1 PERBANDINGAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMA PERHITUNGAN DAN METODE PEMBUKUAN A. Pendahuluan Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan Negara tidak dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi: Pembayaran gaji aparatur negara seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia, dan Polisi Negara Republik Indonesia sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan; Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Subsidi Listrik, Subsidi Pupuk, Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) atau sejenisnya, Pengadaan Beras Miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi; Pembiayaan lainnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pada dasarnya setiap orang pribadi baik Warga Negara Indonesia/Warga Negara Asing yang bertempat tinggal di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERBANDINGAN PERHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE
NORMA PERHITUNGAN DAN METODE PEMBUKUAN
A. Pendahuluan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Tanpa pajak, sebagian besar
kegiatan Negara tidak dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi: Pembayaran gaji
aparatur negara seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia, dan Polisi
Negara Republik Indonesia sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan;
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Subsidi Listrik, Subsidi Pupuk, Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) atau sejenisnya, Pengadaan Beras Miskin (Raskin), Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan,
jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi; Pembiayaan lainnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pada dasarnya setiap orang pribadi baik Warga Negara Indonesia/Warga Negara
Asing yang bertempat tinggal di Indonesia dan badan yang didirikan/berkedudukan di
Indonesia merupakan Wajib Pajak, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan
menentukan lain. Mengingat sifatnya yang wajib, maka orang atau suatu badan yang menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan disebut sebagai Wajib Pajak (WP).
Sistem pemungutan pajak ada beberapa macam. Pada awal kemerdekaan, sistem
pemungutan pajak Indonesia berdasarkan Official Assesment System yaitu pihak yang
penentuan jumlah pajak terutang dari Wajib Pajak ditetapkan oleh aparat pajak. Sejak
reformasi perpajakan di Indonesia pada tahun 1984, sistem pemungutan pajak yang baru
diperkenalkan di Indonesia yaitu Self Assessment System. Sistem pemungutan ini
memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri, menghitung,
1
memperhitungkan utang pajaknya sendiri, membayar pajak terutang ke bank tempat
pembayaran pajak dan kantor pos serta melaporkan hasil perhitungan pajaknya ke Kantor
Pelayanan Pajak. Pada sistem ini aparat pajak bertugas untuk mengawasi, melakukan
pelayanan dan penyuluhan kepada Wajib Pajak.
Undang-Undang yang mengatur tentang pemungutan pajak pusat:
1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang KUP)
2. Pajak Penghasilan (Undang-Undang PPh)
3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang yang tergolong Mewah
(Undang-Undang PPN/PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan (Undang-Undang PBB)
5. Bea Meterai (Undang-Undang Bea Meterai)
6. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Undang-Undang PPSP)
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak yang dikenakan atas setiap penghasilan yang diterima yang diperoleh Wajib
Pajak. Penghasilan dimaksud adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi dan menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dengan demikian penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium,
hadiah, hasil sewa rumah, bunga, deviden, royalti, komisi, gratifikasi, bonus dan lain
sebagainya.
2
Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa atau pembukuan
dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan
B. NORMA PERHITUNGAN
Norma Penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus-menerus. Penggunaan
Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal:
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap,
atau
3
b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara
tidak benar.
Norma Penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data
lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. Norma Penghitungan akan sangat membantu
Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung
penghasilan neto.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya
kurang dari jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Untuk
dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto tersebut, Wajib Pajak orang
pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Wajib Pajak orang pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung
penghasilan neto.
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan.
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan
pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau
pembukuan; atau
b. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti
pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan sehingga mengakibatkan
peredaran bruto dan penghasilan neto yang sebenarnya tidak diketahui maka
peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan dihitung dengan cara lain yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan penghasilan
netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
4
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas peredaran bruto dengan
memerhatikan perkembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat Wajib Pajak untuk
menyelenggarakan pembukuan.
Pencatatan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan
pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan
lainnya Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar
usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan
penghasil netto yang merupakan objek pajak penghasilan. Disamping itu , pencatatan
meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final. Pencatatan harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan
bruto dan atau jumlah penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan obyek pajak atau
penghasilan yang dikenakan PPh Final, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang
Pencatatan ataupun pembukuan harus :
Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya .
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang rupiah, dan
Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan ( misalnya, Bahasa Inggris ).
Bagi sebagian orang pribadi yang memiliki usaha kewajiban membuat pembukuan
merupakan suatu hal yang sulit dilakukan selain karena kurangnya pengetahuan mengenai
Akuntansi juga mungkin tidak efisien jika harus mempekerjakan karyawan hanya untuk
membuat pembukuan. Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak orang pribadi boleh menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sehingga
tidak perlu membuat pembukuan tetapi cukup hanya membuat pencatatan.
Aturan pelaksanaan mengenai Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 536/PJ./2000 yang telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.03/2007
5
Beberapa peraturan dalam norma perhitungan (UU PPh no 36 th 2008)
(1) Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan
disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menghitung penghasilan
netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib
menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
(5) Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau
tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak
memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka penghasilan netonya
dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya
dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
(6) Dihapus.
(7) Besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
6
Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan yang ternyata tidak atau
tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.