Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah Indonesia membuat suatu kebijakan untuk daerah. Yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat. Kebijakan ini dikenal dengan Otonomi Daerah. Terbentuknya Otonomi Daerah memiliki sejarah yang sangat panjang mulai dari jaman kolonial sampai dengan sekarang. Dimulai dari jaman kolonial yang memberi peluang untuk daerah dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Pada jaman penjajahan Jepang semua daerah otonom disebukan memiliki sifat bersifat misleading. Kemudian pada saat kemerdekaan dan pasca kemerdekaan banyak sekali dikeluarkan undang-undang untuk mengatur Otonomi Daerah. Pada era ini Indonesia juga harus memikirkan hal yang strategis, terutama pemerintah yang ada di pusat, dimana yang terjadi saat ini pemerintah pusat yang memiliki urusan yang terlau banya sehingga tidak satupun yang terselesaikan dengan baik, pusat mengurusa sampai pada urusan yang bersifat tekhnis yang ada di daerah. Pemerintah seharusnya memikirkan yang strategis dan terfokus. Dengan hal tersebut tujuan dapat tercapai.
37

MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Jan 16, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangUntuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah

Indonesia membuat suatu kebijakan untuk daerah. Yaitu daerah

tingkat I dan daerah tingkat II diberi wewenang untuk mengatur

dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri, dengan

tujuan mensejahterakan masyarakat. Kebijakan ini dikenal

dengan Otonomi Daerah. Terbentuknya Otonomi Daerah memiliki

sejarah yang sangat panjang mulai dari jaman kolonial sampai

dengan sekarang. Dimulai dari jaman kolonial yang memberi

peluang untuk daerah dibentuknya satuan pemerintahan yang

mempunyai keuangan sendiri. Pada jaman penjajahan Jepang semua

daerah otonom disebukan memiliki sifat bersifat misleading.

Kemudian pada saat kemerdekaan dan pasca kemerdekaan banyak

sekali dikeluarkan undang-undang untuk mengatur Otonomi

Daerah.

Pada era ini Indonesia juga harus memikirkan hal yang

strategis, terutama pemerintah yang ada di pusat, dimana yang

terjadi saat ini pemerintah pusat yang memiliki urusan yang

terlau banya sehingga tidak satupun yang terselesaikan dengan

baik, pusat mengurusa sampai pada urusan yang bersifat tekhnis

yang ada di daerah. Pemerintah seharusnya memikirkan yang

strategis dan terfokus. Dengan hal tersebut tujuan dapat

tercapai.

Page 2: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Hal yang sama sepertinya mulai terulang lembali, kalau kita

memperhatikan pengelolaan pemerintahan yang ada saat ini ada

usaha untuk sentarlisasi kembali meskipun dengan cara yang

berbeda sentarlisasi yang berbeda pada orde baru,

menurut wawan mas’udi sentralisasi yang ada pada saat ini berada

pada sofwer, mencontohkan pada penganggaran. Disadari atau

tidak bahwa watak dasar pemerintah di indonesia adalah

sentralistik, sehingga upaya pengelolaan pemerintahan yang

sentralistik bisa saja terjadi, meskipun pada konsep otonomi

daerah.

1.2 Tujuan1. Mengenal apa itu Otonomi Daerah.

2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah yang ada di

Indonesia

3. Pelaksanaan Otonomi di Indonesia saat ini.

Page 3: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

BAB II

PEMBAHSAN

2.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang

diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya

guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka

pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sedangkan yang

Page 4: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat.Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada

acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi

yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah

kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab,

terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-

sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

2.2 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di IndonesiaA. Warisan Kolonial

          Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan

staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan

pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian

staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S.

181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan

sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk

sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan

groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort.

Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan

persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende

landschappen).

         Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh

pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak

panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa

Page 5: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua

administrasi pemerintahan.

B. Masa Pendudukan Jepang

          Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke

seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai

Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan

pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di

Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan

Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil

melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam

urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah

bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa

mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang

mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang

pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan

daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut

bersifat misleading.

C. Masa Kemerdekaan

1.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas

dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan,

kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap

perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam

yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:

1)      Provinsi

2)      Kabupaten/kota besar

Page 6: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

3)      Desa/kota kecil.

UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat

darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya

terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

2.      Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948

Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di

Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan

mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu

dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat

yakni:

a)      Propinsi

b)      Kabupaten/kota besar

c)      Desa/kota kecil

d)     Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya

sendiri.

3.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957

Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan

istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah

besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri,

dalam tiga tingkat, yaitu:

1)      Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta

Raya

2)      Daerah swatantra tingkat II

3)      Daerah swatantra tingkat III.

UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi

daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4.      Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

Page 7: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November

1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi

pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru.

Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri

dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah

tingkat III.

Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah

pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah

pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

5.      Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965

Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga

tingkatan yakni:

1)      Provinsi (tingkat I)

2)      Kabupaten (tingkat II)

3)      Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang

pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya,

menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di

daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas

lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai

alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin

pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,

menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD,

dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

6.      Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur

rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini

Page 8: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan

daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut

tingkatannya menjadi:

1)      Provinsi/ibu kota negara

2)      Kabupaten/kotamadya

3)      Kecamatan

Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II

karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan

masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi

masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang

nyata dan bertanggung jawab.

7.      Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan

daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran

dalam penyusunan UU No. 22 tahun  1999 adalah sebagai berikut:

1)      Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan

prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi

dalam kerangka NKRI.

2)      Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi

dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang

dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah

kabupaten dan daerah kota.

3)      Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.

4)      Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi

daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai

perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga

Page 9: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi

masyarakat.

8.      Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

                  Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32

tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang  dalam pasal 239

dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No.

22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak

berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan

hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan

pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan

kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi,

supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya,

demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping

itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan

DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

2.3 Otonomi Daerah Sebelum Reformasi.  

Sejak berdirinya  Negara Kesatuan Republik Indonesia,

pemerintah telah mengambil langkah-langkah penting dalam

rangka perujudan cita desentralisasi. Langkah-langkah penting

yang diambil pemerintah itu terlihat dari lahirnya berbagai

peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang pemerintahan daerah, yang masing masing dengan

sistemnya sendiri.

Undang-Undang No. 1/1945 merupakan undang-undang pertama yang

mengatur mengenai pemerintahan daerah. Dalam UU ini antara

lain ditetapkan :

Page 10: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

(a) Komite Nasional Daerah diadakan, kecuali di Daerah

Surakarta dan Yogyakarta, di Kresidenan, di Kota berotonomi,

Kabupaten dan lainlain Daerah yang dianggap perlu oleh Menteri

Dalam Negeri ( Pasal 1).

