MAKALAH SINTESIS ANORGANIK SINTESIS SiO 2 DARI LUMPUR LAPINDO SEBAGAI ADSORBEN LOGAM Cu PADA LIMBAH BATIK PEKALONGAN Disusun Oleh : Ira Eka Fatmawati 24030111120014 Diana Nur Al Latief 24030111130032 Ferdiansyah Anugrah R. 24030111130036 Diah Apriliani Amaliah 24030111130040 Aulia Wulandari 24030111130051 JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH SINTESIS ANORGANIK
SINTESIS SiO2 DARI LUMPUR LAPINDO SEBAGAI
ADSORBEN LOGAM Cu PADA LIMBAH BATIK
PEKALONGAN
Disusun Oleh :
Ira Eka Fatmawati 24030111120014
Diana Nur Al Latief 24030111130032
Ferdiansyah Anugrah R. 24030111130036
Diah Apriliani Amaliah 24030111130040
Aulia Wulandari 24030111130051
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sintesis Anorganik serta untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai
Sintesis SiO2 dari dari lumpur lapindo sebagai adsorben logam Cu pada limbah
batik pekalongan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Suhartana, M.Si
selaku dosen Sintesis Anorganik yang telah membimbing dalam mempelajari
mata kuliah ini, serta semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung
maupun tidak langsung, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada
kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca agar kedepannya dapat menunjang kualitas makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Semarang, 22 September 2013
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batik merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang telah
mendapat pengakuan internasional dari UNESCO pada tahun 2009. Pencanangan
hari batik nasional telah berperan meningkatkan minat pemakai batik. Namun
seiring dengan berkembangnya industri batik, meningkat pula volume limbah cair
yang dihasilkannya. Karena banyak produsen pabrik yang tidak memiliki tempat
pengolahan limbah batik.
Limbah cair industri batik dilaporkan mengandung logam berat seperti
timbal, besi, seng, krom, tembaga dan kadmium (Cahyanto, 2008, Purwaningsih,
2008, Agustina, 2011).Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke
dalam 3 kelompok, yakni bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur
Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang yang terdiri dari unsur-unsur Cr,
Ni, dan Co; serta bersifat tosik rendah yang terdiri atas unsur Mn dan Fe
(Marganof, 2003). Salah satu jenis logam pencemar prioritas tinggi yang
ditemukan dalam limbah industri batik antara lain Pb, Cu, Ag, dan logam lainnya.
Penanganan limbah logam berat telah banyak dilakukan untuk mengatasi
pencemaran dan resiko keracunan bagi makhluk hidup, antara lain: adsorbsi.
Salah satu logam yang banyak di aplikasikan dalam proses adsorpsi yaitu silika
gel.
Masalah Lumpur lapindo sidoharjo sampai sekarang pun belum selesai.
Menurut Aristianto, kandungan silika pada lumpur Lapindo mencapai 53,03% dan
merupakan elemen yang paling banyak dibandingkan senyawa-senyawa lainnya.
Kandungan senyawa selain silika (SiO2) dalam lumpur Lapindo adalah Al2O3,
Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, dan SO2.
Hasil ekstraksi SiO2 dari lumpur Lapindo dibentuk menjadi silika gel, Silika
gel dapat disintesis melalui proses sol-gel dengan melakukan kondensasi larutan
natrium silikat dalam suasana asam. Silika gel termodifikasi material anorganik
dan juga gugus fungsional organik dewasa ini telah menjadi subyek penelitian
yang menarik dengan berbagai kemungkinan aplikasinya. Kegunaan dari material
sangat tergantung pada sifat permukaannya. Modifikasi permukaan secara kimia
biasanya dilakukan melalui pengikatan organosilan yang sesuai dengan
pengikatan ujung gugus fungsional yang diinginkan. Silika gel merupakan
substrat yang menarik untuk organosilanisasi sebab permukaannya yang
didominasi gugus hidroksil dapat bereaksi cepat dengan agen organosilan. Ikatan
antara Si-O-Si-C yang terbentuk mempunyai sifat ganda dengan stabilitas kimia
yang tinggi. Kualitas dan daya tahan dari material organosilan tergantung
terutama pada sifat alamiah dari ikatan dengan permukaannya (Cestari, 2000).
Prinsip dasar dari proses sol-gel ini adalah perubahan atau transformasi dari
spesies Si-OR dan Si-OH menjadi siloksan (Si-O-Si). Silika gel yang mempunyai
gugus silanol bebas (-Si-OH) dan gugus siloksan (-Si-O-Si-) diketahui mampu
mengadsorpsi ion logam keras. Purwaningsih (2007) telah berhasil mensintesis
silika gel (SG) dan hibrida etilendiamino-silika. Penelitian ini mempelajari
selektivitas adsorpsi ion-ion multi logam Ag(I), Pb(II), Cr(III), Cu(II), dan Ni(II)
pada SG dan HDS. Pada HDS, selain gugus silanol dan siloksan terdapat
tambahan gugus aktif yaitu gugus amina (-NH2) dari senyawa organik aktif yang
diimobilisasikan. Berdasarkan sifat kebasaan Lewis dari gugus amina (-NH2)
dengan logam-logam Ag(I), Pb(II), Cr(III), Cu(II) dan Ni(II) maka diharapkan
HDS yang dihasilkan dapat digunakan sebagai adsorben yang selektif
mengadsorpsi logam-logam tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan adsorben silika yang
berasal dari lumpur lapindo sebagai penjerap logam pada limbah batik.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana mengatasi masalah limbah batik di Indonesia?
Bagaimana memanfaatkan silika yang terkandung dalam lumpur lapindo?
Bagaimana proses pembuatan lumpur lapindo sebagai adsorben logam
pada limbah batik?
BAB II
ISI
Perkembangan teknologi industri dewasa ini semakin pesat yang dimana
semuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Walaupun
demikian, kemajuan yang sudah dicapai tidak akan pernah terlepas dari risiko
negatif yang akan berpengaruh terhadap perubahan lingkungan seperti adanya
pencemaran yang pada akhirnya akan berdampak pada manusia kembali.
Perkembangan industri sangat didukung oleh kemajuan teknologi. Teknologi akan
mempermudah pekerjaan manusia sebagai pelaksana kegiatan industri serta akan
menjadi daya dukung yang dominan bagi dunia industri. Namun, perkembangan
dunia industri tersebut terkadang kurang didukung dengan tidak adanya kesadaran
akan efek dari kegiatan industri tersebut seperti limbah yang dihasilkan dari
kegiatan industri.
Industri batik merupakan industri yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Berawal dari metode sederhana, yaitu menggambar dengan
canting dan mencelupkan dalam pewarna, batik cap dengan cara dicap pada
cetakan sampai produksi masal dengan mesin modern. Dalam pembuatan batik,
dari proses awal hingga proses penyempurnaannya diindikasikan menggunakan
bahan – bahan kimia yang mengandung unsur – unsur logam berat sehingga bahan
buangan dari prosesnya tersebut masih mengandung unsur – unsur logam berat.
Apabila bahan buangan tersebut tidak diolah dengan baik, maka bahan buangan
tersebut akan dapat mencemari lingkungan.
2.1 Limbah Batik Pekalongan
Proses pembuatan batik tulis di Kecamatan Pekalongan Selatan sangat
sederhana. Proses pembuatan batik tersebut memerlukan beberapa tahapan, yaitu :
penggambaran pola dengan cetakan tembaga yang dilapisi malam dan
menggambar dengan canting, proses pewarna dasar, proses pewarna lanjut dan
proses pencucian kain dengan air mendidih. Pada proses pewarna batik, baik
pewarna dasar ataupun pewarna lanjut diindikasikan menggunakan campuran
kimia yang sangat beracun dan berbahaya. Ironisnya untuk beberapa kelurahan di
kecamatan Pekalongan Selatan tidak memiliki instalasi pengolahan limbah,
sehingga limbah batik akan langsung dibuang ke sungai melalui drainage air
hujan. Industri batik merupakan industri yang potensial mengandung logam berat
yang merupkan limbah berbahaya, sehingga dapat menyebabkan rusaknya
lingkungan. Keberadaan limbah industri dapat diketahui berupa pencemaran fisik,
seperti berbau menyengat, dan kontaminan akan membuat air menjadi keruh.
Timbulnya gejala tersebut secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda
terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi (Wardhana, 2004). Limbah
berwarna timbul akibat penggunaan zat pewarna yang masih melekat setelah
dipakai.
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh dampak perkembangan
industri perlu dikaji lebih mendalam, karena apabila hal ini tidak diperhatikan
akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan antara makhluk hidup dengan
lingkungan. Daerah yang dijadikan sebagai pusat industri mempunyai
permasalahan tersendiri terhadap pencemaran, akan lebih bermasalah lagi ketika
hasil buangan yang berupa polutan yang sulit terurai dan akan mencemari
lingkungan perairan apabila dibuang ke badan air seperti sungai atau saluran
irigasi ( Hindarko, 2003 ).
