Yossie Firmansyah 102010328/ F2 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510 Pendahuluan Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas/ keutuhan tulang. Fraktur merupakan salah satu masalah kedaruratan yang harus segera ditangani. Berbagai musibah dan bencana alam yang terjadi di Indonesia menuntut kita untuk belajar dan mencari tahu lebih dalam tentang penanganan medis bagi para korban. Salah satu masalah yang sering dialami para korban adalah kasus patah tulang, selain luka-luka tentunya. Namun keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana menolong korban patah tulang, membuat kita hanya bisa terdiam karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Yossie Firmansyah
102010328/ F2
Mahasiswi
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas/ keutuhan tulang. Fraktur
merupakan salah satu masalah kedaruratan yang harus segera ditangani. Berbagai musibah
dan bencana alam yang terjadi di Indonesia menuntut kita untuk belajar dan mencari tahu
lebih dalam tentang penanganan medis bagi para korban.
Salah satu masalah yang sering dialami para korban adalah kasus patah tulang, selain luka-
luka tentunya. Namun keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana menolong korban patah
tulang, membuat kita hanya bisa terdiam karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Masalah-masalah fraktur yang banyak terjadi antara lain adalah fraktur pada kaki dan tangan.
Misalnya, pada bagian femur dan distal tangan.
Anamnesis
Penyakit sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi sebagai:
Nyeri (khususnya pada sendi)
Deformitas;
Pembengkakan
Mobilitas berkurang
Fungsi menurun (misalnya tak dapat berjalan)
Gambaran sistemik seperti ruam atau demam1
1. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis
transportasi yang digunakan, dan orang yang terdekat dengan klien.
2. Keluhan utama: keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gangguan
neurosensori.
3. Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada
neonates, bayi, prasekolah, remaja, dewasa, dan tua.
Adakah riwayat kelainan sendi atau tulang sebelumnya? Pernahkah pasien menjalani
operasi seperti penggantian sendi?
4. Obat-obatan. Tanyakan pada pasien mengenai analgesik, OAINS, kortikosteroid,
imunosupresan lain, penisilamin, emas, dan klorokuin.
5. Penyelidikan fungsional. Tanyakan secara khusus mengenai gambaran sistemik
penyakit seperti demam, penurunan berat badan, ruam.
Adakah penyakit genitourinarius atau saluran cerna (misalnya pada sindrom Reiter)?
6. Riwayat sosial. Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang terpapar
terus menerus dengan agent tertentu dalam pekerjaannya, status kesehatannya
dipengaruhi.
7. Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk
menentukan hubungan genetic yang perlu diidentifikasi (misalnya penyakit diabetes
mellitus merupakan predisposisi penyakit sendi degenerative; TBC, arthritis, riketsia,
osteomielitis, dll).
8. Riwayat diet (nutrisi). Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stress pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadinya
instabilitas ligament, khususnya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan
kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu
makan sehari-hari dan konsumsi vitamin A, D, kalsium, serta protein yang merupakan
zat untuk menjaga kondisi musculoskeletal.
9. Aktivitas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitasnya sehari-
hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang menimbulkan regangan otot dan
trauma lainnya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun.
Fraktur atau trauma dapat timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri
sendi tangan dapat timbul akibat olahrga tenis. Penakaian hak sepatu yang terlalu
tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi.
Perlu dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada
sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat, walker).
10. Riwayat kesehatan masa lalu. Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data
tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap musculoskeletal (jatuh,
infeksi, trauma dan fraktur), cara penanggulangan, dan penyakit (diabetes mellitus).
11. Riwayat kesehatan sekarang. Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma.
Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbul
untuk pertama kalinya atau berulang, lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan. Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem
lainnya. Kaji klien mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau mengunjungi
fasilitas kesehatan. keluhan utama pasien dengan gangguan musculoskeletal meliputi:
a. Nyeri. Identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah,
sendi, fasia, atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang menusuk
atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit
berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur
atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/
gerakan. Nyeri saat bengkak merupakan suatu tanda masalah persendian.
