Teori Keagenan (Agency Theory)
MakalahTeori Keagenan (Agency Theory)23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANGSaat ini kebutuhan akan informasi akuntansi
terus berkembang. Tidak hanya dibutuhkan oleh pihak internal,
seperti manajer, tetapi juga oleh pihak eksternal, seperti
investor, kreditur, dan pemerintah. Informasi yang mereka butuhkan
tentunya bukan merupakan informasi yang asal-asalan, tetapi
informasi yang menunjukkan kondisi sebenarnya dari suatu perusahaan
yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Hal ini menyebabkan
timbulnya usaha-usaha untuk merumuskan teori-teori akuntansi yang
lebih fleksibel dan relevan dengan perkembangan zaman dan pola
pikir masyarakat yang terus meningkat, serta mengembangkan disiplin
akuntansi sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi perusahaan dan
masyarakat.Usaha ini dilakukan salah satunya dengan mengadakan
penelitian-penelitian. Penelitian di bidang akuntansi ini
terus-menerus dilakukan oleh para peneliti akuntansi dan telah
memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan Teori
Akuntansi pada khususnya dan profesi akuntansi pada umumnya. Salah
satu bidang akuntansi yang diteliti adalah Teori Keagenan (Agency
Theory). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam
perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari
perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek
perilaku manusia dalam model ekonomi.Teori keagenan merupakan basis
teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama
ini. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja
antara pihak yang memberi wewenang yakni investor dengan pihak yang
menerima wewenang (agensi) yaitu manager. Menurut teori ini,
hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta
karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict of
Interest). Pertentangan dan tarik-menarik kepentingan antara
prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam Agency
Theory dikenal sebagai Asymmetric Information (AI).Adanya AI dan
Conflict of Interest pada manager/agen, memungkinkan mereka untuk
mengambil keputusaan dan kebijakan yang kurang bermanfaat bagi
perusahaan. Adanya kondisi ini menimbulkan tata kelola perusahaan
yang kurang sehat karena tidak adanya keterbukaan dari manajemen
untuk mengungkapkan hasil kinerjanya kepada prinsipal sebagai
pemilik perusahaan. Agency Theory menganalisis dan mencari solusi
atas dua permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para
prinsipal (pemilik/pemegang saham) dan agen (manajemen).1.2.
RUMUSAN MASALAHDari latar belakang yang sudah dipaparkan diatas,
maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:1. Apa yang
dimaksud dengan Teori Keagenan (Agency Theory)?2. Bagaimana konsep
dalam Teori Keagenan (Agency Theory)?3. Bagaimana Teori Keagenan
(Agency Theory) dalam praktik akuntansi dan aplikasinya pada
pengelolaan perusahaan? 4. Apakah jenis dari masalah keagenan
(agency problems) serta dampak yang ditimbulkan dari masalah
tersebut?5. Bagaimana cara mengahadapi masalah keagenan?1.3.
TUJUANDari rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Teori Keagenan
(Agency Theory).2. Untuk mengetahui bagaimana konsep Teori Keagenan
(Agency Theory).3. Untuk mengetahui bagaimana Teori Keagenan
(Agency Theory) dalam praktik akuntansi dan aplikasinya pada
pengelolaan perusahaan.4. Untuk mengetahui jenis dari masalah
keagenan serta dampak dari masalah keagenan.5. Untuk mengetahui
bagaimana cara mengahadapi masalah keagenan.BAB II
PEMBAHASAN2.1. Pengertian Agency TheoryAgency Theory merupakan
bidang yang populer akhir-akhir ini. Pemisahan pemilik dan
manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory
(teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul
dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari
perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek
perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan
hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan
manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan
manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan
yang saling bertentangan.Salah satu hipotesis dalam teori keagenan
ini adalah bahwa manajemen akan mencoba memaksimalkan
kesejahteraannya sendiri dengan cara meminimalisir berbagai biaya
keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikanagency costsebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan
prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hipotesis ini
tidak sama artinya dengan hipotesis yang menyebutkan bahwa
manajemen mencoba memaksimalkan nilai perusahaan (value of the
firm). Oleh karena itu, manajemen diasumsikan akan memilih prinsip
akuntansi yang sesuai dengan tujuannya memaksimalkan
kepentingannya, bukan untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
Menurut Anthony dan Govindrajan (2005) teori agensi adalah
hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi
memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi
oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent. Sedangkan Jensen dan
Meckling (1976) menjelaskan:
agency relationship as a contract under which one or more person
(the principals) engage another person (the agent) to perform some
service on their behalf which involves delegating some decision
making authority to the agent.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih
orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan
suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen
membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah
pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai
perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang
sesuai dengan kepentingan prinsipal.Teori keagenan (Agency Theory)
merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
digunakan selama ini. Teori ini berakar dari sinergi teori ekonomi,
teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama
teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang
memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan pihak yang
menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja
sama yang disebut nexus of contract..Teori keagenan/agency theory
mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan
mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya
tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau peningkatan
investasi di perusahaan, sedangkan para agen diasumsikan menerima
kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang
menyertai dalam hubungan tersebut.Karena perbedaan kepentingan ini,
masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan bagi diri
sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang semaksimal
mungkin dan secepatnya atas investasi yang salah satunya
dicerminkan dengan kenaikan porsi dividen dari tiap saham yang
dimiliki. Agen menginginkan kepentingannya diakomodir dengan
pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi yang memadai.
