62
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKesehatan ibu dan anak adalah masalah
pembangunan global. Di beberapa negara, khususnya negara berkembang
dan negara belum berkembang, para ibu masih memiliki risiko tinggi
ketika melahirkan. Risiko yang tinggi ini juga terjadi pada anak
yang dilahirkan oleh ibu, selama masa pertumbuhan anak banyak hal
yang dapat menyebabkan meningkatkan risiko pada anak. Situasi ini
telah mendorong komunitas internasional untuk berkomitmen dalam
mengatasi permasalahan kesehatan ibu dan anak. Komitmen ini
diwujudkan dengan mencantumkan kesehatan ibu dan anak menjadi salah
satu target dalam MDGs.Millenium Development Goals (MDGs) atau
Tujuan Pembangunan Millenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak
dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melaksanakan delapan
tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan,
mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak,
meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria
dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta
membangun kemitraan global dalam pembangunan. Sebagai salah satu
anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan komitmen
tersebut.Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai target
tersebut karena target penurunan angka kematian ibu dan anak telah
menjadi prioritas pembangunan nasional. Berdasarkan laporan Survey
demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian
Ibu di Indonesia mengalami penurunan dari 390 kematian per 100.000
kelahiran tahun 1991 menjadi 228 kematain per 100.000 kelahiran
tahun 2007 dan mengalami kenaikan lagi pada tahun 2012 menjadi 359
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di
Indonesia masih dianggap sebagai salah satu yang tertinggi di
kawasan Asia Tenggara. Menurut UNESCAP, Angka Kematian Ibu di
Indonesia adalah angka kematian tertinggi keempat (220/100.000
kelahiran hidup) diantara beberapa negara di Asia Timur Selatan
menyusul Kamboja, Timor-Leste dan Laos. Angka tersebut lebih tinggi
dari rata-rata Angka Kematian Ibu di ASEAN dan Asia Tenggara.
Selain itu, jumlah kematian ibu di Indonesia adalah yang tertinggi
diantara negara-negara Asia Timur dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir. Upaya pemerintah pusat untuk mengurangi Angka Kematian
Ibu secara perlahan, yang ditandai dengan pernyataan ekplisit
kepada komunitas global, harus dihargai dan didukung. Namun
demikian, target penurunan Angka Kematian Ibu menjadi 102 kematian
per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015 tampaknya terlalu ambisius.
Dengan menggunakan data terakhir Angka Kematian Ibu, dan kemudian
diproyeksikan untuk tahun 2015, kemungkinan terendah Angka Kematian
Ibu adalah hanya 153. Bahkan target Angka Kematian Ibu nasional
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Tingkat Nasional tahun 2010-2014, yang lebih realistis, sepertinya
masih diluar jangkauan.Survey tersebut juga mencantumkan bahwa
angka kematian bayi dan balita di Indonesia mengalami penurunan
dari tahun 1991 kematian bayi 68 kematian per 1000 kelahiran hidup
dan balita 97 kematian per 1000 kelahiran hidup menjadi 32 kematian
bayi per 1000 kelahiran hidup dan 40 balita per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2012. Sesuai dengan perkembangan global,
pemerintah telah menetapkan target untuk terus mengurangi angka
kematian ibu menjadi hanya 102 kematian per 100.000 kelahiran pada
tahun 2015. Maka agar tercapainya target ini maka pemerintah
berusaha memastikan setiap kelahiran dibantu oleh bidan yang
terlatih pada tahun 2015.Bidan diharapkan terampil sehingga dalam
menolong persalinan dan menjaga tumbuh kembang bayi dan balita
secara profesional dan dapat mengurangi angka kematian ibu dan
bayi. Pemerintah membuat kebijakan dalam bidang kesehatan ibu dan
anak agar target MDGs dapat tercapai. Karena bidan merupakan ujung
tombak dan pemberi layanan yang diharapkan profesional dalam
mengurangi Angka Kematian Ibu dan Anak maka bidan perlu mengelola
kebijakan tersebut. Pengelolaan ini diharapkan mampu memaksimalkan
pelayanan kebidanan sehingga target MDGs tahun 2015 dapat
terpenuhi. Pengelolaan oleh bidan juga diharapkan meningkatkan
efektivitas pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam memberikan
program/proyek kepada penerima manfaat sesuai target.
1.2 TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
membahas tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang
kesehatan, terutama kesehatan ibu dan anak.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Kebijakan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kebijakan
adalah rangkaian konsep dan azas yang menjadi pedoman dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan
keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan
pemilihannya berdasarkan dampaknya.Ilmu kebijakan adalah ilmu yang
mengembangkan kajian tentang hubungan antara pemerintah dan swasta,
distribusi kewenangan dan tanggung jawab antar berbagai level
pemerintah,hubungan antara penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya,
ideologi kebijakan makna reformasi kesehatan. Ilmu manajemen
digunakan dalam ilmu kebijakan yaitu dalam perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan kesehatan, teori dan konsep manajemen tidak
dapat diabaikan. Kebijakan Kesehatan (Health Policy) adalah konsep
dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau
mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam rangka mencapai
derajat kesehatan yang optimal pada seluruh rakyatnya. Kebijakan
kesehatan merupakan pedoman yang menjadi acuan bagi semua pelaku
pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan memperlihatkan
kerangka desentralisasi dan otonomi daerah.Pentingnya kebijakan
kesehatan ini dikarenakan sektor kesehatan merupakan bagian penting
perekonomian di berbagai negara, kesehatan mempunyai posisi yang
lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya,
kesehatan dapat dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada
kaitannya dengan pelayanan kesehatan (misal: kemiskinan, polusi)
dan memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan.2.2
Kebijakan Pemerintah terhadap Kesehatan ReproduksiKebijakan umum di
bidang kesehatan reproduksi adalah :1. Menempatkan upaya reproduksi
menjadi salah satu prioritas Pembangunan Nasional2. Melaksanakan
percepatan upaya kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak reproduksi
ke seluruh Indonesia3. Melaksanakan upaya kesehatan reproduksi
secara holistik dan terpadu melalui pendekatan siklus hidup4.
Menggunakan pendekatan keadilan dan kesetaraan gender di semua
upaya kesehatan reproduksi5. Menyediakan pelayanan kesehatan
reproduksi berkualitas bagi keluarga miskin
Strategi Umum Kebijakan a. Menempatkan dan memfungsikan Komisi
Kesehatan Reproduksi (KKR) pada tingkat Menteri Koordinator serta
membentuk KKR di provinsi dan kabupaten/kota.b. Mengupayakan
terbitnya peraturan perundangan di bidang kesehatan reproduksic.
Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan komitmen politis di semua
tingkat.d. Mengupayakan kecukupan anggaran/dana pelaksanaan
kesehatan reproduksie. Masing-masing penanggungjawab komponen
mengembangkan upaya kesehatan reproduksi sesuai ruang lingkupnya
dengan menjalin kemitraan dengan sektor terkait, organisasi profesi
dan LSM.f. Masing-masing komponen membuat rencana aksi mengacu pada
kebijakan yang telah ditetapkang. Mengembangkan upaya kesehatan
reproduksi yang sesuai dengan masalah spesifik daerah dan kebutuhan
setempat, dengan memanfaatkan proses desentralisasi.h. Memobilisasi
sumber daya nasional dan internasioanl baik pemerintah dan non
pemerintahi. Menyediakan pembiayaan pelayanan KR melalui skema
Jaminan Sosial Nasionalj. Melakukan penelitian untuk pengembangan
upaya KRk. Menerapkan Pengarus-utama Gender dalam bidang KRl.
Melaksanakan pemantauan dan evaluasi untuk kemajuan upaya KR.
2.2.1 Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000 kelahiran hidup
dan AKB 35/1000 KH. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM
tahun 2009 untuk AKI adalah 226 per 100.000 KH dan AKB 26/1000 KH.
Dengan demikian target tersebut merupakan tantangan yang cukup
berat bagi program KIA.
Gambar 1. Angka Kematian Ibu di Wilayah Asia Tenggara
Gambar 2. Angka Kematian Ibu di Indonesia 1991-2012
Gambar 4. Penyebab Utama Kematian Ibu di Indonesia
Sebagian besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung
(menurut survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah
komplikasi yang terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu
Pendarahan (30%), eklampsia (25%) dan infeksi (12%). Sedangkan
penyebab tidak langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita
Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%.
Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan resiko
terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak
anemia.Beberapa kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan
penurunan AKI telah diupayakan antara lain melalui peningkatan
kualitas pelayanan dengan melakukan pelatihan klinis bagi pemberi
pelayanan kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan
implementasi dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making
Pregnancy Safer yaitu:1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal
mendapat pelayanan yang adekuat, dan3. Setiap wanita usia subur
mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan
dan penanganan komplikasi keguguran.Anak-anak, terutama bayi lebih
rentan terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Itulah
sebabnya, tujuan keempat MDGs adalah mengurangi jumlah kematian
anak. Targetnya adalah menurunkan Angka Kematian Balita sebesar
dua-pertiganya antara tahun 1990 sampai dengan 2015. Penurunan
Angka Kematian Balita cukup tajam antara tahun 1991 sampai 2003
yaitu dari 97 per 1000 kelahiran hidup menjadi 46 per 1000
kelahiran hidup. Selanjutnya penurunan Angka Kematian Balita
melambat antara tahun 2003 sampai 2012 yaitu dari 46 per 1000
kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan
target yang diharapkan dicapai pada tahun 2015 adalah 23 per 1000
kelahiran hidup.
Gambar 8. Angka Kematian Balita per 1000 Kelahiran Hidup di
Indonesia tahun 1991-2012
Menurut hasil SDKI terjadi penurunan Angka Kematian Bayi cukup
tajam antara tahun 1991 sampai 2003 yaitu dari 68 per 1000
kelahiran hidup menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup. Namun, capaian
Angka Kematian Bayi di tahun 2012 sebesar 32 per 1000 kelahiran
hidup masih jauh dari target MDGs sebesar 23 per 1000 kelahiran
hidup di tahun 2015.
Gambar 9. Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup di
Indonesia tahun 1991-2012
Program Kesehatan Ibu dan Anak menjadi sangat penting karena ibu
dan anak merupakan unsur penting pembangunan. Dari seorang ibu akan
dilahirkan calon-calon penerus bangsa yaitu anak. Untuk mendapatkan
calon penerus bangsa yang akan dapat memberi manfaat bagi bangsa
maka harus diupayakan kondisi ibu dan anak yang sehat.Upaya
peningkatan derajat kesehatan keluarga dilakukan melalui program
pembinaan kesehatan keluarga yang meliputi upaya peningkatan
kesehatan Ibu dan Bayi, Anak Pra Sekolah dan Anak Usia Sekolah,
Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Kesehatan Usia Subur. Era
Desentralisasi menurut pengelola program di Kabupaten/Kota untuk
lebih proaktif didalam mengembangkan program yang mempunyai daya
ungkit dalam akselerasi penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi sesuai situasi dan kemampuan daerah masing-masing
mengingat Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi merupakan
salah satu indikator penting keberhasilan program kesehatan
Indonesia.Kebijakan kesehatan ibu dan anak adalah setiap ibu
menjalani kehamilan dan persalinan dengan sehat dan selamat serta
bayi lahir sehat dan setiap anak hidup sehat, tumbuh dan berkembang
secara optimal. Adapun strategi kebijakan kesehatan ibu dan anak
adalah :1. Pemberdayaan perempuan, suami dan keluargaa. Peningkatan
pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan, persalinan, nifas bayi
dan balita (health seeking care)b. Penggunaan buku KIAc. Konsep
SIAGA (siap, Antar, Jaga)d. Penyediaan dana, transportasi, donor
darah untuk keadaan darurate. Peningkatan penggunaan ASI
eksklusif2. Pemberdayaan Masyarakat3. Kerjasama lintas sektor,
mitra lain termasuk pemerintah daerah dan lembaga legislatif.a.