Tanyakan kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Inflamasi
pada bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah
nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.
b. Kekuatan sendi. Tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberpa kondisis seperti
spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa hari sekali. Bagaimana
dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya
meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasme otot.
c. Bengkak. Tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai
dengan nyeri, karena bangkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot.
Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan,
tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan
meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada panas
atau kemerahan karena tanda tersebut menujukkan adanya inflamasi, infeksi, atau
cedera.
d. Deformitas dan imobilitas. Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau
bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin membururk
dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien
menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll).
e. Perubahan sensori. Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurunnya rada atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri.
Penekanan pada saraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau fraktur
dapat menyebabkan menurunnya sensasi.2
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan kesadaran, keadaan integument (kulit dan kuku), kardiovaskular
(hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas/ kesemutan), keadaan
ekstremitas, dan hematologi.
Observasi/ temukan
Letak fraktur
Nyeri, nyeri tekan, edema
Kulit terbuka atau utuh
Warna dan suhu tubuh disekitar jaringan
Adanya denyutan distal pada daerah patah tulang
Kebas, kesemutan
Pendarahan, hematoma
Keterbatasan, keterbatasan mobilitas
Posisi ekstremitas abnormal
Tanda-tanda syok: hipotensi, takikardia3
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari kesalahan.
Jika mungkin, gunakan ruangan yang cukup luas sehingga pasien dapat bergerak bebas saat
pemeriksaan gerakan atau berjalan. Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk
mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan
kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Dasar pengkajian adalah perbandingan simetris bagian tubuh. kedalaman pengkajian
bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang
ditemukan. Pemeriksa harus melakukan eksplorasi lebih jauh. Hasil pemeriksaan fisik harus
didokumentasikan dengan cermat dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter yang
akan menentukan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengkajian skeletal tubuh
Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu:
1. Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit sendi.
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang.
3. Pemendekan ekstremitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara
anatomis.
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi, teraba
krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah tulang.
Periksa tangan
Lakukan inspeksi untuk mencari deformitas sendi, kelainan kuku, nyeri tekan sendi
(termasuk ‘menekan’ lembut di sekitar sendi MCP), dan pembengkakan.
Cari pengecilan otot (misalnya tonjolan tenar atau hipotenar) dan fasikulasi. Periksa
gerak: fleksi, ekstensi, aduksi, dan oposisi ibu jari. Periksa fleksi, ekstensi, aduksi, dan
abduksi jari tangan. Kepalkan tangan dan lakukan gerak mencubit. Periksa fungsi tangan
pasien (misalnya menulis dan mengancingkan pakaian).
Periksa pergelangan tangan
Lakukan inspeksi untuk mencari deformitas sendi, bengkakan, dan nyeri tekan. Periksa
gerak fleksi, ekstensi, deviasi ulnaris, dan deviasi radialis.
Periksa siku
Lakukan inspeksi untuk mencari deformitas. Periksa gerak fleksi, ekstensi, pronasi dan
sejenisnya.
Pengkajian sistem persendian
Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerakan sendi baik aktif
maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan.
Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan hal 202
Pemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer, yaitu busur derajat yang dirancang khusus
untuk evaluasi gerak sendi.
Penyebab deformitas sendi
1. Kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi)2. Dislokasi (lepasnya permukaan sendi)3. Subluksasi (lepasnya sebagian permukaan sendi)4. Disrupsi struktur sekitar sendi
1. Jika sendi diekstensi maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas gerakan ini
dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal,
patologik sendi, kontraktur otot dan tendon sekitarnya.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyerim harus diperiksa adanya
kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan, dan inflamasi. Tempat
yang paling sering terjadi efusi adalah pada lutut.
Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan member informasi mengenai
integritas sendi. Suara “gemelutu” dapat menunjukkan adanya ligament yang
tergelincir di antara tonjolan tulang.
Pengkajian sistem otot
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan dan
koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan
berbagai kondisi seoeru polineuropati, gangguan elektrolit, miastenia grafis, poliomyelitis,
dan distrofi otot.
Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitas rileks dan digerakkan secara pasif, tonus
otot akan terasa. Kekuatan otot dapat diukur dengan meminta pasien menggerakkan
ekstremitas dengan atau tanpa tahanan. Misalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien
meluruskan lengan sepenuhnya, kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan
oleh perawat.
Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat edema
atau pendarahan, penurunan ukuran akibat atrofi, dan dibandingkan ekstremitas yang sehat.
Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ekstremitas, pada lokasi yang sama, pada
posisi yang sama, dan otot dalam keadaan istirahat.
Kotak Gradasi ukuran kekuatan otot
0 zero Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis
1 trace Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada
gerakan
2 poor Dengan bentuan atau menyangga sendi dapat
melakukan gerakan sendi (range of motion,
ROM) secara penuh
3 fair Dapat melakukan gerakan sendi (ROM)
secara penuh dengan melawan gravitasi,
tetapi tidak dapat melawan tahanan
4 good Dapat melakukan gerakan sendi (ROM)
secara penuh dan dapat melawan tahanan
yang sedang.
5 normal Dapat melakukan gerakan sendi (ROM)
secara penuh dan dapat melawan gravitasi
dan tahanan
Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan hal 212
Pemeriksaan diagnostic/ penunjang
Rontgen untuk mengetahui lokasi dan luas cedera, CT scan, MRI, arteriogram,
pemindaian tulang, darah lengkap, kreatinin, dan pemeriksaan laboratorium lengkap untuk
persiapan operas.
Pemeriksaan laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
pendarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.
Uji Nilai Normal Dewasa Abnormalitas
Kalsium serum 8-10,5 mg/ dl atau 4,5-5,5
mg/l
Hiperkalsemia: metastase
kanker pada tulang, stadium
penyembuhan fraktur
Hipokalsemia: osteoporosis,
osteomalasia
fosfor 2,5-4,0 mg/ dl dalam serum Hiperfosfatemia: fase
penyembuhan fraktur, tumor
tulang, akromegali
Hipofosfatemia: osteomalasia
Alkalin fosfatase 30-90 IU/ I Meningakt: metastase kanker
pada tulang, osteomalasia,
oenyakit paget
Laju endap darah (LED) Westergen
Pria: 0-15 mm/ jam
Wanita: 0-20 mm/ jam
Meningkat: infeksi/
peradangan, karsinoma,
kerusakan pada sel
Wintrobe
Pria: 0-9 mm/ jam
Wanita: 0-15 mm/ jam
Enzim otot (creatine
phospokinase)
15-150 IU/ I Meningkat: trauma otot,
distrofi otot progesif, efek
elektromiografi
LDH (lactate dehidrogenase) 60-150 IU/ I Meningkat: nekrosis otot
skeletasl, karsinoma, distrofi
otot progesif
SGOT (serum glutamic
oxalotransminase)
10-50 mu/ ml Meningkat: trauma otot
skeletal, distrofi otot progesif
aldolase 1,3-8,2 U/ al Meningkat: poliomyelitis dan
dermatomiositis, distrofi otot
Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan hal 232
Pemeriksaan sinar-X
Pemeriksaan sinar-X penting untuk mengevaluasi kelainan musculoskeletal. Sinar-X
menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X
multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X
korteks tulamg dapat menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas.
Sinar-X sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan
struktur sendi. Pemeriksaan sinar-X tulang tidak memerlukan persiapan khusus bagi pasien.
Computed tomography (CT scan)
Prosedur ini menunjukkan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon. Pemeriksaan ini
digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya payah tulang di daerah yang sulit
dievaluasi, misalnya asetabulum. Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa zat kontras dan
berlangsung sekitar 1 jam.
Biopsy
Specimen pada biopsy tulang diambil secara mikroskopik. Ada dua teknik, yaitu
tertututp menggunakan jarum dan terbuka dengan insisi. Biopsy dilakukan untuk menentukan
struktur dan komposisi tulang, otot, sinovium untuk membantu menentukan penyakit tertentu.
