PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN “ERITRODERMA” Pembimbing : dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked., M.Sc., Sp.KK Disusun Oleh : Mirzania Mahya Fathia G4A015035 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRESENTASI KASUS
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
“ERITRODERMA”
Pembimbing :
dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked., M.Sc., Sp.KK
Disusun Oleh :
Mirzania Mahya Fathia G4A015035
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016
1
HALAMAN PENGESAHAN
“ERITRODERMA”
Disusun oleh :
Mirzania Mahya Fathia G4A015035
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Purwokerto, Juni 2016
Pembimbing,
dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked., M.Sc., Sp.KK
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul
“Eritroderma” ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked., M.Sc., Sp.KK selaku dosen
pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari FK
Unsoed dan FK UPN atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Psoriasis dapat menyebabkan eritroderma melalui dua mekanisme, yaitu
oleh karena psoriasis itu sendiri, atau karena efek pengobatan yang
terlalu kuat, misalnya penggunaan ter topikal dengan konsentrasi yang
terlalu tinggi. Penyebab psoriasis terkadang baru dapat diketahui setelah
pasien diberi terapi kortikosteroid, dimana saat eritroderma mulai
berkurang, tanda psoriasis muncul (Djuanda, 2011).
3. Penyakit Leiner
Penyakit Leiner merupakan dermatitis seboroik yang meluas pada pasien
beruisa 4-20 minggu (Djuanda, 2011).
4. Sindroma Sezary
Sindroma Sezary adalah penyakit limfoma yang berhubungan dengan
infeksi virus HTLV-V yang menyerang orang dewasa. Mayoritas pasien
mengalami leukositosis (rerata 20.000 sel/mm3), dimana 19% di
antaranya terjadi eosinofilia dan limfositosis, disertai limfosit atipik yang
disebut sel Sezary dengan inti homogen, lobular, ireguler. Sel Sezary
terdapat di dalam darah, kelenjar limfe, dan kulit. Sindroma Sezary
ditegakkan apabila sel Sezary terdapat 1000 sel/mm3 atau melebihi 10%
dari total sel yang beredar dalam tubuh (Djuanda, 2011).
Eritema yang terjadi pada pasien eritroderma disebabkan oleh
vasodilatasi kapiler universal yang dipicu oleh sitokin tertentu. Akibat
vasodilatasi berlebih, terjadi kehilangan panas yang berlebihan sehingga
penderita merasa kedinginan, menggigil, hingga hipotermia. Gangguan
regulasi panas tubuh ini akan memicu hipermetabolisme sebagai kompensasi
diiringi peningkatan laju metabolisme basal tubuh. Penguapan cairan yang
berlebihan akibat transpirasi juga dapat menyebabkan kondisi dehidrasi,
dimana transpirasi cairan sebanding dengan laju metabolisme basal tubuh.
Apabila eritroderma terjadi kronis, maka aliran balik vena juga akan
berkurang akibat vasodilatasi kapiler universal, sehingga dapat terjadi gagal
jantung (Bruno and Grewal, 2009; Djuanda, 2011).
15
Skuama yang mengelupas dari tubuh dapat mencapai 9 gram/m2
permukaan kulit setiap hari. Hal ini dapat memicu kondisi hipoproteinemia
akibat kehilangan albumin yang disertai peningkatan globulin gamma. Akibat
penurunan kadar albumin, penderita dapat mengalami edema akibat
ekstravasasi cairan plasma ke jaringan interstisial (Bruno and Grewal, 2009;
Djuanda, 2011).
D. Epidemiologi
Insidensi eritroderma meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan insidensi kausa yang juga meningkat, yaitu
psoriasis. Pada studi Sigurdsson et al. ditemukan angka mortalitas sebesar
43% dimana 18% di antaranya disebabkan langsung oleh eritroderma,
sedangkan 74% sisanya disebabkan oleh penyebab lain yang tidak langsung
dari eritroderma. Eritroderma dijumpai lebih sering pada pria dengan rasio 2-4
kali lipat dibanding perempuan. Umunya eritroderma dijumpai pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun, atau pada usia yang lebih muda jika pasien
memiliki penyakit kulit primer misalnya dermatitis atopik, psoriasis,
dermatitis seboroik, staphylococcus scalded skin syndrome, atau iktiosis
herediter (Sigurdsson et al., 1996; Bruno and Grewal, 2009; Umar and Elston,
2015).