Principal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuannya
memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian dividen. Makin
tinggi laba, harga saham dan dividen, maka agen dianggap berhasil
atau memiliki kinerja yang baik sehingga layak mendapat insentif
yang tinggi. Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Principal agar
mendapatkan kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada
pengawasan yang memadai maka Agen dapat memainkan beberapa kondisi
perusahan agar seolah-olah target tercapai. Permainan tersebut bisa
atas prakarsa dari Principal ataupun inisiatif Agent sendiri. Maka
terjadilah Creative Accounting yang menyalahi aturan, misalnya
piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak dihapuskan dan
pengakuan penjualan yang tidak semestinya, yang berdampak pada
besarnya nilai aktiva dalam Neraca yang mempercantik laporan
keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga
dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode
lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan,
padahal kenyataannya perusahaan mengalami kerugian atau laba turun.
2.2. Konsep Teori Keagenan
Konsep agency theory mendasarkan pada hubungan antara principal
sebagai pemilik atau pemegang saham, sedangkan manajemen sebagai
agen. Principal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen
untuk bertindak atas nama principal, sedangkan agen merupakan pihak
yang diberi amanat oleh principal untuk menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan oleh principal kepadanya. Aplikasi agency theory dapat
terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan
kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan
kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat
aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang
berupa keuntungan, return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh
prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak
dapat fairness (mencapai keadilan) yaitu mampu menyeimbangkan
antara principal dan agen yang secara sistematis memperlihatkan
pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif
imbalan khusus yang memuaskan dari principal ke agen. Inti dari
agency theory adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan principal dan agen dalam hal terjadi
konflik kepentingan (Scott, 1997).Menurut Eisenhard (1989), teori
keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:
(a) Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki
sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki
keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai
resiko (risk aversion).
(b) Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya
Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen.
(c) Asumsi tentang informasi.
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang
sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Baik prinsipal
maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position. Principal
sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal
perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan
mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara
riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang mutlak
dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat
strategis, jangka panjang dan global. Hal ini disebabkan untuk
keputusan-keputusan tersebut tetap menjadi wewenang dari principal
selaku pemilik perusahaan.
Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang principal
dan agen yang saling bertolak belakang namun saling membutuhkan
ini, mau tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan
dengan saling tarik-menarik pengaruh dan kepentingan antara satu
sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi
bagi principal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya
sistematis yang dapat menghambat principal dalam pengambilan
keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang tidak
transparan, sedang di lain pihak principal selaku pemilik modal
bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai
pihak yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang
yang tak terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan
yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik yang
berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik
prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi (homo
economicsus) yang berperilaku ingin memaksimalkan kepentingannya
masing-masing.
2.3. Agency Theory dalam Praktik Akuntansi dan Aplikasinya pada
Pengelolaan Perusahaan
Teori keagenan memberikan peranan penting bagi akuntansi
terutama dalam menyediakan informasi setelah suatu kejadian yang
disebut sebagai peranan pasca keputusan. Peranan ini sering
diasosiasikan dengan peran pengurusan (stewardship) akuntansi,
dimana seorang agen melapor kepada prinsipal tentang
kejadian-kejadian di masa lalu. Inilah yang memberi akuntansi nilai
umpan baliknya selain nilai prediktifnya. Dimana nilai umpan balik
menjelaskan bahwa informasi juga mempunyai peran penting dalam
menguatkan atau mengoreksi harapan-harapan sebelumnya. Informasi
mengenai hasil dari suatu keputusan seringkali merupakan masukan
kunci dalam pengambilan keputusan berikutnya. Akuntansi idealnya
menyediakan jasa yang sama bagi investor, dengan memungkinkan
mereka untuk menyesuaikan strategi investasi mereka sepanjang
waktu.Dari model ini dan perluasannya dapat diambil beberapa
pengertian. Perluasan ini sebagian besar berhubungan dengan cara
kedua belah pihak tersebut berbagi risiko dan informasi. Misalnya,
para pemilik yang menghindari risiko diasumsikan menanggung risiko
bisnis, sementara para manajer bertindak sebagai agen-agen yang
netral terhadap risiko yang dimaksud. Dengan menggunakan teori
keagenan yang sama, jika manajemen bersikap tidak membedakan
terhadap risiko sedangkan pemilik menghindari risiko, maka
manajemenlah dan bukan pemilik yang akan menanggung risiko
tersebut. Ini merupakan keadaan saling mempengaruhi penghindaran
risiko relatif antara manajer dan pemilik perusahaan yang
menciptakan sebagian dari masalah-masalah yang paling menarik dalam
teori keagenan untuk para akuntan. Informasi yang dimaksud
merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga
memberi akuntan peran penting dalam pembagian risiko antara manajer
dan pemilik perusahaan.Asimetri informasi merupakan pembahasan
terakhir dalam bidang teori keagenan yang memfokuskan pada
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh informasi yang tidak lengkap,
yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak
dan sebagai akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu
tidak dipertimbangkan oleh masing-masing pihak yang bersangkutan.