Advokasidan sosialisasi ke semua stakeholdersb. Mendorong adanya
komitmen, dukungan, peraturan, dan kontribusi pembiayaan dari
berbagai pihak terkait.c. Peningkatan keterlibatan LSM, organisasi
profesi, swasta, dan sebagainya.4. Peningkatan cakupan dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan anak secara terpadu dengan komponen
kesehatan reproduksi lain.a. Pelayanan antenatalb. Pertolongan
persalinan, pelayanan nifas dan neonatal esensial.c. Penanganan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatald. Pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi pascakegugurane.
Manajemen terpadu Bayi Muda dan Balita sakitf. Pembinaan tumbuh
kembang anakg. Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dan
pemenuhan kelengkapan sarananyah. Mengoptimalkan pemanfaatan
fasilitas pelayanan
Program Pokok KIA adalah :1. Program ANC2. Deteksi risti ibu
hamil3. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan4. Rujukan
kasus risti ibu hamil5. Pemeriksaan BBL (Neonatus), bayi dan
balita6. Penanganan neonatal yang berisiko7. Pelayanan kesehatan
bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun8. Pelayanan kesehatan balita9.
Pelayanan kesehatan pra sekolahBerbagai permasalahan kesehatan anak
prasekolah, usia sekolah dan kesehatan remaja yang semakin kompleks
yang meliputi kesehatan reproduksi remaja, masalah penyalagunaan
narkotik dan zat adiktif lainnya merupakan tantangan yang harus
dihadapi oleh program Kesehatan Keluarga. Diharapkan melalui
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dapat memperluas cakupan
pelayanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan status Kesehatan
keluarga secara khusus dan masyarakat pada umumnya.Sehubungan
dengan penerapan system desentralisasi, maka pelaksanaan strategi
MPS didaerah pun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan
permasalahan setempat. Dengan adanya variasi antara daerah dalam
hal demografi dan geografi, maka kegaiatan dalam program kesehatan
ibu dan Anak (KIA) akan berbeda pula. Namun agar pelaksanaan
Program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu pelayanan
program KIA puskesmas maupun di tingkat Kabaupaten/Kota.
Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan
program di masing-masing wilayah kerja.Untuk itu, perlu di pantau
secara terus menerus besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu
wilayah kerja, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok
mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan
diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah
kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan
masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut
dikembangkan sistem Pemantau Wilayah Setempat (PWS-KIA).
1. Tujuan KebijakanMempercepat Penurunan Kesakitan dan Kematian
Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia
2. Tantangan, Strategi dan Program UtamaRAN dilaksanakan dalam
konteks desentralisasi dalam bentuk Rencana Aksi Daerah (RAD) yang
menjamin integrasi yang mantap dalam perencanaan pembangunan
kesehatan serta proses alokasi anggaran, dengan fokus pada
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sesuai standar,
cost-effective dan berdasarkan bukti pada semua tingkat pelayanan
dan rujukan kesehatan baik di sektor pemerintah maupun swasta.
Gambar 3. Kerangka Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan
AKI 2012-2015
a. TantanganTiga tantangan utama percepatan penurunan AKI adalah
masih kurang optimalnya akses terhadap pelayanan di fasilitas
kesehatan yang berkualitas, terbatasnyasumber daya strategis untuk
kesehatan ibu dan neonatal, serta rendahnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu. Tiga tantangan utama
ini yang kemudian mendasari penentuan tiga strategi dan pemilihan
program utama.
b. Strategi yang digunakan dalam mencapai target AKI tahun
20151) Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan
ibuBukti bukti sangat kuat menunjukkan bahwa keselamatan nyawa ibu
hamil, bersalin dan nifas sangat dipengaruhi oleh aksesnya setiap
saat terhadap pelayanan kebidanan yang berkualitas, terutama karena
setiap kehamilan dan persalinan mempunyai resiko mengalami
komplikasi yang mengancam jiwa. Konsep pelayanan kebidanan
berkesinambungan mendasari sangat pentingnya peningkatan cakupan
dan kualitas pelayanan, sedemikian rupa sehingga setiap ibu hamil
dan bersalin yang mengalami komplikasi mempunyai akses ke pelayanan
kesehatan berkualitas secara tepat waktu dan tepat guna. Pelayanan
berkesinambungan ini terutama sangat penting pada periode proses
persalinan dan dalam 24 jam pertama pasca-salin oleh karena di
dalam waktu yang sangat pendek tersebut sebagian besar kematian ibu
terjadi. Akses terhadap pelayanan untuk kasus-kasus tertentu yang
dapat memperburuk kondisi ibu hamil, bersalin dan nifas, dan
kasus-kasus yang mempunyai implikasi kesehatan dan sosial yang luas
di masa mendatang, yaitu Anemia, Malaria di daerah endemis,
HIV/AIDS, Asuhan Paska Keguguran dan kehamilan pada remaja, sangat
perlu mendapatkan perhatian.
2) Peningkatan peran pemerintah daerah terhadap peraturan yang
dapat mendukung secara efektif pelaksanaan programSistem pelayanan
kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan publik lainnya
yang pengaturannya dalam beberapa aspek sangat ditentukan oleh
kebijakan dan peraturan daerah (PERDA), seperti penyediaan dan
penempatan tenaga kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan, serta
penyediaan sarana dan prasarana kesehatan.Tenaga kesehatan
merupakan ujung tombak dari pelaksanaan program pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu kebijakan penempatan tenaga kesehatan
mempunyai posisi yang sangat strategis sehingga perlu diatur secara
jelas dan tegas. Kebijakan perlu dilengkapi dengan penerapan reward
dan phunishment yang jelas, baik terhadap tenaga spesialis, dokter,
bidan, dan tenaga terkait kesehatan lainnya.Oleh karena hasil
pelayanan kesehatan yang optimal sangat dipengaruhi oleh kualitas
pelayanan, maka penjaminan kompetensi tenaga kesehatan perlu
mendapatkan perhatian, melalui berbagai upaya yang meliputi
pendidikan pre service yang adekuat, pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi tenaga kesehatan yang telah bekerja (in-service
training), penerapan kewenangan tenaga kesehatan yang sesuai,
sertifikasi tenaga dan fasilitas kesehatan, pemberian ijin praktek
tenaga kesehatan dan upaya audit pelayanan terhadap tenaga
kesehatan maupun fasilitas kesehatan. Peran PEMDA dan Pemerintah
Pusat dalam pengaturan ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan
sangat diharapkan untuk dapat berfungsi dengan efektif.Ketersediaan
tenaga yang kompeten saja tidak cukup tanpa didukung oleh sarana
dan prasarana yang memadai, termasuk ketersediaan darah 24/7. Perlu
dilakukan koordinasi yang baik antara UTD RSUD dengan PMI, UTD RS
yang lebih tinggi (provinsi) dan UTD RS swasta dalam penyediaan
darah untuk pasien.Penguatan sistem rujukan perlu mendapatkan
dukungan yang kuat dari PEMDA dan pemangku kepentingan lainnya,
sedemikian rupa, sehingga pasien yang dirujuk segera mendapatkan
pertolongan. Dukungan sangat diperlukan mengingat proses rujukan
memerlukan keterlibatan berbagai pihak yaitu masyarakat, tenaga dan
fasilitas kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar, Rumah
Sakit (pemerintah maupun swasta) termasuk UTD RS, dan PMI. Perlu
dipertimbangkan upaya-upaya regionalisasi daerah yang disesuaikan
dengan kondisi daerah masing-masing, agar ada kejelasan dalam
tujuan tempat rujukan. Upaya regionapisasi tersebut antara lain
klaster pulau, klaster daerah pantai, klaster wilayah kota dengan
kabupaten terdekat, dsb. Untuk hal ini, dukungan melalui Peraturan
Gubernur mungkin dapat membantu mempermudah upaya regionalisasi
rujukan.Dalam pelaksanaannya untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, peran sektor swasta tidak dapat diabaikan mengingat
kapasitas fasilitas kesehatan pemerintah yang terbatas dan akhir
akhir ini masyarakat sudah mulai cenderung memilih pelayanan
kesehatan swasta terutama di perkotaan. Oleh karena itu, sektor
swasta harus mempunyai peran aktif untuk bersama-sama secara
terkoordinasi memberikan pelayanan kesehatan terbaik sesuai
kebutuhan masyarakat, dengan diatur oleh PERDA.Penjelasan diatas
mengindikasikan peran kuat Pemerintah Daerah untuk mengatur
terselenggaranya pelayanan kesehatan secara optimal kepada
masyarakat sangat esensial, termasuk pengaturan peran berbagai
sektor pemerintah, peran organisasi masyarakat dan peran pihak
swasta. Peran sektor pemerintah tingkat Pusat perlu dikoordinasikan
agar saling melengkapi untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang baik di daerah.
3) Pemberdayaan keluarga dan masyarakatPengaturan kehamilan dan
persalinan seharusnya merupakan keputusan yang dibuat bersama-sama
antara seorang calon ibu dengan suami dan keluarganya, bukan
merupakan keputusan yang tidak diinginkan oleh ibu, baik oleh
karena alasan kesehatan ataupun alasan-alasan kesiapan lainnya.
Keluarga perlu mempunyai pengertian bahwa setiap kehamilan harus
merupakan kehamilan yang diinginkan oleh ibunya, termasuk kapan
kehamilan dikehendaki dan berapa jumlah anak yang diinginkan.
Selain itu perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan dan
sikap keluarga dan masyarakat pada umumnya mengenai
pentingnyamemahami bahwa setiap kehamilan beresiko mengalami
komplikasi yang mengancam jiwa, oleh karenanya perlu melakukan
perencanaan persalinan dengan baik dan perencanaan untuk melakukan
pencegahan dan pencarian pertolongan segera bila komplikasi terjadi
(kesiapan transportasi, dana, dan calon donor darah).