(b)  Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan Rakyat

Daerah yang bersamasama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah

menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga Daerahnya, asal

tidak bertentangan dengan peraturan Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah yang lebih luas dari padanya (Pasal 2)

(c)  Oleh Komite Nasional dipilih beberapa orang,

sebanyakbanyaknya 5 orang sebagai Badan Executive, yang

bersamasama dengan dan pimpinan oleh Kepala Daerah menjalankan

pemerintahan seharihari dalam Daerah itu (Pasal 3).

Berdasarkan UU No. 1/1945 inilah Komite Nasional Daerah

berubah atau menjelma menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah,

dan diketuai oleh Kepala Daerah, serta mempunyai tugas

mengatur dan mengurus rumah tangga Daerahnya dengan syarat

tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah Pusat dan

peraturan Pemerintah Daerah yang lebih tinggi

kedudukannya.Meskipun Badan Perwakilan Rakyat Daerah

diketuai Kepala Daerah, tetapi Kepala Daerah bukanlah

merupakan anggota Badan Perwakilan Rakyat Daerah, dan

karenanya tidak mempunyai hak suara.

Dalam prakteknya pelaksanaan UU No. 1/1945 menimbulkan

berbagai persoalan, karena UU ini tidak diberi Penjelasan.

Sehingga terjadi kesimpang siuran dalam menafsirkan ketentuan-

ketentuan yang termuat dalam UU tersebut. Akhirnya kementerian

dalam negeri memberikan penjelasan tertulis terhadap UU No.

Page 11: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

1/1945.Penjelasan tertulis Kementerian Dalam Negeri itu memuat

keterangan-keterangan mengenai tujuan diadakannya UU No.

1/1945. Tujuan yang pertama bagi diadakannya UU ini adalah

untuk menarik kekuasaan pemerintahan dari tangan Komite

Nasional Daerah (KND) dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai

berikut:

(a)  Semua KND dibentuk sebagai pembantu pemerintah daerah

dimasa kekuasaan sipil, pangrehpraja dan polisi dan alat-alat

pemerintahan lainnya masih ditangan Jepang.

(b)  Setelah kekuasaan sipil dapat direbut dari tangan

Jepang, KND dalam prakteknya mengganti Pangrehpraja dan polisi

di samping Pangrehpraja dan polisi sebenarnya yang menjadi

pegawai Republik Indonesia.

(c) Dualisme yang demikian itu sangat melemahkan

kedudukan dan kekuasaan Pangrehpraja dan polisi sebagai alat-

alat pemerintahan yang resmi. (The Liang Gie)

Selanjutnya disebutkan bahwa sebagai badan legislatif  Badan

Perwakilan Rakyat Daerah, wewenangnya adalah :

(a)  Kemerdekaan untuk mengadakan peraturanperaturan untuk

kepentingan daerahnya (otonomi);

(b)  Pertolongan kepada Pemerintah atasan untuk menjalankan

peraturanperaturan yang ditetapkan oleh Pemerintah itu

(medebewind dan selfgovernment = sertantra dan pemerintahan

sendiri);

(c)   Membuat peraturan mengenai suatu hal yang diperintahkan

oleh undangundang umum, dengan ketentuan bahwa peraturan itu

Page 12: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

harus disyahkan lebih dahulu oleh pemerintah atasan (wewenang

antara otonomi dan selfgovernment).

Pada masa berlakunya UU No.1/1945, otonomi yang diberikan

kepada Daerah adalah otonomi Indonesia yang lebih luas

dibandingkan pada masa Hindia Belanda. Pembatasan terhadap

otonomi itu hanyalah agar tidak bertentangan dengan peraturan

Pusat dan Daerah yang lebih tinggi.(CST Kansil;1979;37}

Sedangkan alat kelengkapan (organ) Pemerintahan Daerah ada

tiga (meskipun tidak dinyatakan secara tegas), yakni :

(1)  KNID sebagai DPRD Sementara yang bersamasama dan

dipimpin Kepala Daerah menjalankan fungsi legislatif.

(2)   Badan (terdiri dari sebanyakbanyaknya 5 orang) yang

dipilih dari dan oleh anggota KNID sebagai "Badan Eksekutif"

bersamasama dan dipim-pin oleh Kepala Daerah menjalankan

pemerintahan seharihari (dibidang otonomi dan tugas

pembantuan).

(3)   Kepala Daerah yang diangkat oleh Pemerintah Pusat

menjalankan urusan pemerintahan Pusat di daerah, kecuali

urusan-urusan yang dijalankan oleh kantorkantor Departemen di

daerah.

Berdasarkan hubungan kelembagaan dari alat perlengkapan

Pemerintahan Daerah dalam UU No. 1/1945 itu, maka nyatalah

adanya dualisme kekuasaan eksekutif yang menimbulkan

persoalan-persoalan dalam lapangan pemerintahan di daerah.

Keadaan ini pula yang menjadi salah satu dasar untuk

Page 13: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

memperbaharui UU No. 1/1945, yakni dengan diundangkannya UU

No. 22/1948. Penjelasan Umum UU. No. 22/1948 menyebutkan:

"Pemerintahan daerah pada sekarang ini masih merupakan dualistis, yang kuat,

oleh karena di samping Pemerintahan Daerah yang berdasarkan perwakilan rakyat

(Dewan Perwakilan Daerah dan Badan Eksekutifnya, yang termasuk juga Kepala

Daerahnya), terdapat juga pemerintahan yang dijalankan oleh Kepalakepala

Daerah sendiri, dan pemerintahan ini mengambil bagian yang terbesar di daerah.

Maka Pemerintahan daerah yang serupa itulah yang merupakan pemerintahan

dualistis, dan kuat, sehingga tidak sesuai lagi dengan pemerintahan yang

berdasarkan demokrasi, sebagai tujuan revolusi kita. Dengan undangundang baru

inilah pemerintahan dualistis akan dihindarkan."

Memperhatikan UU No. 22/1948 secara keseluruhan, maka UU ini

bermaksud hendak memberi isi pada Pasal 18 UUD 1945 dan

meletakkan dasar:

a)    Untuk menyusun pemerintahan Daerah dengan hak otonomi

yang rasional sebagai jalan untuk mempercepat kemajuan rakyat

di daerah;

b)   Untuk mengadakan tiga tingkatan Daerah dengan tugas dan

kewenangan yang pada pokoknya diatur dalam suatu undangundang;

c)    Untuk memodernisir dan mendinamisir pemerintahan desa

dengan menetapkan desa sebagai Daerah Tingkat III;

d)   Untuk menghilangkan pemerintahan di daerah yang

dualistis, dengan menetapkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dan Dewan Pemerintah Daerah sebagai instansi pemegang

kekuasaan tertinggi, sedangkan Kepala Daerah diberi kedudukan

Page 14: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

sebagai Ketua dan anggota Dewan Pemerintah Daerah, dan tidak

lagi menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);

e)   Untuk memungkinkan Daerah-daerah yang mempunyai hakhak

asalusul di zaman sebelum Republik Indonesia mempunyai

pemerintahan sendiri, dibentuk sebagai Daerah Istimewa.

