This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH KASUS 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SPONDILITIS TB
KELOMPOK 11
SITI ANISA ZAKIYYA NORDIN 220110080145
SALAS AULADI 220110080138
SRI HANDINI PERTIWI 220110080105
SILVIA JUNIANTY 220110080097
SRI MELFA DAMANIK 220110080079
SELLA GITA ADITI 220110080052
SUSI HANIFAH 220110080035
SARAH RIDHASA F. 220110080013
TIARA RACHMAWATI 220110080118
TIARA TRI 220110080108
TRIANDINI 220110080095
TAMMY KUSMAYANTI 220110080053
TIARA ARUM KESUMA 220110080050
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
JATINANGOR
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai penyakit Spondilitis.
Makalah ini disusun dalam rangka pendokumentasian dari aplikasi pembelajaran mata
kuliah Sistem Muskuloskeletal. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya terutama kepada tutor kelompok 11 dalam penyusunan mata kuliah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Pada akhirnya, penyusun mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jatinangor, desember 2009
Penulis
LATAR BELAKANG
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis yang dikenal pula dengan nama Pott’s disease
of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak
terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya
dikarenakan penyakit ini.
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang
menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang
belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya
basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan
untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5 tahun. Saat ini dengan adanya
perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan
umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak.
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan
dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di
negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas
utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan
kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah
berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu
30 tahun terakhir.
Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada
kurang lebih 10% kasus. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang
paling sering terkena tuberkulosa tulang. Diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-
tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal
terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang
paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai
maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sacral.
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang sebenarnya
memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu diperlukan tindakan operatif
serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita
menjalani tindakan operatif.
(http://pustakaunpad.ac.id)
KASUS
Nona Co, berusia 21 tahun, mengeluh nyeri pada punggung sejak 2 minggu yang lalu pada area
sekitar lumbal, tampak massa yang mengeluarkan cairan berwarna putih. Jumlah cairan 0,5 cc.
klien telah diperiksa elektromyografi, hasilnya sesuai iritasi radiks L4 dan L5 serta S1.
STEP I
1. Iritasi radiks L4 dan 5 serta S1? (LO) (Tiara A)
2. Lumbal? (LO) (Tiara R)
3. Elektromiografi? (LO) (Sella)
STEP II
1. Diagnosa medis? (Tiara R)
2. Apakah ada inflamasi atau tidak didaerah lumbal? (Sri Handini)
3. Rentang waktu timbulnya infeksi sampai keluar cairan putih? (Tammy)
4. Kandungan cairan putih? (Melva)
5. Asal cairan putih? (Siti Annisa)
6. Hasil rontgen pada klien penyakit ini? (Sarah)
7. Penyebab iritasi radiks? (Silvia)
8. Apakah ada kemungkinan untuk sembuh? (Susi)
9. Adakah kemungkinan penyebaran? (Tiara R)
STEP III
1. Spondilitis
2. Ada
3. LO
4. LO
5. LO
6. LO
7. LO
8. Ada, tapi ada kemungkinan untuk kambuh lagi
9. Mungkin ada.
STEP IV (mind map)
STEP V
LO dan Mind Map
STEP VII (reporting)
SPONDILITIS TB
Anfis tulang belakang Konsep penyakit
(etiologi, manfes,)
komplikasi
patofisiologi
Pem. diagnostik
Penatalaksanaan
medis
ASKEP
Health education
Aspek legal etik
JAWABAN LEARNING OBJECT
1. Iritasi radiks
a. Hasil pemeriksaan MRI yang menunjukkan adanya iritasi pada lumbal ke 4 dan 5.
