BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar BelakangSekolah inklusi adalah sekolah yang
menggabungkan layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu
sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan
pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa
regular mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi
mereka sehingga baik siswa yang berkebutuhan khusus ataupun siswa
regular dapat bersama-sama mengembangkan potensi masing-masing dan
mampu hidup eksis dan harmonis dalam masyarakat.Dan di dalam
membangun sekolah inklusi kita juga harus memperhatikan berbagai
konsep mulai dari konsep manajemen sekolah hingga konsep
infrastruktur sekolah. Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah
perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah
hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik
personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang
tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.Manajemen
sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya
manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum
yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa,
kemampuan dan commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga
kependidikan yang handal, sarana-prasarana yang memadai untuk
mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji
staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang
tinggi. Bila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang
diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka
efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal.
2. TujuanTujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson
(Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190), terbagi menjadi 3 yakni bagi
anak berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi
masyarakat, lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Bagi anak berkebutuhan khususa.Anak akan merasa menjadi
bagian dari masyarakat pada umumnya.b.Anak akan memperoleh
bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh.c.Meningkatkan
harga diri anak.d.Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan
menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya.2. Bagi pihak
sekolaha.Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan
dalam satu kelas.b.Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang
memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda satu dengan
lainnya.c.Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain
dan rasa empati pada keterbatasan anak.d.Meningkatkan kemampuan
untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas
3. Bagi gurua.Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada
setiap anak dan mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga
memiliki kemampuanb.Menciptakan kepedulian bagi setiap guru
terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.c.Guru
akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam
pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan
masalah.d.Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
4. Bagi masyarakata.Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian
dalam masyarakat.b.Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan
mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses
demokrasi.c.Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan
antar anggota masyarakat.
BAB II PEMBAHASAN
A. MANAJEMEN SEKOLAH
a. Manajemen Komponen-Komponen Pendidikan
1. Manajemen KesiswaanPenerimaan siswa baru pada sekolah inklusi
hendaknya memberi kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa
untuk dapat diterima dan mengikuti pendidikan di sekolah inklusi
terdekat. Untuk tahap awal, agar memudahkan pengelolaan kelas,
seyogianya setiap kelas inklusi dibatasi tidak lebih dari 2 (dua)
jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya tidak lebih dari 5
(lima) anak.Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai
kegiatan kesiswaan agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat
berjalan lencar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang
diinginkan. Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain: (1)
Penerimaan Siswa Baru; (2) Program Bimbingan dan Penyuluhan; (3)
Pengelompokan Belajar Siswa; (4) Kehadiran Siswa; (5) Mutasi Siswa;
(6) Papan Statistik Siswa; (7) Buku Induk Siswa.
2. Manajemen KurikulumKurikulum mencakup kurikulum nasional dan
kurikulum muatan local. Kurikulum nasional merupakan standar
nasional yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Sedangkan kurikulum muatan local merupakan kurikulum yang
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang disusun
oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota.Kurikulum
yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak normal
(reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan
awal dan karakteristik siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan
cara: (1) Modifikasi alokasi waktu, (2) Modifikasi isi/materi, (3)
Modifikasi proses belajar-mengajar, (4) Modifikasi
sarana-prasarana, (5) Modifikasi lingkungan belajar, dan (6)
Modifikasi pengelolaan kelas. Manajemen Kurikulum (program
pengajaran) Sekolah Inklusi antara lain meliputi: (1) Modifikasi
kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik
siswa (anak luar biasa); (2) Menjabarkan kalender pendidikan; (3)
Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar; (4)
Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan
persiapan pelajaran; (5) Mengatur pelaksanaan penyusunan program
kurikuler dan ekstrakurikuler; (6) Mengatur pelaksanaan penilaian;
(7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas; (8) Membuat laporan
kemajuan belajar siswa; (9) Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan
pengajaran.
