BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSepsis merupakan suatu kondisi
kerusakan sistim imun akibat infeksi.Hal ini merupakan masalah
kesehatan dunia karena patogenesisnya yang sangat kompleks dan
pengobatannya yang sulit serta angka mortalitasnya yang tinggi
meskipun selalu terjadi perkembangan antibiotic yang baru.Sepsis
terjadi di beberapa Negara dengan angka kejadian yang tinggi, dan
kejadiannnya yang terus meningkat.Berdasarkan data Epidemiologi di
Amerika Utara bahwa sepsis terjadi pada 3 kasus dari 1000 populasi
yang diartikan 75.000 penderita per tahun.(Guntur A H,2007) Angka
mortalitas sepsis mencapai 30% dan bertambah pada usia tua 40% dan
penderita syok sepsis mencapai 50 %.Meskipun selalu terjadi
perkembangan antibiotic dan terapi perawatan intensif,sepsis
menimbulkan angka kematian yang tinggi dihampir semua ICU.Sindrom
sepsis mulai dari Sistemic Inflammatory Respond Syndrome (SIRS)
sampai sepsis yang berat (Disfungsi organ yang akut) dan syok
sepsis (Sepsis yang berat ditambah dengan hipotensi yang tak
membaik dengan resusitasi cairan).(Kasper,2005)Terapi utama
meliputi resusitasi cauran untuk mengembalikan tekan sirkulasi
darah, terapi antibiotic, mengatasi sumber infeksi, pemberian
vasopresor untuk mencegah syok dan pengendalian kadar gula dalam
darah.Sepsis akan menyebabkan terjadinya syok, sehinggga berdampak
pada kerusakan organ.Respon sepsis dapat dipicu oleh trauma
jaringan, ischemia-reperfusion injury, endokrin dan
eksokrin.(Guntur A H,2007)Bakteri gram negative terdpat endotoksin
yang disebut lipopolisakarida (LPS) yang terletak pada lapisan
terluar.Lapisan luar membrane bakteri gram negative tersusun atas
lipid bilayer, yaitu membrane sitoplasmic dalam dan luar yang
dipisahkan peptidoglikan. .(Guntur A H,2007)Sepsis terdapat
produksi mediator-mediator inflamasi atau sitokin.Makrofag
merupakan salah satu mediator seluler, makrofag memegang peranan
penting dalam pathogenesis syok sepsis.Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa LPS dapat menurunkan kemampuan IFN-gamma atau LPS
untuk memacu Inducible nitric oxide synthase (Inos) pada kultur
makrofag sehingga NO mengalami penurunan.1.2 Rumusan
MasalahBerdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :1. Apa definisi dari
Syok Septik?2. Apa etiologi dari Syok Septik?3. Bagaimana
patogenesis dari Syok Septik?4. Bagaimana manifestasi klinis dari
Syok Septik?5. Bagaimana patofisiologi dari Syok Septik?6.
Bagaimana Penatalaksanaan dari Syok Septik?1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan
UmumMengetahui penatalaksanaan dari syok sepsis.1.3.2 Tujuan
Khusus1. Mengetahui definisi dari Syok Septik2. Mengetahui etiologi
dari Syok Septik3. Mengetahui patogenesis dari Syok Septik4.