Misalnya, pihak pemilik perusahaan mungkin tidak mengetahui
preferensi manajer perusahaan sehingga tidak sulit bagi keduanya
untuk melakukan kepentingan perhitungan yang telah disebutkan
sebelumnya.Satu contoh kasus yang menyangkut informasi yang tidak
lengkap dalam teori keagenan, dapat terjadi apabila pihak pemilik
perusahaan tidak dapat mengamati semua aksi pihak manajer
perusahaan. Aksi-aksi yang dimaksud mungkin berbeda dari aksi yang
lebih disukai pihak pemilik perusahaan, entah karena manajer
perusahaan mempunyai perangkat efisiensi yang berbeda atau data
pula karena pihak manajer tersebut sengaja mencoba untuk melalaikan
tugasnya sebagai manajer perusahaan atau biasa juga melakukan
penipuan terhadap pemilik perusahaan.Situasi ini tentunya dapat
menciptakan apa yang dikenal dengan istilah moral hazard. Salah
satu solusi yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan cara pihak
pemilik perusahaan menugaskan seorang auditor untuk melakukan
pemeriksaan mengenai apa yang dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan tersebut. Sedangkan solusi yang lainnya dapat dilakukan
dengan cara memberikan pihak manajemen perusahaan suatu insentif,
seperti misalnya, saham yang ada di perusahaan, untuk menyelesaikan
preferensi manajemen perusahaan dengan preferensi pihak pemilik
perusahaan.
Konsep pemisahan antara kepemilikan (ownership) para pemegang
saham dan pengelolaan (management) para agen atau manajer dalam
perusahaan telah menjadi kajian sejak tahun 1930-an. Manajemen
perusahaan publik yang besar biasanya bukan pemilik. Bahkan
sebagaian besar manajemen puncak (top mangement) hanya memiliki
saham nominal dalam perusahaan yang mereka kelola.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori
keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan
manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham.
Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat
keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu,
manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada
pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah
kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka
fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling
efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk
memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua
faktor, yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya
baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi
yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat
digunakan untuk kepentingan pribadi.
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya
adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi
mengenai imbalan yang diterimanya.Pada kenyataannya informasi
simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada di dalam
perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai
perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak
pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh
sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah
terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi
oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti
memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan
dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit
dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati.
Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak
semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana
tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset
perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja
perusahaan. Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa
manajemen dalam mengelola perusahaan cenderung lebih mementingkan
kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan.
Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat
disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada
pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak
prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau
golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan
kekuasaan (discretionary power).Contoh lain Agency theory
sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup lembaga kemahasiswaan.
Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga
mahasiswa untuk mengelola organisasi menjadi agen yang idealnya
mampu mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang
pengurus lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan
baik. Kecenderungan pengurus lebih memilih melaksanakan
kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga
menjadi terabaikan.Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976),
Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan
dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur.
Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang
dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa
manajer-pemilik akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk
memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk
peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan
dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi
sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan
membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada
pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul.
Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih
lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya
atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan
kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang
besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena
sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham
lainnya.
Konflik antara pemegang saham dengan kreditur
Kreditur memiliki klaim atas sebagian dari arus kas perusahaan
untuk pembayaran bunga dan pokok utang. Mereka memiliki klaim atas
aset perusahaan saat perusahaan mengalami kebangkrutan. Pada saat
perusahaan mengalami kebangkrutan, keputusan harus segera diambil
untuk mengatasi kondisi tersebut, yaitu apakah akan melikuidasi
perusahaan dengan menjual seluruh aset atau melakukan reorganisasi.
Manajemen perlu segera bertindak dan khususnya manajer memilih
reorganisasi dengan tujuan mempertahankan pekerjaannya. Keputusan
manajer ini tentu saja berdampak pada pemegang saham atau kreditur
atau kedua belah pihak tersebut.
