TUGAS KHUSUS “MENURUNKAN NILAI COD LIMBAH CAIR PT POLYPET KARYA PERSADA SESUAI BAKU MUTU YANG BERLAKU” BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dianggap sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan karena pencemaran yang ditimbulkannya. Limbah industri dapat berwujud gas, padat, cair dan lumpur. Di antara beberapa wujud limbah industri tersebut, limbah cair merupakan jenis limbah yang lebih perlu mendapatkan perhatian karena berpengaruh penting terhadap kerusakan lingkungan. Untuk menjaga keseimbangan lingkungan, pemerintah menetapkan baku mutu. Baku mutu diberlakukan untuk menetapkan kadar – kadar pencemar yang diizinkan untuk dibuang ke badan air sehingga lingkungan akan tetap terjaga. Untuk memenuhi ketentuan pemerintah, PT Polypet Karya Persada telah mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat limbah industrinya dengan membangun Waste Water Treatment Plant (WWTP). Walaupun telah memiliki unit WWTP, namun hasil pengolahan limbah cairnya belum dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 tahun 2007 mengenai Baku Mutu Air Limbah
Meningkatkan Efisiensi Penurunan COD Waste Water Treatment Plat di PT Polypet Karya Persada
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TUGAS KHUSUS
“MENURUNKAN NILAI COD LIMBAH CAIR PT POLYPET
KARYA PERSADA SESUAI BAKU MUTU YANG BERLAKU”
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri dianggap sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan karena
pencemaran yang ditimbulkannya. Limbah industri dapat berwujud gas, padat, cair
dan lumpur. Di antara beberapa wujud limbah industri tersebut, limbah cair
merupakan jenis limbah yang lebih perlu mendapatkan perhatian karena
berpengaruh penting terhadap kerusakan lingkungan. Untuk menjaga keseimbangan
lingkungan, pemerintah menetapkan baku mutu. Baku mutu diberlakukan untuk
menetapkan kadar – kadar pencemar yang diizinkan untuk dibuang ke badan air
sehingga lingkungan akan tetap terjaga.
Untuk memenuhi ketentuan pemerintah, PT Polypet Karya Persada telah
mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat limbah industrinya dengan
membangun Waste Water Treatment Plant (WWTP). Walaupun telah memiliki unit
WWTP, namun hasil pengolahan limbah cairnya belum dapat memenuhi baku mutu
yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 tahun 2007
mengenai Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Industri Poly
Ethylene Terephtalat (PET). Sebagai industri yang bertanggung jawab dan
melaksanakan pengolahan limbah yang berwawasan lingkungan, maka PT Polypet
Karya Persada berupaya memperbaiki kinerja dari unit WWTP yang dimilikinya
sehingga dampak yang mungkin terjadi dari limbah cairnya dapat diantisipasi.
1.2 Perumusan Masalah
Untuk menurunkan nilai COD limbah cair sesuai baku mutu dapat dilakukan
dengan mengkaji efisiensi unit pengolahan limbah dan mengoptimalkan efisiensi
unit pengolahan limbah cair yang sudah ada.
1.3 Tujuan
Pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan yang ditimbulkan oleh
industri dengan mengoptimalkan efisiensi unit WWTP sehingga kualitas limbah
cair memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sebelum dibuang ke badan air.
1.4 Manfaat
Dari tugas khusus ini, diharapkan dapat memberi gambaran bagi mahasiswa
kerja praktek mengenai pengolahan limbah cair yang dilakukan pada skala industri
dan dapat mengetahui masalah – masalah yang terjadi serta memberikan solusi
pada masalah yang ada.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan Limbah yaitu upaya pengurangan volume, konsentrasi, dan tingkat
bahaya limbah dengan jalan pengolahan secara fisik, kimia, biologi atau gabungan dari
ketiga cara tersebut.
a. Pengolahan Fisik
Unit pengolahan fisik merupakan jenis pengolahan limbah yang didalam
prosesnya menggunakan mekanisme fisik seperti sedimentasi dan filtrasi.
