Gagal Jantung Kronis : Diagnosis dan Penatalaksanaannya
OlehKelompok A2 :1. Ebed H.E Lico1020071682. Sicilia R.N.K
Eha1020080963. Riana Lisa Sougupnuan1020110104. James1020110165.
Mariza Gautami Siwabessy1020110986. Anesty Claresta1020112237.
Erick Thambrin1020112708. Lisa Ayesta Dewi1020113189. Oscar Wiradi
Putra102011404
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
WacanaPendahuluanJantung merupakan salah satu komponen utama dalam
tubuh yang berguna untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Tanpa
jantung, tubuh tidak dapat melakukan sirkulasi dan darah tidak
dapat beredar di dalam tubuh. Meskipun jantung memiliki otot yang
kuat dan dilindungi oleh lapisannya, kerusakan pada jantung tetap
dapat terjadi baik dari dalam maupun dari luar.Karena jantung
berperan sebagai pompa maka jantung memiliki pipa darah dan
memerlukan energi untuk memompa. Energi untuk memompa didapatkan
melalui arteri yang memperdarahi jantung. Jika jantung tidak
mendapat darah maka jantung akan kekurangan oksigen dan mengalami
iskemik. Kelainan pada jantung demikian diketahui dapat ditangani
dengan operasi CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) yang dimana
akan dibuat jalan pintas untuk aliran darah namun bagian yang telah
nekrosis atau rusak tidak beregenerasi kembali.Pipa yang
menghubungkan ke jantung sering membuat jantung bermasalah karena
terjadi penyumbatan. Jika darah tersumbat maka komplikasi masalah
dalam tubuh akan menumpuk sehingga tidak dapat dikompensasi lagi
dan kemudian jantung akan melemah dan mengalami kegagalan jantung
yang dapat membunuh secara mendadak. Maka diperlukan diagnosis dan
penatalaksanaan yang cermat agar penyebab utama gagal jantung ini
dapat ditemukan dan ditangani dengan segera.
Anatomi JantungJantung merupakan organ muskular yang terletak di
ruang antara paru paru (mediastinum) di tengah rongga dada dan
dikelilingi oleh perikardium yang merupakan kantung serofibrosa,
berbentuk conus, berisi jantung dan pangkal pembuluh darah besar.
Perikardium ini terletak di mediastinum, di posterior corpus sterni
dan cartilago costalis 2-4, di anterior vertebra thoracal 5-7.
Perikardium ini terdiri dari 2 macam saccus externa yang dikenal
sebagai perikardium fibrosa karena terdiri dari jaringan ikat
fibrosa dan perikardium interna atau perikardium serosa yang
terdiri dari membran halus yang berbatasan dengan saccus fibrosa
dan meliputi jantung.9,10Jantung ini juga memiliki dinding-dinding
yang terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan epicardium yang merupakan
lapisan terluar jantung. Lapisan ini sama dengan lapisan serosa
yang terdiri dari selapis sel squamosa yang bersandar pada lamina
propria jaringan ikat halus. Diantara membrana serosa dan
miokardium terdapat jaringan ikat fibrosaelastis. Jaringan ikat ini
bercampur dengan jaringan lemak untuk mengisi cela dan sulcus
sehingga permukaan jantung tampak halus. Pembuluh darah besar dan
saraf-saraf juga terdapat pada lapisan epikardium
ini.9,10Miokardium merupakan lapisan tengah dinding jantung yang
tersusun dari beberapa lapis otot jantung, dan endocardium yang
merupakan lapisan terdalam dinding jantung. Endokardium ini
merupakan lapisan sel squamosa endothelial dan melanjut pada
endothel pembuluh darah yang melapisi permukaan dalam jantung.
Lapisan-lapisan ini dan perikardium menjaga jantung untuk tetap
bebas bergerak tanpa melekat pada organ sekitarnya dan menjaga agar
jantung tetap ditempatnya. 9,10Jantung memiliki 4 ruangan dimana
antar raungan memiliki sekat tersendiri. Ruangan di bagian atas
disebut sebagai atrium dan ruangan bawah disebut sebagai ventrikel.
Pemisahan ruang atrium ini dinamakan septum interatriorum sedangkan
untuk ventrikel dipisahkan oleh septum interventrikulare. Pemisahan
ini menyebabkan jantung terbagi bagian sinistra dan bagian dextra.
Jantung bagian dextra ini letaknya lebih ke arah ventral dan yang
sisi sinistra lebih ke arah dorsal. 9,10Sedangkan untuk permukaan
luar jantung dapat dijumpai sulcus coronarius yang melingkari
jantung diantara ventrikel dan atrium. Sulcus ini ditempati vasa
yang mendarahi jantung. Di bagian ventral sulcus ini kurang jelas
sebab tertutup oleh conus arteriosus. Di sisi luar jantung ini juga
terkuhat sulcus interventricularis atau lebih dikenal sebagai
sulcus longitudinalis. Sulcus ini memisahkan ventrikel dextra dan
sinistra pada bagian anterior terletak di facies sternocostalis dan
pada bagian posterior terletak di facies diaphragmatica. Kedua
sulcus ini akan bertemu di apex cordis yang terletak di
inferoanterior sinistra cordis menjadi incisura apicis
cordis.9,10Di dalam ruangan atrium dextra jantung terdapat muara.
Muara-muara ini yaitu ostium vena cava superior, ostium vena cava
inferior, sinus coronarius dan foramina ventrum minimarum. Dan di
ventrikulus dextra dijumpai beberapa muara yaitu ostium
atrioventriukularis dextra, ostium truncus pulmonalis. Ostium
atrioventrikularis dextra merupakan apertura berdiameter 4 cm dan
dikelilingi oleh cincin dibrosa yang kuat dan padanya melekat
valvula triskuspidalis dimana valvula ini terdiri dari 3 daun yaitu
cuspis anterior, cuspis posterior dan cuspis medialis. Cuspis ini
akan terikat apda corda tendinae yang berbentuk seperti tali
tersusun dari jaringan fibrosa yang kuat dan melekat di trabeculla
yang dikenal sebagai mulculus papillaris. 9,10Hal ini dilakukan
untuk mencegah darah kembali ke dalam atrium saat ventrikel
berkontraksi lagi. Hal ini lah yang membedakan atrium dan ventrikel
dimana dinding atrium lebih halus dan diding ventrikel lebih kasar
karena memiliki tonjolan dari musculus papillaris. Berbeda dengan
atrium dextra, atrium sinistra ini berukuran sedikit lebih kecil
daripada atrium dextra. Di atrium sinistra ini terdapat muara dari
4 vena pulmonalis pada masing-masing sisi bermuara 2 vena. Muara
vena pulmunalis ini tidak mempunyai katup dan umumnya bermuara pada
1 ostium. 9,10Sedangkan untuk ventrikel sinistra terdapat 2 ostium
yaitu ostium aterioventricularis sinistra dan ostium aotricum. Sama
seperti ostium aterioventricularis dextra, ostium
ateriovntricularis sinistra ini juga melekat valvula biskuspidalis
atau yang dikenal dengan nama katup mitral. Katup ini terdiri dari
2 cuspis yaitu cuspis ventralis dan cuspis dorsalis. Sama seperi
valvula dextra cuspis ini melekat pada corda tendinae yang pada
asalnya melekat pada musculus papilaris sehingga mencegah aliran
dari ventrikel ke atrium saat terjadinya kontraksi jantung.
