Top Banner

of 35

Seminar Perpajakan

Mar 02, 2016

Download

Documents

ringkasan mata kuliah seminar perpajakan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

SEMINAR PERPAJAKANDosen: Bapak MasdarTahun : 2013/2014

Pertemuan I : Pengantar Hukum Pajak, dan Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan

Dasar Hukum Perpajakan : UU No.28 Tahun 2007 adalah Undang-undang yang mengatur Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Aspek Formal

Definisi PajakMenurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.Dalam UU No.28 Tahun 2007,Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebsar-besarnya kemakmuran rakyat.

Simpulan Pajak: Kontribusi wajib kepada Negara Terutang oleh Orang Pribadi atau Badan Dapat dipaksakan, berdasarkan undang-undang Dibebankan kepada masyrakat secara langsung (dipungut langsung) Imbalan/timbal balik tidak diberikan secara langsung Digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Yang memungut bisa pejabat pusat, daerah, dan pihak ketiga (pihak yang ditunjuk untuk memungut pajak)

Fungsi Pajak Fungsi Budgetair ( Sumber Keuangan Negara)Artinya, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Fungsi Regularend (Pengatur)Artinya, pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu dibidang keuangan

Hukum PajakYang disebut juga Hukum Fiscal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara.Hukum pajak mempunyai kedudukan hukum, sebagai berikut:1. Hukum Perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.2. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum Publik dapat dirinci lagi sebagi berikut: Hukum Tata Negara Hukum tata Usaha (Hukum Administratif) Hukum Pajak Hukum Pidana

Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata:1. Hukum pajak banyak menggunakan istilah yang lazim dipakai dalam hukum perdata dan juga mnganut arti seperti yang berlaku dalam hukum perdata (walaupun sering terjadi dalam hukum pajak mempunyai arti yang berbeda daripada hukum perdata)2. Hukum pajak menjadikan peristiwa-peristiwa, keadaan dan kejadaian-kejadian dalam hukum perdata sebagai sasaran pajak3. Hukum perdata merupakan hukum umum yang meliputi segala-galanya, dan hukum pajak sebagai bagian dari hukum public harus juga mengikuti hukum perdata, kecuali hukum public menentukan lain.

Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana:Didalam UU Pajak terdapat pasal yang mengatur mengenai sanksi pidana. Misalnya pada UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007, pada pasal 34 berbunyi : setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatann atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakanDan pada pasal 41 ay.1 pejabat yang melanggar ketentuan pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 25juta. pada pasal 38 dan 39, mencantumkan sanksi pidana bagi Wajib Pajak

Sistimatika Hukum PajakHukum pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu1. Hukum Pajak Materiil (Material)Adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak (objek pajak), siapa yang harus dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajaknya (tarif pajak), segala sesuatu tentang tibul dan hapusnya utang pajak dan hubungan antara pemerintah dan wajib pajak.Contoh: UU Pajak Penghasilan2. Hukum Pajak Formil (Formal)Hukum pajak yang memuat peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi suatu kenyataan.Dimuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, control pemerintah terhadap penyelenggaranya, kewajiban para wajib pajak, kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam pemungutannya.Maksudnya untuk melindungi fiskus dan wajib pajak serta memberi jaminan bahwa hukum materiil dapat diselenggarakan setepat mungkin.

Teori PajakBeberapa teori yang mendukung hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya, antara lain:1. Teori Asuransi2. Teori Kepentingan3. Teori Gaya Pikul4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)5. Teori Asas Gaya Beli

Jenis Pajak1. Menurut Golongana. Pajak LangsungPajak harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak, dan tidak dapat dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.Contoh: PPhb. Pajak Tidak LangsungPajak yang paa akhirnya dapat dibebankan kepada orang lain atau pihak ketigaContoh : PPN2. Menurut Sifata. Pajak SubjektifPajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (subjeknya)Contoh: PPhb. Pajak ObjektifPajak yang pengenaannya memerhatikan Objek Pajaknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (subjeknya) maupun tempat tinggalnya.Contoh : PPN, PPnBM, PBB3. Menurut Lembaga Pemunguta. Pajak NegaraPajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnyaContoh : PPh, PPN dan PPnBMb. Pajak DaerahPajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.Contoh : PBB dan BPHTB, Pajak kendaraan bermotor, Pajak rokok, Pajak Hotel, Pajak restoran, dll

Tata Cara Pemungutan Pajak1. Stelsel Pajaka. Stelsel Nyata (Riil)Pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya terjadi. Sehingga pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak (setelah semua penghasilan yang sesungguhnya diketahui dalam satu tahun pajak)b. Stelsel Anggapan (Fiktif)Pengenaan pajak didasarka pada anggapan yang diatur oleh undang-undang.Dengan stelsel ini besar pajak terutang sudah dapat diketahui pada awal tahun yang bersangkutan, walaupun nilai tidak akurat karena tidak didasarakan pada keadaan yang sesungguhnya.c. Stelsel CampuranPengenaan pajak didasarkan pada kombinas stelsel nyata dan stelsel anggapan.Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan anggapan, pada akhir tahun dihitung berdasarkan keadaan sesungguhnya. Apabila kurang bayar, Wajib Pajak harus membayar kekurangannya tersebut. Apabila lebih bayar, kelebihannya akan dikompensasi pada tahun berikutnya, setetalh diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.2. Asas Pemungutan Pajaka. Asas DomisiliSuatu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negerib. Asas SumberSuatu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajakc. Asas KebangsaanSuatu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan warga negaranya, baik dari dalam maupun luar negeri3. Sistem Pemungutan Pajaka. Official Assessment SystemSistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutag setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlakub. Self Assessment SystemSystem pemungutan pajak yang memberi kewenangan Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk: menghitung sendiri pajak yang terutang memperhitungan sendiri pajak yang terutang membayar sendiri pajak yang terutang melaporkan sendiri pajak yang terutang mempertanggungjawabkan sendiri pajak yang terutangc. With Holding SystemSystem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku

Kewajiban dan Hak Wajib Pajak1. Kewajiban Wajib Pajaka. mendaftarkan diri ke kantor Dirjen Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)b. bagi yang termasuk dalam kategori Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan usahanya ke kantor DirJen Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajakc. Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas, menandatangain dan menyampaikannya ke kantor DirJen Pajak, tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkand. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam Bahasa Indonesia, dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangane. Menghitung dan membayar/menyetor pajak terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SPP)f. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, dan Wajib Pajak badang. Jika diperiksa:- memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak- memberi kesempatan untuk memasuki tempat/ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna elancaraan pemeriksaan- memberi keterangan lain yang diperlukan2. Hak Wajib Pajaka. melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1(satu) Surat pemberitahuan Masab. memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 2(dua) bulanc. membetulkan SPTd. mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajake. mengajukan keberatan ke DirJen Pajak atas suatu: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga f. mengajukan permohonan banding ke badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatang. menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenui kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakanh. memperoleh pengurangan/penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambtan pelunasan kekurangan pembayaran pajak

Identitas Perpajakan1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)a. NPWP adalah sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.b. Salah satu syarat miliki NPWP : memiliki penghasilan diatas PTKPc. Fungsi NPWP: Sarana administrasi perpajakan Identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya Dicantumkan dalam setiap dokumen pajak Menjaga ketertiban dalam pembayaran dan pengawasan administrasi perpajakan2. Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)a. Fungsi NPPKP: Identitas Pengusaha Kena Pajak Untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Mengawasi administrasi perpajakanb. Syarat Memiliki peredaran bruto max. Rp4.800.000.000,00 setahun Jika pengusaha kecil ingin dikukuhkan menjadi PKP, harus membuat pernyataan tertulis

Penghapusan identitas perpajakan ini dilakukan DirJen Pajak apabila: Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia Ada permohonan oleh ahli waris, bila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif Wajib Pajak Badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha Wajib Pajak BUT (Badan Usaha Tetap) menghentikan usaha di Indonesia Dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapus identitas tersebut dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan

Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan1. Pembayaran pembayaran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang digunakan oleh WP untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran Kantor Penerima Pembayaran adalah kantor pos, bank, BUMN, BUMD, atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai penerima pembayaran/setoran pajak Ada 2 jenis SSP: SSP Standard dan SSP Khusus SSP Standar dibuat 4rangkap, bila diperlukan 5rangkapRangkap 1: arsip WPRangkap 2: untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)Rangkap 3: untuk KPP yang dilaporkan oleh WPRangkap 4: arsip Kantor Penerima PembayaranRangkap 5 (bila perlu): arsip Wajib Pungut (pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku) SSP Khusus dicetak khusus oleh Kantor Penerima Pembayaran karena telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Dirjen Pajak SSP Khusus dicetak 2lembar dan 1 lembar terpisahLembar 1: arsip WPLembar 2: arsip KPPLembar lain (terpisah): untuk Kantor Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP)2. Pemotongan/Pemungutan Mekanisme pemotongan/ pemungutan pajak, bisa dilakukan oleh WP itu sendiri, bisa juga dilakukan oleh pihak ketiga. Jenis pajak yang pembayarannya melalui pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPnBM3. Pelaporan pelaporan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sarana bagi WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. Dalam pelaporan dan pembayaran pajak dapat dilakukan secara bulanan (dengan SPT Masa) dan tahunan (dengan SPT Tahunan). Jenis SPT ada 2, yaitu SPT PPh, dan SPT PPN & PPnBM

Pembukuan, Pemeriksaan, dan Penyidikan1. Pembukuan Pembukuan (UU Perpajakan Pasal 28) adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang ditutp dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Pertanggungjawaban pajak WP dibuat dalam Neraca L/R Fiskal WP yang wajib menyelenggarakan pembukuan, adalaha) WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesiab) WP badan di Indonesia2. Pemeriksaan Bentuk pertanggungjawaban self assessment system yang dilakukan oleh WP Dirjen Pajak memiliki wewenang untuk menyelenggarakan pemeriksaan atas laporan pajak WP Tujuan dilakukan pemeriksaan, adalah Untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak Pelaksanaan Undang-undang Perpajakan Ada 2 bentuk pemeriksaan, yaitu : pemeriksaan kantor & pemeriksaan lapangan Intinya : supaya tidak ada yang dirahasiakan3. Penyidikan Penyidikan tindak pindan di bidang perpajakan adlaah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya. Penyidikan hanya dilkaukan oleh Pejabat Pengawal Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jendral Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Tindak pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. (kealpaan dapat diartikan tidak sengaja lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya)

Sanksi Pajak1. Sanksi AdministrasiSanksi Administrasi (UU Perpajakan Pasal 7 dan 11) dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Berkaitan dengan denda Berkaitan dengan bunga Berkaitan dengan kenaikan2. Sanksi Pidana Sanksi pidana merupakan tindakan dari proses penyidikan Dibedakan menjadi 2, yaitu : Sengaja dan Tidak Sengaja

Pertemuan II : Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pengadilan Pajak

Penagihan dan Pembayaran Utang Pajak UU Formal : KUP (Ketentuan Umum Perpajakan), PPSP, Pengadilan pajak UU Nomor 19 Tahun 2000 : UU Pengadilan Pajak UU Nomor 28 Tahun 2007, Pasal 23 ayat 2 -> pajak dapat dipaksakan

Kenapa pajak harus ditagih ? Berawal dari SPT yang disampaikan oleh WP Muncul adanya penagihan. Dilihat dari SPT, apakah lebih bayar/kurang bayar Dilakukan pemeriksaan pasif Dimulai dilakukannya penelitian oleh fiskus, apakah kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh WP sudah sesuai ketentuan perpajakan Jika didapat bahwa hutang pajak lebih besar (kurang bayar), maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Pada SKPKB ini akan dikenakan sanksi 2% (bunga) tiap bulan kepada WP, karena berdasarkan jangka waktu penerbitan SKPB. Jangka waktu jatuh tempo pembayaran pajak terutang adalah 1 bulan setelah SKPKB diterbitkan, maksimal 24 bulan. Jika dalam jangka waktu jatuh tempo tidak dilaksanakan kewajiban perpajakannya, maka WP akan mendapat Surat Teguran. Jangka waktu pelunasan hutang pajak adalah 7 hari setelah diterbitkan Surat Teguran. Dilakukan pemeriksaan aktif Apabila Surat Teguran tersebut diabaikan (mengabaikan kewajiban perpajakannya), akan diterbitkan Surat Paksa. Jangka waktu 2x24jam, setelah diterbitkannya Surat Paksa Jika WP tidak bisa membayar hutang pajaknya, maka akan dilakukan penyitaan yang kemudian dilakukan pelelangan Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak, yang disaksikan oelh sekurang-kurangnya 2 orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak Hasil lelang ini akan dijadikan sebagai pelunasan hutang pajak yang harus diistimewakan (diselesaikan terlebih dahulu)

Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali (PK)1. Keberatan Keberatan diajukan, apabila WP berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya Keberatan hanya ditujukan kepada Dirjen Pajak atas suatu : SKPKB, SKPKBT, SKPNihil, SKPLB, dan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Satu keberatan harus diajukan hanya pada satu jenis pajak dan satu masa pajak atau tahun pajak, dan diserahkan ke Direktorat Jendral Pajak atau KPP Pengajuannya harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah surat ketetapan pajak (SKPKB/KBT/LB) diterbitkan atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak Keputusannya akan diberikan oleh Dirjen Pajak dalam jangka waktu 12 bulan, setelah surat keberatan diterima. Keputusannya dapat dikabulkan seluruhnya atau sebagaian; atau menolak; atau menambah besar Saat mengajukan keberatan harus terlebih dahulu menyelesaikan hutang pajaknya. Namun, WP dapat menyelesaikan sebagian hutang pajaknya (tidak perlu menyelesaikan seluruh hutang pajaknya), dengan melakukan negosiasi2. Banding Apabila WP belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, WP dapat mengajukan banding di Badan Peradilan Pajak Dasar hukumnya berdasarkan fakta hukum Fakta hukum, contohnya: kasus pinjaman yang diberikan owner kepada perusahaan. Segala pinjaman pasti ada bunga. Namun, pada fakta hukumnya, owner tidak mengenakan bunga pada pinjaman yang diberikan kepada perusahaannya sendiri. Dalam hal permohonan banding DITOLAK atau dikabulkan sebagian : WP akan dikenakan sanksi administrasi sebesar 100% dari jumalh pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan Dalam hal permohonan banding DITERIMA seluruh aau sebagian: kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan3. Peninjauan Kembali (PK) Putusan peninjauan kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohona peninjauan kembali yang diajukan oleh WP atau oleh Dirjen Pajak terhadap putusan banding atau putusan gugatan dari badan peradilan pajak Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 kali kepada Mahkamah Agung melalui Peradilan Pajak Pengajuannya dilakukan dalam jangka waktu (paling lambat) 3 bulan, setelah putusan bading dikirim, atau sejak diketahui kebohongan/tipu muslihat, atau sejak putusan Hakim Pengadilan pdana memperolah kekuatan hukum tetap atau ditemukan bukti tertulis baru Keputusan akan diberikan oleh Mahkamah Agung dalam jangka waktu 6 bulan, sejak permohonan Peninjauan Kembali diterima

Pertemuan III : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bea Materai

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)1. Dasar HukumAdalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.PBB merupakan pajak objektif, dimana pengenaannya dilihat dari objek pajaknya.

2. Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Makam : tidak terutang PBB

3. Tarif PBB adalah 0,5%. Namun, mulai tahun 2010, secara administrasi, PBB merupakan pajak daerah, sehingga tarif pengenaan PBB berbeda-beda di tiap daerah.

4. PBB, yang ditangani oleh, Pemda : tanah dan bangunan Pempus : pertambangan, perkebunan, perhutanan

5. Perhitungan PBB= {(NJOP tanah + NJOP bangunan) NJOPTKP} x tarif PBB= NJOP x %NJKP x tarif PBB*keterangan NJOP: Nilai Jual Objek PajakNJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti. NJOPTKP: Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, dan ditetapkan sebesar Rp8.000.000,00 untuk setiap WP. Namun, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk mengubah besarnya NJOPTKP sesuai perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap tahunnya. Jika WP punya lebih dari 1 objek pajak (1tanah dan 1 bangunan=1 objek pajak), yang mendapat fasilitas pengurangan (NJOPTKP) hanya untuk 1 objek pajak saja. NJKP: Nilai Jual Kena Pajak. Ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan stinggi-tingginya 100% dari NJOP

6. Saat terutangnya PBB adalah per 1 Januari (awal tahun).Contoh: diperoleh tanah pada tanggal 1 januari 2013. Dibangun bangunan pada tanggal 3 maret 2013. Maka PBB terutang di tahun 2013 hanya untuk objek pajak tanah saja, bangunan tidak. Karena terhitungnya PBB terutang mulai dari tanggal 1 januari (tahun takwim)

7. Pendaftaran WP wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang diberikan dan dikembalikan kepada Dirjen Pajak. SPOP diisi dengan jelas, lengkap, dan benar, serta ditandatngani dan disampaikan kembali kepada Dirjen Pajak selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh WP.

8. Pembayaran WP akan menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) untuk melakukan pembayaran PBB Pajak terutang ini harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterimanya SPPT oleh WP Keterlambatan pembayaran pajak terutang, akan dikenakan sanksi administrasi bagi WP sebesar 2% sebulan, dihitung dari saat tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan jangka waktu paling lama 24 bulan. Pembayarannya ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP), dan harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak diterimanya STP oleh WP Apabila terdapat selisih jumlah pajak terutang, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) bagi WP, dan harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak diterimanya SKP oleh WP Pengenaan sanksi administrasi sebesar 25% disebabkan karena: SPOB tidak disampaikan dengan jelas, benar dan lengkap Terdapat selisih jumlah pajak terutang dari hasil pemeriksaan (kurang bayar)

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan1. Dasar HukumAdalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000BPHTB merupakan pajak objektif, dimana pengenaan pajaknya dilihat dari objek pajaknya.

2. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang selanjutkan disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan/atau bnagunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

3. Objek Pajak Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, meliputi:a) Pemindahan hak karena: Jual beli Tukar-menukar Hibah Hibah wasiat Waris Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan Penunjukan pembeli dalam lelang Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap Penggabungan usaha Peleburan usaha Pemekaran usaha Hadiahb) Pemberian hak baru karena: Kelanjutan pelepasan hak Di luar pelepasan hak Hak atas tanah yang dimaksud adalaha) Hak milik b) Hak guna usahac) Hak guna bangunand) Hak pakai

4. Tarif BPHTB adalah 5%. Namun, mulai tahun 2010, secara administrasi, BPHTB merupakan pajak daerah, sehingga tarif pengenaan BPHTB berbeda-beda di tiap daerah.

5. Perhitungan BPHTB= DPP x tarif= (NPOP NPOPTKP) x tarif= NPOPKP x tarif*keterangan NPOP: Nilai Perolehan Objek Pajak.Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP, maka dasar pengenaan pajaknya menggunakan NJOP. NPOPTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, ditetapkan secara regional paling banyak sebesar Rp60.000.000,00.Dikecualikan, dalam hal perolehan hak waris dan/atau hibat wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah, secara regional paling banyak Rp300.000.000,00.NPOPTKP dapat diubah oleh pemerintah dengan pertimbangan dari perkembangan perekonomian regional. NPOPKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak

6. Perhitungan BPHTB, untuk Waris dan Hibah Wasiat= (NPOP-NPOPTKP) x tarif x 50%

7. Denda Sanksi administrasi 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dikenakan apabila : diterbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, dimana dinyatakan terdapat selisih jumlah pajak terutang kurang bayar dari hasil pemeriksaan. Denda dihitung saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diterbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dimana dar hasil pemeriksaan terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung. Sanksi administrasi sebesar 100% dikenakan apabila diterbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, dimana ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang. Hal ini dikecualikan apabila WP melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

8. Pembayaran, Penetapan, dan Penagihan (dilengkapi lagi yahh) WP wajib membayar pajak terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak teruatang dibayar ke kas negara melalui kantor pos/BUMN/BUMD atau tempat lain yang ditunjuk 9.

Bea Materai1. Dasar HukumAdalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 (tanggal 27 Desember 1985), dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 (berlaku 1 Mei 2000).

2. PengertianBea Materai adalah pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum.Bea Materai merupakan pajak tidak langsung.Jenisnya ada materai temple, kertas, dan stempel/teknologi.Masa kadaluarsa : 5 tahun

3. Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah DOKUMEN Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengadung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Bentuk-bentuk dokumen yang dikenakan bea materai, yaitu:a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.b) Akta-akta Notaris termasuk salinannyac) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnyad) Surat yang memuat jumlah uang, yaitu Yang menyebutkan penerimaan uang Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagaiannya telah dilunasi atau diperhitungkane) Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, cek, dllf) Dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula

4. Tarif Dokumen yang disebutkan pada poin 3 huruf a, b, c, e, dan f, dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp6.000,00 Dokumen yang disebut pada poin 3 huruf d, dan e; Yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp250.000,00, tidak dikenakan Bea Materai Yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000,00, dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp3.000,00 Yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00, dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp6.000,00 Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp3.000,00, tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal yang tercantum.

5. Pemateraian Kemudian Pemateraian Kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materai-nya belum dilunasi sebagaimana mestinya. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemateraian kemudian. Pemateraian Kemudian ini dilakukan di Kantor Pos oleh Pejabat Pos. Contoh Kasus: Ada surat biasa yang mau dijadikan bukti di pengadilan. Surat yang dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan merupakan objek pajak dari Bea Materai. Untuk ini surat biasa tersebut harus dikenakan pajak. Dengan cara dilakukan pemateraian kemudian di kantor pos.WP yang memiliki surat biasa tersebut datang ke kantor pos untuk melakukan pemateraian kemudian. Jika ada dokumen perjanjian yang tidak ada materainya. Hal ini tidak bearti dokumen tersebut tidak sah, tapi dokumen tersebut belum bayar pajak. Jadi, dokumen tersebut harus dimateraikan kemudian, dibawa ke kantor pos

6. Sanksi Administrasi Dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi, akan dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Materai yang tidak atau kurang bayar Contoh :Jika ada dokumen yang sudah masuk ke pengadilan, tapi belum ada Bea Materai, maka atas dokumen tersebut dikenakan denda adminstrasi sebesar 200% dari dari Bea Materai yang tidak atau kurang bayar tersebut.7. Tambahan Perlu, untuk pemberian tanggal pada Bea Materai. Jika dokumen dibuat diluar negeri , maka terutangnya pada saat dokumen tersebut ada di Indonesia Pajak daerah :Pajak Provinsi diatur oleh > Peraturan PemerintahPajak Kabupaten/Kota diatur oleh > Pemda

Pertemuan IV : Pajak Penghasilan (PPh)Bab I Ketentuan Umum1. Dasar HukumUndang-undang Nomor 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jendral Pajak, Surat edaran Direktur Jendral Pajak

2. Definisi (UU No.36 Thn 2008 Pasal 1)Pajak Penghasilan (PPh) dalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.

Bab II Subjek Pajak3. Subjek Pajak (Pasal 2) Subjek Pajak PPh adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan PPh. Subjek Pajak dibedakan menjadi : Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) Subjek Pajak dikelompokkan menjadi:a) Orang PribadiOtang yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia (SPDN), ataupun di luar Indonesia (SPLN)b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.Warisan yang belum terbagi sabagai satu kesatuan ini adalah Subjek Pajak Pengganti, dimana menggantikan mereka yang akan memiliki hak atas warisan tersebut, yaitu si ahli warisc) BadanAdalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firmas, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan BUTd) Badan Usaha Tetap (BUT) BUT merupakan SPLN, karena BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi atau badan, orang pribadi tsb tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. BUT dikatakan sebagai SPDN, apabila manajemen pusat operasionalnya berada/bertemapat kedudukan di Indonesia. TambahanBUT dan Warisan merupakan > Subjek Pajak yang Dipaksakan.SPLN yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan SPDN Badan.