(siti anisa)
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1002567
b. Radicks /radices : akar; bagian terkecil dari pembuluh darah/saraf spinal (Sri
Handini)
Dr.Med Akmad Ramali dan K, St pamoentjak:2005
c. Iritasi radiks : perangsangan pada akar depan saraf spinal atau akar belakang saraf
spinal (Sella)
Dr.Med Akmad Ramali dan K, St pamoentjak:2005
2. Lumbal
a. Daerah antara bagian tulang belakang atau samping antara tulang iga dan tulang
Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara lain :
Ligament:
1. Ligament Intersegmental (menghubungkan seluruh panjang tulang belakang dari ujung ke ujung):
a. Ligament Longitudinalis Anterior
b. Ligament Longitudinalis Posterior
c. Ligament praspinosum
2. Ligament Intrasegmental (Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke ruas yang
berdekatan)
a. Ligamentum Intertransversum
b. Ligamentum flavum
c. Ligamentum Interspinosum
3. Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang occipitalis
dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di antara tulang sacrum
dengan tulang pinggul
Otot-otot:
1. Otot-otot dinding perut
2. Otot-otot extensor tulang punggung
3. Otot gluteus maximus
4. Otot Flexor paha ( illopsoas )
5. Otot hamstrings
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap
dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain
menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus
intervertebrale merupkan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot
ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan
mobilitas vertebrae. (CAILLIET 1981).
Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang
secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang
tetap tegak. (CAILLIET 1981).
Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya ada
perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut
mempunyai bentuk yang sama. Korpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar
karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. Prosesus transverses terletak
pada ke dua sisi korpus vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung.
Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transverses terdapat fasies artikularis
vertebrae dengan vertebrae yang lainnya. Arah permukaan facet joint
mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan facet joint.
Pada daerah lumbal facet letak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi
dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi
lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar
terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet
saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
Bagian lain dari vertebrae, adalah “lamina” dan “predikel” yang membentuk arkus tulang
vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus merupakan
bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan, berfungsi tempat
melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah buah tulang vertebrae terdapat diskusi
intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra
bergerak
Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang
membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung
mukopolisakarida. Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi
air yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang
merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh
diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus
akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan.
Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi,
laterofleksi (CAILLIET 1981).
Karena proses penuaan pada diskus intervebralis, maka kadar cairan dan elastisitas diskus
akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang diskus intervebralis makin menyempit,
“facet join” makin merapat, kemampuan kerja diskus menjadi makin buruk, annulus
menjadi lebih rapuh.
Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap
nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin
bertambah setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang
berulang-ulang setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan
menimbulkan robekan kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala
prodromal. Keadaan demikian merupakan “locus minoris resistensi” atau titik lemah
untuk terjadinya HNP (Hernia Nukleus Pulposus). Sebagai contoh, dengan gerakan yang
sederhana seperti membungkuk memungut surat kabar di lantai dapat menimbulkan
herniasi diskus. Ligamentum spinalis berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebrae.
Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah tertentu dan mencegah robekan.
(CAILLIET 1981).
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum posterior.
Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar dan
kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang
lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae,
yang juga turut memebntuk permukaan anterior kanalis spinalis. Ligamentum tersebut
melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi L 1,
secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – sacrum ligamentum tersebut
tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensiil mengalami kerusakan.
Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya
statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi
cidera kinetik. (CAILLIET 1981).
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang
berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan
vertebrae lumbalis adalah : M. quadraus lumborum, M. sacrospinalis, M.
intertransversarii dan M. interspinalis.
Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M. obliqus eksternus
abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis dan M. rectus abdominis,
M. psoas mayor dan M. psoas minor.
Otot latero fleksi lumbalis adalah M. quadratus lumborum, M. psoas mayor dan minor,
kelompok M. abdominis dan M. intertransversarii.
Jadi dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi menggerakkan
punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri.
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebrae. Radix saraf keluar melalui canalis spinalis,
menyilang discus intervertebralis di atas foramen intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus
anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi “face t”.
Akibat berdekatnya struktur tulang vertebrae dengan radix saraf cenderung rentan
terjadinya gesekan dan jebakan radix saraf tersebut.
