BAB IPENDAHULUAN1.1Latar BelakangTanah merupakan faktor penting
dalam kehidupan manusia, manusia tidak bisa dipisahkan dengan
tanah. Oleh karenanya, sesuai dengan konsepsi Hukum Tanah Nasional
yang bersifat Komunalistik Religius, Bangsa Indonesia meyakini
bahwa seluruh tanah yang terdapat di wilayah Republik Indonesia
adalah Karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang memungkinkan penguasaan
tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat
pribadi sekaligus kebersamaan. Hukum Tanah Nasional kita diawali
dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).UUPA mengenal hak atas tanah yang
primer dan hak atas tanah yang sekunder. Ragam hak atas tanah
primer telah dikenal dan akrab dengan tugas kewenangan Notaris dan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akan tetapi di samping hak atas
tanah yang primer, yang meliputi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, dan Hak Pakai, UUPA juga menetapkan hak atas tanah
yang sekunder yang didasarkan pada perjanjian pemberian hak antara
pemilik tanah dengan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak atas
tanah sekunder tersebut di antaranya adalah Hak Guna Bangunan (atas
tanah Hak Milik) dan Hak Pakai (atas tanah Hak Milik). Oleh karena
itu dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai masalah
agrarian dan hukum mengenai tanah di Indonesia.1.2Tujuan1. Untuk
dapat memahami dan mengetahui pengertian agrarian dan hukum
agrarian2. Untuk dapat memahami dan mengetahui bagaimana hukum
mengenai tanah dan hukum-hukum mengenai agrarian di Indonesia3.
Serta dapat memahami masalah yang terjadi dalam agrarian
BAB IIPEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hukum AgrariaIstilah tanah
(agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre
berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan,
perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan
pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan
tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai
arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya.Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian
dari hukum agrarian dalam arti luas yaitu hukum tanah atau hukum
tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja
atau pertanian. Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan
kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Beberapa definisi hukum agraria menurut para ahli :a) Mr. Boedi
HarsonoIalah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya.b) Drs. E. Utrecht SHHukum agraria menguji hubungan
hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat
administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria,
melakukan tugas mereka.c) Bachsan Mustafa SHHukum agrarian adalah
himpunan peraturan yang mengatur bagaimana seharusnya para pejabat
pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan Azas-azas hukum
agraria1. Asas nasionalismeYaitu suatu asas yang menyatakan bahwa
hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas
tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang
angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita
serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.2. Asas
dikuasai oleh NegaraYaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat
tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)3. Asas hukum adat yang disaneerYaitu
bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah
hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya4. Asas
fungsi sosialYaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan
tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan
kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA)5. Asas
kebangsaan atau (demokrasi)Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa
stiap WNI baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas
tanah6. Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)Yaitu asas yang
melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame
WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak
membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap
WNI berhak memilik hak atas tanah.7. Asas gotong royongBahwa segala
usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan
bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi
atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat
bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria (pasal 12 UUPA).8. Asas unifikasiHukum agraria
disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini
berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI
yaitu UUPA.9. Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings
beginsel)Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas
tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.
Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale
scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang
menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang
merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu
dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan
yang ada diatasnya. Hak-hak atas tanahHak milik Dasar hukum untuk
pemilikan hak milik atas tanah yaitu pasal 20-27 UUPA Mempunyai
sufat turun temurun Terkuat dan terpenuh Mempunyai fungsi social
Dapat beralih atau dialihkan Dibatasi oleh ketentan sharing (batas
maksimal) dan dibatasi oleh jumlah penduduk Batas waktu hak milik
atas tanah adalah tidak ada batas waktu selama kepemilikan itu sah
berdasar hukum Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli
atau keturunan, badan hukum tertentu Hak guna bangunan Hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu
tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 29 UUPA untuk
perusahaan pertanian atau peternakan. Jangka waktu 25 tahun dan
perusahaan yang memerlukan waktu yang cukup lama bisa diberikan
selama 35 tahun Hak yang harus didaftarkan Dapat beralih karena
pewarisan Obyek HGU yaitu tanah negara menurut pasal 28 UUPA jo
pasal 4 ayat 2, PP 40/96Apa bila tanah yang dijadikan obyek HGU
tersebut merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi maka
terhadap tanah tersebut perlu dimintakan dulu perlepasan kawasan
hutan dari menteri kehutanan (pasal 4 ayat 2 UUPA, PP
40/96).Apabila tanah yang dijadikan obyek HGU adalah tanah yanh sah
mempunyai hak maka hak tersebut harus dilepaskan dulu (pasal 4 ayat
3, PP 40/96)Dalam hal tanah yang dimohon terhadap tanaman dan atau
bangunan milik orang lain yang keberadaannya atas hak ayang ada
maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut harus mendapat ganti
rugi dari pemegang hak baru (pasal 4 ayat 4, PP 40/96) Pendaftaran
TanahPendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus , berkesinambungan
dan teratur meliputi pengumpulan , pengolahan, pembukuan dan
pengujian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk
peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan
rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Data fisik
adalah keterangan atas letak, batas, luas, dan keterangan atas
bangunan. Persil adalah nomor pokok wajib pajak. Korsil adalah
klasifikasi atas tanah. Data yuridis adalah keterangan atas status
hokum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar pemegang
haknya dan hak pihak lain serta beban lain yang membebaninya. Dasar
hukum pendaftaran tanah :UUPA pasal 19, 23, 32, dan pasal 38.PP No
10/1997 tentang pendaftaran tanah dan dig anti dengan PP No
24/1997Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 3 PP 24/1997 yaitu memberikan kepastian hukum atas hak-hak
atas tanah meliputi : Kepastian hokum atas obyek atas atas tanahnya
yitu letak, batas dan luas. pastian hokum atas subyek haknya yaitu
siapa yang menjadi pemiliknya (perorangan dan badan hukum)
Kepastian hokum atas jenis hak atas tanahnya (hak milik, HGU,
HGB)Tujuan pendaftaran tanah (pasal 3 PP 24 Tahun 1997) Untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan. Untuk menyediakan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan
mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang mudah terdaftar. Untuk terselenggaranya tertib
administrasi pertanahan. Rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama. Satuan rumah susun adalah
rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara
terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke
jalan umum. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki
secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam satuan-satuan
rumah susun. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian
rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah
untuk pemakaian bersama. Tanah bersama adalah sebidang tanah yang
digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang
diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam
persyaratan izin Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Wakif adalah pihak yang
mewakafkan harta benda miliknya. Nazhir adalah pihak yang menerima
harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai
dengan peruntukannya. Tujuan wakaf (pasal 4 UU No. 41/2004) yaitu
memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya Fungsi wakaf
(pasal 5) yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum.2.2 Hukum Tanah.Tanah merupakan salah satu unsur terpenting
dalam pembentukan bumi ini, tanah juga merupakan unsur manusia itu
mampu mencari kehidupan, dirasa tanpa tanah manusia tidak dapat
hidup. Bisa disebut tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan
penghidupan manusia. Berbicara tanah, benda yang satu ini sangat
sensitive, dikatakan sensitive karena banyak yang berebut untuk
mendapatkan tanah yang luas, tanah adalah objek yang rawan akan
permasalahan, bahkan tidak jarang permasalahan itu menimbulkan
nyawa hilang.Hukum Tanah adalah keseluruhan peraturan-peraturan
hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
hak-hak penguasaan atas tanah yang merupakan lembaga-lembaga hukum
yang hubungan-hubungan hukum yang konkret.Manusia itu sesungguhnya
tidak dapat hidup sendiri, sehingga muncullah yang namanya negara,
suatu negara terbentuk tidak jarang karena adanya kedekatan
wilayah, dimana salah satu unsur wilayan itu ialah tanah, bahkan
suatu negara mampu pecah atau bahkan terjajah oleh karena masalah
tanah. Tanah pada suatu negara demokrasi seperti Indonesia, yang
rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi, yang berkeadilan
sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan campur tangan penguasa, yang
kompeten dalam urusan tanah, sedangkan dalam lingkungan hukum adat,
campur tangan ini dilakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum.