4. Bukan Subjek Pajak (Pasal 3)a) Kantor perwakilan negara asingb) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan WNI, dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh peghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balikc) Organisasi-organisasi Internasional, dgn syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggotad) Pejabat-pejabat yang dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha/kegiatan/pekerjaan lain utnuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi Internasional ini ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Bab III Objek Pajak5. Penghasilan Penghasilan dikelompokkan menjadi 3 yaitua) Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 1) Penggantian/imbalan berkenaan dengan pekerjaan/jasa yang diterima/diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, dll Hasiah dari undian/pekerjaan/kegiatan, dan penghargaan Laba usaha Keuntungan krn penjualan atau krn pengalihan harta Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sbg biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang Dividen, dgn nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi Royalty / imbalan atas penggunaan hak Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Penerimaan/perolehan pembayaran secara berkala Keuntungan krn pembebasan utang Keuntungan selisih kurs mata uang asing Selisih lebih krn penilaian kembali aktiva Premi asuransi Iurang yang diterima anggota perkumpulan dari menjalankan pekerjaan bebas Penghasian dari usaha berbasis syariah Imbalan bunga yang diatur dlm ketentuan umum dan tata cara perpajakan Surplus BIb) Objek Pajak Final (Pasal 4 ayat 2) Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan lainnya serta diskonto BI (20%), bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunag simpanan yang dibayarkan oelh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi Hasiah undian (25%) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya (0,1% dan 0,5%), transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa (2,5%), dan transaksi penjualan saham (0,1%) atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan (5%), usaha jasa konstruksi (2%-6%), usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan (10%) Penghasilan tertentu lain yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintahc) Bukan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 3) Bantuan/sumbangan ke badan/organisasi yang disahkan pemerintah Harta hibahan Warisan Imbalan dalan bentuk natura/kenikmatan Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi Dividen yang diterima oleh badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat:i. Dividen berasal dari cadangan laba ditahanii. Kepemilikan sahamnya kurang dari atau sama dengan 25% Iuran dana pensiun dari badan yang disahkan pemerintah Penghasilan dari modal yang ditanamkan oeh dana pensiun Beasiswa, yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dll

6. Objek Pajak BUT (Pasal 5)Yang menjadi obyek pajak BUT adalah Penghasilan dari usaha/kegiatan BUT, dan dari harta yang dimiliki/dikuasai oleh BUT Penghasilan kantor pusat dari usaha/kegiatan, penjualan barang, dan pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia Penghasilan yang disebut dalam PPh pasal 26 yang diterima/diperoleh oleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebutPenentuan laba BUT, sebagai berikut: Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat, diperbolehkan untuk dibebankan sebagai biaya bagi BUT Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha/kegiatan BUT, dan besarnya ditetapkan oleh Dirjen Pajak Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya adalah:a) Royalti/imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnyab) Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnyac) Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan Pembayaran kepada kantor pusat tersebut, tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan

7. Biaya yang boleh dikurangkan (Pasal 6) Bisa dikurangkana) Biaya yang secara langsung tau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usahab) Penyusutan dan amortisasic) Iuran dana pensiund) Kerugian karena penjualan atau pengalihan hartae) Kerugian selisih kurs mata uang asingf) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaang) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihanh) Piutang yang tidak tertagihi) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasionalj) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesiak) Biaya pembangunan infrastruktur sociall) Sumbangan fasilitas pendidikanm) Sumbangan dalan rangka pembinaan olahraga Kompensasi KerugianKerugian atas penghasilan bruto perusahaan dapat dikompensasikan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun PTKP

8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (Pasal 7) Orang Pribadi Rp24.300.000,00Tambahan Kawin Rp2.025.000,00Tambahan penghasilan istri Rp24.300.000,00Tambahan tanggungan Rp2.025.000,00 Ditentukan oleh keadaan dalam awal tahun pajak Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan PTKP, setelah dikonsultasi dengan DPR

9. Penghasilan Istri yang digabung dengan suami (Pasal 8) Seluruh penghasilan atau kerugian istri dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya. Kecuali, Penghasilan diterima dari pemberi kerja yang sama Pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami/anggota keluarga lain Penghasilan suami istri dikenai pajak secara terpisah apabila, Suami-istri telah hidup berpisah (cerai) berdasarkan keputusan hakim Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri Penghasilan suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah, kecuali karena hidup berpisah (cerai), pengenaan pajaknya berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami-istri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka. Penghasilan anak yang belum dewasa (anak yang belum berumur 18 tahun, dan belum pernah menikah), digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama.

10. Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (pasal 9) Pembagian nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha kopersai Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota Pembentukan/Penumpukan dana cadangan, kecuali Cadangan piutang tak tertagih Cadangan usaha asuransi, termasuk cadangan bantuan social Cadangan penjaminan untuk LPS Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan Cadanagn biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengelolaan limbah industri Premi asuransi yang dibayar oleh WP orang pribadi Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan Jumlah yang melebihi kewajaran yang diyarkan kepada pemegang saham, atau kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan yang telah disahkan oleh pemerintah Pajak penghasilan Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atua orang yang menjadi tanggungannya Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modal tidak terbagi atas saham Sanksi administrasi ynag berkenaan dengan pelaksanaan perudang-undangan di bidang perpajakan

11. Adanya hubungan istimewa dalam menentukan harga perolehan atau harga penjualan (pasal 10)

12. Penyusutan (pasal 11) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat, harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujub tersebut melalui penyusutan Metode penyusutan yang dibolehkan adalah metode garis lurus (straight-line method), atau metode saldo menurun (declining balance method) Bangunan, hanya disusutkan dengan metode garis lurus Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara prorate Dengan persetujuan Dirjen Pajak, WP dapat melakukan perhitungan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk memperoleh penghasilan Apabila dilakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar penyusutan harta adalah dari nilai setelah dilakukannya penilaian kembali aktiva tersebut Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

Kelompok Harta BerwujudMasa ManfaatTarif Penyusutan

ayat (1)ayat (2)

I. Bukan Bangunan

Kelompok 14 Tahun25%50%

Kelompok 28 Tahun12,5%25%

Kelompok 316 Tahun6,25%12,5%

Kelompok 420 Tahun5%10%

II. Bangunan

Permanen20 Tahun5%

Tidak Permanen10 Tahun10%

Untuk menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, akan diatur tersendiri yang ketentuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujub diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

13. Amortisasi (pasal 11A) Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dibebankan sebagai biaya melalui amortisasi Metode amortisasi yang digunakan adalah metode garis lurus, dan metode saldo menurun.Khusus untuk metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus.Amortisasi dimulai pad bulan dilakukannya pengeluaran sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara prorata. Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud, sebagai berikut

Kelompok Harta Tidak BerwujubMasa ManfaatTarif Amortisasi Berdasarkan Metode

Garis LurusSaldo Menurun

Kelompok 14 Tahun25%50%

Kelompok 28 Tahun12.50%25%

Kelompok 316 Tahun6.25%12.50%

Kelompok 420 Tahun5%10%

Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.Amortisasi selain dari pengeluran ini, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam, serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial (biaya-biaya seperti biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Apabila terjadi pengalihan harta tidak berwujud, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian, dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. Apabila terjadi pengalihan harta tidak berwujud yang memenuhi syarat, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

14. Norma perhitungan penghasilan neto (pasal 14) Untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak, maka Wajib Pajak wajib menyelengarakan pembukuan.Namun, tidak semua Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan.Semua WP Badan dan BUT wajib menyelenggarakan pembukuan.WP orang pribadi yang menjalankan usaha/melakukan pekerjaan bebas dengan jumalah penghasilan bruto tertentu tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.Oleh karena itu, Dirjen Pajak menerbitkan norma perhitungan, untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto WP orang pribadi yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu. Norma perhitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak dan disempurnakan terus-menerus.Dasar penggunaannya dilakukan dalam hal:a) Tidak terdapat dasar perhitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap; ataub) Pembukuan atau catatan peredaran bruto WP ternyata diselenggarakan secara tidak benarNorma Perhitungan disusun berdasarkan hasil peneltian atau data lai, dan dengan memperhatikan kewajaran.Norma Perhitungan membantu WP yang belum mampu menyelengarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto. Norma Perhitungan Penghasilan Bruto (NPPB) hanya boleh digunakan oleh WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang peredaran brutonya kurang dari Rp4.800.000.000,00 (4milyar 800juta) dalam setahun.Syaratnya: harus memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.Apabila tidak memberitahukan dianggap memilih untuk menyelengarakan pembukuan WP yang menggunakan NPPB wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya. Apabila dalam penyelengaraan pembukuan/pencatatan mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan neto yang sebenarnya tidak diketahui, maka peredaran bruto WP yang bersangkutan dihitung dengan cara lain yang diatur dalam Peraturan menteri Keuangan dan penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto. Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas peredaran bruto sesuai perkembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat.

15. Norma perhitungan khusus penghasilan neto (pasal 15)Untuk menghitung besarnya PKP bagi golongan WP tertentu, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak, Menteri Keuangan (MK) diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus guna menghitung kesukaran besarnya penghasilan neto dari WP tertentu.

Bab IV Cara Menghitung Pajak16. Dasar pengenaan Tarif (pasal 16) PKP (Penghasil Kena Pajak) merupakan dasar perhitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Bagi WPDN yang menyelenggarakan pembukuan, PKP dihitung dengan cara perhitungan biasa (penghasilan biaya yang diperkenankan PTKP) Bagi WPDN orang pribadi dan badan yang tidak menyelenggarakan pembukuan, dengan memberitahukan kepada Dirjen Pajak, pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Perhitungan (tarifnya akan ditentukan oleh Dirjen Pajak, misalnya 20%. Maka perhitungan pajaknya, 20% x jumlah penghasilan).(bagi WP orang pribadi yang menggunakan Norma Perhitungan, dikurangi dengan PTKP) Bagi WPLN BUT, cara perhitungan PKPnya sama dengan WPDN Badan, yaitu dengan wajib menyelenggarakan pembukaan dan dihitung dengan cara perhitungan biasa. Bagi WPDN yang terutang pajak hanya dalam sebagian tahun pajak (kurang dari 12 bulan), maka PKPnya dihitung dalam bagian tahun pajak tersebut yang disetahunkan. (misalnya hanya dalam 3 bulan. Berarti penghasilannya disetahunkan, 12/3 x jumlah penghasilan)

17. Tarif Pajak (pasal 17) Bagi WPDN Orang Pribadi, tarif progresif

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak

Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,0015%

> Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,0025%

> Rp500.000.000,0030%

Bagi WPDN Badan dan BUT = 25% (sejak tahun 2010) WPDN yang berbentuk PT yang paling sedikit 40% dari jumlah seluruh saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persayaratan tertentu, dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah dari 25% Penghasilan dividen bagi WPDN orang pribadi = paling tinggi 10% (final) Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah PKP dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Jumlah pajak terutang WPDN orang pribadi yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak, dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak dibagi 360hari dikalikan jumlah pajak terutangnya.Tiap bulan dihitung 30hari.

18. Perbandingan Hutang dan Modal/debt to equity ratio (pasal 18)

19. Revaluasi Aktiva (pasal 19) Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi keetidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga. Atas selisih revaluasi, diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak melebih tarif pajak pasal17.

Bab V Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan20. Melalui Potong-Pungut Pajak Oleh Pihak Lain (pasal 20) Agar pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan mendekati jumlah pajak yang akan terutang, maka pelaksanaannya dilakukan melalui:a) Pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan dalam pasal 21, pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha dalam pasal 22, dan pemotongan pajak atas penghasilan dari modal, jasa, dan kegiatan dalam pasal 23b) Pembayaran oleh WP sendiri dalam pasal 25 Pelunasan pajak ini dilakukan setiap bulan/masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Untuk pelunasan pajak pasa masa lain, misalnya pada saat dilakukannya transaksi (PPN), saat diterimanya penghasilan (buruh upah harian/mingguan). Pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak, yang nantinya oleh diperhitungkan dengan cara mengkreditkan terhadap PPhyang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Kecuali, pada penghasilan yang bersifat final.

21. Pemotongan PPh WPOP DN (pasal 21) Yang wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima oleh WPDN orang pribadi adalaha) Pemberi kerja, sehubungan dgn pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/bukan pegawaib) Bendaharawan pemerintah, sehubungan dengan pkerjaan, jasa, atau kegiatanc) Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiund) Badan yang membayar honorarium sehubungan dengan imbalan/jasa, termasuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebase) Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak ini adalaha) Kantor perwakilan negara asingb) Organisasi-organisasi yang dimaksud dalam pasal 3c) Pemberi kerja yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebasd) Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan tersebut, organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak Bagi pegawai tetap: penghasilan/pensiunan yang dipotong pajak setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setalah dikurangi biaya jabatan, atau biaya pensiun (besarnya ditentunkan oleh Menteri Keuangan), iuran pensiun, dan PTKP Bagi pegawai tidak tetap (harian, mingguan): penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Tarif pemotongan penghasilan: tarif PPh pasal 17 (tarif progresif) Apabila WP tidak memiliki NPWP, maka besarnya tarif akan lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukan NPWP

22. Melalui Potong-Pungut Oleh Pihak Lain Yang Ditetapkan Menteri Keuangan (pasal 22)23. Atas penghasilan yang diterima WPDN dan BUT (pasal 23)24. Kredit Pajak Luar Negeri (pasal 24)25. Angsuran Pajak (pasal 25)26. Atas Penghasilan yang Diterima WPLN (pasal 26)

Bab VI Perhitungan Pajak Pada Akhir Tahun27. Pajak Yang Terutang Dikurangi dengan Kredit Pajak (pasal 28)28. Pajak Yang Terutang Lebih Kecil dari Jumlah Kredit Pajak (pasal 28A)29. Pajak Yang Terutang Lebih Besar dari Jumlah Kredit Pajak (pasal 29)

Bab VII Ketentuan Lain-lain30. Penanaman Modal (pasal 31A)

31. Penerimaan Negara (pasal 31C)Penerimaan negara dari PPh OPDN dan PPh21 yang dipotong oleh pemberi kerja dibagi dengan imbalan 80% untuk pemerintah pusat, dan 20% untuk pemerintah daerah tempat WP terdaftar.

32. Bidang Usaha yang Diatur dengan Peraturan Pemerintah (pasal 31D)Bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, panas bumi, pertambangan umum termasuk batubara, dan berbasis syariah, ketentuan perpajakannya diatur dalam Peraturan Pemerintah

33. Fasilitas Pajak (pasal 31E)

Pertemuan V : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)1. Dasar HukumDasar hukum yang digunakan adalah UU No.42 Tahun 2009

2. Karakteristik PPN dan PPnBM, yaitua) Pajak tidak langsung, atau dapat dialihkanb) Yang memikul pajak adalah yang mengonsumsic) Tarif yang digunakan: Flat Rate, atau 1tarifd) PPN bukan berasal dari harga juale) Dikenakan diatas jalur produksi dan distribusif) PPN tidak menambah hargag) Dikenakan dari nilai tambahh) Pajak atas konsumsi dalam negerii) Pajak Objektif

3. Syarat kumulatif yang harus dipenuhi secara keseluruhan, yaitua) Yang menyerahkan harus PKPb) Barang yang diserahkan adalah Barang/Jasa Kena Pajakc) Faktur pajak sebagai bukti pungutand) Barang/Jasa Kena Pajak diserahkan didalam daerah pabean.

Bab 1 Ketentuan Umum4. Pengertiana) Daerah Pabean adalah daerah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan.b) Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak.c) Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP kerena perolehan barang/jasa kena pajak.>> saat melakukan pembeliand) Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak.>> saat melakukan penjualane) Penyerahan Barang Kena Pajakf) Dalam hal Harga Jual/Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harganya dihitung atas dasar harga pasa wajar pada saat penyerahan Barang/Jasa kena Pajak.Hubungan istimewa dianggap ada, apabila: Pengusaha mempunyai penyertaan sebesar 25% atau lebih pada pengusaha lain, atau Pengusaha menguasai pengusaha lainnya, atau Terdapat hubungan keluarga baik sedarah/semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat.

Bab II Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak5. Kewajiban Melaporkan Usaha dan Kewajiban Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak yang Terutang (pasal 3A) Pengusaha yang melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak diwajibkan untuk: Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP Memungut pajak yang terutang Menyetor PPN yang masih harus dibayar Melaporkan perhitungan pajak Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak

6. Objek Pajak PPNYang termasuk objek pajak pertambahan nilai adalah:1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha2. Impor Barang Kena PajakPemungutan dilakukan melalui DirJen Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean dalam rangka melakukan kegiatan usaha maupun tidak, tetap dikenakan pajak.3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh PengusahaPenyerahan Jasa Kena Pajak ini termasuk penyerahan jasa kena pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (hak paten, hak cipta, merek dagang, waralaba) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Contoh Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah perolehan hak dalam menggunakan merk dari pengusaha lain di luar daerah pabean5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di dalam Daerah Pabean Jasa yang berasal dari luar daerah pabean, dimanfaatkan oleh siapapun yang berada di dalam daerah pabean. 6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena PajakPengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak oleh Menteri Keuangan7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena PajakPengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak oleh Menteri Keuangan.Yang dimaksud dengan barang kena pajak tidak berwujud adalah:a. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnyab. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiahc. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersiald. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak yang telah disebutkan pada poin a,b,c, yang berupa: penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara, atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serta optic, atau teknologi yang serupa penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran radio ynag disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optic, atau teknologi yang serupa penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum radio komunikasie. penggunaan atau hak menggunakan film gamber hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televise, atau pita suara untuk siaran radiof. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnnya sebagaimana tersebut diatas8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh pengusaha kena pajakPenyerahan ekspor Jasa Kena Pajak ini termasuk penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam daerah pabean dari luar daerah pabean oleh pengusaha kena pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor barang kena pajak berwujud atas dasar pesanaan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar daerah pabean9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain

7. Bukan Objek Pajak PPN- BarangJenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah;a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.Contonya: minyak mentah, gas bumi (tidak termasuk gas elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat), panas bumi, asbes, bijih besi, dll.b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.Contohnya: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging yang telah diolah (proses disembelih, dikemas atau tidak , digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan, direbus)c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau cateringd. Uang, emas batangan, dan surat berharga- JasaJenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah;a. Jasa pelayanan kesehatanb. Jasa pelayanan sosialc. Jasa pengiriman surat dengan prangkod. Jasa keuangane. Jasa asuransif. Jasa keagamaang. Jasa pendidikanh. Jasa keseniaan dan hiburani. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklanj. Jasa angkutan umum di darat, air, udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negerik. Jasa tenaga kerjal. Jasa perhotelanm. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umumn. Jasa penyediaan tempat parkiro. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logamp. Jasa pengiriman uang dengan wesel posq. Jasa boga atau katering

8. Objek Pajak PPnBM Yang termasuk objek pajak PPnBM adalah Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha/pekerjaannya Import barang kena pajak yang tergolong mewah Note: Pertimbangan ada penjualan barang mewah ini adalaha) Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggib) Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah tersebutc) Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecild) Perlu untuk mengamankan penerimaan negara Yang dimaksud Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalaha) Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokokb) Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentuc) Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggid) Barang yang dikonsumsi untuk menunjukan status Pengertian dari kata menghasilkan, adalah kegiatan: merakit, memasak, mencampur, mengemas, membotolkan. Pajak Masukan tidak dikenal pada PPnBM. Prinsip pemungutannya hanya 1 kali saja, yaitu pada saat: Penyerahan oleh pabrikan/produsen BKP yang tergolong mewah, atau Impor BKP yang tergolong mewah

9. Retur Penjualan (pasal 5A) Atas penyerahan BKP yang dikembalikan, dapat dikurangkan dari PPN/PPnBM terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut. Atas penyerahan JKP yang dibatalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari PPN yang terutang dalam masa pajak terjadi pembatalan tersebut. Ketentuan mengenai tata cara pengurangan pajak diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

10. Tarif Pajak PPN (pasal 7)1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% diterapkan atas: Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Ekspor Jasa Kena Pajak 3) Tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%, dimana perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah

11. Tarif Pajak PPnBM (pasal 8) Tarif PPnBM = paling rendah 10% dan paling tinggi 200% Ekspor BKP yang tergolong mewah = 0% Ketentuan mengenai kelompok BKP yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM dengan tarif diatur dalam Peraturan Pemerintah Ketentuan mengenai jenis BKP yang dikenai PPnBM diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

12. Perhitungan PPN (pasal 8A) PPN terutang = Tarif (pasal 7) x Dasar pengenaan Pajak Dasar pengenaan pajaknya adalah: Harga Jual (Barang) Pergantian (Jasa)Merupakan taksiran biaya untuk mengganti biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan profesi, keterampilan, dan pengalaam yang memberikan kegiatan pelayanan dalam arti luas jasa tersebut Nilai ImporPenentuan nilai impor BKP didasarkan pada undang-undang Pabean yang menggunakan Dasar Pengenaan Bea Masuk, yaitu, cost (harga faktur), insurance (biaya asuransi antar-daerah Pabean), dan freight (ongkos angkut atau pengapalan antar-daerah Pabean), atau disingkat CIF.Rumus menghitung nilai impor adalahNilai Impor = CIF + Bea Masuk + Pungutan Lain yang Sah Nilai Ekspor Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajakContohnya konsinyasi DPP yang berupa nilai lain diatur berdasarkan Peraturan menteri Keuangan

13. Mekanisme Pengkreditan PPN (pasal 9)

14. Perhitungan PPnBM (pasal 10) PPnBM terutang = tarif (pasal 8) x Dasar Pengenaan Pajak

Bab V Saat dan Tempat Terutang dan Laporan Perhitungan Pajak15. Saat Terutang Pajak (pasal 11) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a) Penyerahan Barang Kena Pajakb) Impor Barang Kena Pajakc) Penyerahan Barang Kena Pajakd) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabeane) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeanf) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujudg) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujudh) Ekspor Jasa Kena Pajak Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang/jasa kena pajak, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Dirjen pajak dapat enentukan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan.

16. Tempat Terutang Pajak (pasal 12) PKP orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau temapt kegiatan usaha; sedangkan PKP badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha. Apabila PKP memepunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar temapt tinggalnya, setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak, dan PKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dengan pemberitahuan secara tertulis dari PKP, Dirjen Pajak dapat menetapkan 1 atau lebih sebagai tempat pajak terutang. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP dimasukkan dan dipungut melalui Dirjen Bea dan Cukai. OP/Badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean, terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.

17. Faktur Pajak (pasal 13) PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap:a) Penyerahan BKPb) Penyerahan JKPc) Ekspor BKP Tidak Berwujudd) Ekspor JKP Faktur Pajak harus dibuat pada saat:a) Saat penyerahan BKP/JKPb) Saat penerimaan pembayaran, dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP/JKPc) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahp pekerjaand) Saat lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan PKP diperkenankan membuat 1(satu) faktur pajak yang meliputi semua penyerahan BKP/JKP yang terjadi selama 1(satu) bulan kalender kepada pembeli yang sama. Faktur ini disebut Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak Gabungan dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP/ JKP, meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya. Keterangan yang harus dimuat dalam Faktur Pajak:a) Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKPb) Nama, alamat, NPWP pembeli BKP/JKPc) Jenis barang/jasa, jumlah harga jual/penggantian, dan potongan hargad) PPN yang dipungute) PPnBM yang dipungutf) Kode, nomor seri, dan tangal pembuatan faktur pajakg) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Dirjen Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.Contohnya : SSP, kuitansi bayar telpon, rekening listrik, tiket pesawat udara Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan penggantian Faktur Pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.Formal: faktur pajak diisi dengan lengkap, jelas, dan benar, sesuai dengan keterangan yg tertera di dalamnyaMaterial: faktur pajak berisi keterangan sebenarnya mengenai penyerahan BKP/JKP

18. Larangan membuat Faktur Pajak (pasal 14) Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.Maksudnya untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya.

19. Penyetoran PPN (pasal 15A) Penyetoran PPN oleh PKP, harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Perpajakan Internasional