebuah

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 40: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

144 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Kuasieksperimen”, Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia Vol. 6 No. 1.

Margheim, Loren dan Kurt Pany, 1986,

“Quality Control, Premature Sign

Off and Underreporting of Time:

Some Empirical Findings”,

Auditing: A Journal of Practice

and Theory.

Messier, William F, 2000, “Auditing and

Assurance Services: A Systematic

Approach”, United States of

America: McGraw-Hill

Companies.

Mulyadi, 2011, Auditing, Jakarta: Salemba

Empat.

Nataline, 2007, “Pengaruh Batasan Waktu

Audit, Pengetahuan Akuntansi dan

Auditing, Bonus serta Pengalaman

Terhadap Kualitas Audit Pada

Kantor Akuntan Publik di

Semarang”, Skripsi Universitas

Negeri Semarang, Semarang.

Otley, D. dan B. Pierce, 1995, “The

Control Problem in Public

Accounting Firms: An Empirical

Study of The Impact of Leadership

Style”, Accounting, Organizations

and Society Vol. 20. No.5, hal.405

-420

Praptomo, 2002, Aturan Perilaku Auditor,

Pusdiklat BPKP.

Prasetyo, Priyono P., 2002, ―Pengaruh

Locus of Control Terhadap

Hubungan antara Ketidakpastian

Lingkungan dengan Karakteristik

Informasi Sistem Akuntansi

Manajemen”, Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia Vol. 5 no.1.

Radtke, Robin R. dan Wayne A. Tervo,

2004, ―An Examination of Factors

Associated with Dysfunctional

Audit Behavior‖, Working paper,

The University of Texas at San

Antonio.

Raghunathan, Bhanu, 1991, ―Premature

Signing-Off of Audit procedures:

An Analysis‖, Accounting

Horizons. Vol.5, no.2, hal.71-79

Reckers, Philip M. J., 1997, ―A

Comparative Examination of

Auditor Premature Sign-Offs

Using The Direct and The

Randomized Response Methods‖,

Auditing: A Journal of Practice

and Theory. Vol.16, no.1

Reiss, Michelle C. dan Kaushik Mitra,

1998, “The Effect of Individual

Difference Factors on The

Acceptability of Ethical and

Unethical Workplace Behaviors‖,

Journal of Business Ethics Vol.

17, no.14, hal.1581-1593

Robbin, P. Stephen, 1996, Organizational

Behavior: Concept, Controversies,

New Jersey: Prentice-Hall, Inc

Robert dan Angelo, 2000, Organizational

Behavior, New York: McGraw Hill.

Sager, J. K, 1991, ―Reducing Sales

Manager Job Stress‖, The Journal

of Business and Industrial

Marketing Vol. 7, no.4, hal.5-14

Shapeero, Mike, Hian Chye Koh dan Larry

N. Killough, 2003,

“Underreporting and Premature

Sign-Off in Public Accounting”,

Managerial Auditing Journal.

Vol.8, no.6/7, hal.478-489

Solar, D. dan D. Bruehl, 1971,

―Machiavellianism and Locus of

Control: Two Conceptions of

Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nita Andriyani Budiman

Page 41: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

145 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Interpersonal Power‖,

Psychological Reports Vol. 29.,

hal 1079-1082

Soobaroyen, Teerooven dan Chelven

Chengabroyan, 2006, “Auditors'

Perceptions of Time Budget

Pressure, Premature Sign Offs and

Under-Reporting of Chargeable

Time: Evidence from a

Developing Country”,

International Journal of Auditing.

Vol.10, no.3, hal 201-218

Sososutikno, Christina, 2003, Hubungan

Tekanan Anggaran Waktu dengan

Perilaku Disfungsional serta

Pengaruhnya terhadap Kualitas

Audit, “Simposium Nasional

Akuntansi VI”.

Spector, P, E, 1988, "Development of The

Work Locus of Control Scale‖,

Journal of Occupational

Psychology, Vol. 61, no.4, hal.

335-340

Waggoner, Jeri B. dan James D. Cashell,

1991, ―The Impact of Time

Pressure on Auditors‟

Performance‖, The Ohio CPA

Journal.

Wahyudi, Imam, Jurica Lucyanda, dan

Loekman H. Suhud, 2011,

“Praktik Penghentian Prematur

atas Prosedur Audit”, Media Riset

Akuntansi, Vol.1 No.2.

Waspodo, Lego, 2007, ―Pengaruh

Independensi Auditor Eksternal

dan Kualitas Audit Terhadap

Hasil Negosiasi antara Auditor

dengan Manajemen Klien

Mengenai Permasalahan Laporan

Keuangan‖, Tesis Universitas

Diponegoro, Semarang.

Weningtyas, Suryanita, Doddy Setiawan

dan Hanung Triatmoko, 2006,

Penghentian Prematur atas

Prosedur Audit, “Simposium

Nasional Akuntansi IX”.

Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur

Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa

Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 42: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

146 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Kata kunci:

auditor, komitmen

afektif, keterlibatan

kerja, persepsi

ketergantungan tugas,

sharing pengetahuan

Keywords:

auditors, affective

commitment, job

involvement,

perceptions of task

dependency, sharing

knowledge.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel persepsi saling

ketergantungan tugas dan keterlibatan kerja sebagai anteseden dari tiga dimansi

komitmen afektif, yaitu komitmen afektif organisasi, tim dan profesi terhadap

aktivitas sharing pengetahuan yang dilakukan oleh auditor. Obyek penelitian

adalah auditor yang bekerja di KAP di Indonesia. Teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data adalah simple random sampling. Data diperoleh dengan

menyebarkan 300 kuesioner di KAP-KAP di Jawa, Sumatera, Bali, dan

Kalimantan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Structural Equation

Model (SEM) dengan program AMOS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

komitmen afektif tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap aktivitas sharing

pengetahuan pada auditor, sementara keterlibatan kerja dan persepsi keterlibatan

tugas memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap komitmen afektif dan

juga berhubungan positif dengan sharing pengetahuan pada auditor.

Abstract

This study aimed to analyze the variable perceptions of task interdependence and

job involvement as an antecedent of three dimansi affective commitment, namely

affective organizational commitment, and professional teams on knowledge

sharing activities were carried out by the auditors. The object of study is the

auditor who works in the KAP of Indonesia. Data collection technique used is

simple random sampling. Data obtained by distributing 300 questionnaires to

some KAP in Java, Sumatra, Bali, and Borneo. Data analysis were performed

using Structural Equation Model (SEM) with the AMOS program. The results

showed that affective commitment was not shown to have an influence on the

auditor's knowledge sharing activities, while job involvement and perceptions of

task involvement has a positive and significant relationship to affective

commitment and positively related to the sharing of knowledge on auditors.

PENGARUH KOMITMEN AFEKTIF, PERSEPSI SALING

KETERGANTUNGAN TUGAS DAN KETERLIBATAN KERJA

TERHADAP SHARING PENGETAHUAN

PADA AUDITOR

Ika Indriasari

STIE Cendekia Karya Utama Semarang

Email: [email protected]

Page 43: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

147 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Pendahuluan

Aktivitas yang terkait dengan

manajemen pengetahuan dipandang lebih

penting bagi perusahaan, seiring dengan

meningkatnya persepsi hubungan antara

keuntungan kompetitif dengan pengetahuan

(Andreu dkk, 2008). Kinerja dan

kemampuan untuk terus bertahan suatu

organisasi juga dipengaruhi oleh

kemampuan dan kecepatan organisasi

dalam mengembangkan kompetensi

berbasis pengetahuan. Kantor Akuntan

Publik (KAP) sebagai salah satu

perusahaan yang berbasis sumber daya

manusia, sangat bergantung pada

kemampuan dan pengetahuan para

auditornya dalam pelaksanaan

pekerjaannya. Manajemen pengetahuan

yang efektif menjadi salah satu tantangan

paling penting yang dihadapi Kantor

Akuntan Publik saat ini, agar pengetahuan

yang dimiliki auditor-auditornya terus

meningkat. Peningkatan pengetahuan

auditor ini sangat penting, agar auditor

dapat terus menyesuaikan dengan

perkembangan yang terjadi seiring dengan

kemajuan teknologi dan terus munculnya

pesaing-pesaing baik lokal maupun auditor

asing.

Hambatan dan tantangan yang

dihadapi auditor terkait dengan tuntutan

kapabilitasnya diharapkan dapat diperkecil,

salah satunya dengan menggiatkan sharing

pengetahuan. Menurut Setiarso (2006),

berbagi pengetahuan merupakan salah satu

metode dalam knowledge management

yang digunakan untuk memberikan

kesempatan kepada anggota suatu

organisasi, instansi atau perusahaan untuk

berbagi ilmu pengetahuan, teknik,

pengalaman dan ide yang mereka miliki

kepada anggota lainnya. Berbagi

pengetahuan hanya dapat dilakukan apabila

setiap anggota memiliki kesempatan yang

luas dalam menyampaikan pendapat, ide,

kritikan, dan komentarnya kepada anggota

lainnya. Selanjutnya, Setiarso (2006)

menyatakan pula bahwa peran sharing

pengetahuan dikalangan karyawan menjadi

amat penting untuk meningkatkan

kemampuan karyawan agar mampu

berpikir secara logika yang diharapkan

akan menghasilkan suatu bentuk inovasi.

Praktik sharing pengetahuan ini

memberikan manfaat yang sangat besar

bagi upaya peningkatan produktivitas

organisasi (Setiarso, 2006). Pengetahuan

yang terdistribusi dengan baik dalam suatu

organisasi dapat mempengaruhi setiap

tahapan dari proses pembuatan keputusan

(Lessard dan Zaheer, 1996), meskipun

demikian pada umumnya sharing

pengetahuan ini tidak dapat dipaksakan,

hanya dapat didorong dan difasilitasi

(Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock,

2005). Mempertimbangkan manfaat yang

besar tersebut, maka perlu diteliti faktor-

faktor yang dapat mendorong praktik

sharing pengetahuan, khususnya pada

auditor Indonesia yang menghadapi

perubahan dan tantangan sebagai

konsekuensi era globalisasi.

Nilai pengetahuan organisasional

individu meningkat ketika pengetahuan

yang dimilikinya dibagikan (Styhre, 2002).

Beerli (2002) dalam Norris dkk (2003)

menyatakan bahwa pengetahuan dapat

dianggap sebagai sumber daya unik yang

akan tumbuh ketika dibagikan, ditransfer

dan dikelola dengan terampil. Kurangnya

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 44: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

148 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

sharing pengetahuan dalam suatu

kelompok akan berakibat pada

ketidakefektifan, bahkan dapat berakibat

pada gagalnya suatu kelompok kerja (Yu

dan Khalifa, 2007), oleh karena itu

penentuan faktor-faktor yang dapat

meningkatkan proses sharing pengetahuan

dalam suatu kelompok atau organisasi

menjadi hal penting yang mendasari

penelitian ini. Berbagai faktor telah

diidentifikasi sebagai hal yang

mempengaruhi aktivitas sharing

pengetahuan, seperti: komitmen,

keterlibatan kerja, persepsi saling

ketergantungan tugas, struktur organisasi,

kondisi sosial dan lain sebagainya (Zheng

dan Bao, 2006 dalam Andreu dkk 2008).

Hlupic dkk (2002) menyatakan

bahwa faktor pendorong sharing

pengetahuan terbagi menjadi hard issue

yang berupa teknologi dan peralatan dan

soft issue seperti komitmen, motivasi, iklim

perusahaan dan budaya. Saat ini, isu yang

lebih banyak dibahas telah bergeser dari

hard issue menuju pada soft issue.

Komitmen sebagai salah satu soft issue

telah banyak diteliti sebagai variabel yang

berpengaruh pada pekerjaan auditor.

Ketchand dan Strawser, (2001); Smith,

Hall, dan Langfield-Smith, (2005); Smith

dan Hall, (2008) dan beberapa peneliti

lainnya telah meneliti komitmen akuntan

publik pada dasar profesi dan organisasi.

Zheng dan Bao (2006) menambahkan

komitmen akuntan publik terhadap tim

kerja, mengingat bahwa pekerjaan audit

biasa dilakukan dalam suatu tim.

Komitmen terhadap profesi menunjukkan

keterikatan individu terhadap profesi yang

dijalaninya. Komitmen terhadap organisasi

menunjukkan kekuatan identifikasi

individu terhadap organisasi tempat

bekerjanya, sedangkan komitmen terhadap

tim menunjukkan adanya keterikatan

individu dengan tim kerjanya.

Peneliti-peneliti tersebut di atas

membahas mengenai komitmen profesi,

komitmen organisasi dan komitmen tim

auditor menjadi tiga dimensi komitmen

seperti yang dikemukakan oleh Meyer dan

Allen (1991), yaitu komitmen afektif,

komitmen continuance dan komitmen

normatif. Dimensi-dimensi tersebut

merefleksikan suatu keterkaitan antara

pekerja dengan organisasi, namun sifat dari

masing-masing keterkaitannya memiliki

perbedaan (Meyer, Allen dan Gellatly,

1990). Ulasan yang dilakukan oleh Meyer

dan Allen (1991) mengenai literatur

komitmen organisasional menyebutkan

bahwa pekerja dengan komitmen afektif

yang kuat akan tetap bertahan pada

organisasinya karena mereka memang

menginginkannya (want to), sedangkan

mereka yang memiliki komitmen

continuance yang kuat, bertahan dalam

organisasinya karena adanya suatu

kebutuhan (need to) dan yang memiliki

komitmen normatif yang kuat, bertahan

karena merasa bahwa sudah semestinya

mereka melakukan hal itu (ought to). Baik

anteseden maupun konsekuensi dari masing

-masing komitmen tersebut juga berbeda

(Meyer dkk. 1990).

Terkait dengan sifat sharing

pengetahuan yang tidak dapat dipaksakan

(Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock,

2005), dan untuk melakukannya diperlukan

adanya kepercayaan dan pengalaman

(Davenport and Prusak, 1998), maka

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 45: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

149 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

dimensi komitmen yang diduga paling

memberikan dorongan dan memiliki

hubungan yang paling kuat dengan sharing

pengetahuan adalah komitmen afektif. Hal

ini diketahui dari penelitian sebelumnya

bahwa sifat dan pola perilaku individu

dipengaruhi oleh kekuatan hubungan antar

individu seperti halnya komitmen pekerja

kepada organisasinya di tempatnya bekerja

(O’Reilly dan Chatman, 1986).

Persepsi saling ketergantungan tugas

merupakan salah satu anteseden bagi

komitmen organisasi dalam suatu

hubungan kelompok (Ketchand dan

Strawser, 2001). Tingkat saling

ketergantungan tugas dalam pekerjaan

audit ditentukan oleh cara para auditor

bekerja sama, dalam hal ini ditentukan

sebagian oleh teknologi dan sebagian oleh

bagaimana cara pekerjaan dikelola (Van

Vijfeijken dkk, 2002). Pada saat tugas yang

dilaksanakan sangat berhubungan satu

sama lain, atau paling tidak saat auditor

memiliki persepsi bahwa tugas-tugas

mereka saling berhubungan, beberapa

persepsi menciptakan ketergantungan yang

bersifat timbal balik. Tingginya persepsi

saling ketergantungan tugas akan

menyebabkan auditor dalam satu kelompok

menjadi lebih peduli akan pentingnya

kontribusi mereka terhadap profesinya

sebagaimana juga terhadap organisasi dan

tim kerjanya. Kepedulian yang meningkat

ini semestinya meningkatkan pula ego

auditor untuk terlibat dalam hal-hal yang

terkait dengan pekerjaannya dan kemudian

meningkatkan komitmennya terhadap

perusahaan, profesi dan tim kerjanya.

Monge dkk (1998) menyatakan

bahwa keuntungan timbal balik dari

berkomunikasi dan sharing dengan pihak

lain akan meningkat ketika pekerjaan

perorangan auditor tergantung pada usaha

auditor lain dari dalam ataupun dari luar

departemen mereka. Tingkat saling

ketergantungan tugas ditentukan oleh cara

individu dalam suatu kelompok

(profesi,organisasi atau tim kerja) bekerja

sama dan bagaimana cara suatu pekerjaan

dikelola (Van Vijveiken dkk, 2002). Monge

dkk (1998) menemukan bahwa

ketergantungan tugas/ kerja berpengaruh

positif pada keyakinan pekerja untuk

melakukan sharing pengetahuan internal.

Seseorang bisa terlibat dalam

pekerjaannya sebagai respon terhadap

atribut tertentu dari situasi pekerjaannya

(Mudrack, 2004). Jika seorang auditor

memiliki perasaan positif terhadap

pekerjaannya, mereka akan selalu

memandang tujuan dan persyaratan yang

ditetapkan oleh organisasi secara lebih

positif. Beberapa teori telah menyatakan

bahwa pekerja dengan keterlibatan kerja

yang tinggi akan mengusahakan upaya

yang lebih baik dalam pencapaian tujuan

organisasi, dan kemungkinan tidak akan

meninggalkan tempatnya bekerja ( Zheng

dan Bao, 2006; Kanungo, 1979; Lawler,

1986). Adanya rasa puas pada auditor

tersebut diharapkan berhubungan positif

dengan komitmen terhadap perusahaan.

Komitmen yang tinggi, kepercayaan dan

motivasi karyawan ini selanjutnya menjadi

isu kunci yang akan mendorong sharing

pengetahuan karyawan (Storey dan

Quintas, 2001).

Zheng dan Bao (2006) telah

melakukan studi empiris mengenai

hubungan antara komitmen afektif

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 46: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

150 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

organisasi, komitmen afektif tim dan

komitmen afektif profesional, keterlibatan

kerja, persepsi saling ketergantungan tugas

dan sharing pengetahuan auditor.

Penelitian Zheng dan Bao (2006) yang

dilakukan pada akuntan publik di Cina

tersebut telah menemukan bukti empiris

adanya hubungan positif komitmen afektif

organisasi dan komitmen afektif tim

dengan sharing pengetahuan, namun tidak

berhasil membuktikan bahwa komitmen

afektif profesional memiliki hubungan

yang signifikan dengan sharing

pengetahuan auditor. Menurut Zheng dan

Bao (2006), hasil penelitian di atas masih

memerlukan konfirmasi empiris lebih

lanjut, meskipun secara rasional telah dapat

mencerminkan kondisi profesi akuntan

publik di Cina.

Indonesia merupakan negara yang

memiliki beberapa persamaan kultur

dengan Cina, khususnya dalam hal

kolektivisme, jarak kekuasaan dan orientasi

kinerja (Javidan dan House, 2001 dalam

Robbins, 2006). Kultur tersebut dapat

berpengaruh terhadap tingkat komitmen,

keterlibatan kerja dan persepsi saling

ketergantungan tugas. Replikasi penelitian

Zheng dan Bao (2006) dilakukan pada

penelitian ini memiliki beberapa alasan,

yang pertama adalah sebagai konfirmasi

atas bukti empiris yang telah ditemukan di

Cina. Kedua, pembahasan mengenai

hubungan komitmen, keterlibatan kerja dan

persepsi saling ketergantungan tugas

dengan aktivitas sharing pengetahuan di

Indonesia ini juga dirasa penting mengingat

akan dilaksanakannya perubahan dalam

bidang akuntansi di Indonesia, yaitu

konvergesi standar akuntansi Indonesia ke

standar internasional. Indonesia sebagai

satu-satunya anggota negara G-20 dari

Asia Tenggara, harus berkomitmen untuk

melaksanakan kesepakatan mengenai perlu

adanya satu standar tunggal akuntansi

global yang berkualitas tinggi (Auditor

internal, 2010).

Standar acuan akuntansi yang pada

saat ini diakui secara global adalah

International Financial Reporting

Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh

International Accounting Standard Board

(IASB). Konvergensi IFRS sebagai standar

akuntansi di Indonesia yang ditargetkan

berlaku secara keseluruhan mulai tanggal 1

Januari 2012 yang akan datang, tentu

membawa dampak yang cukup besar (IAI,

2008). Implementasi perubahan ini

menuntut kesiapan praktisi akuntan

manajemen, akuntan publik, akademisi,

regulator serta profesi pendukung lainnya

seperti aktuaris dan penilai. Akuntan publik

diharapkan dapat segera melakukan up-

date pengetahuannya sehubungan dengan

perubahan Standar Akuntansi Keuangan

(SAK), membuat revisi Standar Profesi

Akuntan Publik (SPAP) dan menyesuaikan

pendekatan audit yang berbasis IFRS

(Auditor internal, 2010).

Permasalahan yang akan dianalisis

pada penelitian ini adalah :1) Apakah

komitmen afektif memiliki pengaruh positif

terhadap sharing pengetahuan. 2) Apakah

keterlibatan kerja memilki pengaruh positif

terhadap komitmen afektif auditor dan

sharing pengetahuan, dan 3) Apakah

persepsi saling ketergantungan tugas

berpengaruh positif terhadap komitmen

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 47: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

151 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

afektif auditor dan sharing pengetahuan.

Telaah Pustaka dan Pengembangan

Hipotesis

Teori Integrasi Manajemen

Pengetahuan sebagai model pencipta

pengetahuan dikemukakan oleh Toumi

(1999). Gagasan diciptakannya teori ini

berdasarkan pada karya Nonaka (1995)

yang memperkenalkan konsep “perusahaan

pencipta pengetahuan” (knowledge-

creating-company) (Djajadiningrat, 2005).

Toumi dan Nonaka dalam Djajadiningrat

(2005), menyatakan bahwa pengetahuan

yang selalu diciptakan oleh individu-

individu dapat dimunculkan dan diperluas

oleh organisasi melalui interaksi sosial,

yang pada saat interaksi tersebut

pengetahuan yang tersirat (tacit knowledge)

diubah menjadi pengetahuan yang tersurat

(explicit knowledge).

Sharing Pengetahuan

Sharing pengetahuan adalah perilaku

penyebaran dan penerimaan pengetahuan

yang dimiliki seseorang dengan anggota

lain dalam suatu organisasi. Aktivitas ini

merupakan proses orang-per-orang.