Kreditur pada umumnya menghendaki likuidasi perusahaan sehingga
mereka dapat segera menarik dananya dengan cepat. Di lain pihak,
manajemen menginginkan perusahaan tetap eksis sehingga mereka
memilih mereorganisasi perusahaan. Pada saat bersamaan, pemegang
saham kemungkinan mencoba mencari pengganti manajer lama yang mau
dibayar lebih rendah meskipun proses tersebut membutuhkan waktu
yang lama.Selain itu, kreditur lebih memperhatikan kemampuan
perusahaan untukmembayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih
memperhatikan kemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang
besar dengan melakukan investasi pada proyek-proyek yang berisiko.
Apabila pelaksanaan proyek yangberisiko itu berhasil maka kreditur
tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi apabila proyek
mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian
akibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi
kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur
melakukan pembatasanpenggunaan hutang oleh manajer. Salah satu
bentuk pembatasannya adalah dengan membatasi jumlahpenggunaan
hutang untuk investasi dalam proyek baru.
Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemenDalam suatu
perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah
satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess
cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam
hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan.
Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih
menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga
menghasilkanreturntinggi, sementara manajemen lebih memilih
investasi dengan risiko yang lebih rendah.Agency Theory menimbulkan
masalah mendasar dalam organisasi yaitu perilaku mementingkan diri
sendiri. Manajer sebuah perusahaan mungkin memiliki tujuan-tujuan
pribadi yang bertolak belakang dengan tujuan untuk memaksimalkan
kekayaan pemilik pemegang saham. Karena manajer pemegang saham
memiliki hak untuk mengelola aset perusahaan, sebuah potensi
konflik kepentingan muncul antara dua kelompok. Tindakan manajer
yang opostunistik akan mempertinggi biaya perusahaan dan mengurangi
kemakmuran pemegang saham.Agency Theory menunjukkan bahwa manajer
akan berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka sendiri dengan
mengorbankan para pemegang saham perusahaan. Agen memiliki
kemampuan untuk beroperasi sendiri dan mementingkan kepentingan
pribadi daripada kepentingan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh
informasi yang bersifat asimetris (misalnya, manajer tahu lebih
baik dari pemegang saham apakah mereka mampu memenuhi tujuan
pemegang saham) dan ketidakpastian.
Potensi konflik keagenan muncul setiap kali manajer perusahaan
memiliki kurang dari 100 persen dari saham biasa perusahaan. Jika
suatu perusahaan merupakan kepemilikan tunggal yang dikelola oleh
pemilik, manajer-pemilik akan melakukan tindakan untuk
memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Manajer-pemilik mungkin akan
mengukur utilitas oleh kekayaan pribadi, tetapi mungkin memikirkan
pertimbangan lainnya terhadap kekayaan pribadi. Jika
pemilik-manajer meninggalkan sebagian kepemilikan-nya dengan
menjual sebagian saham perusahaan kepada investor luar, maka akan
muncul potensi konflik kepentingan atau konflik keagenan.Pada
sebagian besar perusahaan publik berskala besar, konflik
kepentingan berpotensi cukup signifikan karena para manajer
perusahaan sendiri umumnya hanya sebagian kecil dari saham biasa.
Manajer dapat didorong untuk melakukan tindakan terbaik demi
kepentingan pemegang saham melalui insentif, hambatan, dan hukuman.
Bagaimanapun juga metode ini efektif hanya jika pemegang saham
dapat mengamati semua tindakan yang diambil oleh manajer. Untuk
mengurangi masalah moral, seperti mengambil untung semata, dimana
agen mengambil tindakan untuk kepentingan pribadi, pemegang saham
harus menanggung biaya agen.2.4. Masalah Keagenan
Teori keagenan yang mulai berkembang mengacu kepada pemenuhan
tujuan utama dari manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kekayaan
pemegang saham. Maksimalisasi kekayaan ini dilakukan oleh manajemen
yang disebut agen. Ketidakmampuan atau keengganan manajer untuk
meningkatkan kekayaan pemegang saham menimbulkan apa yang disebut
masalah keagenan.Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian
kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus
persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya
sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk
kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan.
Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost).
Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memilikizero agency costdalam
rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandanganshareholderskarena adanya perbedaan kepentingan yang besar
diantara mereka. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri,
manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk
melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara principal dan agen
atau yang disebut Agency Problem ini, salah satunya disebabkan oleh
adanya Asimmetric Information.Asimmetric Information (AI), yaitu
informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya
distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agen.
Dalam hal ini principal seharusnya memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha
agen, namun ternyata informasi tentang ukuran keberhasilan yang
diperoleh oleh principal tidak seluruhnya disajikan oleh agen.
Akibatnya informasi yang diperoleh principal kurang lengkap
sehingga tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen yang
sesungguhnya dalam mengelola kekayaan principal yang dipercayakan
kepada agen.
Akibatnya adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini,
dapat menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya
kesulitan principal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap
tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan
permasalahan tersebut adalah :
Moral HazardMoral Hazard merupakan permasalahan yang muncul jika
agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
kontrak kerja.