c. Program UmumProgram Utama terpilih merupakan program yang
dianggap akan mempunyai daya ungkit yang besar dalam upaya
percepatan penurunan AKI oleh karena menjamin tersedianya pelayanan
berkualitas yang dapat diakses setiap saat, yang meliputi:1)
Penyediaan pelayanan KIA di tingkat desa sesuai standar2)
Penyediaan fasyankes di tingkat dasar yang mampu memberikan
pertolongan persalinan sesuai standar selama 24 jam - 7 hr /
minggu3) Penjaminan seluruh Puskesmas Perawatan, PONED dan RS PONEK
24 jam - 7 hari / minggu berfungsi sesuai standar4) Pelaksanaan
rujukan efektif pada kasus komplikasi5) Penguatan Pemda
Kabupaten/Kota dalam tatakelola desentralisasi program kesehatan
(regulasi, pembiayaan, dll)6) Pelaksanaan kemitraan lintas sektor
dan swasta7) Peningkatan perubahan perilaku dan pemberdayaan
masyarakat melalui pemahanan dan pelaksanaan P4K serta Posyandu
3. Program dan Kegiatana. Program menuju penjaminan kompetensi
bidan di desa sesuai standar1) Menyediakan sarana pelayanan di desa
(Poskesdes)di lokasi dimana akses terhadap pelayanan yang lebih
lengkap belumdapat dipenuhi. Perlu kejelasan mengenai fungsi
Poskesdes, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.a) Penyediaan
sarana pelayanan di Poskesdesb) Penyediaan Bidan Kit,termasuk alat
pemeriksaan Hb2) Meningkatkan keterampilan bidan dalam pertolongan
persalinan dan pemeriksaan antenatal care terpadua) Pelatihan APN:
bagi Bidan di desayang di dalam kurikulum pendidikannya belum
menyertakan komponen seperti didalam APN (termasuk praktek yang
cukup); dan bagi Bidan yang kompetensinya belum memenuhi standarb)
Pelatihan ANC terpaduc) Pelatihan untuk bidan dalam memberikan
konseling dan edukasi kepada masyarakat tentang kesehatan dan gizi
ibu dan bayi, sehingga bidan dapat lebih efektif dalam mengubah
sikap masyarakat agar lebih waspada dalam menyikapi kehamilan dan
dapat lebih siaga ketika terjadi komplikasi.Program pelatihan harus
dilengkapi dengan komponen Evaluasi Pasca Pelatihan serta
monitoring secara periodik, contohnya melalui self assessment
dengan menggunakan daftar tilik3) Menjaga/meningkatkan mutu
pelayanan KIA melalu Meningkatkan kegiatan supervisi fasilitatif
terhadap bidan di desa
b. Program Menuju Penjaminan ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan mampu pertolongan persalinan 24/7 sesuai standar 1)
Meningkatkan deteksi dan pertolongan pertama kasus komplikasi dan
rujukan efektifa) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan RS
rujukan baik yang berada di wilayahnya maupun di wilayah lainnya
(RS provinsi, RS di wilayah perbatasan, RS militer, RS swasta)
untuk memperluas akses rujukan kasus komplikasi di RS.(1)
Melengkapi/menambah ruangan bersalin di Puskesmas,(2) Melengkapi
sarana dan prasarana termasuk obat,(3) Melatih tim puskesmas agar
dapat berfungsi 24/7, termasuk melakukan deteksi dan pertolongan
pertama kasus komplikasi dan rujukan efektib) Melakukan ANC
terpadu, termasuk Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
(PPIA).c) Melakukan skrining pemeriksaan Hemoglobin bagi setiap ibu
yang memeriksakan kandungannya ke fasilitas kesehatan2)
Meningkatkan ketersediaan fasilitas yang berfungsi memberikan
pelayanan penanganan komplikasi:a) Meningkatkan jumlah Puskesmas
yang berfungsi PONED 24/7:(1) Melengkapi/menambah tim PONED
terlatih. Idealnya, dapat tersedia 2 tim terlatih untuk setiap
Puskesmas PONED agar pelayanan tersedia 24 jam 7 hari. Pada keadaan
dimana tidak dapat disediakan 2 tim, maka diharapkan ada proses
pembelajaran dari tim atau staf terlatih kepada staf Puskesmas
PONED lainnya (in-house training).(2) Melengkapi sarana dan
prasarana Puskesmas PONED termasuk obat,(3) Melakukan penyegaran
terhadap tim PONED yang sudah ada mengingat kasus komplikasi jarang
mereka temui(4) Memastikan adanya sarana rujukan transportasi dan
komunikasi yang memadaib) Membentuk Puskesmas mampu PONED yang
berfungsi 24/7 bagi daerah terpencil dan kepulauan, dengan
perhatian dan bimbingan khusus dari RS PONEK, agar fungsi Puskesmas
PONED dan rujukan yang efektif dapat terselenggara dengan baik.3)
Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan RS rujukan baik yang
berada di wilayahnya maupun di wilayah lainnya (RS provinsi, RS di
wilayah perbatasan, RS militer, RS swasta) untuk memperluas akses
rujukan kasus komplikasi di RS.4) Mengoptimalkan pemanfaatan
asuransi kesehatan bagi masyarakat yang berhak (Jampersal, SJSN),
dengan: a) Melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk
pelaksanaan Jampersal/SJSN di setiap tingkat pelayanan sehingga
tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing- masing pihak jelas.b)
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban
terkait asuransi kesehatan5) Meningkatan Kualitas Pelayanana)
Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan di tingkat dasar melalui
berbagai pendekatan, antara lain pelatihan, magang, dan in-house
training, agar kompeten dalam memberikan pertolongan persalinan
normal, termasuk melakukan pencegahan komplikasi sehingga
kasus-kasus yang dirujuk ke RS bukan kasus persalinan normal.
Sebaliknya, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan agar dapat
melakukan identifikasi dini kasus komplikasi, memberikan
pertolongan pertama kasus komplikasi dan melakukan rujukan
kasus-kasus yang memerlukan penanganan di RS secara efektif,
termasuk pemantauan dan penstabilan pasien selama proses rujukan
sehingga kasus tiba di RS dalam waktu yang cepat dan tepat.b) RS
PONEK melakukan pembinaan ke Puskesmas PONEDc) Melaksanakan Audit
Maternal Perinatal (AMP) pada kasus kematian ibu dan bayi baru
lahir yang disertai dengan tindak lanjutnyad) Melaksanakan rujukan
balik(back referral) agar perujuk mendapatkan pembelajaran dari
hasil tindakannya dan dapat meneruskan pemantauan pasien pasca
rawat.e) Melakukan supervisi fasilitatif terhadap pelayanan PONED
yang dilaksanakan oleh Bidan koordinator kabupaten atau tenaga
kesehatan lainnya yang ditunjuk
c. Program Menuju Penjaminan seluruh Puskesmas PONED dan RS
PONEK Kabupaten/Kota berfungsi 24/7 sesuai standar1) Meningkatkan
kualitas petugas pelayanan kesehatan di RS rujukan agar dapat
menangani kasus komplikasi dengan tepat waktu dan tepat guna,
termasuk adanya pedoman standar pelayanan kasus-kasus komplikasi.2)
Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan RS Rujukan lainnya baik
di wilayah yang sama atau wilayah lain terdekat, yaitu dengan RS
tipe lebih tinggi, RS/RSB swasta, dan RS Militer untuk memperluas
akses kasus komplikasi di RS sebagai bagian dari jejaring
rujukan.3) Menjamin akses pada darah yang amana) Meningkatkan dan
memperkuat kerjasama dengan PMIb) Meningkatkan fungsi UTDc)
Memastikan seluruh RS memiliki Bank Darah Rumah Sakit (BDRS)d)
Membuat jejaring penyediaan darah antar RS, baik di wilayah yang
sama maupun wilayah lain terdekat untuk meningkatkan kerjasama
antar RS, di wilayah maupun diluar wilayah (provinsi atau
kab&kota lain) dalam pengadaan darahe) Memastikan seluruh RS
memiliki Bank Darah Rumah Sakit (BDRS)4) Meningkatkan pelayanan
Keluarga Berencana Pasca salin bekerja-sama dengan sektor terkait
terutama Rumah Sakit dan BKKBN5) Menjamin ketersediaan pelayanan
kebidanan dan bayi baru lahir setiap saat (24 jam 7 hari)a)
Melengkapi/menambah tenaga untuk menjamin pemberian pelayanan
24/7:Sedikitnya tersedia 1 tim yang dapat melakukan fungsi PONEK
atau memberikan pelayanan untuk kasus gawat darurat dengan
pengaturan sedemikian rupa sehingga pelayanan tersedia dalam 24 jam
7 hari. Pada keadaan dimana tidak dapat selalu tersedia tim
lengkap, maka diharapkan ada proses pembelajaran dari tim atau staf
terlatih kepada staf RS lainnya (in-house training), sehingga
pelayanan tetap dapat diberikan. Pada keadaan dimana tidak ada tim
PONEK atau tim yang dapat memberikan pelayanan untuk keadaan gawat
darurat, terutama daerah terpencil dan kepulauan, perlu
dipertimbangkan pendekatan khusus, antara lain bekerja sama dengan
institusi pendidikan spesialis dan RS Provinsi. Tenaga juga
termasuk operator operasi Cesar (SPOG/PPDS Kebidanan), Anestesi
(Dr, paramedis), Bidan, dan Perawatb) Melengkapi/menambah
ketersediaan sarana dan prasarana: ruang operasi dan pengaturan
prioritas penggunaannya, kit operasi Cesar, obat, darah, dsb.c)
Melakukan pendekatan inovatif bagi RS yang kekurangan SDM strategis
terutama di DTPK. Pola pembinaan dan pengisian tenaga RS daerah
oleh RS besar yang ada di wilayah atau luar wilayah (RS provinsi
atau RS terdekat) merupakan alternatif yang dapat dijajagi. Sebagai
contoh adalah Program Sister Hospital yang mendukung Program
Revolusi KIA di provinsi NTT, sehingga pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan dapat disediakan6) Meningkatkan Kualitas Pelayanan
KIAa) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan melalui pelatihan,
magang, inhouse training, pembinaan, yaitu Bidan, Dokter, dan
Spesialis.b) Melakukan audit pada setiap kematian ibu dan bayi baru
lahir yang terjadi di RSc) Mengoptimalkan pelaksanaan supervisi dan
jaga mutu di RSd) Menggunakan maklumat pelayanan untuk meningkatkan
peran masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan7) Memperkuat
Sistem Pelayanan di RSa) Mengembangkan/memodifikasi kebijakan di
fasilitas pelayanan: alur penerimaan dan penanganan kasus darurat
kebidanan dan bayi baru lahir, ketersediaan dan berfungsinya ruang
gawat darurat, dll.b) Melaksanakan rujukan balik/back-referral dari
RS ke perujuk, agar terjadi pembelajaran untuk tenaga perujuk dan
pemantauan pasien pasca-rawat dapat dilakukan oleh fasilitas/tenaga
perujuk
d. Program Menuju Penjaminan terlaksananya Rujukan Efektif pada
kasus1) Menjamin Tersedianya Pedoman Rujukana)
Mengembangkan/memantapkan Pedoman Rujukan yang jelas di tingkat
pusat.b) Mengembangkan/memantapkan Pedoman Rujukan yang jelas dan
operasional di tingkat daerah, termasuk fungsi dan peran setiap
tingkat pelayanan, sedemikian rupa sehingga pemanfaatan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan.c) Mengembangkan pedoman rujukan balik dari
RS rujukan ke petugas/fasilitas perujukd) Mengembangkan pedoman
rujukan untuk pasien yang memanfaatkan program Jampersal/SJSN atau
program asuransi kesehatan pemerintah lainnya.2) Menjamin
Tersedianya Sistem Rujukan yang Mantap:a) Mengembangkan/memantapkan
sistem jejaring yang disepakati bersama, yang meliputi Jejaring
Rujukan Vertikal yaitu antara pelayanan dasar dan pelayanan di
jenjang yang lebih tinggi (pelayanan di RS), dan Jejaring Rujukan
Horisontal yaitu antar RS (pemerintah dan swasta); antara bidan di
desa atau bidan puskesmas dengan BPS, antara Puskesmas PONED dengan
RB, dst.b) Mengembangkan/memantapkan sistem jejaring regional yang
disepakati bersama, terutama untuk menangani daerah-daerah
terpencil dan perbatasan.c) Mengembangkan Sistem Komunikasi Rujukan
yang mempunyai dua tujuan, yaitu:(1) untuk pembimbingan pelayanan
(oleh SpOG kepada dokter umum atau bidan di lapangan, oleh bidan
senior kepada bidan di lapangan, dst);(2) untuk mendapatkan