Mengetahui manifestasi klinis dari Syok Septik5. Mengetahui
patofisiologi dari Syok Septik6. Mengetahui Penatalaksanaan dari
Syok Septik
BAB IITINJAUAN TEORI2.1 DefinisiSyok adalah kondisi kritis
akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui
tubuh.(Kamus Keperawatan).Syok adalah suatu keadaan serius yang
terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai. Syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan
kematian sel maupun jaringan.(Nasroedin,2007)Syok terjadi akibat
berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau
dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena
reaksi alergi atau infeksi).Sepsis adalah adanya SIRS (Systemic
Infalammatory Respondense syndrome) di tambah dengan adanya infeksi
pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat
tersebut. Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan respons
systemic terhadap infeksi, adanya SIRS ditambah dengan infeksi yang
di buktikan (proven) atau dengan suspek infeksi secara
klinis.Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua
atau lebih criteria : Suhu >38 C atau 90x/menit Laju Respirasi
>20 kali/menit atau PaCO2 12.000/mm3 atau >10 % sel
imatur/band.Penyabab respon sistemikdihipotesiskan sebagia infeksi
local yang tidak terkontrol,sehingga menyebabkan bakterimia atau
toksemia (endotoksin/eksotoksin) yang menstimulasi reaksi inflamasi
di dalam pembuluh darah atau organ lain.Sepsis secara klinis dibagi
berdasarkan beratnya kondisi, yaitu sepsis,sepsis berat, dan syok
septic.Sepsis berat adalah infeksi dengan adanya bukti kegagalan
organ akibat hipoperfusi.Syok septic adalah sepsis berat dengan
hipotensi yang persisten setelah diberikan resusitasi cairan dan
menyebabkan hipoperfusi jaringan.Pada 10% -30 % kasus syok septic
didapatkan bakterimia kultur positif dengan mortalitas mencapai
40-150%.Syok septik adalah Shock yang disebabkan infeksi yang
menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum shock
distributif.2.2 EtiologiPenyebab terbesar adalah bakteri gram
negatif. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah
lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari
bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak,
dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang
dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun
merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab
terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga
menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit.
Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair semua kuman,
dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak
integritas membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).2.3
PatogenesisSepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk
berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat
dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF,
IL-1, interferon (IFN-) yang membantu sel menghancurkan
mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang
bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon
yang berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin
proinflamasi dengan antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi
tubuh.Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama
membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum
penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi
dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan
imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi
adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada
dindingnya.Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan
superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang
berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC), kemudian
ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida
spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC).
Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan
dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell
receptor).Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1
yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-, IL-2 dan M-CSF
(Macrophage Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan
mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN- merangsang
makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. IFN-, IL-1 dan TNF- merupakan
sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1
dan TNF- dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF- selain
merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah,
yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1 sebagai
imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1
menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan
mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri
dari 3 langkah, yaitu:a. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin
yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dala
mengikat ligan respektifb. Merupakan langkah yang sangat penting,
adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau
CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi
(ICAM) yang dihasilkan oleh endotelc. Transmigrasi neutrofil
menembus dinding endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel
akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding endotel,
akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas
yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs,
sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan
endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan
kerusakan organ multipel.( Meisner M,2000)Pendapat lain yang
memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel
disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah
kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan
kematian.Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2
mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan
menghambat ekspresi IFN-, TNF- dan fungsi APC. IL-10 juga
memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10
meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada
sepsis dapat dicegah.(Hermawan, 2007).2.4 Patofisiologi Syok
SeptikEndotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan
proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu
sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain.
Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana
terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila
proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi
proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses
inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada
tingkat sesluler pada berbagai organ.( Vienna,2000)Terjadi
disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan
maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan
dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard
sehingga terjadi penurunan curah jantung.Lanjutan proses inflamasi
menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai
disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan
kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel),
gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus.
Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah
terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant
substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri,
gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang
diberikan (Chen dan Pohan, 2007).2.5 Gejala Klinis SepsisTidak
spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala
konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat
infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus, tractus
urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis
akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita
diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan
granulositopenia.Tanda-tanda MODS dengan terjadinya
komplikasi:Sindrom distress pernapasan pada dewasaa. Koagulasi
intravasculara. Gagal ginjal akutb. Perdarahan ususc. Gagal hatid.
Disfungsi sistem saraf pusate. Gagal jantungf. Kematian. (Hermawan,
2007).2.6 Diagnosis2.6.1 RiwayatMenentukan apakah infeksi berasal
dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien immunocompromise.
Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:a. Demam atau tanda yang
tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasib.
Hipotensi, oliguria, atau anuriac. Takipnea atau hiperpnea,
hipotermia tanpa penyebab yang jelasd. Perdarahan2.6.2
PemeriksaanFisikPemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi
dan penyebab infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada
dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan
genital.2.6.3 LaboratoriumHitung darah lengkap, dengan hitung
diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea darah, nitrogen,
kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas
darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah,
sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus
dilakukan.Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri,
trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi
leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis
respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia.