Persiapan pasien meliputi pemberian penjelasan tentang prosedur yang digunakan.
Perawatan setelah pemeriksaan:
1. Observasi pendarahan dan edema. Jika terjadi pendarahan dan edema, beri kompres
es.
2. Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri atau tidak nyaman.
3. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.
4. Ganti balutan tiap hari, sekaligus observasi tanda infeksi.
Elektromiografi (EMG)
Pemeriksaan ini member informasi mengenai potensi listrik otot dan sarafnya. Tujuan
prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas fungsi unit. Pasien perlu dijelaskan
bahwa prosedur ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman karena jarum electrode masuk ke
otot.
Perawatan setelah pemeriksaan:
1. Beri kompres hangat, dapat membantu mengatasi rasa nyeri.
2. Jika terjadi hematoma pada bekas tusukan jarum, beri kompres dingin.
Atroskopi
Artroskopi merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan pandangan
langsung ke dalam sendi. Prosedur ini dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril dan
perlu injeksi anestesi local atau anestesi umum. Jarum dengan lubang besar dimasukkan dan
sendi diregangkan dengan memasukkan cairan salin. Artroskop kemudian dimasukkan.
Struktur sendi, sinovium, dan permukaan sendi dapat dilihat melalui artroskop. Setelah
prosedur dilakukan, luka ditutup dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan
untuk menghindari terjadinya pembengkakan. Jika perlu, kompres dengan es untuk
mengurangi edema dan rasa tidak nyaman. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi,
hemartrosis, tromboflebitis, bengkak sendi, dan penyembuhan luka yang lama.
Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI adalah teknik pencitraan khusus yang non-invasif, menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan computer untuk melihat abnormalitas berupa tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak, seperti otot, tendon, dan tulang rawan. Oleh karena yang digunakan
electromagnet, pasien yang mengenakan implant logm, brace, atau pacemaker tidak dapat
menjalani pemeriksaan ini.
Ultrasonografi (USG)
Prosedur USG dilakukan untuk mendeteksi gangguan pada jaringan lunak (adanya
massa, dll). Pemeriksaan USG menggunakan sistem gelombang suara yang menghasilkan
gambaran jaringan yang diperiksa.
Angiografi
Angiografi pemeriksaan struktur vascular. Arteriografi adalah pemeriksaan sistem
arteri. Suatu bahan kontras radiopaque diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan alirannya
difoto dengan sinar-X. prosedur ini sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri dan
untuk tingkat amputasi yang dilakukan.
Artrografi
Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat
struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkkan dalam kisaran pergerakannya
sambil diambil gambar sinar-X serial. Artrogram sangat berguna untuk mengidentifikasi
adanya robekan akut atau kronis kapsul sendi atau ligament penyangga lutut, bahu, tumit,
pinggul, dan pergelangan tangan. Jika terdapat robekan, bahan kontras akan mengalami
kebooran keluar dari sendi dan akan telihat melalui sinar-X. Setelah dilakukan artrogram,
sendi diimobilisasi selama 12-14 jam dan diberi balutan tekan elastic.
Artrosentesis (aspirasi sendi)
Prosedur ini dilakukan untuk memperoleh cairan synovial untuk keperluan
pemeriksaan atau untuk menghilangkan nyeri akibat efusi. Dengan menggunakan teknik
asepsis, dokter memasukkan jarum ke dalam sendi dan melakukan aspirasi cairan.
Selanjutnya, dipasang balutan steril setelah dilakukan aspirasi.
Normalnya, cairan synovial jernih, pucat berwarna sperti jerami, dan volumenya
sedikit. Cairan tersebut lalu diperiksa secara makroskopis mengenai volume, warna,
kejernihan, dan adanya bekuan musin. Selanjutnya, diperiksa secara mikroskopis untuk
memeriksa jumlah sel, mengidentigikasi sel , pewarnaan gram, dan elemen penyusunnya.