Aktivitas ini juga merupakan tindakan

sosial yang melibatkan perilaku kolektif

pada suatu kelompok (Yu dan Khalifa,

2007) yang tidak dapat dipaksakan

pelaksanaannya, hanya dapat didorong atau

difasilitasi (Gibbert dan Krause, 2002

dalam Bock, 2005). Sharing pengetahuan,

mengacu pada penelitian van den Hoof dan

van Weenen (2004) terbagi menjadi dua

bentuk, yaitu donating

(mengkomunikasikan modal intelektual

yang dimiliki kepada rekannya) dan

collecting knowledge (berkonsultasi kepada

rekan/ kolega supaya mereka bersedia

membagikan kekayaan intelektualnya).

Sharing pengetahuan dianggap sebagai

suatu dimensi dan fokus pada hubungan

antara faktor-faktor yang mempengaruhi

sharing pengetahuan tersebut.

Sharing pengetahuan sendiri adalah

suatu proses yang tidak hanya mengacu

pada informasi, namun juga kepercayaan,

pengalaman, dan praktik kontekstual yang

terkadang sulit untuk disampaikan

(Davenport and Prusak, 1998). Hal inilah

yang seringkali tidak diperhatikan oleh

sebagian besar proses sharing pengetahuan

dalam suatu organisasi dan menganggap

bahwa sharing lebih sebagai suatu proses

transfer pengetahuan, ketika satu unit

(misalnya individu, kelompok, departemen,

divisi) terpengaruh oleh pengalaman unit

lainnya (Argote dkk, 2000).

Komitmen Afektif

Komitmen afektif berhubungan

positif dengan kemauan individu untuk

melakukan upaya yang lebih baik bagi

pekerjaannya, sehingga komitmen tersebut

mendorong individu untuk mau

memberikan atau menerima pengetahuan

kepada/ dari pihak lain. Kemauan untuk

menyebarkan atau membagikan modal

intelektual yang dimiliki oleh seseorang

juga berhubungan dengan adanya

kepercayaan antara pemberi dan penerima

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 48: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

152 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

pengetahuan, pengalaman, dan praktik

kontekstual yang sulit untuk disampaikan

(Davenport dan Prusak, 1998).

Kepercayaan dan kemauan berbagi tersebut

dimungkinkan jika seseorang memiliki

hubungan emosi dengan obyek tertentu,

diantaranya adalah dengan organisasi

tempat bekerjanya, profesinya dan tim

kerjanya. Hasil penelitian Jarvenpaa dan

Staples (2001) menyatakan, bahwa

meskipun pengetahuan adalah hasil kerja

keras seorang pekerja, ketika pekerja

tersebut bersedia untuk membagikan

pengetahuannya, maka hal itu dilakukan

bukan untuk kepentingan mereka sendiri,

melainkan untuk kemanfaatan yang lebih

besar bagi organisasi. Komitmen afektif

pada auditor menunjukkan adanya ikatan

emosional individu terhadap organisasinya

karena auditor tersebut memiliki

identifikasi terhadap tujuan organisasi dan

memiliki keinginan untuk membantu

pencapaian tujuan tersebut (Ketchand dan

Strawser, 2001).

Terkait dengan sifat sharing

pengetahuan yang tidak dapat dipaksakan

(Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock dkk

2005), maka uraian tersebut di atas

menjelaskan mengapa komitmen afektif

yang berhubungan dengan adanya

keterikatan emosi, adalah dimensi

komitmen yang paling sesuai untuk

menjelaskan hubungan antara komitmen

individu dengan kemauan untuk melakukan

sharing pengetahuan.

Keterlibatan Kerja

Keterlibatan kerja (job involvement)

didefinisikan sebagai tingkat identifikasi

psikologis individual terhadap tugas dan

pentingnya pekerjaannya dalam gambaran

dirinya secara total (Lodhal and Kejner,

1965). Keterlibatan kerja juga dianggap

sebagai komponen penting dari lingkungan

kerja dan terkait dengan tingkat penyerapan

harian dari pengalaman individu dalam

aktivitas kerjanya (Lawler & Hall, 1970).

Robbins (2006) menyatakan bahwa

keterlibatan kerja merupakan proses

partisipatif yang menggunakan seluruh

kapasitas karyawan, dan dirancang untuk

mendorong peningkatan komitmen bagi

suksesnya suatu organisasi. Logika yang

mendasari adalah: dengan melibatkan para

karyawan dalam keputusan-keputusan yang

menyangkut kepentingan mereka dan

dengan meningkatkan otonomi serta

kendali mengenai kehidupan kerja mereka,

karyawan dapat menjadi lebih produktif

dan lebih puas dengan pekerjaannya.

Persepsi Saling Ketergantungan Tugas

Saling ketergantungan tugas adalah

komponen yang sangat proksimal bagi

lingkungan kerja dan dialami oleh pekerja

secara langsung serta dilaksanakan dengan

cara yang penuh arti (Bishop dan Scott,

2000). Saling ketergantungan tugas juga

dapat diartikan sebagai suatu fitur

struktural dari suatu hubungan antar

anggota kelompok yang berasal dari tugas-

tugas dalam kelompok. Saling

ketergantungan tugas ini menjadi lebih

nampak ketika anggota kelompok harus

berbagi material, informasi dan saran

dalam rangka mencapai hasil atau kinerja

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 49: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

153 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

(van der Vegt dkk,1999 dalam Taggar dan

Haines, 2006).

Tingkat saling ketergantungan tugas

ditentukan oleh bagaimana cara orang-

orang bekerja sama, dan mungkin juga

ditentukan sebagian oleh teknologi dan

sebagian oleh bagaimana cara pekerjaan

dikelola (van Vijfeijken dkk, 2002). Saling

ketergantungan tugas ini merupakan

karakteristik yang penting bagi banyak

pekerjaan, termasuk didalamnya tim kerja

audit dan tim kerja lainnya yang diarahakan

sendiri (Bishop dan Scott, 2000). Meskipun

saling ketergantungan tugas ini merupakan

karakteristik yang penting bagi banyak

pekerjaan, namun beda individu bisa jadi

memiliki persepsi yang berbeda mengenai

tingkatan ketergantungan tugas. Dalam

pelaksanaan tugas pemeriksaan, auditor

selalu melakukannya dalam tim kerja. Pada

lingkungan kerja profesi yang hampir

sama, tingginya persepsi saling

ketergantungan tugas akan menyebabkan

rekan satu kelompok lebih peduli akan

pentingnya kontribusi mereka terhadap

profesinya sebagaimana terhadap

organisasi dan kelompok. Kepedulian yang

meningkat ini semestinya meningkatkan

pula ego pekerja untuk terlibat dan

kemudian meningkatkan pengaruh

positifnya terhadap perusahaan dan tim

kerjanya.

Penelitian Terdahulu

Naquin dan Holton (2002) meneliti

tingkatan dimensi dari lima faktor model

personalitas, afektivitas dan komitmen

kerja (termasuk di dalamnya etika kerja,

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

keterlibatan kerja, komitmen afektif dan

komitmen continuance) yang diduga

mempengaruhi motivasi untuk

meningkatkan hasil kerja melalui proses

belajar. Penelitian Naquin dan Holton

(2002) tersebut menemukan bahwa

pengaruh disposisional merupakan

anteseden yang signifikan dari motivasi

untuk meningkatkan kinerja melalui proses

belajar.

Penelitian yang menghubungkan

antara lingkungan kerja dan komitmen

telah dilakukan oleh Leong dkk (2003).

Penelitian tersebut bertujuan untuk

menginvestigasi hubungan antara

komitmen organisasi dan komitmen profesi

auditor eksternal di Kantor Akuntan Publik.

Penelitian tersebut juga bertujuan untuk

menguji hubungan antara keterlibatan kerja

dan komitmen profesi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa komitmen profesi

pada auditor di Kantor Akuntan Publik

dipengaruhi oleh komitmen organisasi dan

keterlibatan kerja.

Cabrera dan Cabrera (2005)

menyatakan dalam penelitiannya bahwa

untuk membantu terjadinya penyebaran

pengetahuan dengan baik dalam suatu

organisasi diperlukan beberapa hal,

diantaranya adalah adanya tingkat interaksi

yang lebih tinggi, yang berarti memerlukan

adanya ketergantungan antara anggota

suatu kelompok, partisipasi anggota,

budaya perusahaan yang mendukung,

komunikasi yang baik, egaliterisme dan

keadilan dalam perusahaan, serta yang

terakhir adalah adanya persepsi dukungan

dari organisasi tempat bekerja. Karyawan

Page 50: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

154 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

yang bekerja pada organisasi yang

memiliki tipe lingkungan tersebut diatas

dan mengakui serta menilai kontribusi

pekerjanya, semestinya memiliki kemauan

secara alami untuk berbagi pengetahuan

dan bekerja sama (Cabrera dan Cabrera,

2005).

Penelitian yang menghubungkan

antara komitmen, keterlibatan kerja dan

persepsi saling ketergantungan tugas

terhadap sharing pengetahuan telah

dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006).

Penelitian tersebut memberikan bukti

empiris adanya hubungan positif yang

signifikan antara lingkungan kerja (dalam

penelitian ini keterlibatan kerja dan

persepsi saling ketergantungan tugas),

komitmen afektif profesi, komitmen afektif

kelompok dan sharing pengetahuan dalam

Kantor Akuntan Publik di Cina. Hasil

lainnya, hubungan antara persepsi saling

ketergantungan tugas dan komitmen afektif

profesi, komitmen afektif profesi dan

sharing pengetahuan ditemukan tidak

signifikan. Keterlibatan kerja yang diduga

memiliki hubungan positif, ditemukan

memiliki hubungan negatif dengan sharing

pengetahuan. Hal ini bertolak belakang

dengan prediksi peneliti sebelumnya,

bahwa komitmen dan lingkungan kerja

secara keseluruhan memiliki hubungan

yang positif dan signifikan terhadap proses

sharing pengetahuan.

Hislop (2003) dalam Zheng dan Bao

(2006) menunjukkan bahwa ada hubungan

yang menarik antara tingkat komitmen

yang dirasakan karyawan terhadap

organisasinya dengan sikap serta tingkah

laku karyawan dalam berinisiatif untuk

melakukan sharing pengetahuan, sehingga

tingkat komitmen karyawan bertentangan

dengan keseganan karyawan untuk

melakukan sharing pengetahuan.

Komitmen karyawan yang diharapkan

dapat mendukung sharing pengetahuan ini

tidak dapat muncul begitu saja. Sebelum

muncul komitmen yang kuat, ditemukan

ada beberapa hal yang mempengaruhi

munculnya komitmen tersebut, misalnya

pengalaman kerja, keterlibatan kerja, saling

ketergantungan dalam pelaksanaan tugas,

masa kerja dan sebagainya (Allen dan

Meyer,1990; Naquin dan Holton, 2002;

Leong dkk, 2003; Clayton dkk, 2007).

Faktor lainnya yang memiliki

hubungan dengan komitmen yaitu tingkat

saling ketergantungan tugas, yang

menunjukkan bagaimana cara orang-orang

bekerja sama, yang mungkin juga

ditentukan sebagian oleh teknologi dan

sebagian oleh bagaimana cara pekerjaan

dikelola (van Vijfeijken dkk, 2002).

Diantara berbagai faktor yang diduga

memiliki hubungan positif dengan

komitmen tersebut, hanya keterlibatan kerja

dan persepsi saling ketergantungan tugas

yang akan diteliti lebih lanjut dan diduga

memiliki hubungan positif secara langsung

dengan sharing pengetahuan. Berdasarkan

uraian di atas, maka hubungan antar

variabel yang akan dianalisis pada

penelitian ini digambarkan dalam kerangka

berikut ini:

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 51: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

155 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Dari uraian diatas maka dibentuk hipotesis-

hipotesis berikut:

H1a : terdapat hubungan positif antara

komitmen afektif organisasi auditor

terhadap peningkatan perilaku

sharing pengetahuan

H1b : terdapat hubungan positif antara

komitmen afektif tim kerja auditor

terhadap peningkatan perilaku

sharing pengetahuan

H1c : terdapat hubungan positif

antara komitmen afektif pada profesi

akuntan publik auditor terhadap

peningkatan perilaku sharing

pengetahuan

H2a : terdapat hubungan positif antara

keterlibatan kerja dengan komitmen

afektif organisasi auditor

H2c : terdapat hubungan positif antara

keterlibatan kerja dengan komitmen

afektif profesi auditor

H2b : terdapat hubungan positif antara

keterlibatan kerja dengan komitmen

afektif tim auditor

H2d : terdapat hubungan positif antara

tingkat keterlibatan kerja auditor dan

peningkatan sharing pengetahuan

H3a : Terdapat hubungan positif

antara persepsi saling ketergantungan

tugas dengan komitmen afektif

organisasional.

H3b : Terdapat hubungan positif antara

persepsi saling ketergantungan tugas

dengan komitmen afektif tim kerja.

H3c : Terdapat hubungan positif

antara persepsi saling ketergantungan

Gambar 1

Kerangka Pemikiran Teoritis

Sumber: Data diolah 2010

H2d

H1a

H2b

H2c H3a H1b

H3b

H1c

H3c

H3d

H2a

keterlibatan kerja

persepsi saling

ketergantungan

tugas

Sharing Pengetahuan

Komitmen Afektif

Professional

Komitmen Afektif

Kelompok

Komitmen afektif

organisasi

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 52: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

156 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

tugas dengan komitmen afektif

profesi.

H3d : terdapat hubungan positif antara

tingkat persepsi saling

ketergantungan tugas auditor dan

peningkatan perilaku sharing

pengetahuan

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan

penelitian lapangan yang bertujuan untuk

menganalisis faktor-faktor yang diduga

mempengaruhi komitmen afektif dan

pengaruh komitmen afektif terhadap

aktivitas sharing pengetahuan auditor pada

Kantor Akuntan Publik di Indonesia.

Penelitian dilakukan secara cross-

sectional. Pada bagian pembahasan, diuji

hipotesis yang telah ditetapkan untuk

membuktikan hubungan-hubungan yang

ada antar variabel.

Penentuan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah

akuntan profesional yang bekerja sebagai

auditor eksternal di Kantor Akuntan Publik

di Indonesia. Unit analisis dalam penelitian

ini meliputi auditor yang bekerja pada KAP

di Indonesia dengan masa kerja di atas satu

tahun. Pengambilan sampel dilakukan

secara random sampling pada KAP-KAP

yang ada di Indonesia. Metode penentuan

sampel ini digunakan untuk memenuhi

asumsi dasar agar model persamaan

struktural yang diajukan layak. Kesediaan

mengisi kuesioner pada KAP adalah 300

kuesioner, sedangkan kuesioner yang

kembali dan dapat diolah lebih lanjut

sebanyak 145, sehingga sampel yang

diperoleh pada penelitian ini adalah 145

sampel. Ukuran sampel tersebut memenuhi

kriteria jumlah sampel dengan

menggunakan SEM.

Variabel Penelitian dan Definisi

Operasional Variabel

Variabel Independen

Komitmen yang diduga memiliki

hubungan yang kuat dengan aktivitas

sharing pengetahuan adalah komitmen

afektif, baik komitmen afektif organisasi,

kelompok (tim) maupun komitmen

profesional. Untuk mengukur masing-

masing komitmen afektif ini, akan

digunakan skala Likert dari sangat tidak

setuju (1) hingga sangat setuju (5).

Pengukuran ini akan dilakukan dengan

menggunakan kuesioner Affective

Commitment Scales (ACS) yang disusun

oleh Meyer, Allen dan Gellatly (1990);

Meyer, Allen dan Smith (1993).

Variabel independen selanjutnya

adalah Keterlibatan Kerja. Keterlibatan

kerja akan diukur dengan Job Involvement

Questionnaries (JIQ) yang digunakan

secara luas dalam literatur-literatur

mengenai keterlibatan kerja yang disusun

oleh Kanungo (1982). Pada pengukuran

variabel ini terdapat 5 item pertanyaan

dengan skala Likert. Variabel independen

ketiga adalah Persepsi Saling

Ketergantungan Tugas. Variabel ini adalah

variabel yang digunakan untuk mengukur

tingkat saling keterkaitan pelaksanaan

tugas antara anggota team-work, diiukur

dengan menggunakan kuesioner yang

disusun oleh Bishop dan Scott (2000). Pada

variabel ini ada 4 item pertanyaan dan

seperti dua variabel independen lainnya,

digunakan pula Skala Likert 1 sampai 5.

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 53: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

157 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah sharing pengetahuan. Sharing

pengetahuan diukur dengan mengacu pada

kuesioner yang disusun oleh Van den Hoff

dan Van Weenen (2004). Ada 7 item

pertanyaan yang diukur menggunakan

Skala Likert mulai dari sangat tidak setuju

(1) hingga sangat setuju (5).

Teknik Analisis

Uji hipotesis pada penelitian ini

menggunakan model persamaan struktural

(Structural Equation Modelling/ SEM)

dengan menggunakan AMOS 16.0. Model

persamaan struktural didasarkan pada

hubungan kausalitas, dimana perubahan

pada satu variabel diasumsikan akan

berakibat pada perubahan variabel lainnya.

Kuatnya hubungan kausalitas antara dua

variabel yang diasumsikan bukan terletak

pada metoda analisis yang dipilih, namun

terletak pada justifikasi (pembenaran)

secara teoritis untuk mendukung

Gambar 2

Diagram Jalur

Sumber: data diolah 2010

Keterangan gambar :

PKT : Persepsi saling ketergantungan

tugas

KK : Keterlibatan Kerja

KAO : Komitmen Afektif Organisasi

KAK : Komitmen Afektif Kelompok

KAPro : Komitmen Afektif Profesi

SP : Sharing Pengetahuan

Measurement Model penelitian ini

disajikan dalam tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Measurement Model Penelitian

Sumber: data diolah 2010

Konstruk Model Pengukuran

Konstruk Persepsi

Saling Ketergantungan

Tugas

X1 = λ1PKT+ε1

X2 = λ2PKT+ε2

X3 = λ3PKT+ε3

X4 = λ4PKT+ε4

Konstruk Keterlibatan

Kerja

X5 = λ5KK+ε5

X6 = λ6KK+ε6

X7 = λ7KK+ε7

X8 = λ8KK+ε8

X9 = λ9KK+ε9

Konstruk Komitmen

Afektif Organisasi

X10 = λ10KAO+ε10

X11 = λ11KAO+ε11

X12 = λ12KAO+ε12

X13 = λ13KAO+ε13

X14 = λ14KAO+ε14

X15 = λ15KAO+ε15

Konstruk eksogen

Sharing Pengetahuan

X28 = λ28KAPro+ε28

X29 = λ29KAPro+ε29

X30 = λ30KAPro+ε30

X31 = λ31KAPro+ε31

X32 = λ32KAPro+ε32

X33 = λ33KAPro+ε33

X34 = λ34KAPro+ε34

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 54: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

158 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Sumber: data diolah 2010

Persamaan struktural yang terbentuk

dari diagram alur adalah :

SP = β1KAO+ Z1

SP = β2KAK+ Z2

SP = β3KAPr+ Z3

KAO = β4KK+ Z4

KAPr = β5KK+ Z5

KAK = β6KK+ Z6

SP = β7KK+ Z7

KAO = β8PKT+ Z8

KAPr = β9PKT+ Z9

KAK = β10PKT+ Z10

SP = β11PKT+ Z11

Langkah berikutnya adalah menilai

identifikasi model struktural. Selama proses

identifikasi berlangsung dengan program

komputer, sering terdapat hasil estimasi

yang tidak logis atau meaningless dan hal

ini terkait dengan masalah identifikasi

model struktural, dan selanjutnya dinilai

goodness of fit dari masing-masing variabel

Structural Equation Model Analisys

Setelah melakukan analisis faktor

konfirmatori dengan cara menguji

indikator dari masing-masing konstruk,

dengan demikian proses tersebut telah

menguji model per-konstruk hingga

diperoleh model yang baik, maka diperolah

model persamaan struktural atau full model

penelitian dapat dilihat pada gambar 3.

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Gambar 3

Full Model Persamaan Struktural

Sumber: data diolah 2010

Page 55: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

159 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Penilaian Kriteria Goodness of Fit Indices

Model

Setelah melakukan pengujian asumsi

struktural equation model, maka langkah

selanjutnya adalah menilai kriteria

goodness-of-fit-indices full structural

model. Ringkasan hasil model yang

dibangun dengan cut of goodness-of-fit

indices yang ditetapkan, disajikan dalam

tabel 2. Berdasarkan tabel 2 tersebut, nilai

chi-square 638,307. Nilai tersebut jauh

lebih tinggi dibandingkan nilai df=264,

sehingga masuk pada kriteria marginal.

Ghozali (2008) menyatakan bahwa nilai chi

-square sangat sensitif terhadap besarnya

sampel, sehingga ada kecenderungan nilai

chi-square akan selalu signifikan. Nilai

probabilitas p=0,000, sehingga tidak

memenuhi syarat >0,05 dan menunjukkan

bahwa model diterima pada tingkat

marginal.

Tabel 2

Goodness-of-fit Structural Equation

Model- Full Model

Sumber: data diolah 2010 (output AMOS

16.0)

Nilai goodness of fit indices lainnya

juga menunjukkan angka hasil dibawah

kriteria penerimaan model fit, sehingga

model secara keseluruhan berada pada

tingkat marginal karena tidak mencapai cut

-off value yang ditetapkan.