Lipida serum meningkat.Selanjutnya, trombositopenia memburuk
disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan
keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan
hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila
otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis
metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia
diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk
hipotensi.(Hermawan, 2007).2.7 PenatalaksanaanTiga prioritas utama
dalam penatalaksanaan sepsis yaitu:2.7.1 Stabilisasi pasien
langsungPasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU.
Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan
ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk
membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada
pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin,
dan norepinefrin.Dalam 10 tahun terakhir telah banyak didapatkan
perkembangan dalam tatalaksana sepsis, yaitu dalam hal resusitasi
cairan, terapi inotropik dan pemberian antibiotika. Namun dalam
penanganan sepsis terkini diketahui bahwawaktumemegang peranan
penting dan krusial.Early Goal Directed Therapy(EGDT) merupakan
penatalaksanaan pasien dengan sepsis berat dan syok septik, yang
bertujuan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, dalam
jangka waktu tertentu.Telah diketahui bahwa perfusi jaringan yang
buruk pada keadaan sepsis berat dan syok septik menyebabkan
terjadinyaglobal tissue hypoxiadan berbagai konsekuensi yang
menyertainya, dan hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka
mortalitas.EGDT mulai berkembang di tahun 2001 setelah penelitian
Rivers dkk menemukan bahwa penatalaksanaan yang agresif dalam
jangka waktu 6 jam, dengan tujuan mencapai target-target tertentu
di unit gawat darurat pada pasien sepsis berat dan syok septik
ternyata berhasil mengurangi mortalitas hingga 16,5% dibandingkan
dengan kelompok yang mendapat terapi standar dengan mortalitas
mencapai 46,5%.EGDT kini telah banyak diterapkan di berbagai rumah
sakit, sebagai bentuk implementasiSurviving Sepsis Campaign.Namun,
dalam pelaksanaannya, seringkali masih menemui kendala akibat
kurang mendukungnya sumber daya, sarana dan prasarana yang
tersedia.Agar EGDT dapat dilakukan dengan terorganisasi maka
klinisi harus memiliki pemahaman tentang patofisiologi sepsis,
teori yang mendasari EGDT, serta memiliki keterampilan dan
penguasaan prosedur medis dan teknis yang akan dilakukan dalam
penanganan pasien dengan sepsis berat dan syok septik.Berikut ini
akan dibahas mengenai teori yang mendasari EGDT, prinsip EGDT,
serta aplikasinya di rumah sakit.Algoritme berbasis waktu ini dalam
1 jam pertama bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahankan
denyut jantung ke nilai normal, mencapai waktu pengisian kapiler 3
detik merupakan faktor prognostik perlunya resusitasi cairan,
sehingga cukup prediktif digunakan sebagai alat untuk menilai
adekuatnya terapi cairan yang diberikan pada pasien dengan sepsis
berat dan syok septik. Jenis cairan resusitasiPemilihan jenis
cairan pada resusitasi sepsis berat dan syok septik bersifat
liberal. Secara umum, cairan isotonis cukup efektif, aman, dan
efektif dibandingkan dengan koloid, sehingga disarankan sebagai
cairan lini pertama pada resusitasi.Penelitian di India yang
dilakukan oleh Upadhyay (2005) mendapatkan tidak adanya
perbedaanoutcomepasien syok septik yang diresusitasi dengan cairan
kristaloid dibandingkan dengan koloid.Namun hal yang berlawanan
didapatkan dari penelitian Schierhout dan Roberts, bahwa resusitasi
dengan cairan koloid dapat menyebabkan efek samping berupa gangguan
hemostasis.Pada saat ini penelitian klinis banyak dilakukan untuk
mengetahui kegunaan penggunaan cairan hipertonis dalam resusitasi
sepsis berat dan syok septik.b. Koreksi hipoglikemiaHipoglikemia
dapat menyertai suatu sepsis dan menimbulkan gangguan kesadaran.
