1. PENDAHULUAN EUGENE BLUELERProfesor Eugen Bleuler lahir di
Zollikon pada tahun 1857, sebuah kota kecil di Swiss. Bleuler
belajar ilmu kedokteran di Zurich, dan kemudian meneruskan studinya
di Paris, London dan Munich. Kemudian Bleuler mendapat gelar dokter
medis pada tahun 1883. Pada tahun 1884, Dokter Bleuler ke Perancis
dan Inggris. Dalam jangka waktu musim dingin 1884/1885, Dr Bleuler
bekerja di laboratorium dengan Johann Bernhard Aloys von Gudden di
Munich. Pada tahun 1885, Dr Bleuler menjadi asisten dokter di
Burghlzli dekat Zurich. Kemudian, pada tahun 1886, Dokter Bleuler
dilantik sebagai direktur Rumah Sakit Jiwa Rheinau pada usia 29.
Dua belas tahun kemudian Dr Bleuler diangkat sebagai Profesor
psikiatri di University of Zurich. Profesor Bleuler menduduki kursi
itu sampai 1927.Istilah "skizofrenia" diciptakan pada tanggal 24
April 1908, ketika Profesor Bleuler memberikan kuliah pada
pertemuan Asosiasi Jerman Psychiatric di Berlin. Pada pertemuan
tersebut, Profesor Bleuler berpendapat bahwa dementia praecox
dikaitkan dengan demensia atau tidak dewasa sebelum waktunya , dan
menekankan bahwa pemisahan fungsi psikis merupakan fitur penting
dari skizofrenia [.Salah satu perbedaan yang paling mencolok antara
Emil Kraepelin dan Bleuler adalah bahwa Kraepelin mengumpulkan
informasi dari catatan pasien sementara Bleuler memperoleh
informasi secara hati-hati dari klinis pengamatan]Bleuler
dikreditkan dengan pengenalan dua konsep mendasar untuk analisis
skizofrenia: autisme , yang menunjukkan hilangnya kontak dengan
realitas, sering melalui mengumbar fantasi aneh, dan ambivalensi,
yang menunjukkan koeksistensi saling kontradiksi eksklusif di dalam
jiwa.Eugen Bleuler menjabarkann skizofrenia sebagai sejenis
peningkatan pikiran, perasaan, dan hubungan dengansesuatu yang
bukan dari dunia ini. Istilah tersebut mengacu ke pecahnya
fungsi-fungsi psikis. Pada orang yang mengalami gejala-gejala
awalnya, ada semacam dislokasi antara unsure yang ada misalnya
ruang, waktu dan tubuh. Dan gejala-gejalanya sangat bervariasi
bahkan pada kasus berulang pada penderita yang sama. Maka istilah
kasus tipikal praktis tidak pernah ada.
Hubungan dengan Freud Setelah minatnya dalam hipnotisme,
terutama dalam "introspektif" varian, Bleuler menjadi tertarik pada
pekerjaan Sigmund Freud, menguntungkan meninjau Josef Breuer dan
Sigmund Freud Studies on Hysteria . Seperti Freud, Bleuler percaya
bahwa proses mental yang kompleks bisa menjadi sadar. Dia mendorong
stafnya di Burghlzli untuk belajar sadar dan fenomena mental
psikotik. Dipengaruhi oleh Bleuler, Carl Jung dan Franz Riklin
menggunakan tes asosiasi kata untuk mengintegrasikan teori Freud
penindasan dengan temuan psikologis empiris. Sebagai rangkaian
huruf menunjukkan (diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun
2003), Bleuler dilakukan dari 1905 diri-analisis dengan Freud.
Namun ia menemukan gerakan Freud menciptakan over-dogmatis, dan
mengundurkan diri dari Asosiasi Internasional psikoanalitik pada
tahun 1911, menulis Freud bahwa "ini 'semua atau tidak' adalah
menurut pendapat saya yang diperlukan bagi masyarakat agama dan
berguna bagi partai politik ... tapi untuk ilmu pengetahuan saya
menganggap itu berbahaya ". Dia tetap tertarik pada karya Freud
Namun, mengutip dia positif misalnya dalam Textbook nya sering
dicetak ulang Psikiatri (1916), dan mendukung klaimnya untuk Hadiah
Nobel di akhir usia dua puluhan. Dementia praecox, atau Kelompok
schizophrenias Bleuler memperkenalkan istilah "skizofrenia" kepada
dunia dalam sebuah kuliah di Berlin pada tanggal 24 April 1908.