Bangunan anatomis vertebrae yang sensitive terhadap nyeri adalah sebagai berikut:
Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive terhadap
rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris.Kecuali ligament flavum, discus
intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ; karena tidak dirawat oleh saraf sensoris.
Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan
dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri.
Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinalis anterior atau
posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari
facies artikularis vertebrae beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri.
Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena : aktivitas motor neuron, ischemia
muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat. (Zimmermann M.,
1987)
Tulang belakang mempunyai tiga lengkungan fisiologis yaitu lordosis servikalis,
kyphosis thorakalis dan lordosis lumbalis. Bila dilihat dari samping dalam posisi tegak
ketiga lengkungan fisiologis ini disebut posture atau sikap (lihat gambar 6). Posture yang
baik adalah posture tidak memerlukan tenaga, tidak melelahkan, tidak menimbulkan
nyeri, yang dapat dipertahankan untuk jangka waktu tertentu dan secara estetis
memberikan penampilan yang dapat diterima. Disini terjadi keseimbangan antara kerja
ligamen dan torus minimal otot.
Secara keseluruhan posture dipengaruhi oleh keadaan anatomi, suku bangsa, latar
belakang kebudayaan, lingkungan pekerjaan, sex dan keadaan psikis seseorang. Sudut
lumbosakral adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan ossakrum dengan garis
horizontal. Normal besar sudut lumbosakral (sudut Ferguson) 30 derajat. Rotasi pelvis ke
atas memperkecil sudut lumbosakral sedangkan rotasi pelvis ke bawah memperbesar
sudut lumbosakralis. (lihat gambar 7). Gerakan ekstensi vertebrae dari vertebrae lumbalis
hanya sedikit. Hiperekstensi dicegah oleh Ligamantum longitudinale anterior. Sedangkan
gerakan fleksi 60% – 75% terjadi pada antara L5 dan S1, 20 % – 25 % terjadi antara L4
dan L5 dan 5% – 10% terjadi antara L1 – L4 (terbanyak antara L2 – L4).
Bila seseorang membungkuk untuk mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan tanpa
fleksi lutut, selain fleksi dari lumbal harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi
koksae. Perbandingan antara rotasi pelvis dan fleksi lumbal disebut ritme lumbal-pelvis.
(lihat gambar 9).
Secara singkat punggung bawah merupakan suatu struktur yang kompleks; dimana tulang
vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan otot akan akan bekerjasama membuat
manusia tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan stabilitas. Vertebrae lumbalis
berfungsi menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik (dinamik) yang sangat besar
maka dari itu cenderung terkena ruda paksa dan cedera. (CAILLIET 1981).
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan
dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi
sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber
morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang,
terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi
merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju
insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir(2,4,5,6,7). Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit
ini mengalami peningkatan pada populasi imigran,
tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical
Research Council TB and Chest Diseases Unit 1980)(2,5). Selain itu dari penelitian
juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah
kelompok beresiko besar terkena penyakit ini(8). Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi
Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun
sementara di Asia dan Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi
antara usia 1-20 tahun).
Pola ini mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi
tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong
d) FAKTOR RESIKO
• Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
• Tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain.
• Pernah menderita penyakit ini sebelumnya karena spondilitis tuberculosa merupakan infeksi sekunder Dri tuberculosis di tempatlain dalam tubuh
Mutaqqin, Arif. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Trauma Sistem Muskuloskeletal. EGC : Jakarta.dan http://stikep.blogspot.com hal 294 (Silvia)
3. KOMPLIKASI
a. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.
b. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam pleura.
c. Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
d. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. 2nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders, 1996 : 270-91
Miller F, Horne N, Crofton SJ. Tuberculosis in Bone and Joint. In : Clinical
Tuberculosis.2nd ed.: London : Macmillan Education Ltd, 1999 : 62-6.
Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics.