Uraian tentang hukum tanah harus diawali dengan ilustrasi
persekutuan hukum, sebab hak-hak perorangan dalam persekutuan
tersebut dapat juga dipandang sebagai pelaksanaan dari hukum tanah
itu oleh masing-masing anggota persekutuan. Hak-hak persekutuan dan
hak-hak perorangan setiap anggotanya saling mempengaruhi. Hak
persekutuan disebut juga hak purba, yang dimaksud dengan hak purba
adalah hak yang dipunyai oleh suatu suku, sebuah serikat desa-desa
atau biasanya oleh sebuah desa saja untuk menguasai seluruh tanah
seisinya dalam lingkungan wilayahnya. Ciri-ciri hak purba 1. Hanya
persekutuan itu sendiri dan warganya saja yang berhak bebas
mempergunakan tanah-tanah liar di wilayah kekuasaannya. Hubungan
hak purba dengan hak perorangan, yaitu semakin maju dan bebas
penduduk dalam usaha-usaha pertaniannya, semakin lemahlah hak purba
itu dengan sendirinya. Jika hak purba sudah lemah, dengan sendirnya
hak perorangan akan berkembang dengan pesatnya.2. Dirimuskan, hak
purba dengan hak perorangan itu bersangkut paut dalam hubungan
kempis-mengembang, desak-mendesak, batas-membatasi, mulur mungkret
tiada henti, dimana hak purba kuat, disitu hak perorangan lemah;
demikian sebaliknya.Orang luar hanya boleh mempergunakan tanah itu
dengan izin penguasa persekutuan tersebut, tanpa izin ia dianggap
melakukan pelanggaran. dalam artian, pendatang yang hendak
menggunakan tanah harus membayar uang pemasukan sebagai bukti ia
orang asing. Ia hanya dianggap sebagai penumpang, sehingga hak yang
diperolehnya tidak sama dengan hak warga asli. Walaupun telah lama
tinggal dan mendapat hak-hak yang lebih kuat menyerupai hak warga
asli, namun hak ini akan hilang apabila orang asing ttersebut
meninggalkan tempat kediamannya, haknya kembali menjadi orang
asing. 3. Warga persekutuan boleh mengambil manfaat dari wilayah
hak purba denganrestriksi (pembatasan), yaitu hanya untuk
kepentingan keluarganya sendiri, jika untuk kepentingan orang
asing, harus mendapat izin lebih dahulu. Orang asing hanya
diperkenankan mengambil manfaat dari wilayah hak purba dengan izin
kepala persekutuan. 4. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas
segala hal yang terjadi dalam wilayahnya, terutama yang berupa
tindakan melawan hukum, yang merupakan delik.mengenai tempat
terjadinya peristiwa, sikap persekutuan hukum keluar, adanya rasa
tanggung jawab bersama atas segala sesuatu yang terjadi dalam
lingkungan tanah purba tersebut. Jika terjadi di tapal batas
wilayah, maka persekutuan hukum yang berhak atas tanah tempat
kejadian itu boleh membebaskan diri dari tanggung jawabnya, asalkan
persekutuan tersebut melepaskan hak-haknya atas sebidang tanah yang
bersangkutan. Disamping pertangguna jawaban itu adapula
pertanggungjawaban lain yaitu, pertanggungjawaban segolongan sanak
saudara atas tindakan salah seorang anggotanya. 5. Hak purba tidak
dapat dilepaskan, dipindah-tangankan diasingkan untuk selamanya. 6.
Hak purba juga meliputi tanah yang sudah digarap yang sudah
diliputi oleh hak perorangan. lamah kuatnya hak purba, hak purba
lemah tampak pada transaksi tanah pertanian (jual-beli), hak purba
kuat dalam pencabutan hak tanpa ganti kerugian (pada tanah yang
ditinggalkan, pada tanah warga desa yang berpindah ke tempat lain,
pada tanah pemiliknya meninggal dengan tiada ahli warisnya.Hak
perorangan pada hak purba hak perorangan ialah suatu hak yang
diberikan kepada warga desa ataupun orang luar atas sebidang tanah
yang berada di wilayah hak purba persekutuan hukum yang
bersangkutan. Jenis hak perorangan ialah ;a. Hak milikHak terkuat,
tidak dapat disangkal kebenarannya kecuali ada bukti lain yang kuat
untuk dapat menyangkalnya. Cara memperoleh hak ini ialah dengan
membuka hutan, dengan mewaris tanah, dengan penerimaan (pembelian,
penukaran, hadiah) dan karena daluwarsa. b. Hak wenang pilihHak
yang diperoleh seseorang yang utama dibandingkan yang lainnya,
misalnya atas tanah yang dipilih oleh orang tersebut atas tanah
yang telah diberinya tanda-tanda larangan, atas belukar yang
berbatasan dengan tanahnya.c. Hak menikmati hasilHak yang dapat
diperoleh, baik oleh warga persekutuan hukum sendiri maupun orang
luar dengan persetujuan para pemimpin persekutuan untuk mengolah
sebidang tanah selama satu atau beberapa kali panen. d. Hak pakaie.
Hak menggarapf. Hak keuntungan jabatanhak seorang pamong desa atas
tanah jabatan yang ditunjuk untuknya dan yang berarti bahwa ia
boleh menikmati hasil dari tanah itu selama ia memegang jabtannya.
Maksudnya untuk menjamin penghasilan para pejabat itu. Ia boleh
mengerjakan tanah jabatan namun tidak boleh menjualnya atau
menggadaikannya. Jika ia berhenti, tanah yang bersangkutan kembali
kepada hak purba. Bila tanah dalam keadaan ditanami pada saat
pergantian yang berhak menikmati ialah ; bila tanaman masa penen
masih lama, yang menikmati ialah pejabat yang baru sedangkan bila
masa panen masih lama, yang menikmati ialah pejabat lama sedangkan
pejabat yang beru dapat menikmati sebagian.g. Hak wenang beliHak
seseorang lebih utama dari yang lain untuk mendapat kesempatan
membeli tanah tetangganya dibandingkan dengan yang lain dengan
harga yang sama.2.3 Sumber Hukum Agraria Hukum tanah adalah
keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak
tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu
hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan
sebagai hubungan hukum konkrit, beraspek publik dan privat, yang
dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga
keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan suatu
sistem.Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah yang
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :1. Hak penguasaan atas tanah sebagai
lembaga hukum;Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan
dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek
atau pemegang hak.2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan
hukum yang konkrit;Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan
dengan hak tertentu sebagai obyeknya dan atau orang atau badan
hukum tertentu sebagai subjek pemegang haknya.Dalam kaitannya
dengan hubungan hukum antara pemegang hak dengan hak atas tanahnya,
ada 2 (dua) macam asas dalam dalam hukum tanah, yaitu : asas
pemisahan horisontal dan asas pelekatan vertikal.Asas pemisahan
horisontal yaitu suatu asas yang mendasrkan pemilikan tanah dengan
memisahakan tanah dari segala benda yang melekat pada tanah
tersebut. Sedangkan asas pelekatan vertikal yaitu asas yang
mendasrkan pemilikan tanah san segala benda yang melekat padanya
sebagai suatu kesatuan yang tertancap menjadi Asas pemisahan
horisontal merupakan alas atau dasar yang merupakan latar belakang
peraturan yang konkrit yang berlaku dalam bidang hukum pertanahan
dalam pengaturan hukum adat dan asas ini juga dianut oleh UUPA.
Sedangkan asas pelekatan vertikal merupakan alas atau dasar
pemikiran yang melandasi hukum pertanahan dalam pengaturan
KUHPerdata.Dalam bukunya, Djuhaendah Hasan mengemukakan bahwa sejak
berlakunya KUHPerdata kedua asas ini diterapkan secara berdampingan
sesuai dengan tata hukum yang berlaku dewasa itu (masih dualistis)
pada masa sebelum adanya kesatuan hukum dalam hukum pertanahan
yaitu sebelum UUPA. Sejak berlakunya UUPA, maka ketentuan Buku II
KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan di dalamnya
telah dicabut, kecuali tentang hipotik. Dengan demikian pengaturan
tentang hukum tanah dewasa ini telah merupakan satu kesatuan hukum
(unifikasi hukum) yaitu hanya ada satu hukum tanah saja yang
berlaku yaitu yang diatur dalam UUPA dan berasaskan hukum adat
(lihat Pasal 5 UUPA).2.4 Undang- Undang Pokok Agraria sebagai Hukum
Agraria NasionalProklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang
dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas
nama bangsa Indonesia merupakan suatu tonggak sejarah sebagai
simbol terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka
dan berdaulat. Secara yuridis, proklamasi tersebut memiliki makna
terputusnya atau tidak berlakunya hukum kolonial dan saat mulai
berlakunya hukum nasional, sedangkan secara politis, proklamasi
kemerdekaan mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terlepas dari
penjajahan menjadi bangsa yang merdeka. Arti penting kemerdekaan
indonesia yang Pertama dengan proklamasi kemerdekaan bangsa
Indonesia memutuskan hubungan dengan hukum agraria kolonial
sekaligus, yang kedua, bangsa Indonesia berupaya membentuk hukum
agraria nasional.Guna mencegah adanya kekosongan hukum (reccht
vacuum), maka sambil menunggu terbentuknya hukum agraria nasional
diberlakukanlah Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945
yaitu : Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru berdasarkan Undang-Undang
Dasar ini.Dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 tersebut, maka
segala badan maupun peraturan yang ditetapkan dan merupakan produk
kolonial dinyatakan masih tetap berlaku selama hal tersebut belum
dicabut, belum diubah atau belum diganti dengan hukum yang baru.
Dasar politik hukum agraria nasional dinyatakan dalam Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 yang menyebutkan :Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan Hukum Agraria kolonial
dengan keadaan dan kebutuhan setelah Indonesia merdeka, yaitua.
Menggunakan kebijaksanaan dan penafsiran baru.Dala pelaksanaan
hukum agraria didasarkan atas kebijaksanaan baru dengan memakai
tafsir yang baru pula yang sesuai dengan jiwa Pancasila dan Pasal
33 ayat (3) UUD 1945. tafsir baru di sini, conthnya adalah
menegenai hubungan domein verklaring, yaitu negara tidak lagi
sebagai pemilik tanaah, melainkan negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat Indonesia hanya menguasai tanah.b.
Penghapusan hak-hak konversi.Salah satu warisan yang sangat
merugikan rakyat adalah lembaga konversi yang berlaku di
karasidenan Surakarta dan Yogyakarta. Di daeran ini semua tanah
dianggap milik raja. Rakyat hanya sekedar memakainya, yang
diwajibkan menyerahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada raja,
jika tanah itu tanah pertanian atau melakukan kerja paksa, jika
tanahnya tanah perkarangan. Kepada anggota keluarganya atau
hamba-hambanya yang berjasa atau setia kepada raja diberikan tanah
sebagai nafkah, dan pemberian tanah ini disertai pula pelimpahan
hak raja atau sebagian hasil tanah tersebut di atas. Mereka pun
berhak menuntut kerja paksa. Stelsel ini dinamakan setelsel
apanage.Tanah-tanah tersebut oleh raja atau penegang apanage
disewakan kepada pengusaha-pengusaha asing unutk usaha pertanian,
berikut hak untuk memungut sebagian dari hasil tanam rakyat yang
mengusahakan tanah itu. Keputusan raja, pada hakikatnya merupakan
suatu keputusan penguasa untuk memakai dan mengusahakan tanah
tertentu.Berdasrkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1948 yang mencabut
Stb.1918-20. dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950,
yang secara tegas dinyatakan bahwa lembaga konversi, begitu juga
hak-hak konversi serta hypotheek yang membebaninya dihapus.c.
Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah.Dalam
Pasal 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1954 yang menetapkan
Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1952 tentang Pemindahan
Tanah-tanah dan Barang-barang Tetap Lainnya yang Tunduk Pada Hukum
Eropa, dinyatakan bahwa sambil menunggu pengaturan lebih lanjut
untuk sementara untuk setiap serah pakai lebih dari 1 tahun dan
perbuata-perbuatan yang berwujud pemindahan hak mengenai hak
tanah-tanah dan barang-barang tetap lainnya yang tunduk pada hukum
Eropa hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Menteri
Kehakiman (dengan Undang-undang Nomor 76 Tahun 1957 izinnya dari
Menteri Agraria). Semua perbuatan yang dilakukan di luar izin
menteri tersebut dengan semdirinya batal menurut hukum, artinya
tanah/rumahnya kembali pada penjual, uangnya kembali kepada pembeli
jika perbuatan berbentuk jual beli. Peraturan mengenai perizinan
ini dimaksudkan untk mencegah atau paling tidak mengurangi
kemungkinan jatuhnya tanah-tanah Eropa, termasuk rumah atau
bangunan yang ada di atasnya ke tangan orang-orang dan badan-badan
hukum asing. Ketentuan di atas dilengkapi dengan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 1956 tentang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak-hak
Atas Tanah Perkebunan Erfacht, Eigendom, dan lain-lain Hak
Kebendaan. Dikeluarkan juga peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun
1956 tentang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah-tanh
Perkebunan Konsesi, yang kemudian diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 1959. Maksud praturan tersebut di atas
adalah untuk mengadakan pengawasan serta jaminan bahwa penerima
haknya mampu mengusahakan perusahaan perkebunan yang bersangkutan
dengan baik dan bahwa kebun itu tidak akan dijadikan objek
spekulasi belaka.d. Kenaikan Canon dan Cijn.Canon adalah uang yang
wajib dibayar oleh pemgang hak erfacht setiap tahunnya kepada
negara, sedangkan cijn adalah uang yang wajib dibayar oleh pemegang
konsesi perusahaan perkebunan besar. Pada umumnya, ccnon dan cijn
dulu tidak besar jumlahnya, karena terutama dianggap sebagai tanfa
pengakuan hak pemilik tanah yang dikuasainya dengan hak erfacht
atau konsesi. Setelah Indonesia merdeka, sebagian besar tanah-tanah
perkebunan sudah dibuka dan diusahakan, sehingga uang wajib yang
harus dibayar setiap tahunnya itu fungsi atau sifatnya lain, yaitu
sebagai sewa pemakaian tanah.Dalam Undang-undang Nomor 78 Tahun
1957 tentang Perubahan Canon dan Cijn Atas Hak-hak Erfacht dan
Konsesi guna perkebunan besar ditetpkan bahwa selambat-lambatnya 5
tahun sekali uang wajib tahunan ini harus ditinjau kembali.e.
Peraturan perjanjian bagi hasil.Perjanjian bagi hasi adalah salah
satu bentuk perjanjian antara pemili tanah dengan pihak lain
sebagai penggarap, di mana penggarap diperkenankan untuk
mengusahakan tanah itu dengan pembagaian hasilnya menurut imbagan
yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.Perjanjian bagai hasil
semula diatur menurut hukum adat setempat. Imbangan pembagian
hasilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak. Pada
umumnya, pembagian hasil tersebut tidak menguntungka pihak
penggarap, karena tanah yang tersedia untuk dibagihasilkan tidak
seimbang dengan jumlah petani yang memerlukan tanah
garapan.Mengingat bahwa golongan penggarap bagi hasil itu biasanya
golongan ekonomi lemah dan selalu dirugikan, maka dalam rangka
melindungi mereka, dikeluarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960
tentang Perjanjian Bagi Hasil. Undang-undanga ini mengharuskan agar
pihak-pihak yang membuat perjanjian bagi hasil dibuat secara
tertulis, dengan maksud agar mudah mengawasi dan mengadakan
tindakan-tindakan terhadap mperjanjian bagi hasil yang merugikan
penggarapnya.- Sejarah Penyusunan UUPA.a. Panitia Rancangan
Yogyakarta.1. Dasar Hukum.Panitia ini dibentuk dengan Penetapan
Presiden Nomor : 16 Tahun 1948 tanggal 21 Mei 1948, berkedudukan di
Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo, Kepala Bagian
Agraria Kementerian Agraria. Panitia ini bertugas anatara lain :a)
Memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal
mengenai hukum tanah pada umumnya;b) Merencanakan dasar-dasar hukum
tanah yang memuat politik agararia Republik Indonesia;c)
Merencanakan peralihan, penggantian, pencabutan peraturan-peraturan
lama tentang tanah yang tidak sesuai lagi dengan kedudukan Republik
Indonesia sebagai negara yang merdeka;d) Menyelidiki soal-soal lain
yang berkenaan dengan hukum tanah.2. Asas-asas yang Menjadai Dasar
Hukum Agraria Indonesia.Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas
yang akan merupakan dasar-dasar Hukum Agraria yang baru, yaitu :a.
Meniadakan asas domein dan pengakuan adanya hak ulayat;b.
Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang
dapat dibebani hak tanggungan;c. Mengadakan penyelidikan terutama
di negara tetangga tentang kemungkinan pemberian hak milik atas
tanah kepaa orang asing;d. Perlu diadakan penetapan luas minimum
pemilikan tanah bagi apra petani kecil untuk dapat hidup layak
untuk Jawa 2 hektar;e. Perlu adanya penetapan luas maksimum
pemilikan tanah yang siusulkan untuk pulau Jawa 10 hektar, tanpa
memandang macamnya tanah, sedang di luar Jawa masih diperlukan
penelitian lebih lanjut;f. Perlu diadkan regidsrasi tanah milik dan
hak-hak lainnya.b. Panitia Jakarta.1. Dasar Hukum.Panitia
Yogyakarta dibubarkan dengan Keputusan Presiden Nomor : 3 6 Tahun
1951 tanggal 19 Maret 1951, sekaligus dubentuk Panitia Agraria
Jakarta yang berkedudukan di Jakarta2. Usulan kepada
pemerintah.Dalam laporannya panitia ini mengusulkan beberapa hal
dalam hal tanah pertanian, sebagai berikut :1. Mengadakan batas
minimum pemilikan tanah, yaitu 2 hektar dengna mengadakan
peninjauan lebih lanjut sehubungan dengan berlakunya hukum adat dan
hukum waris;2. Mengadakan ketentuan batas maksimum pemilikan tanah,
hak usaha, hak sewa, dan hak pakai;3. Pertanian rakyat hanya
dimiliki oleh warga negara Indonesia dan tidak dibedakan antara
warga negara asli dan bukan asli. Badan hukum tidak dapat
mengerjakan tanah rakyat;4. Bagunan hukum untuk pertanian rakyat
ialah hakl milik, hak usaha, hak sewa, dan hak pakai;5. Pengeturan
hak ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar negara dengan suatu
undang-undang.c. Panitia Soewahjo.1. Dasar Hukum.Guna mempercepat
proses pembentukan undang-undang agraria nasional, maka dengan
Keputusan Presiden RI tertanggal 14 Januari 1956 Nomor : 1 Tahun
1956, berkedudukan di Jakarta, diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo,
Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria. Tugas utama panitia ini
adalah mepersiapkan rencana undang-undang pokok agararia yang
nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu satu tahun.2. Rancangan
Undang-undang.Panitia ini berhasil menyusun naskah Rancangan
Undang-undang Pokok Agraria pada tanggal 1 Januari 1957 yang pada
berisi :1. dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang
harus ditundukkan pada kepentingan mum (negara);2. Asas domein
diganti dengan hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan Pasal 38
ayat (3) UUDS 1950;3. Dualisme hukum agraria dihapuskan. Secara
sadar diadakan kesatuan hukum yang akan memuata lembaga-lembga dan
unsur-unsur yang baik, baik yang terdapat dalam hukum adat maupun
hukum barat;4. Hak-hak atas tanah : hak milik sebagai hak yang
terkuat yang berfungsi sosial kemudian ada hak usaha, hak bangunan
dan hak pakai;5. Hak milik hanya boleh dipunyai oleh warga negara
Indonesia yang tidak diadakan pembedaan antara waraga negara asli
dan tidak asli. Badan-badan hukum pada asasnya tidak boleh
mempunyai hak milik atas tanah;6. Perlu diadakan penetapan batan
maksimum dan minimum luas tanah yang boleh menjadi milik seseorang
atau badan hukum;7. Tanah pertanian pada asasnya perlu dikerjakan
dan diushakan sendiri oleh pemiliknya; Perlu diadakan pendaftaran
tanah dan perencanaan penggunaan tanah. Berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor : 97 Tahun 1958 tanggal 6 Mei 1958 Panitia Negara
Urusan Agraria (Panitia Soewahjo) dibubarkan.d. Rancangan
Soenarjo.Setelah diadakan perubahan sistematika dan rumusan
beberapa pasal, Rancangan Panitia Soewahjo diajukan oleh Menteri
Soenarjo ek Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk membahas rancangan
tersebut, DPR perlu mengumpulkan bahan yang lebih lengkap dengan
meminta kepada Universitas Gadjah Mada, selanjutnya membentuk
panitia ad hoc yang terdiri dari :Ketua merangkap anggota : A.M.
TambunanWakil Ketua merangkap anggota : Mr. Memet
TanumidjajaAnggota-anggota : Notosoekardjo Dr. Sahar glr Sutan
Besar K.H. Muslich Soepeno Hadisiwojo I.J. KasimoSelain dari
Universitas Gadjah Mada bahan-bahan juga diperoleh dari Mahkamah
Agung RI yang diketuai oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro.e. Rancangan
Sadjarwo.Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali
UUD 1945. Karena rancangan Soenarjo disusun berdasarkan UUDS 1950,
maka pada tanggal 23 Maret 1960 rancangan tersebut ditarik kembali.
Dalam rangka menyesuaikan rancangan UUPA dengan UUD 1945, perlu
diminta saran dari Universitas Gadjah Mada. Untuk itu, pada tanggal
29 Desember 1959, Menteri Mr. Sadjarwo beserta stafnya Singgih
Praptodihardjo, Mr, Boedi Harsono, Mr. Soemitro pergi ke Yogyakarta
untuk berbicara dengna pihak Universitas Gadjah Mada yang diwakili
oleh Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Drs. Imam Sutigyo.Setelah
selesai penyusunannya, maka rancangan UUPA diajukan kepada DPRGR.
Pada hari Sabtu tanggal 24 September 1960 rancanan UUPA sisetujui
oleh DPRGR dan kemudian disahkan oleh Presiden RI menjadi
Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, yang lazim disebut Undang-undang Pokok Agraria
disingkat UUPA.2.7 Masalah-masalah yang terjadi dalam agraria dan
solusi pemecahannya- Pengertian sengketa tanahSengketa pertanahan
adalah proses interaksi antara dua orang atau lebih atau kelompok
yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atau objek yang
sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah
seperti air, tanaman, tambang juga udara yang berada dibatas tanah
yang bersangkutan.Secara umum ada beberapa macam sifat permasalahan
dari suatu sengketa tanah antara lain :1. Masalah yang menyangkut
prioritas dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah
yang berstatus hak atau atas tanah yang belum ada haknya.1.
Bantahan terhadap sesuatu alasan hak atau bukti perolehan yang
digunakan sebagai dasar pemberian hak.1. Kekeliruan / kesalahan
pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang atau
tidak benar.1. Sengketa atau masalah lain yang mengandung
aspek-aspek social.Berdasarkan penjelasan diatas, maka konflik
pertanahan sesungguhnya bukanlah hal baru. Namun dimensi konflik
makin terasa meluas di masa kini bila dibandingkan pada masa
kolonial. Beberapa penyebab terjadinya konflik pertanahan adalah
:1. Pemilikan/Penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak
merata;1. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah
nonpertanian;1. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan
ekonomi lemah;1. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat
adat atas tanah (hak ulayat);1. Lemahnya posisi tawar masyarakat
pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah.Mengenai konflik
pertanahan adalah merupakan bentuk ekstrim dan keras dari
persaingan. Secara makro sumber konflik besifat struktural misalnya
beragam kesenjangan. Secara mikro sumber konflik/sengketa dapat
timbul karena adanya perbedaan/benturan nilai (kultural), perbedaan
tafsir mengenai informasi, data atau gambaran obyektif kondisi
pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan kepentingan
ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan dan
penguasaan tanah. Masalah tanah dilihat dari segi yuridis merupakan
hal yang tidak sederhana pemecahannya. Timbulnya sengketa hukum
tentang tanah adalah bermula dari pengaduan satu pihak
(orang/badan) yang berisi tentang keberatan-keberatan dan tuntutan
hak atas tanah baik terhadap status tanah ataupun prioritas
kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara
administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.Menurut
Maria S.W. Sumardjono secara garis besar peta permasalahan tanah
dikelompokkan yaitu:1. Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal
perkebunan, kehutanan, proyek perumahan yang ditelantarkan dan
lain-lain.1. Masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan
Landerform1. Ekses-ekses penyediaan tanah untuk keperluan
pembangunan1. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah1.
Masalah yang berkenaan dengan hak Ulayat masyarakat Hukum
Adat.Melihat penjelasan di atas, maka alasan sebenarnya yang
menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada pihak yang lebih
berhak dari yang lain atas tanah yang disengketakan oleh karena itu
penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tanah tersebut
tergantung dari sifat permasalahannya yang diajukan dan prosesnya
akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh sesuatu
keputusan.Tanah mempunyai posisi yang strategis dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang bersifat agraris. Sedemikian istimewanya
tanah dalam kehidupan masyarakat Indonesia telihat dan tercermin
dalam sikap bangsa Indonesia sendiri yang juga memberikan
penghormatan kepada kata tanah, dengan penyebutan istilah seperti
Tanah air, Tanah tumpah darah, Tanah pusaka dan sebagainya. Bahkan
dalam UUPA juga dinyatakan adanya hubungan abadi antara bangsa
Indonesia dengan tanah (Pasal 1 ayat (3) UUPA).Tanah tidak hanya
sebagai tempat berdiam, juga tempat bertani, lalu lintas,
perjajian, dan pada akhirnya tempat manusia dikubur. Akan tetapi,
selama kurun waktu 52 tahun usia Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
No 5 Tahun 1960, masalah tanah bagi manusia tidak ada
habis-habisnya. Konflik pertanahan ini ditimbulkan karena laju
penduduk yang sangat signifikan. Berdasarkan laju penduduk
tersebut, maka menyebabkan kebutuhan penduduk akan tanah seperti
untuk pembangunan dan pengembangan wilayah pemukiman, industri
maupun pariwisata juga terus bertambah, sedangkan ketersediaan
tanah itu tidak bertambah atau lebih tepatnya bersifat tetap,
sehingga mengakibatkan konflik-konflik pertanahan secara horizontal
maupun vertikal sering terjadi.Sebagaimana yang telah dikemukakan
sebelumnya, bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang pertanahan
antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan
dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama
antara sesama pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh
negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Maka dari itu,
untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan penduduk akan tanah
terhadap tanah yang bersifat tetap, maka pemerintah berupaya
mengoptimalkan peruntukan dari penggunaan tanah dengan berbagai
cara, diantaranya dengan mengeluarkan berbagai bentuk peraturan
pertanahan seperti peraturan penyediaan tanah untuk kepentingan
perorangan dan Badan Hukum atas tanah-tanah Negara dan/atau atas
tanah-tanah hak.Namun dalam kenyataannya, bagi bangsa Indonesia
salah satu masalah pokok hingga kini belum mendapat pengaturan yang
tuntas adalah masalah tanah. Permasalahan tanah yang dari segi
empiris sangat lekat dengan peristiwa sehari-hari, tampak semakin
kompleks dengan terbitnya berbagai kebijakan deregulasi dan
debirokratisasi di bidang pertanahan menyongsong era perdagangan
bebas.Munculnya berbagai konflik atau sengketa pertanahan tersebut
tidak dapat dilepaskan dari konteks kebijakan pemerintah yang
banyak bersifat ad hoc, inkonsisten dan ambivalen antara satu
kebijakan dengan yang lain, atau bahkan tidak jarang berbau
politis. Struktur hukum tanah menjadi tumpang tindih. Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 yang awalnya merupakan payung
hukum bagi kebijakan pertanahan di Indonesia, menjadi tidak
berfungsi dan bahkan secara substansial terdapat pertentangan
dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundangan sektoral.
Perbedaan antara undang-undang itu tidak hanya dapat memberikan
peluang pada perbedaan interpretasi para birokrat, tetapi juga
secara substansial undang-undang tersebut tidak integratif.Sebagai
contohnya banyak konflik-konflik dari sengketa tanah itu misalnya
sengketa tanah oleh lembaga negara dengan masyarakat, misalnya
antara TNI dan masyarakat. Dengan memiliki bekal bahwa TNI adalah
ijin latihan dan menganggap tanah itu tanah negara dan mereka juga
menjalankan tugas negara maka mereka sangat kuat untuk mengambil
tanah itu tetapi dari masyarakat juga dikuatkan dari faktor sejarah
yang dari turun-temurun keluarganya sudah memakai tanah
tersebut.
Contoh dalam masyarakat tentang sengketa tanah yang terjadiYang
pertaman yaitu konflik pertanahan yang terjadi akhir-akhir ini,
terutama dalam 13 tahun terakhir sejak reformasi bergulir, cukup
banyak yang melibatkan warga dan TNI. Salah satu persoalan sengketa
tanah antara warga dan anggota TNI tersebut yaitu terjadi antara
warga Desa Harjokuncaran dengan Pusat Koperasi Angkatan Darat KODAM
V Brawijaya terhadap lahan di Desa Harjokuncaran, Kecamatan Sumber
Majing, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sejauh pemberitaan di media
sampai saat ini belum mencapai titik penyelesaian. Warga mengklaim
lahan tersebut milik warga setempat, sementara TNI menyatakan milik
negara. Akibat peristiwa tersebut, sebanyak 8 warga menjadi korban,
sementara 5 personel TNI AD mengalami luka di kepala.Sengketa warga
Harjokuncaran dengan TNI sudah berlangsung sekitar 34 tahun.
Konflik itu juga sudah memakan korban berkali-kali. Lahan yang
menjadi sengketa tersebut awalnya bekas perkebunan karet C.O.
Telogorejo milik Belanda. Begitu Belanda hengkang dari Indonesia,
para petani menggarap lahan seluas sekitar 1.118 hektare itu. Pada
1964-1973, tanah yang digarap warga dan masuk wilayah Harjokuncaran
dijadikan obyek land reform. Harjokuncaran resmi menjadi desa
definitif pada 1974 lewat surat keputusan Gubernur Jawa Timur.
Wilayahnya dinyatakan seluas 650 hektare yang diambil dari tanah
perkebunan.Persoalan terjadi saat Kodam Brawijaya mengklaim tanah
yang selama ini digarap dan dihuni warga itu sebagai milik mereka.
Dasar hukumnya Surat Keputusan Menteri Pertanian 2 Juni 1973, yang
menyerahkan perkebunan Telogorejo kepada mereka. Menurut juru
bicara Kodam, Letnan Kolonel Totok Sugiharto, Kodam juga sudah
membayar uang ganti rugi ke negara untuk pengambilalihan tanah
tersebut. akan tetapi warga menolak klaim tersebut. Mereka menunjuk
dasar kepemilikan Kodam cacat hukum. Menurut Fathurozi, warga
Harjokuncaran-lah pemilik sah lahan tersebut. Dia menunjuk Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Agraria 1 Desember 1981, yang
menyatakan tanah sengketa itu obyekland reform dengan verponding
(tanda hak milik zaman Belanda) yang seharusnya diberikan kepada
warga di Desa Harjokuncaran. Desa ini memiliki empat dusun:
Banaran, Wonosari, Margomulyo, dan Mulyosari.Sementara itu, TNI
yang merupakan lembaga pemerintah di bawah Departemen Pertahanan
yang bertugas sebagai alat utama sistem pertahanan negara dalam
melaksanakan tugasnya TNI memerlukan sumber daya alam. Yang
dimaksud sumber daya alam dalam hal ini adalah potensi yang
terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat digunakan
untuk kepentingan pertahanan negara. Salah satu sumber daya alam
yang penting adalah tanah. Tanah merupakan unsur yang digunakan
untuk pembangunan kekuatan pertahanan yang meliputi perkantoran,
tempat latihan, dan tempat beraktivitas bagi kegiatan pertahanan
negara.Sebagaimana tertuang didalam Pasal 1 Undang-Undang No. 3
tahun 2002 tentang pertahanan negara disebutkan bahwa pertahanan
negara mempunyai komponen utama, komponen cadangan dan komponen
pendukung dalam pelaksanaannya. Komponen utama pertahanan negara
adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk
melaksanakan tugas-tugas pertahanan. Sedangkan komponen cadangan
adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan
melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan
kemampuan komponen utama. Komponen pendukung adalah sumber daya
nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan
kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Sedangkan sumber
daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan
sumber daya buatan.Sementara itu, permasalahan yang terjadi
diakibatkan oleh belum optimalnya pelaksanaan administrasi
pertanahan di Indonesia serta ketidakpahaman pihak masyarakat dan
pihak TNI mengenai sumber hukum pertanahan yang berlaku di
Indonesia khususnya tentang hak atas tanah. Pihak masyarakat tidak
mengetahui pengaturan penguasaan dan pemanfaatan tanah yang diatur
dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok-pokok agraria, atau yang dikenal dengan istilah UUPA
(Undang-Undang Pokok Agraria) sebagai salah satu hukum pertanahan
nasional.Pada dasarnya baik pihak TNI maupun pihak masyarakat
menggunakan satu sumber peraturan pertanahan yang sama yaitu UUPA,
namun pada pelaksanaannya masih terdapat perbedaan penafsiran atas
peraturan tersebut yang mengakibatkan munculnya konflik tanah yang
menimbulkan korban dari kedua belah pihak. Untuk menghindari
konflik pertanahan yang terjadi antara TNI dan masyarakat umum ini,
maka perlu dilaksanakan identifikasi status tanah TNI terlebih
dahulu dalam hukum pertanahan nasional yang mengatur seluruh hak
atas tanah TNI. Disamping itu, untuk memperkuat bukti hukum atas
penggunaan tanah TNI tersebut maka TNI memerlukan suatu bukti hukum
hak atas tanah yang digunakannya.Contoh sengketa yang kedua yaitu
sama dengan kasus yang diatas yaitu antara TNI Angkatan Udara
Pangkalanbun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dengan bupati
Ujang Iskandar. Memperebutkan tanah seluas 30,2 hektar yang berada
di sekitar tanah milik Lanud Iskandar Pangkalanbun.Dengan sengketa
yang dari pertengahan tahun 2012 setelah bupati ujang diangkat dan
setelah kerusuhan yang terjadi, tanah sengketa ini akan dibangun
sebuah kompleks pertokoan, tetapi ternyata sudah ada yang memiliki
lebih dahulu yaitu TNI dengan akta tanah tahun 1980an serta
terdapat beberapa patok tanah yang masih menancap milik Lanud.
Karena keadaan lokasi yang semi hutan, di Kalimantan itu kebanyakan
tanah bentuknya yaitu seperti hutan dan seperti alam liar yang
tidak ada yang mengurusnya.Karena pemanfaatan yang kurang dari
pihak TNI AU, tanah sengketa menjadi seperti tanah terlantar dan di
daftarkan kepada sekertaris PPAT dan mendapat nomor pendaftaran
akta tanah tahun 2005 tanpa melihat secara langsung di lokasi yang
di sengketakan tersebut. Kesalahan pada masalah ini yaitu tentang
pendaftarannya dari pihak pembuat akta tanah yang tidak serta merta
mengecek lahan yang menjadi sengketa ke lapangan secara langsung.
Dengan kelalaian tersebut maka terjadilah pemilik ganda dari tanah
tersebut.Tujuan pendaftaran tanah yaitu untuk menjamin kepastian
hukum dan kepastian hak atas tanah. Dengan diselenggarakannya
pendaftaran tanah, maka fihak-fihak yang bersangkutan dengan mudah
dapat mengetahui status atau kedudukan hukum daripada tanah
tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa
yang empunya dan beban-beban apa yang ada diatas tanahnya.Dengan
begitu maka cara untuk mendaftarkan tanah sudah benar yaitu melalui
notaris didaftarkan melalui kantor pendaftaran tanah setempat
tetapi pegawai pembuat akta tanah tersebut kurang cermat dalam
pembuatan serta tidak teliti dalam mengecek apakah tanah itu sudah
ada yang punya atau belum, begitu juga pihak lanud yang tidak serta
merta dengan merawat tanah tersebut dan alasannya yaitu mereka
memiliki tanah yang sangat luas dan belum mampu untuk selalu
merawat tanahnya. Tetapi sering tanah-tanah tersebut dibuat latihan
bagi para prajurit TNI AU yang bertugas.Dengan alasan yang kuat
dari pihak lanud yaitu tanah akan digunakan sebagai lahan untuk
latihan prajurit tentara serta mereka juga melaksanakan tugas
negara sudah ada kewajiban untuk menggunakannya karena merupakan
amanah dari negara untuk memperkuat kesatuan wilayah Indonesia.
Akirnya pihak dari TNI menggugat di pengadilan untuk memperkarakan
secara hukum sengketa tanah ini.Hak atas tanah yang dilekatkan pada
tanah-tanah yang dimanfaatkan oleh TNI adalah hak pakai. Pasal 41
UUPA menerangkan definisi hak pakai, yaitu hak menggunakan atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau
tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yangditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini.Hak pakai dapat
diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan yang tertentu, dengan cuma-cuma,
dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Pemberian hak
pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan.Jangka waktu hak pakai ini diterangkan dalam
Pasal 43 UUPA, yaitu:1. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai oleh
negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain
dengan ijin pejabat yang berwenang.1. Hak pakai atas tanah hak
milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain,jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.1. TNI merupakan
lembaga pemerintah dibawah Departemen Pertahanan, hak atas
tanah-tanah yang digunakan untuk kepentingan TNI adalah hak
pakai.Hak pakai adalah suatu hak benda dari seoarang yang telah
ditentukan yang dibebankan atas benda orang lain, untuk dengan
memelihara bentuk dan sifatnya serta selaras dengan maksudnya
memakai sendiri benda itu dan mengambil hasil-hasilnya jika ada,
akan tetapi sekedar buat keperluan sendiri.Pembuat Undang-undang
Pokok Agraria member kesempatan bagi setiap orang yang memegang Hak
Milik Adat di seluruh Indonesia untuk mendaftarkan haknya dan akan
memperoleh sertifikat Hak Milik melalui prosedur konversi Hak
Adat(peraturan Menteri Pertanian dan Agraria). Jadi walaupun itu
berdasarkan tanah adat maupun turun temurun dari nenek moyang,
tetap harus berdasarkan hukum yang berlaku, karena Indonesia ini
adalah negara hukum dan lebih kuat juga bila ada bukti hukum yang
pasti seperti surat tanah atau akta tanah tersebut. Sangatlah
penting tentang surat tanah yang salah satu manfaatnya yaitu untuk
kepastian hukum.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 12 TAHUN
2012TENTANGINSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTANDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;Mengingat :1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2. Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN
LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN.
BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan: (1) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah
bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan
dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. (2) Petani
Pangan yang selanjutnya disebut Petani adalah setiap warga negara
Indonesia beserta keluarganya yang mengusahakan lahan untuk
komoditas pangan pokok di Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.(3)
Insentif adalah pemberian penghargaan kepada Petani yang
mempertahankan dan tidak mengalihfungsikan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.(4) Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.(5) Pemerintah Provinsi adalah gubernur dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi.(6)
Pemerintah Kabupaten/Kota adalah bupati/walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota.(7) Menteri adalah menteri yang membidangi urusan
pertanian.Pasal 2 Pemberian Insentif perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan bertujuan untuk:a. mendorong perwujudan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang telah ditetapkan;b.
meningkatkan upaya pengendalian alih fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;c. meningkatkan pemberdayaan, pendapatan, dan
kesejahteraan bagi Petani;d. memberikan kepastian hak atas tanah
bagi Petani; dane. meningkatkan kemitraan semua pemangku
kepentingan dalam rangka pemanfaatan, pengembangan, dan
perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai dengan
tata ruang.Pasal 3Pemberian Insentif perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan dilakukan pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang telah ditetapkan dalam:a. Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;c. Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; dan/ataud. Rencana Rinci Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.Pasal 4Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya
memberikan Insentif perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan kepada Petani.
BAB IIJENIS, PERTIMBANGAN, DAN TATA CARA PEMBERIAN
INSENTIFBagian KesatuJenis InsentifParagraf 1Umum
Pasal 5 Pemerintah memberikan Insentif perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada Petani dengan jenis berupa:a.
pengembangan infrastruktur pertanian;b. pembiayaan penelitian dan
pengembangan benih dan varietas unggul;c. kemudahan dalam mengakses
informasi dan teknologi;d. penyediaan sarana dan prasarana produksi
pertanian;e. jaminan penerbitan sertipikat hak atas tanah pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan/atauf. penghargaan bagi
Petani berprestasi tinggiPasal 6Pemerintah Provinsi memberikan
Insentif perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada
Petani dengan jenis berupa:a. pengembangan infrastruktur
pertanian;b. pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan
varietas unggul;c. kemudahan dalam mengakses informasi dan
teknologi;d. penyediaan sarana produksi pertanian;e. bantuan dana
penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan; dan/atauf. penghargaan bagi Petani berprestasi
tinggi.Pasal 7Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan Insentif
perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada Petani
dengan jenis berupa:a. bantuan keringanan pajak bumi dan
bangunan;b. pengembangan infrastruktur pertanian;c. pembiayaan
penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul;d. kemudahan
dalam mengakses informasi dan teknologi;e. penyediaan sarana
produksi pertanian;f. bantuan dana penerbitan sertipikat hak atas
tanah pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan/ataug.
penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi.
Paragraf 2Pengembangan Infrastruktur Pertanian
Pasal 8Pengembangan infrastruktur pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a meliputi:a. pembangunan dan/atau peningkatan
jaringan irigasi;b. pembangunan, pengembangan, dan/atau
rehabilitasi jalan usaha tani;c. perluasan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;a. perbaikan kesuburan tanah; dan/ataud. konservasi
tanah dan air.Pasal 9Pengembangan infrastruktur pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan Pasal 7 huruf b
meliputi:a. pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur
pertanian;b. pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi
tersier;c. pembangunan, pengembangan, dan/atau rehabilitasi jalan
usaha tani;d. perbaikan kesuburan tanah; dan/ataue. konservasi
tanah dan air.
Paragraf 3Pembiayaan Penelitian dan Pengembangan Benih dan
Varietas Unggul
Pasal 10(1) Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan
varietas unggul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, Pasal 6
huruf b, dan Pasal 7 huruf c meliputi: a. penyediaan demonstrasi
pilot pengujian benih dan varietas unggul, hibrida, dan lokal; dan
b. pembinaan dan pengawasan penangkar benih.(2) Penelitian dan
pengembangan benih dan varietas unggul ditugaskan kepada lembaga
penelitian, perguruan tinggi, dan/atau lembaga lainnya yang
mempunyai kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.(3) Hasil penelitian dan pengembangan benih dan
varietas unggul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disebarluaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
kepada Petani dan hanya digunakan untuk kepentingan Petani.
Paragraf 4 Kemudahan dalam Mengakses Informasi dan Teknologi
Pasal 11(1) Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, Pasal 6 huruf c, dan
Pasal 7 huruf d berbentuk penyediaan serta distribusi informasi dan
teknologi. (2) Penyediaan serta distribusi informasi dan teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui
kelembagaan penyuluhan pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 5Penyediaan Sarana Produksi Pertanian
Pasal 12(1) Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d paling sedikit meliputi
penyediaan benih dan/atau bibit, alat dan mesin pertanian, pupuk
organik dan anorganik, pestisida, pembenah tanah, zat pengatur
tumbuh, dan fasilitas produksi.(2) Fasilitas produksi pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:a.
penggilingan padi dan lantai jemur; danb. gudang.(1) Sarana dan
prasarana produksi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada Petani sesuai dengan kebutuhan dan rekomendasi
dari tim penilai yang dibentuk oleh Menteri.(2) Ketentuan mengenai
unsur keanggotaan dan tata kerja tim penilai sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.Pasal 13(1)
Penyediaan sarana produksi pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf d paling sedikit meliputi penyediaan benih dan/atau
bibit, alat dan mesin pertanian, pupuk organik dan anorganik,
pestisida, pembenah tanah, dan zat pengatur tumbuh.(2) Sarana
produksi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada Petani sesuai dengan kebutuhan dan rekomendasi dari tim
penilai yang dibentuk oleh gubernur.(3) Ketentuan mengenai unsur
keanggotaan dan tata kerja tim penilai sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.Pasal 14(1) Penyediaan
sarana produksi pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
e paling sedikit meliputi penyediaan benih dan/atau bibit, alat dan
mesin pertanian, pupuk organik dan anorganik, serta pestisida.(2)
Sarana produksi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada Petani sesuai dengan kebutuhan dan rekomendasi
dari tim penilai yang dibentuk oleh bupati/walikota.(3) Ketentuan
mengenai unsur keanggotaan dan tata kerja tim penilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Paragraf 6 Penerbitan Sertipikat Hak atas Tanah pada Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 15(1) Jaminan penerbitan sertipikat hak atas tanah pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf e diwujudkan melalui program sertipikasi tanah pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.(2) Program sertipikasi tanah
pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan pendaftaran tanah secara sporadik dan
sistematik yang diselenggarakan oleh instansi yang membidangi
urusan pertanahan.(3) Dalam melaksanakan program sertipikasi tanah
pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, instansi yang membidangi
urusan pertanahan berkoordinasi dengan Menteri dan satuan kerja
perangkat daerah yang membidangi urusan pertanian pada Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.Pasal 16(1) Bantuan dana
penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e disediakan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi. (2)
Program dan penganggaran bantuan dana penerbitan sertipikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan instansi
yang membidangi urusan pertanahan. Pasal 17(1) Bantuan dana
penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f disediakan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota. (2)
Program dan penganggaran bantuan dana penerbitan sertipikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan instansi
yang membidangi urusan pertanahan.Paragraf 7Penghargaan Bagi Petani
Berprestasi Tinggi
Pasal 18(1) Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f, Pasal 6 huruf f, dan
Pasal 7 huruf g diberikan dalam bentuk: a. pelatihan; b. piagam;
dan/atau c. bentuk lainnya yang bersifat stimulan.(2) Penghargaan
bagi Petani berprestasi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian tim yang masing-masing
dibentuk oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota.(3) Ketentuan
mengenai kriteria dan tata cara penilaian Petani berprestasi tinggi
oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara
penilaian Petani berprestasi tinggi oleh Pemerintah Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Gubernur. (5) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penilaian
Petani berprestasi tinggi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
Paragraf 8Bantuan Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan
Pasal 19(1) Bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diberikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.(2) Pemerintah
Kabupaten/Kota dapat menyediakan dana untuk memfasilitasi
keringanan pajak bumi dan bangunan pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan milik Petani melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota.(3) Penyediaan dana untuk memfasilitasi
keringanan pajak bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan kriteria yang diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Bagian KeduaPertimbangan Pemberian Insentif
Pasal 20Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota memberikan Insentif kepada Petani berdasarkan
pertimbangan:a. tipologi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;b.
kesuburan tanah;c. luas tanam;d. irigasi;e. tingkat fragmentasi
lahan;f. produktivitas usaha tani;g. lokasi;h. kolektivitas usaha
pertanian; dan/ataui. praktik usaha tani ramah lingkungan
Pasal 21(1) Tipologi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, meliputi:a. lahan
beririgasi;b. lahan rawa pasang surut dan/atau lebak; dan/atauc.
lahan tidak beririgasi.(2) Pemberian Insentif pada lahan rawa
pasang surut dan/atau lebak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b selain berupa Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pasal 6, dan Pasal 7, memperoleh tambahan Insentif lainnya sesuai
dengan kewenangan Pemerintah/Pemerintah Provinsi/ Pemerintah
Kabupaten/KotaPasal 22(1) Kesuburan tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 huruf b didasarkan pada tingkat kesuburan.(2) Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan tingkat kesuburan rendah
diberikan jenis Insentif lebih banyak dibandingkan dengan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan tingkat kesuburan tinggi.(3)
Ketentuan mengenai tingkat kesuburan tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berdasarkan kesesuaian lahan pada komoditas tertentu
diatur dengan Peraturan Menteri.Pasal 23Luas tanam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf c paling sedikit 25 (dua puluh lima)
hektar dalam satu hamparan.Pasal 24(1) Irigasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 huruf d didasarkan pada kinerja jaringan irigasi
serta tingkat operasi dan pemeliharaan irigasi.(2) Insentif
diprioritaskan pada daerah irigasi yang: a. memerlukan rehabilitasi
jaringan irigasi; dan b. operasi dan pemeliharaannya memiliki
kategori baik. (3) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh Pemerintah pada:a. daerah irigasi dengan luasan
paling banyak 3.000 (tiga ribu) hektar yang berada di lintas
provinsi; danb. daerah irigasi dengan luasan paling sedikit 3.000
(tiga ribu) hektar.(4) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh Pemerintah Provinsi pada:a. daerah irigasi dengan
luasan paling banyak 1.000 (seribu) hektar yang berada di lintas
kabupaten/kota dalam satu provinsi; danb. daerah irigasi dengan
luasan 1.000 (seribu) hektar sampai dengan luasan 3.000 (tiga ribu)
hektar.(5) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota pada daerah irigasi dengan luasan
paling banyak 1.000 (seribu) hektar dan berada dalam satu
kabupaten/kota.Pasal 25(1) Tingkat fragmentasi lahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf e didasarkan pada fragmentasi pada
satu hamparan.(2) Insentif diprioritaskan diberikan pada Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang tidak mengalami fragmentasi
pada satu hamparan.Pasal 26(1) Produktivitas usaha tani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf f didasarkan atas produktivitas
rata-rata komoditas pangan utama.(2) Insentif diprioritaskan
diberikan oleh Pemerintah pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
yang tingkat produktivitasnya di bawah produktivitas rata-rata
nasional.(3) Insentif diprioritaskan diberikan oleh Pemerintah
Provinsi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang tingkat
produktivitasnya di bawah produktivitas rata-rata provinsi.(4)
Insentif diprioritaskan diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang tingkat
produktivitasnya di bawah produktivitas rata-rata
kabupaten/kota.Pasal 27(1) Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 huruf g didasarkan atas jarak antara lokasi lahan dan jaringan
jalan.(2) Insentif diprioritaskan diberikan pada Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang berbatasan langsung dengan jaringan jalan
nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota dalam kawasan perkotaan
dan kawasan perdesaan.(3) Untuk Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) yang terletak kurang dari 100 (seratus) meter dari badan jalan
diberikan Insentif yang lebih banyak daripada Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang terletak lebih dari 100 (seratus) meter
dari badan jalan.Pasal 28(1) Kolektivitas usaha pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h didasarkan pada tingkat
kolektivitas usaha tani.(2) Insentif diberikan kepada:a. Petani
yang memiliki tingkat kolektivitas usaha tani yang tinggi pada
daerah irigasi dan rawa pasang surut dan/atau lebak; danb. Petani
yang memiliki kolektivitas usaha tani pada daerah tidak
beririgasiPasal 29(1) Praktik usaha tani ramah lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i diprioritaskan pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang menerapkan pemanfaatan
teknologi ramah lingkungan.(2) Pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. penerapan
budidaya pertanian pangan organik dan/atau hemat air;b. penerapan
kaidah konservasi tanah dan air;c. penggunaan rekomendasi teknologi
pertanian sesuai anjuran; dan/ataud. penggunaan pupuk dan pestisida
anorganik paling rendah.