(Wajong;1975;37)

Selanjutnya UU No. 22/1948 bermaksud menghapus Pamong Praja

dan memberikan otonomi sebanyak-banyaknya (UU ini belum

mempergunakan istilah otonomi "seluas-luasnya") kepada Daerah

(lihat Penjelasan angka III, UU No. 22/1948). Istilah

sebanyak-banyaknya mengandung arti beraneka ragam urusan

pemerintahan sedapat mungkin akan diserahkan kepada daerah.

Otonomi Daerah akan mencakup berbagai urusan pemerintahan yang

luas. Sehingga, pengertian otonomi "sebanyak-banyaknya" pada

dasarnya sama dengan "otonomi seluas-luasnya". Dalam hubungan

ini UU No. 22/1948 meletakkan titik berat otonomi pada Desa

dan daerah lain setingkat Desa, dengan dasar pemikiran Pasal

33 UUD 1945.

Segi lain yang membedakan pengaturan pemerintahan daerah

antara UU No. 1/ 1945 dengan UU No. 22/1948 adalah dalam hal

bentuk Pemerintahan di Daerah. UU No. 1/1945 membedakan dua

macam bentuk pemerintahan tingkat daerah, yakni satuan

Pemerintahan Daerah Otonom dan satuan Pemerintahan

Administratif. Sedangkan UU No. 22/ 1948 hanya mengenal satu

macam bentuk satuan pemerintahan tingkat daerah, yakni satuan

Pemerintahan Daerah Otonom. Dengan kata lain sistem

pemerintahan yang diatur UU No. 22/1948 hanya sistem

Page 15: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dan medebewind.

Penjelasan Umum UU No. 22/1948 menyebutkan bahwa Pemerintahan

Daerah terdiri :

a.      Pemerintahan Deerah yang disandarkan pada hak otonom,

dan;

b.      Pemerintahan Daerah yang disandarkan pada hak

medebewind.

Akan tetapi ide yang terkandung dalam UU No. 22/1948 tidak

berjalan sebagaimana yang diharapkan atau tidak terwujud

sepenuhnya dalam prakteknya karena pada saat berlakunya UU

ini, tentara Belanda kembali melanjutkan aksi militernya ke-

II.

Pada akhirnya dengan tercapainya persetujuan Konperensi Meja

Bundar 27 Desember 1948, Republik Indonesia hanya berstatus

Negara Bagian yang wilayahnya hanya meliputi Jawa, Madura,

Sumatera (minus Sumatera Timur) dan Kalimantan, yang karena

itu pula UU No. 22/1948 tidak dapat diberlakukan sepenuhnya di

seluruh nusantara. Meskipun demikian, dalam UU No. 22/1948

setidaknya terdapat beberapa hal-hal pokok sebagai berikut:

a.   Cita "ketunggalan" yaitu untuk semua jenis dan

tingkatan daerah diperlakukan satu UU pemerintahan daerah yang

sama. Ini akan memupuk rasa kesatuan antara daerah-daerah

otonom di seluruh Indonesia. Bagi Pemerintah Pusat sendiri

juga memudahkan dalam menjalankan tindakan-tindakan yang

seragam Pada masa Hindia Belanda dan pendudukkan Jepang

terdapat pluralisme dalam perundang-undangan desentralisasi.

Page 16: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

b.   Cita "persamaan" antara cara pemerintahan di

Jawa/Madura dengan luar pulau tersebut. Ini akan menghilangkan

rasa iri hati karena seolah-olah dianak tirikan yang terdapat

pada wilayah di luar Jawa/Madura.

c.   Penghapusan dualisme dalam Pemerintahan Daerah, yaitu

UU No. 22/1948 dicita-citakan agar Daerah tidak akan

berlangsung terus pemerintahan yang dijalankan oleh pamong

praja.

d.     Cita desentralisasi yang merata di seluruh wilayah

negara Republik Indonesia akan terdiri atas Daerah-daerah

otonom diluar itu tidak ada wilayah yang mempunyai kedudukkan

lain.

e.   Pemberian otonomi dan medebewind yang luas, sehingga

rakyat akan dibangunkan inisiatifnya untuk memajukan

Daerahnya.

f.     Pemerintahan Daerah yang demokratis, yaitu susunan

aparatur Daerah yang dipilih oleh dan dari rakyat. Ini akan

mendidik rakyat kearah kemampuan memerintah diri sendiri serta

penghargaan terhadap kebebasan dan tanggung jawab.

g.    Pemerintahan kolegial. Soalsoal pemerintahan tidak akan

lagi diputuskan oleh seorang tunggal, melainkan oleh

sekelompok orang atas dasar permusyawaratan yang dipimpin oleh

hikmah kebijaksanaan.

h.   Cita mendekatkan rakyat dan Daerah tingkat terbawah

dengan pemerintah Pusat. Kalau pada masa lampau tata jenjang

kepamongprajaan dari lapisan terbawah sampai teratas melalaui

tidak kurang dari lima tingkat (desa, kecamatan, kewedanaan,

dan seterusnya), maka susunan Pemerintahan Daerah yang baru

Page 17: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

hanya mengenal 3 tingkatan Daerah. Ini memudahkan pembinaan

dan pembimbingan Daerah tingkat terbawah oleh Pemerintah

Pusat.

i.     Cita pendinamisan kehidupan desa dan wilayahwilayah

lainnya yang sejenis dengan ini. Untuk memajukan negara dan

memakmurkan rakyat Indonesia, desa harus dijadikan sendi yang

kokoh dan senantiasa bergerak maju. Pada masa lampau desa dan

wilayahwilayah lainnya yang sejenis ditaruh di luar lingkungan

pemerintahan modern dan dibiarkan hidup dalam alamnya sendiri

yang statis.

j.     Cita pendemokrasian pemerintahan zelfbesturende

landschappen. Kerajaan-kerajaan warisan masa lampau dengan

sifatnya yang otokratis dan feodal dijadikan bagian dari

wilayah RI yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga

daerahnya sesuai dengan asasasas yang dianut oleh negara.