Keadaan ini dapat dikoreksi dengan pemberian Dextrose-10% pada
cairan rumatan dengan kecepatan 8 mg/kg/menit pada neonatus, 5
mg/kgbb/menit pada anak, dan 2 mg/kgbb/menit pada remaja. Bila
disertai dengan kegagalan fungsi hati, penderita mungkin
membutuhkan kecepatan infus glukosa yang lebih tinggi, dapat
mencapai 16 mg/kgbb/menit. Hiperglikemia dapat pula menyertai
keadaan sepsis, yang didefinisikan sebagai kadar glukosa sewaktu
> 140 mg/dL. Penatalaksanaan hiperglikemia dapat dengan
menggunakan cairan Dextrose-5% dan dapat dikombinasikan dengan
terapi insulin.Direkomendasikan untuk mempertahankan kadar
glukosa>80 dan 10 g/dL. Saturasi vena sentral (ScvO2) akan
memberikan informasi keseimbangan antara kebutuhan dan pemenuhan
oksigenasi di jaringan,yang dilaporkan berhasil mengurangi
mortalitas hingga 40% dibandingkan pada pasien yang tidak dilakukan
pemantauan ScvO2.FlowScvO2juga bergunauntuk memperkirakan aliran
darah dari otak. Nilai > 40 mL/kgbb/menit berhubungan
denganoutcomeneurologis yang lebih baik dan juga survival
pasien.Dengan pemasangan vena sentral, dapat dilakukan pemantauan
terhadap keberhasilan penatalaksanaan syok, khususnya pada keadaan
syok yang refrakter, yaitu karena titrasi cairan, inotropik, dan
vasopresor ataupun vasodilator dilakukan dengan memerhatikan
parameter-parameter di atas.a. Cold shockdengan tekanan darah
normalPada keadaancold shock, dilakukan titrasi cairan dan
pemberian epinefrin, untuk mencapai ScvO2> 70%, dengan
mempertahankan kadar hemoglobin > 10 g/dL. Bila kadar ScvO2masih
di bawah 70%, kemungkinan didapatkan syok denganCardiac Indexyang
rendah, tekanan darah normal, dengan resistensi vaskuler sistemik
yang tinggi. Hal ini serupa dengan anak yang mengalami syok
kardiogenik, yang dalam penatalaksanaannya bertujuan untuk
mengurangiafterloaduntuk memperbaiki aliran darah dengan
berkurangnyaafterloadventrikel, sehingga akan dapat meningkatkan
pengosongan ventrikel. Oleh karena itu,nitroprussideatau
nitrogliserin menjadi vasodilator lini pertama pada syok resisten
epinefrin dengan tekanan darah normal. Vasodilator diberikan dengan
sebelumnya dilakukanloadingcairan terlebih dahulu.Nitrogliserin
pada dosis 10-60 g/menit dapat membantu
menurunkanafterload.5Vasodilator yang termasuk di dalamnya yaitu
Milrinone, yang pemberiannya dipertimbangkan bila masih didapatkan
curah jantung yang rendah.Milrinone (Primacor) diberikan dengan
dosis 50 mcg/kg i.v. bolus selama 15 menit, dilanjutkan dengan
infus kontinu 0,5 0,75 mcg/kgbb/menit dan dititrasi hingga tercapai
efek yang diinginkan.b. Cold shockdengan tekanan darah rendahPada
keadaan ini didapatkan syok denganCardiac Indexyang rendah, tekanan
darah yang rendah, serta resistensi vaskuler perifer yangrendah
pula. Untuk penatalaksanaan selanjutnya yaitu dilakukan titrasi
cairan dan epinefrin untuk meningkatkan tekanan darah diastolik dan
meningkatkan resistensi vaskuler perifer. Bila tekanan darah yang
adekuat sudah tercapai, maka untuk memperbaikiCardiac Indexdan
mencapai ScvO2> 70% dapat diberikan dobutamin, selain itu kadar
Hb juga dipertahankan > 10 g/dL. Bila pasien masih hipotensi,
pertimbangkan pemberian norepinefrin. Bila ScvO2masih di bawah 70%,
pertimbangkan dobutamin, milrinone, enoximoneatau
levosimendan.Levosimendan bekerja dengan cara meningkatkan
sensitivitas kalsium dari aparatus kontraktil miokardium, juga
berfungsi seperti halnyatype III PDE inhibitor-activitylain.