E. Gejala Klinis
Secara umum, gejala klinis yang dapat dijumpai adalah eritema
generalisata s.d. universal, disertai timbulnya skuama setelah 2-6 hari yang
mulai muncul dari daerah lipatan (fleksura). Jika eritroderma berlangsung
berminggu-minggu dapat terjadi kerontokan rambut dan kuku, perubahan
pigmentasi kulit (misalnya makula hipopigmentasi mirip vitiligo) (Prakash et
al., 2009; Bruno and Grewal, 2009; Umar and Elston, 2015).
16
Gambar 3. Efloresensi eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat, nampak makula eritematosa universalis dengan skuama dan penebalan kulit. Pasien ini mengalami eritroderma setelah mendapatkan injeksi garam emas untuk terapi
rheumatoid arthritis (Jih et al., 2003).
Gambar 4. Efloresensi eritroderma yang disebabkan oleh psoriasis, nampak makula eritematosa generalisata dengan skuama dan penebalan kulit. Skuama
berwarna perak, pada pasien juga ditemukan keterlibatan kuku, fatigue, malaise, dan menggigil akibat hipotermia (Jih et al., 2003).
17
Gambar 5. Efloresensi eritroderma yang disebabkan oleh cutaneous T cell lymphoma (Sezary syndrome), derajat eritematosa dan deskuamasi berbeda
pada masing-masing regio. Eritema berwarna agak kecoklatan. Juga ditemukan kerontokan rambut, hiperkeratosis palmar dan plantar, fisura, dan
limfadenopati generalisata (Jih et al., 2003).
Gejala klinis pasien eritroderma dapat bervariasi, kadang
menyesuaikan etiologinya, yaitu sebagai berikut (Yuan et al., 2010; Djuanda,
2011):
1. Alergi obat
Terdapat eritema universal. Skuama timbul pada stadium penyembuhan.
2. Psoriasis
Terdapat eritema tidak merata, dimana pada tempat predileksi psoriasis
ditemukan plakat yang lebih eritematosa dan sedikit meninggi dibanding
kulit sekitarnya. Terkadang juga dapat bermanifestasi sebagai eritema
universal disertai skuama.
3. Penyakit Leiner
Kelainan kulit yang tampak adalah eritema universal disertai skuama
yang kasar.
18
4. Sindroma Sezary
Didapatkan eritema berwarna merah membara universal disertai skuama
dan rasa gatal yang teramat sangat. Didapat pula infiltrat dan edema pada
kulit. Pada sepertiga pasien dijumpai splenomegali, limfadenopati
Pasien datang ke IGD RSMS Margono dengan keluhan kulit kemerahan, gatal, bersisik, dan mengelupas di seluruh badan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Awalnya muncul lenting seluruh tubuh lalu pecahKeluhan semakin berat terutama saat pasien sedang memiliki beban pikiran misalnya saat ujian tengah semester.Pasien sebelumnya sudah menggunakan krim dari Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Margono Soekardjo sehingga menurutnya keluhan sudah membaik
RPDPasien sempat di rawat dengan keluhan serupa di RSMS 7 hari SMRSPasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sejak 5 tahun yang lalu dan kambuh-kambuhan dan beberapa kali mendapatkan terapi berupa pil kuning yang diminum tiga kali setiap minggunya.Riwayat Alergi (-)Riwayat penyakit DM (+), Hipertensi (+), Jantung (+), Asma (-).
RPK Riwayat penyakit yang sama, alergi, debu, dingin, makanan, asma, disangkal. Riwayat penyakit DM (+), Hipertensi (+), Jantung (-),Asma (-).
StatusDermatologis UKK: makula eritematosa berbatas tidak tegas dengan skuama kasar
dan erosi, pleimorfik, kronik residif, tersebar generalisata
Penatalaksanaan
Diet tinggi proteinSistemik : IVFD RL 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1 amp , Inj. Metilprednisolone 125mg-0-125 mg, Inj Ranitidin 2x1 amp, Inj. Difenhidramin 2x1 amp, PO Metrotrexat tab 2,5 mg PO Asam folat 1x1 tab, PO Curcuma 1x1 tab, PO Loratadine 10 mg 2x1 tab., Topikal : Desoksimetason cream, Fuson cream, Soft uderm, Asam salisilat 3%, Vaselin albumin, mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam
Sesuai dengan Jih et al. pada Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,
Siregar pada Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, serta Djuanda pada Ilmu
Penyakit Kulit FKUI:
Penderita mengeluh kulit yang kemerahan gatal, lelah, lemas, anoreksia,
penurunan berat badan, malaise, perasaan dingin.
Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sejak 5 tahun yang lalu
dan kambuh-kambuhan dan beberapa kali mendapatkan terapi berupa pil
kuning yang diminum tiga kali setiap minggunya, hal ini menandakan
adanya kemungkinan eritroderma berasal dari penyakit kulit yang sudah
ada sebelumnya, yaitu psoriasis.