Sedimentasi merupakan proses pemisahan partikel dari cairannya, baik partikel yang
memang telah berada dalam air baku, yang terbentuk sebagai akibat penambahan
kimia, maupun partikel yang dihasilkan dari flokulasi fisis yang digabungkan dengan
pengolahan biologis dengan memanfaatkan gaya grafitasi. Unit sedimentasi dapat
mengurangi nilai COD sebesar 30 – 40 % (www.chem-is-try.org). Waktu tinggal
sedimentasi optimum pada waktu berkisar 3 jam.
Operasi filtrasi dengan alat filter media butiran secara luas digunakan untuk
memindahkan padatan tersuspensi dari dalam air. Bentuk padatan tersuspensi dapat
berasal dari sumber air ataupun sebagai hasil dari proses kimia seperti koagulasi dan
flokulasi, presipitasi kimia dan lainnya. Unit filtrasi mempunyai efisiensi penurunan
COD sebesar 30 – 60 %
b. Pengolahan Kimia
Pengolahan air limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan
partikel – partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam – logam berat,
senyawa phosphor, dan zat organic beracun. Prinsip dari pengolahan kimia adalah
dengan menggunakan metode dimana bahan pencemar dipisahkan atau dikonversi
dengan cara menambahkan bahan kimia contohnya dalam proses koagulasi dan
flokulasi.
Proses koagulasi adalah proses destabilisasi muatan partikel sehingga menjadi
bermuatan netral, proses ini dilakukan dengan pengadukan cepat dengan
ditambahkan bahan kimia koagulan. Setelah proses koagulasi biasanya dilanjutkan
dengan proses flokulasi yang dimaksudkan untuk menggabungkan flok – flok yang
berukuran besar dan berat sehingga lebih mudah dan cepat mengendap pada bak
sedimentasi. pH optimum untuk proses koagulasi ialah 6,5 – 8,5. Jenis koagulan yang
biasa digunakan ialah tawas, Poli Alumunium Chloride (PAC), TOPAC, Ferro Sulfat
(FeSO4), Ferri Sulfat (FeCl3), dan jenis flokulan yang biasa digunakan ialah Poli
Akrilamida. Pengolahan limbah secara koagulasi dan flokulasi dapat memberikan
efisiensi penghilangan COD sebesar 30 – 60 % sedangkan BOD sebesar 40 – 70%
(Ema H, 2007).
c. Pengolahan Biologis
Pengolahan limbah cair secara biologis merupakan pengolahan limbah dengan
menggunakan kemampuan mikroorganisme untuk menstabilkan zat organik dan zat
anorganik yang terlarut didalam air limbah dengan cara mengkonversikannya
menjadi gas dan partikel tersuspensi yang dapat dipisahkan dengan cara pengendapan
pengolahan limbah secara biologis dibagi menjadi dua jenis yaitu pengolahan secara
anaerobik dan aerobik.
1. Anaerobik
Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan pengolahan limbah dengan
mikroorganisme pendekomposisi bahan – bahan organic dalam air limbah yang
akan terganggu pertumbuhannya atau bahkan mati jika terdapat oksigen bebas
dalam system pengolahannya. Beberapa parameter yang perlu dijaga dalam
pengolahan anaerob ialah pH, suhu, dan nutrisi.
Nilai pH yang harus dijaga dalam pengolahan anaerob ialah berkisar 6,5 – 7,5
karena mikroba dapat mati jika lingkungan terlalu asam atau pun basa. Mikroba di
anaerob tidak dapat hidup pada tempratur yang terlalu tinggi ataupun terlalu
rendah, mikroba anaerob dapat melakukan penguraian dengan baik dalam range
suhu 35oC – 37oC, jika suhu melebihi 40oC akan menyebabkan mikroba mati .
Nutrisi yang dibutuhkan bagi pengolahan secara biologis yaitu nitrogen dan
phosphor, nitrogen biasanya didapatkan dari kandungan pada urea sedangkan
phosphor biasanya didapatkan dari kandungan asam phospat, perbandingan nutrisi
yang dibutuhkan bagi pengolahan secara anaerob ialah melalui perbandingan
COD : N : P = 350 : 5 : 1.
Metode pengolahan secara anaerobik biasanya digunakan untuk pengolahan
air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi (>2000 ppm). Efisiensi
penyisihan COD pengolahan limbah secara anaerob dapat mencapai 75 – 80%
dengan beban limbah organik 4000 mg/l.hari (Balslev-Olesen et al, 1990),
(Mendez et al, 1992). Mekanisme proses anaerob ialah sebagai berikut :
a. Tahap Hidrolisis dan Fermentasi
Tahap hidrolisis adalah tahap penguraian polimer – polimer organic tak larut
seperti protein, karbohidrat, lemak menjadi senyawa organic terlarut.
Lemak hidrolisis Asam Lemak Asam Propionat
Protein hidrolisis Asam Amino Asam Keto
Karbohidrat hidrolisis Asam Keto + Alkohol
Asam Keto Asam Piruvat Asam laktat Asam Propionat Asam Butirat
b. Tahap Asetogenesis
Tahap asetogenesis merupakan tahap pembentukan asam asetat. Asam asetat
yang terbentuk sebagian besar berasal dari asam propionate dan asam butirat.
Asam propionate menjadi asam asetat
CH3CH2COOH + 2 H2O Bakteri CH3COOH + CO2 + 3H2
Asam butirat menjadi asam asetat
CH3CH2CH2COOH + 2 H2O Bakteri 2CH3COOH + 2 H2
c. Tahap Metanogenesis
Pada tahap ini terbentuk tahap pembentukan gas metana, baik yang berasal dari
asam asetat atau pun dari hydrogen.
Pembentukan gas metana dari asam asetat
CH3COOH bakteri CH4 + CO2
Pembentukan gas metana dari hidrogen
4H2 + CO2 bakteri CH4 + H2O
2. Aerobik
Pengolahan limbah secara aerobik merupakan pengolahan limbah yang
memanfaatkan mikroorganisme pendekomposisi bahan – bahan organic dalam air
limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerator. Reaksi
dekomposisi/degradasi bahan organik secara aerobic dan reaksi pertumbuhan
mikroorganisme yang terjadi dalam system pengolahan air limbah ditunjukan
sebagai berikut :
a. Katabolisme
[bahan organic] + O2 + nutrisi mikroba O2 + NH3 + produk akhir lain (NO3,
Dari gambar 1 hingga gambar 5 terlihat bahwa kejernihan air yang dihasilkan
antara penggunaan tawas dan PAC tidak berbeda jauh namun flok yang dihasilkan
oleh PAC lebih banyak dibandingkan tawas, hal ini membuktikan bahwa PAC
mempunyai daya ikat terhadap zat pengotor lebih besar dibanding tawas.
4. Unit Sand Filter & Karbon Filter
Permasalahan
Nilai efisiensi yang terhitung rendah hanya 10,73 %, padahal idealnya proses
filtrasi dapat mencapai efisiensi sebesar 30 – 60%. Efisiensi yang terhitung rendah
dapat dikarenakan beberapa factor yaitu proses operasional yang tidak tepat,
pemilihan media filter yang tidak tepat dan dapat disebabkan karena saat proses
pembentukan flok yang tidak sempurna diproses koagulasi dan flokulasi sehingga
mengakibatkan banyak flok kecil yang terbawa ke unit filtrasi sehingga
meningkatkan beban penyaringan.
Penyelesaian
Pada unit filtrasi, backwash merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh bagi
efektivitas proses filtrasi. Backwash dilakukan untuk mengambil material yang
terakumulasi di media filter. Pada unit filtrasi di WWTP PT Polypet Karyapersada
proses backwash sudah cukup sering dilakukan yaitu sebanyak tiga kali sehari,
namun pada prosedur backwash yang dilakukan, air yang digunakan backwash
berasal dari break tank dua yang merupakan air kotor yang akan di filtrasi padahal
idealnya air yang digunakan backwash ialah air yang bersih hasil proses filtrasi
(Iwan, 2007), hal ini dikarenakan air backwash dengan konsentrasi yang lebih rendah
nilai kelarutannya akan lebih besar untuk melarutkan pengotor – pengotor yang
menumpuk di atas media filter selain itu proses backwash tidak efektif jika
menggunakan air kotor yang akan difiltrasi karena saat proses backwash berlangsung
akan menghasilkan pengotor – pengotor lagi hasil air backwash di bawah media
filter.
Pada proses backwash di unit filtrasi WWTP PT Polypet Karyapersada saat awal
proses backwash pembukaan valve dilakukan langsung pada titik full-scale sebaiknya
saat awal proses backwash pembukaan valve secara perlahan-lahan hingga tinggi air
menutupi seluruh permukaan lapisan filter, baru kemudian flow rate backwash
diperbesar hingga titik full-scale, jika bukaan katup backwash dilakukan secara
mendadak maka dapat terjadi pengangkatan media filter yang mengakibatkan
susunan media penyaring menjadi tidak terkontrol, hal ini akan menyebabkan proses
filtrasi tidak maksimal.
Untuk memperbesar efisiensi dari unit karbon filter dapat dilihat mengenai
prosedur penyimpanan karbon aktif pada storage material dan jenis karbon aktif itu
sendiri. Penyimpanan karbon aktif di storage material berada dalam kantong plastik
namun dalam keadaan terbuka, hal ini tentunya dapat membuat karbon aktif jenuh
karena karbon aktif salah satu material yang bersifat higroskopis yaitu sangat sensitif
untuk menghisap zat – zat yang ada di udara, sehingga sebelum digunakan untuk
pengolahan limbah, karbon aktif sudah terlebih dahulu jenuh, oleh karena itu lebih
baik jika karbon aktif ditempatkan dalam keadaan yang kedap udara seperti drum,
container dan plastik rapat.
Jenis karbon aktif yang digunakan di unit carbon filter PT. Polypet Karya Persada
yaitu karbon aktif dengan iodine number 1000. Iodine number 1000 diartikan sebagai
1gr karbon aktif dapat mengabsorb 1000 mg iodine, sehingga dapat dikatakan
semakin besar nilai iodine number semakin besar pula kemampuan karbon active
untuk mengabsorb zat – zat pencemar. Karbon aktif dengan iodine number 1000
mempunyai kandungan ash content sebanyak 0,25% dari berat karbon aktif, ash
content ini dihasilkan dari proses karbonisasi dan aktivasi saat proses pembuatan
karbon aktif. Karbon aktif yang mempunyai kandungan ash besar akan mempunyai
efisiensi lebih kecil dibandingkan dengan karbon aktif yang tidak mempunyai
kandungan ash, oleh karena itu lebih baik jika memakai karbon aktif dengan iodine
number diatas 1000 dan nilai ash content yang rendah.
Tabel 5. Jenis - Jenis Karbon Aktif
6. Pengelolaan Limbah Cair
Selain pengolahan limbah ada beberapa cara lain untk menjaga lingkungan dari
masalah limbah industri. Urutan tahapan - tahapan dalam pengelolaan limbah ialah
sebagai berikut :
Gambar 7. Hirarki Pengelolaan Limbah
Tahap pertama ialah minimasi limbah baik itu dari proses maupun non proses, jika
sudah melakukan minimasi limbah ternyata limbah masih terbentuk kemudian dilakukan
3R (reuse, recycle dan recovery), setelah melakukan 3R dan limbah masih juga
terbentuk maka dilakukan pengolahan limbah, kemudian jika telah meakukan
pengolahan limbah secara maksimal dan limbah masih tetap terbentuk tahap terakhir
yaitu pembuangan limbah. PT. Polypet Karyapersada telah melakukan 3R seperti
Nitrogen Purification Unit dan unit MEG Recovery, kemudian pengolahan limbah serta
pembuangan limbah, namun minimasi limbah belum dilakukan.