3. Manajemen Tenaga KependidikanTenaga kependidikan bertugas
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti,
mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis
dalam bidang pendidikan.Tenaga kependidikan di sekolah meliputi
Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan,
Laboran, dan Teknisi sumber belajar.Guru yang terlibat di sekolah
inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran (Pendidikan Agama
serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing
Khusus.Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1)
Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3)
Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan
mutasi; (4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian
tugas.
4. Manajemen Sarana-PrasaranaDi samping menggunakan
sarana-prasarana seperti halnya anak normal, anak luar biasa perlu
pula menggunakan sarana-prasarana khusus sesuai dengan jenis
kelainan dan kebutuhan anak.Manajemen sarana-prasarana sekolah
bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan
penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara
optimal pada kegiatan belajar-mengajar.
5. Manajemen Keuangan/DanaKomponen keuangan sekolah merupakan
komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan
belajar-mengajar bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain,
setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya. Dalam
rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana
khusus, yang antara lain untuk keperluan: (1) Kegiatan identifikasi
input siswa, (2) Modifikasi kurikulum, (3) Insentif bagi tenaga
kependidikan yang terlibat, (4) Pengadaan sarana-prasarana, (5)
Pemberdayaan peranserta masyarakat, dan (6) Pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar. Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan
dana bantuan sebagai stimulasi, baik dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan program selanjutnya,
diusahakan agar sekolah bersama-sama orang tua siswa dan masyarakat
(Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta pemerintah daerah
dapat menanggulanginya. Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan
menganut asas pemisahan tugas antara fungsi : (1) Otorisator; (2)
Ordonator; dan (3) Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang
diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan
penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang
berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas
segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah
ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan
penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan
membuat perhitungan dan pertanggungjawaban. Kepala Sekolah, sebagai
manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan dilimpahi fungsi
Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan
melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban melakukan
pengawasan ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai
fungsi-fungsi Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi Ordonator untuk
menguji hak atas pembayaran.
6. Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat)Sekolah sebagai suatu system social merupakan bagian
integral dari system social yang lebih besar, yaitu masyarakat.
Maju mundurnya sumber daya manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak
hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah, namun
sangat bergantung kepada tingkat partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan di suatu daerah, akan semakin maju pula sumber daya
manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan
semakin mundur pula sumber daya manusia pada daerah tersebut. Oleh
karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam
pembangunan pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan
rasa ikut memiliki sekolah di daerah sekitarnya. Maju-mundurnya
sekolah di lingkungannya juga merupakan tanggungjawab bersama
masyarakat setempat. Sehingga bukan hanya Kepala Sekolah dan Dewan
Guru yang memikirkan maju mundurnya sekolah, tetapi masyarakat
setempat terlibat pula memikirkannya.Untuk menarik simpati
masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah,
perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara memberitahu
masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang
telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan
dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas
tentang sekolah yang bersangkutan.
7. Manajemen Layanan KhususOleh karena para siswa sekolah
inklusi terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak luar biasa,
agar anak-anak luar biasa tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan
manajemen layanan khusus.Manajemen layanan khusus ini mencakup
manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan,
sarana-prasarana, pendanaan, dan lingkungan.Kepala sekolah dapat
menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk
melaksanakan manajemen layanan khusus ini.
b. Struktur sekolah inklusi
Struktur Organisasi SekolahAgar semua komponen di atas dapat
dilaksanakan sebaik mungkin, struktur organisasiSekolah Inklusi
dapat dibuat seperti alternatif di bawah ini.