Bagian KetigaTata Cara Pemberian InsentifParagraf 1Umum
Pasal 30Tata cara pemberian Insentif oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi:a. perencanaan;b.
pengusulan; danc. penetapan.Paragraf 2Perencanaan
Pasal 31(1) Perencanaan pemberian Insentif mengikuti mekanisme
perencanaan pembangunan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.(2)
Perencanaan pemberian Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan
Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Daerah,
serta Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Paragraph 3Pengusulan
Pasal 32Pengusulan untuk memperoleh Insentif dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan dengan tahapan:a.
Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan luas lahan dan daftar nama
Petani yang diberikan Insentif kepada Pemerintah Provinsi;b.
Pemerintah Provinsi mengkoordinasikan dan memverifikasi usulan
Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam huruf a;c.
hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan
oleh Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah melalui Menteri;d.
Menteri melakukan evaluasi terhadap usulan Pemerintah Provinsi dan
mengkoordinasikannya dengan pimpinan kementerian/lembaga yang
terkait;e. hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d
disampaikan kepada menteri yang membidangi urusan perencanaan
pembangunan nasional dan menteri yang membidangi urusan keuangan
serta dilaporkan kepada PresidenPasal 33Pengusulan untuk memperoleh
Insentif dari Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dilakukan dengan tahapan:a. Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan
luas lahan dan daftar nama Petani yang diberikan Insentif kepada
Pemerintah Provinsi;b. Pemerintah Provinsi melalui Kepala Dinas
mengkoordinasikan dan memverifikasi usulan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam huruf a;c. hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan oleh
Kepala Dinas kepada gubernur melalui satuan kerja perangkat daerah
yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah provinsi;d.
gubernur melakukan evaluasi terhadap usulan Pemerintah
Kabupaten/Kota.Pasal 34Pengusulan untuk memperoleh Insentif dari
Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dilakukan dengan tahapan:a. Kepala Dinas mengusulkan lokasi, luas
lahan, dan daftar nama Petani yang diberikan Insentif kepada
bupati/walikota;b. Kepala satuan kerja perangkat daerah yang
terkait mengusulkan jenis Insentif yang dibutuhkan Petani pada
lokasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada bupati/walikota
melalui satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan
perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota;c. jenis Insentif
sebagaimana dimaksud dalam huruf b diverifikasi dan dikoordinasikan
oleh satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan
perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota;d. hasil verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c disampaikan oleh satuan kerja
perangkat daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan
daerah kabupaten/kota kepada bupati/walikota; e. bupati/walikota
melakukan evaluasi terhadap usulan Kepala Dinas dan kepala satuan
kerja perangkat daerah yang terkait. Paragraf 4Penetapan
Pasal 35(1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 huruf e, Pemerintah menetapkan Insentif yang
diberikan kepada Petani.(2) Penetapan Insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dimuat dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
terkait.Pasal 36(1) Menteri menyusun norma, standar, prosedur, dan
kriteria pemberian Insentif.(2) Menteri mengkoordinasikan
pelaksanaan pemberian Insentif kepada Petani yang dilakukan oleh
kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian terkait.Pasal
37(1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 huruf d, Pemerintah Provinsi menetapkan Insentif yang diberikan
kepada Petani.(2) Penetapan Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah provinsi.Pasal
38(1) Gubernur menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria
pemberian Insentif.(2) Gubernur mengkoordinasikan pelaksanaan
pemberian Insentif kepada Petani dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota.Pasal 39(1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 huruf e, Pemerintah Kabupaten/Kota
menetapkan Insentif yang diberikan kepada Petani.(2) Penetapan
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam Rencana
Kerja Pemerintah Daerah kabupaten/kota.Pasal 40Bupati/walikota
menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria pemberian
Insentif.
BAB IIIKEWAJIBAN PETANI PENERIMA INSENTIF
Pasal 41(1) Petani penerima Insentif wajib:a. memanfaatkan lahan
sesuai peruntukannya;b. menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;c.
mencegah kerusakan lahan; dand. memelihara kelestarian
lingkungan.(2) Dalam hal pada Lahan Pertanian Pangan Bekelanjutan
terdapat jaringan irigasi dan jalan usaha tani, Petani penerima
Insentif wajib memelihara dan mencegah kerusakan jaringan irigasi
dan jalan usaha tani.Pasal 42Kewajiban Petani sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (1) dilakukan dengan:a. mengusahakan lahannya
setiap tahun dengan komoditas yang sesuai dengan pola tanam
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; danb.
melaksanakan optimasi lahan pertanian pangan secara lestari dan
berkelanjutan atas dasar rekomendasi teknologi spesifik lokalita
dan/atau kearifan lokalPasal 43Kewajiban Petani memelihara dan
mencegah kerusakan irigasi dan jalan usaha tani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran
masyarakat dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan
jalan usaha tani serta melaporkannya kepada para pemangku
kepentingan jika terjadi kerusakan.
BAB IVPENCABUTAN INSENTIFBagian KesatuUmum
Pasal 44Pencabutan Insentif dilakukan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal:a. Petani tidak
memenuhi kewajiban perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;b. Petani tidak mentaati norma, standar, prosedur,
dan kriteria pemberian Insentif; dan/atauc. Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan telah dialihfungsikan.Pasal 45(1) Pengenaan
pencabutan Insentif dilakukan melalui tahap:a. pemberian peringatan
pendahuluan;b. pengurangan pemberian Insentif; danc. pencabutan
Insentif.(2) Pencabutan Insentif kepada Petani sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dilaksanakan berdasarkan hasil pengendalian
dan pengawasan.
Bagian KeduaPengendalian dan Pengawasan
Pasal 46(1) Pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (2) pada tingkat Pemerintah dilakukan melalui
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.(2) Pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
tim yang masing-masing dibentuk oleh Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.Pasal 47(1) Pengendalian dan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) pada tingkat Pemerintah Provinsi
dilakukan melalui pemantauan, evaluasi, dan pelaporan Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.(2) Pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
tim yang masing-masing dibentuk oleh gubernur dan
bupati/walikota.Pasal 48(1) Pengendalian dan Pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) pada tingkat Pemerintah
Kabupaten/Kota dilakukan melalui pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan Pemerintah Kabupaten/Kota.(2) Pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim
yang dibentuk oleh bupati/walikota.
Bagian KetigaPembinaan Pasca Pencabutan Insentif
Pasal 49(1) Bagi Petani yang dikenakan pencabutan Insentif wajib
mendapatkan pembinaan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.(2) Pembinaan pasca pengenaan pencabutan
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan guna
meningkatkan kinerja dan memberi motivasi bagi Petani.
BAB VPENUTUP
Pasal 50Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. 2006. Sosiologi konflik agrarian: protes-protes
agrarian dalam masyarakat Indonesia kontomporer. Palembang, Andalas
University pressAdrian Sutedi. 2008. Hukum AGraria di Indonesia,
Bagian pertama, Jilid I dan II. Jakarta: DjambatanBachsan Mustofa.
1985. Hukum agraria dalam perfektif. Bandung: CV Remaja
Karya.Boedi, Harsono, Hukum Agaria Indonesia; Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria,isi dan pelaksanaannya, Jakarta:
penerbit Djambatan, 2005 C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986Efendi, Perangin,
Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada; 1994 H.
Ali, Achmad C., Hukum Agraria(pertanahan Indonesia) jilid 1,
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004Maria SW Sumardjono. 2008. Tanah
dalam perpspektif hak ekonomi, social dan budaya. Jakarta:
kompasSudikno Mertokusumo. 1982. Pandangan-pandangan agrarian
Indonesia. Yogyakarta: LibertyUndang-undang pokok agrarian
No.5/1960 tentang ketentuan pokok-pokok agraria