Pemeriksaan cairan synovial sangat berguna untuk mendiagnosis arthritis rheumatoid, atrofi,
inflamasi lain, dan adanya hemartrosis.1,2
Pengertian fraktur
Menurut definisi, fraktur adalah putusnya kesinambungan suatu tulang, umumnya
akibat trauma, tetapi faktor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap
kejadian fraktur. Trauma yang cukup untuk menyebabkan fraktura, hampir tak dapat
dielakkan menimbukan cedera jaringan lunak. Sehingga untuk penilaian fraktura akut dan
rehabilitasi setelah fraktura, maka diperlukan pengetahuan tentang komponen otot, vascular
dan neurologi cedera. Lebih lanjut, banyak fraktura akibat trauma hebat, serta evaluasi
neurologi, pernapasan, sirkulasi, abdomen dan genitourinarius sering merupakan komponen
perawatan lengkap.5
Fraktur adalah suatu patahan pada kontunuitas struktur tulang berupa retakan,
pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser. Fraktur
digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.4
Klasifikasi fraktur2,5
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan di sekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi:
a. Fraktur tertutup (closed/ simple), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, tidak merusak kulit di atasnya.
b. Fraktur terbuka (open/ compound/ kompleks/ komplikata) bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di
kulit, merusak kulit di atasnya. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat ( R.
Gustillo), yaitu:
Derajat I:
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
Derajat II:
Laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulse
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III
terbagi atas:
i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/ flap/ avulse atau fraktur segmental/ sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif.
iii. Luka pada pembuluh arteri/ saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan bentuk patahan tulang
a. Transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau
bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah
dikontrol dengan pembidaian gips.
b. Spiral
Fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas
atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak.
c. Oblik
Fraktur yang memiliki patahan arahanya miring dimana garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang.
d. Segmental
Faktur berdekaran pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada
yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah/
e. Kominuta
Fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan
dengan lebih dari dua fragmen tulang (fragmen multiple).
f. Greenstick
Fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap di mana korteks
tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum. Fraktur jenis ini sering
terjadi pada anak-anak di mana tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur
dapat berupa bengkokan tulang di satu sisi dan patahan korteks di sisi lainnya.
Tulang dapat juga melengkung tanpa disertai patahan yang nyata (fraktur
torus).
g. Fraktur Impaksi
Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada di
antaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. Fragmen-
fragmen saling tertekan satu sama lain, tanpa adanya garis fraktur yang jelas
(ada fragmen yang terpendam dalam substansi yang lain).
h. Fraktur Kompresi
Dimana tulang itu hancur, umumnya mengenai tulang vertebra.
i. Fraktur Depresi
Fraktur yang fragmen tulangnya terdorong ke dalam (tulang terngkorak dan
wajah).
j. Fraktur Fissura
Fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen
biasanya tetap ditempatnya setelah tindakan reduksi.
3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis6
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian
ini relative lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada
anak-anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis
juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas
olahrga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis
adalah klasifikasi fraktur menurut Salter—Harris:
Tipe I
- Fraktur melewati lempeng pertumbuhan tanpa termasuk metafisis atau epifisis
- Terjadi dengan cedera traumatic ringan, paling sering pada fibula distal
- Prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
Tipe II
- Fraktur meluas melalui sebagian lempeng pertumbuhan,termasuk metafisis.
- Terjadi sebagai akibat dari trauma berat seperti kecelakaan mobilm jatuh daru papan
luncur (radius distal dan humerus proksimal).
- Prognosis juga sangat baik dengan reduksi tertutup.
Tipe III
- Fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian secara
transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan.
- Terjadi selama trauma berat secara moderat (humerus)
- Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
Tipe IV
- Fraktur melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis.
- Terjadi sebagai alonat dari jatuh, kecelakaan papan perluncur atau sepeda.
- Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai risiko gangguan pertumbuhan lanjut
yang lebih besar (kerusakan serius).
Tipe V
- Lempeng pertumbuhan mengeras (cedera, remuk)
- insidens dari gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada gambar