Selain kriteria model fit yang

disajikan seperti pada confirmatory factor

analisys, pada structural full model

dipertimbangkan pula nilai Parsimonious

Fit Measures (PNFI) dan nilai

Parsimonious Goodness of fit Index

(PGFI). PNFI merupakan modifikasi dari

NFI, yang memasukkan jumlah degree of

freedom yang digunakan untuk mencapai

level fit. Kegunaan utama PNFI adalah

untuk membandingkan model dengan

degree of freedom yang berbeda. Tidak ada

nilai yang direkomendasikan sebagai nilai

fit yang diterima, namun untuk

membedakan model nilai > 0,60 dapat

dianggap sebagai nilai yang fit (Ghozali,

2008). Kriteria PGFI memodifikasi GFI

atas dasar parsimony estimated model.

Nilai PGFI berkisar 0 sampai 1.0 dengan

nilai yang semakin tinggi menunjukkan

bahwa model lebih parsimony. Nilai >0,5

masuk pada kriteria fit. Hasil model secara

keseluruhan menunjukkan bahwa model

dapat diterima secara marginal.

Uji Normalitas

Structural Equation Model (SEM),

terutama bila diestimasi dengan

menggunakan Maximum Likelihood

Estimation Technique, mempersyaratkan

dipenuhinya asumsi normalitas. Uji

normalitas dilakukan kembali terhadap

data yang digunakan dalam analisis model

secara keseluruhan, dengan menggunakan

AMOS versi 16.0. Dari uji normalitas,

Items Cut-off Value Hasil Model Keterangan

Chi-square Diharapkan

kecil

638,307 Marginal

CMIN/DF 2< 2,418 Marginal

Significance

Probability

05,0> 0 Marginal

GFI 90,0> 0,725 Marginal

AGFI 90,0> 0,661 Marginal

TLI 90,0> 0,754 Marginal

RMSEA 08,0< 0,101 Marginal

CFI 95,0> 0,774 Marginal

PNFI 60,0> 0,603 Fit

PGFI 50,0> 0,589 Fit

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 56: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

160 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

diketahui bahwa masih terdapat beberapa

data dengan sebaran tidak normal. Dengan

melakukan bootstraping untuk melakukan

resampling. Jika hasil etimasi parameternya

masih konsisten dengan hasil estimasi

tanpa bootstraping maka model masih

layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil

bootstraping, estimasi parameter konsisten

antara model original dengan model

setelah bootstrapping. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa model penelitian ini

layak digunakan untuk menguji hipotesis 1

hingga 11.

Tabel 3

Output regression Weights

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Sumber: data diolah 2010 (output AMOS 16.0)

Estimate S.E. C.R. P Label

KAPro <--- KK 0,947 0,124 7,649 *** par_1

KAO <--- PKT 0,889 0,392 2,268 0,023 par_2

KAO <--- KK 1,018 0,182 5,607 *** par_27

KAT <--- KK 0,759 0,153 4,974 *** par_28

KAT <--- PKT 1,393 0,540 2,580 0,010 par_29

KAPro <--- PKT 0,622 0,275 2,267 0,023 par_30

SP <--- KAO -0,205 0,154 -1,329 0,184 par_3

SP <--- KAPro -0,237 0,222 -1,068 0,285 par_4

SP <--- PKT 1,927 0,799 2,411 0,016 par_5

SP <--- KAT -0,237 0,180 -1,314 0,189 par_20

SP <--- KK 0,760 0,365 2,081 0,037 par_21

Berdasarkan data dari tabel di atas, maka

hasil penelitian diringkas dalam tabel di

bawah ini.

Tabel 4

Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Sumber: Data diolah, 2010

Hipotesis Keputusan

H1a terdapat hubungan positif antara komitmen afektif organisasi dengan sharing pengetahuan auditor

Ditolak

H1b terdapat hubungan positif antara komitmen afektif tim dengan sharing pengetahuan auditor

Ditolak

H1c terdapat hubungan positif antara komitmen afektif profesional dengan sharing pengetahuan auditor

Ditolak

H2a terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif organisasi auditor

Diterima

H2b terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif tim auditor

Diterima

H2c terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif profesional auditor

Diterima

H2d

terdapat hubungan positif antara tingkat keterlibatan kerja auditor dan peningkatan sharing

pengetahuan Diterima

H3a

terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif

organisasional auditor diterima

H3b

terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif

tim auditor Diterima

H3c

terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif

profesional auditor Diterima

H3d

terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan sharing

pengetahuan Diterima

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 57: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

161 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Pembahasan Hipotesis

Hubungan Komitmen Afektif Organisasi dengan

Sharing Pengetahuan Auditor (H1a)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa pada hubungan antara komitmen afektif

organisasional (KAO) dengan sharing pengetahuan

(SP) terdapat pengaruh negatif . Adanya pengaruh

negatif yang tidak signifikan pada hubungan antara

komitmen afektif organisasi dengan sharing

pengetahuan mengindikasikan bahwa komitmen

afektif organisasi tidak berpengaruh sharing

pengetahuan. Hasil pengujian ini tidak konsisten

dengan penelitian Zheng dan Bao (2006).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

tanpa adanya komitmen afektif organisasi ternyata

aktivitas sharing pengetahuan auditor masih

berjalan dengan baik. Hal ini diduga karena sifat

pekerjaan audit yang memang membutuhkan

sharing yang cukup intensif. Latar belakang budaya

masyarakat Indonesia juga diduga turut

mempengaruhi kondisi ini, karena menurut

penelitian Hoffstede (1980) dalam Robbins (2006)

Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat

individualisme rendah dan kolektivisme yang cukup

tinggi. Kolektivisme menunjukkan kerangka kerja

sosial yang ketat yang di dalamnya orang

mengharapkan orang lain yang berada dalam

kelompoknya mau saling membantu satu sama lain.

Hubungan Komitmen Afektif Tim dengan

Sharing Pengetahuan Auditor (H1b)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa komitmen afektif tim (KAT) dengan sharing

pengetahuan (SP) terdapat pengaruh -0,174 dengan

nilai critical ratio (CR) sebesar -1,344 dan p-value

0,179. Nilai CR tersebut berada dibawah nilai kritis

+1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil

pengujian mengindikasikan bahwa komitmen afektif

tim yang rendah tidak memiliki pengaruh terhadap

turunnya sharing pengetahuan. Hal ini berarti

bahwa meskipun komitmen afektif tim pada auditor

rendah, namun aktivitas sharing pengetahuan masih

terus berjalan dengan baik. Pekerjaan audit adalah

pekerjaan yang selalu dilaksanakan dalam satu tim

kerja. Kondisi KAP di Indonesia menunjukkan

bahwa cukup banyak auditor yang bekerja secara

freelance. Keadaan tersebut membuat auditor tidak

selalu berada di KAP, dan hanya bekerja pada saat

harus melaksanakan pekerjaan audit. Kelompok atau

tim audit yang ditemui dalam tiap-tiap pekerjaan

audit belum tentu selalu sama. Auditor yang

merupakan pegawai tetap pada suatu KAP di

Indonesia juga seringkali mengalami rolling

anggota tim kerja. Keadaan-keadaan tersebut diatas

sangat mungkin untuk mempengaruhi komitmen

afektif auditor terhadap tim kerjanya. Kondisi

tersebut ternyata tidak mempengaruhi tingginya

aktivitas sharing pengetahuan yang dilakukan. Hal

ini diduga karena tingkat saling ketergantungan

tugas antara auditor dalam satu tim tinggi, sehingga

auditor tetap melakukan sharing pengetahuan

meskipun komitmen afektif tim yang dirasakan

mungkin tergantung pada kondisi tim kerjanya.

Keadaan ini diduga juga tidak terlepas dari latar

belakang budaya Indonesia yang memiliki tingkat

kolektivitas tinggi.

Hubungan Komitmen Afektif Profesional dengan

Sharing Pengetahuan Auditor (H1c)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa komitmen afektif tim (KAPro) dengan

sharing pengetahuan (SP) terdapat pengaruh -0,379

dengan nilai critical ratio (CR) sebesar -1,651 dan

p-value 0,099. Nilai CR tersebut berada dibawah

nilai kritis +1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05,

sehingga dapat disimpulkan bahwa komitmen

afektif tim yang rendah tidak berpengaruh terhadap

aktivitas sharing pengetahuan auditor.

Hubungan negatif yang tidak signifikan

antara komitmen afektif profesional dengan sharing

pengetahuan mengindikasikan bahwa komitmen

afektif profesional yang rendah tidak berpengaruh

pada aktivitas sharing pengetahuan. Aktivitas

sharing pengetahuan tetap berjalan dengan baik

meskipun auditor belum/ tidak memiliki komitmen

afektif yang tinggi. Hal ini dapat dikaitkan dengan

keterikatan auditor dengan Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) yang telah mengatur

bagaimana seharusnya seorang auditor menjalankan

profesinya. Standar tersebut mengarahkan para

auditor agar melaksanakan atau menyelesaikan

pekerjaan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Sharing pengetahuan merupakan

aktivitas yang sangat terkait dengan pelaksanaan

standar profesional tersebut, sehingga begitu auditor

menjalankan profesinya sesuai dengan standar,

maka auditor tersebut juga didorong untuk

melaksanakan sharing pengetahuan. Kondisi

tersebut diduga membuat komitmen afektif

profesional bukan lagi menjadi faktor utama yang

mendorong dilakukannya sharing pengetahuan di

antara auditor, namun bisa jadi lebih terdorong

karena adanya standar yang telah ditetapkan.

Hubungan Keterlibatan Kerja dengan

Komitmen Afektif Organisasi Auditor (H2a)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 58: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

162 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

komitmen afektif organisasi (KAO) terdapat

pengaruh 0,978 dengan nilai critical ratio (CR)

sebesar 5,684 dan p-value 0,000 yang berarti

signifikan pada level 0,01. Nilai CR tersebut berada

diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan

bahwa keterlibatan kerja yang tinggi akan

meningkatkan komitmen afektif organisasi secara

signifikan. Adanya hubungan positif dan signifikan

antara keterlibatan kerja dan komitmen afektif

organisasi mengindikasikan bahwa keterlibatan

kerja yang rendah dapat berpengaruh pada turunnya

komitmen afektif organisasi secara signifikan. Hasil

pengujian ini mendukung hasil penelitian Zheng dan

Bao (2006) yang menyatakan bahwa keterlibatan

kerja berhubungan positif dengan tingkat komitmen

afektif organisasi.

Hubungan Keterlibatan Kerja dengan

Komitmen Afektif Tim Auditor (H2b)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan

komitmen afektif tim (KAT) terdapat pengaruh

0,817 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 5,417

dan p-value 0,000 (signifikan pada level 0,01). Nilai

CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96,

sehingga dapat disimpulkan bahwa keterlibatan

kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen

afektif tim secara signifikan. Hasil tersebut

selanjutnya mengindikasikan bahwa keterlibatan

kerja yang rendah dapat berpengaruh pada turunnya

komitmen afektif tim secara signifikan.

Hubungan Keterlibatan Kerja dengan

Komitmen Afektif Profesional Auditor (H2c)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan

komitmen afektif profesional (KAPro) terdapat

pengaruh 0,861 dengan nilai critical ratio (CR)

sebesar 7,946 dan p-value 0,000 (signifikan pada

level 0,01). Nilai CR tersebut berada jauh diatas

nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan

bahwa komitmen afektif profesional yang tinggi

akan meningkatkan sharing pengetahuan secara

signifikan.

Hubungan Keterlibatan Kerja dengan Sharing

Pengetahuan (H2d)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan sharing

pengetahuan (SP) terdapat pengaruh 0,755 dengan

nilai critical ratio (CR) sebesar 2,349 dan p-value

0,019. Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis

+1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa

keterlibatan kerja yang rendah akan menurunkan

tingkat sharing pengetahuan. Hubungan antara

keterlibatan kerja dan sharing pengetahuan yang

positif dan signifikan selanjutnya mengindikasikan

bahwa keterlibatan kerja yang rendah dapat

berpengaruh pada turunnya sharing pengetahuan.

Hasil pengujian ini bertolak belakang dengan hasil

penelitian Zheng dan Bao (2006) yang menemukan

bahwa keterlibatan kerja berhubungan negatif

dengan tingkat sharing pengetahuan, namun

mendukung dan memperkuat hasil temuan dari Leon

dkk. (2003) serta Cabrera dan Cabrera (2005),

bahwa tingkat identifikasi auditor terhadap

pekerjaannya dapat berpengaruh positif terhadap

kemauannya untuk melakukan sharing pengetahuan

di lingkungan kerjanya.

Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan

Tugas dengan Komitmen Afektif Organisasi

Auditor (H3a)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan

komitmen afektif organisasi (KAO) terdapat

pengaruh 0,889 dengan nilai critical ratio (CR)

sebesar 2,268 dan p-value 0,023. Nilai CR tersebut

berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat

disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan

tugas yang rendah akan menurunkan komitmen

afektif organisasi secara signifikan.

Hubungan kedua variabel tersebut

selanjutnya mengindikasikan bahwa persepsi

ketergantungan tugas yang rendah akan berpengaruh

secara signifikan pada turunnya komitmen afektif

organisasi, dengan demikian hipotesis 3a ini

diterima. Hasil ini mendukung hasil penelitian yang

dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006).

Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan

Tugas Dengan Komitmen Afektif Tim Auditor

(H3b)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan

komitmen afektif tim (KAT) terdapat pengaruh

sebesar 1,393 dengan nilai critical ratio (CR)

sebesar 2,580 dan p-value 0,010. Nilai CR tersebut

berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat

disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan

tugas yang tinggi akan meningkatkan komitmen

afektif tim secara signifikan, atau hipotesis 3b

diterima. Hasil ini serupa dan mendukung hasil

penelitian yang dilakukan oleh Zheng dan Bao

(2006).

Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan

Tugas dengan Komitmen Afektif Profesional

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 59: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

163 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Auditor (H3c)

Hasil pengujian hipotesis

menunjukkan bahwa hubungan persepsi saling

ketergantungan tugas (PKT) dengan komitmen

afektif profesional (KAPro) terdapat pengaruh 0,622

dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,267 dan p-

value 0,023. Nilai CR tersebut berada diatas nilai

kritis +1,96, sehingga persepsi saling

ketergantungan tugas yang tinggi akan memberikan

pengaruh positif terhadap komitmen afektif

profesional, dengan demikian hasil ini mendukung

hipotesis 3c. Hasil penelitian ini juga menunjukkan

bahwa adanya persepsi saling ketergantungan tugas

pada auditor tidak hanya memperkuat komitmen

auditor terhadap organisasi (KAP) atau rekan dalam

tim kerjanya, namun juga dapat memperkuat

komitmen terhadap profesinya sebagai akuntan

publik.

Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan

Tugas Dengan Sharing Pengetahuan Auditor

(H3d)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa hubungan persepsi saling ketergantungan

tugas dengan sharing pengetahuan terdapat

pengaruh 1,927 dengan nilai critical ratio (CR)

sebesar 2,411 dan p-value 0,016 . Nilai CR tersebut

berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat

disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan

tugas yang tinggi akan meningkatkan aktivitas

sharing pengetahuan diantara auditor secara

signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut

mengindikasikan bahwa turunnya persepsi saling

ketergantungan tugas akan menurunkan pula tingkat

sharing pengetahuan diantara para auditor, atau

hipotesis 3d diterima. Hasil ini mendukung dan

memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh

Zheng dan Bao (2006).

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pengujian

hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Komitmen afektif organisasi , tim dan profesi

tidak terbukti berhubungan positif dengan

sharing pengetahuan. Penelitian ini

menunjukkan bahwa sharing pengetahuan

lebih dilakukan karena adanya faktor latar

belakang budaya untuk berbagi, bukan

dipengaruhi oleh komitmen.

2. Keterlibatan kerja terbukti berhubungan

positif dan signifikan dengan komitmen

afektif organisasi, tim maupun profesi

auditor. Hal ini mengindikasikan bahwa

auditor sebaiknya menjaga supaya faktor

keterlibatan kerja terjaga, sehingga aktivitas

sharing pengetahuan dapat berlangsung

dengan baik.

3. Persepsi saling ketergantungan tugas terbukti

berhubungan positif signifikan dengan

komitmen afektif auditor.

4. Persepsi saling ketergantungan tugas terbukti

berhubungan positif dengan sharing

pengetahuan auditor. Adanya persepsi saling

ketergantungan tugas yang tinggi akan

meningkatkan komitmen afektif profesional

auditor secara signifika

Keterbatasan

Evaluasi atas hasil penelitian ini harus

mempertimbangkan beberapa keterbatasan yang

mungkin mempengaruhi hasil penelitian, antara lain

variabel-variabel keterlibatan kerja, persepsi saling

ketergantungan tugas, komitmen afektif dan sharing

pengetahuan terkait dengan filosofi organisasi yang

terbentuk melalui jangka waktu yang lama, sehingga

penelitian secara cross-sectional bisa jadi tidak

dapat memberikan hasil yang sangat akurat dalam

penelitian ini.Variabel yang diteliti dalam penelitian

ini terkait dengan aktivitas sharing pengetahuan

adalah keterlibatan kerja, persepsi saling

ketergantungan tugas dan komitmen afektif yang

dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu komitmen afektif

organisasi, komitmen afektif tim dan komitmen

afektif profesional. Komponen komitmen lainnya,

yaitu komitmen continuance dan komitmen

normatif tidak diteliti, karena komitmen afektif

dianggap sebagai komitmen yang paling mendorong

dilakukannya sharing pengetahuan auditor.

Disamping variabel-variabel yang telah diteliti

disini, sebenarnya masih banyak variabel yang dapat

mempengaruhi intensitas sharing pengetahuan pada

auditor.

Penelitian secara kuantitatif dalam akuntansi

perilaku berpotensi menimbulkan keterbatasan hasil,

karena adanya kemungkinan jawaban responden

yang kurang sesuai dan hal ini di luar kendali

peneliti. Faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh

terhadap sharing pengetahuan juga tidak dapat

digali lebih jauh, sehingga penelitian terbatas pada

variabel yang telah ditetapkan.

Saran

Berdasarkan evaluasi keterbatasan dalam

penelitian ini, maka penelitian selanjutnya

disarankan : Menggunakan studi longitudinal untuk

meneliti penelitian serupa ini. Studi longitudinal

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 60: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

164 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

memungkinkan penelitian dapat memperoleh bukti

yang lebih kuat dan berkesinambungan mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen

afektif maupun aktivitas sharing pengetahuan

auditor. Penelitian berikutnya diteliti variabel

anteseden lainnya yang dapat memberikan pengaruh

positif terhadap aktivitas sharing pengetahuan,

seperti peran dukungan organisasi, komunikasi,

teknologi, peran konflik dan sebagainya, serta

meneliti komponen komitmen selain komitmen

afektif, yaitu komitmen continuance maupun

komitmen normatif yang mungkin juga memiliki

pengaruh terhadap aktivitas sharing pengetahuan.

Daftar Pustaka

Andreu, Rafael,. Baiget, Joan., Canals, Agustı,

2008, “Firm-Specific Knowledge and

Competitive Advantage:Evidence and KM

Practices”,.Knowledge and Process

Management, Vol. 15 No. 2, hal. 96-106.

Bishop, James.W., Scott, K. Dow, 2000, “An

Examination of Organizational and Team

Commitment in a Self-Directed Team

Environment”, Journal of Applied Psychology, Vol. 85, No. 3, hal. 439-450.

Bock, Gee-Woo., Zmud, Robert W., Kim, Young-

Gul., Lee, Jae-Nam, 2005, “Behavioral

Intention Formation In Knowledge Sharing:

Examining The Roles Of Extrinsic

Motivators, Social-Psychological Forces,

And Organizational Climate”, MIS Quarterly, Vol. 29 No. 1. hal. 87-111.

Cabrera, Elizabeth F., Cabrera, Angel, 2005,

“Fostering Knowledge Sharing Through

People Management Practices”,

International Journal of Human

Resource Management, Vol.16, No.5,

hal. 270-735.

Chugtai, Aamir Ali, 2008, “Impact of Job

Involvement on In-Role Job performance and

Organizational Citizenship Behaviour”, Institute of Behavioral and Applied

Management.

Clayton, Bruce., Petzall, Stanley., Lynch, Barbara.,

Margret, Julie, 2007, “An Examination Of

The Organisational Commitment Of

Financial Planners”, International Review of Business Research Papers, Vol.3 No.1, hal.

63-71.

Davenport, Thomas H., Prusak, Laurece, 1998,

Working Knowledge: How Organizations

Manage what They Know, Harvard Business

School Press, Boston.

Djajadiningrat, Surna Tjahja, 2005, Mengelola

Pengetahuan dan Modal Intelektual

dengan Pembelajaran Organisasi: Suatu

Gagasan untuk Institut Teknologi

Bandung, “Orasi Ilmiah pada Sidang

Terbuka ITB Peringatan Dies Natalis

Institut Teknologi Bandung ke-46”

Gibbert, M. and Krause, H., 2002, “Practice

Exchange in a Best Practice

Marketplace, in Knowledge Management

Case Book: Siemens Best Practices, T.

H. Davenport and G. J. B. Probst (Eds.)”,

Publicis Corporate Publishing,

Erlangen, Germany, hal. 89-105.

Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis

Multivariate dengan Program SPSS,

Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang.

Ghozali, Imam, 2008, Model Persamaan Struktural.Konsep Aplikasi dengan

Program AMOS16.0, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang.

Hackman, J. Richard., Lawler, III Edward E.,

1971, “Employee Reactions To Job

Characteristics”, Journal Of Applied

Psychology,Monograph Vol. 55, No. 3,

hal. 259-286.

Hall, Matthew., Smith, David, Langfield-

Smith, Kim, 2005, “Accountants‟

Commitment to Their Profession:

Multiple Dimensions of Professional

Commitment and Opportunities for

Future Research”, Behavioral Research

in Accounting, vol 17, no. 1, hal 89-109.

Hlupic, Vlatka., Pouloudi, Athanasia., Rzevski,

George, 2002, “Towards An Integrated

Approach to Knowledge Management:

'Hard', 'Soft' and 'Abstract’ Issues”,

Knowledge and Process Management, Vol.

9, No.2, hal. 90-102.

http://auditorinternal.wordpress.com, 2010,

Konvergensi Standar Akuntansi, Sampai

di Mana? Blog Auditor Internal, diakses pada

28 Maret 2010.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2008, Siaran Pers

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 61: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

165 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan

(SAK) Indonesia ke International Financial

Reporting Standards (IFRS), Diunduh dari

http://www.iaiglobal.or.id, 29 Nov 2009 :

jam 10.05.

Jarvenpaa, Sirkka L. Staples, D. Sandy, 2001,

Exploring Perceptions of Organizational

Ownership of Information and Expertise, Journal of Management Infnnnation Systems/

Summer 2001. Vol. 18. No. I. hal. 151-183.

Kanungo, Rabindra N, 1982, “Measurement of Job

and Work Involvement”, Journal of Applied Psychology, Vol. 67, No. 3, hal. 341-349.

Ketchand, Alice A., Strawser, Jerry R., 2001,

“Multiple Dimensions of Organizational

Commitment: Implications for Future

Accounting Research”, Behavioral Research

In Accounting, Vol.13, 2001.

Lawler, Edward E., Douglas, T. Hall, 1970,

“Relationship Of Job Characteristics To Job

Involvement, Satisfaction, And Intrinsic

Motivation”, Journal of Applied Psychology,

Vol. 54, No. 4, hal. 305-312.

Leong, Leslie., Huang, Shaio-Yan., Hsu, Jovan,

2003, “An Empirical Study on Professional

Commitment,Organizational Commitment

and Job Involvement in Canadian

Accounting Firms”, Journal of American

Academy of Business, Vol. 2, No.2, hal.360-

370.

Lessard, Donald R., Zaheer, Srilata, 1996,

“Breaking The Silos: Distributed Knowledge

And Strategic Responses To Volatile

Exchange Rates”, Strategic Management Joumal, Vol. 17, hal. 513-533.

Meyer, John P., Allen, Natalie J., 1991, A Three-

Component Conceptualization of

Organizational commitment, Human

Resource Management review, Vol 1, No. 1,

hal. 61-89.

_____________________________, Gellatly,Ian

R., 1990, “Affective and Continuance

Commitment to the Organization: Evaluation

of Measures and Analysis of Concurrent and

Time-Lagged Relations”, Journal of Applied

Psychology, Vol. 75, No. 6, hal. 710-720.

___________, Smith, Catherine, 1993,

“Commitment to Organizations and

Occupations: Extension and Test of a Three-

Component Conceptualization”, Journal of

Applied Psychology, Vol.78, No. 4, hal. 538-

551.

Monge, Peter R., Fulk, Janet., Kalman, Michael E.,

Flanagin, Andrew J., Pamassa, Claire.,

Rumsey, Suzanne, 1998, “Production of

Collective Action in Alliance- Based

Interorganizational Communication and

Information Systems”, Organization Science,

Vol. 9, No. 3, hal. 411-433.

Naquin, Sharon S. Holton III, Elwood F., 2002, “The Effects of Personality, Affectivity, and

Work Commitment on Motivation to

Improve Work Through Learning”, Human

Resource Development Quarterly, Vol. 13,

No. 4, ha. 357-376.

Norris, M. Donald., Mason, Jon., Robson, Robby.,

Lefrere, Paul., Collier, Geoff, 2003, A

Revolution in Knowledge Sharing,

EDUCAUSE review, September/ October

2003.

O'Reilly, Charles III., Chatman, Jennifer, 1986,

“Organizational Commitment and

Psychological Attachment: The Effects of

Compliance, Identification, and

Internalization on Prosocial Behavior”

Journal of Applied Psychology, Vol. 71, No.

3, hal. 492-499.

Ouyang, Yenhui, 2009, The Mediating Effects of

Job Stress and Job Involvement Under Job

Instability : Banking ServicePersonnel of

Taiwan as an Example”, Journal of Money,

Investment and Banking ISSN 1450-288X,

No. 11, hal. 16-26.

Porter, Lyman W., Steers, Richard M., Mowday,

Richard T., Boulian, Paul V. 1974,

“Organizational Commitment, Job

Satisfaction, And Turnover Among

Psychiatric Technicians”, Journal Of Applied

Psychology Vol. 59, No. 5, hal. 603-609.

Rabinowitz, Samuel., Hall, Douglas T., 1977,

“Organizational Research on Job

Involvement”, Psychological Bulletin, Vol.

84, No. 2,hal. 265-288.

Rahayu, Dyah Sih., Januarti, Indira, 2003,

Tekanan Peran (Pola Stress) Pada

Auditor : Studi Empiris Pada Kap Di

Indonesia, Lembaga Penelitian

Universitas Diponegoro, Semarang.

Reichers Arnon E., 1985, “A Review and

reconceptualization of organizational

Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Page 62: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

166 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Commitment” Academy of Management

Journal, Vol. 34, hal.597-616.

Robbins, Stephen P., 2006, Organizational

Behavior, Prentice Hall, Pearson Education

International.

Setiarso, Bambang, 2006, Berbagi Pengetahuan:

Siapa Yang Mengelola Pengetahuan? Komunitas eLearning IlmuKomputer.com,

diakses pada 01 April 2010.

Smith, David., Hall, Matthew, 2008, “An Empirical

Examination of a Three- Components Model

of Professional Commitment among Public

Accountants”, Behavioral Research in

Accounting, Vol. 20 No. 1, hal. 75-92.

Styhre, A., 2002, “Non-linear change in

organizations: organization change

management informed by complexity

theory”, Leadership & Organization

Development Journal, Vol. 23, No. 6, hal.

343-351.

Yu, Angela Yan., Khalifa, Mohamed, 2007, “A

Conceptual Model for Enhancing Intra-

GroupKnowledge Sharing, City University

of Hong Kong, China”, Sprouts: Working

Papers on Information Systems.

Zheng, Meilian., Bao, Gongmin, 2006, An

Empirical Study on Knowledge Sharing,

Affectif Commitment,Perceived Task

Interdependence and Job Involvment in

Chinese Accounting Firms, PICMET, IEEE,

Istanbu

l.

Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan

Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor

Ika Indriasari

Page 63: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

167 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Kata Kunci :

Lembaga

Keuangan

Syari‘ah, PSAK

Syari‘ah.

Keywords :

Sharia Financial

Institution, Sharia

Statement of Finan-

cial Accounting

Standards

Abstrak

Lembaga Keuangan syariah atau biasa disebut dengan Bank

Tanpa Bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang

operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada

Alqura‘an dan Hadist Nabi SAW. Lembaga keuangan syari‘ah

adalah bank yang mekanisme kerjanya menggunakan sistem bagi

hasil. Saat ini IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) telah mengeluarkan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur tentang

Akuntansi Keuangan Syariah. Penelitian ini merupakan kajian

deskriptif yang dilakukan atas penerapan akuntansi syariah di di

BMT Lisa Sejahtera. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data sekunder dan data primer yang bersumber dari BMT

Lisa Sejahtera. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun BMT

Lisa Sejahtera sudah berpola syari‘ah akan tetapi produk atau jenis –

jenis usahanya tidak sesuai dengan PSAK Syari‘ah. Dengan demikian

pencatatan transaksi keuangannya berbeda dengan ketentuan yang ada

pada PSAK Syari‘ah 101 yang meliputi Neraca, Laba Rugi, Arus Kas,

Laporan Perubahan Equitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat,

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebijakan dan Catatan atas

Laporan Keuangan.

Abstract

Shariah Financial Institution or commonly called the Non Interest

Bank is a financial institution / bank operations and products devel-

oped based on Alqura'an and Hadith of the Prophet SAW. Shari'ah

financial institution is a bank that its mechanism uses the results sys-

tem. Currently IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) has issued Statement

of Financial Accounting Standards (SFAS) which regulates the Is-

lamic Financial Accounting. This study is a descriptive study con-

ducted on the application of accounting shariah at BMT Lisa Se-

jahtera. The data used in this study are secondary data and primary

data sourced from BMT Lisa Sejahtera. The results of this study in-

dicate that although BMT Lisa Sejahtera already used Shari'ah pat-

tern but the product or the kinds of its business are not in according

with SFAS Shariah. Thus the recording of financial transactions is

different from the existing provisions in SFAS 101 that includes

Shariah Balance Sheet, Profit and Loss, Cash Flow, Statement of

Changes in Equity, Statement of Sources and Uses of Zakat, Reports

Sources and Use of Funds Policies and Notes to Financial State-

ments.

PENERAPAN AKUNTANSI SYARIAH PADA

BMT LISA SEJAHTERA JEPARA

Solikhul Hidayat

Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISNU Jepara

Email : [email protected]

Page 64: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

168 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Pendahuluan

Berkembangnya perbankan dengan

menerapkan prinsip syariah atau lebih

dikenal dengan nama bank syariah di

Indonesia bukan merupakan hal baru lagi.

Mulai diawal tahun 1990 telah terwujud ide

tentang adanya bank Islam di Indonesia,

yang merupakan wujud ketidak setujuan

terhadap sistem riba yang bertentangan

dengan hukum Islam.

Pengelolaan bank syariah maupun

lembaga keuangan hampir sama dengan

pengelolaan bank konvesional. Semenjak

adanya landasan syariah serta sesuai

dengan Peraturan Pemerintah yang

menyangkut Bank Syariah, diantarannya

Undang-Undang No.7 th 1992 perihal

perbankan diganti dengan Undang-Undang

No.10 th 1998. Selain Undang-Undang

tersebut, ketentuan pelaksanaan bank

berdasarkan prinsip syariah ditetapkan

dengan peraturan pemerintah No.30 tahun

1999, kita bisa melihat adanya perbedaan

antara bank/lembaga keuangan syariah

dengan bank konvensional, dari segi

operasional, pendanaan, penyaluran

maupun jasa keuangan yang ada. Prinsip

syariah adalah aturan perjanjian

berdasarkan hukum Islam antara bank dan

pihak lain untuk menyimpan dana dan atau

pembiayaan untuk usaha, atau kegiatan

usaha lainnya yang dinyatakan sesuai

dengan syariah.

Bank Islam atau selanjutnya disebut

dengan bank syariah adalah bank yang

dalam menjalankan usahanya dengan tidak

mendasarkan pada bunga. Bank syariah

atau biasa disebut dengan Bank Tanpa

Bunga adalah lembaga keuangan/

perbankan yang dalam usahanya serta

produknya dikembangkan berlandaskan

pada Alqura‟an dan Hadis Nabi SAW.

Bank syariah adalah bank yang sistem

kerjanya menggunakan sistem bagi hasil.

Lembaga keuangan tersebut dalam

menjalankan usahanya harus secara ketat

berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang

tentunya sangat berbeda dengan prinsip

yang dianut oleh lembaga keuangan non

syariah.

Adapun prinsip-prinsip sebagai

rujukan adalah :

1. Larangan timbulnya bunga pada

semua bentuk dan jenis transaksi

2. Aktifitas bisnis dan perdagangan

dijalankan didasarkan pada tingkat

kewajaran dan laba yang diperoleh

secara halal

3. Ada zakat yang dikeluarkan dari hasil

kegiatan usahanya

4. Terlarang menjalankan system

monopoli

5. Saling bekerjasama dalam

membangun masyarakat, melalui

kegiatan bisnis dan perdagangan yang

sesuai dengan ajaran Islam.

Keberadaan lembaga syariah

diharapkan dapat dimanfaatkan secara

optimal oleh masyarakat, dikandung

maksud agar dapat meningkatkan taraf

hidup melalui produk perbankan yang

disediakan. Sebagaimana lazimnya suatu

bank, lembaga keuangan syariah juga siap

menerima penitipan uang dan pembiayaan

kapada semua sektor usaha yang

membutuhkan dana. Sesuai dengan fungsi

dan jenis dana yang dapat dikelola oleh

lembaga Islam yang mengembangkan

konsep tanpa bunga, berikutnya

menghasilkan berbagai macam jenis

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Solikhul Hidayat

Page 65: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

169 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

produk pengumpulan dan penyaluran dana

oleh lembaga syariah.

Lembaga keuangan syariah dengan

sistem bagi hasil dirancang untuk

terbinanya kebersamaan dalam

menanggung resiko usaha dan berbagi hasil

usaha antara: pemilik dana (rabbul maal)

yang menyimpan uangnya dilembaga,

lembaga selaku pengelola dana (mudharib),

dan masyarakat yang membutuhkan

pembiayaan dengan status peminjam dana

atau yang menjalankan usaha.

Disisi yang lain, ketika lembaga

keuangan syariah telah beroperasi untuk

pencatatan transaksi keuangannya

diperlukan Standar akuntansi yang

berdasarkan dengan prinsip – prinsip

syariah. Dengan menerapkan prinsip

standar akuntansi syariah merupakan kunci

sukses bagi bank/lembaga keuangan

syariah untuk menjalankan sistemnya

dalam rangka melayani masyarakat.

Standar akuntansi tersebut akan terlihat

dalam sistem akuntansi yang digunakan

sebagai dasar dalam pembuatan sistem

laporan keuangan. Saat IAI (Ikatan

Akuntan Indonesia) mengeluarkan PSAK

Akuntansi Keuangan Syariah No. 59 dan

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian

Laporan Keuangan Bank Syariah pada

tanggal 1 Juni 2001 yang berisi perihal

Tujuan Akuntansi Keuangan, Tujuan

Laporan Keuangan, Asumsi Dasar atas

Sistem Pencatatan dasar Akrual,

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

dan Unsur Laporan Keuangan. PSAK No.

59 berisi tentang Pengakuan dan

Pengukuran, juga berisi penyajian

komponen-komponen laporan keuangan

bank syariah dan juga sistem

pengungkapan secara umum laporan

keuangan, serta tanggal efektif untuk

penyusunan dan penyajian laporan

keuangan lembaga keuangan syariah.

Pada perkembangan berikutnya,

karakteristik produk-produk bank syariah

seperti; Mudhorobah, Musyarokah,

Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah,

Wadiah, Qardh, Sharf serta pengakuan dan

pengukuran zakat, infaq dan shodaqoh

diatur pada dari PSAK 101 sampai PSAK

109.

Landasan Teori

Pengertian Akuntansi Syariah :

Kaidah Akuntansi dalam konsep

Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai

kumpulan dasar-dasar hukum yang baku

dan permanen, yang disimpulkan dari

sumber-sumber Syariah Islam dan dipakai

sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam

menjalankan profesinya, baik dalam

pembukuan, analisis, pengukuran,

pemaparan, maupun penjelasan, dan

menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu

kejadian atau peristiwa.

Dasar hukum dalam Akuntansi

Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah

Nabwiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama),

Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu,

dan ‗Uruf (adat kebiasaan) yang tidak

bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah

-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki ciri

khusus yang membedakan dari kaidah

Akuntansi Konvensional. Ketentuan

Akuntansi Syariah berdasarkan norma-

norma masyarakat islami, dan bagian dari

disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai

pelayan masyarakat pada tempat penerapan

Akuntansi tersebut.

Solikhul Hidayat

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Page 66: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

170 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Adapun persamaan kaidah antara

Akuntansi Syariah dengan Akuntansi

Konvensional ada pada hal-hal sebagai

berikut:

1. Prinsip, antara jaminan keuangan

dengan prinsip unit ekonomi harus

ada dipisahkan;

2. Prinsip masa satu tahunan (hauliyah)

dengan prinsip periode waktu atau

tahun pembukuan keuangan;

3. Prinsip pencatatan pembukuan

langsung dengan pencatatan

bertanggal;

4. Prinsip kesaksian dalam system

pembukuan disertai prinsip penentuan

barang;

5. Prinsip perbandingan (muqabalah)

dengan prinsip perbandingan

pendapatan dengan biaya;

6. Prinsip kontinuitas (istimrariah)

dengan kesinambungan (going

consent) perusahaan;

7. Prinsip keterangan (idhah) dengan

penjelas atau dengan pemberitahuan.

Adapun perbedaannya, menurut

Husein Syahatah, dalam buku Pokok-

Pokok Pikiran Akuntansi Islam,

diantaranya, terdapat pada hal-hal sebagai

berikut:

1. Para ahli akuntansi modern berbeda

pendapat dalam cara menentukan

nilai atau harga untuk melindungi

modal pokok, hingga kini apa yang

dimaksud dengan modal pokok

(kapital) belum dapat ditentukan.

Sedangkan konsep Islam

menerapkan konsep penilaian

berdasarkan nilai tukar yang berlaku,

dengan tujuan melindungi modal

pokok dari sisi kemampuan produksi

di masa yang akan datang dalam

lingkup perusahaan yang

berkontinuitas;

2. Modal dalam konsep akuntansi

konvensional terbagi menjadi dua

bagian, yaitu modal tetap (aktiva

tetap) dan modal yang beredar

(aktiva lancar), sedangkan di dalam

konsep Islam barang-barang pokok

dibagi menjadi harta berupa uang

(cash) dan harta berupa barang

(stock), berikutnya barang dibagi

menjadi barang milik dan barang

dagang;

3. Dalam konsep Islam, mata uang

seperti emas, perak, dan barang lain

yang sama kedudukannya, bukanlah

tujuan dari segalanya, melainkan

diposisikan sebagai perantara untuk

pengukuran dan penentuan suatu

nilai atau harga, atau sebagai sumber

harga atau nilai;

4. Konsep konvensional mempraktekan

teori pencadangan dan ketelitian dari

menanggung semua kerugian dalam

perhitungan, serta

mengenyampingkan laba yang

bersifat mungkin, sedangkan konsep

Islam sangat memperhatikan hal itu

dengan cara penentuan nilai atau

harga dengan mendasarkan nilai

tukar yang berlaku serta membentuk

cadangan untuk mengantisipasi

bahaya dan resiko;

5. Konsep konvensional menerapkan

prinsip laba universal, mencakup

laba dagang, modal pokok, transaksi,

dan juga uang dari sumber yang

haram, sedangkan dalam konsep

Islam dibedakan antara laba dari

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Solikhul Hidayat

Page 67: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

171 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

aktivitas pokok dan laba yang

berasal dari kapital (modal pokok)

dengan yang berasal dari transaksi,

juga wajib menjelaskan pendapatan

dari sumber yang haram jika ada,

dan sedapat mungkin menghindari

serta menyalurkan pada tempat-

tempat yang telah ditentukan oleh

para ulama fiqih. Laba dari sumber

yang haram tidak boleh dibagi untuk

mitra usaha atau ditambahkan atau

dicampurkan pada pokok modal;

6. Konsep konvensional menerapkan

prinsip bahwa laba itu hanya ada

ketika adanya jual-beli, sedangkan

konsep Islam menggunakan kaidah

bahwa laba itu akan ada ketika

adanya perkembangan dan

pertambahan pada nilai barang, baik

yang telah terjual maupun yang

belum. Akan tetapi, ketika

menyatakan laba, maka harus ada

kegiatan jual beli, dan laba tidak

boleh dibagi sebelum nyata laba itu

diperoleh.

Dari uraian diatas dapat diketahui,

bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi

Syariah dengan sistem Akuntansi

Konvensional adalah menyentuh soal-soal

inti dan pokok, sedangkan segi

persamaannya hanya bersifat aksiomatis.

Menurut, Toshikabu Hayashi dalam

tesisnya yang berjudul ―On Islamic

Accounting‖, Akuntansi Barat

(Konvensional) memiliki sifat yang dibuat

sendiri oleh kaum kapital dengan

berpedoman pada filsafat kapitalisme,

sedangkan dalam Akuntansi Islam ada

―meta rule‖ yang berasal diluar konsep

akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum

Syariah yang berasal dari Tuhan yang

bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi

Islam sesuai dengan kecenderungan

manusia yaitu ―hanief‖ yang menuntut

agar perusahaan juga memiliki etika dan

tanggung jawab sosial, bahkan ada

pertanggungjawaban di akhirat, dimana

setiap orang akan

mempertanggungjawabkan tindakannya di

hadapan Tuhan yang memiliki sistem

pencatatan sendiri (Rakib dan Atid) yang

mencatat semua tindakan manusia bukan

saja pada bidang ekonomi, tetapi juga

masalah sosial dan pelaksanaan hukum

Syariah lainnya.

Jadi, dapat kita simpulkan dari

uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi

Islam jauh lebih awal dari konsep

Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam

telah membuat serangkaian kaidah yang

belum terpikirkan oleh pakar-pakar

Akuntansi Konvensional. Sebagaimana

yang terjadi juga pada berbagai ilmu

pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah

termaktub dalam wahyu Allah dalam Al

Qur‟an. “…Dan Kami turunkan kepadamu

Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan

segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat

dan kabar gembira bagi orang-orang yang

berserah diri.‖ (Al Qur’an Surat An Nahl

16:89).

Pengertian BMT (Baitul Mal wa Tamwil)

BMT singkatan dari Baitul māl

wattamwil. BMT terdiri dari dua istilah

yaitu baitul māl dan baitul

tamwil. Apabila diartikan dalam bahasa

Indonesia berarti rumah uang dan rumah

pembiayaan. Baitul māl aktivitasnya lebih

pada usaha-usaha pengumpulan dan

Solikhul Hidayat

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Page 68: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

172 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

penyaluran dana yang non profit, semisal

zakat, infaq, dan shodaqoh serta

menjalankan sesuai dengan peraturan dan

amanahnya. (Republika, 2001).

Menurut Makhalul „Ilmi, secara

istilah pengertian baitul māl adalah

lembaga keuangan berorientasi sosial

keagamaan yang kegiatan utamanya

menampung serta menyalurkan harta

masyarakat berupa zakat, infak, shodaqoh

(ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah

ditetapkan Al Qur‟an dan sunnah Rasul

Nya, adapun pengertian baitul tamwil

adalah lembaga keuangan yang

kegiatannya menghimpun dana masyarakat

dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun

deposito dan menyalurkan kembali ke

masyarakat dalam bentuk kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

melalui cara – cara yang biasa dalam dunia

perbankan. (Makhalul, 2002).

Sedangkan menurut Muhammad,

pengertian baitul māl adalah suatu badan

yang bertugas mengumpulkan, mengelola

serta menyalurkan zakat, infak, dan

shodaqoh yang bersifat social oriented, dan

baitut tamwil adalah suatu lembaga yang

bertugas menghimpun, mengelola serta

menyalurkan dana untuk suatu motif

mencari keuntungan (profit oriented)

dengan sistem bagi hasil (qiradh /

mudharabah, syirkah / musyarakah), jual

beli (bai‘u bitsaman ajil/angsur,

murabahah /tunda) maupun sewa (al-al-

ijarah). (Muhammad Ridwan, 2004).

Secara konsepsi BMT mempunyai

dua fungsi yaitu :

1. Baitul Maal ( Bait = rumah, Mall =

Harta) yang merupakan fungsi amal

zakat yang menerima dan

menyalurkan ZIS.

2. Baitul Tanwil (Bait = rumah, Tanwil

= pengembangan Harta) merupakan

fungsi untuk melakukan

pengembangan usaha- usaha

produktif dan investasi dalam rangka

meningkatkan kualitas ekonomi

pengusaha mikro dan menengah,

terutama dengan mendorong dan

menunjang pembiayaan kegiatan

ekonominya.

BMT sesungguhnya adalah lembaga

yang bersifat sosial keagamaan, disisi yang

lain sekaligus bersifat komersial. BMT

menjalankan tugas sosialnya dengan cara

menghimpun dan menyalurkan dana

kepada masyarakat dalam bentuk zakat,

infaq, dan shodaqoh (ZIS) tanpa

mengambil keuntungan. Diposisi yang lain

BMT dalam menjalankan usahanya adalah

mencari dan memperoleh keuntungan

melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah

baik dalam bentuk penghimpunan,

pembiayaan, maupun layanan-layanan

pelengkapnya sebagai suatu lembaga

keuangan Islam.

Dilihat dari struktur pada suatu

kelompok, maka BMT sama dengan

organisasi kemasyarakatan Islam lainnya,

kecuali yang membedakan ialah pada

bidang geraknya yaitu pada bidang

ekonomis dan bisnis keuangan. Mulai dari

tujuan, asas dan landasan, visi dan misi

BMT, semuanya terlihat sebagaimana

organisasi keuangan syariah Islam pada

umumnya.

Metode Penelitian

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Solikhul Hidayat

Page 69: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

173 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Solikhul Hidayat

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Penelitian ini merupakan kajian

deskriptif yang dilakukan atas penerapan

akuntansi syariah di di BMT Lisa

Sejahtera, Jl. Pemuda No. 51

Jepara.Menurut Sugiyono (2004) metode

deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti status kelompok manusia, objek,

kondisi sistem pemikiran ataupun suatu

kelas peristiwa dimasa sekarang.Tujuannya

adalah membuat deskripsi, gambaran atau

lukisan secara sistematis, aktual dan akurat

mengenai fakta fakta, hubungan antara

fenomena yang diselidiki serta menguji

hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta

mendapatkan makna dan implikasi dari

suatu masalah yang ingin dipecahkan.

Dalam penelitian menggunakan data

sekunder dan data primer. Data sekunder

berupa data catatan-catatan tertulis, laporan

keuangan dengan disertai bukti-bukti

pendukung lainnya. Sedangkan data primer

berupa hasil wawancara atas penerapan

akuntansi syariah di BMT Lisa Sejahtera.

Teknik pengumpulan data yang

digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data adalah sebagai

berikut :

Interview (wawancara)

Merupakan sebuah dialog yang

dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh

beberapa informasi dari subjek (responden)

ditinjau dari pelaksanaannya, peneliti

menggunakan wawancara. Peneliti

menggunakan teknik ini untuk

mendapatkan informasi penerapan

akuntansi syariah

Dokumentasi

Merupakan sebuah metode

pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara mempelajari dokumen, catatan dan

laporan yang ada di BMT Lisa Sejahtera.

Teknik Analisis data yang digunakan

adalah teknik analisis data deskriptif yaitu

memberikan gambaran atas kegiatan

akuntansi di BMT Lisa Sejahtera yang

meliputi :

1. Pengukuran tentang Simpanan dan

Pembiayaan

2. Simpanan - simpanan Anggota

3. Pencatatan Simpanan dan

Pembiayaan

4. Penyajian Laporan Keuangan

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di BMT Lisa

Sejahtera, terletak di Gedung NU Jl.

Pemuda No. 51 Jepara.BMT Lisa Sejahtera

adalah BMT yang mayoritas anggotanya

warga Nahdliyin dan secara struktur

organiasi masih dibawah Pengurus Cabang

NU Kabupaten Jepara.Operasionalnya

berbasis syariah yang sesuai dengan hukum

Islam, dengan penelitian ini diharapkan

dapat diketahui sejauhmana penerapan

akuntansi syariah pada BMT tersebut.

Sumber Data

Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder dan data

primer. Data sekunder berupa data catatan-

catatan pembukuan, laporan keuangan

serta bukti-bukti pendukung lainnya yang

ada di BMT Lisa Sejahtera. Sedangkan data

primer berupa hasil wawancara atas

penerapan akuntansi syariah di BMT Lisa

Sejahtera.

Page 70: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

174 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Solikhul Hidayat

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang

digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data adalah sebagai

berikut:

1. Mengadakan Interview (wawancara)

Merupakan sebuah dialog yang

dilakukan oleh peneliti untuk

memperoleh beberapa informasi dari

subjek (responden) ditinjau dari

pelaksanaannya, peneliti

menggunakan wawancara. Peneliti

menggunakan teknik ini untuk

mendapatkan informasi penerapan

akuntansi syariah di BMT Lisa

Sejahtera Jepara.

2. Dokumentasi

Merupakan sebuah metode

pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mempelajari dokumen,

catatan dan laporan yang ada di BMT

Lisa Sejahtera, Jepara.

Teknik Analisis

Teknik Analisis data yang digunakan

adalah teknik analisis data deskriptif yaitu

memberikan gambaran atas kegiatan

akuntansi di BMT Lisa Sejahtera, Jepara,

yang meliputi: jenis data, sumber data,

teknik penjaringan data dengan keterangan

yang memadai. Uraian tersebut meliputi

data apa saja yang dikumpulkan,

bagaimana karakteristiknya, siapa yang

dijadikan subjek dan informan penelitian,

bagaimana ciri-ciri subjek dan informan

itu, dan dengan cara bagaimana data

dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat

dijamin.

Hasil dan Pembahasaan

Gambaran Umum Perusahaan

BMT Lisa Sejahtera adalah bagian

Unit Jasa Keuangan Syariah dari KSU

Lima Satu, terletak di Gedung NU Jl.

Pemuda No. 51 Jepara. BMT Lisa

Sejahtera adalah BMT yang mayoritas

anggotanya adalah warga Nahdliyin dan

secara struktur organiasi masih dibawah

Kepengurus NU Cabang Kabupaten Jepara,

pada Lembaga Perekonomian NU (LPNU),

dimana operasionalnya berbasis syariah

yang sesuai dengan hukum Islam, hal ini

sudah dikonsultasikan dan mohon do‟a

restu pada Rois Aam PBNU NU Bapak

KH. Sahal Mahfud pada awal berdirinya

BMT ini.

BMT Lisa Sejahtera sudah

mempunyai 3 kantor cabang, yaitu Kantor

Cabang 1 yang terletak di Jl. Pemuda No.

51 Jepara, Kantor Cabang 2 terletak di

Kecamatan Bangsri dan Kantor Cabang 3

terletak di Kecamatan Kedung, dengan

jumlah Karyawan 16 orang.

Jasa / Produk di BMT Lisa Sejahtera

Jepara

Produk atau Jasa layanan yang ada

pada BMT Lisa Sejahtera adalah sebagai

berikut :

Tabungan

1. Si Rima (Simpanan Syari‟ah

Masyarakat Jepara)

Simpanan fleksibel sehingga sewaktu

– waktu dapat diambil sesuai

kebutuhan dan nasabah akan

memperoleh bonus dari saldo rata –

rata harian simpanan tersebut setiap

bulan.

2. Si Mada (Simpanan Masa Depan)

Simpanan yang dirancang untuk

membantu merealisasikan rencana

Page 71: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

175 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Solikhul Hidayat

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

yang telah ditetapkan, untuk membeli

rumah, mobil dan studi anak-anak.

3. Si Hara (Simpanan Hari Raya)

Simpanan yang diperuntukkan bagi

angota digunakan untuk memenuhi

kebutuhan menjelang hari raya Idul

Fitri, dengan nisbah bonus yang

menguntungkan.

4. Si Liwa (Simpanan Lembaga Peduli

Siswa)

Produk layanan pengelolaan dana

yang diperuntukkan bagi lembaga

pendidikan dalam menghimpun dana

tabungan siswa, dengan fasilitas

beasiswa dan bonus akhir tahun

untuk lembaga.

5. Si Kasya (Simpanan Berjangka

Syari‟ah)

Simpanan Deposito atau berjangka,

yang hanya bisa diambil untuk jangka

waktu tertentu, dengan nisbah bonus

yang menguntungkan.

6. Si Darma (Simpanan Dermawan

Jepara)

Simpanan yang fleksibel, sewaktu –

waktu dapat diambil sesuai

kebutuhan, bonus simpanan ini akan

dialokasikan ke Baitul Maal yang

selanjutnya akan disalurkan kepada

yang berhak.

Pembiayaan

1. Qordlu Syar’i

Pembiayaan multi guna dengan

menggunakan akad Qordlu Syar‘i bi

Syarti Rohni, yaitu akad hutang

dengan syarat gadai yang dibenarkan

dengan syari‟at dan mempunyai

landasan kuat dalam kutubus salaf.

2. Bi’saman Ajil

Pembiayaan atas jual beli yang

kemudian diangsur / ditangguhkan,

dalam hal ini BMT sebagai penjual

dan anggota sebagai pembeli

(Mustari), barang sudah dibeli dan

diterima oleh koperasi, dijual kepada

anggota berdasarkan harga yang

disepakati.

BMT Lisa Sejahtera dalam

pencatatan transaksi dan administrasi

keuangan sudah menggunakan program

komputerisasi. BMT hanya menginput

transaksi harian, maka sistem akan

memproses data untuk menjadi sebuah

Laporan Keuangan.

Produk atau Jasa Layanan yang

sesuai dengan Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) Syari’ah :

1. PSAK 102, yaitu tentang Akuntansi

Murabahah

2. PSAK 103, yaitu tentang Akuntansi

Salam

3. PSAK 104, yaitu tentang Akuntansi

Istishna‟

4. PSAK 105, yaitu tentang Akuntansi

Mudharabah

5. PSAK 106, yaitu tentang Akuntansi

Musyarakah

6. PSAK 107, yaitu tentang Akuntansi

Ijarah

7. PSAK 108, yaitu tentang Akuntansi

Transaksi Syari‟ah

8. PSAK 109, yaitu tentang Akuntansi

Zakat dan Infak/ Sadakah

Meskipun BMT Lisa Sejahtera sudah

berpola syari‟ah akan tetapi produk atau

jenis – jenis usahanya tidak sesuai dengan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) Syari’ah.

Page 72: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

176 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Pencatatan Transaksi Keuangan

BMT Lisa Sejahtera Jepara

BMT Lisa Sejahtera meskipun sudah

berpola syari‟ah dalam operasionalnya,

namun karena Produk atau Jasa belum

sesuai dengan ketentuan PSAK Syari‟ah,

sehingga dalam pencatatan transaksi

keuangannya berbeda dengan ketentuan

yang ada pada PSAK Syari‟ah.

Laporan Keuangan

Laporan Keuangan BMT Lisa Sejahtera

Jepara

BMT Lisa Sejahtera sebagai sebuah

entitas syari‟ah dalam menyusun laporan

Keuangan terdiri Neraca dan Laba Rugi,

meskipun sudah menyajikan laporan

keuangan, akan tetapi dalam penyajiannya

belum sesuai dengan ketentuan PSAK

Syari‟ah, yaitu PSAK 101, yang mana

dalam laporan keuangan entitas syari‟ah

meliputi hal – hal sebagai berikut :

1. Aset

2. Kewajiban

3. Dana Syirkah Temporer

4. Equitas

5. Pendapatan dan beban termasuk

kerugian dan keuntungan

6. Arus Kas

7. Dana Zakat, dan

8. Dana Kebajikan

Informasi tersebut diatas beserta

informasi lainnya yang terdapat dalam

catatan atas laporan keuangan yang

membantu pengguna laporan dalam

memprediksi arus kas pada masa depan.

Berikut contoh Laporan Keuangan BMT

Lisa Sejahtera Jepara

Tabel 1

Neraca UJKS BMT LISA SEJAHTERA

Sumber : Laporan Keuangan BMT. Lisa Sejahtera, Jepara

Per -

JUMLAH (Rp) JUMLAH (Rp)

AKTIVA KEWAJIBAN

Aktiva Lancar 3.629.746.780,63 Kewajiban Lancar 2.312.204.468,17

Kas 353.390.000,00 Simpanan Jk. Pendek 2.312.204.468,17

Simpanan di Bank 427.902.384,00

Penempatan pada Koperasi Lain 296.020.261,10 Kewajiban Jangka Panjang 1.800.300.618,12

Penyertaan pada Entitas lain 5.620.000,00 Simpanan berjangka 1.669.732.906,71

Materai 795.000,00 Simpanan Lainnya 2.314.928,94

Pembiayaan Qordlu Syar'i 2.519.735.349,53 Pembiayaan yang diterima 116.666.665,00

Piutang Bai'I Bi'saman Ajil 11.921.686,00 Dana Cadangan 2.776.966,32

Piutang Lain-lain 14.362.100,00 Dana ZIS 8.689.151,15

Utang Lain-lain 120.000,00

Aktiva Tetap 688.596.922,12

Aktiva Tetap 707.724.500,00

Akm. Py. Aktiva Tetap (19.127.577,88) EKUITAS 311.524.293,81

Simpanan Pokok 187.128.000,00

Aktiva lain-lain 150.783.157,77 Simpanan Wajib 50.325.000,00

Beban ditangguhkan 42.412.500,00 Simpanan Penyertaan Modal 7.677.422,00

Amor. Beban yang ditangguhkan (11.338.472,01) Simpanan Penyertaan Khusus 28.750.000,00

Beban dibayar dimuka 61.918.800,00 Cadangan Koperasi 17.643.871,81

Amor.Beban dibayar dimuka (4.518.591,55) Dana Hibah 20.000.000,00

Peralatan Kantor 4.070.000,00 SHU 45.097.480,42

Amor.Peralatan Kantor (2.384.165,67) Laba/SHU Ditahan -

Cadangan Resiko pembiayaan 166.665,00 Laba/SHU Berjalan 45.097.480,42

Rupa-rupa Aktiva Waserda Lisa 57.180.422,00

Rupa-rupa Lisa PPOB 3.276.000,00

4.469.126.860,52 4.469.126.860,52

PERKIRAAN PERKIRAAN

31-Dec-2012

Total Aktiva Total Pasiva

NERACAUJKS BMT LISA SEJAHTERA

AKTIVA PASIVA

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Solikhul Hidayat

Page 73: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

177 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

3. Arus Kas

4. Laporan Perubahan Modal

5. Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat

6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana

Kebajikan dan,

6. Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Laba / Rugi BMT Lisa Sejahtera

Sumber : Laporan Keuangan BMT. Lisa Sejahtera, Jepara

Laporan Keuangan Syari’ah berdasarkan

PSAK 101

Sedangkan komponen laporan

keuangan sesuai dengan PSAK 101 yang

lengkap terdiri dari komponen – komponen

berikut ini :

1. Neraca

2. Laba Rugi

Periode 01 Jan - 31-Des-12

Rp. 397.907.693,52

Rp. 305.105.355,60

1 Pendp. Bisyaroh Rp. 304.345.480,60

2 Pendp. Ujroh Rp. 759.875,00

3 Pendp. Jasa Lain-lain Rp. -

Rp. 92.802.337,92

4 Pendp. Adm. Pembiayaan Rp. 74.155.000,00

5 Pendp. Pengbgn lembaga Rp. 1.325.389,91

6 Pendp. Lain Lain Rp. 7.298.640,29

7 Pendp. Jasa bank Rp. 10.023.307,72

Rp. 352.810.213,10

Rp. 182.013.143,55

1 Biaya Bagi Hasil Simpanan Rp. 75.841.403,72

2 Biaya Bahas Simpanan berjangka Rp. 87.521.739,83

3 Biaya Bahas Pinjaman Rp. 18.000.000,00

4 Biaya Bonus Pihak ke III Rp. 650.000,00

Rp. 163.881.307,11

5 Biaya Listrik & Telekomunikasi Rp. 10.085.300,00

6 Biaya Rumah tangga dan Perlengkapan Rp. 17.402.633,00

7 Biaya Peny.Aktiva Tetap Rp. 14.540.077,88

8 Biaya Amor Beban-beban Rp. 16.022.396,23

9 Biaya SDM Rp. 6.713.400,00

10 Biaya Kepegawaian Rp. 79.476.000,00

11 Biaya Kepengurusan Rp. 14.503.500,00

12 Biaya Promosi Rp. 5.138.000,00

Rp. 6.915.762,44

13 Biaya Adm. Bank Rp. 1.037.562,44

14 Biaya Kegiatan Koperasi Rp. 2.720.000,00

15 Biaya Pajak Rp. 900.000,00

16 Biaya lain-lain Rp. 2.258.200,00

Laba/ SHU Berjalan Rp. 45.097.480,42

Biaya Operasional

Pendapatan Operasional

Pendapatan Non Operasional

LABA RUGI

UJKS BMT LISA SEJAHTERA

Biaya Non Operasional

BIAYA

PENDAPATAN

Biaya Bagi Hasil

Solikhul Hidayat

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Page 74: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

178 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Dalam memilih kebijakan

akuntansi, manajemen harus menetapkan

kebijakan untuk memastikan bahwa

laporan keuangan menyajikan informasi :

Hal yang perlu dan penting, terkait

terhadap kebutuhan para pemakai laporan

untuk pengambilan keputusan; dan handal,

dengan pengertian :

1. Menggambarkan akuntabilitas

penyajian hasil dan posisi keuangan

entitas syariah;

2. Mencerminkan substansi ekonomi

dari suatu kejadian atau transaksi

dan tidak semata-mata dalam

bentuk sisi hukumnya;

3. Netral yaitu bebas dari unsur

keberpihakan;

4. Mencerminkan kehati-hatian; dan

Meliputi semua hal yang material.

(PSAK 101)

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas maka

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. BMT Lisa Sejahtera meskipun

sudah berpola syari‟ah, namun

produk atau jasanya tidak sesuai

dengan yang ada di PSAK Syari‟ah

2. Karena produk atau jasa yang ada di

BMT Lisa Sejahtera tidak sesuai

dengan produk atau jasa yang ada di

PSAK Syari‟ah, maka transaksi di

BMT Lisa Sejahtera tidak sesuai

dengan PSAK Syari‟ah

3. Penyajian Laporan Keuangan BMT

Lisa Sejahtera meskipun sudah

berpola syari‟ah, namun belum

sesuai dengan yang ada di PSAK

Syari‟ah

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas

maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. BMT Lisa Sejahtera yang sudah

berpola syari‟ah, sebaiknya produk

atau jasanya disesuaikan dengan

yang ada di PSAK Syari‟ah,

sehingga produk atau jasa yang

ditawarkan pada masyarakat lebih

banyak macamnya dan lebih

bervariasi.

2. Jika Produk atau jasa di BMT Lisa

Sejahtera telah disesuai dengan

PSAK Syari‟ah yang ada, maka

pencataan transaksinya sebaiknya

juga menyesuaikan dengan PSAK

Syari‟ah, agar ada standar yang

sama.

3. Agar Laporan Keuangan BMT Lisa

Sejahtera di sesuaikan dengan yang

ada di PSAK Syari‟ah, dalam hal

ini sesuai dengan PSAK 101.

Daftar Pustaka

Dwi Suwiknyo, 2010, PengantarAkuntansi

Syariah, Penerbit Pustaka

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Solikhul Hidayat

Page 75: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

179 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Pelajar, Yogyakarta.

Harahap, S. S. 2001, Akuntansi Islam,

Bumi Aksara, Jakarta, Salemba

Empat, Jakarta.

Haris Herdiansyah, 2010, Metodologi

Penelitian Kualitatif, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 1999. Media

Akuntansi, IAI, Jakarta, Ikatan

Akuntan Indonesia. 2007,

Standar Akuntansi Keuangan,

Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, PSAK No.

101 Pen ya j i an Laporan

Keuangan Syari‘ah, Ikatan

Akuntan Indonesia, Jakarta.

Jonathan Sarwono, 2006, Metodologi

Penelitian Kuantitatif &

Kualitatif, Penerbit Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga

Mikro Keuangan Syariah,

C e t . 1 , Y o g y a k a r t a , U I I

Press,2002).

Muhammad Ridwan, Manajemen

Baitul Maal Watamwil,

Yogyakarta, UII Press, 2004).

Republika Online tanggal 14 Desember

2001

Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja,

Ahim Abdurahim, 2009,

Akuntansi Perbankan Syariah,

Teori dan Praktik Kotemporer,

Penerbit Salemba Empat,

Jakarta.

Sri Nurhayati – Wasilah, 2010, Akuntansi

Syariah di Indonesia, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta.

Syafii, M. A, 2002. Bank Syariah dari

Teori ke Praktik, Gema Insani,

Jakarta

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.

Alfabeta: Bandung.

Yaya, R., M. A. Erlangga, dan A.

Abdurahim, 2009. Akuntansi

Perbankan Syariah Teori dan

Praktik Kontemporer, Salemba

Empat. Jakarta.

Solikhul Hidayat

Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara

Page 76: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

180 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Kata Kunci :

kebijakan tingkat

bunga, arus modal, risk

premium, exchange

rate dan VECM

Keywords:

nterest rate policy,

capital flow, risk pre-

mium, exchange rate

and VECM

Abstrak

Kebijakan suku bunga merupakan instrumen yang telah banyak

digunakan oleh bank-bank sentral di dunia untuk mencerminkan arah kebijakan

moneter. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak dari Fed target

rate kebijakan moneter Bank Indonesia (BI rate) melalui saluran transmisi

keuangan selama periode 2005: 07-2013: 12. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). Variabel yang

digunakan meliputi BI rate, tingkat sasaran Fed, arus modal (proksi Investment

Portfolio Asing), premi risiko (proksi oleh tingkat suku bunga antar bank

overnight) dan kurs tengah IRD / USD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

1) tidak ada kausalitas antara variabel dalam transmising dampak Fed tarif target

kebijakan moneter Bank Indonesia (BI tarif); 2) The Fed tarif sasaran, arus

modal, nilai tukar rupiah / USD dan premi risiko mempengaruhi tingkat BI; 3)

pergerakan harga sasaran Fed ditransmisikan melalui sektor keuangan telah

direspon secara positif oleh tingkat BI, dan 4) dampak tarif sasaran Fed

ditularkan melalui sektor keuangan untuk dinamika suku bunga BI sebagian besar

dijelaskan oleh target Fed rate, BI rate, dan nilai tukar rupiah / USD.

Abstract

Interest rate policy is an instrument that has been widely used by central

banks in the world to reflect the direction of monetary policy. The purpose of the

study was to analyze the impact of the Fed target rates to Bank Indonesia‘s mone-

tary policy (BI rates) through the financial transmission channel over the period

2005:07-2013:12. The method used in this study is the Vector Error Correction

Model (VECM). The variables used including BI rate, Fed target rate, capital

flows (proxied by the Foreign Portfolio Investment), risk premium (proxied by the

interest rate interbank overnight) and middle rate IRD/USD. The results of this

study showed that: 1) there is no causality among the variables in the transmising

the impact of the Fed target rates to the Bank Indonesia‘s monetary policy (BI

rates); 2) the Fed target rates,capital flows, exchange rate IDR/USD and risk pre-

miums affect the BI rates; 3) the movements of the Fed target rates transmitted

through the financial sector have been responded positively by BI rates;and 4) the

impact of the Fed target rates transmitted through the financial sector to dynamics

of BI rates are largely explained by Fed target rate, BI rate, and IDR/USD ex-

change rate.

ANALISIS DAMPAK TARGET THE FED RATE TERHADAP

KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA

(PERIODE 2005: 07-2013:12)

Thomas Andrian1)

Tetik Puji Lestari2)

Universitas Lampung

Email : [email protected])

Email : [email protected])

Page 77: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

181 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Pendahuluan

Kebijakan moneter Amerika Serikat

(A.S) merupakan kebijakan moneter yang

menjadi perhatian para pelaku ekonomi di

dunia termasuk bank sentral negara lain.

Arah kebijakan moneter A.S. turut

menentukan arah perkembangan ekonomi

global karena beberapa alasan antara lain :

pertama, A.S. merupakan salah negara

penyumbang Gross Domestic Bruto (GDB)

dunia terbesar dengan nilai $16 triliun

dolar. Kedua, mata uang A.S. yaitu Dollar

A.S (USD) merupakan mata uang global

dan digunakan dalam cadangan devisa

diberbagai Negara (Bisnis Indonesia,

2014). Ketiga, bank sentral A.S. merupakan

bank sentral paling berpengaruh di dalam

perumusan kebijakan moneter di forum

internasional seperti forum Bank for

International Settlements (BIS),

Internasional Monetary Fund (IMF),

Forum Stability Finance (FSF), Asia-

Pacific Economic Coorporation (APEC),

dan Organization for Economic

Cooperation and Development (OECD).

Keempat, di Indonesia A.S. berperan

sebagai negara tujuan ekspor ketiga dengan

presentase 31.34% (Bank Indonesia, 2009).

Secara konseptual, kebijakan

moneter didefinisikan sebagai tindakan

yang dilakukan oleh penguasa moneter

(biasanya bank sentral) untuk

mempengaruhi jumlah uang beredar dan

kredit yang pada gilirannya akan

mempengaruhi kegiatan ekonomi

masyarakat (Nopirin, 1992). Pada

hakekatnya, kebijakan moneter adalah

kebijakan yang ditetapkan dan dilakukan

oleh bank sentral untuk mencapai tujuan

monter di suatu negara. Kebijakan moneter

A.S dikendalikan oleh bank sentral A.S

yaitu the Federal Reserve System (Fed)

yang terbagi ke dalam 12 distrik yang

disebut the Federal Reserve Bank.

Kebijakan moneter the Fed dilakukan

melalui pengendalian suku bunga Dana

Pemerintah Federal A.S. (Federal Fund

Rate). Federal Fund Rate (Fed rate)

adalah suku bunga yang terjadi dari

aktivitas perdagangan Dana Pemerintah

Federal A.S.di pasar uang. The Fed

melalui Federal Open Market Committee

(FOMC) hanya menentukan target dari the

Fed Rate. Kebijakan moneter the Fed

dilakukan dengan cara menaikkan dan

menurunkan target the Fund Rate. Target

the Fed rate digunakan sebagai indikator

untuk mencerminkan arah kebijakan

moneter the Fed (the Federal Reserve

System, 2005).

Di Indonesia kebijakan moneter

dikendalikan oleh bank sentral Republik

Indonesia yaitu Bank Indonesia (BI). Sejak

Juli 2005, kebijakan moneter yang

ditetapkan dan dilaksanakan BI dilakukan

dengan cara pengendalian suku bunga (BI

rate). BI rate adalah suku bunga yang

mencerminkan sikap atau stance kebijakan

moneter yang ditetapkan oleh BI dan

diumumkan kepada publik.

The Fed dan BI memiliki kemiripan

dalam mencerminkan sikap atau stance

kebijakan moneter, yaitu melalui

pengendalian suku bunga kebijakan

(interest rate policy). The Fed

menggunakan target the Fed rate sebagai

sejak tahun 1982. Oleh karena itu, suku

bunga di dalam kebijakan moneter dikenal

sebagai instrumen tradisional. Dengan

perkataan lain kebijakan moneter the Fed

dan BI melalui suku bunga dikenal sebagai

kebijakan moneter konvensional.

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Page 78: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

182 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Penentuan arah kebijakan moneter

diantaranya untuk menentukan tingkat BI

rate, BI mempertimbangkan berbagai

faktor, termasuk faktor eksternal. Hal ini

karena karakteristik sistem perekonomian

Indonesia yang menganut sistem

perekonomian terbuka kecil (small open

economy) dan sistem nilai tukar

mengambang bebas (free floating exchange

rate), tidak akan lepas dari prinsip

perekonomian global, dan prinsip

liberasilasi perdagangan, dimana semakin

besar transaksi perdagangan dan keuangan

internasional akan berpengaruh pada

besaran aliran dana dari luar negeri yang

masuk (capital inflow) dan keluar (capital

outflow) (Setiawan, 2010). Sebagai contoh,

kebijakan moneter the Fed yang diawali

dari krisis Suprime Mortage di tahun 2005.

Selama krisis tersebut yaitu pada Juli 2005

sampai Juni 2006, the Fed melakukan

kebijakan moneter kontraktif dengan cara

menaikkan target dari the Fed rate sebesar

25bps sebanyak 14 kali menjadi 5.25%.

Kemudian, pada Juli 2006 sampai Agustus

2007, the Fed menetapkan target the Fed

rate konstans pada level 5.25%. Pada

September 2007 the Fed merubah arah

kebijakan moneter menjadi longgar yang

ditandai dengan penurunan target the Fed

rate sebesar 50bps menjadi 4.75%.

Penurunan target the Fed rate menyebabkan

terjadinya krisis likuiditas di pasar uang

A.S. yang pada gilirannya menyebar luas

menjadi krisis finansial global di tahun

2008.

Krisis Subprime Mortage dan krisis

finansial global masuk ke Indonesia

disalurkan melalui pasar finansial

domestik. Studi empiris yang dilakukan

oleh BI menunjukkan bahwa pasar

keuangan domestik cukup terintegrasi

dengan pasar global. Oleh karena itu, pasar

keuangan domestik secara umum

menunjukkan pergerakan yang searah

dengan pasar keuangan global (Bank

Indonesia, 2005). Pada krisis finansial

global tahun 2008, menyebabkan

ketidakstabilan di pasar finansial domestik

karena terjadinya penarikan dana

(develarging) keluar Indonesia. Puncak

dampak krisis terjadi pada September 2009,

dimana capital inflow di Indonesia

Gambar 1

Pergerakan BI Rate dan Target the Fed rate Periode 2005:07-2013:12

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI)

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Page 79: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

183 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

menurun drastis menjadi

$540.380.000.000,00 setelah sebelumnya

sebesar $1.446.380.000.000,00.

Gambar 2

Capital Flow di Indonesia Periode

2005:3 2013:4

Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan

Indonesia-BI

Penurunan capital inflow pada

krisis finansial global tahun 2008 lebih

besar dibandingkan pada krisis Subprime

Mortage di tahun 2005-2006, karena saat

krisis Subprime Mortage, capital inflow

Indonesia mengalami penurunan paling

rendah terjadi pada Juli 2006 hanya sebesar

$1.089.300.000.000,00. Penurunan capital

inflow atau kenaikkan capital outflow

memberikan tekanan pada fundamental

nilai tukar Rupiah terhadap Dolar A.S.

(kurs IDR/USD). Tekanan kurs IDR/USD

pada puncak krisis finansial global terjadi

di bulan November 2008 dimana Kurs

IDR/USD terdepresiasi cukup dalam

mencapai Rp12.151/USD.

Pada tahun 2007 the Fed

memberlakukan kebijakan moneter yang

cenderung longgar, kebijakan moneter BI

dilakukan dengan hati-hati tercermin dari

penurunan BI rate yang sebesar 25bps

setiap 2 sampai 4 bulan. Tindakan BI

dimaksudkan untuk memperkecil

perbedaan suku bunga atau interest rate

differential (IRD) karena sangat

berpengaruh bagi investor asing (Prastowo,

2008). Tindakan BI tersebut, mampu

menjaga kstabilan fundamental kurs IDR/

USD yang berada pada kisaran Rp9.000/

USD.

Gambar 3

Pergerakan Kurs IDR/USD

Periode 2005:07-2013:12

Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan

Indonesia-BI

Selama krisis finansial 2008, target

the Fed rate tidak efektif dalam mencapai

tujuan kebijakan moneter yang ditargetkan

oleh the Fed tercermin dari penurunan

pertumbuhan output menjadi 2.2% yang

sebelumnya mencapai 2.29% (Bank

Indonesia, 2007). Pada bulan November

2008, the Fed mengumumkan untuk

menggunakan instrumen kebijakan moneter

baru. Sejak pengumuman tersebut, the

Fed tidak menetapkan target the Fed rate

secara eksplisit melainkan hanya

menetapkan batas atas dan batas bawah

dari the Fed rate. Batas atas the Fed rate

ditetapkan sebasar 0.25%, sedangkan batas

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Page 80: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

184 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

bawahnya sebesar 0% (Fawley and

Juvenal, 2012).

Instrumen kebijakan moneter the

Fed yang baru adalah Credit Easing.

Tujuan dari credit easing adalah untuk

menambah stimulus moneter guna

menstimulasi perekonomian A.S. agar

mencapai tujuan kebijakan moneter, karena

target the Fed rate telah mendekati nol

(Blanchard et.al., 2010). Meskipun the Fed

menggunakan credit easing, akan tetapi the

Fed tetap menggunakan target the Fed rate

untuk mencerminkan arah kebijakan

moneter the Fed.

Memasuki triwulan ketiga tahun

2013, the Fed mengumumkan untuk

mengurangi stimulus moneter (tappering)

jika tujuan kebijakan moneter the Fed

dapat tercapai dan kondisi perekonomian

mulai stabil. Pernyataan the Fed kembali

mendorong sentimen para investor untuk

melakukan penarikan dana keluar dari

Indonesia. Sentimen investor

menyebabkan ketidakstabilan pasar

finansial domestik. Hal ini ditunjukkan

dari premi risiko dalam negeri yang

cenderung meningkat.

Gambar 4

Perkembangan Premi Risiko Periode

2005:07-2013:12

Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan

Indonesia-BI

Berdasarkan pergerakan runtun

waktu dari variabel premi risiko pada

Gambar 4, tampak bahwa adanya isu

tappering the Fed menyebabkan premi

risiko meningkat dari 4.95% menjadi

5.55%. Selama triwulan ke-IV tahun 2013

premi risiko masih relatif tinggi berada

pada kisaran 5% dan ditutup sebesar 5.92%

di tahun 2013. Hal yang serupa terjadi

pada puncak krisis finansial pada

November 2008, premi risiko meningkat

dari periode sebelumnya 7.46% menjadi

9.62%. Berdasarkan uraian pada latar

belakang, maka permasalahan yang akan

diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah hubungan antar

variabel BI rate, target the Fed rate,

capital flow, kurs IDR/USD dan

premi risiko ?

2. Bagaimanakah pengaruh target the

Fed rate, capital flow, kurs IDR/USD

dan premi risiko terhadap BI rate ?

3. Bagaimanakah dampak kebijakan

moneter the Fed (target the Fed rate)

terhadap kebijakan moneter BI (BI

rate) ?

4. Berapa besar kontribusi dampak

kebijakan moneter konvensional the

Fed (target the Fed rate) dalam

menjelaskan dinamika kebijakan

moneter BI (BI rate) ?

Metode Penelitian

Alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Vector Auto

Regression (VAR) dengan model alternatif

Vector Error Correction Model (VECM).

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Page 81: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

185 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Penentuan variabel diadopsi dari beberapa

penelitian terdahulu yang dicantumkan

dalam tinjauan empirik. Sedangkan

pembentukan model merupakan modifikasi

model dari alat analisis yang digunakan.

Model ekonometrika yang digunakan untuk

menjelaskan dampak kebijakan moneter the

Fed terhadap kebijakan moneter BI adalah

sebagai berikut :

Dimana :

zt = semua variabel penelitian

meliputrBI, rFED, CF, Risk dan ER.

rBI = suku bunga kebijakan BI (BI

Rate)

rFED = suku bunga kebijakan the Fed

(target the Fed rate)

CF = Capital flows

Risk = Premi risiko

ER = kurs IDR/USD

γ dan λ = parameter dalam bentuk

matrikspolinomial dengan lag operator

p.

ɛit = error term

p = panjang lag VAR

Impulse Responses

Impulse responses melacak respon

dari variabel endogen di dalam sistem VAR

karena adanya goncangan (shock) atau

perubahan di dalam variabel gangguan

(Widarjono,2007). Impulse responses

digunakan untuk melihat efek gejolak

(shock) suatu standar deviasi dari variabel

inovasi terhadap nilai sekarang (current

time values) dan nilai yang akan datang

(future values) dari variabel-variabel

endogen yang terdapat dalam model yang

diamati (Gujarati,2003).

Variance Decomposition

Analisis variance decomposition

menggambarkan relatif pentingnya setiap

variabel di dalam sistem VAR karena

adanya shock. Variance decomposition

berguna untuk memprediksi kontribusi

persentase varian setiap variabel karena

adanya perubahan variabel tertentu dalam

sistem VAR (Widarjono,2007). Pada

dasarnya hal ini merupakan metode lain

untuk menggambarkan sistem dinamis

yang terdapat dalam VAR. Hal ini

digunakan untuk menyusun perkiraan error

variance suatu variabel, yaitu seberapa

besar perbedaan antara variance sebelum

dan sesudah shock, baik shock yang

bersumber dari diri sendiri maupun shock

dari variabel lain (Gujarati,2003).

Hasil dan Pembahasan

Data penelitian sudah melalui

berbagai prosedur pengujian awal dan

menjadi data yang telah stasioner dan

terkointegrasi maka dapat dipastikan

adanya hubungan jangka panjang dan

pendek antar variabel. Oleh karena itu

model VECM dapat digunakan untuk

penelitian ini. Hasil estimasi VECM

ditampilkan pada tabel 1.

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Page 82: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

186 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Berdasarkan tabel tersebut,

diperoleh F-statistik sebesar 6.46 dimana

lebih besar dengan F-tabel sebesar 2.32,

maka dapat ditarik simpulan semua

variabel (taret the Fed rate, capital flow,

kurs IDR/USD dan premi risiko) secara

bersama-sama berpengaruh terhadap BI

rate.

Analisis Hasil Impulse Response

Mekanisme transmisi dampak

kebijakan moneter the Fed (target the Fed

rate) terhadap kebijakan moneter BI (BI

rate) secara ringkas ditunjukkan oleh

skema berikut :

Target the Fed rate ↑ → capital outflow↑

→ Kurs IDR/USD↓ → BI Rate ↑

Target the Fed rate ↓ → capital inflow↑ →

Kurs IDR/USD↑ → BI Rate↓

Disimpulkan bahwa pada periode

kebijakan moneter konvensional, suku

bunga target the Fed rate berpengaruh

positif terhadap dinamika suku bunga BI

rate. Mekanisme transmisi dampak

kebijakan moneter konvensional the Fed

dijabarkan pada uraian berikut. Guncangan

target the Fed rate sebesar satu standar

deviasi akan menyebabkan perubahan

capital outflow sebesar 41.82% pada

periode pertama dengan arah positif.

Artinya, suku bunga target the Fed rate

berpengaruh positif terhadap capital

outflow. Ketika suku bunga target the Fed

rate meningkat, maka menyebabkan arus

modal keluar (capital outflow) semakin

meningkat. Hal ini sesuai dengan Setiawan

(2010) dan Yahya (2007) yang juga

mendapatkan hasil impulse response bahwa

perubahan tingkat suku bunga target the

Tabel 1

Variabel rBI Rfed Risk CF ER

Jangka panjang

1.000.000 -0.649878 -0.109133 -3.09E-06 -0.000379

[-7.33330] [-0.97976] [-0.00573] [-1.70444]

Jangka pendek

(-1) 0.342752 -0.013901 0.016908 -5.78E-07 1.31E-05

[ 2.87945] [-0.14576] [ 0.63330] [-0.00646] [ 0.23751]

(-2) 0.115937 0.275273 0.021422 2.23E-05 9.39E-05

[ 0.95078] [ 2.79604] [ 0.79843] [ 0.25545] [ 1.70650]

(-3) 0.122313 -0.074058 -0.037972 4.66E-05 -0.000266

[ 1.21772] [-0.70827] [-1.40893] [ 0.54541] [-4.10862]

(-4) 0.060378 -0.043450 0.015672 0.000105 -7.21E-05

[ 0.65854] [-0.43042] [ 0.56054] [ 1.20444] [-0.87460]

(-5) 0.062445 -0.386858 -0.046522 -7.26E-05 -7.84E-05

[ 0.76002] [-4.32858] [-1.74484] [-0.83111] [-1.01057]

(-6) 0.183132 -0.046227 0.013104 -4.84E-05 -5.89E-05

[ 2.46082] [-0.48194] [ 0.52622] [-0.53653] [-0.82823]

R2 = 0.760717

F-Stat = 6.460863

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Page 83: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

187 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Fed rate akan mempengaruhi aliran modal

keluar.

Gambar 5

Respon Capital Flow Terhadap

Guncangan Target the Fed Rate

Sumber: Lampiran G.1

Seberapa besar respon capital

outflow terhadap guncangan suku bunga

target the Fed rate dapat dilihat pada

Gambar 5. Capital outflow akan terus

berfluktuasi sampai akhir periode. Secara

akumulatif, respon capital outflow terhadap

guncangan suku bunga target the Fed rate

tetap positif. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 6 di bawah ini. Dapat dilihat pada

gambar, respon capital outflows mengalami

peningkatan signifikan mulai periode ke-15

hingga akhir periode yang ditetapkan yaitu

periode ke-36.

Gambar 6

Akumulasi Respon Capital Flow

Terhadap Guncangan Target the Fed

Rate

Sumber: Lampiran G.2

Selain itu, guncangan premi risiko

(diproksi dengan suku bunga PUAB

overnight) sebesar satu standar deviasi akan

direspon oleh capital inflow sebesar

11.24% pada periode pertama dengan arah

positif. Pada periode ke-2 sampai dengan

periode ke-5 terjadi fluktuasi dimana

guncangan premi risiko direspon negatif

oleh capita inflow. Pada periode ke-6

sampai dengan periode ke10 respon

kembali positif dan terus berfluktuasi

sampai periode ke-24. Namun, sampai

dengan periode ke-24 respon capital inflow

menjadi positif sampai akhir periode seperti

yang terlihat pada Gambar 16 dan hanya

pada periode ke-32 mengalamirespon

negatif.

Gambar 7

Respon Capital Flow Terhadap

Guncangan Premi Risiko

Sumber: Lampiran G.1

Respon capital inflow yang positif

terhadap premi risiko sesuai dengan teori

yang ada, sedangkan respon capital inflow

yang negatif juga didapat dalam penelitian

Indawan, dkk (2013) yang menunjukkan

bahwa ketika terjadi peningkatan suku

bunga PUAB o/n, menyebabkan investor

melakukan net jual atas aset portofolio

yang dimiliki. Oleh karena itu, secara

akumulatif, respon capital inflow terhadap

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Page 84: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

188 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

premi risiko dalam penelitian ini manalami

fluktuasi positif dan negatif.

Gambar 8

Akumulasi Respon Capital Flow

Terhadap Guncangan Premi Risiko

Sumber: Lampiran G.2

Selanjutnya, guncangan capital

outflow sebesar satu standar deviasi

menyebabkan perubahan kurs IDR/USD

sebesar 16% pada periode pertama dengan

arah negatif (kurs IDR/USD terapresiasi)

sampai dengan akhir periode yaitu periode

ke-36.