Adverse SelectionAdverse Selection merupakan suatu keadaan
dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang
diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah
diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam
tugas.Ditambahkan oleh Scott (2005) dalam bukunya Financial
Accouting Theory mengemukakan bahwa :
Adverse Selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu
atau lebih pihak untuk transaksi bisnis, atau transaksi potensial
lainnya, memiliki keuntungan informasi lebih di pihak lain.
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau
lebih pihak untuk transaksi bisnis, atau transaksi potensial
lainnya, dapat mengamati tindakan mereka dalam pemenuhan transaksi
tetapi pihak lain tidak bisa.Adanya agency problem di atas,
menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan
didefinisikan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham
untuk mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan pemegang
saham daripada berperilaku mementingkan diri sendiri. Ada tiga
jenis utama dari biaya keagenan, yaitu: 1. Pengeluaran untuk
memantau kegiatan manajerial, seperti biaya audit.
2. Pengeluaran untuk struktur organisasi dengan cara membatasi
perilaku manajerial yang tidak diinginkan.
3. Biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika pemegang saham
dikenakan pembatasan, seperti persyaratan untuk suara pemegang
saham pada permasalahan tertentu, membatasi kemampuan manajer untuk
mengambil tindakan yang meningkatkan kekayaan pemegang saham.Dengan
tidak adanya upaya pemegang saham untuk mengubah perilaku
manajerial, biasanya akan ada kehilangan sebagian kekayaan pemegang
saham karena tindakan manajerial yang tidak pantas. Di sisi lain,
biaya keagenan akan berlebihan jika pemegang saham berusaha untuk
memastikan bahwa setiap tindakan manajerial sesuai dengan
kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu, jumlah optimal biaya
keagenan yang harus ditanggung oleh pemegang saham harus
ditentukan.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) biaya keagenan terdiri
dari:
The monitoring expenditures by the principleBiaya monitoring
dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor prilaku agen, termasuk
juga usaha untuk mengendalikan perilaku agen melalui budget
restriction, compensation policies. The bonding expenditures by the
agentThe bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa
agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan
prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi
kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.
The residual loss
Merupakan penurunan tingkat kesjahteraan prinsipal maupun agen
setelah adanya agency relationship.2.5. Cara Menghadapi Masalah
Keagenan
Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency
pemegang saham dan manager. Pada keadaan ekstrim, manajer
perusahaan bertindak sepenuhnya berdasarkan perubahan harga saham.
Dalam hal ini, biaya agen akan rendah karena manajer memiliki
insentif besar untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham,
hal tersebut tentu akan sangat sulit, oleh karena itu, dalam
keadaan tersebut menyewa manajer berbakat di bawah ikatan kontrak
karena pendapatan perusahaan akan dipengaruhi oleh peristiwa
ekonomi yang tidak berada di bawah kendali manajerial. Pada keadaan
ekstrim lainnya, pemegang saham dapat memonitor setiap tindakan
manajerial, tapi ini akan sangat mahal dan tidak efisien. Solusi
optimal terletak di antara ekstrim, di mana kompensasi eksekutif
terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga
dilakukan.Sebagian besar perusahaan publik kini memberlakukan
kinerja saham, dimana saham yang diberikan kepada eksekutif
berdasarkan kinerja seperti yang didefinisikan oleh tindakan
keuangan seperti laba per saham, imbal hasil aset, imbal hasil
ekuitas, dan perubahan harga saham. Jika kinerja perusahaan berada
di atas target kinerja, manajer perusahaan mendapatkan lebih banyak
saham. Jika kinerja di bawah target, mereka menerima lebih sedikit
dari 100 persen saham. Rencana kompensasi insentif berbasis kinerja
seperti saham, dirancang untuk memenuhi dua tujuan. Pertama, mereka
menawarkan insentif eksekutif untuk mengambil tindakan yang akan
meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kedua, rencana ini
membantu perusahaan menarik dan mempertahankan manajer yang
memiliki kepercayaan diri untuk risiko masa depan keuangan mereka
pada kemampuan mereka sendiri yang harus mengarah pada kinerja yang
lebih baik.Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham
agar berperilaku dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan,
Burdett dapat memberikan rekomendasi kepada dewan direksi,
yaitu:
Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang
jelas sehingga memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik
principal
Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan
jangka panjang dan agen diberikan keleluasan dengan batasan yang
menguntungkan kepentingan para pemegang saham
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik atau masalah
keagenan, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan,
diantaranya:
Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas
menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun
untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini
harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi tanpa ada
pengecualian yang tidak masuk akal. Diadakan tes kompetensi dan
kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan
terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan
yang sama dan adil untuk terpilih. Terpilih artinya walaupun
pejabat lain diatasnya tidak berkenan dengan orang tersebut, tetapi
karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya
ataupun memilih yang lain. Disinilah peran profesionalisme
dikedepankan. Akuntabilitas dan Transparansi setiap proses bisnis
dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak
sehingga penyimpangan yang dilakukan dapat diketahui dan diberikan
sanksi tanpa kompromi. Pelaku penyimpangan tersebut harus diumumkan
pada publik dan melakukan kontrol agar tidak terjadi permainan
sehingga pelaku tersebut bisa lolos dari sanksi yang sesuai. Pelaku
yang terbukti bersalah diberikan hukuman sehingga dapat menimbulkan
efek jera dan bagi yang lain agar tidak berani melakukan hal yang
sama. Hal yang sama juga diperlakukan pada pegawai/pejabat yang
berprestasi, selain diberi penghargaan, juga diumumkan pada publik
sehingga dapat menjadi contoh bagi pegawai/pejabat yang lain.