c. Pembagian Tugas Pimpinan Sekolah1. Kepala SekolahKepala
Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer, administrator,
educator, dan supervisor.Kepala Sekolah adalah penanggung jawab
pelaksanaan pendidikan sekolah, termasuk di dalamnya adalah
penanggung jawab pelaksanaan administrasi sekolah.Kepala Sekolah
mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah, meliputi aspek
edukatif dan administratif, yaitu pengaturan:1) administrasi
kesiswaan2) administrasi kurikulum3) administrasi ketenagaan4)
administrasi sarana-prasarana5) administrasi keuangan6)
administrasi hubungan dengan masyarakat7) administrasi kegiatan
belajar-mengajar.Agar tugas dan fungsi Kepala Sekolah berjalan baik
dan dapat mencapai sasaran perlu adanya jadwal kerja Kepala Sekolah
yang mencakup:1) kegiatan harian2) kegiatan mingguan3) kegiatan
bulanan4) kegiatan semesteran5) kegiatan akhir tahun pelajaran,
dan6) kegiatan awal tahun pelajaran.2. Tata UsahaKepala Tata Usaha
adalah penanggung jawab pelayanan pendidikan di sekolah. Ruang
lingkup tugasnya adalah membantu Kepala Sekolah dalam menangani
pengaturan:a. administrasi kesiswaanb. administrasi kurikulumc.
administrasi ketenagaand. administrasi sarana-prasaranae.
administrasi keuanganf. administrasi hubungan dengan masyarakatg.
administrasi kegiatan belajar-mengajar.3. Wakil Kepala SekolahTugas
Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas Kepala Sekolah dan dalam
hal tertentu mewakili Kepala Sekolah baik ke dalam maupun keluar,
bila Kepala Sekolah berhalangan. Sesuai dengan banyaknya cakupan
tugas, 7 (tujuh) urusan yang perlu penanganan terarah di sekolah,
yaitu:Urusan Kesiswaan, Ruang lingkupnya mencakup:1) Pengarahan dan
pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib
sekolah;2) Pembinaan dan pelaksanaan koordinasi keamanan,
kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, dan kerindangan
(6K);3) Pengabdian masyarakat.Urusan Kurikulum, Ruang lingkupnya
meliputi pengurusan kegiatan belajar-mengajar, baik kurikuler,
ekstra kurikuler, maupun kegiatan pengembangan kemampuan guru
melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) atau pendidikan dan pelatihan
(diklat), serta pelaksanaan penilaian kegiatan sekolah.Urusan
Ketenagaan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan
ketenagaan.Urusan sarana-prasarana, Ruang lingkupnya mencakup
merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing),
mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating),
mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal
yang berkaitan sarana-prasarana sekolah.Urusan Keuangan, Ruang
lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan
(organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan
(coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi
(evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan keuangan/pendanaan
sekolah.Urusan Hubungan dengan Masyarakat (Humas), ruang lingkupnya
mencakup:1) Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah,
situasi, dan perkembangan sekolah sesuai dengan pendelegasian
Kepala Sekolah;2) Menampung saran-saran dan pendapat masyarakat
untuk memajukan sekolah;3) Membantu mewujudkan kerjasama dengan
lembaga-lembaga yang berhubungan dengan usaha dan kegiatan
pengabdian masyarakat.Urusan Kegiatan Belajar Mengajar, Ruang
lingkupnya mencakup mengorganisasikan (organizing), mengarahkan
(directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi
(controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh
guru
B. MODEL PENDIDIKAN INKLUSIFPendidikan inklusif pada dasarnya
memiliki dua model.Pertamayaitumodel inklusi penuh (full
inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus
untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas
reguler.Keduayaitumodel inklusif parsial (partial inclusion). Model
parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus
dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan
sebagian lagi dalam kelas-kelaspull outdengan bantuan guru
pendamping khusus.Model lain misalnya dikemukakan olehBrent
HardindanMarie Hardin.Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan
inklusif yang mereka sebut inklusif terbalik (reverse inclusive).
Dalam model ini, peserta didik normal dimasukkan ke dalam kelas
yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini
berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta
didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik
normal.Model inklusif terbalik agaknya menjadi model yang kurang
lazim dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik
berkebutuhan khusus sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih
banyak dari peserta didik normal. Dengan pengandaian demikian
seolah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus secara kuantitas
lebih banyak dari sekolah untuk peserta didik normal, atau bisa
juga tidak. Model pendidikan inklusif seperti apapun tampaknya
tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep
dasar pendidikan inklusif.Model pendidikan inklusif yang
diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model pendidikan
inklusif moderat. Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud
yaitu:1. Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan
inklusi penuh2. Model moderat ini dikenal dengan
modelmainstreamingModel pendidikanmainstreamingmerupakan model yang
memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah
Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan
khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa
waktu saja.Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam
praktiknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif
layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan
khusus dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan
yang lain, seperti:
1) Bentuk kelas reguler penuhAnak berkebutuhan khusus belajar
bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan
menggunakan kurikulum yang sama.