Pada tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan ketatanegaraan,

dimana Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan

Republik Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar Sementara

(UUDS) 1950. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 131 UUDS

1950, maka bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Negara Kesatuan yang didesentralisasikan. Dengan adanya

perubahan ketatanegaraan itu, maka UU No. 22/1948 tidak

berlaku lagi, dan digantikan UU No. 1/1957.UU No. 1/1957 hanya

mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah

yang didasarkan pada asas desentralsiasi. Pengaturan demikian

sesuai dengan Pasal 131 dan Pasal 132 UUDS 1950 yang hanya

mengenal satu jenis pemerintahan di daerah, yakni Daerah

Page 18: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Otonom. Di samping itu sistem otonomi yang dianut adalah

otonomi riil. Sistem otonomi yang didasarkan pada faktor-

faktor, bakat, kesanggupan dan kemampuan yang riil dari

Daerah-daerah maupun Pusat, serta bertalian dengan pertumbuhan

kehidupan masyarakat yang terjadi (Pasal 131 ayat (3) UUDS

1950). Untuk melaksanakan sistem ini, dalam undang-undang

pembentukan Daerah ditetapkan urusan tertentu yang segera

dapat diatur dan diurus oleh Daerah sejak pembentukan Daerah

tersebut. Di samping itu masih terdapat pengertian ajaran

rumah tangga yang formal dengan metode pekerjaan Daerah yang

hirarkhis.

Dalam Pasal 5 UU No. 1/1957 dengan tegas disebutkan bahwa

Pemerintah Daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dan Dewan Pemerintahan Daerah. Susunan ini serupa dengan UU

No. 22/1948, karena bertujuan sama yaitu mewujudkan

Pemerintahan Daerah yang kolegial dan demokratis. Berbeda

dengan keadaan sebelumnya (UU No. 1/1945) bahwa Pemerintah

Daerah itu terdiri dari DPRD (dalam hal ini Komite Nasional

Daerah), Dewan Pemerintahan Daerah dan Kepala Daerah. Susunan

Pemerintahan Daerah model UU No. 1/1945 menimbulkan

Pemerintahan Daerah yang dualistik.(Laporan penelitian; FH

Unpad;51) Hal ini yang ingin dihilangkan UU No. 22/1948 dan UU

No. 1/1957.Meskipun Kepala Daerah berdasarkan UU No. 1/1957

hanya semata-mata sebagai Kepala Daerah, tetapi tidak berarti

dualisme pemerintahan tidak ada. Jika dalam UU No. 1/1945 dan

UU No. 22/1948 dualisme itu ada pada satu jabatan (dalam diri

satu orang) yaitu Kepala Daerah, maka dalam UU No. 1/1957

dualisme pemerintahan itu ada pada dua orang yang berbeda.

Page 19: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Bidang pemerintahan umum ada ditangan Pamong Praja, sedangkan

bidang otonomi dan tugas pembantuan (medebewind) ditangan

Pemerintah Daerah (lihat Penjelasan Umum Penpres No. 6/1959).

Setelah kembali ke UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli

1959, peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan jiwa dan

semangat UUD 1945, termasuk ke dalamnya penyesuaian peraturan

perundang-undangan mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam

hubungan inilah ditetapkan Penpres No. 6/1959 sebagai

penyempurnaan atas UU No. 1/1957. Berbagai gagasan dasar dalam

UU No. 1/1957 tetap dipertahankan seperti prinsip pemberian

otonomi seluas-luasnya kepada Daerah, termasuk mengenai

susunan Daerah Otonom. Perubahan yang mendasar adalah:

1)   Trend memperkokoh unsur desentralisasi yang digariskan

sejak tahun 1948 berganti kearah yang lebih menekankan pada

unsur sentralisasi. Misalnya, pengangkatan Kepala Daerah lebih

ditentukan oleh kehendak pusat dari pada Daerah. Presiden

diberi wewenang mengangkat Kepala Daerah diluar calon yang

diajukan oleh Daerah.

2)   Kepala Daerah tidak lagi semata-mata sebagai alat Pusat

yang mengawasi Pemerintahan Daerah. Bahkan secara beransur-

ansur Kepala Daerah lebih tampak sebagai Wakil Daerah dari

pada sebagai pimpinan Daerah.

3)   Dihapuskannya dualisme Pememerintahan di Daerah yang

memang terasa mengganggu kelancaran penyelenggaraan

Pemerintahan di Daerah.(Bagir Manan; perjalanan historis;32)

Penpres No. 6/1959 dimaksudkan untuk menyempurnakan

penyelenggaraan pemerintahan di Daerah agar sesuai dengan isi

Page 20: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

dan jiwa UUD 1945, tetapi penggerogokan terhadap prinsip-

prinsip otonomi, yakni dengan dikeluarkannya Penpres No.

5/1960. Dimana DPRD hasil pemilihan umum dibubarkan, dan

dibentuk DPRD-GR yang seluruh anggotanya diangkat. Kepala

Daerah menurut Penpres ini adalah Ketua DPRD.Walaupun Penpres

No. 6/1959 dimaksudkan untuk menyempurnakan UU No. 1/ 1957,

namun pengaturan Pemerintahan Daerah dengan Penpres itu

sendiri sesungguhnya juga tidak sejalan dengan UUD 1945. Pasal

18 UUD 1945 menghendaki pengaturan mengenai Pemerintahan

Daerah ditetapkan dengan UndangUndang, dan bukan dengan

Penpres. Dalam hubungan inilah kemudian ditetapkan UU No.

18/1965 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku untuk seluruh

wilayah Negara Republik Indonesia.Satu hal penting dari

kelahiran UU No. 18/1965 ialah bahwa secara keseluruhan UU ini

meneruskan "politik otonomi" yang telah diatur dalam Penpres

No. 6/1959 dan Penpres No. 5/1960, kecuali mengenai hubungan

Kepala Daerah dengan DPRD.

Perubahan yang fundamental dari UU No. 18/1965, jika

dibandingkan dengan UU terdahulu mengenai organ Pemerintah

Daerah, yaitu :

a)    tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPRGR Daerah oleh

Kepala Daerah.

b)  dilepaskannya larangan keanggotaan pada sesuatu partai

potik bagi Kepala Daerah dan anggota BPH.

c)    tidak lagi Kepala Daerah didudukan secara konstitutif

sebagai sesepuh daerah.

Page 21: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Selanjutnya UU No. 18/1965 hanya mengatur mengenai

pemerintahan daerah berdasarkan asas desentralisasi. Istilah

Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan dan sebagaimana halnya

dengan istilah Kotaraya, Kotamadya, dan Kotapraja merupakan

istilah teknis, yang dipergunakan  untuk menyebut jenis daerah

yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan

kata lain istilah Propinsi dan sebagainya itu bukan nama

Daerah Administratif.  