Menurut Bathalaet al, (1994) terdapat beberapa cara yang
digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu:1)
Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider
ownership)Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen
dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal
dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider
ownership) dapat digunakan untuk mengurangiagency costyang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan
diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan
yang diambilnya. Proses ini dinamakan denganbonding mechanism,
yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program
mengikat manajemen dalam modal perusahaan.2) Meningkatkan rasio
dividen terhadap laba bersih (earning after tax)
3) Meningkatkan sumber pendanaan melalui utang
Adanya utang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow
secara berlebihan oleh manajer karena perusahaan harus melakukan
pembayaran atas bunga dan pokok pinjaman secara periodik serta
mematuhi ketentuan pada perjanjian utang.
4) Kepemilikan saham oleh Institusi (Institutional
holdings)Adanya kepemilikan saham oleh investor institusional
seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Sedangkan
dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang
dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan, yaitu:1. Dengan
meningkatkaninsider ownership. Perusahaan meningkatkan bagian
kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang
saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi
termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.2. Dengan pendekatan
pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang.
Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan
saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi,
perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan
membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu penggunaan
hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan
antarashareholdersdengandebtholderssehingga memunculkan biaya
keagenan hutang.3. Institutional investorsebagaimonitoring
agent.Mohdet al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham
dari luar (outside shareholders) yaituinstitutional
investordanshareholders dispersiondapat mengurangi biaya keagenan
ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan
merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung
atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau
penyebaranpowermenjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan.
Arifin (2005) menambahkan mekanisme pengawasan yang dapat
mengurangi konflik keagenan, yaitu:
1. Kepemilikan terkonsentrasi
Mekanisme pengawasan ini agak mirip dengan mekanisme kepemilikan
institusional. Kepemilikan dikatakan terkonsentrasi jika untuk
mencapai control dominasi atau mayoritas dibutuhkan penggabungan
lebih sedikit investor. Jika control dipegang oleh sedikit invetor
maka akan semakin mudah control tersebut dijalankan. Kepemilikan
terkonsentrasi memiliki kekuatan control yang lebih rendah
dibandingkan dengan kepemilikan institusional karena mereka tetap
harus melakukan koordinasi untuk menjalankan hak kontrolnya. Di
sisi lain, mekanisme kepemilikan terkonsentrasi juga memiliki
kemungkinan lebih kecil untuk munculnya peluang bagi kelompok
investor yang terkonsentrasi untuk mengambil tindakan yang
merugikan investor yang lain.
2. Pasar Manajer
Arifin (2005) meyakinkan bahwa masalah keagenan akan berkurang
dengan sendirinya karena akan dicatat kerjanya oleh pasar manajer
baik yang ada dalam perusahaan sendiri maupun yang berasal dari
luar perusahaan. Lapisan manajer atas akan digantikan oleh manajer
lapisan bawahnya jika kinerjanya kurang memuaskan. Namun, mekanisme
pasar manajer ini tidak dapat sepenuhnya berjalan karena pasar
manajer bukan merupakan pasar yang sempurna. Kelangkaan tenaga
manajer dan sikap perlawanan dari pihak manajer agar posisinya
tidak diganti merupakan salah satu faktor yang menghambat
diciptakannya mekanisme pasar manajer untuk mengurangi masalah
keagenan.
BAB IIIPENUTUPKesimpulanAgency theory merupakan salah satu teori
yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan
modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan
menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam
Agency Theory mengenal adanya Asymmetric Information (AI) yaitu
informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya
distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan
agen.Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar
anggota-anggota dalam perusahaan dimana prinsipal dan agen sebagai
pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat
kepada agen untuk bertindak atas nama prisipal, sedangkan agen
merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan
perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang
telah diamanat oleh prinsipal kepadanya.Inti dari Agency Theory (
Teori Keagenan) adalah pendesainan kotrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi
konflik kepentingan. Agency Theory memiliki 3 landasan asumsi :1.
Asumsi tentang sifat manusia
2. Asumsi tentang keorganisasian
3. Asumsi tentang informasiDalam Jensen dan Meckling (1976),
Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), dijelaskan bahwa masalah
keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan masalah keagenan terdiri
dari:
Moral HazardMoral Hazard merupakan permasalahan yang muncul jika
agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
kontrak kerja.