2)Bentuk kelas reguler denganclusterAnak berkebutuhan khusus
belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus.3) Bentuk kelas reguler denganpull outAnak berkebutuhan
khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun
dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang
sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.4) Bentuk kelas
reguler denganclusterdanpull outAnak berkebutuhan khusus belajar
bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus,
dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang
sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus.5)
Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasianAnak
berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler,
namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler.6) Bentuk kelas khusus penuh di sekolah
regulerAnak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada
sekolah reguler. Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada
model di atas tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus
berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya
(inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkebutuhan
khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan
gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan
khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak
waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi
lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan
tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat
disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah
sakit).1. Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi
tiga, yaitu :a) Model kurikulum regular penuhb) Model kurikulum
regular dengan modifikasic) Model kurikulum PPI
Pengertian
a. Model kurikulum regularyaitu kurikulum yang mengikutsertakan
peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler
sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum
yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis
penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap
mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam
model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki
PPI.c. Model kurikulum PPIyaitu kurikulum yang dipersiapkan guru
program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang
melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah,
orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.Kurikulum PPI atau
dalam bahasa InggrisIndividualized Education Program(IEP) merupakan
karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep
pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan
adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap
perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu
mendapat penekanan lebih. Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP
merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik peserta didik
dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian
tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut
akan ditentukan. PerbedaanPerbedaan dari ketiganya sudah nampak
pada pengertiannya, yakni :a.Model kurikulum regular penuh, Peserta
didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler ,sama
seperti teman-teman lainnya di dalam kelas yang sama. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan
belajar, motivasi dan ketekunan belajar.b.Model kurikulum regular
dengan modifikasi,kurikulum regular dimodifikasi oleh guru dengan
mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.c.Model kurikulum
PPI,kurikulum disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang
melibatkan berbagai pihak. Guru mempersiapkan Program Pembelajaran
Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang Kurikulum
Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak memungkinkan
mengikuti kurikulum reguler. Keunggulan dan kelemahana.Model
kurikulum regular penuhKeunggulan:Peserta didik berkebutuhan khusus
dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. (Freiberg,
1995)Kelemahan:Peserta didik berkebutuhan khusus harus menyesuaikan
diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada
saat-saat tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya,
saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran menggambar. Karena
memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa disability tidak
bisa menggambar. Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan
kurikulum yang ketat, tidak fleksibel, tidaklah dimungkinkan bagi
guru maupun siswa disability untuk melakukan adaptasi atau
subsitusi untuk mata pelajaran menggambar tersebut.b.Model
kurikulum regular dengan modifikasiKeunggulan:Peserta didik
berkebutuhan khusus dapat diberi pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhannya.Kelemahannya:Tidak semua guru di sekolah regular paham
tentang ABK. Untuk itu perlu adanya sosialisasi mengenai ABK dan
kebutuhannya.c.Model kurikulum PPIKeunggulan:Peserta didik
mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan.Kelemahan:Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan sangat
membutuhkan waktu yang banyak.