Penetapan UU No. 18/1965 yang diharapkan dapat membawa

perubahan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah untuk mencapai

tertib pemerintahan Daerah di Indonesia berdasarkan UUD 1945,

dalam prakteknya juga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Prinsip pemberian otonomi yang seluas-luasnya sebagaimana

dianut UU No. 18/ 1965 dipandang dapat membahayakan keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tercemin dari TAP

MPRS No.XXI/ MPRS/1966 yang antaranya menghendaki peninjauan

kembali UU No. 18/1965. Prinsip pemberian otonomi yang seluas-

luasnya bukan hanya tidak dilaksanakan, tetapi dipandang dapat

menimbulkan kecenderungan pemikiran yang membahayakan keutuhan

negara kesatuan dan tidak serasi dengan tujuan pemberian

otonomi yang digariskan GBHN.

Dengan demikian, kelahiran UU No. 5/1974 setidak-tidaknya

dilatar belakangi oleh hal yang diutarakan di atas, terutama

berkaitan dengan prinsip pemberian otonomi yang seluas-luasnya

kepada Daerah. Sehingga UU No. 5/1974 menganut prinsip

pemberian otonomi kepada Daerah bukan lagi berupa "otonomi

yang seluas-luasnya", melain "otonomi yang nyata dan

bertanggung jawab".Satu sisi yang amat penting dari UU No.

Page 22: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

5/1974 adalah bawah UU ini tidak semata-mata mengatur

pemerintahan daerah berdasarkan asas desentralisasi (otonomi

dan tugas pembantuan), tetapi juga dekonsentrasi.Ditinjau dari

sudut pola hubungan antara Pusat dan Daerah, UU No. 5/1974

berada dalam garis yang sama dengan pola yang dirintis dan

dilaksanakan sejak tahun 1969. Unsur-unsur sentralisasi lebih

menonjol dari unsur desentralisasi. Di samping itu dalam

rangka pemberian otonomi kepada Daerah, UU No. 5/1974

meletakkan titik berat Otonomi Daerah pada Daerah

Kabupaten/Kotamadya.Dari pengaturan mengenai Pemerintahan

Daerah dalam berbagai undang-undang sebagaimana telah

diutarakan maka dapat dikemukakan bahwa penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah memperlihatkan perbedaan-perbedaan baik

sistem otonominya maupun corak pemerintahannya. Meskipun

undang-undang tersebut bersumber pada satu dasar penyusunanan

yang sama yakni Pasal 18 UUD 1945 (kecuali UU No. 1/1957).

UU No.5 Tahun 1974 yang berlaku selama puluhan tahun (1974-

1999) boleh disebut sebagai undang-undang pemerintahan daerah

yang paling lama berlakunya dibanding undang-undang yang

pernah ada sebelumnya. Keberadaan UU No 5 Tahun 1974 itu yang

begitu lama berlaku tentu saja sangat berpengaruh bagi

keberadaan daerah otonom di Indonesia, meskipun dalam

perjalanannya kemudian digugat sebagai pengaturan bagi daerah

otonom, namun nuansa sentralisasi lebih kuat atau sangat

dominan dibanding nuasa desentralisasinya. Keberadaan undang-

undang No 5 Tahun 1974 belakangan dipahami oleh banyak

kalangan sebagai undang-undang yang erat kaitannya dengan

pemerintahan Orde baru yang sentralistik dan otoriter. Tetapi

Page 23: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

apa pun itu, suatu hal yang tidak bisa dipungkiri, bahwa UU No

5 Tahun 1974 telah memberikan warna dan pengaruh yang kuat

terhadap karakteristik pemerintahan daerah dan

penyelengaraannya, termasuk terhadap para penyelenggaranya.

Salah satu dampak yang sampai saat ini masih bisa dilihat

adalah lemahnya inisiatif daerah (pemerintah daerah) dalam

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagai inti

dari otonomi daerah.

2.4 Otonomi Daerah Pasca Reformasi.

Bergulirnya era reformasi di tahun 1998, dimana soal otonomi

daerah menjadi salah satu tuntutan pokok dari reformasi.

Alhasil dari tuntutan reformasi itu lahirlah UU No.22 Tahun

1999 dan sekaligus mengakhiri orde otonomi daerah model UU

No.5 Tahun 1974 yang sangat sentralistik .Perubahan akan

otonomi daerah  terlihat jelas dari petimbangan  UU No.22

Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa UU Nomor 5 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah tidak sesuai lagi

dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan

keadaan, sehingga perlu diganti. Mengenai ketidak sesuaian

dari UU No.5 Tahun 1974 itu dengan prinsip-prinsip

penyelenggaraan otonomi daerah diuraikan atau tergambar secara

panjang lebar dalam penjelasan UU No.22/1999.Apabila dicermati

UU No.22/1999 terdapat banyak perbedaan yang sangat prinsip

serta sekaligus sebagai perbedaan yang fundamental dibanding

dengan UU No.5/1975. Hal ini antara lain;

Page 24: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Pertama, dipisahkannya dengan tegas antara Kepala Daerah

dengan DPRD. Artinya, bila dalam UU No.5/1974 keberadaan DPRD

tercakup dalam lingkup pengertian “Pemerintah Daerah”, dalam

UU No 22/1999 ditegaskan bahwa Pemerintah Daerah itu hanya

Kepala Daerah dengan perangkar daerah lainnya dan disebut

dengan eksekutif daerah. Dalam konteks “Pemerintah Daerah”,

dirumuskan terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, sedangkan

sebelumnya antara Kepala Daerah dan DPRD berada dalam lingkup

“Pemerintah Daerah”, sehingga ada kerancuan DPRD ditempatkan

sebagai bagian dari eksekutif daerah.

Kedua,  ditempatkannya Otonomi Daerah secara utuh pada Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota. Artinya tidak ada lagi daerah

administrative atau yang sebelumnnya disebut dengan

pemerintahan wilayah pada tingkat Kabupaten/Kota sebagaimana

adanya pada UU No.5/174.

Ketiga, dijadikan Daerah Propinsi dengan kedudukan sebagai

Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah Administrasi, yang

melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan

kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintah

atasan dari Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

Keempat, Daerah Otonom Propinsi dan Daerah Kabupaten dan

Daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.

Kelima, berdasarkan UU No.22/1999 pemberian kewenangan otonomi

kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas

Page 25: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan

bertanggung jawab. Artinya penyelenggaraan urusan pemerintahan

berdasarkan asas dekonsentrasi hanya padatingkat Propinsi.

Keenam, Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD dan DPRD

dapat memberhentikan Kepala Daerah apabila DPRD menolak

pertantanggungjawaban Kepala Daerah.

Ketujuh, adanya pembagian kewenangan yang tegas antara

Propinsi dengan Kabupaten Kota. 