Adverse SelectionAdverse Selection merupakan suatu keadaan
dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang
diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah
diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam
tugas.Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan
beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi masalah
keagenan, yaitu:1. Dengan meningkatkaninsider ownership. Perusahaan
meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan
kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai
dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase
kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja
dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.2.
Dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui
penggunaan hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat
mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan
ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik.
Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan
menimbulkan konflik keagenan
antarashareholdersdengandebtholderssehingga memunculkan biaya
keagenan hutang.
3. Institutional investorsebagaimonitoring agent.Mohdet al,
(1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside
shareholders) yaituinstitutional investordanshareholders
dispersiondapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost).
Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan
yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan
manajemen, maka konsentrasi atau penyebaranpowermenjadi suatu hal
yang relevan dalam perusahaan.
Arifin (2005) menambahkan mekanisme pengawasan yang dapat
mengurangi konflik keagenan, yaitu:
1. Kepemilikan terkonsentrasi
Mekanisme pengawasan ini agak mirip dengan mekanisme kepemilikan
institusional. Kepemilikan dikatakan terkonsentrasi jika untuk
mencapai control dominasi atau mayoritas dibutuhkan penggabungan
lebih sedikit investor. Jika control dipegang oleh sedikit invetor
maka akan semakin mudah control tersebut dijalankan. Kepemilikan
terkonsentrasi memiliki kekuatan control yang lebih rendah
dibandingkan dengan kepemilikan institusional karena mereka tetap
harus melakukan koordinasi untuk menjalankan hak kontrolnya. Di
sisi lain, mekanisme kepemilikan terkonsentrasi juga memiliki
kemungkinan lebih kecil untuk munculnya peluang bagi kelompok
investor yang terkonsentrasi untuk mengambil tindakan yang
merugikan investor yang lain.
2. Pasar Manajer
Arifin (2005) meyakinkan bahwa masalah keagenan akan berkurang
dengan sendirinya karena akan dicatat kerjanya oleh pasar manajer
baik yang ada dalam perusahaan sendiri maupun yang berasal dari
luar perusahaan. Lapisan manajer atas akan digantikan oleh manajer
lapisan bawahnya jika kinerjanya kurang memuaskan. Namun, mekanisme
pasar manajer ini tidak dapat sepenuhnya berjalan karena pasar
manajer bukan merupakan pasar yang sempurna. Kelangkaan tenaga
manajer dan sikap perlawanan dari pihak manajer agar posisinya
tidak diganti merupakan salah satu faktor yang menghambat
diciptakannya mekanisme pasar manajer untuk mengurangi masalah
keagenan.DAFTAR PUSTAKAScott, William R. 2012. Financial Accounting
Theory Sixth Edition.
Pearson.http://taskseekers.blogspot.com/2013/12/teori-keagenan.htmlhttps://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/http://derryjie.blogspot.com/2013/07/makalah-akuntansi-agency-theory.htmlhttp://anggyansyah.blogspot.com/http://gdeeka01.blogspot.com/https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/5.3.3
Outcomes of the BB Study
One of the most important outcomes of BB was that it opened up a
large number of additional usefulness. A logical next step is to
ask whether the magnitude of unexpected earnings is related to the
magnitude of the security market responserecall that BBs analysis
was based only on the sign of unexpected earnings. That is, the
information content of earnings in BBs study as classified only
into GN o BN, a fairly coarse measure.
The question of magnitude of response was investigated, for
example, by Beaver, Clake, and wright (BCW) in 1979. They
examinated a saple of 276 NYSE firms with December 31 year ends,
ove the 1o-yea period from 1965 to 1974. For each sample firm, for
each year of the sample peiod. They estimated the unexpected
earnings changes.
Upon comparations of unexpected earnings changes with abnormal
security returns, BCW found that the greate the change in
unexpected earnings, the greater the security market response.Also,
since 1986, accounting researchers have studied securities market
response to net income on other stock exchanges, in other
countries, and for quarterly earnings reports, with similar
results. The approach has been applied to study market response to
the information contained in new accounting standards, auditor
changes, etc.
5.4 EARNINGS RESPONSE COEFICIENT
Recall that the securities maket returns identified by BB were
averages, that is, they showed that on averagetheir GN firms
enjoyed positive abnormal returns, and their BN firms showed
negative ones. Of course, an average can conceal wide variation
about the average. Thuse, it is likely that some firms abnormal
returns were well above average and others were well below.
Consequently, one of the most important directions that empirical
financial accounting research took following the BB study was the
identification and explanation of differential market esponse to
eanings information. This is called earnings esponse coefficient
(ERC) research.
An earnings response coeficient measures the extent of a
securitys abmomal market return in response to the unexpected
component of reported earnings of the firm issuing that
security.