Enoximone juga merupakantype III PDE inhibitoryang lebih selektif
dan menjaga cadangan c-AMP yang diproduksi -1 aktivator reseptor
sel miokardium, sehingga dapat memperbaiki performa jantung dengan
lebih sedikit efek hipotensi.c. Warm shockdengan tekanan darah
rendahPada keadaan ini didapatkan syok denganCardiax Indextinggi,
dan resistensi perifer yang rendah. Maka penatalaksanaan
selanjutnya yaitu dengan pemberian titrasi cairan dan norepinefrin,
untuk mempertahankan ScvO2> 70%. Bila masih didapatkan
hipotensi, pertimbangkan vasopresin, terlipresin, atau angiotensin
untuk memperbaiki tekanan darah; namun perlu diperhatikan pula
bahwa obat-obat vasokonstriktor di atas dapat menyebabkan
berkurangnya curah jantung, sehingga dalam penggunaan obat tersebut
direkomendasikan dengan pemantauan curah jantung dan ScvO2. Bila
ScvO2masih di bawah 70% pertimbangkan untuk pemberian epinefrin
dosis rendah.Vasopresin (Vasopressin, Pitressin) diberikan dalam
infus kontinu mulai dari 0.5 mili-unit/kgbb/jam, dosis dinaikkan
tiap 30 menit sesuai kebutuhan hingga maksimal 10
mili-unit/kgbb/jam (0.01 U/kgbb/jam).d. Syok resisten katekolamin
yang persistenBila pasien masih belum responsif dengan terapi yang
diberikan di atas, maka dikatakan sebagai syok resisten katekolamin
yang persisten. Untuk itu perlu disingkirkan dan diperbaiki
berbagai keadaan yang berkontribusi terhadap syok refrakter terapi
cairan dan katekolamin, di antaranya yaitu adanya efusi
perikardial, pneumotoraks, peningkatan tekanan intraabdomen lebih
dari 12 mmHg. Pertimbangkan pula kemungkinan adanya perdarahan,
keadaan imunosupresi, ketidaksesuaian kontrol pengendalian infeksi
(misalnya jenis dan dosis antibiotik yang diberikan belum memadai).
Pada saat ini, dipertimbangkan untuk memandu titrasi cairan,
inotropik, vasopresor, vasodilator dan terapi hormonal dengan
pemasangan akses arteri pulmonalis, PICCO (pulse cardiac output),
atauFemoral Arterial Thermodilution (FATD)Cathether, dan atau
ultrasonografi doppler untuk memantau curah jantung. Kateter arteri
pulmonalis dapat mengukur tekanan penutupan arteri pulmonaris
sehingga dapat mengidentifikasi disfungsi ventrikel kiri, serta
dapat digunakan untuk menentukan kontribusi relatif fungsi
ventrikel kanan dan kiri. PICCO berguna untuk memperkirakan volume
akhir diastolik keseluruhan ruang jantung serta mengukur cairan
paru ekstravaskuler, sehingga dapat membantu penilaian
apakahpreloadsudah adekuat atau belum. Monitoring non-invasif
seperti penggunaanpulse oxymetri, saturasi oksigen vena per-kutan,
dan lainnya masih dalam tahap evaluasi. Tujuan terapi pada saat ini
yaitu mencapai dan mempertahankanCardiac Index3.3 6
L/menit/m2.Extracorporeal membrane oxygenation(ECMO)merupakan salah
satu alternatif terapi yang perlu dipertimbangkan, telah dilakukan
secara terbatas pada syok yang refrakter dan atau keadaan gagal
nafas yang tidak bisa ditangani dengan terapi konvensional. ECMO
telah dilakukan pada pasien dengan syok septik, namun pengaruhnya
sendiri masih belum jelas. Penelitian yang menganalisis 12 pasien
sepsis dengan ECMO, 8 orang di antaranya bertahan hidup dan
padafollow uprentang 4 bulan hingga 4 tahun, didapatkan bahwa
rata-rata setelah 1 tahun mereka dapat menjalani kehidupan dengan
normal.e. Monitoring hemodinamik dan pencapaian target-target
terapeutikTujuan akhir resusitasi syok septik yaitu tercapainya
normalisasi denyut jantung, waktu pengisian kapiler1mL/kgbb/jam),
skala kesadaran yang normal, serta kadar glukosa dan kalsium yang
normal. Tujuan akhir lainnya yang juga digunakan pada populasi
dewasa yaitu berkurangnya kadar laktat serum serta defisit basa,
ScvO2>70% atau SvO2>65%, CVP 8-12 mmHg atau dengan metode
lainnya untuk menilai fungsi pengisian jantung, yaitu mencapai dan
mempertahankanCardiac Index3,3 6 L/menit/m2.Target pencapaian
ScvO2>70%, didukung pula dengan transfusi PRC bila hematokrit
kurang dari 30%, maupun dengan pemberian inotropik. Untuk pemberian