Gambar 9

Respon Kurs IDR/USD terhadap

Guncangan Capital Flow

Sumber : Lampiran G.1

Secara akumulasi, guncangan

capital outflow direspon negatif oleh kurs

IDR/USD. Guncangan capital outflow

terhadap kurs IDR/USD direspon paling

besar pada periode ke-4 sebesar 113% dan

terus meningkat rata-rata 80%. Setiawan

(2010) menyimpulkan bahwa variabel nilai

tukar memiliki respon tercepat dan terbesar

dalam merespon guncangan faktor

eksternal. Hal ini merepresentasikan

bahwa dampak guncangan faktor eksternal

disalurkan melalui saluran nilai tukar.

Gambar 10

Akumulasi Respon Kurs IDR/USD

terhadap Guncangan Capital Flow

Sumber : Lampiran G.2

Perubahan nilai tukar IDR/USD

selanjutnya akan direspon oleh tingkat suku

bunga BI rateyang ditampilkan pada

Gambar 20. Guncangan nilai tukar IDR/

USD sebesar satu standar deviasi akan

menyebabkan perubahan BI rate sebesar

0.016% pada periode ke-2 dengan arah

positif, sedangkan pada periode pertama

tidak direspon. Hal ini sesuai dengan

penetapan suku bunga BI rate yang bersifat

forward looking dan antisipatif. Pada

periode ke-4 sampai periode ke-12

guncangan kurs IDR/USD direspon negatif

oleh BI rate. Namun pada perode

selanjutnya, respon kembali positif.

Perubahan BI rate akibat guncangan nilai

tukar IDR/USD meningkat ksaran 0.02%.

Peningkatan tingkat suku bunga BI rate

yang relatif kecil mencerminkan sikap BI

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Page 85: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

189 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

yang berlandaskan prinsip kehati-hatian

(prudential) dalam menetapkan arah

kebijakan moneter.

Gambar 11

Respon BI rate terhadap Guncangan

Kurs IDR/USD

Sumber : Lampiran G.1

Secara akumulasi, guncangan kurs IDR/

USD terhadap suku bunga BI rate direspon

positif.

Gambar 12

Akumulasi Respon BI Rate terhadap

Guncangan Kurs IDR/USD

Sumber : Lampiran G.4

Berdasarkan hasil impulse response

bahwa dampak target the Fed rate terhadap

kebijakan moneter BI (BI rate) melalui

transmisi capital flow direspon positif oleh

BI rate. Hasil tersebut sesuai dengan

penelitian Juoro (2013), dimana kenaikan

target the Fed rate akan diikuti oleh

kenaikan BI rate. Hal ini menunjukkan

kebijakan moneter yang diterapkan BI akan

menyesuaikan dengan tingkat suku bunga

dunia (r* dalam hal ini suku bunga target

the Fed rate) dan sesuai dengan asumsi

teori Mundell-Flemming. Maka dapat

disimpulkan, terdapat kesesuaian dengan

hipotesis ketiga dimana dampak kebijakan

moneter konvensional the Fed (target the

Fed rate) direspon positif oleh BI rate.

Analisis Hasil Variance Decomposition

Hasil analisis variance

decomposition disajikan pada sebagai

berikut.

Tabel 2

Hasil Variance Decomposition

Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan hasil variance

decomposition yang ditunjukkan pada

Tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa

dinamika kebijakan moneter BI (dinamika

BI rate) pada periode pertama paling besar

dijelaskan oleh BI rate itu sendiri yaitu

sebesar 100%. Pada periode ke-4 sampai

dengan periode ke-24 dinamika BI rate

sebagian besar masih dijelaskan oleh

variabel BI rate itu sendiri meskipun

mengalami penuruan jika dibandingkan

Horizon

waktu

Persentase kontribusi

BI rate Target the

Fedrate

Premi

Risiko

Capital

Flow

Kurs IDR/

USD

1 00.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

4 9.093.830 5.597.623 1.276.207 0.023237 2.164.634

8 7.493.503 1.958.176 2.231.945 0.805357 2.445.902

12 6.821.586 2.476.052 3.261.569 1.153.403 2.608.642

18 5.578.142 3.304.394 3.291.536 1.735.562 6.147.546

24 4.205.692 3.981.515 2.546.882 3.685.286 1.189.577

36 3.646.124 4.416.295 1.692.237 4.624.358 1.305.922

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Page 86: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

190 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

dengan besaran kontribusi di periode

pertama. Pada periode terakhir, dinamika

BI rate paling besar dijelaskan oleh target

the Fedrate. Sedangkan variabel lain yang

juga cukup besar dalam menjelaskan

dinamika BI rate yaitu kurs IDR/USD yaitu

sebesar 2.16% pada periode ke-2 dan terus

meningkat hingga sebesar 13% pada akhir

periode.

Gambar 13

Persentase Besaran Kontribusi Variance

Decomposition

Sumber : Data sekunder yang diolah

Variabel capital flow menjelaskan

dinamika BI rate sebesar 0.2% pada

periode ke-2 dan mengalami peningkatan

paling besar pada periode ke-8 sebesar

4.62%. Untuk variabel premi risiko

memberikan kontribusi paling kecil dalam

menjelaskan dinamika BI rate yaitu sebesar

1.2% pada periode ke-2 dan terus

mengalami peningkatan sampai periode ke-

18. Pada periode ke-36 besaran kontribusi

premi risiko mengamali penuruan menjadi

sebesar 1.67%. Berdasarkan uraian hasil

analisis variance decomposition, bahwa

variabel target the Fed rate memiliki

kontribusi paling besar dalam menjelaskan

dinamika BI rate.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan dapat ditarik kesimpulan :

1. Semua variabel penelitian terdapat

kausalitas satu arah kecuali variabel

capital flows. Variabel target the Fed

rate memiliki kausalitas satu arah ke

BI rate; kurs IDR/USD memiliki

kausalitas satu arah ke BI rate; dan

BI rate memiliki kausalitas satu arah

ke premi risiko.

2. Secara bersama-sama variabel target

the Fed rate, capital flow, kurs IDR/

USD dan premi risiko berpengaruh

terhadap variabel BI rate

3. Dampak kebijakan moneter the Fed

(target the Fed rate) terhadap

kebijakan moneter BI yang

ditransmisikan melalui saluran

capital flow direspon positif oleh BI

rate.

4. Dampak kebijakan moneter the Fed

terhadap BI rate sebagian besar

dijelaskan oleh target the Fed rate

dengan persentase sebesar 44%.

Saran

Penelitian selanjutnya dapat

menggunakan variabel makroekonomi

untuk dapat menjelaskan dampak kebijakan

moneter the Fed terhadap kebijakan

moneter BI yang ditransmisikan melalui

sektor riil.

Daftar Pustaka

Awaluddin, Imam, 2004,” Nilai Tukar

Rupiah Riil Equilibrium Sebelum

dan Selama Masa Krisis”, Jurnal

Ekonomi dan Pembangunan

Indonesia. vol.4, no. 2

Bank Indonesia. 2007. Laporan

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Page 87: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

191 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Perekonomian Indonesia. tahun

2007 : Bab 11 Perekonomian Dunia

dan Kerja Sama Internasional.

Jakarta

____________. 2009. Krisis Finansial

Global dan Dampaknya terhadap

Perekonomian Indonesia 2009-

2014. Jakarta

____________. 2005. Laporan Tahunan

Perekonoman Indonesia. Jakarta

Bernanke, Ben S. 2009.‖The Crisis and the

Policy Response‖. Federal Reserve

System

Bisnis Indonesia. 2014. Setelah Pimpin The

Fed Apa yang Dilakukan Janet

Yellen. Diakses dari http://

m.bisnis.com/quick-news pada

tanggal 18 Maret 2014

Board of Governors of the Federal Reserve

System, 2014 Purpose and

Functions of the Federal Reserve

System. http://

www.ferederalreserve.gov

Blanchard et.al., 2010. Rethinking

Macroeconomic policy.IMF

Carlson,et.al., 2009. Credit Easing: A

Policy for a Time of Financial

Crisis. FRB of Cleveland.

Cheng, Jen-Chi and Virjverberg, Cgu-Ping.

2012. ―Economic Shocks and The

Fed‘s Policy—The Transmission

Conduit and Its International

Linkage‖. Barton School of

Business, Wichita State University,

USA.

Edward, S. dan M.S. Khan. 1985. Interest

Rate Determination in Developing

Countries. IMF Staff Paper No. 32.

Fawley, Brett W., and Juvenal, Luciana.

2012. Quantitative Easing:Lessons

We‘ve Learned. The Regional

Economist of Federal Reserve Bank

of St. Louis.

Federal Reserve System. 2005. Purpose

and Functions.Washington

DC:Board of Governor of the

Federal Reserve System. Diakses

dari www.federalreservegov.gov

pada 18 Maret 2014

Ho,Corrinne. 2008.―Implementing

Monetary Policy in the 2000s :

Operating Procedures in Asia and

Beyond‖, Monetary and Economic

Department, BIS Working Papers

No.253. Diakses dari http://

ssrn.com/abstract=1165178 pada 18

Maret 2014

Indawan, dkk.2013.Capital Flows di

Indonesia : Perilaku, Peran, dan

Optimalitas Penggunaannya bagi

Perekonomian. Buletin Ekonomi

Moneter dan Perbankan. Diakses

dari www.bi.go.id pada 18 Maret

2014

Joyce, M., Miles, D., Scott, A., & Vayanos,

D,.2012. “Quantitative Easing and

Unconventional Monetary Policy-

An Introduction”. The Economic

Journal. Vol.122 no.564, hal.271-

288

Juoro, Umar. 2013. Model Kebijakan

Moneter Dalam Perekonomian

Terbuka Untuk Indonesia. Bank

Indonesia. Buletin Ekonomi

Moneter dan Perbankan. Diunduh

dari www.bi.go.id pada 18 Maret

2014

Kamin, B Steven. 2010. Financial

Globalization and Monetary Policy.

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Page 88: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

192 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Federal Reserves. Diakses dari

www.federalreservegov.gov pada

18 Maret 2014

Mankiw, N. Gregory. Teori Makro

Ekonomi Edisi Kelima. Harvard

Univesity.

McCharthy, Jonathan. 2011. The Federal

Reserve and Monetary Policy. The

Federal Reserve Bank of New York.

Diakses dari www.newyorkfed.org

pada 18 Maret 2014

Mishkin, Federic S. 2009. Ekonomi Uang,

Perbankan, dan Pasar Keuangan,

Buku 2 Edisi 8. Jakarta : Salemba

Empat

Muelgini, et,al. 2005. Domestic and

International Transmission Effect

on Inflation in Indonesia. “Makalah

Disajikan pada Seminar Akademik

Tahunan Ekonomi II Indonesian

Economy under Gobal Changes :

Strengthening Monetary-Fiscal

Stability and Real Sector to

Accelerate Economic Growth”

Kerjasama FEUI-BI. Jakarta

Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi

Teori, Masalah, dan Kebijakan. PT

Raja Grafindo Persada. Jakarta

Nobili, Andrea, and Stefano Neri. 2006.

The Transmission of Monetary

Policy Shocks From US to the Euro

Area. Bank of Italy.

Nopirin.1992. Ekonomi Moneter, Buku I

Edisi 4. BPFE.Yogyakarta

Pratama, Indra. 2012.”Analisis Penerapan

Friedman Rule, Mccullum Rule, dan

Taylor Rule Pada Kebijakan

Moneter Indonesia Periode 2000:01

-2005:06 dan 2005:07-

2011:12”.Universitas Lampung

Prastowo, Nugroho Joko. 2008. Dampak BI

Rate terhadap Pasar Keuangan :

Mengukur Signifikansi Respon

Instrumen Pasar Keuangan

Terhadap Kebijakan Moneter. Bank

Indonesia. Working Paper/21/2007.

Diakses di www.bi.go.id pada 18

Maret 2014

Richard et al. 2002. ―A Simple Framwork

for International Monetary Policy

Analysis.” National Beurau of

Economic Research. Cambrige

Sasmita, TyasDwi. 2011. “Analisis

Dampak Langsung (Pass-Through

Effect) Nilai Tukar Rupiah per

Dolar Amerika Serikat Terhadap

Inflasi di Indonesia (Periode 200.01

-2010.12)‖.Universitas Lampung

Setiawan, Wawan. 2010. “Analisis Dampak

Fluktuasi Perekonomian Global

Terhadap Kebijakan Moneter‖.

Universitas Indonesia

Senbet, Dawit, 2008, “Measuring the

Impact and International

Transmssion of Monetary Policy: A

Factor-Augmented Vector

Autoregressive (FAVAR)

Approach”. European Journal of

Economics, Finance and

Administrative Science.

Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori

Makro Ekonomi. Edisi Kedua.

Jakarta : PT. Raja Grafiindo

Persada. Jakarta

Undang-Undang No. 29 Tahun 1999

Tentang Bank Indonesia

Undang-Undang No. 3 Tahun 2004

Tentang Perubahan Undang-

Undang No. 29 Tahun 1999

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Page 89: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

193 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Tentang Bank Indonesia

Widarjono, Agus. Ekonometrika Pengantar

dan Aplikasinya. Ekonisia,

Yogyakarta

Yahya, Ibnu. 2007. ”Efektivitas Kebijakan

Moneter dalam Menangani Dampak

Variabel Shock Eksternal pada

Rezim Nilai Tukar Mengambang

Bebas (Model Structural VAR :

Periode 1997:8-2006:12)‖. Skripsi.

Universitas Indonesia Jakarta

Thomas Andrian

Tetik Puji Lestari

Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank

Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)

Page 90: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

194 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Subadriyah

Abstrak

Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh moderasi tax mo-

rale antara hubungan variabel sosiodemografi (umur, jenis kelamin

dan tingkat pendidikan) terhadap upaya penghindaran pajak (tax

avoidance) di wilayah KPP Pratama Jepara. Penelitian ini meru-

pakan penelitian explanatory research dengan menggunakan anal-

isis jalur (path analysis). Metode pengambilan sampling dengan

menggunakan metode random sampling. Hasil penelitian menunjuk-

kan bahwa variabel sosio demografi yaitu : umur, jenis kelamin, dan

tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax

moral. Variabel sosio demografi juga memiliki pengaruh yang signi-

fikan terhadap tax avoidance. Pengaruh tidak langsung yang paling

memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance)

pajak penghasilan di wilayah kerja KPP Pratama Jepara adalah

jalur tiga yaitu dimulai dari tingkat pendidikan-tax moral-tax avoid-

ance.

Abstract

This study aimed to examine the moderating influence tax mo-

rale variable relationship between the demographic characteristics

(age, gender and education level) to potential Tax Avoidance in the

KPP Pratama Jepara. This study is a Explanatory research using

path analysis by using random sampling method. The results showed

that socio-demographic variables (age, gender, and level of educa-

tion) have a significant influence on tax morale. Socio-demographic

variables also have a significant influence on the tax Avoidance. The

highest indirectly influences on Tax Avoidance in the KPP Pratama

Jepara is in the line three that is starting from education tax morale

- tax Avoidance.

Kata kunci :

Sosio Demografi,

Tax Morale, Tax

Avoidance

Keywords :

Sosio Demograph-

ics, Tax Morale,

Tax Avoidance

PENGARUH MODERASI TAX MORALE TERHADAP HUBUNGAN

VARIABEL SOSIO DEMOGRAFI DAN TAX AVOIDANCE PAJAK

PENGHASILAN DI KPP PRATAMA JEPARA

Subadriyah

Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara

Email : [email protected]

Page 91: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

195 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Pendahuluan

Wakil Menteri Keuangan Mahendra

Siregar, mengungkapkan bahwa pada tahun

2012 dari sekitar 24,8 juta wajib pajak,

hanya 30 % atau delapan juta wajib pajak

yang aktif membayar pajak. Angka tersebut

belum termasuk perusahaan yang berusaha

melakukan penghindaran pajak (tax avoid-

ance) dan penyelundupan pajak (tax eva-

sion).

Pajak merupakan kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan peraturan perundangan dengan

tidak mendapatkan imbalan secara lang-

sung dan digunakan untuk keperluan ne-

gara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Definisi pajak tersebut didukung

dengan sistem pemungutan pajak penghasi-

lan self assesment yang memungkinkan wa-

jib pajak untuk berusaha menyajikan lapo-

ran yang memungkinkan pembayaran pa-

jaknya sekecil mungkin sepanjang tidak

menyimpang dari peraturan perundangan

yang berlaku (loopholes).

Salah satu strategi yang dapat dila-

kukan wajib pajak dalam menekan pem-

bayaran pajak yang legal menurut hukum

adalah tax avoidance. Dilihat dari sisi etika

moral, tindakan tersebut merupakan tinda-

kan oportunis yang bertujuan meningkat-

kan keuntungan pribadi. Variabel-variabel

seperti moral-etika, sosio demografi (umur,

jenis kelamin dan tingkat pendidikan) me-

rupakan variabel-variabel penting yang ter-

kait dengan masalah-masalah perpajakan

seperti kesadaran membayar pajak, perilaku

membayar pajak dan ketaatan dalam pem-

bayaran pajak. Namun demikian dilihat

dari temuan-temuan empiris diketahui

bahwa model hubungan antar variabel-

variabel tersebut sangat tidak konsisten dan

fluktuatif.

Tinjauan Pustaka

Tax Avoidance

Tax avoidance merupakan bagian

dari tax planning yang sama sekali bukan

dalam pengertian dilakukan dengan cara-

cara yang melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang ber-

laku atau mencuri pajak, walaupun tidak

bisa dihindari tentang adanya strategi tax

planning yang berusaha mengeksplorasi

kelonggaran peraturan (loopholes) yang

tidak diniatkan oleh pembuat undang-

undangan.

Lyons sebagaimana dikutip oleh Su-

andy (2008) mendefinisikan tax avoidance

sebagai berikut:

―Tax avoidance is a term used to de-

scribe the legal arrangements of tax

payer‘s affairs so as to reduce his tax li-

ability. It‘s often to pejorative overtones,

for example it is use to describe avoidance

achieved by artificial arrangements of per-

sonal or business affair to take advantage

of loopholes, ambiguities, anomalies‘or

other deficiencies of tax law. Legislation

designed to counter avoidance has become

more common place and often involves

highly complex provision.‖

Tax Morale

Moral pajak merupakan motivasi

intrinsik untuk membayar pajak yang tim-

Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Page 92: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

196 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

bul dari kewajiban moral untuk membayar

pajak atau kepercayaan dalam memberikan

kontribusi kepada masyarakat dengan

membayar pajak (Cummings et al., 2005

dalam Lasmana dan Tjaraka, 2011). Etika

pajak (tax ethics) menurut Song dan

Yarbrough (1978) dalam Lasmana dan

Tjaraka (2011) dapat diartikan norma pri-

laku yang mengatur warga negara sebagai

wajib pajak dalam berhubungan dengan

pemerintah yang mempunyai dampak yang

besar terhadap perilaku kepatuhan. Peneli-

tian yang dilakukan melihat etika pajak dari

dua sudut pandang yaitu sudut pandang si-

kap dan sudut pandang prilaku. Sudut pan-

dang sikap melihat etika pajak sebagai si-

kap normatif wajib pajak terhadap kewaji-

ban pajaknya, sedangkan sudut pandang

perilaku melihat etika pajak dalam kegiatan

kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan

perpajakan. Bukti empiris menyatakan

bahwa etika pajak digambarkan sebagai

salah satu kepercayaan yang timbul dari

moral imperative seseorang yang harus ju-

jur ketika berhadapan dengan pajak, ber-

hubungan dengan perilaku membayar pa-

jak.

Sosio Demografi

Menurut Multilingual Demographic

Dictionary, demografi adalah:

―…… the scientific study of human

populations in primarily with the respect to

their size, their structure (composition) and

their development (change)‖.

Sosiodemografi berasal dari

dua kata utama, yaitu sosio dan demografi.

Anderson dan McFarlene (2000) dalam

Suardana (2011) menyatakan bahwa demo-

grafi sebagai ilmu yang mempelajari ten-

tang ukuran, karekteristik serta peruba-

hannya. Komponen demografi digunakan

dalam penelitian sosial dengan variabel

seperti komposisi rumah, umur, jenis ke-

lamin, etnis, status perkawinan, penghasi-

lan, status ekonomi, pekerjaan, status

pekerjaan dan agama (Vaus, 2002 dalam

Suardana 2011).

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian pen-

jelasan (explanatory research), untuk men-

jelaskan hubungan melalui pengujian hi-

potesis (Singarimbun, 1995). Metode yang

digunakan adalah metode survey dengan

menyebarkan kuesioner pada responden.

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini populasinya

adalah seluruh Wajib pajak badan yang ada

di wilayah KPP Pratama Jepara dengan

berbagai jenis usaha dan tingkat penda-

patan per tahun sebagai subjek penelitian.

Wajib Pajak Badan terdaftar sampai akhir

tahun 2013 secara keseluruhan adalah

2.580 WP badan. Sedangkan sampel dalam

penelitian ini diambil dengan menggunakan

rumus penarikan sampel Taro Yamane

(Bungin, 2005: 105). Yaitu:

Dimana

n = jumlah sampel

Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Subadriyah

Page 93: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

197 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

N = jumlah populasi

d = Presesi (10%)

Berdasarkan rumus di atas, akan

diketahui berapa banyak sampel yang akan

diambil yang mewakili populasi wajib pa-

jak badan adalah sebanyak 96, 27 respon-

den yang dibulatkan menjadi 100 respon-

den.

Teknik pengambilan sample yang

digunakan adalah dengan teknik simple

random sampling (sampel acak sederhana).

Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika

analisis penelitiannya cenderung deskriptif

dan bersifat umum (Hasan, 2011). Pengam-

bilan sampel dilakukan dengan datang

langsung ke lokasi responden.