Menurut harian Joglo Semar (24 Nopember 2007), limbah batik
perusahaan Laweyan Surakarta telah mencemari air sungai dan air sumur warga
disekitarnya hal ini diungkapkan oleh Kasi Pemantauan Lingkungan Hidup Joko
Susilo kepada Joglo Semar (23 – 11-2007). Joko Susilo menemukan warna merah
pada air sumur milik warga Mujiono dan Sarsito yang disebabkan karena adanya
pembuangan limbah batik dari pabrik batik yang tidak dilengkapi dengan alat
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Terdapat dua Karakteristik limbah batik
cetak yaitu karakteristik fisika dan karakteristik kimia. Karakteristik fisika
meliputi warna, bau, zat padat tersuspensi, temperatur sedangkan karakteristik
kimia meliputi bahan organik, anorganik, fenol, sulfur, pH, logam berat senyawa
racun (nitrit), maupun gas. Menurut Siregar (2005) limbah cair industri batik
cetak tersebut telah memiliki karakteristik berwarna keruh, berbusa, pH tinggi,
konsentrasi BOD tinggi, mengandung logam berat, serta mengandung zat warna.
Menurut Mahida (1984), senyawa logam berat yang bersifat toksis yang terdapat
pada pembuangan limbah industri batik cetak tersebut yaitu seperti Krom (Cr),
Timbal (Pb), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), dan Mangan (Mn). Oleh karena itu, perlu
adanya penanganan serius untuk dapat menanggulangi limbah cairan batik
tersebut yang telah mencemari lingkungan.
2.2 Lumpur Lapindo
Sebagaimana diketahui, jutaan meter kubik luapan lumpur Lapindo
Sidoarjo sebagai akibat bencana sejak tanggal 27 Mei 2006 yang lalu telah
mengakibatkan bencana alam berupa banjir lumpur panas Lapindo Sidoarjo yang
telah menyebabkan kerugian luar biasa baik dari bidang ekonomi maupun sosial
budaya. Bencana ini telah mengakibatkan adanya luapan lumpur yang volumenya
telah mencapai jutaan meter kubik dan sampai saat ini masih terus menyembur
hingga sangat sulit untuk diatasi.
Berbagai studi penelitian tentang penanganan lumpur lapindo tersebut,
selama ini lebih banyak terkait dengan dimensi persoalan medis dan ekologis
walaupun disamping itu beberapa penelitian ada yang sudah mengarah pada
pemanfaatannya secara praktis. Beberapa penelitian tentang pemanfaatan lumpur
Lapindo secara praktis dan fungsional sudah dilakukan, namun yang sudah cukup
mengedepan selama ini adalah sebatas untuk kepentingan mendukung sebagai
bahan bangunan misalnya seperti untuk bahan baku campuran pembuatan batu
bata, semen, batako, paving block, dan genteng. Selama ini, pemanfaatannya juga
tidak lebih sebagai bahan campuran untuk bahan bangunan dan belum ada
penelitian yang lebih mengarah pada nilai-nilai praktis dan fungsional.
Berdasarkan laporan ”Environmental Assesment” oleh UNDAC, 2006,
disebutkan bahwa pelepasan lumpur lapindo ke suatu perairan akan menyebabkan
kematian pada makhluk hidup air tersebut serta dapat juga membahayakan
manusia yang tergantung pada perairan tersebut. Kandungan logam berat yang
bersifat toksik ditemukan pada konsentrasi yang berjumlah cukup tinggi seperti
merkuri (Hg) yang berpotensi terakumulasi dalam tubuh manusia melalui
pengkonsumsian ikan dari perairan yang telah tercemar lumpur lapindo.
Kandungan logam berat yang terukur yaitu seperti Hg terukur 9,6-14 µg/g; Pb
terukur 13,5-17 µg/g; Cd terukur 0,13 µg/g; Cr terukur 25-40 µg/g. Sedangkan
berdasarkan hasil uji pendahuluan terhadap air lumpur lapindo diketahui
mengandung logam Pb sebesar 3,08 ppm dan Fenol sebesar 1,56 ppm (Hidayati
dan Widya yanti, 2007). Padahal menurut KepMenLH 51/2004 kadar yang
diperbolehkan di peraiaran: untuk Pb sebesar 0,008 ppm sedangkan Cd dan Hg
hanya diperekenankan 0,001 ppm.
Berdasarkan hasil pengujian Depudi Bidang TPSA-BPPT lumpur Lapindo
memiliki kandungan silika yang sangat tinggi. Hasil analisa kandungan senyawa
kimia lumpur Lapindo pada lokasi Siring adalah sebagai berikut :
Tabel 1: Hasil analisa kimia lumpur Lapindo dengan metode SEM-EDX
di lokasi Siring
Berdasarkan hasil pengujian toksikologis ditiga laboratorium yang telah
terakreditasi ( Sucofindo, Corelab dan Bogorlab ) diperoleh kesimpulan bahwa
lumpur Lapindo tidak termasuk limbah B3 sehingga apabila silika yang
berasal dari lumpur Lapindo dimanfaatkan sebagai bahan baku absorben untuk
mengabsorbsi logam Cu pada limbah batik Pekalongan maka tidak akan
membahayakan makhluk hidup serta lingkungan (Mukono, 2006).
Tabel 2: Hasil pengujian toksikologis
2.3 Aerogel Silika
Aerogel silika merupakan suatu material padat berpori yang memiliki
struktur berukuran nano yanng dihasilkan dari penghilangan cairan dari gel silika
tanpa adanya penyusutan. Aerogel silika terdiri dari jaringan ikatan silang
antarpartikel silika. Material ini memiliki beberapa sifat seperti densitas yang
rendah (3 kgm−3), konduktifitas termal yang rendah (0.02 WmK−1), kereaktifan
yang rendah, transparan (90%) serta luas permukaan yang besar (1600 m2g−1)
[Bangi,U.K.H., Rao, A.P., dan Rao, A.V., 2008]. Aerogel silika banyak digunakan
dalam bidang fisika yaitu seperti untuk isolasi panas serta dalam bidang kimia
yaitu seperti untuk penyangga katalis, adsorben, serta sebagai agen pengekstraksi
untuk berbagai macam senyawa kimia.
Aerogel silika biasanya disintesis dengan metode sol-gel, yang tahap
akhirnya mengganti cairan dalam gel dengan udara, dengan cara mengekstraksi
cairan dari gel pada temperatur dan tekanan yang sangat tinggi yang biasanya
disebut dengan pengeringan superkritis [Kistler, S, S., 1932]. Aerogel silika yang
disintesis dangan metode ini bersifat higroskopis, sehingga dalam penggunaannya
mudah menyerap air dari udara. Aerogel silika berbasis abu bagasse dapat
disintesis dengan teknik ambient pressure drying (APD) [Nazriati, Heru S.,
Sugeng W., Reza A dan Enggar E.V., 2010,]. Teknik APD lebih aman dan lebih
mudah dikerjakan karena tidak menggunakan suhu tinggi dan berlangsung dalam
tekanan ruang. Teknik APD membutuhkan proses modifikasi pada permukaan
silika aerogel menggunakan agen pemodifikasi permukaan sehingga silika aerogel
bersifat hidrofobik dan reaksi kondensasi tidak terjadi selama proses pengeringan
[Hutabarat, E. B., dan Arini N., 2010]. Agen pemodifikasi permukaan yang dapat
digunakan antara lain seperti trimetilklorosilan (TMCS) dan heksametildisilazan
(HMDS). Pengaruh dari agen pemodifikasi permukaan terhadap aerogel yang
disintesis adalah dapat meningkatkan luas permukaan dan hidrofobitas [Nazriati,
Heru S., Sugeng W., Reza A dan Enggar E.V., 2010,].
Lumpur Lapindo memiliki potensi yang besar jika dimanfaatkan untuk
pembuatan aerogel silika karena kandungan silika yang cukup banyak yaitu
sekitar 53,08%.
BAB III
METODE PENELITIAN
Lumpur Lapindo memiliki potensi yang besar jika dimanfaatkan untuk
pembuatan aerogel silika karena kandungan silika dalam lumpur Lapindo cukup
banyak. Kandungan lumpur Lapindo antara lain terdiri dari 53,08% SiO2, 18,27%
Al2O3, 5,60% Fe2O3, dan 0,57% TiO2 ( Aristianto, 2006). Silika dalam lumpur
Lapindo ini dapat diekstrak dengan larutan NaOH 3 M menghasilkan larutan
natrium silikat. Larutan ini selanjutnya ditambah HCl sehingga didapat endapan
silika yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan aerogel silika.
( Sodiq, M. J.,dkk, 2012).
3.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari sampel penelitian yang
berasal dari lumpur Lapindo di Desa Siring dan air limbah batik yang berasal dari
Pekalongan, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Bahan kimia HCl p.a,
NaOH p.a, metanol p.a, TMCS 33%, heksana p.a semua dari Merck. Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, ayakan 100 mesh,