Sesuai dengan Siregar pada Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit dan Djuanda
pada Ilmu Penyakit Kulit FKUI :
Lesi dapat terjadi di bagian manapun di seluruh tubuh.
Lesi berbentuk eritema yang disertai sisik (skuama).
26
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan kulit kemerahan dan bersisik di seluruh tubuh sejak 1 bulan yang lalu yang terasa amat gatal, kering, dan terasa kaku serta memberat 2 hari SMRS. Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sejak 5 tahun yang lalu dan kambuh-kambuhan dan beberapa kali mendapatkan terapi berupa pil kuning yang diminum tiga kali setiap minggunya.
Status Dermatologis
Makula eritematosa berbatas tidak tegas dengan skuama kasar dan erosi, pleimorfik, kronik residif, tersebar generalisata .
Terapi• Diet tinggi protein • Sistemik : IVFD RL 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1 amp , Inj. Metilprednisolone 125mg-0-
125 mg, Inj Ranitidin 2x1 amp, Inj. Difenhidramin 2x1 amp, PO Metrotrexat tab 2,5 mg PO Asam folat 1x1 tab, PO Curcuma 1x1 tab, PO Loratadine 10 mg 2x1 tab.,
• Topikal : Desoksimetason cream, Fuson cream, Soft uderm, Asam salisilat 3%, Vaselin albumin, mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam
Sesuai Jih et al. pada Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Siregar
pada Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, serta Djuanda pada Ilmu Penyakit
Kulit FKUI bahwa penatalaksanaan pada penyakit ini mencakup kortikosteroid
sistemik (metilprednisolon) dan topikal (desoximetason), emolien topikal (Soft U
Derm dan Vaselin Alb), dan diet tinggi protein untuk mengatasi hipoalbuminemia.
Penambahan antihistamin (chlorpheniramin maleat) bertujuan untuk mengurangi
Sesuai dengan Umar dan Elston (2015) bahwa eritroderma golongan II yang
terkait penyakit kulit lain memiliki prognosis yang sedikit lebih baik
dibandingkan golongan III. Pasien dapat mengalami kekambuhan gejala dan sulit
untuk sembuh total. Secara umum, mortalitas eritroderma berkisar antara 20-40%.
Duapuluh persen diantaranya memiliki penyebab kematian yang tidak
berhubungan dengan eritroderma.
27
PrognosisQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad kosmeticam : dubia ad malamQuo ad sanationam : dubia ad malam
VI. KESIMPULAN
1. Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh
atau hampir seluruh permukaan tubuh.
2. Pada pasien eritroderma kemungkinan berhubungan dengan penyakit
psoriasis yang sebelumnya ia derita.
3. Terapi eritroderma adalah dengan menggunakan obat sistemik berupa
kortikosteroid, antihistamin, serta multivitamin; juga dengan preparat
topikal yang mengandung kortikosteroid, asam salisilat, coal tar, dan
emolien.
28
DAFTAR PUSTAKA
Bruno TF, Grewal P. 2009. Eryhtroderma: a dermatologic emergency. CJEM. 11(3): 244-246.
Byer RL, Bachur RG. 2006. Clinical Deterioration among Patients with Fever and Erythroderma. International Journal of Dermatology; 53 (8): 369-370.
Djuanda A. 2011. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam Cetakan Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jih H, Kimyai-Asadi A, Freedberg IM. 2003. Exfoliative Dermatitis. Dalam Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6th Edition. New York: McGraw-Hill Professional.
Prakash BV, Sirisha NL, Satyanarayana VV, Sridevi L, Ramachandra BV. 2009. Aethiopathological and clinical study of erythroderma. Journal of Indian Medical Association. 107(2): 100, 102-103.
Sarkar R, Garg VK. 2010. Erythroderma in Children. Indian Journal of Dermatology and Venereology; 76(4): 341-347.
Sigurdsson V, Toonstra J, Hezemans-Boer M, van Vloten WA. 1996. Erythroderma A Clinical and Follow Up Study of 102 Patients with Special Emphasis on Survival. Journal of Academy of Dermatology; 35(1): 53-57.
Siregar RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Umar SH, Elston DM. 2015. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). Medscape Reference.
Yuan XY, Guo JY, Dang YP, Qiao L, Liu W. 2010. Erythroderma: A clinical-etiological study of 82 cases. European Journal of Dermatology; 20(3): 373-377.
Zackheim HS, Kashani-Sabet M, Hwang ST. 1996. Low-dose methotrexate to treat erythrodermic cutaneous T-cell lymphoma: results in twenty nine patients. Journal of American Academy of Dermatology; 34(4): 626-631.