konfirmasi ketersediaan pelayanan RS rujukan (keberadaan dokter,
ketersediaan tempat tidur, ketersediaan darah, obat, dll).d)
Memantapkan sistem penerimaan dan pananganan kasus gawat darurat di
dalam rumah sakit, termasuk alur penanganannya, koordinasi dengan
dokter spesialis kebidanan atau PPDS kebidanan, dan koordinasi
dengan dokter spesialis lainnya terkait kematian ibu dengan sebab
indirek.e) Mengembangkan/memantapkan sistem jejaring yang
disepakati bersama untuk daerah terpencil dan kepualauan
e. Program Menuju Penjaminan Dukungan Pemerintah Daerah terhadap
pelaksanaan Program Percepatan Penurunan Kematian IbuDukungan
Pemerintah Daerah tersebut dihasilkan melalui pendekatan District
Team Problem Solving (DTPS), yang meliputi:1) Regulasi dalam
Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatana) Menyampaikan usulan
kepada Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memenuhi kebutuhan tenaga
di berbagai tingkatan fasilitas kesehatan sehingga masyarakat
mempunyai akses setiap saat kepada pelayanan kebidanan dan bayi
baru lahir yang dibutuhkannya. Usulan tersebut meliputi:(1)
Melengkapi tenaga di Fasilitas PONED dan PONEK yang belum mempunyai
tenaga terlatih(2) Menempatkan sedikitnya 1 tim, dan apabila
memungkinkan di daerah-daerah tertentu 2 timTenaga PONED di
fasilitas PONED secara bertahap(3) Menempatkan sedikitnya 1 tim,
dan apabila memungkinkan di daerah-daerah tertentu 2 tim Tenaga
PONEK di fasilitas RS PONEK secara bertahap(4) Menjamin
ketersediaan tenaga spesialis di RS PONEK atau RS Pemerintah yang
belum berstatus PONEKb) Menyampaikan usulan kepada Pemerintah
Daerah agar menjamin penempatan tenaga yang sudah dilatih
PONED/PONEK untuk tidak dimutasi atau diganti dengan tenaga lain
setara yang sudah dipersiapkan sebelumnya.2) Regulasi dalam
pengadaan dan penjaminan ketersediaan alat dan obat yang diperlukan
di setiap fasilitas kesehatana) Meningkatkan dan memantapkan
koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Daerah agar alat dan obat
yang dibutuhkan terjamin setiap saat, termasuk proses pengajuan,
pengadaan, distribusi, dan penyimpananb) Meningkatkan dan
memantapkan koordinasi dengan PMI mengenai penyediaan darah, bila
diperlukan melalui Nota Kesepahaman tingkat daerahc) Meningkatkan
dan memantapkan koordinasi antar RS, pemerintah maupun swasta, baik
didalam wilayah maupun di luar wilayah (RS provinsi atau RS
terdekat), dalam penyediaan alat, obat dan darah, bila diperlukan
melalui Nota Kesepahaman tingkat daerah3) Regulasi dalam tata
kelola administrasi dan keuangan daerah a) Menyampaikan usulan
kepada Pemerintah Daerah agar meningkatkan alokasi APBD mendukung
kegiatan kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk mencapai
MDG 5, yaitu tersedianya pelayanan berkesinambungan yaitu Bidan
yang kompeten, fasilitas kesehatan mampu PONED dan RS mampu PONEKb)
Menyampaikan usulan kepada Pemerintah Daerah mengenai perlu adanya
upaya terobosan terkait jasa pelayanan kebidanan dan bayi baru
lahir, antara lain mempertimbangkan aspek kedaruratan dalam
pemberian pelayanan (wakt diluar jam kerja).c) Menyampaikan usulan
kepada Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan yang jelas untuk
daerah perbatasan dan terpencil, termasuk peraturan mengenai
rujukan kasus komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir sehingga
mempermudah akses mereka ke pelayanan kesehatan terdekat4) Regulasi
dalam peningkatan kualitas/keterampilan tenaga kesehatana)
Menyampaikan usulan kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan
kualitas dan keterampilan klinis tenaga kesehatan melalui
pelatihan, magang atau program pendidikan lainnyab) Mengatur
perijinan pembukaan sekolah-sekolah atau akademi di daerah agar
mengacu pada standar kompetensi profesi yang berlaku. PEMDA dapat
bekerja sama dengan organisasi profesi terkait5) Regulasi dalam
sistem informasi kesehatan ibu dan neonatala) Mengembangkan pedoman
sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi (secara vertikal dan
horizontal)b) Menetapkan indikator kunci untuk keperluan monitoring
dan evaluasic) Melakukan analisis dan pemanfaatan informasi sebagai
dasar penentuan kebijakan dan program6) Penjaminan dukungan dalam
regulasi lainnya yang diperlukana) Menyusun kebijakan makro dan
fundamental terkait dengan Puskesmas. Kebijakan ini meliputi:
konsep Puskesmas, ketenagaan spesifik dan tata kelola keuanganb)
Menyusun regulasi untuk penetapan daerah prioritas pelayanan
kesehatanc) Melakukan sosialisasi tentang pedoman rujukan nasional
(Permenkes No 1/2012)d) Menyusun peraturan tentang sistem rujukan
tingkat kabupaten/kotae) Melakukan advokasi untuk penundaan usia
perkawinan atas dasar pertimbangan kesehatan
f. Program Peningkatan Kemitraan dengan Lintas Sektor dan
SwastaBekerjasama dengan sektor lain, selain dengan PEMDA, yaitu:1)
Institusi pendidikan kedokteran untuk dapat bekerja di RS daerah
sehingga ketersediaan pelayanan adekuat 24 jam/7 hari dapat
terjamin antara lain melalui penempatan dokter PPDS kebidanan2)
Sektor swasta yang secara langsung memberikan pelayanan kebidanan
(RB, Klinik, RS), diharapkan dapat melakukan koordinasi dalam
pemberian pelayanan kebidanan untuk masyarakat, termasuk dalam
sistem rujukan, melalui suatu Nota Kesepahaman (MoU) Kerjasama3)
BKKBN, untuk meningkatkan akses semua wanita usia subur (WUS)
terhadap informasi mengenai kesehatan reproduksi dan akses terhadap
metoda KB4) Sektor Agama, untuk meningkatkan akses semua remaja
puteri di pesantren, madrasah (UKS) maupun kepada calon pengantin
yang melakukan registrasi di KUA, terhadap informasi mengenai
kesehatan reproduksi, termasuk kesiapan tubuh untuk usia kehamilan
pertama.5) Sektor Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk meningkatkan
akses semua remaja, khususnya remaja puteri, di sekolah (UKS)
terhadap informasi mengenai kesehatan reproduksi. Penerapan wajib
sekolah 12 tahun diharapkan dapat dimanfaatkan oleh sektor
kesehatan untuk menyampaikan informasi terkait kesehatan reproduksi
dan informasi kesehatan lainnya.6) Sektor swasta yang memberikan
peran secara tidak langsung (institusi pendidikan tenaga kesehatan,
pemanfaatan CSR perusahaan) diharapkan dapat bekerjasama dalam
meningkatkan cakupan dan pelayanan kebidanan, baik melalui
pemenuhan kualitas siswa didik kesehatan berdasarkan standar yang
ditetapkan secara nasional, maupun melalui pemanfaatan dana CSR.7)
Organisasi Profesi, agar dapat lebih berperan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan anggotanya, antara lain melalui pelatihan,
magang, pembinaan, pengaturan registrasi tenaga profesi yang boleh
praktik. Pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan setempat diharapkan
bekerjasama dengan organisasi profesi dengan peran masing-masing
yang disepakati.8) Organisasi Keagamaan dapat berperan setidaknya
dalam dua aspek:a) Untuk penyampaian informasi kesehatan, antara
lain Kespro, dan termasuk informasi asuransi kesehatan (Jampersal,
SJSN), melalui jaringan organisasi yang sudah ada, danb) Sebagai
bagian dari Jejaring Pelayanan Kesehatan Daerah9)
Mengembangkan/meningkatkan kemitraan lainnya, sesuai dengan situasi
dan kondisi di daerah
g. Program Peningkatan Pemahaman dan Pelaksanaan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di
Masyarakat1) Reorientasi dan mengaktifkan kembali konsep kesiapan
masyarakat dalam menghadapi persalinana) Orientasi ulang bagi semua
petugas kesehatan terkait mengenai konsep P4K sehingga semua
petugas kesehatan mempunyai pemahaman yang tepat dan sama mengenai
konsep P4K, termasuk maksud dan manfaat P4K, dan langkahlangkah
yang harus dilakukan.b) Melakukan orientasi kepada kader kesehatan
dan masyarakat tentang tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta
peran mereka dalam P4K.c) Mengaktifkan kembali kegiatan GSI di
semua tingkatan (pusat, provinsi, dan kabupaten)2) Orientasi
mengenai pentingnya upaya-upaya dalam periode kehamilan dan
persalinana) Melakukan Kelas Ibu Hamil dengan menggunakan Buku
KIAb) Mensosialisasikan tanda bahaya kehamilan dan persalinan
melalui media yang sesuai kepada setiap segmen masyarakat sesuai
dengan budaya dan norma yang dapat diterima.
4. Indikator Keberhasilana. Pencapaian program Percepatan
Penurunan Angka Kematian Ibu:1) Indikator Outcome:a) AKI(Angka
Kematian Ibu)Jumlah seluruh kematian ibu (sesuai dengan definisi
ICD 10) di suatu wilayah dibagi dengan jumlah seluruh kelahiran
hidup di wilayah yang sama dalam satu waktu tertentu. Dinyatakan
dalam satuan per 100.000 kelahiran hidup.b) Pn (Persalinan oleh
Tenaga Kesehatan):Jumlah seluruh persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan di suatu wilayah dibagi dengan jumlah seluruh persalinan
di wilayah yang sama dalam satu waktu tertentu. Dinyatakan dalam
persen.c) Angka Kelahiran Remaja: Jumlah kelahiran pada remaja
puteri dalam suatu wilayah dibagi dengan jumlah seluruh remaja
puteri di wilayah yang sama dalam satu waktu tertentu. Dinyatakan
dalam persen.d) K4 (Kunjungan ANC 4 kali selama kehamilan):Jumlah
kunjungan ANC sebayak 4 kali di suatu wilayah, yaitu sedikitnya 1
kali dalam Trimester 1, 1 kali dalam Trimester 2 dan 2 kali dalam
Trimester 3, dibagi dengan jumlah seluruh kehamilan di wilayah yang
sama dalam satu waktu tertentu. Dinyatakan dalam persen.e)
Persalinan di fasilitas kesehatan:Jumlah seluruh persalinan yang
ditolong di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di satu
wilayah dibagi dengan seluruh persalinan di wilayah yang sama dalam
waktu tertentu. Dinyatakan dalam persen. Perlu dibedakan antara
persalinan di fasilitas kesehatan non-RS dan persalinan di
RS.(Polindes dan Poskesdes tidak dimasukkan kedalam kategori
fasilitas kesehatan oleh karena jenis pelayanan yang dapat
dilakukan di kedua fasilitas ini tidak sama dengan pelayanan di
Puskesmas)f) Proporsi Komplikasi kebidanan yang mendapatkan
pelayanan di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan Gawat Darurat
Kebidanan dan Neonatal (RS berstatus PONEK ataupun RS belum/tidak
berstatus PONEK tetapi mampu berfungsi memberikan pelayanan gawat
darurat):Jumlah seluruh komplikasi kebidanan yang mendapatkan
pelayanan di RS Gawat Darurat di suatu wilayah, dibagi dengan total
perkiraan komplikasi (=jumlah kehamilan * 15%) di wilayah yang sama
dalam satu waktu tertentu. Dinyatakan dalam persen.2) Indikator
Ouput/Proses: sesuai dengan yang tercantum didalam matriks,
termasuk kebijakan dan peraturan daerahb. Alokasi dana APBD : tren
dan besarnya jumlah peruntukan yang sesuai dengan kebutuhan program
kesehatanc. Kerjasama lintas sektor dan dengan swasta: dokumen
kerjasama (MoU) dengan lintas sektor dan swasta 2.2.2 Kebijakan
Keluarga BerencanaRencana Aksi Nasional Pelayanan Keluarga
Berencana dilaksanakan dalam konteks desentralisasi yang menjamin
integrasi yang mantap dalam perencanaan pembangunan kesehatan serta
proses alokasi anggaran dengan fokus pada Pelayanan KB. Gambaran
berikut ini menjelaskan tantangan yang diidentifikasi, strategi
yang digunakan dan program utama yang dikembangkan.