C. KONSEP DESAIN INFRASTRUKTURa) Tema Perancangan User sekolah
inklusi adalah anak normal dan anak difabel. Hal ini merupakan
masalah yang harus diperhatikan dalam perancangan interior bangunan
sekolah Inklusi. Anak normal dan anak difabel memiliki
karakteristik yang berbeda, anak difabel cenderung lebih tertutup
dibandingkan dengan anak yang lainnya. Pendidikan merupakan tujuan
utama dari sebuah lembaga sekolah, maka dari itu tema perancangan
sekolah inklusi ini adalah Unity In Diversity. Tema tersebut
diterapkan karena pengguna bangunan sekolah ini adalah anak difabel
dan anak normal, yang masing-masing anak memiliki kebutuhan yang
berbeda pula. Namun tujuan utama mereka sama, yaitu untuk
mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut sesuai dengan
tujuan diciptakannya sebuah sekolah inklusi, agar anak normal dan
akan difabel dapat belajar bersama dalam satu ruangan, tanpa ada
diskriminasi.Maka fasilitas-fasilitas baik fisik maupun non fisik
harus dapat digunakan oleh semua anak baik difabel maupun normal,
sehingga tercapainya sebuah tujuan pendidikan.b) Gaya Perancangan
Penggayaan yang diterapkan pada sekolah inklusi ini adalah Art Deco
Retro. Art Deco adalah sebuah gerakan seni yang melibatkan campuran
unsur dekoratif modern, Art Deco ini dikenal luas sekitar tahun
1920-1930an, dimana mempunyai ciri khas yang didapat dari para
pelopor pelukis sekitar awal tahun 1900an. Art deco adalah sebuah
pekerjaan yang menunjukan aspek cubism, Russian constructivism dan
Italian futurism, dengan ciri abstrak, distorsi, dan simple,
terutama bentuk-bentuk geometris dan memakai banyak warna, yang
dipakai untuk menunjukan tingginya tingkat perdagangan, teknologi
dan kecepatan. Penggayaan Art Deco yang akan diterapkan, adalah
gaya Art Deco yang ada di kota Bandung, hal itu dikarenakan lokasi
sekolah inklusi terletak di kota Bandung, selain itu Bandung
merupakan kota di dunia yang memiliki bangunan Art Deco yang
signifikan. Penggayaan Art Deco di kota Bandung lebih didominasi
oleh bangunan-bangunan dengan gaya Streamline Deco, seperti: Hotel
Savoy Homan, Hotel Grand Preanger, Villa Isola, dan Villa Tiga
Warna. Elemen Art Deco yang ada Bangunan tersebut akan dijadikan
sebagai acuan atau dasar perancangan Interior sekolah inklusi.A.
Konsep Ruang a) Konsep Pembagian Ruang (Zona) Pembagian Ruang dalam
sekolah Inklusi ini didasarkan pada sifat dari ruang tersebut,
yaitu: a. Area Privat: Ruang yang termasuk ke dalam area privat di
sekolah inklusi ini adalah ruang rapat, ruang Kepala Sekolah, ruang
wakil Kepala Sekolah, ruang staff non kependidikan. Penerapan
konsep pada area ini tidak terlalu detail seperti pada area publik.
b. Area Semi Privat: Ruang yang termasuk kedalam area semi privat
di sekolah inklusi ini adalah ruang pembelajaran, dan ruang
penunjang pembelajaran. Area semi privat sifatnya lebih fleksibel,
pengunjung dapat memasuki area ini, tetapi dengan ketentuan
tertentu. c. Area Publik: Area yang dikhususkan bagi pengunjung,
sehingga dibutuhkan konsentrasi penerapan penggayaan yang cukup
signifikan dalam area ini, sehingga identitas dan karakter sebuah
interior bangunan dapat dirasakan oleh pengujung.
b) Konsep Bentukan Ruang Bentuk organisasi ruang yang akan
diterapkan pada bangunan sekolah inklusi ini adalah organisasi
terpusat. Organisasi terpusat merupakan merupakan komposisi
terpusat dan stabil yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder,
dikelompokan mengelilingi sebuah ruang terpusat yang luas dan
dominan. (Wiryawan, 2004:33) Bentuk organisasi terpusat cocok untuk
diterapkan pada sekolah inklusi ini, dikarenakan dilihat dari
tujuan sekolah inklusi yang menggabungkan anak-anak normal dan anak
difabel, sehingga dapat terciptannya sebuah kebersamaan dan sifat
saling menghargai antara satu sama lain. Dalam hal ini ruang
terpusat dari sekolah inklusi adalah Lobby dan aksesbilitas.