transfusi, sebuah penelitian multisenter terandomisasi mendapatkan
bahwa batas ambang transfusi Hb 7 g/dL dibandingkan dengan ambang
batas Hb 9,5 g/dL, ternyata memberikanoutcomeyang sama. Namun,
dalam rangka memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, Hb
dipertahankan di atas 10 g/dL.Target-target di atas diharapkan
tercapai dalam 6 jam sejak pasien masuk unit gawat darurat maupun
pada tempat perawatan intensif, ternyata berhasil menurunkan
morbiditas dan mortalitas akibat sepsis, sepsis berat, dan syok
septik.Implementasi EGDT di Rumah SakitEGDT merepresentasikan
penatalaksanaan kegawatdaruratan yang terbukti memperbaiki
prognosis pasien dengan sepsis berat dan syok septik. Namun
pelaksanaannya kadang masih belum sesuai dengan protokol yang ada,
dengan latar belakang bervariasi.Pada saat ini, berbagai kendala
yang ditemukan dalam implementasi EGDT yaitu kurangnya pemahaman
tentang patofisiologi sepsis, teori yang mendasari EGDT, serta
kurangnya keterampilan maupun penguasaan prosedur medis dan teknis
yang dilakukan dalam penanganan pasien dengan sepsis berat dan syok
septik.Selain itu, model rumah sakit, sarana serta prasarana yang
ada juga berperan terhadap keberhasilan implementasi EGDT. Agar
implementasinya konsisten dan terorganisir, diperlukan suatu model
protokol yang disesuaikan dengan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana penunjang di rumah sakit tersebut. Implementasinya di
rumah sakit dikatakan dapat mereduksi biaya-biaya hingga 23,4%.
Efektivitas biaya ini dapat tercapai bila EGDT dilakukan mulai di
unit gawat darurat atau ruang perawatan intensif dengan respon tim
yang cepat.Untuk implementasi EGDT secara optimal, maka diperlukan
dukungan mutlak institusi dalam hal penyediaan sarana dan
prasarana. Klinisi juga diharapkan meningkatkan keterampilan dalam
prosedur tindakan yang diperlukan dalam implementasi EGDT.2.7.2
Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganismePerlu segera
perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara
dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas.
Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen
antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan
penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen
penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).Sebelum ada hasil kultur
darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara
golongan penisilin/penicillinaseresistant penicillin dengan
gentamisin.2.7.3 Pemberian antibiotik1) Golongan penicillin Procain
penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis Ampicillin 4-6
x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari2) Golongan penicillinaseresistant
penicillin Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 41 gram/hari iv selama
7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini
masing-masing dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan
preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).
Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.3)
GentamycinGaramycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7
hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.
BAB IIITINJAUAN KASUS3.1 Contoh KasusSeorang laki-laki usia 73
tahun,BB : 60 kg masuk Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dirujuk dari rumah sakit (RS) swasta dengan syok
septik akibat bronkopneumonia. Pasien sempat dirawat di ruang rawat
intermediate selama 3 hari. Keluhan utama saat masuk RS swasta
adalah pasien lemas dan tidak nafsu makan sejak seminggu
sebelumnya. Keluhan lain adalah mual tapi tidak muntah, intake
makanan hanya separuh biasanya. Demam, batuk ada, tidak berdahak.
Kadang-kadang merasa sesak.Tidur dengan posisi setengah
duduk.Pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun,
berobat teratur. Riwayat penyakit jantung koroner pasca pemasangan
Stent Percutaneous Coronary Interventasi (PCI) tahun 2007 dan 2010.