Thst is, to calculate an ERC, divide abnormal share return (for
the window surrounding the date of earnings release) by unexpected
earnings for the period. This measures abnormal eturn per dollar of
abnormal earnings, enabling comparisons of ERCs across firms and
over time.
5.4.1 Reasons for Differential Market ResponseA number of
reasons can be suggested for differential market response to
reported earnings. We will review these in return.
Beta the riskier is the sequence of a firms future expected
returns, the lower will be its value to a risk-averse investor,
other things equal. For a diversified investors, the relevant risk
measure of a security is its beta.
Capital Structure for highly levered firms, an increase, say, in
earnings (before increase) adds strength and safety to bondand
other aoutstanding debt, so that much of the good newsin earnings
goes to the debtholders rather than the shareholders. Thus, the ERC
for a highly leveed firm should be lower than that of a firm with
little or no debt, other things equal.
Earnings Quality recall from section 3.3.2 that we define the
quality (i.e., the informativeness) of earnings by the magnitude of
the main diagonal probabilities of the associated informations
system. The higher these probabilities, the higher we would expect
the ERC to be, since investor are better able to infer future firm
performance from current performance.
As partical matter, measurement of earnings quality is less
clear, since information system probabilities are not directly
observable and a sampling approach runs into problems of sampling
error.
Fortunately, other dimensions of eanings quality are available,
including the important concept of erarnings persistence. we would
expect that the EC will be higher the more the good or bad news in
current earnings is expected to persist into the future, since
current earnings then provide a better indications of future firm
performance. Thus, if current GN is due to the successful
introduction of a new product or cost-cutting by management, the
ERC should be higher than if the GN was due to, say, an
unanticipated gain on disposal of plant and equipment. In the
latter case, the firms market value increase dollar-for-dollar with
the amount of the gaint, since there is little reasons to expected
the unusual gain to recur. In the new product and cost-cutting
cases, the revenue increases o cost savings will persist to benefit
future income statements as well, so the ERC should be
higher.Persistence is a challenging and useful concept. One reason,
advanced by Ramarishnan and Thomas (1991) (RT), is that different
components of net income may have different persistence. for
example, suppose that in the same year in which affirm successfully
introduces a new product it also reports a gain on disposal of
plant and equipment. Then, the persistence of earnings is an aveage
of the differing persistence of the components of earnings. RT
distinguish three types of earnings event:
Permanent, expected to persist indefinitely
Transitory, affecting earnings in the current year but not
future years
Price-irelevant, persistence of zero
The ERC per dollar of unexpected earnings for these ae ( 1 + Rf
)/Rf (where Rf is the risk-free rate of interest under ideal
conditions), 1, and 0 respectively. In effect, there are there
ERCs, all of which may be present in the same income statement. RT
suggest that instead of trying to estimate an average ERC, investos
should attempt to identify the there types separately and assign
different ERCs to each. In so doing, they can identify the firms
permanent, or persistent, eaning power. This implies that
accountants should provide lots of classification and detail on the
income statement.
To understand the ERC for permanent earnings, note that it can
be written as 1 + 1/Rf. thus, under ideal conditions, the market
response to $1 of permanent earnings consist of the current yaers
installment of $1 plus the present value of the perpetuity of
future installments of 1/Rf writing the ERC this way also shows
that when earnings persist beyond the current year, the magnitude
of the ERC varies inversely with the interest rate.
A second dimension of earnings quality is accrual quality. This
approach was proposed by DeChow and Dechev (2002). They pointed out
that net income is composed of
Net income = Cash flow from operations Net accruals
Where net accruals, whichcan be positive or negative, include
changes in non-cash working capital accounts such as receivables,
allowance for doubtful accounts, inventories, accounts payable,
etc., as well as amortization expense. They then argued that
earnings quality depends pimarly on the quality of working capital
accruals, since cash flow from operations is relatively less
subject to errors and manager bias, and there fore is of reasonably
high quality to start with.
To test this concept of accruals quality, DeChow and Dichev
suggested estimating the following regression equation:
WCt = b0 +b1 CFOt-1 + b2 CFOt + b3 CFOt+1 + t
(5.1)Where WCt is the change in net non-cash working capital for
the firm in question for period t, that is, working capital
accruals.
CFOt-1 is cash flow from operations in period t 1, etc., b0, b1,
and b2 are constants to be estimated, and t is the residual error
term, that is, the portion of total accruals not explained by cash
from operations.
For a specific firm, equation (5.1) is estimated usIng data from
several recent periods. Accrual quality, hence earnings quality, is
based on the variability of the t , residuals, that is high t
variability indicates a poor match between current accruals WCt and
subsequent accrual operating cash flow realizations.
Evidence that firms ERCs and share prices respond positively to
accrual quality as measured by this procedure is reported by
Francis, LaFond, Olsson, and Schipper (2004 and 2005) and Ecker,
Francis, Kim, Olsson, and Schipper (2006).