Definisi Operasional Variabel

Definisi variabel, indikator variabel

dan skala yang digunakan dapat digambar-

kan sebagai berikut:

Tabel 1

Definisi Operasional

Sumber : Data sekunder yang diolah

Variabel Definisi Indikator Skala

Sosio Demografi

(X)

Perkembangan struktur pen-

duduk menurut umur, jenis

kelamin dan tingkat pendidi-

kan menarik untuk dijadikan

model dalam penelitian

dalam bidang perpajakan

(Multilingual Demographic

Dictionary)

1. Umur Nominal

2. jenis kelamin

3. tingkat pendidikan

Tax Avoidance (Y) ―Tax avoidance is a term

used to describe the legal

arrangements of tax payer‘s

affairs so as to reduce his tax

liability.. (Lyons dalam Su-

andy , 2008)

1. Pembebanan biaya sumbangan interval

2. menggunakan karyawan lepas

3. perusahaan memberikan tunjan-

gan dan fasilitas kepada pegawai

4. perusahaan membayar asuransi

kesehatan, kecelakaan,asuransi jiwa

5. kompensasi kerugian

Tax Morale (Z) Moral pajak merupakan moti-

vasi intrinsik untuk mem-

bayar pajak yang timbul dari

kewajiban moral untuk mem-

bayar pajak atau kepercayaan

dalam memberikan kontri-

busi kepada masyarakat den-

gan membayar pajak

(Cummings et al., 2005).

1. Pemahaman kewajiban perpajakan interval

2. Pemahaman peraturan perpajakan

Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Page 94: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

198 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis melaku-

kan analisis data dengan analisis jalur (path

analysis) dengan mengolah data yang

diperoleh dari responden. Langkah-langkah

Path Analysis yang digunakan adalah seba-

gai berikut:

1. Menghitung koefisien korelasi (r)

Koefisien korelasi ini akan menen-

tukan tingkat keeratan hubungan

antara variabel yang di teliti. Men-

ghitung koefisien korelasi antara X1

dan X2 menggunakan rumus koe-

fisien sederhana yaitu :

(Kusnaedi, 2005: 16)

Koefisien korelasi ini akan besar

jika tingkat hubungan antara varia-

bel kuat. Demikian sebaliknya, jika

hubungan antara variabel tidak kuat

maka nilai r akan kecil.

2. Pengujian secara simultan meng-

gunakan rumus sebagai berikut:

Kusnaedi (2005 : 17)

Keterangan:

Pyxi = koefisien jalur dari variabel

Xi terhadap Y

bYxi = koefisien regresi dari varia-

bel Xi terhadap Y

3. Pengujian faktor residu / sisa

Kusnaedi (2005 : 18)

Dimana

Sedangkan meru-

pakan koefisien yang menyatakan

determinan total dari semua variabel

penyebab terhadap variabel akibat.

4. Menghitung pengaruh langsung dan

tidak langsung

Pengaruh langsung dapat dicari

dengan mengkuadratkan koefisien

korelasi dikalikan 100%, sedangkan

pengaruh tidak langsung dapat dihi-

tung dengan cara mengalikan koe-

fisien-koefisien regresi (beta-β) dari

variabel pemberi efek.

Pembahasan

Deskripsi Responden

Data Profil Responden dalam peneli-

tian ini dideskripsikan berdasarkan karak-

teristik demografis menurut: usia, pendidi-

kan, dan jenis kelamin daripada responden.

Berdasarkan dari kuesioner yang disebar

menampilkan hasil sebagai berikut:

1. Usia Responden

Tabel 1

Usia Responden

Sumber : data sekunder yang diolah

Usia Jml responden Persentase

21 - 30 tahun 60 60%

31 - 40 tahun 24 24%

41 - 50 tahun 12 12%

51 - 60 tahun 4 4%

Jumlah 100 100%

Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Subadriyah

Page 95: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

199 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

2. Pendidikan Responden

Tabel 2

Pendidikan Responden

Sumber : data sekunder yang diolah

3. Identitas Responden

Responden dalam penelitian ini ter-

diri dari 100 responden yang terdiri dari 50

laki-laki dan 50 responden perempuan.

Analisis Korelasi antara Umur, Jenis ke-

lamin, Pendidikan, Tax Morale dan Tax

Avoidance

Berdasarkan output statistik diketahui

bahwa besarnya koefisien korelasi (r)

antara Umur dan Jenis kelamin adalah se-

besar 0.693. Korelasi antara umur dan Pen-

didikan sebesar 0.345, korelasi antara umur

dengan Tax Morale sebesar 0.506. Sedang-

kan korelasi antara Jenis kelamin dan Pen-

didikan sebesar 0.446, korelasi antara Jenis

Kelamin dengan Tax Morale sebesar 0.549.

Korelasi antara Pendidikan dan Tax morale

sebesar 0.477. Korelasi antara Tax Avoid-

ance dan Umur 0.575, dengan Jenis ke-

lamin 0.590, denganPendidikan 0.463, den-

gan Tax Morale 0.533. Dari hubungan

antara variabel tersebut diatas nilai p-value

korelasi yang didapatkan lebih kecil dari (<

0.00) yang menunjukkaan bahwa korelasi

tersebut adalah signifikan. Tingkat keeratan

hubungan korelasi antara Umur dan Jenis

kelamin yang memiliki keeratan hubungan

kuat. Sedangkan kategori hubungan rendah

pada korelasi antara Umur dengan Pendidi-

kan.

Analisis Jalur

Struktur hubungan untuk path analy-

sis akan dibagi menjadi 2 model yaitu:

Struktur 1

Pada sub-struktur 1 menghubung-

kan antara variabel Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan dan Tax Morale. Jalur hubun-

gan keempat variabel tersebut dilakukan

dengan analisis regresi. Variabel Umur,

Jenis kelamin dan Pendidikan sebagai vari-

abel independen dan variabel Tax Morale

sebagai variabel dependen.

Hasil uji menunjukkan bahwa nilai

koefisien regresi variabel Umur sebesar

0.223 dan p-value 0.046. Nilai koefisien

regresi variabel Jenis Kelamin sebesar

0.269 dan p-value 0.022 sedangkan koe-

fisien regresi variabel Pendidikan sebesar

0.279 dan p-value 0.002. Karena nilai p-

value yang didapatkan masing-masing vari-

abel lebih kecil (< 0.05) maka dapat ter-

bukti bahwa variabel Umur, Jenis kelamin

dan Pendidikan berpengaruh signifikan se-

cara parsial terhadap variabel Tax Morale.

Besarnya pengaruh keempat varia-

bel tersebut dapat dilihat dari R Square

yang menunjukkan 0,394. Jadi variabel

Umur, Jenis kelamin dan Pendidikan

mampu mempengaruhi variabel Tax Mo-

rale sebesar 39,4% dan sisanya sebesar

60.6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar

penelitian.

Struktur 2

Struktur 2 menghubungkan antara

variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan,

Pendidikan Jml responden

SMP 4

SMA sederajat 43

D III 8

S1 41

S2 4

Jumlah 100

Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Page 96: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

200 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Tax Morale dan Tax Avoidance. Jalur

hubungan kelima variabel tersebut dilaku-

kan dengan analisis regresi. Variabel Umur,

Jenis kelamin, Pendidikan dan Tax Morale

sebagai variabel independen dan variabel

Tax Avoidance sebagai variabel dependen

menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi

variabel Umur sebesar 0.260 dan p-value

0.016. Nilai koefisien regresi variabel Jenis

Kelamin sebesar 0.224 dan p-value 0.049.

Variabel Pendidikan nilai koefisien regresi

sebesar 0.181 dan p-value 0.042. Sedang-

kan koefisien regresi variabel Tax Morale

sebesar 0.193 dan p-value 0.048. Karena

nilai p-value yang didapatkan masing-

masing variabel lebih kecil (< 0.05) maka

dapat terbukti bahwa variabel Umur, Jenis

kelamin, Pendidikan dan Tax Morale ber-

pengaruh signifikan secara parsial terhadap

variabel Tax Avoidance. Besarnya penga-

ruh kelima variabel tersebut adalah 46,8 %.

Adapun model jalur secara keseluruhan da-

pat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Model jalur

Sumber : data sekunder yang diolah

Berdasarkan seluruh koefisien

jalur dari hubungan kausalitas yang ada,

dapat diketahui Pengaruh Kausal Langsung

(PKL) dan Pengaruh Kausal Tidak Lang-

sung dari setiap variabel yang diteliti.

Berikut ini hasil tersebut yang ditampilkan

dalam bentuk tabel:

Tabel 3

Pengaruh Langsung dan Tidak Lang-

sung

Sumber : data sekunder yang diolah

Hubungan langsung antara variabel

dapat dilihat berdasarkan persamaan struk-

tural yang dibentuk oleh pengaruh atau

efek yang diberikan oleh masing-masing

variabel independen terhadap variabel de-

penden. Hasil diagram jalur diatas dapat

dilihat bahwa variabel sosio demografi

yaitu: umur, jenis kelamin, dan tingkat pen-

didikan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap tax morale (R Square = 0,394).

Variabel sosio demografi juga memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap tax

Pengaruh

Variabel

Koefisien

Jalur

Pengaruh

Langsung

Tidak

Langsung Total

X1

terhadap

Y1 0.223 0.223 - 0.223

X2

terhadap

Y1 0.269 0.269 - 0.269

X3

terhadap

Y1 0.279 0.279 - 0.279

X1

terhadap

Y2 0.260 0.260

0.223 x

0.193 =

0.043 0.303

X2

terhadap

Y2 0.224 0.224

0.269 x

0.193 =

0.052 0.276

X3

terhadap

Y2 0.181 0.181

0.279 x

0.193 =

0.053 0.235

Y1

terhadap

Y2 0.193 0.193 - 0.193

ε1 0.778 0.778 - 0.778

ε2 0.729 0.729 - 0.729

Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Subadriyah

Page 97: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

201 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

avoidance (R Square= 0,468). Pengaruh

langsung dari masing-masing variabel

adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh langsung varibel sosio de-

mografi umur (X1) terhadap tax mo-

rale (Y1) adalah sebesar 5%

2. Pengaruh langsung varibel sosio de-

mografi jenis kelamin (X2) terhadap

tax morale (Y1) adalah: 7,2%

3. Pengaruh langsung varibel sosio de-

mografi tingkat pendidikan (X3) ter-

hadap tax morale (Y1) adalah: 7,8%

4. Pengaruh langsung varibel sosio de-

mografi umur (X1) dapat berpengaruh

langsung terhadap tax avoidance (Y2)

adalah 6,8%

5. Pengaruh langsung varibel sosio de-

mografi jenis kelamin (X2) dapat

berpengaruh langsung terhadap tax

avoidance (Y2) adalah 5%

6. Pengaruh langsung varibel sosio de-

mografi tingkat pendidikan (X3)

dapat berpengaruh langsung terhadap

tax avoidance (Y2) adalah 3,3%

7. Pengaruh langsung tax morale (Y1)

dapat berpengaruh langsung terhadap

tax avoidance (Y2) adalah 3,3%

Sedangkan besarnya pengaruh tidak

langsung suatu variabel terhadap variabel

tertentu dapat dihitung dengan cara men-

galikan koefisien-koefisien regresi (beta-β)

dari variabel pemberi efek. Dibawah ini

akan ditunjukkan pengaruh tidak langsung

berdasarkan diagram analisis jalur dan tabel

pengaruh langsung dan tidak langsung

diatas.

1. Besarnya pengaruh tidak langsung

oleh variabel sosio demografi umur

(X1) dan tax morale (Y1) terhadap

tax avoidance (Y2) adalah 0,043

2. Besarnya pengaruh tidak langsung

oleh variabel sosio demografi jenis

kelamin (X2) dan tax morale (Y1)

terhadap tax avoidance (Y2) adalah

0,052

3. Besarnya pengaruh tidak langsung

oleh variabel sosio demografi tingkat

pendidikan (X3) dan tax morale (Y1)

terhadap tax avoidance (Y2) adalah

0,054

Dari pembahasan diatas dapat

diketahui bahwa pengaruh tidak langsung

yang paling memili ki pengaruh terha-

dap penghindaran pajak (tax avoidance)

pajak penghasilan di wilayah kerja KPP

Pratama Jepara adalah jalur 3 yaitu dimulai

dari tingkat pendidikan (X3)- tax morale

(Y1)-tax avoidance (Y2). Selain variabel

sosio demografi, tax morale dipengaruhi

oleh variabel-variabel lain sebesar 0,778

(nilai residu (ε1)). Nilai residu (ε2) sebesar

0,729 menunjukkan koefisien pengaruh

Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Page 98: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

202 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

variabel lain diluar penelitian ini yang da-

pat mempengaruhi Tax Avoidance.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pem-

bahasan mengenai pengaruh moderasi tax

morale terhadap hubungan variabel sosio

demografi dan tax avoidance pajak

penghasilan, maka dapat diperoleh be-

berapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hipotesis sub-struktur 1, yaitu Umur,

Jenis Kelamin dan Pendidikan

berkontribusi secara signifikan terha-

dap Tax Morale. Diperoleh hasil

bahwa, secara simultan

(keseluruhan) variabel Umur, Jenis

kelamin dan Pendidikan berkontri-

busi secara signifikan terhadap varia-

bel Tax Morale. Secara individual

kontribusi variabel Umur, Jenis ke-

lamin dan Pendidikan dinyatakan

signifikan terhadap Tax Morale.

2. Hipotesis sub-struktur 2, yaitu Umur,

Jenis kelamin, Pendidikan dan Tax

Morale berkontribusi secara signifi-

kan terhadap Tax Avoidance.

Diperoleh hasil bahwa, secara simul-

tan (keseluruhan) variabel Umur,

Jneis kelamin, Pendidikan dan Tax

Morale berkontribusi secara signifi-

kan terhadap variabel Tax Avoid-

ance. Secara individual kontribusi

variabel Umur, Jenis Kelamin, Pen-

didikan dan variabel Tax Morale

dinyatakan signifikan terhadap Tax

Avoidance.

3. Pengaruh tidak langsung dapat di-

uraikan sebagai berikut:

a. Pengaruh tidak langsung varia-

bel Umur terhadap Tax Avoid-

ance sebesar 0.043.

b. Pengaruh tidak langsung varia-

bel jenis kelamin terhadap Tax

Avoidance sebesar 0.052

c. Pengaruh tidak langsung varia-

bel tingkat pendidikan terhadap

Tax Avoidance sebesar 0.054

d. Nilai residu (ε1) sebesar 0,778

menunjukkan koefisien penga-

ruh variabel lain diluar peneli-

tian ini yang dapat mempenga-

ruhi Tax Morale.

4. Nilai residu (ε2) sebesar 0,729

menunjukkan koefisien pengaruh

variabel lain diluar penelitian ini yang

dapat mempengaruhi Tax Avoidance.

Saran

Berdasarkan analisis dan pemba-

hasan, penulis memberikan beberapa saran

diantaranya

1. Bagi pihak fiskus sebaiknya melaku-

kan pendekatan mengenai etika pa-

jak dan manfaat pajak bagi Negara di

tingkat pendidikan sehingga wajib

pajak yang memiliki pendidikan

tinggi tidak hanya memiliki pengeta-

huan dan pemahaman pajak tetapi

secara sukarela melakukan kewaji-

ban perpajakan sesuai dengan pera-

turan dan tidak berupaya melakukan

penghindaran pajak.

2. Bagi peneliti selanjutnya dapat dila-

kukan penelitian variabel sosio de-

mografi yang lain diantaranya be-

sarnya omset perusahaan, besarnya

aset perusahaan dan lain-lain.

Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Subadriyah

Page 99: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

203 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Daftar Pustaka

Bayu Sarjono, Pengaruh Variabel Sosio

Demografi Terhadap Tax Evasion

Pajak Penghasilan Melalui Tax

Morale di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Surabaya Sukomanunggal,

Abstraksi, ADLN Perpustakaan

UNAIR, Surabaya, 2009.

Dany Darussalam., 2013, Kantor Pajak

Mengincar 3 Juta Wajib Pajak Baru,

diakses dari www.pajak online.com,

pada 21 Agustus 2013.

Direktorat Jenderal Pajak. 2007. Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2007 tentang Perubahan

Ketiga Atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Jakarta:

Penerbit Buku Berita Pajak.

Duff, David G, Tax Avoidance in the 21st

Century, diakses dari

www.ssrn.com , pada tanggal 1

Agustus 2013.

Suandy, Erly, Hukum Pajak, Edisi 4,

Penerbit Salemba Empat, Jakarta,

2008.

Ghozali, Imam, Aplikasi Analisis Multi-

variate dengan Program IBM SPSS

20, BPFE UNDIP, Semarang, 2012.

Hasan, Erliana, 2011, Filsafat Ilmu dan

Metodologi Penelitian Ilmu Pemerin-

tahan, Ghalia Indonesia, Bogor.

Kusnaedi, Analisis Jalur dan Aplikasi den-

gan Program SPSS dan LISREL 8,

PFIPS Universitas Pendidikan Indo-

nesia, Bandung, 2005

Lasmana, Mienati Somya dan Tjaraka,

Heru, 2011, ―Pengaruh Moderasi

Sosio Demografi Terhadap Hubun-

gan Antara Moral-Etika Pajak Dan

Tax Avoidance Pajak Penghasilan

Wajib Pajak Badan Di KPP Sura-

baya‖, Majalah Ekonomi Tahun

XXI, Universitas Airlangga.

Ning Rahayu, 2008, ―Praktik

Penghindaran Pajak (Tax

Avoidance) Pada Foreign Direct

Investment Yang Berbentuk

Subsidiary Company (PT. PMA) Di

Indonesia (Suatu Kajian Tentang

Kebijakan Anti Tax Avoidance)‖,

Disertasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Indonesia

Sekaran Uma, 2006, Research Methods for

Business, Penerbit Salemba Empat,

Jakarta

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian,

1995, Metode Penelitian Survai, Pen-

erbit LP3ES, Jakarta.

Siti Resmi, 2009, Perpajakan: Teori dan

Kasus Buku 1, Edisi 5, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta

Suardana, Wayan, 2011,

Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis,

Penerbit Alfabeta, Bandung.

Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta

Yuliana, 2012, ―Analisis Pengaruh Per-

sepsi Pentingnya Etika Dan Tang-

gung Jawab Sosial, Sifat Machiavel-

lian, Dan Keputusan Etis Terhadap

Niat Berpartisipasi Dalam Penghin-

daran Pajak‖, Skripsi, Universitas

Diponegoro Semarang.

Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi

Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara

Page 100: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

204 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Indeks Penulis

Ika Indriasari 105

Nita Andriyani Budiman 126

Sholikul Hidayat 167

Sugiarto 146

Tetik Puji Lestari 180

Thomas Andrian 180

Widaryanti 115

Zuliyati 105

Subadriyah 194

Page 101: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

205 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

Indeks Keywords

Arus modal 180, 186

Auditor 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 155, 156

Demografi 115, 116, 118, 120

Estimasi harga

Exchange rate 180

Faktor eksternal 126, 128, 142

Faktor internal 126, 128, 141

Gender

Intensi kewirausahaan 115, 116, 117, 118, 119

Kebijakan tingkat bunga 180

Keterlibatan kerja 146, 148, 149, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157

Komitmen afektif 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157

Lembaga Keuangan Syariah 167, 168, 169

Modal intelektual 105, 106, 107, 108, 109,112

Modal manusia 105, 108

Modal pelanggan 105, 108, 110

Modal struktural 105, 108, 109

Pengalaman kerja 115, 118, 119

Penghentian prematur prosedur audit 126

Persepsi ketergantungan tugas 146, 162

Risk premium 180

Sharing pengetahuan 146

Sosio Demografi194, 195, 196, 200, 201, 202

Tax Aviodance 194 195 198, 200, 201, 202

Tax Morale 194, 195, 199, 200, 201, 202

UMKM 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112

VECM 182, 184

Lembaga keuangan syari‟ah

PSAK syari‟ah 166

Page 102: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

206 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Penulis Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis

Vol. 10 No 2 Tahun 2013

Zuliyati

Dosen tetap di Universitas Muria Kudus. Alumnus Magister Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Dharma Putera Semarang

Widaryanti

Dosen PNS dpk di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Nusantara Semarang. Alumnus

Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang

Nita Andriyani Budiman

Dosen tetap di Universitas Muria Kudus. Alumnus Magister Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi YKPN Yogyakarta

Ika Indriasari

Dosen PNS dpk di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cendekia Karya Utama Semarang.

Alumnus Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang

Sugiarto

Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cendekia Karya Utama Semarang. Alumnus

Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang

Sholikul Hidayat

Dosen tetap fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara

Thomas Andrian

Dosen di Universitas Lampung

Tetik Puji Lestari

Dosen di Universitas Lampung

Subadriyah

Dosen tetap fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara

Page 103: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

207 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013

UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA MITRA BESTARI

Dewan Redaksi Jurnal JDEB mengucapkan terimakasih kepada

mitra bestari berikut ini yang telah memberikan pertimbangan

dalam penerbitan Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis

volume 10 nomor 2 tahun 2013.

Prof. DR. H. Purbayu Budi Santosa, M.S

(Universitas Diponegoro, Semarang)

Anis Chariri, M.Kom, Ph.D, Akt

(Universitas Diponegoro, Semarang)

Dr. H.M. Zainuri, MM

(Universitas Muria, Kudus)

Cholil Nafis, Lc,, M.A, Ph.D

(Universitas Indonesia, Jakarta)

Hormat Kami,

Dewan Redaksi

Page 104: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL …

208 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis

Ketentuan Berlangganan

Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara menerima

permintaan berlangganan baik berupa jurnal fisik maupun e-jurnal dalam bentuk

PDF. Untuk berlangganan silahkan kirimkan email permohonan anda meliputi :

1.Nama Lengkap

2.Asal dan Jabatan Institusi

3.Alamat Institusi

4. Nomor Hp

Data dikirim ke email: [email protected]