Gambar 1. Kerangka Pikir Rencana Aksi Nasional Pelayanan KB
Tahun 2014-2015a. Tantangan Hasil analisis situasi menunjukkan
adanya beberapa tantangan dalam Pelayanan KB sebagai berikut:1)
Kurangnya komitmen para pemangku kepentingan, baik pemerintah
maupun non pemerintah dalam penyelenggaraan Pelayanan KB.2) Masih
rendahnya permintaan atas Pelayanan KB akibat terjadinya perubahan
nilai tentang jumlah anak ideal dalam keluarga.3) Belum optimalnya
ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas Pelayanan KB, termasuk
pelayanan KIE dan Konseling.4) Masih tingginya kejadian kehamilan
yang tidak diinginkan akibat tingginya unmet need dan
ketidakberlangsungan penggunaan kontrasepsi.5) Masih tingginya
kejadian kehamilan dan persalinan pada remaja perempuan usia 15-19
tahun.
b. Tujuan dan Strategi KebijakanTabel berikut ini meringkaskan
strategi yang disusun untuk menanggulangi masalah strategik yang
telah diidentifikasi tujuan yang ingin dicapai berkenaan dengan
setiap masalah strategi.Tabel 1. Tantangan, Tujuan dan Stategi
Kebijakan Keluarga BerencanaTantanganTujuanStrategi
1. Kurangnya komitmen para pemangku kepentingan, baik pemerintah
maupun non pemerintah, dalam penyelenggaraan Pelayanan KBa) Adanya
dukungan kebijakan dan regulasi yang lebih kuat dan efektif dalam
penyelenggaraan Pelayanan KBb) Adanya dukungan dan partisipasi yang
lebih kuat dan efektif dalam penyelenggaraanc) Pelayanan KB dari
non pemerintah (swasta, organisasi dan masyarakat)d) Meningkatnya
kapasitas manajerial penyelenggaraan Pelayanan KBStrategi 1:
Penguatan komitmen para pemangku kepentingan, baik pemerintah
maupun non pemerintah, dalam penyelenggaraan Pelayanan KB
2. Belum optimalnya ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas
Pelayanan KB, termasuk pelayanan KIE dan Konselinga) Terjaminnya
ketersediaan sumber daya (tenaga, fasilitas pelayanan, peralatan,
alat dan obat kontrasepsi) untuk penyelenggaraan Pelayanan KB,
termasuk pelayanan KIE dan Konselingb) Terjaminnya ketersediaan
Pelayanan, termasuk pelayanan KIE dan Konselingc) Terjaminnya
keterjangkauan Pelayanan KB oleh seluruh masyarakat, termasuk
pelayanan KIE dan Konselingd) Terjaminnya kualitas Pelayanan KB,
termasuk pelayanan KIE dan KonselingStrategi 2: Peningkatan
ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas Pelayanan KB, termasuk
pelayanan KIE dan Konseling
3. Masih rendahnya permintaan atas Pelayanan KB akibat
terjadinya perubahan nilai tentang jumlah anak ideal dalam
keluargaa) Berubahnya nilai masyarakat tentang jumlah anak ideal
dalam keluarga menjadi 2 anak cukup.b) Menguatnya pemahaman
masyarakat tentang pentingnya pencegahan 4 terlalu.c) Meningkatnya
pemahaman masyarakat tentang alat dan obat kontrasepsid)
Meningkatnya dukungan tokoh-tokoh agama/adat/ masyarakat lainnya
terhadap nilai 2 anak cukup, pentingnya pencegahan 4 terlalu, dan
penerimaan terhadap pemakaian kontrasepsi.e) Meningkatnya
partisipasi pria dalam ber-KBStrategi 3: Peningkatan permintaan
Pelayanan KB melalui perubahan nilai tentang jumlah anak ideal
dalam keluarga
4. Masih tingginya kejadian kehamilan yang tidak diinginkan
akibat tingginya kejadian unmet need dan ketidakberlang-sungan
penggunaan kontrasepsia) Meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi
jangka panjangb) Menurunnya kejadian unmet needc) Menurunnya
ketidakberlangsungan pemakaian kontrasepsid) Menurunnya kejadian
kegagalan KBe) Menurunnya kejadian komplikasi KBStrategi 4:
Penurunan unmet need melalui peningkatan akses, konseling, dan
penguatan KB pasca persalinan serta penurunan ketidakberlang-sungan
penggunaan kontrasepsi melalui peningkatan penggunaan MKJP dan
pembinaan KB
5. Masih tingginya kejadian kehamilan dan persalinan pada remaja
perempuan usia 15-19 tahuna) Meningkatnya akses remaja terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi b) Meningkatnya pengetahuan, sikap
dan perilaku remaja berkaitan dengan Kesehatan Reproduksic)
Meningkatnya rata-rata usia nikah pertamaStrategi 5:Penurunan
kejadian kehamilan pada remaja usia 15-19 tahun melalui pendewasaan
usia nikah dan peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja
c. Strategi dan Program1. Perhatian Terhadap Wilayah Penyangga
UtamaUntuk mendekati tercapainya target MDGs pada tahun 2015 upaya
khusus perlu difokuskan ke daerah-daerah yang akan memberikan daya
ungkit besar terhadap pencapaian target. Daerah yang dimaksud
adalah daerah yang memiliki populasi terbesar dan daerah yang
memiliki tingkat unmet need tertinggi. Memperhatikan kedua kriteria
tersebut, maka pembinaan dan peningkatan kesetaraan ber-KB melalui
intesifikasi penggarapan pembangunan KB di 9 provinsi fokus
sangatlah tepat. Kesepuluh provinsi tersebut adalah Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan. Perhatian lebih khusus dapat
diarahkan ke provinsi-provinsi di Pulau Jawa, mengingat sekitar 60%
populasi Indonesia berada di Pulau Jawa.
2. Strategi, Program Utama dan Sub-ProgramTabel berikut ini
menyajikan berbagai program untuk masing-masing strategi berikut
sub-programnya:Tabel 2. Strategi Program Utama dan Sub-Program
Keluarga BerencanaStrategiProgram UtamaSub-Program
Strategi 1: Penguatan komitmen para pemangku kepentingan, baik
pemerintah maupun non pemerintah, dalam penyelengga-raan Pelayanan
KB1.1. Memastikan adanya dukungan kebijakan dan regulasi yang
efektif dalam penyelenggara-an Pelayanan KBa) Mengembangkan
regulasi yang efektif untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan KB
dengan penguatan struktur dan kapasitas kelembagaan Program KKB b)
Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal KB-KS c) Pemantauan dan
evaluasi pemenuhan Standar Pelayanan KB-KSd) Menelaah peraturan
perundangan yang terkait dengan praktik kedokteran dan pelayanan KB
(bidan, CTU, dan topik lain)e) Pelayanan KB di fasilitas
kesehatan
1.2. Meningkatkan kapasitas manajerial penyelenggara Program KKB
dan Pelayanan KB pada berbagai tingkat administratifa) Melakukan
pelatihan manajemen Program KKB bagi penyelenggara Program KKB pada
berbagai tingkat administratif.b) Melakukan pelatihan manajemen
Pelayanan KB bagi penyelenggara Pelayanan KB pada berbagai tingkat
administratif.
1.3. Meningkatkan koordinasi antar berbagai unit kerja yang
berkaitan dalam penyelenggara Pelayanan KB pada berbagai tingkat
administratifa) Menerbitkan SK Menteri terkait kerjasama pelayanan
KB lintas sektor, maupun antar berbagai tingkat administratif.b)
Supervisi dan fasilitasi ke daerahc) Peningkatan koordinasi
Pelayanan KB
1.4. Melakukan upaya advokasi secara sistematis dan efektif
untuk memperoleh dukungan dan partisipasi berbagai kementerian dan
lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, dan lembaga donor terhadap Program KKB dan
penyelenggara-an Pelayanan KB pada berbagai tingkat
administratif.a) Mengembangkan strategi advokasi yang efektif untuk
memperoleh dukungan dan partisipasi berbagai kementerian dan
lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, dan lembaga donor terhadap Program KKB dan
penyelenggaraan Pelayanan KB pada berbagai tingkat administratif.b)
Menyiapkan bahan advokasi yang efektif untuk memperoleh dukungan
dan partisipasi berbagai kementerian dan lembaga pemerintah,
organisasi non-pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga
donor terhadap Program KKB dan penyelenggaraan Pelayanan KB pada
berbagai tingkat administratif.c) Melakukan advokasi yang efektif
untuk memperoleh dukungan dan partisipasi berbagai kementerian dan
lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, dan lembaga donor terhadap Program KKB dan
penyelenggaraan Pelayanan KB pada berbagai tingkat
administratif.
Strategi 2:Peningkatan ketersediaan,keterjangkauan, dan kualitas
Pelayanan KB, termasuk pelayanan KIE dan Konseling2.1 Memastikan
tersedianya berbagai sumber daya dalam jenis, jumlah dan mutu yang
cukup untuk menyelenggara-kan Pelayanan KB yang bermutu, termasuk
pelayanan KIE dan Konseling.a) Merencanakan, mengadakan, dan
mengalokasikan tenaga dengan untuk menyelenggarakan Pelayanan KB,
termasuk pelayanan KIE dan Konseling.b) Merencanakan dan
melaksanakan pelatihan tenaga pelaksana Pelayanan KB, termasuk
pelayanan KIE, guna memastikan dikuasainya kompetensi yang
dibutuhkan.c) Merencanakan dan mengadakan fasilitas pelayanan
kesehatan yang mampu memberikan Pelayanan KB yang bermutu, termasuk
pelayanan KIE dan Konseling.d) Merencanakan, mengadakandan
mendistribusikan bahan dan alat bantu dengan jenis, jumlah dan mutu
yang cukup untuk menyelenggarakan pelayanan KIE dan Konseling.e)
Merencanakan, mengadakan dan mendistribusikan bahan dan alat bantu
dengan jenis, jumlah dan mutu yang cukup untuk menyelenggarakan
pelayanan KIE dan Konselingf) Merencanakan, mengadakan dan
mendistribusikan alat dan obat kontrasepsi dengan jenis, jumlah dan
kualitas yang cukup untuk menyelenggarakan Pelayanan KBg)
Merencanakan dan melaksanakan upaya pengendalian mutu Pelayanan KB
pada berbagai tingkat administratif.
2.2 Memastikan seluruh penduduk mampu menjangkau dan mendapatkan
Pelayanan KB yang dibutuhkan, termasuk pelayanan KIE dan
Konselinga) Menyelenggarakan Pelayanan KB, termasuk pelayanan KIE
dan Konseling, di fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah
dijangkau oleh masyarakat.b) Menyelenggarakan outreach services
untuk menjangkau penduduk yang tidak mudah menjangkau fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Pelayanan KB, termasuk
pelayanan KIE dan Konseling.c) Menyelenggarakan Pelayanan KB,
termasuk pelayanan KIE dan Konseling, dengan harga yang terjangkau
oleh daya beli masyarakat.d) Menyelenggarakan jaminan pembiayaan
bagi masyarakat miskin untuk memperoleh Pelayanan KB, termasuk
pelayanan KIE dan Konseling
Strategi 3 :PeningkatanpermintaanPelayanan KB melaluiperubahan
nilaitentang jumlah anakideal dalam keluarga3.1 Menyelenggara-kan
pelayanan KIE dan Konseling secara sistematis, efektif dan bermutu
untuk menanamkan nilai 2 anak cukup, meningkatkan pemahaman tentang
pentingnya pencegahan 4 terlalu dan penerimaan terhadap pemakaian
kontrasepsi.a) Mengembangkan dan menyosialisasikan strategi dan
metode pelayanan KIE yang sistematik dan efektif untuk menanamkan
nilai 2 anak cukup, meningkatkan pemahaman tentang pentingnya
pencegahan 4 terlalu dan penerimaan terhadap pemakaian
kontrasepsi.b) Mengembangkan, mengadakan dan mendistribusikan alat
bantu pelayanan KIE yang efektif untuk menanamkan nilai 2 anak
cukup, meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pencegahan 4
terlalu dan penerimaan terhadap pemakaian kontrasepsi.c)
Mengembangkan pemahaman mengenai kesehatan kehamilan, bersalin,
nifas, KB serta komplikasi kehamilan dan pencegahannya melalui
pemberdayaan peran Bidan, kader dan masyarakat.