Namun, mungkin sedini 1907 ia dan rekan-rekannya telah menggunakan
istilah di Zurich untuk menggantikan Kraepelin 's istilah dementia
praecox . Dia direvisi dan diperluas konsep skizofrenia dalam studi
mani tahun 1911, dementia praecox, oder Gruppe der Schizophrenien.
Seperti Emil Kraepelin, ia berpendapat bahwa dementia praecox, atau
"schizophrenias," secara fundamental proses penyakit fisik ditandai
dengan eksaserbasi dan remisi. Tidak ada yang pernah selesai
"sembuh" skizofrenia - selalu ada semacam kelemahan kognitif abadi
atau cacat yang nyata dalam perilaku. Tidak seperti Kraepelin, ia
percaya bahwa prognosis keseluruhan tidak seragam muram, para
"demensia" merupakan gejala seconday tidak secara langsung
disebabkan oleh proses biologis yang mendasari (tiga lainnya
"symtpoms fundamental," defisit dalam asosiasi, efektifitas dan
ambivalensi, yang), dan bahwa penyakit biologis jauh lebih umum
pada populasi karena yang "sederhana" dan terutama "laten" bentuk.
Bleuler pada tahun 1911 menulis: "Ketika proses penyakit flare up,
itu lebih benar, dalam pandangan saya, untuk berbicara dalam hal
serangan memburuk, bukan kambuh Tentu saja kekambuhan jangka lebih
nyaman untuk pasien dan kerabatnya dari. gagasan serangan semakin
memburuk. " (Lihat Noll, Amerika Madness, halaman 236-242).
Sebaliknya, ia melihat karakteristik utama untuk menjadi produk
dari suatu proses pemisahan antara emosional dan fungsi intelektual
dari kepribadian,dan debit awal disukai dari rumah sakit ke
lingkungan masyarakat untuk menghindari pelembagaan . Bleuler juga
menjelajahi konsep kebodohan moral, dan hubungan antara neurosis
dan alkoholisme . Dia mengikuti Freud dalam melihat seksualitas
sebagai pengaruh kuat atas kecemasan , merenungkan asal-usul rasa
bersalah, dan mempelajari proses apa yang disebut beralih
(pergeseran afektif dari cinta untuk membenci). Bleuler dikenal
karena pengamatan klinis dan kesediaan untuk membiarkan gejala
berbicara sendiri, serta untuk tulisan expositary terampil nya.
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis,
banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil
Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia
prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif yang
berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri
diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan
munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada
pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi
symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain :
Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi. Skizofrenia merupakan
gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia
menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia
lebih sering terjadi pada Negara industri terdapat lebih banyak
populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah. Walaupun
insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala,
ketidakmampuan untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan
sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat
praktek disebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang
mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain,
perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran 2. TINJAUAN
PUSTAKA 2.1 DEFINISI Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani,
schizeinyang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya
jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara
afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia
dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal. Skizofrenia
merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak
wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih
(clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
2.2 EPIDEMIOLOGI Sekitar satu persen penduduk dunia akan
mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia
diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua
sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar
sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit
penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa
kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan
Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada
usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan,
skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun.
Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota
keluarga sedarah.
2.3 ETIOLOGI Merupakan integrasi faktor biologis, faktor
psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa
seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis)
yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan
mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal
kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis
selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti
penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma. Kerentanan
yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan
mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar
kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan
menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor
yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga
secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang
menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya. 1. Faktor
Neurobiologi Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia
ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai
kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada
bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam
membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks
frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut
saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin
melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal
yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan
tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial. 2. Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan
aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin
merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu
banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau
hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan
observasi bahwa : Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu
obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis
reseptor dopamine D2.Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik-
seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada
siapapun. 3. Faktor Genetika Penelitian tentang genetik telah
membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu
penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko
seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika
terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren,
apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak
kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh
lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.4.
Faktor Psikososial Teori Tentang Individu Pasiena. Teori
Psikoanalitik Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari
fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan
neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka
psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut
Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap
munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada
pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau
masih baru terbentuk. Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi
pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil
dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia.
Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis
obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik
dengan orang lain. Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan
skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang
etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang
disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,
kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan
kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi.
Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal
balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki
makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang
hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia
dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari
ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan
mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang
dimilikinya. b. Teori Psikodinamik Berbeda dengan model yang
kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih
mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan
dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam
hubungan interpersonal. Menurut pendekatan psikodinamik, simptom
positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap
faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik.
Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu.
Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul
akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan
kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya,
semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa
symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya
waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya
terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan
manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap
skizofrenia. c. Teori Belajar Menurut teori ini, orang menjadi
skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang
buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional
dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki
masalah emosional. Teori Tentang Keluarga Beberapa pasien
skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal
dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang
patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional
yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain: a. Double
Bind Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk
menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang
bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap
maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana
pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan
psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu. b. Schims
and Skewed Families Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama,
dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu
orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis
kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan
yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang
melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan
menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.c. Pseudomutual and
Pseudohostile Families Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa
keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi
verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada
keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin
tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan
orang lain di luar rumah. Ekspresi Emosi Orang tua atau pengasuh
mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut
campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan
keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang
dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse
pada pasien skizofrenia
Teori Sosial Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi
dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia.
Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam
mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan
penyakit.
2.4 GEJALA KLINIS Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi
dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer : Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah,
isi pikiran). Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada
proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah asosiasi.
Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide
lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani
tetapi dikatakan sawah. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik,
seperti dikatakan merah bila dimaksudkan berani. Atau terdapat
clang association oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan
tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu hari, jah memang
matahari, lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada
skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini
dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini
menambah inkoherensinya. Seorang dengan skizofrenia juga
kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang perawat
dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya
juga dimarahi dan dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti,
tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya
berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai
beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada
sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang
tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts. Bila
suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan
preseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang (flight of
ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada
hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada
efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti
sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi
masih dapat diikuti, masih bertujuan. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa : Kedangkalan afek dan
emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh tak
acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan
keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.Paramimi :
penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan
incongruity of affect dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan
inadequat.Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak
mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita
menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan
gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek
dan emosi lain adalah : Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan
seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain
sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya
kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (emotional
rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan
penderita. Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang
berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan
membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang
satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek. Gangguan
kemauan. Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan
kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat
bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan,
meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai
mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus.
Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu
diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya
bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan
otisme dan stupor katatonik. Negativisme : sikap atau perbuatan
yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada
waktu yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau
tangan diulurkan untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai
tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan,
tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum
suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang
lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara
otomatis. Gejala psikomotor Juga dinamakan gejala-gejala katatonik
atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh Bleuler
dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab
didapati juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik
sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan
saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau
yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan
pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari,
berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada
skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat
disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin
juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan
penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia
tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya tidak jarang
penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus
bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang
penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut
stereotipi; umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau
menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi
pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada
skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya
atau keanehan berjalan dan gaya. Gejala katalepsi ialah bila suatu
posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas
cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti
pada lilin. Negativisme : menentang atau justru melakukan yang
berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme komando (command
automatism) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua
perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk
dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata
yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru
perbuatan atau pergerakan orang lain). Gejala-gejala sekunder : 1.
Waham Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan
sangat bizarre. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk
dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya
penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air
ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross
membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham
(delutional interpretations). Waham primer timbul secara tidak
logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurur
Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya
istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak
berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata
dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki
terhadap sebatang pohin untuk kencing. Waham sekunder biasanya
logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita
untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan
menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik,
waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa
penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak
dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan
sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk
suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang
terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa
(gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya
penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang
menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun
dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia
lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma
otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan
misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang
yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran
dan intelegensi tidak menurun pada skizofrenia. Penderita sering
dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya.
Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau double personality,
misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja
dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double
personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak
sendiri didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita
melakukan sesuatu. Pada skizofrenia sering dilihat otisme :
penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia seakan-akan
hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi
di sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan
otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang
mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan
kemauan. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan
gejala klinis skizofrenia adalah: (1). Tidak ada symptom atau
gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak ada
simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap
simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau
gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak
dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat
penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan
diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah
dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat
berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu).
Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin
berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual
dan latar belakang sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola
pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang
sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai
koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh
jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan
gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien.