Kedelapan, Kepala Daerah baik gubernur maupun bupati/walikota

dipilih oleh DPRD, sedangkan sebelumnya Kepala Daerah diangkat

oleh Presiden atas usul DPRD.

Beberapa hal yang dikemukakan di atas hanya sebagian saja

dari perbedaan yang fundamental penyelenggaraan pemerintahan

daerah sebagai implementasi dari dianutnya asas desentralisasi

di Indonesia dibanding era sebelum reformasi. Ada banyak hal 

perubahan yang fundamental dalam penyelenggaraan otonomi

daerah dari UU No.5/1974 ke UU No.22/1999, termasuk ke dalam

hal ini diperkenalkannya otonomi khusus oleh UU No.22/1999.

Sementara di bawah UU No.5/1974 hanya dikenal Daerah khusus

yang secara subtansial memiliki perbedaan mendasar dengan

otonomi khusus.Singkat kata, dengan diundangkannya UU

No.22/1999 sebagai pengganti UU No.5 Tahun 1974 harus diakui

telah memberikan “gairah” dan darah baru bagi penyelenggaraan

otonomi daerah.eforia otonomi daerah dengan segala dinamikanya

terlihat jelas di daerah-daerah. Meskipun kemudian, gairah

Page 26: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

otonomi daerah yang meningkat luar biasa itu melahirkan

berbagai masalah yang tidak diduga sebelumnnya dan kemudian

mendorong tumbuhnya pemikiran serta gagasan untuk merevisi UU

No.22/1999.

Gagasan untuk merevisi UU No.22/1999 itu pun kemudian

direalisasikan yakni dengan diundangkannya UU No.32 /2004. 

Revisi atas UU 22/1999 yang hanya baru beberapa tahun itu

sekaligus menunjukkan soal otonomi daerah bergantung pada

“selera” politik dan kekuasaan. Meskipun dalam penjelasan UU

No 32/2004 diangkat beberapa alasan untuk melakukan perubahan

UU No 22/1999 berupa Tap MPR dan perubahan UUD 1945 tetapi

secara subtansial revisi atas UU No 22/1999 lebih cenderung

dilatar belakang politis melihat apa yang berkembang pada

penyelenggaraan otonomi daerah dibawah UU No 22/1999. Hal ini

dengan mudah bisa ditunjukkan,  yakni dengan memperhatikan

rumusan otonomi daerah dari kedua UU tersebut. Dalam UU

No.22 /1999 otonomi daerah diartikan sebagai;

 “Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan”.

Rumusan terhadap otonomi daerah yang dalam UU No 22/1999

diawali dengan frase “otonomi daerah adalah kewenangan

daerah…. “, tetapi tidak demikian halnya dengan otonomi daerah

dalam UU No.32/2004 yang menyebutkan;

Page 27: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Dari perbedaan rumusan mengenai otonomi daerah antara UU No

22/1999 dan UU No.32/2004 itu mengingatkan kita pada apa yang

terjadi pada sejumlah UU yang mengatur tentang pemerintahan

daerah sebelum reformasi yang senantiasa memberikan rumusan

terhadap otonomi daerah yang berbeda-beda antara satu undang-

undang dengan undang yang lainnya. Pengertian otonomi daerah

dalam UU No 32 Tahun 2004  sepertinya mengadopsi kembali

rumusan otonomi daerah dalam UU No 5 Tahun 1974. Dalam

hubungan ini UU No 5 Tahun 1974 menyebutkan; “Otonomi Daerah

adalah hak, wewenang dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku”

Dengan adanya perbedaan rumusan mengenai otonomi daerah pada

UU No 32 Tahun 2004 tersebut dan sepertinya nyaris mengadopsi

kembali rumusan otonomi daerah dalam UU No 5 Tahun 1974 lagi-

lagi memperlihatkan betapa soal otonomi daerah selalu terseret

arus politik dan kekuasaan. Hal ini sekaligus memperlihatkan

adanya gerakkan menjauh dari makna pemberian otonomi kepada

daerah yang utamanya untuk memajukan kesejahteraan masyarakat

daerah, tetapi otonomi daerh lebih cenderung dibangun dibawah

kepentingan politik dan kekuasaan.

Pada tahun-tahun mendatang, soal otonomi daerah belum akan

berakhir dan masih akan dihadapkan pada situasi seperti yang

terjadi selama ini. Bahkan beberapa waktu belakangan  kembali

Page 28: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

bergulir ide dan gagasan untuk mengganti atau merevisi

(merubah) UU No 32 Tahun 2004. Dampaknya jelas, pemerinatahan

yang kuat dan stabil seperti masih merupakan sesuatu yang jauh

dari harapan. Dalam konteks ini, adalah suatu yang mustahil

mengharapakan adanya pemerintahan daerah yang kuat dan mempu

dengan optimal mewujudkan masyarakat daerah yang sejahtera

bila sistem dan model pemerintahan selalu berganti-ganti tiap

sebentar.

2.5 Otonomi Daerah diIndonesia Saat Ini

Sejak reformasi di gulirkan dan menguknya konsep otonomi

daerah sebagai bentuk kritikan terhadap pengelolaan

pemerintahan pada zaman ordebaru yang dinilai pemerintahan

yang sangat sentralistik yang kesemuanya dikomandoi atau

segalah urusan dinakodai pemerintah nasional atau pusat

sehingga daerah atau sub nasional tidak memiliki peranan yang

berarti dalam pengolaha pemerintahan. Tak terkecuali urusan

pemerintahan yang bersifat tekhnis dimana jakarta menjadi

aktor penentu, meskipun jauh sebelum adanya otonomi daerah

telah ada kritikan tentang pengelolaan pemeritahan yang

seperti itu dengan anggapan bahwa keputusan yang diambil tidak

tepat sasaran dengan apa yang diharapkan di daerah ,

Setidaknya dalam hal pengelolaan negara tersebut, substansinya

berada pad rana Horisontal atau yang mana terkait dengan

fungsi serta vertikal yaitu struktur penyelanggara

pemerintahan seperti pemerintahan nasional atau pusat,  daerah

Page 29: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

atau sub nasional. Dimana batasan batasan fungsi atau wewenang

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta hubungan

diantaranya dalam mengelolah pemerintahan.

