BAB I PENDAHULUAN Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sel retikulum. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non Hodgkin pada dasarnya merupakan keganasan sel limfosit. 1,2 Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih. Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini dalam hal klasifikasi jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma. 3,4 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di
organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan
limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sel retikulum.
Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan
manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non Hodgkin pada
dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.1,2
Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin
timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe.
Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di
luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin
dapat mencapai 80% lebih. Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat
disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini dalam hal klasifikasi
jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan
berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat membantu dalam
meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.3,4
1
BAB II
LIMFOMA MALIGNA
2.1 Definisi
Limfoma Maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini
dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH).1
2.2 Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi
sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma
Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus Epstein Barr. Pada
kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat
umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering
kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti
sumsum tulang, kulit, meningen, dll.5,6
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya
limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus
RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV)
yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya
keganasan limfoma sel B yang tinggi, virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya
limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan
terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori
berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat
menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya
regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor
cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun.5,6
Patogenesis morbus Hodgkin mungkin kompleks dan masih banyak hal yang kurang
jelas dalam bidang ini.
2
2.3 Sistem Limfatik
Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari:3,4
1) Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe. Pembuluh-
pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke semua jaringan
tubuh.
2) Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe terdiri
dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.
3) Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari jaringan
yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus ditemukan di leher,
bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah
putih. Nodus limfatikus menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya
lainnya yang berada di dalam limfe.
4) Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem limfatik juga
ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus halus.
2.4 Fisiologi dan peran sistim limfatik
Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, membentengi tubuh
terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker. Suatu cairan yang disebut getah
bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik, dan membawa limfosit (sel darah putih)
berisi sejumlah besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang
menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.
Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok seperti pada
sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau
bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi,
sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit leher mengalami ‘pembengkakan kelenjar’ di
leher, cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher,
3
dimana organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian
tubuh lainnya.3,4
2.4.1 Peran penting dari sel T dan sel B
Ada dua jenis utama sel limfosit:
Sel T Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang. Kehidupannya
dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak, sebagian limfosit
bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi matur menjadi sel T.
Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel
B keduanya berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab
infeksi seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi
dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh
yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).3,4
Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi
tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri),
mereka memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan
menyebabkan perusakannya3,7
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang
terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah secara
abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya. Limfosit
abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening
ini akan membengkak.7
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit abnormal)
juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan
sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang sering,
tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak.
Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh
terserang oleh penyakit ini.
4
BAB III
LIMFOMA NON HODGKIN
3.1 Definisi
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer
jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang
heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons terhadap terapi.
Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa.
Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada
gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa.1 Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai
limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin,
khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan
defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan
transplantasi ginjal dan jantung.1,3,6
3.2 Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir sepertiga
dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka
kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-
laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka
kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia
14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti.1
3.3 Gambaran Histologik
Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan
konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang
berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai
limfosit yang berdiferensiasi buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti
vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal
dari golongan monosit makrofag (histiosit). 1,3,6
Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang
lain misalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun molekuler sehingga masih
5
membingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K),
Lukes dan Collins, WHO, dan Working Formulation (WF) (tabel II.1).1
Tabel 3.3.1 Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.1
Kiel Rappaport Working Formula
High grade
Limfoma Burkitt’s dan
bentuk lainnya
Difuse undifferentiated
(Burkitt’s & non burkitt’s)
High grade
Small non cleaved cell
Limfoblastik konvoluted
Limfoblastik non klasifikasi
Limfoblastik difus Limfoblastik
Imunoblastik
Sentroblastik
Histositik difus Imunoblastik sel besar
Intermediate grade
Difus sel besar
Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan
dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:
1) Limfoblastik Burkitt’s (K) atau small non cleaved (WF)
2) Limfoblastik (WF) non Burkitt’s (K)
3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau “large cell” (WF)
Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% dari
kasus yang terdiagnosis.
3.3.1 Imunofenotiping1
Dengan pemeriksaan ini akan lebih jauh dapat mengetahui tentang Limfoma Non Hodgkin,
khususnya dengan ditemukannya antibodi monoklonal yang dapat diidentifikasi adanya antigen
permukaan baik pada sel B maupun sel T juga pada tingkat pematangan sel. Antibodi tersebut
digolongkan dalam cluster differentiation (CD).
Dengan pemeriksaan tersebut di atas limfoma non Hodgkin pada anak dapat
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok:
1) Proliferasi sel B yang ditandai dengan adanya imunoglobulin monoklonal di
permukaan sel.
2) Proliferasi sel T
3) Proliferasi non T-non B
Pembagian ini nampaknya hampir sama pada LLA.
6
3.3.2 Sitogenetik dan Biologi Molekuler1
Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekuler saat ini sangat berarti dalam membantu kita
mengetahui proses limfoma non Hodgkin lebih mendalam tetapi belum dapat dipergunakan
untuk tindakan terapi. Pada limfoma Burkitt’s sel tumor ditandai oleh adanya translokasi pada
lengan panjang kromosom 8, regio q 23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa versi lainnya t(2;8)
(p12;p24) dan t(8;2) (q24;q11).
3.4 Etiologi dan PatogenesisPenyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH dapat disebabkan oleh
abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus. Translokasi kromosom
dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis limfoma, dan
berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah
translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa
infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang merupakan
penyebab paling seringa pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan
imunocompremised dan penyakit Hodgkin.3,6
3.5 Faktor resiko limfoma non Hodgkin
Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH, walaupun demikian,
faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian kecil dari jumlah seluruh kasus
limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin, tidak ada
penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang terpapar pada
salah satu faktor resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin.3 Beberapa faktor
resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan.