DIAGNOSIS Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu
kurang jelas : a. Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang
berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi
pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda;
atau Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari
luar masuk kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan Thought
broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya; b. delusion of control : waham tentang
dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; atau
delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivity: waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
dari luar; (tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus); delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat; c. Halusinasi auditorik : Suara halusinasi yang
berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau Jenis suara halusinasi lain
yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d. Waham-waham menetap
jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala
dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas : e. Halusinasi yang
menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus; f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisispan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; g. Perilaku
katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor; h. Gejala-gejala negative seperti sikap sangat
apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul
atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika; Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas
telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak
berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
KLASIFIKASI Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh
telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi
dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai
berikut : 1. Skizofrenia Paranoid Memenuhi kriteria diagnostik
skizofreniaSebagai tambahan : Halusinasi dan atau waham harus
menonjol : a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal
berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa. b. Halusinasi
pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol. c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. d.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik
paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30
tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu
mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien
skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan
tipe lain pasien skizofrenik. Pasien skizofrenik paranoid tipikal
adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga
dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid
kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik Memenuhi kriteria umum diagnosis
skizofrenia Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya
ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai
15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu
dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk
menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan
umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan : a. Perilaku yang tidak bertanggung jawab
dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme;b. ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa
tujuan dan hampa perasaan; c. Afek pasien dangkal (shallow) dan
tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan
(giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum
sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati
(lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme,
mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan
ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); d. Proses
pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. e. Gangguan afektif dan dorongan
kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi
dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and
fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas,
yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya,
makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut
DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis
skizofrenia.Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus
mendominasi gambaran klinisnya :a. stupor (amat berkurangnya dalam
reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas
spontan) atau mutisme (tidak berbicara): b. Gaduh gelisah (tampak
jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi
oleh stimuli eksternal)c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara
sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang
tidak wajar atau aneh); d. Negativisme (tampak jelas perlawanan
yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk
menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan); e.
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya); f. Fleksibilitas cerea / waxy
flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi
yang dapat dibentuk dari luar); dan g. Gejala-gejala lain seperti
command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah),
dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. Pada pasien yang
tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain.Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan
obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif. Selama
stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya
sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena
adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated). Seringkali.
Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut
sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III
yaitu:a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual
atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-SkizofreniaDiagnosis harus ditegakkan hanya
kalau :a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi
kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan c. Gejala-gejala depresif
menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia
diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia
diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah
satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai. 6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini
harus dipenuhi semua a. Gejala negative dari skizofrenia yang
menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek
yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang
buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan
posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk; b.
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia; c.
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari
skizofrenia; d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan
otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang
dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut. Menurut DSM IV,
tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif
atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.
Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran
yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering
ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang
kuat.
7. Skizofrenia Simpleks Diagnosis skizofrenia simpleks sulit
dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala
negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik, danmdisertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi
yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan
diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya
dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks
sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai
kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau
pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada
orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur,
atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya 9. Skizofrenia YTT Selain beberapa
subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang
tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain : Bouffe delirante
(psikosis delusional akut). Konsep diagnostik Perancis dibedakan
dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari
tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan
skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa
kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam
penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media
skizofrenia.
Skizofrenia laten. Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama
suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia
yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk
mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak
terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia.
Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis
yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien
tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau
gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala
psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid. Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi
dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan dan tidak
sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah
skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk
mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat
keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien
untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala
tersebut.
Parafrenia. Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim
untuk skizofrenia paranoid. Dalam pemakaian lain istilah digunakan
untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau
adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan
informasi. Pseudoneurotik. Kadang-kadang, pasien yang awalnya
menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan
kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan
psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas,
panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau.
Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka
mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang
sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka
jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom
yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar,
halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan.
Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom
yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran atau
penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan,
penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit
perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada
pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.
PERJALANAN PENYAKIT Tanda awal dari skizofrenia adalah
simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya simtom ini muncul pada
masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya simtom
prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan.
Adanya perubahan social / lingkungan dapat memicu munculnya simtom
gangguan. Masa prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun
sebelum akhirnya muncul simtom psikotik yang terlihat. Perjalanan
penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah
sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal
untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus
dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami
kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami
deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia
kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi
depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup. Seiring dengan
berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap
ada, sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan
bertambah parah. Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya
skizofrenia adalah Mempunyai anggota keluarga yang menderita
skizofrenia, terutama jika salah satu orang tuanya/saudara kembar
monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan
yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan
dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang
sangat pemalu, menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak
patuh, atau sangat penurut, proses berpikir idiosinkratik,
sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua denga sikap
paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola mata
yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin,
kanabis, kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki
ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control suhu tubuh
yang jelek dan tonus otot yang jelek.
PROGNOSIS Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari
periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali
di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien
dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien
dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di
rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan
mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang
bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan
penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan
prognosis yang baik. Rentang angka pemulihan yang dilaporkan
didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan
adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk
menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien
terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus
terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh
hidupnya.