(Silvia)
4. Pemeriksaan diagnostik
4.1 Pemeriksaan Laboratorium
1. Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan
untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan
33 % anak dengan laju endap darah yang normal.
2. Uji Mantoux positif
3. Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
6. Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus masuk
abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan
serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga
menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga
likuor dapat secara spontan membeku.
7. Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein ) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis
yang berhubungan dengan pembentukan abses.
8. Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
9. Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay ) dilaporkan
memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu pada
pasien dengan alergi.Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung
tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.
10. Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction ( PCR ) masih terus dikembangkan.
Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis
melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA , amplifikasi menggunakan DNA
polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. (2,3)
Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan
10 basil permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter
spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya
waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru
diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC ( Becton
Dickinson Diagnostic Instrument System ), Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan
dalam 7-10 hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih
tingginya harga alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus
a. Respect for autonomi, yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan, termasuk dalam menentukan dan mengatur dirinya sendiri. Dalam hal ini perawat memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang penyakit yang diderita kepada pasien dan keluarganya, serta memberikan pilihan tentang perawatan yang dipilih oleh pasien dan keluarganya, misal: tempat perawatan dan jenis perawatan.
b. Non-malaficence, mendiskusikan resiko dan masalah dengan klien perawat dan tim kesehatan dalam pemberian perawatan, perawat berhati-hati terhadap penyakit pasien agar tidak terjadi atau bertambah parahnya penyakit pasien. Perawat dalam melakukan perawatan kepada klien hindari hal-hal yang menyebabkan injuri, misalnya dalam merubah posisi klien saat istirahat jangan sampai membahayakan terutama daerah perut yang buncit akibat limpa yang membesar.
c. Beneficence, yaitu selalu mengupayakan tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien, serta merahasiakan tentang penyakit diderita kepada orang lain.
d. Justice, dengan tidak mendiskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya, keadaan ekonomi, dsb., tetapi diperlukan klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki. Oleh karena itu, perawat memberikan perawatan yang memang harus didapat.
(Tiara Tri)
7. PATOFISIOLOGI
Sumber: Buku Asuhan keperawatan Muskuloskeletal (Arif mutaqin)
(Melfa)
Infeksi secara hematogen TB paru ke discus intervertebralis
Perusakan tulang dan penjalaran infeksi ke ruang diskus
Pembentukan abses dingin
osteoporosis eksudat Perubahan pada vertebra lumbalis
Penekanan korda dan radiks
saraf oleh pembentukan
abses yg bergeser
Paraplegia, stimulus
nyeri di pinggang
nyeri Gangguan mobilitas
fisik
Penekanan local praplegia
Kerusakan pada
korteksepifisis diskus
eksudat
operasi
imobilisasi
Resiko
penyebaran
infeksi
Menyebar di ligamentum
longitudinal anterior
Menembus ligamentum&
berekspansi ke ligament
yang lemah
Abses lumbal
debridement
Muskulus psoas & muncul di
bawah ligamentum inguinal
Krista iliaka Pembuluh
darah
femoralis pd
trigon
8. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Biodata
Nama : Nn. CO
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : wanita
Diagnosa medis : Spondilitis tuberkulosa
Keluhan utama : nyeri pada punggung sejak 2 minggu lalu
Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang : nyeri pada punggung sejak 2 minggu lalu
Pemeriksaan fisik : tampak massa pada area sekitar lumbal, mengeluarkan
cairan putih
Pemeriksaan diagnostik
Elektromyografi : terdapat iritasi radix L4, L5, dan S1
B. Analisa data
Data menyimpang Etiologi Masalah keperawatan
DO :
DS :
infeksi→ perkijuan jar. dan
pembentukan abses dingin→
penekanan saraf pada
lumbal→ merangsang reseptor
nyeri→ nyeri
Gangguan rasa nyaman nyeri
DO :
DS :
infeksi→ perkijuan jar. dan
pembentukan abses dingin→
penekanan saraf pada
lumbal→ nyeri→ keterbatasan
Gangguan mobilitas fisik
gerak → gangguan mobilitas
fisik
DO :
DS :
infeksi→ perkijuan jar. dan
pembentukan abses dingin→
penekanan pada lumbal→
penekanan lokal paraplegia→
resiko kerusakan integritas
kulit
Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit
DO :
DS :
Resiko penyebaran infeksi
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penekanan saraf pada lumbal ditandai oleh klien mengeluh
nyeri, adanya massa, iritasi radix
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai oleh
nyeri, iritasi radix
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penekanan lokal praplegia
4. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penumpukan absis pada lumbal
C. Rencana asuhan keperawatan
No. Diagnosa
keperawatan
Asuhan keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri
berhubungan
dengan
penekanan
saraf pada
lumbal
ditandai oleh
klien
mengeluh
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
- klien melaporkan penurunan nyeri
- menunjukkan perilaku yang
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter
a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa
nyeri, adanya
massa, iritasi
radix
lebih relaks - memperagakan
keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.
dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d. Berikan dorongan
untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d. Dengan ganti –
ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Metode alternatif
seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
2. Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
penurunan
kekuatan otot
ditandai oleh
nyeri, iritasi
radix
Klien dapat
melakukan
mobilisasi secara
optimal.
Kriteria hasil
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan
- Mencari bantuan sesuai kebutuhan
- Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c. Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) mattress 2) Bed Board ( tempat
a. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c. Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d. mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e. monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
f. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
g. Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada
d. Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
e. Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f. Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g. Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan
lambung atau diare. dapat menimbulkan efek samping.
3. Resiko tinggi
kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan
penekanan
lokal praplegia
• Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
• Ubah posisi tiap 2 jam.
• Gunakan bantal air atau penganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
• Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang beru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
• Bersihkan dan keringkan kulit. Jaga seprai tetap kering.
• Observasi adanya eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar untuk mengetahui adanya kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
• Jaga kebersihan kulit
dan seminimal
mungkin hindari
trauma dan panas pada
kulit.
• Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
• Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
• Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
• Menghindari kerusakan kapiler.
• Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi risiko kelembapan kulit.
• Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
• Mempertahankan
keutuhan kulit.
4. Resiko
penyebaran
infeksi
berhubungan
dengan
penumpukan
absis pada
lumbal
Infeksi tidak terjadi Mandiri
• Kaji dan pantau luka
• Lakukan perawatan
luka secara steril
• Bantu perawatan diri
dan keterbatasan
aktivitas sesuai
toleransi
• Pantau dan batasi
kunjungan
Kolaborasi
• Berikan antibiotic
sesuai indikasi
• Mendeteksi secara
dini gejala gejala
inflamasi yang
mungkin timbul
akibat adanya luka
• Teknik perawatan
luka secara steril
dapat mengurangi
kontaminasi
kuman
• Menunjukkan
kemampuan secara
umum
dankekuatan otot
serta merangsang
pengembalian
system imun
• Mengurangi resiko
kontak infeksi
dengan orang lain
• Satu atau
beberapa
agens
diberikan
yang
bergantung
pada sifat
pathogen dan
infeksi yang
terjadi
KESIMPULAN
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis
pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu
sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-
anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad. 1998)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian
diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia
dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri
spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda
terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50%
kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis,
ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis
(gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang
sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqqin, Arif. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Trauma Sistem Muskuloskeletal. EGC : Jakarta.
Brenda, Suzanne.Keperawatan Medikal Bedah vol 3.2002.EGC: Jakarta. Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. 2nd ed. Philadelphia : W.B. Saunders, 1996 : 270-91 Miller F, Horne N, Crofton SJ. Tuberculosis in Bone and Joint. In : Clinical Tuberculosis.2nd ed.: London : Macmillan Education Ltd, 1999 : 62-6. Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. http://pustakaunpad.ac.id http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1002567