9,10Untuk arteri pulmonalis dan aorta terdapat sebuah katup yang
memiliki 2 cuspis katup ini disebut sebagai katup semilunaris
karena bentuknya seperti bulan sabit dimana ia berbentuk cembung ke
dalam dengan cekungannya mengarah ke arah jantung shingga darah
tidak dapat kembali lagi ke dalam jantung.9,10Dinding ventrikel
dextra hanya 1/3 dari sinistra karena ventrikel sinistra
memperlukan kekuatan lebih untuk memompa darah kedalam aorta tetapi
volume ventrikel dextra dan sinistra sama yaitu sekitar 85mL.
Ketebalan dindin ventrikel ini akan semakin berkurang semakin
mendekati ke arah apex.9,10
Gambar 1. Gambaran Anterior (Kiri) dan Posterior (Kanan)
Jantung.11
Mekanisme Kontraksi JantungVaskularisasi tubuh manusia ada 2
jenis yaitu yang bersifat sistemik dan pulmonal. Pada vaskularisasi
pulmonal darah dipompa dari jantung menuju paru-paru dan kembali
lagi ke jantung sedangkan pada sistemik dari jantung ke seluruh
tubuh dan kembali lagi ke jantung. Vaskularisasi pulmonal dimulai
dari darah kotor berasal dari vena cava superior dan vena cava
inferior masuk atrium kanan. Dari atrium kanan darah akan turun ke
ventrikel kanan dan dipompa keluar ke arteri pulmonalis sampai ke
paru-paru. Dari paru-paru arteri ini beranastomosis dengan kapiler
dan berhubungan ke vena pulmonalis yang selanjutnya membawa darah
bersih ke atrium kiri.12Dari atrium kiri ini darah bersih turun ke
ventrikel kiri dan dipompa ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah
aorta. Pergerakan darah ke pembuluh darah aorta ini membutuhkan
tekanan lebih besar daripada pembuluh darah arteri pulmonalis
dikarenakan dinding pembuluh darah ini lebih tebal daripada dinding
pembuluh darah arteri pulmonalis.12Kontraksi jantung untuk
menyeprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang menyapu ke
seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut,
secara ritmis akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri,
suatu sifat yang dinamai otoritmitas. Di jantung terdapat dua jenis
khusus sel otot jantung yaitu sel kontraktil dan sel ototritmik.
Sel kontraktil yang membentuk 99% dari sel-sel otot jantung yang
melakukan kerja mekanis memompa darah. Sel-sel ini dalam keadaan
normal tidak membentuk sendiri potensial aksinya. Berbeda dengan
sel otoritmik yang hanya 1%, sel ini tidak berkontraksi tetapi
secara khusus memulai dan menghantarjan potensial aksi yang
menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil.12Berbeda dengan
sel saraf dan otot rangka yang membrannya berada pada potensial
istirahat saat tidak diransang, sel otoritmik jantung tidak
memiliki potensial istirahat. Sel-sel ini malah memperlihatkan
aktivitas pemacu yaitu, potensial membrannya secara perlahan
terdepolarisasi, atau bergeser, antara potensial-potensial aksi
sampai ambang tercapai, saat membran mengalami potensial aksi.
Pergeseran lambat potensial membran ambang ke ambang potensial
pemacu. Melalui siklus berulang tersebut, sel-sel otoritmik
tersebut memicu potensial aksi, yang kemudian menyebar ke seluruh
jantung untuk memicu denyut berirama tanpa ransangan saraf
apapun.1,8Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi komplek
beberapa mekanisme ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam
perpindahan ion yang menimbulkan potensial pemacu adalah penurunan
K+ keluar serta arus Na+ yang masuk konstan dan peningkatan arus
Ca2+ yang masuk. Keterangan selanjutnya dapat dilihat melalui
gambar berikut.12
Gambar 2. Potensial Pemacu Otoritmik Jantung.8Sedangakan dari
sel jantung non kontaktil yang mampu memberi otoritmitas terletak
di tempat berikut: Nodus Sinuatrialis (Nodus SA), suatu daerah
kecil khusus di dinding atrium kanan dekat pintu masuk vena cava
superior. Nodus atrioventrikularis (Nodus AV) suatu berkas kecil
sel otot yang terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat
diatas pertemuan atrium dan ventrikel. Berkas HIS (berkas
atrioventrikular) suatu jaras sel-sel khusus yang berasal dari
nodus AV dan masuk ke septum antar ventrikel. Disini berkas
tersebut dibagi menjadi cabang berkas kanan dan cabang berkas kiri
yang turun menyusuri septum, melengkung mengelilingi ujung rongga
ventrikel, dan berjalan balik ke arah atrium di sepanjang dinding
luar. Dan untuk serat purkinje, berupa serat-serat halus terminal
uang mejulur dari berkas his dan menyebar ke seluruh miokardium
ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang pohon.12
Gambar 3. Sistem Potensial Khusus dan Arah
Penyebarannya.12Potensial aksi sel kontraktil berbeda prosesnya
dengan potensial aksi sel khusus. Potensial aksi sel kontraktil ini
dipicu oleh nodus SA dan sebagian besar dikendalikan oleh
permeabilitas ion Na+.1,8
Gambar 4. Sistem Potensial Sel Kontraktil.12Di sel kontraktil
terjadi kontraksi yang sifatnya serupa pada sel otot rangka dimana
Ca2+ berperan dalam mengaktifkan aktin sehingga aktin dan miosin
dapat saling menempel dan terjadi kontraksi. Akan tetapi berbeda
dengan sel otot rangka di cairan ekstra sel jantung ini sdauh
terdapat Ca2+ yang akan masuk ke dalam cairan intrasel. Masuknya
ion ini memicu ion Ca2+ yang berada di tubulus T untuk masuk ke
intra sel hal ini menyebabkan otot dapat berkontraksi. Maka karena
tubulus T lebih banyak di ventrikel daripada atrium kontraksi otot
di ventrikel dapat mengimbangi kecepatan kontraksi atrium hal ini
disebabkan karena luasnya ventrikel daripada atrium dimana
otot-otot ventrikel jauh lebih tebal daripada atrium. Siklus ini
dapat dijelaskan berdasarkan bagan berikut:12
Gambar 5. Kontraksi Sel Kontraktil Jantung. 12Kontraksi atrium
dan ventrikel membutuhkan tekanan berbeda. Dimana tekanan diastole
(pengisian jantung) lebih kecil dari pada sistole (ejeksi jantung).
Hal ini dikarenakan tekanan aorta lebih besar daripada tekanan
ventrikel jantung maka untuk mengalirkan darah ke aorta dibutuhkan
tekanan yang tinggi oleh ventrikel sehingga kontraksi ventrikel
semakin kuat. Hal ini didukung oleh ketebalan dinding ventrikel
kiri yang lebih tebal daripada dinding kanan dikarenakan aorta
memerlukan tekanan yang besar untuk melawan gradien
tersebut.12Penggambaran tekanan tersebut dapat dirangkum pada
gambar dibawah, dimana ditunjukan bahwa tekanan saat pengisian dan
pengeluaran berimbas pada arah aliran yang akan membalik ke
jantung. Hal ini dikompensasi oleh korda tendinae pada katup mitral
dan triskuspidalis dan katup semilunar agar tidak menyebabkan darah
mengalir kembali pada ventrikel maupun atrium.12
Gambar 6. Sistole (Bawah) dan Diastole (Atas).12
Gambar 7. Siklus Jantung.12Sistem saraf otonom sangat
mempengaruhi jantung dimana jika adanya efek stimulasi dari
parasimpatis maka depolarisasi akan dihambat dan mengurangi
kecepatan denyut jantung dimana otot atrium kontraksinya diperlemah
akan tetapi kontraksi ventrikel akan tetap pada keadaan semula,
berbeda dengan respon pada peransangan simpatis dimana kecepatan
depolarisasi jantung dipercepat dan kontraksi atrium dan ventrikel
diperkuat.12
AnamnesisAnamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter
dan pasien dengan memperhatikan petunjuk petunjuk verbal dan non
verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis dapat langsung
dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien
tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Dengan dilakukanya anamnesis
maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan 30% nya lagi
didapatkan dari pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi
(kalau diperlukan).1Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis karena
pasien sudah dianggap kompeten dari segi umur, dari keluhan-keluhan
tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat kita ketahui
data-data sebagai berikut:2,31. Identitas PasienBerupa nama, umur,
jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan.32. Keluhan Utama Sering
sesak napas saat aktivitas sejak 6 bulan yang lalu.3. Riwayat
Penyakit Sekarang Hal yang perlu ditanyakan antara lain :a) Onset :
Kapan anda mulai menyadari masalah tersebut ? Kapan pertama kali
masalah tersebut muncul ?b) Sifat : Apakah sesak napas muncul
terus-menerus ? Atau hilang timbul ?c) Aktivitas : Seberapa jauh
anda dapat berjalan sebelum merasa sesak napas ? Apakah sesak napah
muncul saat menaiki tangga ? d) Faktor yang memperingan : Apa yang
membuat sesak napas berkurang ? Beristirahat ? Inhaler ? e)
Eksaserbasi : Apakah yang membuat sesak napas memburuk ? Seperti
berbaring (ortopnea) atau berjalan ? Atau adakah yang membuat sesak
(alergen) ?f) Tidur : Apakah sesak napas memburuk saat tidur ?
Apakah sesak membuat anda terbangun tengah malam (paroxysmal
nocturnal dispnoea) ? Berapa kali ? Dengan diganjal berapa bantal
anda tidur malam hari ? Apakah akhir-akhir ini jumlahnya meningkat
?g) Gejala-gejala : Apakah anda mengalami gangguan lainnya seperti
batuk ? Demam ? Nyeri dada ? Mengi ? Palpitasi ? Pusing ? Apakah
pergelangan kaki anda membengkak ?h) Psikologis : apakah anda
memiliki kekhawatiran tertentu mengenai gejala yang anda alami ?
Tahukah anda yang munglin menyebabkannya ? Bagaimanakah pengaruh
gejala-gejala ini bagi kehidupan anda dan keluarga anda ?4. Riwayat
penyakit DahuluHal-hal yang perlu ditanyakan antara lain : Apakah
anda mengalami gangguan berikut ; tuberculosis/ hipertensi/
kolesterol tinggi/ demam rheumatik/ epilepsi/ asma/ angina/
diabetes ? Apakah anda pernah mengalami Pulmonal Emboli dan Deep
Vein Thrombosis ? Apakah anda pernah dirawat di rumah sakit ?5.
Riwayat pengobatanHal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :
Apakah pasien sedang menjalani pengobatan ? Obat apa yang dipakai ?
Bagaimana perkembangannya ? Apakah anda menggunakan obat-obatan
yang tidak diresepkan ? Apakah anda memiliki alergi obat atau zat
lainnya ?36. Riwayat Penyakit KeluargaHal-hal yang perlu ditanyakan
antara lain : Apakah ada keluarga anda yang mengalami masalah yang
sama ? Apakah terdapat kelainan familial yang diwariskan? Apakah
ada keluarga yang mengalami emfisema atau fibrosis kistik ?37.
Riwayat AlergiApakah pasien menderita alergi terhadap obat-obatan
tertentu atau faktor lain.28. Riwayat Sosial-EkonomiHal-hal yang
perlu ditanyakan antara lain : Apakah pasien merokok ? Kalau ya,
berapa batang sehari dan sudah berapa lama ? Apakah pasien
mengonsumsi alkohol ? Kalau ya, berapa banyak yang diminum dalam
seminggu ? Apakah anda baru saja pulang dari berpergian ?
Penerbangan jarak jauh ? Apakah sesak memburuk saat di tempat kerja
? Apakah anda pernah bekerja dengan asbes atau di tambang batubara
? Apakah anda memiliki hewan peliharaan ? Kalau ada, sudah berapa
lama anda memeliharanya?3
Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang cermat selalu diperlukan
dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan
adalah untuk membantu menentukan penyebab gagal jantung serta untuk
menilai keparahan sindrom. Memperoleh informasi tambahan tentang
profil hemodinamik dan respon terhadap terapi dan menentukan
prognosis merupakan tujuan tambahan yang penting dari pemeriksaan
fisik.Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien dengan gagal
jantung ringan atau sedang-berat tampaknya tidak ada kesulitan pada
saat istirahat kecuali merasa tidak nyaman ketika berbaring datar
untuk lebih dari beberapa menit. Dalam gagal jantung yang lebih
parah, pasien harus duduk tegak, mungkin terdapat sesak napas, dan
mungkin tidak dapat menyelesaikan satu kalimat karena sesak napas.
Tekanan darah sistolik mungkin normal atau tinggi pada awal gagal
jantung, tetapi umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut karena
disfungsi berat vantrikel kiri. Tekanan nadi dapat berkurang,
mencerminkan penurunan stroke volume. Sinus takikardia merupakan
tanda nonspesifik yang disebabkan oleh peningkatan kegiatan
adrenergik. Vasokonstriksi perifer yang mengarah ke ekstremitas
perifer yang mendingin dan sianosis pada bibir dan bantalan kuku
juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebihan.Pemeriksaan
vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan, dan
secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan
vena jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala
diangkat dengan sudut 45o. Tekanan vena jugularis dihitung dengan
satuan sentimeter H2O (normalnya kurang dari 8 cm), dengan
memperkirakan tinggi kolom darah vena jugularis diatas angulus
sternalis dalam centimeter dan menambahkan 5 cm (pada postur
apapun). Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena jugularis bisa
normal saat istirahat, tapi dapat secara abnormal meningkat saat
diberikan tekanan yang cukup lama pada abdomen (refluk
hepatojugular positif). Giant V wave menandakan keberadaan
regurgitasi katup trikuspid.4Pulmonary Crackles (ronkhi atau
krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari rongga
intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki
dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan
wheezing ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien
tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau
demikian harus ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan
pada pasien dengan gagal jantung kronik, bahkan ketika pulmonary
capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini karena pasien
sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga
alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat
meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah
transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura
bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling
sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular
failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka
kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang
kiri.4Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat
memberikan informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung.
Jika terdapat kardiomegali, titik impulse maksimal (ictus cordis)
biasanya tergeser kebawah intercostal space (ICS) ke V, dan
kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel
kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba
lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak
cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada
beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba
pada apex.1Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan
mengalami hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih
lama sepanjang sistole pada parasternal kiri (right ventricular
heave).Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien
dengan volume overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea,
dan seringkali menunjukkan kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi
jantung keempat bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi
biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur
regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung yang lanjut.4Hepatomegali adalah tanda yang
penting tapi tidak umum pada pasien dengan gagal jantung. Jika
memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat
berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid.
Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya
tekanan pada vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam
drainase peritenium.4Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan darah
lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin dan enzim
hati merupakan pemeriksaan utama pada semua pasien gagal jantung
akut (GJA). Kadar sodium yang rendah, urea dan kreatinin yang
tinggi akibat retensi cairan dalam tubuh dapat memberikan prognosis
yang buruk pada GJA. Pada pemeriksaan darah lengkap sendiri
dilakukan untuk mengetahui nilai dari :41. HaemoglobinTujuannya
untuk menyingkirkan kemungkinan anemia dan mendeteksi riwayat
merokok dari peningkatan nilai Hb. Pada perokok, keberadaan CO pada
rokok akan menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan Hb,
sehingga sebagai kompensasinya, tubuh akan meningkatkan jumlah dari
Hb agar kebutuhan tubuh akan oksigen tetap terpenuhi. Nilai normal
Hb pada lelaki dewasa adalah 14-18 gram/dl; wanita dewasa : 12-16
gram/dl.2. LeukositBertujuan untuk menandakan infeksi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin,
dll. Nilai normal adalah 4.000 - 10.000 sel/ul darah. Penurunan
kadar leukosit bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi
virus, penyakit sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya bisa
ditemukan pada penyakit infeksi bakteri, penyakit inflamasi kronis,
perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal, dllPada pemeriksaan
laboratorium juga harus diperhatikan kadar lemak pada pasien, kadar
gula darah, enzim hati pasien (adanya hepatomegali). Selain itu
beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan bantuan
alat :5Elektrokardiogram (EKG). Hipertropi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi
atrial. Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran
abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung,
meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran
yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T,
hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi
atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan
gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab
dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.Scan jantung.
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding.Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler). Dapat
menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau
struktur katup, atau area penurunan kontraktiltas
ventrikular.Ekokardiografi. Ekokardiagrafi merupakan pemeriksaan
non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi
dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi
jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah :
semua pasien dengan tanda gagal jantung,susah bernafas yang
berhubungan dengan murmur,sesak yang berhubungan dengan fibrilasi
atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri
(infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol,atau aritmia).
Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik,
fungsi diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui
risiko emboli.Kateterisasi jantung. Tekanan abnormal merupakan
indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal
jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.Rongent thorak.
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal. Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%),
gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap
awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul
gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada
sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan
gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema
paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral,
tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian
kanan.
DiagnosisWorking DiagnosisGagal jantung kronik et causa
Hipertensi kronik.EtiologiGagal jantung merupakan keadaan klinis
dan bukan diagnosis maka penyebabnya harus dicari. Gagal jantung
ini paling sering disebabkan oleh kontraktilitas miokard seperti
yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardio
miopati. Namun, pada kondisi tertentu, bahkan miokard dengan
kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah
sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh.6 Kondisi ini disebabkan misalnya masalah mekanik seperti
regurgitasi katup berat dan fistula arteriovena (jarang),
defisiensi vitamin (beri-beri) dan anemia berat. Keadaan curah
jantung yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung
tetapi tidak terlalu berat dapat mempresipitasi gagal jantung pada
orang-orang dengan penyakit jantung dasar. 6Prevalensi faktor
etiologi tertinggi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit
jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada
masyarakat barat umumnya sedangkan defisiensi nutrisi dan penyakit
katup jantung lebih sering menjadi penyebab pada negara berkembang.
6Selain itu ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi cenderung
terjadinya gagal jantung kronik ini seperti:71. Emboli paru. Emboli
paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri
pulmonal yang sebaliknya dapat mengakibatkan atau memperkuat
kegagalan ventrikel. 2. Infeksi. Pasien dengan bendungan pembuluh
darah paru juga rentan terhadap infeksi paru; infeksi apapun dapat
memicu terjadinya gagal jantung. Demam, takikardi dan hipoksemia,
terjadi serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan tambahan
beban kepada miokard yang sudah kelebihan meskipun masih
terkompensasi pada pasien dengan penyskit jantung kronik.3. Anemia.
Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan
metabolisme hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung.
Meskipun peningkatan curah jantung seperti ini dapat dipertahankan
oleh jatung normal, tetapi jantung yang sakit, kelebihan beban
kecuali masih terkompensasi, tidakl dapat meningkatkan volume darah
yang cukup untuk dialirkan ke perifer. Pada keadaan ini, kombinasi
anemia dan penyakit jantung terkompensasi sebelumnya dapat
menyebabkan penghantaran oksigen yang tidak memadai ke perifer dan
menricu gagatl jantung.4. Tirotoksikosis dan kchamilan. Seperti
pada anemia dan demam pada Tirotoksikosis dan kchamilan, perfusi
jaringan yang memadai membutuhkan peningkatan curah jantung.
Perkembangan atau intensifikasi gagal jantung scbenamya mungkin
merupakan salah jam penampakan klinis hipertiroidisme pada pasien
dengan penyakit jantung yang mendasari sebelumnya masih dapat
tokompensasi . Demikian juga, gagal jantung tidak jarang terjadi
pertama kali selama kchamilan pada perempuan (dengan penyakit katup
reumatik, yaitu kompensasi jantung dapat kembali setelah pelahiran.
5. Aritmia. Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi,
aritmia merupakan penyebab pemicu gagal janlung yang paling sering.
Aritmia menimbulkan efek yang mengganggu dengan sejumlah alasan:
(a) Takiaritmia mengurangi periode waktu yang tersedia untuk
pengisian ventrikel. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik,
takiaritmia juga dapat menyebabkan disfungsi miokard yang mengalami
iskemia, (b) Pemisahan yang terjadi antara kontraksi atrium dan
ventrikel yang khas pada banyak aritmia menyebabkan hilangnya
mekanisme pompa penguai atrium, karenanya meningkatkan tekanan
atrium, (c) Pada aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi
intraventrikel. kemampuan miokard dapat lebih terganggu karena
hilangnya keselarasan kontraksi ventrikel yang normal, (d)
Bradikardi yang nyata disertai blok atrioventrikel komplit atau
bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi curah jantung kecuali
volume sekuncup meningkat; respons kompensasi ini tidak dapat
lerjadi pada disfungsi serius miokard bahkan pada keadaan tanpa
gagal jantung.6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya. Demam
reumatik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lain yang
mengenai miokard dapat mengganggu fungsi miokard pada pasien dengan
atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.7. Endokarditis infektif.
Kerusakan katup tambahan, anemia, demam dan miokarditis yang
seringkali muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat,
sendiri atau bersama-sama, memicu gagal jantung.8. Beban fisis,
makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan.
Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak
tepat, transfusi darah, kegiatan fisis yang leriaJu berat,
kelembaban atau panas lingkungan yang berlebihan dan krisis
emosional dapat memicu gagal jantung pada pasien dengan penyakit
jantung yang sebelumnya masih dapal terkompensasi.9. Hipertensi
sistemik. Peningkatan tekanan arteri yang cepat, seperti yang
terjadi pada beberapa hipertensi yang berasal dari ginjal atau
karena penghentian obat antihipertensi, dapat menyebabkan
dekompensasi jantung.10. Infark miokard. Pada pasien dengan
penyakil jantung iskemik kronik telapi terkompensasi, solain tidak
ada gejala klinis (tenang), kadang-kadang infark baru yang terjadi
dapal lebih mengganggu hmgsi ventrikel dan memicu gagal
jantung.
EpidemiologiAda paling sedikitnya 15 juta pasien yang mengalami
gagal jantung dari 51 negara yang berisikan 900 juta orang. Dari
populasi sekiranya 4% mengalami gagal jantung atau disfungsi dari
ventrikel yang bersifat asimptomatik. Prevalensi sekitar 3% pada
orang dengan usia rata-rata 75 tahun dan meningkat 10-20% pada usia
70-80 tahun. Pada pasien usia muda gagal jantung lebih sering
terjadi pada laki-laki karena banyak penyebabnya seperti PJK. Pada
orang tua prevalensi antara pria dan wanita hampir seimbang.8
Secara keseluruhan prevalensi dari gagal jantung meningkat karena
penuaan dan terjadi banyak pada pasien yang sebelumnya memiliki
riwayat sakit jantung. Usia rata-rata penderita gagal jantung pada
negara berkembang adalah pada usia 75 tahun. Pasien gagal jantung
cukup sering masuk ke rumah sakit dalam keadaan akut sekitar 5% dan
dirawat di rumah sakit sehingga memenuhi kamar rumah sakit sekitar
10%. Menghabiskan dana negara sekitar 2% untuk keperluan
kesehatan.8
Manifestasi KlinisDispnea. Gawat pernapasan yang terjadi sebagai
akibat dari meningkatnya usaha pernapasan adalah gejala gagal
jantung yang paling umum. Pada gagal jantung dini, dispnea diamati
hanya selama aktivitas, yang mungkin secara sederhana timbul
sebagai memburuknya sesak napas yang terjadi secara normal di bawah
keadaan ini. Namun, semakin berlanjutnya gagal jantung dispnea
tampak semakin agresif dengan aktivitas yang tidak begitu berat.
Akhirnya, sesak napas timbul walaupun pasien sedang beristirahat.
Perbedaan utama antara dispnea saat pengerahan tenaga pada individu
normal dan pada pasien jantung adalah derajat aktivitas yang
dibutuhkan untuk menginduksi gejala. Dispnea jantung diamati paling
sering pada pasien dengan peningkatan vena pulmonalis dan tekanan
kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan pembuluh
darah paru dan edema paru interstisialis, yang mungkin terbukti
pada pemeriksaan radiologik dan yang mengurangi kelenturan paru dan
oleh karena itu meningkatkan kerja otot-otot pernapasan yang
dibutuhkan untuk mengembangkan paru. Aktivasi reseptor dalam paru
menimbulkan pernapasan yang cepat dan dalam yang khas dari dispnea
jantung. Kebutuhan oksigen pernapasan ditingkatkan oleh kerja
berlebihan dari otot-otot pernapasan. Hal ini dilipatgandakan
dengan berkurangnya pengantaran oksigen ke otot-otot ini, yang
terjadi sebagai konsekuensi berkurangnya curah jantung dan yang
mungkin menyebabkan kelelahan otot-otot pernapasan dan sensasi
sesak napas.7Ortopnea. Dispnea dalam posisi berbaring biasanya
merupakan manifestasi akhir dari gagal jantung dibanding dispnea
pengerahan tenaga. Ortopnea terjadi karena redistribusi cairan dari
abdomen dan ekstremitas bawah ke dalam dada menyebabkan peningkatan
diafragma. Pasien dengan ortopnea harus meninggikan kepalanya
dengan beberapa bantal pada malam hari dan seringkali terbangun
karena sesak napas atau batuk (sehingga disebut batuk malam hari)
jika bantalnya hilang/terjatuh. Sensasi sesak napas biasanya dapat
hilang dengan duduk tegak; karena posisi ini mengurangi aliran
balik vena dan tekanan kapiler paru, dan banyak pasien dilaporkan
bahwa sesak napasnya berkurang jika mereka duduk di depan sebuah
jendela yang terbuka. Bila gagal jantung berlanjut, ortopnea dapat
menjadi bergitu berat sehingga pasien tidak dapat berbaring sama
sekali dan harus menjalani tidur malam dengan posisi duduk.7Dispnea
paroksismal (nokturnal). Istilah ini merujuk pada serangan sesak
napas berat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari,
seringkali membangunkan pasien dari tidur, dan mungkin agak
menakutkan. Meskipun ortopnea sederhana dapat dikurangi dengan
duduk tegak pada tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, pada
pasien dengan dispnea nokturnal paroksismal, batuk dan mengi
seringkali menetap bahkan dalam posisi ini. Depresi pusat
pernapasan selama tidur mungkin mengurangi ventilasi yang cukup
untuk menurunkan tegangan oksigen arteri, terutama pada pasien
dengan edema paru interstisial dan berkurangnya kelenturan paru.
Juga, fungsi ventrikel mungkin lebih lanjut terganggu pada malam
hari karena berkurangnya rangsangan adrenergik pada fungsi miokard.
Asma kardiak berkaitan erat dengan dispnea nokturnal paroksismal
dan batuk malam ban dan ditandai oleh mengi sekunder terhadap
bronkospasme paling menonjol pada malam hari. Edema paru akut
adalah bentuk asma kardiak parah yang disebabkan oleh peningkatan
nyata dan tekanan kapiler paru yang menyebabkan edema alveolaris,
berkaitan dengan sesak napas ekstrim, ronki pada seluruh lapangan
paru, dan transudasi serta ekspektorasi cairan yang diwarnai oleh
darah. Jika tidak diterapi segera, edema paru akut dapat
fatal.7Pernapasan Cheyne-Stokes. Pernapasan semacam ini juga
dikenal sebagai pernapasan periodik atau siklik. Pernapasan
Cheyne-Stokes juga ditandai oleh berkurangnya sensitivitas pusat
pernapasan terhadap PCO2. Terdapat fase apneik, yang selama fase
tersebut P02 arteri turun dan PCO2 arteri naik. Perubahan ini dalam
darah arteri mcrangsang pusat penckanan pernapasan, menimbulkan
hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti kemudian oleh apnea.
Pernapasan Cheyne-Stokes terjadi paling sering pada pasien dengan
aterosklerosis serebralis dan lesi serebral lainnya, tetapi
memanjangnya waktu sirkulasi dari paru ke otak yang terjadi dalam
gagal jantung, terutama pada pasien dengan hipertensi dan penyakit
arteri koroner dan penyakit vaskuler serebral yang berkaitan, juga
tampaknya mencetuskan bentuk pernapasan ini.7Kelelahan, kelemahan,
dan berkurangnya kapasitas exercise. Gejala yang tidak spesifik
tetapi umum dari gagal jantung ini, berkaitan dengan berkurangnya
perfusi otot rangka. Kapasitas exercise berkurang dengan
terbatasnya kemampuan jantung yang gagal untuk meningkatkan
curahnya dan mengantarkan oksigen ke otot yang sedang exercise.
Anoreksia dan mual berkaitan dengan nyeri abdomen dan rasa penuh,
merupakan keluhan yang sering dikemukakan, yang mungkin berkaitan
dengan kongesti hepar dan sistem vena porta.7Gejala serebral. Pada
gagal jantung berat, terutama pada pasien usia lanjut disertai
dengan arteriosklerosis serebralis, berkurangnya perfusi serebral,
dan hipoksemia arterial, mungkin ada perubahan keadaan mental yang
ditandai oleh konfusio (bingung), kesulitan berkonsentrasi,
gangguan mengingal, sakit kepala, insomnia, dan kecemasan. Nokturia
sering terjadi pada gagal jantung dan dapat menyebabkan
insomnia.7Temuan fisis. Pada gagal jantung sedang, pasien tampaknya
tidak menderita saat istirahat kecuali merasa tidak nyaman jika
berbaring terlentang selama lebih dari beberapa menit. Pada gagal
jantung yang lebih berat, tekanan nadi mungkin berkurang,
menunjukkan penurunan volume sekuncup dan kadang-kadang, tekanan
arteri diastolik meningkat akibat vasokonstriksi menyeluruh. Pada
gagal jantung akut, hipotensi mungkin menonjol. Mungkin terdapat
sianosis pada bibir dan bantalan kuku, sinus lakikardi dan pasien
memaksa untuk duduk tegak. Tekanan vena sistemik seringkali
meningkat abnormal pada gagal jantung dan dapat dikenali dengan
mengamati besarnya distensi vena jugularis. Pada tahap awal gagal
jantung, tekanan vena mungkin normal saat istirahat tetapi dapat
meningkat menjadi tidak normal selama dan segera sesudah
mengerahkan tenaga dan menahan tekanan pada perut (rcfluks
abdominojuguler positif).7Bunyi jantung ketiga dan keempat
seringkali terdengar tetapi tidak spesifik untuk gagal jantung, dan
mungkin terdapat pulsus alternans, yaitu ritme teratur yang
disebabkan oleh terdapalnya perubahan kontraksi jantung kuat dan
lemah dan karenanya perubahan kekuatan nadi perifer. Pulsus
alternans dapat dideteksi dengan sfigmomanometri dan dalam keadaan
yang lebih berat dengan palpasi; seringkali mengikuti ekstrasistole
dan diamati paling umum pada pasien dengan kardiomiopati atau
penyakit jantung hipertensif atau iskemik. Bunyi jantung ketiga dan
keempat merupakan tanda gagal jantung berat dan disebabkan oleh
pengurangan jumlah unit kontraktil selama kontraksi yang lemah
dan/atau oleh perubahan dalam volume diastolik akhir
ventrikel.7Ronki (suara abnormal pada paru). Pada pasien gagal
jantung dengan peningkatan tekanan kapiler serta vena pulmonalis
umum didapati ronki basah, krepitasi saat inspirasi pada auskultasi
dan bunyi pekak pada perkusi di basis paru. Pada pasien dengan
edema paru, ronki mungkin terdengar luas di seluruh lapangan paru;
seringkali kasar dan berdesis dan mungkin disertai oleh wheezing
saat ekspirasi. Namun, ronki mungkin disebabkan oleh banyak keadaan
seiain gagal ventrikel kiri. Beberapa pasien dengan gagal jantung
yang sudah berlangsung lama tidak mempunyai ronki karena
meningkatnya drainase limfatik cairan alveolaris.7Edema jantung.
Edema jantung biasanya terjadi pada daerah yang tergantung, terjadi
pada tungkai bawah secara simetris, terutama pada daerah pretibia
dan mata kaki pada pasien rawat jalan, paling jelas pada malam hari
dan di daerah sakrum pada pasien yang tirah baring. Edema pitting
pada lengan dan wajah jarang terjadi dan hanya timbul lambat dalam
perjalanan gagal jantung.7Hidrotoraks dan asites. Efusi pleura pada
gagal jantung kongesti terjadi akibat peningkatan tekanan kapiler
pleura dan transudasi cairan ke dalam ruang pleura. Karena vena
pleura mengalir ke vena pulmonalis dan vena sistemik, hidrotoraks
paling umum terjadi dengan peningkatan tekanan yang nyata kedua
sistem vena ini tetapi dapat juga terlihat dengan peningkatan
tekanan yang nyata pada salah satu pembuluh darah vena. Lebih
sering dalam kavitas pleural kanan daripada kiri. Asites juga
terjadi sebagai konsekuensi dari transudasi dan timbul akibat
meningkatnya tekanan dalam vena hepatika dan vena yang mendrainase
peritoneum. Asites yang nyata terjadi paling sering pada pasien
dengan penyakit katup trikuspid dan perikarditis
konstriktif.7Hepatomegali kongestif. Hati yang membesar, lunak
berdenyut juga menyertai hipertensi vena sistemik dan dapat
diamati, tidak hanya pada keadaan yang sama ketika muncul asites
tetapi juga pada bentuk ringan gagal jantung oleh sebab apapun.
Dengan hepatomegali berat dan berkepanjangan, seperti pada pasien
penyakit katup trikuspid atau perikarditis konstriktif, juga dapat
terjadi pembesaran limpa, yaitu splenomegali kongestif.7Ikterus.
Kelainan ini adalah temuan lanjut pada gagal jantung kongestif dan
berkaitan dengan peningkatan bilirubin langsung dan tak langsung;
timbul akibat gangguan fungsi hati sekunder terhadap kongesti paru
dan hipoksia hcpatoseluler berkaitan dengan atrofi lobulus scntral.
Konsentrasi serum transaminase sering meningkat. Jika kongesti
hepatik terjadi secara akut, ikterus mungkin berat dan enzim-enzim
meningkat secara langsung.7Kakeksia jantung. Dengan gagal jantung
kronik berat mungkin ada penurunan berat badan serius dan kakeksia
karena:7(1) Meningkatnya konsentrasi sirkulasi dari faktor nekrosis
tumor.(2) Meningkatnya laju metabolik, yang sebagian timbul karena
kerja ekstra yang dilakukan oleh otot pernapasan, meningkatnya
kebutuhan oksigen dari jantung yang hipertrofi,(3) Anoreksia, mual,
dan muntah yang disebabkan oleh penyebab sentral, terhadap
intoksikasi digitalis, atau terhadap hepatomegali kongestif dan
rasa penuh di abdomen,(4) Gangguan absorpsi usus disebabkan oleh
kongesti dari vena intestinalis, dan (5) Jarang, terulama dalam
pasien dengan gagal jantung kanan yang berat, enteropati dengan
kehilangan protein.Tabel 1. Manifestasi Klinik Dominan.8
PatofisiologiGagal jantung merupakan sindrom, walaupun
penyebabnya berbeda-beda, namun bila terjadi memiliki gejala,
tanda, dan patofisiologi yang sama. Curah jantung yang tidak
adekuat menstimulasi mekanisme kompensasi yang mirip dengan respon
terhadap hipovolemia. Walaupun awalnya bermanfaat, pada akhirnya
mekanisme ini menjadi maladaptif.13Aktivasi neurohumoral terjadi
dengan peningkatan vasokonstriktor (renin, angiotensin II,
katekolamin) yang memicu retensi garam dan air serta meningkatkan
beban akhir (afterload) jantung. Hal tersebut mengurangi
pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang
menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat, sehingga
meningkatkan afterload dan seterusnya, yang akhirnya membentuk
lingkaran setan.13Dilatasi ventrikel akibat dari terganggunya
fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel. Jantung berdilatasi tidak efisien
secara mekanis. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume
darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan
hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan
garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.13Kemampuan
jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh
ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu: preload; yang setara dengan isi diastolik akhir, afterload;
yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,
kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung
untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada
preload maupun afterload serta frekuensi denyut jantung.13Dalam
hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk
memompa (pump function) dengankontraktilias otot jantung(myocardial
function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan
sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi
pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadidepresi
otot jantung intrinsiktetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda
gagal jantung karena beban jantung yang ringan.13Pada awal gagal
jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron,
serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunanvolume darah arteriyang efektif. Hal ini akan
merangsangmekanisme kompensasi neurohumoral.13Vasokonstriksi dan
retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah
sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas
jantung melaluihukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi
gagal jantung yang tidak terkompensasi.13Mekanisme yang mendasari
gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung,
yang menyebabkan curah jantng lebih rendah dari curah jantng
normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO = HR X SV dimana curah jantung (CO:Cardiac Output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup
(SF:Stroke Volume).13
Gambar 8. Patofisiologi Terjadinya Gagal Jantung.13Frekuensi
jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung bila mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah
janung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan.13Volume sekuncup, jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload adalah
sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada besarnya
ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriole.13Differential Diagnosis1. Gagal Ginjal KronisGagal
ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi
glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Dimulai dari beberapa
faktor risiko seperti Diabetes Melitus, dimana akan terjadi
hiperglikemia (kadar glukosa melebihi batas normal) dalam pembuluh
darah, sehingga akan terjadi hiperperfusi dan hiperfiltrasi yang
mengakibatkan dilatasi arteri afferen ke glomerulus karena
kelebihan tampungan glukosa. Akibatnya tekanan di glomerulus akan
meningkat. Seiring dengan berjalannya tingkat keparahan penyakit
maka glomerulus akan rusak. Hal tsb menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR). Hiperurisemia juga dapat menjadi faktor
risiko dimana terdapat kelebihan kadar asam urat di darah misalnya
pada penderita arthritis Gout. Asam urat ini akan meningkatkan
konsentrasi plasma darah yang difiltrasi ginjal dan mengendap di
lumen tubulus, akibatnya semakin lama akan terjadi penyumbatan,
peningkatan tekanan intrarenal, dan akhirnya aliran darah yang
terfiltrasi (GFR) turun serta menimbulkan reaksi inflamasi. Ada
juga faktor risiko hipertensi atau tekanan darah tinggi dimana
pembuluh darah dapat mengalami kerusakan sehingga terjadi penurunan
aliran darah untuk difiltrasi glomerulus. Hal ini akan menyebabkan
jatuhnya laju filtrasi (GFR). GFR turun menyebabkan oliguria bahkan
anuria.Dari ketiga faktor risiko di atas yang semuanya menyebabkan
penurunan GFR, timbul beberapa proses baru, seperti : penurunan
ekskresi K+ yang akan menyebabkan penumpukan ion K+ di darah
(hiperkalemia).4 penurunan ekskresi fosfat (P) sehingga terjadi
hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menghambat aktivasi vitamin D
menjadi kalsitriol untuk meningkatkan reabsorbsi Ca2+ di usus.
Akibatnya di dalam plasma darah akan kekurangan Ca2+ sehingga
terjadi aktivasi hormon paratiroid (PTH) yang akan mengambil Ca2+
dari tulang ke darah untuk memenuhi kadarnya di plasma darah. Ca2+
di tulang menurun sehingga tulang lebih mudah rapuh dan pematangan
sel darah akan terganggu. Selain itu fosfat berlebih yang menumpuk
di kulit dapat menyebabkan pruritus (gatal kulit).4 penurunan
ekskeresi zat buangan dari tubuh, dapat menimbulkan uremia (urea
dalam darah) yang akan meningkatkan keasaman darah, dapat
mengiritasi lambung. Apabila terjadi iritasi sampai perdarahan
dapat timbul melena. Perdarahan berkepanjangan akan menyebabkan
anemia.4 terjadinya kerusakan ginjal kronis yang dapat menyebabkan
diantaranya:sklerosis glomerulus dan fibrosis - protein tidak
terfiltrasi - proteinuria - akibatnya tubuh hipoalbuminemia -
pembuluh darah menjadi lebih permeabel - plasma darah ekstravasasi
ke interstitial edema, overaktivitas sistem renin angiotensin
aldosteron - peningkatan tekanan darah dan retensi Na+ & air
karena aldosteron - vasokonstriksi arteriola eferen saat retensi -
GFR meningkat - lama-lama glomerulus rusak, produksi eritropoietin
menurun - anemia - kekurangan Hb - hipoksia jaringan - peningkatan
pembentukan H+ dan penurunan ekskresi H+ untuk keseimbangan asam
basa - asidosis metabolik.4
2. Penyakit Paru Obstruktif KronisPenyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) atau yang sering disebut Chronic Obatructive
Pulmonaly Disease (COPD), adalah penyakit paru kronik yang
berlangsung lama, dan ditandai dengan hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif dan non reversible atau
reversible parsial. Hal ini disebabkan oleh proses inflamasi paru
yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan
gambaran gangguan sistemik. Sebenarnya PPOK ini merupakan suatu
kesatuan yang terdiri dari : bronkitis kronik, asma bronkiale, dan
emfisema paru-paru. Asma bronkial adalah satu hiper-reaksi dari
bronkus dan trakea yang mengakibatkan penyempitan saluran napas
yang bersifat reversible. Asma ini merupakan kelainan inflamasi
kronik yang kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang
paroksismal tapi reversibel pada saluran napas trakeobronkial;
serangan ini disebabkan oleh hiper-reaktivitas otot polos.
Terjadinya serangan asma tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja,
terutama diperkirakan jika terkena alergen dan lingkungan pemicu.
Sebenarnya penyebab pasti asma bronkiale masih belum diketahui
secara pasti. Penyakit asma dapat dipilah menurut intensitas
klinik, respon terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara
patofisiologi dikenali 2 tipe yang utama :1) Asma atopik
(alergik;reagin-mediated) Merupakan tipe yang sering ditemukan.
Tipe asma ini dipicu oleh antigen lingkungan (misalnya debu, serbuk
sari, makanan), perubahan cuaca, aktivitas dan sering disertai
riwayat atopi dalam keluarga. Lenih sering terjadi pada
anak-anak.2) Asma nonatopik (nonreaginik, nonimun) Kerapkali dipicu
oleh infeksi saluran napas, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan,
pengaruh isiologis seperti stress dan biasanya tanpa riwayat
keluarga dan tanpa keterlibatan IgE yang nyata. Penyebab
peningkatan reaktivitas saluran napas tidak diketahui. Lenih sering
mengenai orang dewasa di atas usia 40 tahun.Obstruksi saluran napas
pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mucus,
edma dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi, karena secara fisiologis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya
terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
(KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar
saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancer.
Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu
napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai
secara objektif dengan VEP 1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama)
dan APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas
Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan
sauran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di
saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil.
Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar,
sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak
lebih dominan dibanding mengi.5Penyempitan saluran napas ternyata
tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang
mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah
tersebut mengalami hiposekmia. Penurunan O2 mungkin merupakan
kelainan pada asma sub klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,
tubuh melakukan hiperventilasu, agar kebutuan tubuh terpenuhi.
Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan, sehingga
tekanan CO2 menurun, yang kemudian menimbulkan alkalosis
respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak
saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus, sehingga tidak
mungkin lagi terjadinya pertukaran gas.5Hal ini menyebabkan
hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta
terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang
disertai dengan penurunan ventilasi alveolus, menyebabkan retenci
CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal
napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis
metabolic dan kontriksi pembuluh darah paru yang kemudian
menyebabkan shunting yaitu, peredaran darah tanpa melalui unit
pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia.
Dengan demikian penympitan saluran napas pada asma akan menimbulkan
hal-hal sebagai berikut :1) Gangguan ventilasi berupa
hiperventilasi.2) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana
distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkukasi darah paru.3)
Gangguan difusi gas di tingkat alveoli.Ketiga faktor tersebut akan
mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada
tahap yang lanjut. Gejala-gejala dari penyakit asma bronkial,
antara lain sebagai berikut: Sesak napas yang diikuti suara mengi,
pada umumnya disertai batuk dengan dahak yang lengket dan kental,
gelisah dan cemas, napas terengah-engah akibat kejang dan rasa
berat pada dada dan sulit untuk berbicara.5
PenatalaksanaanDalam 10-15 tahun terakhir terlihat berbagai
perubahan dalam pengobatan gagal jatung. Pengobatan tidak saja
ditujukkan dalam memperbaiki keluhan, tetapi juga diupayakan
pencegahan agar tidak terjadi perubahan disfungsi jantung yang
asimptomatik menjadi gagal jantung yang simptomatik. Selain dari
pada itu upaya juga ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan
diharapkan jangka panjang terjadi penurunan angka kematian.14Oleh
karena itu dalam pengobatan gagal jantung kronik perlu dilakukan
identifikasi objektif jangka pendek dan jangka panjang. Dalam
tulisan ini mengacu pada petunjuk atau guidelines dari European
Society of Cardiology (ECS) tahun 2001 dan 2005 serta American
Heart Association 2001. Tingkat rekomendasi dan tingkat kepercayaan
mengikuti format petunjuk dari ECS 2005, dimana untuk rekomendasi
berdasar tabel dibawah ini.14Tabel 2. Rekomendasi ECS.14Class
IAdanya bukti/kesepakatan umum bahwa tindakan bermanfaat an
efektif
Class IIBukti kontroversi
Class II.aAdanya bukti bahwa tindakan cenderung bermanfaat
Class II.bManfaat dan efektivitas kurang terbukti
Class IIITindakan tidak bermanfaat bahkan berbahaya
Tatalaksana Non Medikamentosa Gagal Jantung KronisPendekatan
terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik dapat
berupa: saran umum, tanpa obat-obatan, pemakaian obat-obatan,
pemakaian alat, tindakan bedah. Edukasi mengenai gagal jantung,
penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan,
dan dasar pengobatan. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari,
edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi.14Edukasi pola diet,
kontrol asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol, monitor berat
badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba.
Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas, hentikan
kebiasaan merokok. Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian,
udara panas, dan humiditas memerlukan perhatian khusus. Konseling
mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat
tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil, diltiazem,
dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik,
steroid.14Tatalaksana Medikamentosa Gagal Jantung
KronikAngiotensin-converting enzyme inhibitor / penyekat enzim
konversi angiotensin. Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik
dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk
meningkatkan survival, memperbaiki simptom, mengurangi kekerapan
rawat inap di rumah sakit. Harus diberi terapi inisial bila tidak
ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus
diberikan bersama diuretik.14Harus segera diberikan bila ditemui
tanda dan gejala gagal jantung, segera sesudah infark jantung,
untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta
kekerapan rawat inap. Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap
bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan
simptom.14Diuretik terbagi menjadi 3 : loop diuretik, tiazid, dan
metolazon. Diuretik penting untuk pengobatan simptomatik bila
ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru, dan edema
perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus
dikombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin atau
penyekat beta.14-blocker (obat penyekat beta) direkomendasikan pada
semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik
karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan
standar seperti diuretik atau penyekat enzim konversi angiotensin.
Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap
penyekat beta. Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit. Sampai
saat hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu:
bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol.14Tabel
3. Penggolongan Macam-Macam Diuretik.14Dosis InisialRekomendasi
harian minimumEfek samping
Loop diuretik Furosemid Bumetanid
Torasemid20-400,5-1,05-10250-5005-10100-200Hipokalemi,
hipomagnesia, hiponatremiHiperurikemia, intoleransi glukosaGangguan
asam basa
Tiazid Hidroklortiazid Metolazon252,550-7510Hipokalemi,
hipomagnesia, hiponatremiHiperurisemia, intoleransi glukosa
Potasium-sparing Spironolakton26100-200Hiperkalemi,
ginekomastia
Antagonis reseptor angiotensin II masih merupakan alternatif
bila pasien tidak toleran terhadap penyekat beta, diuretik pada
gagal jantung berat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penambahan antagonis reseptor aldosteron dapat menurunkan
mortalitas dan morbiditas. Sebagai tambahan terhadap obat penyekat
enzim konversi angiotensin dan penyekat beta pada gagal jantung
sesudah infark jantung, atau diabetes.14Bila gangguan jantung kiri
dan jantung kanan pada suatu waktu terjadi bersama maka keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif, yang umumnya ditandai dengan
adanya bendungan paru dan bendungan sistemik pada waktu bersamaan.
Gejala klinis yang timbul merupakan kumpulan gejala dan tanda-tanda
gagal jantung kiri dan jantung kanan. Semua gejala tersebut terjadi
pada waktu bersamaan dan timbul lambat laun secara kronik (chronic
congestive heart failure).14Glikosida jantung (digitalis) merupakan
indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung,
terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab.
Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan
bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi. Tidak mempunyai efek
terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka kekerapan rawat
inap.14
KomplikasiPenyakit gagal jantung dapat menimbulkan komplikasi
lebih lanjut, antara lain sebagai berikut: 5a. Tromboemboli: resiko
terjadinya bekuan vena (trombosis vena dalam atau DVT) dan emboli
paru, serta emboli sistemik tinggi, terutama pada gagal jantung
kongestif berat. Dapat diberikan warfarin sebagai pengencer.b.
Fibrilasi atrium: sering terjadi pada gagal jantung kongestif, yang
bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan
indikasi pemantauan denyut jantung dan pemberian warfarin.c.
Kegagalan pompa progresif: bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dosis tinggi. Transpaltasi jantung merupakan pilihan pada pasien
tertentu.d. Aritmia ventrikel: ini hal yang sering dijumpai karena
dapat menyebabkan kematian jantung mendadak.
PrognosisUmumnya buruk akan tetapi prognosis seseorang berbeda
dengan orang lain tergantung dari faktor terntentu yang akan
dijabarkan. Rata-rata 50% pasien meninggal pada 4 tahun. 40% pasien
yang dirawat rumah sakit meninggal atau kembali ke rumah sakit lagi
dalam waktu 1 tahun.6 Semakin banyak fakor yang terlibat maka
semakin buruk prognosis yang akan diberikan.8
PencegahanUpaya pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi
objektif primer terutama pada kelompok dengan resiko tinggi.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.a. Obati
penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor resiko jantung
koroner.b. Pengobatan infark jantung segera di triase, serta
pencegahan infark ulang.c. Pengobatan hipertensi yang agresif.d.
Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup.e.
Olahraga dan istirahat cukup.f. Menjaga pola makan dan asupan
garam.g. Menjaga berat badan agar tidak melebihi batas normal.
KesimpulanPasien yang mengalami gejala tersebut diduga menderita
gagal jantung yang disebabkan oleh hipertensi dan iskemik jantung
yang bersifat kronik. Gagal jantung juga bisa disebabkan banyak hal
terutama oleh penyakit jantung lainnya yang tidak ditangani.
Orang-orang dengan faktor resiko lebih mudah mengalami gagal
jantung sehingga perlu diawasi.
Daftar Pustaka1. Faiz O & Moffat D. At a Glance Anatomy.
Jakarta: Erlangga; 2004. h.6.2. Tank PW. Grants dissector;. 13th
Edition. Baltimore: Lippincott William and Wilkins a Wolters Kluwer
Business; 2005. p.64-53. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia
Sobotta. Jakarta: EGC; 2010.4. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC; 2009.h.327-75. 5. Bickley LS. Buku ajar
pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi ke-8.
Jakarta: EGC; 2009. h.248-9.6. Dickstein K, et all. ESC guide lines
for diagnosis and treatment for acute and chronic heart failure.
Euripean Heart Journal (2008), volume 29. p.2388-42.7. Akunjee N,
Akunjee M. Panduan menghadapi OSCE bagi mahasiswa tingkat akhir.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. h.23-4, 61-88. Welsby
PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik. Jakarta: EGC;
2009.h.56-70.9. Morton PG. Panduan pemeriksaan kesehatan. Jakarta:
EGC; 2003.h.32-40.10. Sudoyo AW, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Gagal jantung kronik. Dalam: Ghanie A. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke 2. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.
1035-7,1587,1596 1661.11. Gray HH, Keith KG, Morgan JM, Simpson IA.
Lecture notes: kardiologi. Edisi ke 4. Jakarta: Erlangga;
2005.h.80-97.12. Braunwald E. Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Edisi-13. Volume 3 Jakarta: EGC;
2012.h.1128-134.13. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. Gagal jantung.
Penyakit paru obstruktif dan retriktif. Dalam: Maitra A, Kumar V.
Buku ajar patologi. Edisi ke 7. Volume 2. Jakarta: EGC; 2004. h.
509-12, 578-80.14. Panggabean MM, Ghanie A. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Penyakit gagal jantung. Edisi ke-5, Jilid 2. Jakarta:
Internal Publishing; 2009.h.1983-1601.