Aktivitas sehari-hari sudah terbatas.Hasil pemeriksaan penunjang
yang dilakukan di RS swasta adalah pemeriksaan darah perifer kadar
Hb 17,9 g/dL Ht 52%, Leukosit 24.800/uL, Trombosit 314.000/uL,
Ureum/kreatinin 176 mg/dL/2,5 mg/dL, creatinine clearance test
hitung 16,9 ml/menit GDS 189 mg/dL, SGOT/SGPT 3328 U/L/1913 U/L,
asam urat 15,9 mg/dL, Na/K/Cl 133/4,7/97 mmol/L, PT 14,9
(11,7)/aPTT 171 (31,9), Fibrinogen/D-dimer 353,5/300, AGD: pH 7,4,
PaCO2 :26,2, PO2 : 146 ,HCO-3 : 16,1 BE/-7,6 Sat O2/99%, CKMB: 92
Troponin T 1ml/kg/jam. Dengan CRRT ketergantungan akan dosis
norepinefrin (NE) tampak sangat jauh berkurang. Sebelumnya MAP
dipertahankan diatas 70mmHg dengan dosis NE 0,8-1ug/kg/menit tetapi
setelah program CRRT dosis NE adalah 0,1ug/kg/menit untuk
mempertahankan MAP yang sama. Parameter hemodinamik seperti CO, CI
dan SV tampak membaik walaupun pada hari ke VII, VIII, IX terlihat
sedikit menurun kembali.Selama RRT, tetap diberikan cairan
kristaloid rumatan 20ml/jam dan albumin 20% 100ml sebagai volume
ekspander dan untuk menarik cairan di jaringan yang edema.
Antibiotik empirik tetap diberikan dengan terapi dosis. Adanya HAP
dan ISK dengan kemungkinan kuman multiresistens maka digunakan
terapi antibiotik meropenem 3x1 g dan amikasin 1x1 g.Infeksi yang
menyebabkan syok pada pasien ini diduga pneumonia yang didapatkan
dari RS swasta dan juga infeksi saluran kemih yang dibuktikan
dengan hasil urinalis ditemukan bakteri dan jamur. Pada hari
kesembilan, keluar hasil kultur sputum yakni candida albicans
sehingga pemberian anti fungal.
BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanSindrom kardiorenal terjadi pada
pasien yang mengalamai sepsis berat dan syok septik. Patogenesis
terjadinya CRS dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi
baik fungsi jantung dan atau ginjal, termasuk keadaan syok yang
dihubungkan dengan hipoperfusi ginjal, vasodilatasi pembuluh darah
sistemik maupun intrarenal, reaksi inflamasi jaringan, disfungsi
endotel dan terjadinya gangguan permeabilitas vaskular.Pada kasus
sepsis berat dan syok sepsis keberhasilan terapi terletak pada
penatalaksanaan yang adekwat dan implementasi dari 3 pilar sepsis
yakni resusitasi cairan sedini mungkin dapat mencapai target
hemodinamik, pemberian antibiotik yang tepat dan adekwat serta
source control yang baik.4.2 SaranSyok dapat mengancam nyawa
seseorang,jika tidak diobati, biasanya berakibat fatal. Jika
diobati, hasilnya tergantung kepada penyebabnya, jarak antara
timbulnya syok sampai dilakukannya pengobatan serta jenis
pengobatan yang diberikan. Kemungkinan terjadinya kematian pada
syok karena serangan jantung atau syok septik pada penderita usia
lanjut sangat tinggi. Mencegah syok lebih mudah daripada mencoba
mengobatinya. Pengobatan yang tepat terhadap penyebabnya bisa
mengurangi resiko terjadinya syok.
Daftar IsiBAB I1PENDAHULUAN11.1Latar Belakang11.2Rumusan
Masalah21.3Tujuan21.3.1Tujuan Umum21.3Tujuan Khusus2BAB II3TINJAUAN
TEORI32.1Definisi32.2Etiologi42.3Patogenesis42.4Patofisiologi Syok
Septik62.5Gejala Klinis
Sepsis62.6Diagnosis72.6.1Riwayat72.6.2PemeriksaanFisik72.6.3Laboratorium72.7Penatalaksanaan82.7.1Stabilisasi
pasien langsung82.7.2Darah harus cepat dibersihkan dari
mikroorganisme202.7.3Pemberian antibiotik20BAB III22TINJAUAN
KASUS223.1Contoh Kasus223.2Penatalaksanaan223.2.1Di UGD223.2.Di
ICU25BAB IV28PENUTUP284.1Kesimpulan284.2Saran28
i