Setidaknya kalau kita melihat kondisi yang terjadi saat ini

yang menarik untuk kita simak, fenomena yang terjadi dalam

masyarakat itu sendiri, kita melihat Masyarakat

terklasterisasi suku, wilayah yang dicontohkan oleh wawan

mas’udi adanya sub teritorial contoh dapat dilihat pada

struktur Tentara Nasional Indonesia TNI yang kesemuanya

tersusun sampai pada tingkatan desa, tingkatan yang ada di

bawah. adanya pemerintah pusat dan daerah provinsi dan

kabupaten kota dan bahkan sampai pada tingkatan yang paling

bawah yaitu tingkatan desa. Penyelenggaraan diharapkan

berjalan dengan baik sehingga sangat dimungkinkan terjadinya

pembagian kekuasaan atau kewenangan mengelolah pemerintahan,

hal tersebut di setiap negara di dunia tidak semua memiliki

cara yang sama dalam mengelolah pmerintahanya, pembagian

kekuasaan setidaknya yang sering kita dengarkan bahwa ada dua

sumber otoritas, yaitu ada pada pemerintah nasional dan

otoritas ada pada pemerintah sub nasional atau masyarakat.

Dalam mempersatukan antara pemerintah pusat dan pemerintah

yang ada di daerah memiliki cara yang berbeda meskipun dengan

tujuan yang sama, dalam hal ini setidaknya ada dua bentuk

negara yang dihasilkan, yaitu negara kesatuan dan negara

liberal. Yang mana negara kesatuan danlam mempersatukan dengan

cara sepenuhnya otoritas berada pada pemerintah pusat.

Sehingga menganggap bahwa negara ini dapat disatukan dengan

cara semua urusan pemerintahan yang ada semua di komandoi oleh

Page 30: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

pemerintah pusat, dan hal ini pula yang terjadi di indonesia

pada pemerintahan orde lama dibawak kepemimpinan presiden

soeharto, yang sangat terkenal dengan bentuk pemerintahan yang

sangat sentralistik atau terpusat, segala urusan pemerintahan

jakarta menjadi tumpuan., sedangkan negara federal kekuatan

atau otoritas hanya berada pada pemerintah negara bagian.

Wawan mas’udi mencontohkan hal tersebut pada penyelenggaraan

pemerintahan yang ada di America. Dengan negara liberal

dianggap sebagai cara yang sangat tepat dalam mempersatukan

dengan cara pemberian kewenangan penuh terhadap pemerintahan

negara bagian yang ada, dan beranggapan bahwa penyelanggaraan

pemerintahan dengn cara sentralistik yang terpusat justru

tidak melahirkan persatuan akan tetapi peluang melahirkan

perpecahan dan konflik yang terjadi antara pemerintah pusat

dan daerah, dan dianggap ancaman terhadap sebuah persatuan.

Hubungan pemerinta pusat dan daerah bukanlah permasalahan yang

baru di indonesia akan tetapi problem masalalu yang hingga

saat ini belum terselesaikan, meskipun waktu yang lebih dari

cukup telah terlewati akan tetapi bukan berarti tidak ada

usaha sama sekali dalam menangani masalah tersebut. Telah

banyak usaha yang dilakukan pemerinta walhasil sampai saat ini

belum kunjung terselasaikan, permasalahan hubungan antara

pemerintah pusat dan daerah telah banyak undang-undang yang

mengatur sampai saat ini ternyata tidak kunjung terselesaikan

juga, pemerintahan yang sentralistik maupun pemerintahan yang

demokratis telah di praktekkan di negri ini yang tentunya

melahirkan berbagai pandangan dan penilaian masing-masing.

Page 31: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

Seperti adanya anggapan bahwa Pemerintaha yang sentralistik

dinilai mambuat masyarakat menjadi apolitis.

Pada beberapa titik wilayah yang ada di indonesia begitu

banyak yang menyuarakan aspirasi daerahnya, sehingga tuntutan

masyarakat tentang pemekaran wilaya yang sangat luar biasa

terjadi di beberapa daerah, atasnama memperjuangkan aspirasi

rakyat, kemudahan administrasi  yang hendak di perjuangkan

hingga saat ini adanya upaya pemerintah mengevaluasi beberapa

daerah hasi lepemekaran. Dalam fenomena tersebut bahwa

ternyata Hal menarik lainya yang dapat kita saksikan, sebagai

dampak dari otonomi daerah dan terjadinya pemekaran wilayah di

berbagai daerah yaitu pada pembagian wilayah yang ada di

indonesia bukanlah pembagian administratif tapi pembagian

klaster poliitik, pada dasarya pemekaran wilayah yang terjadi

di berbagai daerah yang ada di indonesia semangatnya telah

berubah denga derajat yang sangat tinggi, diman pada setiap

pemekaran yang ada bukan lagi terletak pada aspek

administrasi, tapi pada semangat suku.  Dapat diliha pada

penyelenggaraan pemerintahan yang ada di berbagai wilaya di

indonesia. Wawan mas’udi dalam hal ini mencontohkan

pemerintahan antara yogyakarta dan Jawatengah. Kalau di

sulawesi tengah dapat diliha pada kasus yang terjadi di

kabupaten bungku  dan kolonedale kabupaten morowali.

Jikalau pembagian dengan di dasarkan pada admionistratif, maka

dapat dipastikan sangat banyak daerah yang tidak layak atau

tidak memenuhi untuk menjadi suatu daerah yang otonom, kondisi

demikianlah yang terjadi di indonesia saat ini, Dalam

pemerkaran wilayah yang ada di indonesia ada sebenarnya ada

Page 32: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

unsur politk didalamnya, pemekaran daerah yang ada tidak lagi

terletak pada substansinya, banyaknya tantangan yang di hadapi

dalam penyelenggaraan otonomi daerah tentunya membutuhkan

perhatian

pemerintah dalam hal tersebut, bebrapa kabar terdengar pada

akhir-akhir ini bahwa otonomi daerah akan di evaluasi, respon

pemerintah tersebut dengan melakukan pembentukan evaluasi

terhadap pelaksanaanya, dan kabar terakhir yang kita dengarkan

bahwa tim tersebut telah terbentuk seperti yang diberitakan

pada, (kompas) sabtu 09 januari 2010.

Pemerintahan yang sentralistik dinilai berbenturan dengan

karakteristik yang ada di daerah, di setiap daerah yang ada di

indonesi memiliki karakter yang berbeda, baik daris segi

potensi wilyah yang ada di indonesia maupun dari segi kultur

yang ada di masyarakat sehingga sangat dimungkingkan

terjadinya perbedaan kebutuhan yang ada di daerah sehingga ada

yang beranggapan bahwa pemerintahan yang ada di daerah

seharusnya memperhatikan kearifan lokal yang ada di daerah,

sehinggga dalam pembangunan yang ada karakter daerah tetap

dipertahankan, disamping itu kebijakan yang diambil oleh

pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang ada di daerah,

terlebih dengan kondisi indonesia yang plural. Disamping itu

ada anggapan bahwa bahwa untuk membangun negara menjadi maju

pemerintahan yang sentralistik juga bisa mewujudkanya, wawan

mas’udi memberikan gambaran Di eropa dengan pemerintahan

sentralistik juga manjadi negara maju akan tetapi sangat

berbeda dengan kondisi yang ada di indonesia di eropa

Page 33: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

masyarakatnya homogen, di indonesia masyarakatnya yang plural

sehingga sangat rentang terhadap konflik dan perbedaan, isu

yang mungkin sering kita dengar pada dekade tarakhir ini yaitu

isu daerah.

Pemekaran daerah yang marak pada dekade terakhir ini hingga

pemekaran di pertanyakan mengedepankan pelayanan bukankan

pemekaran adalah sebuah bentuk pembagian kekuasaan para elit

politik, yang mana pemekaran dapat digambarkan sebagai

pembagian kekuasaan dari elit pusat yang ada di jakarta,

kepada elit lokal yang ada di daerah yang mana otonomi daerah

tidak lagi pada substansinya, sehingga desentralisasi yang

menjadi pilihan saat ini tidaklah bersifa final bisa saja akan

mengalami perubahan, terlebih dengan yang ada di indonesia

setiap rezim memperlakukan pola yang berbeda beda dalam

menjalangkan pemerintahan, Desenralisasi hanyalah sebagai

bentuk atau pola transfer otority kepemerintah sub nasional

yang ada di daerah. Disamping itu dalam implementasi otoritas

atau penyelenggaraan pemerintahan perlu ada kontrol yang baik

terhadap proses pelaksanaan pemerintahan.

Terkait dengan otoritas antara pemerintah kabupaten dan

pemerintah provinsi ada fenomena menarik yang kita liat dimana

dengan otonomi daerah yang ada, memberikan otoritas yang besar

berada pada pemerintahan yang ada di kabupaten, sehingga

koordinasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah yang ada

di kabupaten sering terkandala, dimana pemerintah kabupaten

menganggap bahwa otoritas melekat pada dirinya sangat besar,

sehingga enggan tunduk pada pemerintah provinsi dan bahkan

pemerintah yang ada di kabupaten membetuk kekuatan sendiri

Page 34: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

wawan pada perkuliahan yang lalu mencontohkan pada kasus

pemerintah di merauke.

Kondisi yang terjadi di iondonesia saat ini yang terkait

dengan pelaksanaan otonomi daerah adalah sebuah permasalahan

yang cukup serius, setidaknya ada beberapa motif yang

melatarbelakangi seperti, keterjangkauan, efisiensi (hal yang

strategis) keamanan dan ekonomi. Dalam implementasi otonomi

daerah setidaknya harus memperhatikan persoalan

keterjangkauan, terutama dari segi pelayanan terhadap

masyarakat, yang terkait pada persoalan wilayah dan tata

letak, persoalan efisiensi yang terkait dengan persoalan

biaya, jarak. Hal tersebut yang harus mendapat perhatian besar

dalam pelaksanaan otonomi daerah disamping dua hal yang

strategis keamanan dan ekonomi yang juga harus mendapat

perhatian. Disamping hal tersebut diatas indonesia juga harus

memikirkan hal yang strategis, terutama pemerintah yang ada di

pusat, dimana yang terjadi saat ini pemerintah pusat yang

memiliki urusan yang terlau banya sehingga tidak satupun yang

terselesaikan dengan baik, pusat mengurusa sampai pada urusan

yang bersifat tekhnis yang ada di daerah. Pemerintah

seharusnya memikirkan yang strategis dan terfokus. Dengan hal

tersebut tujuan dapat tercapai.

Hal yang sama sepertinya mulai terulang lembali, kalau kita

memperhatikan pengelolaan pemerintahan yang ada saat ini ada

usaha untuk sentarlisasi kembali meskipun dengan cara yang

berbeda sentarlisasi yang berbeda pada orde baru,

menurut wawan mas’udi sentralisasi yang ada pada saat ini berada

pada sofwer, mencontohkan pada penganggaran. Disadari atau

Page 35: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

tidak bahwa watak dasar pemerintah di indonesia adalah

sentralistik, sehingga upaya pengelolaan pemerintahan yang

sentralistik bisa saja terjadi, meskipun pada konsep otonomi

daerah.

Demokrasi yang ada di indonesia adalah demokrasi liberal,

seperti yang ada di america bukan lagi demokrasi pancasila

sebagai contoh pada pemilihan presiden dan wakil presiden

dengan cara one man one vote masyarakat bisa menentukan siapa

yang menjadi pemimpin mereka. Hal ersebut kritikan terhadap

Pemilihan bupati melalui DPR yang di anggap  terjadi kolusi

dan semuah yang dipilih DPR sangat mudah dijatuhkan.Kepercayan

masyarakat semakin menurun, Kebaradaan partai politik yang

selalu saja terjadi konflik internal, yang permasalahanya

adalah persoalan kekuasaan , contoh yang terjadi pada dua

orang anggota DPR dari partai bulan bintang (PBB) yang

menentang kepemimpinan partainya karena yusril ihza mahendra

memanipulasi jalanya muhtamar sehingga mampu menguasai kembali

kepemimpinan partai tersebut. Akibatnya hartono marjono dan

abdul kadir jaelani dikeluarkan dari fraksi PBB tetapi tidak

dapat di recall karna UU No. 4 tahun 1999 tentang susunan

kedudukan DPR/MPR tidak mengenal lembaga recall sebagaiman

yang dikenal sebelumnya. Sehingga demikian tidak bisa lagi

diberi kepercayaan dan amanah

Page 36: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

BAB III

PENUTUP

3.1 KesimpulanOtonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang

diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya

guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka

pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berbicara mengenai perjalanan dan perkembangan otonomi

(pemerintahan) daerah di Indonesia dengan segala aspeknya

seperti mengurai suatu ”kisah” yang sangat panjang. Bahkan

mungkin tidak banyak lagi publik yang mencoba mereviewnya,

kecuali bagi kalangan peneliti atau untuk keperluan studi.

Secara praktis tentu hal itu tidak jadi masalah, karena

kebijakan mengenai otonomi daerah dari suatu regulasi yang

Page 37: MAKALAH OTONOMI DAERAH LENGKAP

sudah tidak berlaku lagi mungkin sudah kehilangan manfaat.

Namun  bagi keperluan mendapatkan suatu subtansi dan menemukan

masalah-masalah disekitar implementasi otonomi daerah di

Indonesia, maka menelusuri perjalanan otonomi daerah dari

waktu ke waktu sepertinya sangat penting. Apalagi sampai saat

ini soal otonomi daerah di Indonesia masih mencari bentuknya

yang ideal. Dalam perspektif ini, dengan menelusuri regulasi

berkaitan dengan otonomi daerah setidaknya akan ditemukan

mengapa kebijakan otonomi daerah di Indonesia  selalu berubah-

ubah.