Minimasi limbah merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif atau pencegahan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada
proses poduksi dan daur hidup produk. Pengelolaan limbah yang dilakukan pada industri
– industri saat ini cenderung pengelolaan limbah yang didasarkan pada pendekatan
pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment), yang terkonsentrasi pada
upaya pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena kegiatan yang dilakukan sifatnya
reaktif, yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah (at the end of pipe); bukan berupa
pencegahan atau preventif, tetapi kuratif yaitu perbaikan setelah terjadi kerusakan atau
pencemaran. Akibatnya diperlukan biaya tinggi untuk perbaikan kerusakan lingkungan,
dan kerusakan lingkungan terus meningkat. Minimasi limbah dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantarnya yaitu substitusi bahan baku yang berbahaya dan mencemari
lingkungan.
Substitusi bahan baku yang berpotensi mencemari lingkungan dengan bahan baku
yang ramah lingkungan dapat dilakukan oleh PT. Polypet Karyapersada yaitu dengan
mengganti Mono Ethylene Glycol yang digunakan dengan Bio – Mono Ethylene Glycol
(bio – MEG). Bio-MEG terbuat dari bio-ethanol yaitu ethanol yang terbuat dari gula
tebu yang difermentasi.
Reaksi pembuatan bio – MEG ialah sebagai berikut :
C6H12O6 fermentasi
2 C2H5OH + CO2
Glukosa Bio – Etanol Karbon Dioksida
2 C2H5OH dehidrasi C2H4 + H2O
Bio – Etanol Bio - Etilen Air
C2H4 Oksidasi C2H4O
Bio – Etilen Bio – Etilen Oksida
C2H4O + H2O HOCH2CH2OH
Bio - Etilene oksida Air Bio - MEG
Toyota Tsusho bekerja sama dengan China Chemical Fiber Corp. membuat plant
baru yaitu Green Taiwan Corp. yang memproduksi bio-MEG dengan bahan baku gula
tebu.
Gambar 8. Bio – PET
Proses pembuatan bio-ethanol dari bahan baku hingga menjadi bio-ethanol
diproduksi oeh Petrobas dari Brazil dengan kapasitas produksi bio-ethanol sebesar
143.000 m3/tahun, bio–ethanol yang telah diproduksi kemudian dikirim ke Taiwan
untuk diproses menjadi bio-ethylene kemudian menjadi bio-MEG oleh Green Taiwan
Corp. dengan kapasitas produksi sebesar 100.000 ton/tahun kemudian bio-MEG dikirim
ke industri – industri PET di kawasan asia untuk diolah menjadi bio – PET dengan
bahan baku 70% PTA dan 30% bio - MEG. Bio – PET kemudian dijual ke berbagai
wilayah Jepang, Eropa, dam US. Untuk digunakan sebagai bahan baku produksi tekstil,
interior mobil dam botol PET. Toyota Tsusho memprediksi kebutuhan bio-PET akan
mencapai tiga juta ton per tahun pada tahun 2015.
BAB VDAFTAR PUSTAKA
Fitriani, Niza. 1999. Optimasi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Fisika – Kimia – Biologi. Jakarta : Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana.
Greenfield, Richard. 2000. Activated Carbon/Charcoals – The Rundown. Aquarticles.com
Hadiwidodo, Muchtar dan Nur Fajri Arifani. 2007. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Klaten. Semarang : Program Studi Teknik Lingkungan Semarang
Herlambang, Arie. 2010. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif. Jakarta : Direktorat Teknologi Lingkungan.
Jurnal Praktikum Pengolahan Limbah Cair Politeknik Negeri Bandung. 2007. Bandung : Program Studi Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Industri Poly Ethylene Terephtalat.
Subrata, Ridwan. 2008. Training Pengolahan Air Limbah PT. Polypet Karyapersada. Cilegon : Dokumen PT. Polypet Karyapersada.
BulanAnaerobik Digester Tank Aerobik Digester Tank Settlement Koagulasi & Flokulasi Sand & Carbon Filter
Range Rata - Rata RangeRata - Rata
Range Rata - Rata Range Rata - Rata RangeRata - Rata