3.2 Melibatkan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh adat dan
tokoh-tokoh masyarakat lainnya dalam menanamkan nilai 2 anak cukup,
meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pencegahan 4 terlalu dan
penerimaan terhadap pemakaian kontrasepsi.a) Melakukan kegiatan KIE
kepada pemangku kepentingan terkait dan tokoh-tokoh masyarakat
secara sistematik dan efektif untuk menanamkan nilai 2 anak cukup,
meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pencegahan 4 terlalu dan
penerimaan terhadap pemakaian kontrasepsi.b) Bersama-sama dengan
pemangku kepentingan terkait dan tokoh-tokoh masyarakat
melaksanakan pelayanan KIE secara sistematik dan efektif untuk
menanamkan nilai 2 anak cukup, meningkatkan pemahaman tentang
pentingnya pencegahan 4 terlalu dan penerimaan terhadap pemakaian
kontrasepsi.c) Penyiapan lapangan untuk penggerakan calon akseptor
dan PA d) Pembinaan peserta KB baru dan PA (ulangan)e) Pemantauan
dan pelaporan
3.3 Meningkatkan partisipasi pria dalam Program KB.a)
Mengembangkan metode pelayanan KIE bagi pria yang efektif untuk
meningkatkan partisipasi pria dalam Program KB.b) Mengembangkan,
mengadakan dan mendistribusikan alat bantu pelayanan KIE bagi pria
yang efektif untuk meningkatkan partisipasi pria dalam Program
KB.c) Bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait dan
tokoh-tokoh masyarakat melaksanakan pelayanan KIE bagi pria guna
meningkatkan partisipasi pria dalam Program KB.
Strategi 4 : Penurunan unmet need melalui peningkatan akses,
konseling, dan penguatan KB pascapersa-linan serta penurunan
Ketidakber-langsungan penggunaan kontrasepsi melalui peningkatan
penggunaan MKJP dan pembinaan KB4.1 Mencegah terjadinya unmet need
dan meningkatkan penggunaan MKJP melalui peningkatan pengetahuan
tentang pemilihan metode kontrasepsi rasionala) Mengembangkan
metode pelayanan konseling untuk meningkatkan pengetahuan calon
akseptor/akseptor tentang pemilihan metode kontrasepsi rasional.b)
Mengembangkan, mengadakan dan mendistribusikan alat bantu pelayanan
konseling untuk meningkatkan pengetahuan calon akseptor/akseptor
tentang pemilihan metode kontrasepsi rasional.c) Reorientasi
pentingnya MKJP dan KB Pasca persalinand) Meningkatkan kemampuan
konseling tentang manfaat alkon khususnya IUD dan implant.e)
Melaksanakan konseling guna meningkatkan pengetahuan calon
akseptor/akseptor tentang pemilihan metode kontrasepsi
rasional.
4.2 Menurunkan kejadian efek samping melalui pelaksanaan
Pelayanan KB yang bermutu dan memastikan ditanggulanginya kejadian
efek samping secara cepat dan tepat.a) Meningkatkan keterampilan
tenaga kesehatan dalam memberikan Pelayanan KBb) Meningkatkan
kemampuan pelatih dalam memberikan pelatihan Pelayanan KBtentang
pentingnya pencegahan 4 terlalu dan penerimaan terhadap pemakaian
kontrasepsi.c) Meningkatkan kapasitas tenaga pendidik dalam
memberikan pendidikan pelayanan KBd) Menjamin mutu Pelayanan KB
melalui kegiatan supervisi fasilitatif.e) Memantapkan asuhan
kebidanan KB MKJP (IUD dan susuk KB) di RS dan Puskesmas
4.3 Memastikan kepatuhan akseptor terhadap standar pemakaian
kontrasepsi melalui pelayanan konseling yang bermutua)
Mengembangkan metode pelayanan konseling untuk meningkatkan
kepatuhan calon akseptor/akseptor terhadap standar pemakaian
kontrasepsi.b) Mengembangkan, mengadakan dan mendistribusian alat
bantu pelayanan konseling untuk meningkatkan kepatuhan calon
akseptor/akseptor terhadap standar pemakaian kontrasepsic)
Melaksanakan konseling guna meningkatkan kepatuhan calon
akseptor/akseptor terhadap standar pemakaian kontrasepsi.
Strategi 5: Penurunan kejadian kehamilan pada remaja usia 15-19
tahun melalui pendewasaan usia nikah dan peningkatan pengetahuan
tentang Kesehatan Reproduksi Remaja5.1 Meningkatkan jangkauan dan
kualitas Pelayanan KIE dan Konseling bagi remaja untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku berkaitan dengan Kesehatan
Reproduksi dan perencanaan berkeluarga.a) Mengembangkan, mengadakan
dan mendistribusikan alat bantu pelayanan KIE dan Konseling untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja berkaitan
dengan Kesehatan Reproduksi dan perencanaan berkeluarga.b)
Bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait dan tokoh-tokoh
masyarakat menyelenggarakan pelayanan KIE dan Konseling untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja berkaitan
dengan Kesehatan Reproduksi dan perencanaan berkeluarga.c)
Meningkatkan peran remaja dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku dalam kesehatan reproduksi dan perencanaan
berkeluarga.
d. Indikator Keberhasilan Pelayanan Keluarga BerencanaPencapaian
upaya Akselerasi Pencapaian Target Pelayanan Keluarga Berencana
diukur dengan enam indikator, yaitu tiga indikator luaran Pelayanan
KB dan tiga 3 indikator mutu Pelayanan KB. Indikator luaran
Pelayanan KB adalah CPR cara modern, tingkat unmet need dan ASFR
usia 15-19 tahun, sementara indikator mutu Pelayanan KB adalah
angka komplikasi kontrasepsi, tingkat ketidakberlangsungan
penggunaan kontrasepsi dan angka kegagalan kontrasepsi.1) Cakupan
Peserta KB aktif atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR)CPR adalah
angka yang menunjukkan berapa banyaknya Pasangan Usia Subur
(selanjutnya disingkat PUS) yang sedang memakai kontrasepsi pada
saat pencacahan dibandingkan dengan seluruh PUS. Informasi tentang
besarnya CPR sangat bermanfaat untuk menetapkan kebijakan
pengendalian kependudukan serta penyediaan Pelayanan KB baik dalam
bentuk mempersiapkan pelayanan kontrasepsi seperti sterilisasi,
pemasangan AKDR, persiapan alat dan obat kontrasepsi, serta
pelayanan konseling untuk menampung kebutuhan dan menanggapi
keluhan pemakaian kontrasepsi. Persentase PUS yang sedang memakai
suatu cara KB dihitung dengan cara membagi jumlah PUS yang sedang
memakai suatu cara KB dengan jumlah PUS, kemudian dikalikan dengan
100%. CPR metode modern adalah jumlah PUS yang sedang menggunakan
cara KB modern dibagi jumlah PUS dikalikan 100%2) Unmet NeedUnmet
need atau kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi adalah persentase
perempuan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi atau
ingin menunda kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/obat
kontrasepsi.3) Jumlah kabupaten/kota yang memiliki minimal 4
Puskesmas mampu laksana PKPR.Target dihitung dengan presentase
kabupaten/kota yang mempunyai minimal 4 Puskesmas mampu PKPR
dibandingkan dengan jumlah seluruh kabupaten/kota. Puskesmas mampu
PKPR adalah Puskesmas yang memberikan pelayanan konseling kepada
semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak dengan petugas
kesehatan, membina minimal 1 sekolah (sekolah umum, sekolah
berbasis agama) dan melatih Kader Kesehatan Remaja/ Konselor Sebaya
sebanyak 10% dari jumlah murid di sekolah binaan.4) Persentase
komplikasiKomplikasi adalah kejadian peserta KB baru atau lama yang
mengalami gangguan kesehatan mengarah pada keadaan patologis
sebagai akibat dari proses tindakan/pemberian/ pemasangan alat dan
obat kontrasepsi yang digunakan seperti perdarahan, infeksi/abses,
fluor albus bersifat patologis, perforasi, translokasi, hematoma,
tekanan darah meningkat, perubahan kadar hemoglobin, ekspulsi.
Komplikasi yang terjadi dalam periode satu tahun kalender dihitung
satu kali, dihitung per metode AKDR, susuk KB, suntik KB, pil KB,
MOW dan MOW. Persentase Komplikasi (per metode kontrasepsi) adalah
jumlah peserta KB aktif yang mengalami komplikasi dibagi jumlah
peserta KB aktif dikali 100%.5) Persentase Ketidakberlangsungan
(drop out)Ketidakberlangsungan adalah peserta KB aktif yang tidak
melanjutkan penggunaan kontrasepsi. Persentase Ketidakberlangsungan
adalah jumlah peserta yang tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi
dibagi jumlah peserta aktif dikali 100%.6) Persentase Kegagalan
KontrasepsiKegagalan kontrasepsi adalah kasus terjadinya kehamilan
pada akseptor KB aktif yang pada saat tersebut menggunakan metode
kontrasepsi. Persentase Kegagalan Kontrasepsi adalah jumlah peserta
KB yang mengalami kegagalan dibagi jumlah peserta KB aktif dikali
100%.
2.2.3 Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan IMS termasuk
HIV/AIDS1. Penanggulan dilaksanakan dengan memutuskan mata rantai
penularan yang terjadi melalui hubungan seks yang tidak
terlindungi, penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna
Napza suntik, penularan dari ibu yang hamil dengan HIV (+) ke
anak/bayi2. Kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan organisasi
profesi, masyarakat bisnis, LSM, organisasi berbasis masyarakat,
pemuka agama, keluarga dan para Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)3.
Setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang benar
tentang HIV/AIDS4. Setiap ODHA dilindungi kerahasiaannya5.
Kesetaraan gender dalam pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS6.
Adanya hak memperoleh pelayananan pengobatan perawatan dan dukungan
tanpa diskriminasi bagi ODHA7. Pemerintah berkewajiban memberi
kemudahan untuk pelayanan pengobatan, perawatan dan dukungan
terhadap ODHA dan mengintegrasikan ke dalam sistem kesehatan yang
telah tersedia.8. Prosedur untuk diagnosis HIV harus dilakukan
dengan sukarela dan didahului dengan memberikan informasi yang
benar, pre dan post test konseling.9. Setiap darah yang
ditransfusikan, serta produk darah dan jaringan transplan harus
bebas dari HIV
A. Strategi Pencegahan dan penanggulangan IMS termasuk
HIV/AIDS1. Pelaksanaan mengikuti azas-azas desentrasasi sedangkan
pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan nasional2. Koordinasi
dan penggerakan di bentuk KPA di pusat dan di
daerah/kabupaten/kota, pelaksanaan Program melalui jejaring
(networking) yang sudah dibentuk di masing-masing sektor terkait3.
Surveilans dilakukan melalui laporan kasus AIDS, surveilans
sentinel HIV, SSP dan surveilans IMS4. Setiap prosedur kodekteran
tetap memperhatikan universal precaution atau kewaspadaan
universal.5. Melengkapi PP-UU menjamin perlindungan ODHA6.
Pembiayaan pencegahan dan penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS
terutama akan akan menggunakan sumber-sumber dalam negri.
Pemerintah, mengupayakan Bantuan Luar Negeri.7. Melakukan
monitoring dan evaluasi program dilakukan berkala, terintegrasi
dengan menggunakan indikator-indikator pencapaian dalam periode
tahunan maupun lima tahunan.
B. Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu ke
Anak (PPIA)1. Tujuan PPIAa. Tujuan umum: Mengendalikan penularan
HIV melalui upaya pencegahan penularan dari Ibu ke Anak,
meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang terinfeksi HIV, serta
menurunkan tingkat kesakitan dan kematian akibat HIV. b. Tujuan
khusus: Sesuai dengan target MDGs a) Mencegah Penularan HIV dari
Ibu ke Anak dan Menurunnya jumlah kasus baru HIV pada anak serendah
mungkin b) Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap Ibu dan Anak dan
Menurunnya angka kematian ibu dan anak serendah mungkin c)
Meningkatnya kualitas hidup ibu hamil dan anak dengan HIV
2. Tantangan dan HambatanDalam melaksanakan program PPIA
terdapat berbagai tantangan dan hambatan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan program. Beberapa hambatan (kelemahan) diantaranya
yaitu: a. Program PPIA belum mendapat perhatian cukup dari para
pemangku kepentingan, b. Belum tersosialisasinya kebijakan nasional
PPIA dan pedoman pelaksanaannya c. PPIA belum dilaksanakan secara
komprehensif (prong 1, 2, 3 dan 4); dan belum terintegrasi
sepenuhnya kedalam kegiatan rutin KIA d. Masih terbatasnya
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyediakan pelayanan PPIA
termasuk ketersediaan bahan pendukung e. Pengetahuan, keterampilan
dan motivasi tenaga kesehatan masih belum memadai f. Stigma dan
diskriminasi g. Sistem pencatatan-pelaporan, monitoring-evaluasi
dan supervisi belum dilaksanakan maksimal dan capaian hasilnya
belum optimal
3. KegiatanKebijakan pelayanan PPIA Tahun 2013-2017 adalah
sebagai berikut: a. Pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke
Anak (PPIA) diintegrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Keluarga Berancana (KB) dan Konseling Remaja di setiap
jenjang pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara bertahap dan
melibatkan peran swasta, LSM dan komunitas b. PPIA dalam pelayanan
KIA merupakan bagian dari Program Nasional Pengendalian HIV-AIDS
dan IMS c. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan
remaja harus mendapatkan informasi mengenai PPIA d. Didaerah
epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua
ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin
lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan e. Di
daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan
diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB. Pemeriksaan
dilakukan secara inklusif dengan pemeriksaan laboratorium rutin
lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. f.
Daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu / berwenang
memberikan pelayanan PPIA, dapat dilakukan dengan cara: 1) Merujuk
ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai 2) Pelimpahan
wewenang (task shifting) kepada tenaga kesehatan lain yang
terlatih. Penetapan daerah yang memerlukan task shifting petugas,
diputuskan oleh kepala dinas kesehatan setempat g. Setiap ibu hamil
yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan mendapatkan pelayanan
perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut (PDP) h. Kepala
Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan tes
HIV) berkoordinasi dengan Ditjen PP&PL kKemenkes i. Pelaksanaan
Persalinan, baik pervaginam atau per abdominan harus memperhatikan
indikasi obstetrik ibu dan bayinya serta harus menerapkan
kewaspadaan standar. j. Sesuai dengan kebijakan program bahwa
makanan terbaik untuk bayi adalah pemberian ASI secara eksklusif
0-6 bulan. Untuk itu maka Ibu dengan HIV perlu mendapat konseling
laktasi dengan baik sejak perawatan antenatal pertama sesuai dengan
pedoman. Namun apabila ibu memilih lain (susu formula), maka ibu,
pasangannya dan keluarga perlu mendapat konseling makanan bayi yang
memenuhi persyaratan teknis.
4. Strategia. PPIA dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan
ekspansi bertahap. b. Semua fasilitas pelayanan kesehatan harus
dapat memberikan pelayanan PPIA c. Perlu adanya jejaring pelayanan
PPIA sebagai bagian dari Layanan Komprehensif Berkesinambungan
(LKB) d. Melibatkan peran swasta , Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
maupun komunitas secara keseluruhan e. Daerah menetapkan wilayah
yang memerlukan task shifting f. Ketersediaan logistik (obat dan
pemeriksaan task shifting)
5. Target dan SasaranSemua Puskesmas memberikan Pelayanan PPIA
komprehensif sesuai dengan ketersediaan sarana dan prasarana di
Puskesmas masing masing. Pengembangan ke seluruh Puskesmas akan
dilaksanakan secara bertahap. Prong 1 dan 2 dikembangkan ke seluruh
Puskesmas, sedangkan prong-3 dan 4 dikembangkan di puskesmas dengan
sarana dan prasarana khusus, dilengkapi dengan jejaring ke semua
puskesmas dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pengembangan dilakukan bertahap dengan prioritas pada daerah
epidemi HIV meluas, sedangkan untuk daerah epidemi HIV
terkonsentrasi, minimal 5 Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota mampu
melaksanakan pelayanan rujukan PPIA.Pengembangan PPIA akan
dilaksanakan dengan mempertimbangkan rencana pengembangan LKB. Pada
fase awal pengembangan PPIA dan LKB, akan dilakukan sesuai dengan
rencana pengembangan yang sudah ada. Pada akhirnya nanti, seluruh
PPIA akan menjadi bagian integral dari LKB.Pada pengembangan
Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) yang diprioritaskan
pada kabupaten/kota risiko tinggi, pelaksanaan PPIA akan
diintegrasikan sebagai bagian dari LKB dengan melakukan jejaring
dan integrasi layanan antar unit, termasuk KIA dalam pengembangan
PPIA.
Gambar 5. Layanan Komprehensif Berkesinambungan di Fasilitas
Kesehatan
Kerangka Konsep Implementasi Rencana Aksi Nasional PPIA Tahun
2013-2017
6. Kegiatan Rencana Aksi Nasional PPIAKegiatan yang disusun
dalam RAN PPIA tahun 2013-2017 ini mengarah pada tercapainya tujuan
PPIA yaitu mengendalikan penularan HIV melalui upaya pencegahan
penularan dari Ibu ke Anak, meningkatkan kualitas hidup ibu dan
anak yang terinfeksi HIV, serta menurunkan tingkat kesakitan dan
kematian akibat HIV.Seluruh kegiatan akan dilaksanakan dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun terdiri dari 7 (tujuh) kegiatan utama yaitu:
a. Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang
HIV baik secara individu maupun secara kelompok b. Konseling dan
penyediaan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif c. Perencanaan
dan persiapan kehamilan yang tepat (jika ibu ingin hamil) d.
Layanan Konseling ANC/PPIA dan TIPK e. Pengobatan untuk pencegahan
penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya
f. Dukungan psikososial bagi ibu HIV dan Keluarga paska melahirkan
g. Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif
Seluruh kegiatan utama ini merupakan rangkaian dari upaya
komprehensif PPIA, yang diperkuat dengan kegiatan pendukung sebagai
berikut: a. Memperkuat Tim Provinsi dalam keberlangsungan
pelaksanaan integrasi PPIA dalam KIA b. Meningkatkan koordinasi
LP/LS termasuk LSM dalam pelaksanaan pelayanan PPIA c. Memperkuat
pelayanan PPIA melalui peningkatan kapasitas petugas kesehatan di
semua Puskesmas pada daerah epidemi meluas, minimal 5 Puskesmas
pada daerah epidemi terkonsentrasi dan minimal 4 puskesmas pada
daerah epidemi rendah d. Monitoring dan Evaluasi terpadu secara
berkala
7. Indikator KeberhasilanTabel Indikator Keberhasilan Rencana
Aksi Nasional PPIAProng 1Dikembangkan ke seluruh Puskesmas1Jumlah
Puskesmas yang melaksanakan program PKPR
2Jumlah Kab/Kota yangmelaksanakan program PKPR
3Jumlah SMP/sederajat yg mendapatkan penyuluhan HIV-AIDS
4Jumlah SMA/sederajat yg mendapatkan penyuluhan HIV-AIDS
5Jumlah Perguruan Tinggi yg mendapatkan penyuluhan HIV- AIDS
6Jumlah Tempat Kerja yg mendapatkan penyuluhan HIV dan AIDS
7Jumlah Kelompok/Organisasi Pemuda yg mendapatkan penyuluhan HIV
dan AIDS
8Persentase Puskesmas yg melaksanakan penyuluhan kelompok
tentang HIV AIDS untuk Ibu Hamil
9Jumlah Konselor sebaya (di sekolah dan luar sekolah)
terlatih
10Jumlah Kab/kota yg melaksanakan pelatihan pelatih PKPR
11Jumlah petugas kesehatan dilatih ToT PKPR
12Jumlah petugas RS Rujukan ODHA dilatih komunikasi dan
konseling
13Jumlah Puskesmas / fasyankes di perusahaan yang menyediakan
KIE tentang HIV AIDS
14Jumlah fasyankes yang meyediakan KIE Remaja
15Jumlah fasyankes yang meyediakan KIE Ibu Hamil
Prong 2Dikembangkan ke seluruh Puskesmas1Jumlah fasyankes yang
meyediakan KIE KB
2Jumlah fasyankes yang meyediakan KIE Usia Produktif
Prong 3 Dikembangkan di puskesmas dengan sarana dan prasarana
khusus, dilengkapi dengan jejaring ke semua puskesmas dalam wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan1Persentase Ibu Hamil mendapatkan
konseling
2Persentase Ibu hamil ditawari tes HIV:
3Persentase Ibu hamil di tes syphilis
4Persentase Ibu hamil di tes HIV
5Persentase ibu hamil HIV yang mendapat ARV
6Persentase ibu Hamil yang mendapatkan konseling pasca
testing
7Persentase ibu hamil HIV yang dirujuk ke layanan ARV
8Persentase bayi lahir hidup dari ibu HIV, yang dites HIV
9Persentasi bayi lahir dari ibu HIV yang mendapatkan ARV
profilaksis
10Persentasi bayi lahir dari ibu HIV yang mendapatkan
Cotrimoxazol profilaksis
11Persentase ibu hamil HIV yang melahirkan di fasyankes
Prong 4 Dikembangkan di puskesmas dengan sarana dan prasarana
khusus, dilengkapi dengan jejaring ke semua puskesmas dalam wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan1Persentase ibu hamil dengan HIV
yang mendapat konseling pemberian makanan pada bayi termasuk
ASI
Indikator kegiatan Pendukung1Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan
LKB
2Jumlah Puskesmas yang dilatih PPIA
3Jumlah RS yang dilatih PPIA
4Jumlah RS yang diakreditasi
5Jumlah RS yang terakreditasi
2.2.4 Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja1. Pemerintah,
masyarakat termasuk remaja wajib menciptakan lingkungan yang
kondusif agar remaja dapat berprilaku hidup sehat untuk menjamin
kesehatan reproduksinya2. Setiap remaja mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang
berkualitas termasuk pelayanan informasi dengan memperhatikan
keadilan dan kesetaraan gender3. Upaya kesehatan reproduksi remaja
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk mendukung
peningkatan derajat kesehatan remaja dengan disertai upaya
pendidikan kesehatan reproduksi yang seimbang4. Upaya pendidikan
kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan melalui jalur pendidikan
formal maupun nonformal, dengan memberdayakan para tenaga pendidik
dan pengelola pendidikan pada sistem pendidikan yang ada5. Upaya
kesehatan remaja harus dilaksanakan secara terkoordinasi dan
berkesinambungan melalui prinsip kemitraan dengan pihak-pihak
terkait serta harus mampu membangkitkan dan mendorong keterlibatan
dan kemandirian remaja.
Strategi Kesehatan Reproduksi Remaja1. Pembinaan kesehatan
reproduksi remaja disesuaikan dengan kebutuhan proses tumbuh
kembang remaja dengan menekankan pada upaya promotif dan preventif
yaitu penundaan usia perkawinan muda dan pencegahan seks pranikah2.
Pelaksanaan pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan terpadu
lintas program dan lintas sektor dengan melibatkan sektor swasta
serta LSM, yang disesuaikan dengan peran dan kompetensi
masing-masing sektor sebagaimana yang telah dirumuskan di dalam
Pokja Nasional Komisi Kesehatan Reproduksi3. Pembinaan kesehatan
reproduksi remaja dilakukan melalui pola intervensi di sekolah
mencakup sekolah formal dan non formal dan di luar sekolah dengan
memakai pendekatan pendidik sebaya atau peer conselor4. Pemberian
pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui penerapan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) atau pendekatan Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Integratif di tingkat pelayanan dasar yang bercirikan
peduli remaja dengan melibatkan remaja dalam kegiatan secara
penuh.5. Pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui
integrasi materi KRR ke dalam mata pelajaran yang relevan dan
mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler seperti : bimbingan dan
konseling, Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan Usaha
Kesehatan Sekolah.6. Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi
remaja bagi remaja di luar sekolah dapat diterapkan melalui
berbagai kelompok remaja yang ada di masyarakat seperti karang
taruna, Saka Bhakti Husada (SBH), kelompok anak jalanan di rumah
singgah, kelompok remaja mesjid/gereja, kelompok Bina Keluarga
Remaja
2.2.5 Kebijakan Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut1. Meningkatkan
dan memperkuat peran keluarga dan masyarakat dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan reproduksi usia lanjut dan menjalin kemitraan
dengan LSM, dunia usaha secara berkesinambungan.2. Meningkatkan
koordinasi dan integrasi dengan LP/LS di pusat maupun daerah yang
mendukung upaya kesehatan reproduksi usia lanjut3. Membangun serta
mengembangkan sistem jaminan dan bantuan sosial agar usia lanjut
dapat mengakses pelayanan kesehatan reproduksi4. Meningkatkan dan
memantapkan peran kelembagaan dalam kesehatan reproduksi yang
mendukung peningkatan kualitas hidup usia lanjut
Strategi Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut1. Melakukan advokasi,
sosialisasi untuk membangun kemitraan dalam upaya kesehatan
reproduksi usia lanjut baik di pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.2. Memantapkan kemitraan dan jejaring kerja dengan
LP/LS, LSM dan dunia usaha untuk dapat meningkatkan upaya kesehatan
reproduksi usia lanjut yang optimal3. Mendorong dan
menumbuhkankembangkan partisipasi dan peran serta keluarga dan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut dalam
bentuk pendataan, mobilisasi sasaran dan pemanfaatan pelayanan.4.
Peningkatan profesionalisme dan kinerja tenaga serta penerapan
kendali mutu pelayanan melalui pendidikan/pelatihan, pengembangan
standar pelayanan dll.5. Membangun sistem pelayanan kesehatan
reproduksi usia lanjut melalui pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan serta melakukan pelayanan pro aktif dengan mendekatkan
pelayanan kepada sasaran.6. Melakukan survei/penelitian untuk
mengetahui permasalahan kesehatan reproduksi usia lanjut.
2.2.6 Kebijakan Pemberdayaan Perempuan1. Peningkatan kualitas
hidup perempuan2. Pengarusutamaan gender3. Penguatan pranata dan
kelembagaan pemberdayaan perempuan
Strategi pemberdayaan perempuan :1. Peningkatan pendidikan
perempuan dan penghapusan buta huruf perempuan2. Peningkatan peran
serta suami dan masyarakat dalam kesehatan reproduksi3. Peningkatan
akses perempuan terhadap perekonomian dan peringanan beban ekonomi
keluarga4. Perlindungan perempuan dan peningkatan hak azasi
perempuan5. Peningkatan penanganan masalah sosial dan lingkungan
perempuan6. Penyadaran dalam masyarakat7. Pengembangan sistem
informasi gender8. Penyebarluasan pengarusutamaan gender di semua
tingkat pemerintah9. Pembaharuan dan pengembangan hukum dan
peraturan perundang-undangan yang sensitif gender dan memberikan
perlindungan terhadap perempuan.10. Penghapusan kekerasan terhadap
perempuan dengan Zero Tolerance Policy11. Advokasi, sosialisasi,
fasilitasi dan mediasi PUG dan KHP12. Pengembangan sistem
penghargaan.
2.3 Telaah Jurnal2.3.1 Jurnal 1Bruce, et al tahun 2011 melakukan
penelitian dengan judul MotherFirst: Developing a Maternal Mental
Health Strategy in Saskatchewan (Kebijakan Motherfirst:strategi
pengembangan kesehatan mental ibu di Schotlandia). Bruce et al
meneliti kebijakan MotherFirst yang dilakukan sebagai strategi
pengembangan kesehatan mental ibu. Kebijakan ini mengembangkan
strategi kebijakan yang komperhensif pada pemerintahan
Saskatchewan. Kebijakan ini dikembangkan berdasarkan bukti-bukti
yang ditemukan dan pengalaman praktis dari petugas kesehatan
melalui konsultasi. Kebijakan ini berfokus pada masalah kesehatan
mental ibu dengan mengikut sertakan petugas kesehatan dan
pengalaman ibu.Strategi kebijakan MotherFirst ini dilakukan dengan
membagi dalam kelompok kecil dimana tiap kelompok memprioritaskan
pada peningkatan pendidikan, srinning dan pengobatan. Kemudian
kelompok lain dibentuk untuk menggabungkan setiap masalah yang ada
untuk mengembangakan strategi MotherFirst. Untuk memformulasi
kebijakan dilakukan pertemuan Setiap dua minggu sekali selama lima
bulan oleh para anggota penelitian secara rutin untuk mendiskusikan
pengembangan kebijakan yang diterima.Pendidikan, screening dan
pengobatan ditentukan daerah prioritas pengembangan kebijakan,
mencerminkan oleh unsur-unsur dari model promosi kesehatan:
pencegahan, identifikasi dan pengobatan (WHO 2001). Model ini
memungkinkan kelompok kerja MotherFirst untuk mengidentifikasi
peluang untuk mencegah dan mengobati penyakit di tingkat primer,
sekunder dan tersier, dan memberikan titik awal fungsional untuk
kebijakan MotherFirst. Pencegahan primer menggabungkan peningkatan
pendidikan masyarakat umum; pencegahan sekunder meliputi skrining
dan identifikasi; dan pencegahan tersier termasuk intervensi awal
untuk memulihkan kesehatan.Program kebijakan dalam penelitian ini
sejalan dengan strategi Rencana Aksi Nasional yang di laksanakan di
Indonesia, yaitu pada pelayanan primer, upaya untuk mempercepat
penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir dilakukan
dengan meningkatkan kualitas pelayanan dengan memberikan trainning
pada tenaga kesehatan atau profesi dan pengembangan informasi di
tenaga kesehatan.
2.3.2 Jurnal 2Berdasarkan jurnal penelitian A strategy for
reducing maternal and newborn deaths by 2015 and beyond yang
dilakukan oleh Darmstadt et al. yang membahas tentang strategi
Maternal Newborn and Child Health (MNCH). Strategi ini
memperhitungkan tren yang menyebabkan kematian secara spesifik,
membentuk implementasi dari mempelajari apa yang telah berhasil
dicapai sampai saat ini, dan akan membantu untuk menjangkau mereka
yang belum mengakses layanan.Melalui strategi MNCH ini diharapkan
dapat menurunkan angka kematian ibu, dengan menghubungkan
masyarakat dengan sistem kesehatan, misalnya dengan memobilisasi
dan memberdayakan keluarga untuk mencari pelayanan kesehatan dengan
perencanaan kelahiran atau melalui komunikasi dan rujukan sistem,
intervensi yang menyelamatkan jiwa dapat dirasakan oleh mereka yang
membutuhkannya, khususnya masyarakat miskin.Strategi MNCH ini
berfokus pada perubahan perilaku baik di rumah dan di fasilitas
kesehatan primer di mana layanan persalinan yang tersedia, dengan
keluarga dan penyedia layanan kesehatan, dan memperkuat
interkoneksi antara kesehatan ibu dan bayi baru lahir, dan antara
pekerja garis depan dan keluarga, memastikan bahwa mereka terhubung
dengan baik dengan akses layanan kesehatan yang berkualitas baik.
ii
Tabel 2. Contoh Intervensi yang dapat Disampaikan Melalui
Interaksi antara Keluarga dan Pekerja Garis Depan untuk Mengurangi
Kematian Neonatal dan Maternal
BAB IIIPENUTUP
Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam Tujuan Pembangunan
Millenium (MDGs), tepatnya pada tujuan 4 dan tujuan 5 yaitu
menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu.
Program Kesehatan Ibu dan Anak menjadi sangat penting karena ibu
dan anak merupakan unsur penting pembangunan. Dari seorang ibu akan
dilahirkan calon-calon penerus bangsa yaitu anak. Untuk mendapatkan
calon penerus bangsa yang akan dapat memberi manfaat bagi bangsa
maka harus diupayakan kondisi ibu dan anak yang sehat. Program
kesehatan yang terkait status kesehatan ibu dan anak dapat
diperoleh melalui pelayanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas,
bidan desa, penyuluhan-penyuluhan kesehatan, dan
sebagainya.Kebijakan Kesehatan (Health Policy) adalah konsep dan
garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi
pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam rangka mencapai derajat
kesehatan yang optimal pada seluruh rakyatnya. Pentingnya kebijakan
kesehatan ini dikarenakan sektor kesehatan merupakan bagian penting
perekonomian di berbagai negara, kesehatan mempunyai posisi yang
lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya,
kesehatan dapat dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada
kaitannya dengan pelayanan kesehatan (misal: kemiskinan, polusi)
dan memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan.Kebijakan
umum di bidang kesehatan reproduksi adalah : menempatkan upaya
reproduksi menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional,
melaksanakan percepatan upaya kesehatan reproduksi dan pemenuhan
hak reproduksi ke seluruh indonesia, melaksanakan upaya kesehatan
reproduksi secara holistik dan terpadu melalui pendekatan siklus
hidup, menggunakan pendekatan keadilan dan kesetaraan gender di
semua upaya kesehatan reproduksi, dan menyediakan pelayanan
kesehatan reproduksi berkualitas bagi keluarga miskin.Kebijakan di
bidang reproduksi meliputi Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga
Berencana, Pencegahan dan Penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS,
Kesehatan Reproduksi Remaja, Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut, dan
Pemberdayaan Perempuan
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. (2010). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta:
EGC.Damstadt, G. (2013). A Strategy for Reducing Maternal and
Newborn deadths by 2015 and Beyond. BMC Pregnancy and Childbirth,
13:216.Dwicaksono, Andrenantara, & Setiawan, D. (2013).
Monitoring Kebijakan dan Anggaran Komitmen Pemerintah dalam
Kesehatan Ibu. Bandung: Inisiatif.Kemenkes. (2013). Rencana Aksi
Nasional Pelayanan Keluarga Berencana 2014-2015. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.Kemenkes. (2013). Rencana Aksi Nasional
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia
2013-2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan.Kemenkes. (2013). Rencana
Aksi Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.KemenkesRI. (2013). Profil Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.Lindsey Bruce, D. B. (2012). MotherFirst: Developing a
Maternal Mental Helth Strategy in Saskatchewan. Healthcare Policy,
46.Muninjaya, G. (2011). Manajemen Kesehatan. Jakarta:
EGC.Prasetyawati, A. E. (2012). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam
Millenium Development Goals (MDGs). Yogyakarta: Nuha
Medika.Syafrudin. (2011). Organisasi dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG KESEHATAN
DISUSUN OLEH : KELOMPOK VII
Rini Febrianti 1320332002Gladeva Yugi Antari 1320332009Dewi
Hindrayati 1320332034
DOSEN :Bd. Ulvi Mariati, S.Kep, M.KesBd. Erwani, SKM, M.Kes
PROGRAM STUDI S2 KEBIDANANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALASPADANG2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Tujuan3BAB II
PEMBAHASAN42.1 Kebijakan42.2 Kebijakan Pemerintah terhadap
Kesehatan Reproduksi52.2.1 Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak62.2.2
Kebijakan Keluarga Berencana292.2.3 Kebijakan Pencegahan dan
Penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS412.2.4 Kebijakan Kesehatan
Reproduksi Remaja512.2.5 Kebijakan Kesehatan Reproduksi Usia
Lanjut522.2.6 Kebijakan Pemberdayaan Perempuan532.3 Telaah
Jurnal542.3.1 Jurnal 1542.3.2 Jurnal 256BAB III PENUTUP58
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN