OTONOMI DAERAH Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Salah satu
Tugas Mata KuliahPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAANDosen
Pengasuh: DR. GANJAR M. GANESWARA, M.PD.SUPRIYONO, S.PD.
Disusun oleh:Kelompok 9EGI RAHMAN (1404982)ANGGUN PUTRI SAFERA (
)DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI RUPAFAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN
DESAINUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG2015
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabbilalamin, Segala puji bagi
Allah SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan Islam dan Iman
kepada kita semua. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi
kita, Muhammad SAW yang tengah membawa risalahnya. Tidak ada
sesembahan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan
Allah SWT yang dibenarkan di dalam Al-Quran dan Hadits.Indonesia
adalah negara demokratis yang memungkinkan masyarakatnya turut ikut
andil dalam pembangunan negara. Tetapi, perlu adanya sebuah sisteem
negara yang terorganisir agar seluruh masyarakat Indonesia yang
jumlahnya merupakan negara berpendudukan terbanyak ke empat
diseluruh dunia terlebih dengan keadaan Indonesia yang merupakan
negeri kepulauan. Perlu adanya sistem komunikasi yang menyeluruh
juga keperintahan yang merata agar setiap wilayah di Indonesia
mendapatkan hak dan kewajiban yang sama.Desentralisasi
kepemerintahan adalah upaya pemerintah dalam mencapai semua hal
itu, yaitu dengan membuat kepemerintahan yang lebih kecil di bawah
negara. Otonomi daerah salah satu pengaruh dari desentralisasi
tersebut, yang memungkinkan setiap daerah di Indonesia memiliki
kepemerintahan lokalnya masing-masing di bawah negara pusat.Makalah
ini penulis tulis sebagai salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarga Negaraan yang membahas mengenai otonomi daerah di Indonesia
serta permasalahan yang terjadi di dalamnya.
Mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan serta keambiguan
dalam penulisan makalah ini. Kritik, saran serta masukannya sangat
penulis harapkan untuk lebih memperbaiki tulisan ini. Semoga
tulisan ini bisa menambah pengetahuan kita juga menambah kecintaan
diri kita terhadap negara. Dan semoga Allah SWT menjadikan amalan
kita diterima disisi-Nya, dan menjadikan kita sebagai wali-wali-Nya
di muka bumi ini.AamiinBandung, 18 Mei 2015
PENULIS
DAFTAR ISICOVER KATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI ivBAB I :
PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah 21.3 Tujuan
2BAB II : KAJIAN TEORITIS 32.1. Pengertian Otonomi Daerah 32.2.
Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah 52.3. Dampak Adanya Otonomi
Daerah 62.3.1. Dampak Positif 62.3.2. Dampatk Negatif 7BAB III:
KAJIAN KASUS PENYALAH GUNAAN DANA APBD DI WILAYAH BEKASI 83.1.
Korupsi Dana APBD di Wilayah Bekasi 93.2. Krisis Anggaran di Bidang
Pendidikan 103.3. Penyalahgunaan Dana Anggaran dalam Pelakasanaan
Program E-KTP 12BAB IV: PENUTUP 144.1. Kesimpulan 144.2. Saran
14DAFTAR PUSTAKA 15
iv
BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSebagai bangsa Indonesia
sudah seharusnya untuk mentaati butir-butir Pancasila sebagai dasar
negara. Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah, kebudayaan
yang sangat beragam dan luasnya tanah Indonesia menjadikan sebuah
tanggung jawab besar untuk putra-putri bangsa Indonesia ini.
Semenjak banyaknya perpecahan pada sistem sosial yang mengancam
kemerdekaan Indonesia pada masa Orde Lama yang berlangsung di awal
tahu 1950 dan menyerang hampir seluruh lini mulai dari kultur,
moral, tradisi kekristenan, Marxisme, dan ketakutan bahwa
masyarakat Jawa akan mendominasi dunia politik membuat para
tokoh-tokoh pada masa itu memutar otak untuk meredam perpecahan ini
agar tidak terus meluas dan berkembang. Setelah mengalami beberapa
masalah perpecahan di tiap daerah, Soekarno kemudian datang
sepulangnya dari negri Tiongkok dengan berbegai rencana menuju
Demokrasi, hingga akhirnya demokrasipun terwujud sampai saat
ini.Dengan sistem demokrasi ini pemerintah harus bisa bersikap adil
dan bijaksana terhadap masyarakatnya yang terdapat diberbagai
wilayah Indonesia yang beragam. Sebagai bentuk pengamalan Pancasila
dari sila ke lima yang menyatakan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Sebagai Negara Demokrasi, Indonesia harus rela
mengubah sistem pemerintah yang sentralisasi menjadi
desentralisasi, hal ini memungkinkan bagi setiap daerah di seluruh
Indonesia akan mendapat hak dan kewajiban yang sama tergantung
pemerintahan yang ada pada wilayah itu. Juga menuntut pemerintah
pusat untuk men-denkonsentrasi kepemerintahan untuk setiap wilayah
di Indonesia yang memungkinkan pemerintahan setempat dapat
bertanggung jawab atas wilayah yang diamanahkan, sehingga dengan
sumber daya alam yang berbeda-beda pada setiap daerah menuntut
pemerintah setempat dapat mengoptimalkan potensi wilayahnya
masing-masing. Hal ini yang mengharuskan adanya otonom pada setiap
daerah untuk mencapai kepemerintahan yang merata yang tak bisa
dicapai oleh pemerintahan pusat.Telah tercantum dalam berbagai UU
mengenai bidang politik dari yang berwatak sentralisasian ke
otonom-demokratis. Sehingga mau tidak mau harus ada pemancaran
kekuasaan baik secara horizontal tinggi negara yang sejajar seperti
DPR, Presiden, BPK, MA dan DPA, sedangkan pemancaran horizontal
ditandai oleh adanya desentralisasi otonom daerah. Dengan hal ini,
ada kaitan erat antara demokrasi dan otonomi daerah: pertama, untuk
mewujudkan prinsip kebebasan (Liberty), kedua, untuk membiasakan
rakyat berupaya untuk mampu memutuskan sendiri berbagai kepentingan
yang berkaitan langsung dengan dirinya, ke-tiga, untuk memberikan
pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat yang mempunyai tuntutan
dan kebutuhan beragam. 1.2. Rumusan Masalah1. Apa pengertian dari
otonomi daerah?2. Apa tujuan dari otonomi daerah?3. Apa saja dampak
dari otonomi daerah?1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari
otonomi daerah.2. Untuk Mengetahui tujuan adanya otonomi daerah.3.
Untuk mengetahui dampak negatif dan positif dari otonomi
daerah.
BAB IIKAJIAN TEORITIS2.1. Pengertian Otonomi DaerahIstilah
otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan
namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian
otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).Beberapa
pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa:1.
F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.2. Ateng
Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan
atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas
atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi
daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana
diperoleh dari pemerintah pusat.Pendapat lain dikemukakan oleh
Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan
oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara
secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip
Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu
pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang
keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh
pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang
substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.Dengan otonomi
daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang
dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif
sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya
kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian
otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat
berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.Kebebasan yang terbatas
atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang
harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban
serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya
sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih
bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga
sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi
daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun
administrasi, dengan tetap menghormati peraturan
perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan
untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam
kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan
nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah
dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.Beranjak dari rumusan di atas,
dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai
tiga aspek, yaitu :1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.2. Aspek kewajiban untuk tetap
mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya,
serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.3.
Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya
sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga
terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya
kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti
dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat
pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan
pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah
adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri,
menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta
mengelola keuangan sendiri.Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh
isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah
mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :1. Berinisiatif sendiri
yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan
sendiri.2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan
pelaksanaannya.3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.4.
Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan
prasarananya.
2.2. Tujuan dan Prinsip Otonomi DaerahTujuan dilaksanakannya
otonomi daerah adalah :1. mencegah pemusatan kekuasaan.2.
terciptanya pemerintahan yang efesien.3. partisipasi masyarakat
dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.Tujuan utama
otonomi daerah adalah :1. kesetaraan politik (political
equality).2. Tanggung jawab daerah (local accountability).3.
Kesadaran daerah( local responsiveness)Otonomi daerah sebagai salah
satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan
untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan
ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang
(2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah
meliputi 4 aspek sebagai berikut :1. Dari segi politik adalah
mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat,
baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung
politik dan kebijakan nasional;2. Dari segi manajemen pemerintahan,
adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan;3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan
partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya
pemberdayaan masyarakat untuk mandiri;Dari segi ekonomi
pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program
pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.Prinsip otonomi
daerah adalah :1. untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan.2. sebagai sarana pendidikan
politik.3. sebagai persiapan karier politik.4. stabilitas
politik.5. kesetaraan politik.6. akuntabilitas politik.
2.3. Dampak adanya Otonomi Daerah2.3.1. Dampak PositifDampak
positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan
kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah
daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri.
Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta
membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
2.3.2. Dampak NegatifDampak negatif dari otonomi daerah adalah
adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk
melakukan tindakan yang dapat merugika Negara dan rakyat seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada
kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi
Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan
daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti
contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah.
Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka
pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan
di daerah, selain itu karena memang dengan sistem otonomi daerah
membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.Beberapa modus
pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :1. Korupsi
Pengadaan Barang Modus :a. Penggelembungan (mark up) nilai barang
dan jasa dari harga pasar.b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses
tender.2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara
(tanah)Modus :a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan
pribadi.b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.3.
Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat,
pengurusan pensiun dansebagainya.Modus : Memungut biaya tambahan di
luar ketentuan resmi.4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi
(sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)Modus : a.
Pemotongan dana bantuan sosialb. Biasanya dilakukan secara
bertingkat (setiap meja).5. Bantuan fiktifModus : Membuat surat
permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak
luar.
BAB IIIKAJIAN KASUSPENYALAHGUNAAN DANA APBD DI WILAYAH
BEKASIAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun,
mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
APBD terdiri atas, Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah,
dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi
Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Selain itu pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana
darurat juga memberikan kontribusi terhadap APBD.APBD merupakan
instrument penting kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah dan
menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas suatu
daerah. APBD merupakan bentuk hubungan antara warga negara pembayar
pajak dan aparat. Irene Rubbin, seorang ahli politik anggaran
menegaskan APBD tidak berbeda dengan anggaran lainnya. Yakni
bagaimana membuat pilihan antara kemungkinan-kemungkinan
pengeluaran, keseimbangan dan proses memutuskannya. Akan tetapi,
APBD memiliki tipikal yang berbeda, seperti bersifat terbuka,
melibatkan berbagai aktor dalam penyusunannya yang memiliki tujuan
berbedabeda, mempergunakan dokumen anggaran sebagai bentuk
akuntabilitas publik, dan keterbatasan yang harus diperhatikan
(budget constraint).Bekasi merupakan salah satu cerminan buruk
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk dalam
pengelolaan dana APBD. Banyak terjadi kasus tentang penyelewengan
dana APBD seperti korupsi dana anggaran, penyelewengan anggaran di
bidang pendidikan, pelayanan publik seperti pengelolaan sampah, dan
masih banyak kasus lainnya. Hal tersebut merupakan permasalahan
yang sangat krusial dimana penyelewengan tersebut merabah ke sektor
inti yang sangat menentukan terhadap keberhasilan proses
penyelenggaran pemerintahan di level daerah. Permasalahan
penyelewengan ini yang kemudian mengakibatkan buruknya nama Bekasi
dalam proses penyelenggaran pemerintahan lokal dan menjadikan
stigma bagi para aparat penyelenggaraan pemerintahan itu
sendiri.3.1. Korupsi Dana APBD di Wilayah BekasiKorupsi merupakan
permasalahan yang mendesak yang harus diatasi, agar tercapai
pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang
korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak
maupun elektronik, merupakan gambaran adanya peningkatan dan
pengembangan model-model korupsi. Hal ini juga menimpa Wali Kota
Bekasi non-aktif Mochtar Mohamad dituntut hukuman 12 tahun penjara
di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis 8
September 2011 lalu. Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan
Korupsi menilai Mochtar terbukti melakukan empat kasus korupsi dana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi Tahun 2009-2010.
Mochtar dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan atau Pasal 5 ayat
(1) atau pasal 12 huruf e atau pasal 13 jo pasal 15 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Juga pasal 55 ayat (1) ke-1 dan pasal 65 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana. Selain itu, jaksa juga menuntut agar
Mochtar dihukum membayar uang pengganti kerugian negara Rp 639
juta. Apabila terdakwa tidak mampu maka hartanya akan disita dan
apabila hartanya tidak mencukupi, maka terdakwa mendapat pidana
tambahan 2 tahun penjara.Mochtar terbukti telah melakukan 4 kasus
korupsi selama menjabat sebagai Kepala Daerah Bekasi. Pertama
adalah dugaan penyalahgunaan dana prasmanan dialog dan audiensi
dengan tokoh masyarakat senilai Rp 639 juta.[footnoteRef:1] Dana
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tersebut dipakai
terdakwa untuk melunasi hutang pribadinya ke Bank Jabar cabang Kota
Bekasi. Selain itu, Mochtar didakwa dalam kasus suap kepada tim
panitia anggaran DPRD Kota Bekasi untuk penyusunan APBD 2010
sekitar Rp 4,25 milyar. Juga kasus suap kepada dua anggota tim
audit keuangan daerah Badan Pemeriksa Keuangan RI Wilayah Bandung
Rp 400 juta, dan kepada tim Piala Adipura Rp 500 juta. [1: Dikutip
dari tempointeraktif, Kamis, 8 September 2011 diakses pada 18 Mei
2015.]
Semangat pengentasan korupsi di wilayah Bekasi baru menggelora
di tahun 2011. Buktinya dapat terlihat dari jumlah kasus yang
ditangani Kejaksaan Negeri Bekasi dalam kurun waktu dua tahun
terakhir. Jumlah kasus yang tertangani meningkat dua kali lipat di
tahun ini. Tiga kasus sudah sampai vonis, tiga lagi siap
disidangkan, termasuk yang melibatkan Staf Ahli Wali Kota Bekasi,
tiga masih dalam tahap penyidikan, dan satu lagi sedang proses
persidangan. Hal ini mencerminkan tingginya angka korupsi dana
anggaran di wilayah Bekasi yang semakin memperburuk proses
penyelenggaran pemerintahan lokal di wilayah Bekasi.Dari sepuluh
kasus tersebut, kalangan birokrat dan swasta berimbang dalam hal
keterlibatan. Namun dari kalangan instansi, Dinas Bina Marga dan
Tata Air yang paling tinggi potensi korupsinya. Meskipun jumlah
kasus yang ditangani mengalami peningkatan, bukan berarti kejaksaan
tak menemukan kesulitan untuk mengungkapnya. Minimnya peran serta
masyarakat merupakan salah satu alasannya. Selain itu, yang juga
menjadi kendala ialah sulitnya mengakses dokumen dan data pelengkap
lain untuk mendukung pengungkapan. Sempitnya kewenangan yang
dimiliki kejaksaan membuat pemilik dokumen enggan begitu saja
memperlihatkan apalagi menyerahkan data yang dibutuhkan.3.2. Krisis
Anggaran di Bidang Pendidikan Peningkatan alokasi anggaran
pendidikan ternyata tidak sepenuhnya memberikan implikasi langsung
terhadap perluasan kesempatan masyarakat Kota Bekasi untuk
memperoleh pelayanan pendidikan Di tingkat pendidikan dasar,
pengaruh alokasi anggaran pendidikan dari belanja daerah cukup
besar dalam memperluas kesempatan masyarakat untuk memperoleh
pelayanan pendidikan. Hal ini karena tersedianya sarana dan prasana
pendidikan yang memadai serta adanya pembebasan biaya pendidikan
dan subsidi biaya pendidikan untuk siswa di tingkat pendidikan
dasar, yang bersumber dari APBD. Sedangkan di tingkat pendidikan
menengah, alokasi anggaran pendidikan dari APBD belum memberikan
pengaruh yang besar bagi perluasan kesempatan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan pendidikan setingkat SMA.Hanya 45% dari
seluruh anggaran pendidikan dialokasikan untuk pembiayaan
infastruktur sekolah.[footnoteRef:2] Persoalan pendidikan bukan
hanya domain pemerintah saja. Melainkan masyarakat serta lingkungan
juga harus berperan. APBD sampai kapanpun tidak akan bisa mengcover
sektor pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan itu bukan hanya
domain pemerintah saja melainkan semua pihak harus ikut serta dan
andil dalam permasalahan ini. Jika hanya mengandalakan APBD saja
itu tidak akan cukup, APBD lebih mengarah kepada stimulus. [2:
Dikutip dari www.smeru.or.id/report/research/dak/dak_ind. diakses
pada 17 Mei 2015]
3.3. Penyalahgunaan Dana Anggaran dalam Pelakasanaan Program
E-KTPE-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang
memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi
ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database
kependudukan nasional.[footnoteRef:3] Pemberlakuan program baru ini
tidak lepas dari penyalahgunaan dana yang terjadi di Kota Bekasi.
Komisi A DPRD Kota Bekasi mendesak Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (Disdukcapil) Kota Bekasi mengalokasikan dana tambahan untuk
kecamatan yang menyelenggarakan pelayanan pembuatan e-KTP. Sebab
selama ini, keterbatasan dana yang dikucurkan Disdukcasip membuat
aparatur kecamatan menalangi berbagai anggaran secara swadaya. [3:
Dikutip dari http://www.e-ktp.com/2011/06/hello-world/ diakses pada
17 Mei 2015.]
Pelaksana Tugas Walikota Bekasi Rahmat Effendi menginstruksikan
kepada aparatur kecamatan dan kelurahan di wilayahnya untuk mendata
besarnya dana anggaran instansi yang terpakai untuk menalangi
pembiayaan penyelenggaraan program e-KTP. Ia akan mengupayakan
alokasi anggaran untuk mengganti dana tersebut APBD Perubahan Kota
Bekasi 2012. Hal tersebut disampaikan Rahmat setelah mengetahui
petugas kecamatan dan kelurahan banyak yang harus menalangi
kekurangan pembiayaan program e-KTP karena dana dari pemerintah
pusat tidak memadai. Seperti yang dialami Camat Rawalumbu Edi
Sutardi. Ia harus menalangi biaya penambahan daya listrik yang
memakan dana hingga Rp.6 juta. Sementara lurah di wilayahnya
menalangi kekurangan dana pengadaan alat tulis kantor (ATK).
Masing-masing lurah mendapatkan dana untuk pengadaan ATK sesuai
jumlah penduduk wajib e-KTPDikarenakan tidak adanya anggaran yang
memadai dari pemerintah pusat, aparatur kecamatan dan kelurahan
akhirnya menggunakan dana operasional yang sesungguhnya tidak
diperuntukkan bagi program e-KTP. 3.4. KesimpulanPolitik anggaran
merupakan salah satu komponen penting dari berjalannya suatu
pemerintahan. Tanpa anggaran suatu pemerintahan dikatakan tidak
bisa menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Anggaran yang ada
ditujukan untuk melakukan tugas pemerintah dalam rangka memenuhi
kebutuhan publik. Dalam prinsip-prinsip politik anggaran,
diperlukan otorisasi dari legislatif sebelum anggaran tersebut
dibelanjakan. Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari
legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan
anggaran tersebut. Disini dimaksudkan bahwa adanya keterikatan kuat
dalam melakukan kontrol anggaran. Secara komprehensif, anggaran
harus menunjukan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah kepada
publik. Terjadinya korupsi yang mengakibatkan non-aktifnya walikota
bekasi mengindikasikan adanya koordinasi yang amburadul antara
pihak eksekutif dan legislatif. Kondisi ini semakin parah dengan
adanya penyelewengan dana yang seharusnya dialokasikan untuk
kebutuhan dan pembangunan rakyat. Kurang kompetennya para pejabat
ini mengakibatkan kerugian yang besar bagi bangsa yang besar ini.
Korupsi seakan menjadi penyakit yang tidak bisa diberantas, pola
rekrutmen yang kurang berkualitas, budaya birokrasi yang monarki,
serta tatanan penganggaran yang tidak menitik-beratkan kepada skala
prioritas menjadikan pemerintahan yang absurd.Masalah penganggaran
dalam pendidikan juga terpaut sembrono. Besaran persen yang
dianggarkan dinilai tidak cukup untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan bagi kaum miskin menengah kebawah. Terlalu
besarnya alokasi untuk pembiayaan rutin tahunan PNS menjadi salah
satu ironi dalam penggunaan anggaran. Indonesia harus melakukan
pembangunan politik pendidikan yang solid dan prospektif.
Pertama-tama hal ini tentu saja harus diawali dari komitmen para
penentu politik pendidikan itu sendiri, yaitu: para elite politik,
pejabat pemerintah di Pusat maupun Daerah serta para pengambil
kebijakan negara. Mereka semua harus memiliki komitmen dan
kesadaran akan betapa pentingnya pendidikan (sense of education).
Untuk merealisasikan gagasan besar, maka pemerintah harus mempunyai
politik anggaran pendidikan, baik untuk melaksanakan program
pendidikan dasar, menengah, atas serta secara tegas harus
dituangkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
ataupun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Persoalan
politik anggaran pendidikan dewasa ini sangat penting sejalan
dengan kebijakan otonomi daerah. Oleh karena itu, sudah saatnya
praktik pendidikan kita meninggalkan misi reproduksi kelas sosial.
Pendidikan harus diarahkan untuk membuka pemahaman kritis dan
pencarian alternatif atas keterbatasan struktur sosial dalam
menciptakan masyarakat adil, terbuka, dan partisipatif.
PENUTUP4.1. KesimpulanOtonomi Daerah merupakan hasil dari sistem
kepemerintahan yang berasaskan demokrasi dimana setiap daerah
memiliki peraturan dan kemandirian, bertujuan untuk mencegah
pemusatan kekuasaan, terciptanya pemerintahan yang efesien dan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah
masing-masing.Berbagai dampak yang ditimbulkan dengan adanya
otonomi daerah ini adalah bahwa setiap daerah bebas mendapatkan hak
untuk menampilkan identitas lokal masyakaratnya, dengan penyaluran
dana APBD yang diserahkan sepenuhnya terhadap daerah memungkinkan
setiap daerah dapat melakukan pembangunannya sendiri tanpa
penekanan dari pemerintah pusat, hal ini juga memungkinkan dapat
dijadikan sebagai sarana untuk mempromosikan budaya sebagai tempat
tujuan wisata.Namun dampak buruknya adalah berbagai tindak adanya
kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan
tindakan yang dapat merugika Negara dan rakyat seperti korupsi,
kolusi dan nepotisme. Dan memungkinkan terjadinya pertentangan
kewenangan antara daerah dan pusat seperti PERDA yang tidak sesuai
dengan Peraturan Perundang-undang di Pemerintahan Pusat.4.2.
Saran1. Otonomi daerah dengan berbagai permasalahannya harus ada
pembenahan secara berkala baik secara mandiri maupun pengawasan
langsung dari pemerintahan pusat.2. Pemerintah pusat hendaknya
harus bisa melihat potensi pada suatu daerah, dan
mengkonsentrasikan potensi tersebut pada daerah tersebut.3.
Pengawasan pada pemerintahan daerah harus tegas, terbukti dengan
banyaknya pelanggaran serta oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab memakai dana APBD bukan sebagaimana mestinya.4. Perbaikan
alur penyaluran dana APBD dan keterbukaan.
DAFTAR ISI
Akbar, Firyal. 2013. Pemilihan-Pemilihan Kepada Daerah di Era
Reformasi. Sumber:
http://feyyie21.blogspot.com/2013/03/pemilihan-pimpinan-kepala-daerah-di-era.html
diakses 20 Mei 2015Anonim, 2011. e-ktp. Sumber:
http://www.e-ktp.com/2011/06/hello-world/ diakses pada 17 Mei
2015.Anonim. Sumber: www.smeru.or.id/report/research/dak/dak_ind.
diakses pada 17 Mei 2015Prabowo, Yudi Agus. 2013. Pengertian
Prinsip dan Tujuan Otonomi. Sumber:
http://yudiagusprabowo.blogspot.com/2013/06/pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonomi.html
diakses pada 20 Mei 2015UU NO.12 Tahun 2008 tentang Otonomi
DaerahUU NO.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
15