3.5.1 Infeksi sebagai faktor risiko limfoma non Hodgkin
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan limfoma
non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan virus dalam menginduksi
stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan
limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T.3Beberapa virus tersebut antara lain:
Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)
Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)
Epstein-Barr virus (EBV)
7
Gambar 3.5.1.1 Ilustrasi Virus3
Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari pada orang
lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV positif mengindikasikan
bahwa full-blown AIDS telah terjadi. 3
Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim kekebalan yang
disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin
memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul disisi yang tidak umum
dibandingkan dengan jenis limfoma non Hodgkin. 3
Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada suatu
waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam
glandular. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma
Burkitt dan bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi. 2,3
Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang dan
Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat suatu
jarak antara infeksi virus dan timbulnya penyakit. 2,3
Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan
dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter pylori, yang dapat menyebabkan
tukak lambung dan menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk limfoma yang jarang
yang dikenal sebagai limfoma MALT, yang biasanya timbul di lambung. Antibiotik untuk
mengeradikasi infeksi bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika diberikan cukup dini. 2,3
Gambar 3.5.1.2 Ilustrasi Bakteri3
8
(Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan dengan infeksi virus)5
3.5.2 Imunosupresi sebagai faktor risiko untuk limfoma non Hodgkin
Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya menurun, menghadapi peningkatan
risiko terserang limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin karena kontrol multiplikasi sel B
tergantung pada fungsi normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal, seperti pada kasus
orang dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara yang tidak
terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini. 2,3
Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah
penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang
mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non
Hodgkin. 2,3
3.6 Perjalanan alamiah penyakit
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh
lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh
sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering
tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara
kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter
mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.
Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin
menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi
akibat limfoma non Hodgkin. Akan tetapi, beberapa pasien limfoma non Hodgkin indolen
berobat ke dokter karena gejalanya.3
Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan
sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga
mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam
stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.3
3.7 Manifestasi Klinik
Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis oleh massa abdominal dan intrathorakal
(massa mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada anak yang
lebih besar massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada limfoma
9
limfoblastik sel T. Gejala yang menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas, pembengkakan
daerah leher, muka, dan sekitar leher akibat adanya obstruksi vena cava superior.
Pembengkakan kelenjar limfe (limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher,
supraklavikula atau aksiler, tetapi jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran kelenjar
limpa dan hati menunjukkan adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali pasien
menunjukkan gejala-gejala leukemia limfoblastik akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan
saraf pusat, kadang-kadang disertai pembesaran testis.1,2,3
Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif, dengan gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan.
Gambaran laboratorium biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH dan asam urat yang meningkat sebagai akibat adanya tumor lisis maupun adanya
nekrosis jaringan.1
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan
dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil
(amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam
dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: 1,2,3
-gangguan pernapasan
- berkurangnya nafsu makan
- sembelit berat
- nyeri perut
- pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia
memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum
tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel
limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan
pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit
dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang
membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
→ pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak napas
→ penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
→ penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
Tabel 3.7.1 Rangkuman Berbagai Gejala1,2,3
Gejala PenyebabKemungkinan timbulnya gejala
10
Gangguan pernapasanPembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening di dada
20-30%
Hilang nafsu makanSembelit beratNyeri perut atau perut kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di perut
30-40%
Pembengkakan tungkaiPenyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badanDiareMalabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru(efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
Penurunan berat badanDemamKeringat di malam hari
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
50-60%
Anemia(berkurangnya jumlah sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran pencernaanPenghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktifPenghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik)Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfomaKetidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran
30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%
Mudah terinfeksi oleh bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi
20-30%
3.8 Stadium Limfoma Non Hodgkin
11
Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa jaringan
limfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak digunakan
adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel II.2).1
Tabel 3.8.1 Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital.1
I Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal, kecuali di
daerah mediastinum atau abdomen
II Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar regional pada satu
sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul
Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar regional
Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma
Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa
keterlibatan kelenjar mesenterium
III Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma
Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma
Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)
Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi
Tumor pada paraspinal atau epidural
IV Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan saraf pusat
3.9 Diagnosis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan biopsi,
pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila dimungkinkan dengan
pemeriksaan imunologik dan sitogenik untuk membedakan antara sel B atau sel T. Kriteria
untuk masing-masing kelompok tersebut adalah:1
a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:
Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan pertanda
sel B lainnya misalnya: CD 19-24
Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)
Gambaran histologis: Burkitt’s dan B limfoblastik (K) atau undifferentiated atau
small non cleaved (W)
Gambaran L3 pada klasifikasi F AB
Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:
12
Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
Gambaran histologi: limfoblastik
Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
Reaksi positif dengan asam fosfat
Primer pada kelenjar timus
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi
hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan.
3.10 Tata Laksana
Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali disertai dengan
berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan secepatnya. Sebelum pengobatan
dengan kemoterapi harus diperhatikan terlebih dahulu problem jalan napas, pembuluh darah
dan gangguan metabolik yang ada.1
Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup, dan alkalinisasi urin perlu segera diberikan
pada pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah terjadinya nefropati akibat lisis
tumor yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.1 Terapi yang dilakukan biasanya
melalui pendekatan multidisiplin.Terapi yang dapat dilakukan adalah:2,3
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik:
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk
lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma:
-Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP