Top Banner
EKSPLORASI SPASIAL CENDAWAN TANAH PADA SEKITAR RHIZOSFER TANAMAN JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) DI KARANGASEM DAN BULELENG-BALI Ni Luth Desy Wulandari, Meitini W.Proborini, I Ketut Sundra Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Biologi Oleh HANI SURYANI 1101145027
55

MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Feb 02, 2023

Download

Documents

Teguh Ekosetio
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

EKSPLORASI SPASIAL CENDAWAN TANAH PADA SEKITARRHIZOSFER TANAMAN JAMBU METE (Anacardium

occidentale L.) DI KARANGASEM DAN BULELENG-BALI

Ni Luth Desy Wulandari, Meitini W.Proborini, IKetut Sundra

Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Seminar Pendidikan Biologi

Oleh

HANI SURYANI

1101145027

Page 2: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIJURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA2014

Page 3: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

ABSTRAK

Penelitian telah dilaksanakan yang bertujuanuntuk mengetahui total koloni, keanekaragaman,dantingkat penyebaran cendawan tanah yang terdapat padarizosfer perkebunan jambu mete(Anacardium occidentale L.)di Sukadana Karangasem dan Sendang Buleleng. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan(Oktober 2012 – Januari 2013). Sampel dari dua lokasiberbeda di Sukadana Karangasem dan Sendang Buleleng,masing-masing lokasi diambil dari 5 titik yang berbeda.Hasil data yang diidentifikasi jenis cendawan secaradeskripsi. Data total koloni yang dikuantifikasi denganrumus yang telah ditetapkan. Hasil penelitian teridentifikasi 11 jeniscendawan pada kedua lokasi yang berbeda yaitu :Aspergilus flavus, A. niger, A. parasiticus, Botrytis cinera,Cladosporium sphaeospermum, Fusarium sporotrichioides, P.brevicompactum, P. citrinum, P. chrysogenum, Rhizopus stolonifer,dan Synchephalastrum racemosum. Hasil perhitungan totalkoloni cendawan yang didapatkan di Sukadana Karangasemdengan total rata-rata adalah 33,6 x 103 – 35 x103CFU/g, sedangkan lokasi Sendang Buleleng 22,6 x 103 –37,6 x 103 CFU/g. Tingkat penyebaran cendawan diKarangasem adalah tergolong seragam (0,85) dan diBuleleng tergolong mengelompok (1,03).Kata kunci: Rhizosfer mete, keanekaragaman cendawan,Karangasem, Buleleng-Bali

[i]

Page 4: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

DAFTAR ISI

ABSTRAK........................................................................................................... iDAFTARISI....................................................................................................... iiBAB I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah........................................................................... 1

B. IdentifikasiMasalah................................................................................ 4

C. RumusanMasalah................................................................................... 4

D. PembatasanMasalah .............................................................................. 4

[ii]

Page 5: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

E. TujuanPenelitian..................................................................................... 5

F. HipotesisPenelitian................................................................................. 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian

Teori .............................................................................................6

1. Botani JambuMete....................................................................... 6

2. Peranan cendawan dan Fungsi dalamTanah................................ 8

B. Kerangkaberfikir...................................................................................... 10

BAB III. METODELOGI PENELITIANA. Waktu dan

Tempat.................................................................................... 12

B. Teknik pengambilansampel..................................................................... 12

C. Alat danBahan......................................................................................... 12

D. ProsedurPenelitian................................................................................... 13

E. Metodepenelitian..................................................................................... 14

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil Total Koloni

Cendawan.................................................................. 16

[iii]

Page 6: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

B. Hasil IdentifikasiCendawan.................................................................... 18

BAB V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan........................................

..................................................

..... 29B. Saran.............................................

..................................................

.......... 29DAFTAR PUSTAKA

[iv]

Page 7: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dapat mengambil manfaat dari tumbuh-

tumbuhan, karena Allah menciptakan alam dan isinya

semua mempunyai hikmah yang sangat besar dan semua

tidak ada yang sia-sia. Allah berfirman dalam Al-Qur’an

Surat As-Sajadah ayat 27 :“Dan apakah mereka tidak

memperhatikan, bahwasanya kami menghalaukan (awan yang

mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami

tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya

makan hewan ternak mereka sendiri. Maka apakah mereka

tidak memperhatikan?”.(Surat As-Sajadah : 27). Ayat ini

menjelaskan bahwa Allah Swt menciptakan hewan dan

tumbuhan untuk kepentingan manusia. Manusia tidak hanya

menikmati apa yang diciptakan Allah Swt , manusia juga

harus mempunyai kemauan untuk berfikir dan berusaha

dalam meningkatkan kualitas ciptaan-Nya dan

menggembangkan menjadi suatu ilmu pengetahuan.

[1]

Page 8: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Cendawan mempunyai peranan penting dalam

pembentukan tanah karena berbagai jenis cendawan dapat

melapukan daya lapuk yang kuat terhadap sisa-sisa

tanaman, jika cendawan sampai pada siklus hidupnya

yang terakhir maka bahan yang dikandungnya akan sangat

bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan bahan organik.

1

Cendawan tanah banyak memiliki peranan penting

dalam dekomposer tanah (Gandjar dkk., 2006). Kelompok

cendawan anggota ordo Peronosporales, Mucorales, dan

beberapa dari kelas Ascoycetes atau Deuteromycetes yang

bersifat saprofit ditanah. Menurut Dharmaputra dkk.,

1989 Cendawan di rizosfer berbentuk miselium,spora

(konidia), dan khlamidospora. Miselium berfungsi untuk

melakukan aktifitas metabolisme. Populasi cendawan di

rizosfer biasanya lebih banyak dan beragam dibandingkan

pada tanah bukan rizosfer(Lynch 1990; Carlile et

al.2001).

1 A.G. Kartasapoetra & Mul Mulyani Sutedjo.1991.PENGANTAR ILMUTANAH. Jakarta : Rineka Cipta. hlm 14

[2]

Page 9: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Menurut Novriani dan Madjid (2009) terjadinya

interaksi antara mikroorganisme dengan tanaman pada

rizosfer dapat bersifat simbiosa mutualisme, paratisme,

atau kompetisi. Interaksi tersebut dapat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman, baik interaksi yang menguntungkan

atau merugikan tanaman.

Interaksi antara mikroorganisme dengan tanaman

(baik yang menguntungkan maupun merugikan) akan

berkompetisi pada lingkungan tersebut disertai oleh

pengaruh faktor eksternal dan faktor internal. Kedua

faktor tersebut akan memberikan reaksi yang berbeda

terhadap tumbuhan tanaman. Menurut Darmawijaya(1990)

perbedaan tekstur tanah dapat berpengaruh terhadap

jumlah populasi dan keanekaragaman mikroorganisme

disekitarnya(cendawan dan bakteri) maupun

makroorganisme(fauna tanah). Perbedaan lokasi tersebut

sangat berkaitan dengan struktur tanah sehingga adanya

perbedaan pada kedua lokasi. Sampel tanah yang diambil

dari Buleleng mempunyai tekstur tanah lempung berdebu.

[3]

Page 10: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Tanah merupakan kumpulan benda alam di permukaan

bumi, yang dapat menompang pertumbuhan tanaman. Tekstur

tanah menunjukan perbandingan butir-butir pasir, debu

dan liat di dalam tanah.2

Menurut Hanafiah dkk.,(2005) tanah-tanah lempung

berdebu memiliki sifat tanah seperti berikut : tekstur

licin, membentuk butiran/menggumpal keras, mengkilat,

dan memiliki ruang pori yang berukuran kecil, sehingga

menyebabkan tanah-tanah tersebut pada waktu musim hujan

sangat liat dan pada waktu musim kemarau sangat keras.

Sampel tanah di Karangsem dengan kondisi tanah lempung

berpasir. Menurut Hanafiah dkk.,(2005) tanah-tanah

lempung berpasir memiliki sifat tanah seperti berikut:

Tekstur kasar, membentuk butiran yang agak keras tetapi

mudah hancur, tidak melekat, memiliki ruang pori yang

berukuran besar.

Perkebunan tanaman jambu mete merupakan

perkebunan tanaman konservasi untuk memperbaiki lahan

kritis. Karena tanaman jambu mete mempunyai sifat yang2 Sarwono Hardjowigeno. 1993. KLAFISIKASI TANAH DAN PEDOGENESIS. Bogor: Akademik Pressindo. hlm 4

[4]

Page 11: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

tahan kering dan dikembangkan sebagai bagian dari

tanaman reboisasi lahan-lahan kritis.3

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan

di atas, penulis ingin meneliti jenis-jenis cendawan

apa saja yang terdapat pada rizosfer perkebunan tanaman

jambu mete (Anacardium occidentale L.) pada kedua

lokasi tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Adanya faktor pengaruh terhadap jumlah populasi

dan keanekaragaman cendawan.

2. Keanekaragaman jenis dan tingkat penyebaran

cendawan yang ada di perkebunan tanaman jambu

mete.3 Gamal Nasir. 2012. Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Jambu Mete Tahun 2013. hlm 1

[5]

Page 12: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka

permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini

adalah :

1. Apa yang mempengaruhi jumlah populasi dan

keanekaragaman cendawan?

2. Bagaimana keanekaragaman jenis dan tingkat

penyebaran cendawan yang ada di perkebunan

tanaman jambu mete?

D. Pembatasan Masalah

Untuk lebih mempertajam permasalahan yang akan

dikaji di dalam penelitian ini, perlu adanya pembatasan

masalah, yaitu :

1. Penelitian ini difokuskan pada keanekaragaman

jenis dan tingkat penyebaran cendawan tanah yang

terdapat pada rizosfer perkebunan jambu mete

(Anacardium occidentale L.) di Sukadana Karangasem

dan Sendang Buleleng.

[6]

Page 13: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk

mengetahui total koloni, keanekaragaman,dan tingkat

penyebaran cendawan tanah yang terdapat pada rizosfer

perkebunan jambu mete ( Anacardium occidentale L.) di

Sukadana Karangasem dan Sendang Buleleng.

F. Hipotesis Penelitian

H0 : Keanekaragaman dan tingkat penyebaran cendawan

tanah pada rhizosfer tidak berpengaruh terhadap

faktor lingkungan.

Ha : Keanekaragaman dan tingkat penyebaran cendawan

tanah pada rhizosfer berpengaruh terhadap faktor

lingkungan.

[7]

Page 14: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Botani Jambu Mete

Jambu mete merupakan komoditi ekspor yang

banyak manfaatnya, keseluruhan dari jambu mete

bisa dimanfaatkan yaitu mulai dari akar, batang,

biji, daun dan buahnya. Biji mete dapat digoreng

menjadi makanan yang memiliki gizi tinggi, buah

mete dapat diolah menjadi beberapa macam bentuk

olahan seperti selai mete, anggur mete dan manisan

kering. Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci

perut, daun jambu mete yang masih muda dapat

[8]

Page 15: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

dimanfaatkan sebagai lalap sedangkan kulit kayu

jambu mete mengandung cairan berwarna coklat yang

berfungsi untuk bahan tinta atau bahan pewarna. 4

“Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara

dengan nama berbeda-beda (di Sumatera Barat:

jambu erang/jambu monye, di Lampung dijuluki

gayu, di daerah Jawa Barat dijuluki jambu mede,

di Jawa Tengah dan Jawa Timur diberi nama jambu

monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa, dan

di Sulawesi Utara disebut buah yaki.”5

Beberapa syarat tumbuh pada tanaman jambu mete :

a. Iklim

1) Tanaman jambu mete sangat menyukai sinar

matahari. Apabila tanaman jambu mete

4 Dewi Sulistyawati & Sri Mulyati. 2009. Uji Aktivitas Anti Jamur InfusaDaun Jambu Mete Terhadap Candida albicans. hlm 485 Jambu Mete. hlm 1. Di akses dihttp://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/jambu_mete.pdf padatanggal 04 April 2014.

[9]

Page 16: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

kekurangan sinar matahari, maka

produktivitasnya akan menurun atau tidak

akan berbuah bila dinaungi tanaman lain.

2) Suhu harian di sentra penghasil jambu mete

minimun antara 15-25 derajat C dan

maksimun antara 25-35 derajat C. Tanaman

ini akan tumbuh baik dan produktif bila

ditanam pada suhu harian rata-rata 27

derajat C.

3) Jambu mete paling cocok dibudidayakan di

daerah-daerah dengan kelembaban nisbi

antara 70-80%. Akan tetapi tanaman jambu

mete masih dapat bertoleransi pada tingkat

kelembaban 60-70%.

4) Daerah yang paling sesuai untuk budi daya

jambu mete ialah di daerah yang mempunyai

jumlah curah hujan antara 1.000-2.000

mm/tahun dengan 4-6 bulan kering (<60 mm).

b. Media Tanam

[10]

Page 17: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

1) Jenis tanah paling cocok untuk pertanaman

jambu mete adalah tanah berpasir, tanah

lempung berpasir, dan tanah ringan

berpasir.

2) Jambu mete paling cocok ditanam pada tanah

dengan pH antara 6,3 - 7,3, tetapi masih

sesuai pada pH antara 5,5 - 6,3.

c. Ketinggian Tempat

Di Indonesia tanaman jambu mete dapat

tumbuh di ketinggian tempat 1-1.200 m dpl.

Batas optimum ketinggian tempat hanya sampai

700 m dpl, kecuali untuk tujuan rehabilitasi

tanah kritis.

2. Peranan cendawan dan Fungsi dalam Tanah

a. Cendawan

Cendawan masih tergolong kedalam Devisi

Thallophyta, ada yang uniselluler, namun ada

juga yang tergolong multiselular. Tubuh

cendawan berbentuk seperti benang yang halus,

merupakan pipa yang panjang dan bercabang-

[11]

Page 18: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

cabang. Benang cendawan ini disebut “hype”.

Hype dapat bergumpalan menjadi satu dan

diberi nama mycelia.6

Cendawan dimanfaatkan dalam makanan,

ilmu kedokteran dan proses-proses industri.7

cendawan dapat bertahan dalam suhu minimum

antara 0o – 13oC dan maksimum dalam suhu 19 o

– 45oC . maka dapat diperkirakan.8

b. Kelas tekstur tanah

Tekstur tanah mempunyai perbandingan

butir-butir pasir (2mm,50μ), debu (50-2μ) dan

liat (<2μ¿. Penggolongan tersebut adalah

untuk tingkat klasifikasi famili tanah

kadang-kadang tanah digolongkan kedalam kelas

sebaran butir (particle size distribution)

seperti : berliat sangat halus, berliat

halus, berdebu halus, berdebu kasar,

6 Rismunandar.1984. TANAH DAN SELUK BELUKNYA BAGI PERTANIAN. Bandung: Sinar Baru. hlm 377 Siti SutarminTjitrosomo. 1983. BOTANI UMUM 4. Bandung : Angkasa. hlm 398 Rismunandar. loc. cit

[12]

Page 19: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

berlempung halus, berlempung kasar,

berlempung halus berlempung kasar, berpasir.9

c. Fungsi Cendawan dalam Tanah

Ada tiga golongan cendawan yang berada

didalam tanah yaitu:

1) Cendawan mycelia

Jenis cendawan ini termasuk golongan

Actinomyces contohnya yaitu Mucor (Mycorrhiza)

yang dapat membantu tanaman dalam

penghisapan zat-zat makanan dari dalam

tanah ( cendawan akar ).

2) Cendawan ragi

Jenis cendawan ini termasuk

golongan minoritas dalam tanah. Di atas

tanah banyak dimanfaatkan oleh manusia

dalam bentuk ragi untuk membuat tapai,

alkohol dan sebagainya.

3) Cendawan yang membentuk buah

9 Sarwono Harjowigeno. op. cit. hlm 21

[13]

Page 20: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Cendawan ini termasuk jenis

Basidiomyceta yang dapat membantu pohon-

pohon dalam menghisap zat-zat mineral dan

lainnya dari dalam tanah.10

B. Kerangka berfikir

10 Rismunandar. op. cit. hlm 38-39

[14]

Lempung berdebudi daerahBuleleng

Tanah PerkebunanJambu Mete

Lempung berpasirdi daerahKarangasem

Keanekaragamandan tingkatpenyebaran

cendawan tanah

Page 21: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Cendawan tanah yang terdapat pada rhizosfer

perkebunan jambu mete mempunyai keanekaragaman dan

tingkat jenis penyebaran. Peneliti memilih dua daerah

yang akan dijadikan perbandingan yaitu daerah

Buleleng dan Karangasem, kedua daerah ini memiliki

tekstur tanah yang berbeda yaitu pada perkebunan

jambu mete di daerah Buleleng mempunyai tekstur tanah

lempung berdebu sedangkan perkebunan jambu mete di

daerah Karangasem mempunyai tekstur tanah lempung

berpasir. Teknik pengambilan sampelnya yaitu dengan

menggunakan metode jelajah atau eksplorasi yaitu

menentukan titik-titik pengambilan sampel dengan cara

membuat pengundian yang ditentukan pada lima titik

pengambilan sampel. Perbedaan keanekaragaman dan

tingkat jenis penyebaran cendawan tanah pada

[15]

Dipengaruhi olehfaktor lingkungan

Page 22: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

rhizosfer perkebunan jambu mete di pengaruhi oleh

beberapa faktor lingkungan diantaranya ketersediaan

unsur hara (C, N, P, K), tekstur tanah, pH tanah

kelembaban, dan suhu menunjukan hasil yang berbeda

pada kedua lokasi tersebut.

[16]

Page 23: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Taksonomi Tumbuhan (Mikologi). Analisa tanah

dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Udayani. Penelitian ini

dilaksanakan selama empat bulan (Oktober 2012- Januari

2013)

B. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel pada metode jelajah atau

eksplorasi yaitu menentukan titik-titik pengambilan

sampel ( secara acak dengan cara membuat pengundian

yang ditentukan pada lima titik pengambilan sampel),

untuk menghubungkan titik satu dengan titik yang

lainnya diberikan jarak ± 200 meter. Sampel tanah

diambil pada rizosfer/area di sekeliling akar tanaman

mete dengan kedalaman 10-20 cm dengan menggunakan skop.

[17]

Page 24: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Sampel tanah dari lima tanaman mete dicampur(komposit)

dan diambil ± 100 gram, kemudian tiap-tiap titik

pengambilan sampel yang lainnya(sampai titik ke lima)

dilakukan dengan cara yang sama.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Tabung Reaksi

b. Cawan Petri

c. Jarum ose

d. Pipet

e. Vortex

f. Enkas (tempat inkubasi cendawan)

2. Bahan

a. Sampel tanah

b. Air steril

c. Medium PDA

d. Alkohol 95 %.

D. Prosedur Penelitian

Isolasi cendawan dilakukan dengan metode pour

plate (Pelczar dan Chan, 2006). Isolasi cendawan tanah

[18]

Page 25: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

dilakukan pada pengenceran 10-3. Pada pengenceran 10-1

botol yang telah terisi air steril sebanyak 90 ml

ditambah sampel tanah sebanyak 10 gram kemudian dikocok

hingga homogen, pengenceran 10-2 tabung reaksi yang

telah terisi air steril sebanyak 9 ml kemudian

ditambahkan 1 ml suspensi sampel tanah dari pengenceran

sebelumnya kemudian di vortex langkah ini dilakukan

sampai pengenceran 10-5 dari pengenceran tersebut

masing-masing dituang dalam cawan petri steril,

kemudian media PDA dituang ke dalam petri pada suhu 400

C dan cawan petri diputar hingga homogen, selanjutnya

dilakukan inkubasi di dalam enkas (tempat inkubasi

cendawan) selama 2 – 3 hari pada suhu ruang 25 – 270C.

Hifa yang tumbuh kemudian diamati dan dipindahkan ke

media baru (reisolasi), selanjutnya diidentifikasi,

pada penelitian ini dilakukannya tiga kali ulangan

(Proborini, 2002).

Total koloni cendawan yang tumbuh pada media PDA, akan

tampak warna awal yaitu berwarna putih, kemudian

diamati, dipilih yang dianggap memiliki ciri-ciri

[19]

Page 26: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

sperti cendawan. Dihitung total koloni dengan

menggunakan rumus. Rumus yang digunakan untuk

menghitung total koloni cendawan yaitu: Jumlah cendawan

= Jumlah koloni per cawan x1 Faktor_Pengenceran Dengan

satuan CFU (Colony Forming Units) (Kawuri dkk, 2007).

Untuk mengetahui penyebaran jenis-jenis

cendawan di rizosfer perkebunan jambu mete pada kedua

lokasi (Sukadana Karangasem dan Sendang Buleleng) dapat

digunakan seperti rumus pola penyebaran yang ada

dibawah ini :

Rumus

VM

=√∑ X2−¿¿¿¿¿¿

Keterangan : V = Varian

M = Mean/rata-rata individu

N = Jumlah spesies

X = Jumlah individu masingmasing spesies

(Odum, 1993).

E. Metode penelitian

[20]

Page 27: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

1. Pengambilan sampel pada metode jelajah atau

eksplorasi yaitu menentukan titik-titik

pengambilan sampel ( secara acak dengan cara

membuat pengundian yang ditentukan pada lima titik

pengambilan sampel).

2. Isolasi cendawan dilakukan dengan metode pour plate

(Pelczar dan Chan, 2006).

3. Untuk mengetahui penyebaran jenis-jenis cendawan

di rizosfer perkebunan jambu mete pada kedua

lokasi (Sukadana Karangasem dan Sendang Buleleng)

dapat digunakan seperti rumus pola penyebaran.

[21]

Page 28: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Total Koloni Cendawan

Hasil perhitungan total koloni di rizosfer

perkebunan jambu mete pada lokasi Karangasem adalah

antara 33,6 x 103 - 35 x 103 CFU/g, sedangkan lokasi

Buleleng 22,6 x 103 - 37,6 103CFU/g. Data selengkapnya

ditampilkan pada Tabel 3 di bawah ini :

Tabel 1.Total rata-rata koloni cendawan pada semuatitikpada kedua lokasi (Karangasem dan Buleleng)

Lokasi Sampel/Total Rata-rata Koloni

No Karangasem Total Buleleng Total

[22]

Page 29: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Koloni Koloni

1. KM1 35 x 103 BL1 35,3 x 103

2. KM2 33,3 x 103 BL2 22,6 x 103

3. KM3 34 x 103 BL3 34,3 x 103

4. KM4 32,6 x 103 BL4 36 x 103

5. KM5 34,3 x 103 BL5 37,6 x 103

Keterangan :KM1 = Karangasem titik 1 BL1 = Bulelelng titik 1KM2 = Karangasem titik 2 BL2 = Bulelelng titik 2KM3 = Karangasem titik 3 BL3 = Bulelelng titik 3KM4 = Karangasem titik 4 BL4 = Bulelelng titik 4KM 5 = Karangasem titik 5 BL5 = Bulelelng titik 5

Hasil penelitian menunjukan data tertinggi dan

terendah rata-rata total koloni cendawan yang tumbuh di

cawan petri pada masing-masing lokasi Karangasem dan

Buleleng dengan menggunakan pengenceran 103. Total

koloni cendawan tertinggi terdapat pada KM5 (lokasi

Karangasem titk 5) sebesar 34,3 x 103 CFU/g dan BL5

(lokasi Buleleng titk 5) sebesar 37,6 x 103 CFU/g.

Total cendawan terendah terdapat pada KM4

(lokasi Karangasem titik 4) yaitu 32,6 x 103 CFU/g dan

BL2 (lokasi Buleleng titik 2) yaitu 22,6 x 103 CFU/g

(Tabel 1). Tinggi dan rendahnya total koloni cendawan

[23]

Page 30: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

yang didapat pada lokasi Karangasem dan Buleleng,

disebabkan karena tidak meratanya penyebaran spora

cendawan pada saat pengambilan sampel tanah dimasing-

masing titik tersebut. Hasil pengamatan lapangan dan

hasil analisis tanah yang telah diujikan dapat

mempengaruhi total koloni cendawan yang didapatkan pada

kedua lokasi. Hal ini karena faktor lingkungan dan

ketersediaan unsur hara pada masing-masing titik yang

berperan terhadap pertumbuhan cendawan tersebut.

Menurut Tarigan (1988) pertumbuhan mikroba dipengaruhi

oleh lingkungan, baik faktor biotik maupun abiotik.

Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan mikroorganisme (khususnya cendawan tanah)

adalah ketersediaan nutrisi yang dapat menunjang

kehidupannya. Menurut Purwaningsih (2005) kesuburan

tanah dapat diprediksi dari jumlah populasi mikroba

yang hidup di dalamnya. Tingginya jumlah mikroba

merupakan pertanda tingginya tingkat kesuburan tanah,

karena mikroba berfungsi sebagai perombak senyawa

organik menjadi nutrien yang tersedia bagi tanaman, di

[24]

Page 31: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

dalam tanah terkandung cukup bahan organik dan senyawa

lainnya untuk pertumbuhan mikroba. Kelembaban tanah

berpengaruh pada aerasi, suhu dan reaksi di dalam

tanah.

B. Hasil Identifikasi Cendawan

Berdasarkan hasil identifikasi cendawan yang

ditemukan pada lokasi di Karangasem 9 spesies dan di

Buleleng 9 spesies, data selengkapnya dapat ditampilkan

pada table 2 di bawah ini:

Tabel 2.Jenis dan jumlah cendawan yang ditemukan pada kedualokasi

(Karangasem dan Buleleng)

[25]

Page 32: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Cendawan yang ditemukan pada kedua lokasi

(Sukadana Karangasem dan Sendang Buleleng) spesies yang

diperoleh adalah sebelas 11. Lokasi di Sukadana

Karangasem Sembilan 9 spesies dan lokasi Sendang

Buleleng Sembilan 9 spesies, tetapi yang dapat

membedakan kedua lokasi tersebut adalah spesies dari

cendawannya (lokasi Karangasem terdapat Aspergilus flavus

dan Penicilium citrinum, sedangkan di Buleleng Aspergilus

parasiticus dan Fusarium sporotrichioides). Berdasarkan hasil

penelitian pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa terjadi

keanekaragaman jumlah dan jenis spesies di kedua lokasi

(Karangasem dan Buleleng). Keanekaragaman jenis dan

jumlah cendawan dipengaruhi oleh faktor

lingkungan di kawasan perkebunan jambu mete pada kedua

lokasi tersebut. Faktor

lingkungan yang mempengaruhi tersebut meliputi analisis

tanah yang telah diujikan seperti : ketersediaan unsur

hara (C, N, P, K), tekstur tanah, pH tanah kelembaban,

dan suhu menunjukan hasil yang berbeda pada kedua

lokasi tersebut.

[26]

Page 33: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Berdasarkan hasil analisis tanah pada kedua

lokasi, ketersediaan unsur hara (C, N, P, dan K) dapat

pula mempengaruhi keberadaan mikroorganisme (cendawan

tanah). Hal ini karena beberapa mikroorganisme memiliki

peranan penting di dalam tanah untuk penyediaan maupun

penyerapan unsur hara bagi tanaman.

Tiga unsur hara penting bagi tanaman, yaitu

Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) seluruhnya

melibatkan aktivitas mikroba. Menurut Wahyuaskari

(2010) unsur hara N tersedia melimpah di udara ± 74%,

tetapi N di udara tidak dapat langsung dimanfaatkan

tanaman. Unsur N harus ditambat atau difiksasi oleh

mikroba dan diubah bentuknya menjadi ketertersediaan

bagi tanaman, salah satunya amoniak (NH3) menjadi

nitrat (HNO3). Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis

(Rhizobium sp.) dan ada pula nonsimbiosis (hidup bebas)

(Pseudomonas sp.). Mikroba tanah lain yang berperan di

dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut

fosfat (P) (Aspergilus sp. dan Penicilium sp.) dan kalium

(K). Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P,

[27]

Page 34: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam

penyerapan unsur hara.

Menurut Jeger (2001) populasi mikrorganisme

baik yang bersifat antagonis, patogen, maupun saprofit

dapat menambah keanekaragaman spesies di dalam tanah.

Menurut Barker and Weeks (1991) selain faktor-faktor

tersebut perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan

perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi cendawan.

Tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay)

biasanya mengandung jumlah mikroorganismenya lebih

sedikit dibandingkan kondisi tanah dengan tekstur

berpasir. Ditemukan pada kedua lokasi penelitian yaitu

genus Aspergilus diantaranya A. niger, A. flavus, dan A.

parasiticus. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2

cendawan Aspergilus flavus hanya ditemukan pada lokasi

Karangasem yaitu dengan total (20 koloni), sedangkan

pada lokasi Buleleng tidak ditemukan cendawan Aspergilus

flavus, tetapi pada lokasi Sendang Buleleng ditemukan

cendawan Aspergilus parasiticus dengan jumlah (3 koloni). Hal

[28]

Page 35: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

ini karena A. Flavus lebih mampu berkompetisi pada

lingkungan yang lebih ekstrim (berdasarkan hasil

analisis tanah) yaitu di Sukadana Karangasem

dibandingkan di

Sendang Buleleng, sebaliknya cendawan Aspergilus parasiticus

yang lebih mampu berkompetisi di Sendang Buleleng.

Menurut Scheidegger dan Payne (2003) Aspergillus

flavus merupakan cendawan saprofit di tanah, pada umumnya

memiliki peranan penting sebagai pendaur ulang nutrisi

yang terdapat dalam sisa-sisa tumbuhan maupun binatang.

Menurut Hedayati et al. (2007) Aspergillus flavus tersebar

luas, karena produksi konidianya yang dapat tersebar

melalui udara dan melalui serangga, selain itu

pertumbuhannya dipengaruhi oleh kadar air, oksigen, dan

ketersediaan unsur hara. Menurut Rukmana dkk., (1997)

cendawan Aspergillus parasiticus merupakan cendawan yang

dapat merusak bahkan merugikan tanaman. Menurut Abbas

(2005) cendawan yang termasuk dalam genus Aspergillus

sangat dikenal

[29]

Page 36: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

karena peranannya sebagai patogen pada tanaman dan

kemampuannya untuk menghasilkan aflatoksin pada tanaman

yang terinfeksi.

Cendawan Aspergilus niger di temukan lebih banyak

pada kedua lokasi (khususnya jumlah lebih banyak

terdapat pada lokasi Sendang Buleleng). Banyaknya

cendawan ini ditemukan di lokasi Sendang Buleleng,

karenacendawan ini lebih mampu berkompetisi di

lingkungan tersebut. Hasil analisis tanah di Buleleng

menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan di

Karangasem, hal ini juga dapat mempengaruhi dominasi

cendawan ini lebih banyak di lokasi Buleleng. Menurut

Syarief dkk., (2003) kompetisi yang dilakukan oleh

cendawan ini yaitu dengan cara mengeluarkan metabolit

sekunder yang bisa menghambat pertumbuhan cendawan

lainnya, sehingga cendawan ini dapat mengabsorbsi

nutrisi yang lebih banyak, dan menyebabkan

pertumbuhannya lebih cepat. Menurut Waty (2012)

ketersediaan unsur hara C, N, dan K yang rendah, tetapi

Aspergilus niger mampu hidup dikarenakan cendawan ini mampu

[30]

Page 37: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

melarutkan posfat sebagai sumber nutrisi bagi cendawan

ini dan tanaman. Menurut Pitt and Hocking

(2006)cendawan yang termasuk dalam genus Aspergillus

memerlukan temperatur yang lebih tinggi (450C), tetapi

mampu beradaptasi pada aw (activity water (0,8 aw) yang

lebih rendah, sehingga mampu berkembang lebih cepat

dibandingkan dengan Penicillium. Berdasarkan hasil

penelitian pada Tabel 2 cendawan Botrytis cinera ditemukan

pada kedua lokasi yaitu di Karangasem yaitu dengan

total (31 koloni), dan di Buleleng (11 koloni).

Perbedaan jumlah cendawan ini yang ditemukan

pada kedua lokasi dapat disebabkan karena perbedaan

lokasi yang meliputi perbedaan lingkungan, ketersediaan

unsur hara (C, N, P, K), dan dapat disebabkan pada saat

sampling di lokasi Karangasem spora cendawan ini lebih

banyak dari pada di Buleleng.

Menurut Williamson dkk., (2007) secara umum

cendawan Botrytis cinera dapat menyebabkan penyakit Grey mold

pada tanaman. Bagian tanaman yang terkena cendawan ini

akan menjadi nekrosis dan berubah warna dari

[31]

Page 38: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

kecokelatan hingga kehitaman. Berdasarkan hasil

penelitian pada Tabel 2 cendawan Cladosporium

sphaeospermum ditemukan pada kedua lokasi yaitu pada

lokasi Karangasem dengan total (6 koloni), sedangkan di

Buleleng (8 koloni). Hal ini karena meratanya

penyebaran spora cendawan ini di tanah pada kedua

lokasi tersebut dan cendawaan ini bersifat kosmopolit.

Menurut Gandjar (1999) spesies ini memiliki sebaran

luas dan berperan sebagai penyerangan sekunder pada

semua tanaman. Spesies ini telah diisolasi dari tanah,

udara, dan biji-bijian. Cendawan Fusarium sporotrichioides

hanya ditemukan pada lokasi di Sendang Buleleng dengan

total (2 koloni), sedangkan di lokasi Sukadana

Karangasem tidak ditemukan. Tidak ditemukannya cendawan

ini di Sukadana Karangasem, dapat disebabkan karena

sporanya tidak tersebar, kemungkinan cendawan ini tidak

mampu berkompotisi pada lingkungan yang lebih ekstrim,

serta ketersediaan unsur hara dan keadaan lingkungan di

Sukadana Karangasem. Berdasarkan hasil analisis tanah

menunjukan bahwa kadar air di Karangasem sangat rendah

[32]

Page 39: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

dibandingakn di Buleleng, sehingga pada lokasi ini

tidak ditemukan cendawan ini.

Berdasarkan hasil analisis tanah berkaitan

dengan keberadaan cendawan Fusarium sporotrichioides pada

lokasi Buleleng, karena kadar air di lokasi ini lebih

banyak dibandingkan di Karangasem, sehingga cendawan

ini mampu menyerap air melalui berkas pengangkut

(xylem) dari tanaman mete yang dapat menunjang

kehidupannya, diketahui bahwa cendawan ini dapat

menyebabkan penyakit layu pada tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2

cendawan dari genus Penicilium ditemukan pada kedua

lokasi yaitu di Sukadana Karangasem dan di Sendang

Buleleng diantaranya Penicilium brevicompactum, P. citrinum,

P. chrysogenum. Penicilium brevicompactum ditemukan pada

kedua lokasi yaitu pada lokasi Karangasem (17 koloni)

dan di Sendang Buleleng (32 koloni), hal ini karena

penyebaran spora cendawan ini lebih banyak terdapat di

Buleleng dibangdingkan di Karangasem. Cendawan ini

bersifat kosmopolit yang tersebar luas di kedua lokasi

[33]

Page 40: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

tersebut. Menurut Scott et al., (2007) cendawan ini

umumnya dapat diisolasi dari debu. Keberadan spesies

ini pada kedua lokasi, karena dapat terkontaminasi dari

debu maupun tanah, mampu mendegradasi serat selulose,

dan material lain yang kaya akan selulose. Cendawan ini

dapat memproduksi mikotoksin (Mycophenolic Acid (MPA) yang

digunakan sebagai immunosuppressive. Berdasarkan hasil

penelitian pada Tabel 2 cendawan Penicilium citrinum hanya

ditemukan pada lokasi Karangasem (29 koloni) sedangkan

pada lokasi di Buleleng tidak ditemukan, hal ini karena

P. citrinum mempunyai kemampuan berkompetisi pada

lingkungan yang lebih ekstrim (di Karangasem

dibandingkan di Buleleng), selain itu penyebaran spora

spesies ini sedikit, sehingga pada saat sampling

kemungkinan sporanya tidak ikut terambil.

Menurut Cayanto (2010) P.citrinum merupakan

mirkoorganisme yang mempunyai pertumbuhan relatif

cepat, serta mempunyai kemampuan menekan mikroorganisme

lain (berkompetisi). Berdasarkan penelitian pada Tabel

2 cendawan Penicilium chrysogenum ditemukan pada kedua

[34]

Page 41: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

lokasi yaitu di Sukadana Karangasem (5 koloni) dan di

Sendang Buleleng (22 koloni), hal ini karena penyebaran

spora cendawan ini lebih banyak terdapat di Buleleng

dibangdingkan di Karangasem. Penyebaran spora cendawan

ini meliputi keadaan dilingkungan pada lokasi Buleleng

(berkaitan dengan hasil analisis tanah).

Cendawan ini bersifat ini mampu hidup di tempat

yang ekstrim dan bersifat kosmopolit (tersebar luas) di

kedua lokasi tersebut. Spesies ini ditemukan pada kedua

lokasi, karena mudah disiolasi dari rizosfer tanah,

serasah dedaunan, serta di lingkungan (di dalam ruangan

maupun di luar ruangan).

Menurut Gandjar dkk., (1999) genus Penicilium dapat

menyebabkan penyakit pada tanaman dan diketahui sebagai

penghasil metabolit sekunder telah digunakan dalam

beberapa produk komersial kimia, termasuk antibiotik.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2

cendawan Rhizopus stolonifer ditemukan pada kedua lokasi

Karangasem dengan total (15 koloni) dan Buleleng (42

koloni). Pada lokasi Buleleng total koloni cendawan ini

[35]

Page 42: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

sangat banyak ditemukan, kemungkinan penyebaran spora

ini sangat banyak dibandingkan pada lokasi Karangasem.

Menurut Gandjar dkk., (1999) spesies ini tersebar luas

di daerah tropis dan sub tropis, cendawan ini terdapat

dalam tanah yang mengandung

bahan organik, sehingga dapat mengalami proses

pelapukan. Menurut Alexander

(1976) Cendawan dari genus Rhizopus tergolong dalam

kelompok hemiselulotik dan selulotik, karena Rhizopus

dapat merombak lignin, lemak, selulosa, dan karbohidrat

yang terdapat pada bahan organik tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2

cendawan Synchephalastrum racemosum ditemukan pada kedua

lokasi di Sukadana Karangasem (8 koloni) dan di Sendang

Buleleng (6 koloni). Pada kedua lokasi ditemukannya

spesies ini karena dapat berkompetisi pada lingkungan

yang berbeda dan dapat disiolasi dari tanah. Menurut

Gandjar dkk., (1999) spesies ini bersifat saprofit,

banyak ditemukan di daerah tropis maupun subtropis,

yang mudah diisolasi dari tanah, dan serasah dedaunan.

[36]

Page 43: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Spesies ini memiliki suhu pertumbuhan 170 - 400C.

Menurut Hyakumachi and Kubota (2003) cendawan tanah

yang berada di rizosfer merupakan salah satu kelompok

mikroba yang telah dilaporkan dapat menginduksi

ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit, baik

penyakit terbawa tanah maupun penyakit terbawa udara.

Menurut Chanway (1997) keberadaan cendawan di

rizosfer tanah dapat membantu pertumbuhan tanaman

melalui berbagai mekanisme seperti: peningkatan

penyerapan nutrisi, sebagai kontrol biologi terhadap

serangan patogen, dan juga menghasilkan hormon

pertumbuhan bagi tanaman. Menurut Baker and Cook (1974)

secara alami tanah memiliki potensi mikroorganisme yang

mampu menekan perkembangan patogen dalam tanah.

Sebagian besar mikroorganisme antagonis tersebut

hidup sebagai saprofit. Kemampuan organisme dalam

beradaptasi terhadap berbagai keadaan lingkungan

merupakan potensi besar untuk digunakan sebagai agen

pengendali hayati. Menurut Waksman, (1952) keberadaan

mikroorganisme antagonis pada daerah rizosfer dapat

[37]

Page 44: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

menghambat persebaran dan infeksi akar oleh patogen,

keadaan ini disebut hambatan alamiah mikroba. Mikroba

antagonis sangat potensial dikembangkan sebagai agen

pengendalian hayati. Selain sebagai agen antagonis,

mikroorganisme tanah juga dapat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman dengan memproduksi senyawa-senyawa

stimulat pertumbuhan seperti auksin dan fitohormon.

Hasil perhitungan pola penyebaran pada keanekaragaman

jenis cendawan di Sukadana Karangasem mendapatkan hasil

(0,85), angka tersebut berarti penyebarannya seragam.

Menurut (Michael (1994) penyebaran teratur atau

seragam adalah jumlah spesies yang terdapat pada tempat

tertentu dalan komunitas. Penyebaran seragam terjadi

apabila ada persaingan yang keras, sehingga menimbulkan

kompotisi yang mendorong pembagian ruang hidup yang

sama. Hasil perhitungan pola penyebaran cendawan di

lokasi Sendang Buleleng

mendapatkan hasil (1,03). angka tersebut berarti

penyebarannya mengelompok.

[38]

Page 45: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Menurut Michael (1994) penyebaran secara

mengelompok merupakan pola yang sering ditemukan di

alam, karena beberapa spesies tertentu yang hidupnya

selalu ada dalam kelompok-kelompok untuk mencakup

kebutuhannya yang disebabkan oleh faktor lingkungan

tekstur tanah, ketersediaan unsur hara, pH, kelembaban,

dan ketersediaan air. Hasil penelitian pada penyebaran

cendawan di tanah baik secara seragam maupun

mengelompok, hal tersebut dapat disebabkan karena

pengaruh dari lingkungan pada kedua lokasi pengambilan

sampel.

Rao (1994) semua faktor lingkungan yang

mempengaruhi penyebaran mikroorganisme (cendawan) dalam

tanah. Banyaknya jumlah cendawan di dalam tanah

dipengaruhi oleh banyaknya kandungan bahan organik,

oksigen dan karbondioksida dalam atmosfer tanah pada

kedalaman yang berbeda-beda.

Menurut Isroi (2006) perbedaan pada kedua lokasi,

terutama dipengaruhi oleh tekstur tanah. Perbedaan

tekstur tanah pada kedua lokasi tersebut meliputi

[39]

Page 46: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

ketersediaan unsur hara yang terkandung di dalamnya,

sehingga dapat mempengaruhi kesuburan tanah. Kesuburan

tanah sangat berpengaruh terhadap keberadaan

mikroorganisme dalam tanah (khususnya cendawan tanah)

tergantung terhadap ketersediaan unsur-unsur yang dapat

dimanfaatkan untuk menunjang kehidupannya. Kesuburan

tanah sangat berpengaruh terhadap keberadaan

mikroorganisme pada tanah, karena dapat berperan untuk

menghancurkan limbah organik, fiksasi nitrogen,

pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, membantu

penyerapan unsur hara, dan hasil perombakan dari

mikroorganisme dalam tanah dapat dimanfaatkan oleh

tanaman.

[40]

Page 47: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Gambar 1. Penampilan koloni cendawan pada media PDAyang berhasil diisolasi dari sampel tanah perkebunan

jambu mete setelah diinkubasi selama 2-3 hari

[41]

Page 48: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Rata-rata total koloni cendawan di Sukadana

Karangasem adalah 32,6 x 103 CFU/g - 35 x 103

[42]

Page 49: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

CFU/g, sedangkan di Sendang Bulelelng 22,6 x 103

CFU/g - 37,6 x 10-3 CFU/g.

2. Cendawan yang teridentifikasi pada rizosfer mete

di kedua lokasi (Karangasem dan Buleleng) yaitu

sebanyak 11 spesies. Lokasi Sukadana Karangasem

terdapat sembilan 9 spesies yaitu Aspergilus niger, A.

flavus, Botrytis cinera, Cladosporium sphaeospermum, Penicilium

brevicompactum, P. citrinum, P. chrysogenum, Rhizopus stolonifer,

dan Synchephalastrum racemosum. Lokasi Sendang

Buleleng terdapat Sembilan 9 spesies yaitu Aspergilus

niger, A. parasiticus, Botrytis cinera, Cladosporium

sphaeospermum, Fusarium sporotrichoides, Penicilium

brevicompactum, Penicilium chrysogenum, Rhizopus stolonifer,

dan Synchephalastrum racemosum.

3. Tingkat penyebaran jenis-jenis cendawan di

Sukadana Karangasem adalah tergolong seragam

(0,85) dan di Sendang Buleleng tergolong

mengelompok (1,03).

B. Saran

[43]

Page 50: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

eksplorasi jenis-jenis cendawan tanah secara periodik,

sehingga dapat diketahui jenis cendawan apa yang lebih

dominan.

[44]

Page 51: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, H. K. 2005. Aflatoxin and Food Safety. CRC Press,Taylor & Francis Group: London.

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi 3 (tiga).Terjemahan oleh Munsir Busnia, Gadjah Mada Umniversity Press.Yogyakarta.

Altas Indonesia dan Dunia. 2007. Edisi 33. PustakaAgung Harapan. Surabaya.

Baker KF, RJ Cook. 1974. Biological Control of Plant Pathogens.WH. Freeman: San Francisco.

Barker, K.R. and W.W. Weeks. 1991. Relationships between soiland levels of Meloidogyne incognita and tobacco yield and quality. Journal ofNematology 23(1): 82-90 Cayanto, D. 2010. Uji Mikroba Aspergillusniger dan Penicillium citrinum Sebagai Mikroba Antagonis terhadapPatogen Embun Tepung (Podosphaera leucotricha) Tanaman Apel Secara in vitro. http://www.shvoong.com.

Chanway, C.P. (1997). Inoculation of Tree Roots withPlant Growth Promoting Bacteria: An Emerging technology for reforestation,ForestScience.

Darmawijaya,M. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Page 52: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Gandjar, Indrawati & Wellyzar Sjamsuridzal. 2006.Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Hanafiah. K. A., Iswandi A., A. Napoleon dan Nuni G.2005. Biologi Tanah Dan Limbah. Jakarta.

Hedayati, M. T., Pasqualotto, A. C., Warn, P. A.,Bowyer, P., Denning. D. W. 2007. Aspergillus flavus : human pathogen, allergen, andmycotoxin producer. Microbiology 153: 1677- 1692.

Hyakumachi, M and M Kubota. 2003. Fungi as plant growthpromoter and disease suppressor. Pp. 101- 110 In: FungalBiotechnology in Agricultural, Food and Environmental Application. Arora D. K. (ed)Marcel Dekker.

Isroi. S. 2006. Penelitian Mikroba. Balai PertanianBioteknology. Bogor. http://[email protected];Isroi@ Ipard.co [ 10April 2007] Jeger MJ. 2001. Biotic interaction and plant-pathogenassociation. In: Jeger MJ, Spence NJ. Biotic Interaction in Plant. PathogenAssociation. CABL publishing: New York (USA).

Kawuri, R., Y. Ramona., I.B.G Darmayasa. 2007. PenuntunPraktikum Mikrobiologi Umum Untuk Study Farmasi F MIPA UNUD.

Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPAUniversitas Udayana. Bukit- Jimbaran Laboratorium Ilmu Tanah. 2011. FakultasPertanian. UNUD.

Page 53: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Denpasar-Bali.

Michael, P. E., 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladangdan Laboratorium.Universitas Indonesia, Jakarta.

Novriani dan A. Madjid. 2009. Dasardasar Ilmu Tanah. ProspekPupuk Hayati Mikoriza. Bahan Kuliah Untuk Mahasiswa FakultasPertanian. Universitas Brawijaya Perss: Malang.

Odum, E.P, 1993. Dasar-dasar ekologi. Edisi ketiga. GadjahMada University Press.Yogyakarta.

Pitt, J. I., A. D. Hocking. 2006. Penicillium and relatedgenera. Di dalam: C. W. Blackburn (ed). Food Spoilage Microorganisms.Woodhead: CRC Press.

Proborini, M. W. 2002. Penuntun Praktikum Mikologi.Laboratorium Taksonomi Tumbuhan dan Mikologi Jurusan Biologi FakultasMatematika Dan Universitas Udayana . Bukit Jimbaran.

Purwaningsih, Sri. 2005. Isolasi, Enumerasi, dan KarakterisasiBakteri Rhizobium dari Tanah Kebun Biologi Wamena, Papua. Jurnal Biodiversitas.Vol.6(2)82- 84.

Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan PertumbuhanTanaman Edisi kedua Penerbit Universitas Indonesia, UI Press.Jakarta.

Rukmana, Rachmad dan Saputra. 1997. Penyakitpenyakittanaman Hortikultura

Page 54: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

dan Teknik Pengendalian. Kanisius :Yogyakarta.

Scheidegger ,K. A., Payne, G. A. 2003. Unlocking the secretsbehind secondary metabolism: a review of Aspergillus flavus from pathogenicity tofunctional genomics. Journal Toxicol. 22: 423 – 459.

Scott, J.A. Bess Wong, Richard C. Summerbell, and WendyA. Untereiner. 2007. A. survey of Penicillium brevicompactum and P. biolowiezensefrom indoor environments, with commentary on the taxonomy of theP.brevicompactum group1. Botany 86: 732-741Syarief, R., L. Egad an C.C Nurwitri. 2003. MikotoksinBahan Pangan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. : Depdiknas.Jakarta.

Wahyuaskari 2010. Habitat Mikroba Di Tanah Available http://wahyuaskari.wordpress.com/akademik/tanah-sebagai-habitat mikroorganisme/pengaruhmikroba- terhadap-pertumbuhantanaman/ Opened : 01.06.2013

Waksman SA. 1952. Soil Mikrobiology. John Willey & John:New York.

Waty. R. 2012. Potensi Aspergillus niger dan Penicillium spp.Sebagai Endosimbion Pelarut Fosfat Pada Akar Serealia (Skirpsi).Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Page 55: MAKALAH PENDIDIKAN SEMINAR BIOLOGI

Williamson B., B. Tudzynski, P. Tudzynski, J.A. Kan.2007 Botrytis cinerea: The Cause of Grey Mould disease. Mold Plant Pathol.

REFERENSI TAMBAHAN

Hardjowigeno,Sarwono. 1993. KLAFISIKASI TANAH DANPEDOGENESIS. Jakarta: Akademik Pressindo.

Kartasapoetra, A.G & Sutedjo,Mul Mulyani. 1991.PENGANTAR ILMU TANAH. Jakarta : Rineka Cipta.

Tjitrosomo, Siti Sutarmin. 1983. BOTANI UMUM 4. Bandung: Angkasa. Nasyir,Gamar.(Desember 2012). Pedoman Teknis PengembanganTanaman Jambu Mete. Diakses di

http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Pedoman%20Teknis%20Pengembangan%20Tanaman%20Jambu%20Mete.pdf pada 04 April 2014

Rismunandar.1984. TANAH DAN SELUK BELUKNYA BAGI PERTANIAN. Bandung: Sinar Baru.

Sulistyawati , Dewi & Mulyati, Sri. 2009. Uji Aktivitas AntiJamur Infusa Daun

Jambu Mete Terhadap Candida albicans. Diakses dihttp://himamia.mipa.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/08/21094751.pdf pada 15 Juli 2014

Jambu Mete. Di akses di http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/jambu_mete.pdf pada 04 April 2014