Dikarenakan konsep programatik dari sekolah inklusi adalah
aksesbilitas fisiknnya. Aksesibilitas tersebut harus sesuai dengan
ketentuan yang ada agar memudahkan untuk di akses oleh anak
difabel, khususnya difabel ortopedi. Letak dari aksesbilitas
bangunan sekolah inklusi ini harus mudah didapat dan hubungannya
dekat dengan ruangan yang bersifat utama, dalam hal ini yaitu
ruangan kelas, dan ruang guru.B. Konsep Elemen Interior a) Konsep
Bentuk Sekolah inklusi adalah sekolah yang menanamkan sifat
koorperatif atau kerjasama hal itu sesuai dengan tema yang
diterapkan yaitu Unity In Diversity. Oleh karena itu pemilihan
bentuk yang akan diterapkan pada sekolah inklusi ini adalah bentuk
lingkaran agar terciptanya sebuah kerjasama, atau suasana
kebersamaan dapat lebih terasa. Secara Psikologi bentuk lingkaran
adalah koneksi, komunitas, keseluruhan, ketahanan, pergerakan,
keamanan. Selain itu bentuk yang akan diterapan adalah
bentuk-bentuk geometris (ciri bentuk dari gaya Art Deco) dan di
olah lebih dinamis (meminimalkan sudut-sudut tajam) agar aman bagi
siswa.Konsep bentuk ini mencakup pada:
Bentuk Furnitur ( Meja Belajar Anak, Kursi, dll)
Gambar 30.Fasilitas Duduk Gambar 31.Fasilitas Duduk Sumber:
www.designrumahku.com Sumber:www.apartmenttherapy.comA. Bentuk
ceiling
Gambar 32. Ceiling Design Gambar 33. Ceiling Design Sumber:
www.auspollceiling.com Sumber: www.noexpectations.comB. Bentuk Pola
Lantai
Gambar 34. Flooring Design (Sumber: www.annahape.com)Dengan
penerapan bentuk diatas baik pada elemen interior (ceiling,
dinding, lantai) maupun pada furnitur, secara tidak langsung
pengunjung dikondisikan untuk dapat berkumpul bersama. Dikarenakan
ciri dari sekolah inklusi adalah kekeluargaan dan kebersamaan. b)
Konsep Warna Warna memiliki peranan penting dalam sebuah interior
sekolah. Para psikolog telah melakukan beberapa eksperimen yang
telah dapat dibuktikan bahwa penggunaan warna yang tepat untuk
sekolah dapat meningkatkan proses belajar mengajar, baik bagi siswa
maupun gurunya. Suatu lingkungan yang dirancang dengan baik, bukan
hanya memberi kemudahan belajar, tetapi juga dapat mengurangi
masalah-masalah perilaku yang negatif. (Darmaprawira., 2002:133).
Warna yang akan diterapkan pada interior sekolah Inklusi ini adalah
warna Analogus. Analog sering juga disebut dengan warna senada,
yaitu yang penggunaan warna-warna yang berdekatan atau terletak
bersebelahan pada lingkaran warna. (Harry Mary, 2008:18).Warna yang
diterapkan adalah warna yang dapat memunculkan mood atau perasaan
menyenangkan, segar dan cerah. Selain itu warna dari sekolah
inklusi ini harus dapat mengambarkan karakteristik dari anak-anak
yang bersifat ceria. Warna ceria tersebut identik dengan
warna-warna yang terang. Hal itu sesuai dengan ciri dari penggayaan
Art Deco yang menerapkan warna mencolok. Berikut ini adalah
karakteristik warna yang akan diterapkan pada sekolah inklusi:Warna
orange melambangkan sosialisasi, penuh harapan dan percaya diri,
membangkitkan semangan vitalitas dan kreatifitas. Warna ini sesuai
untuk diterapkan pada ruang pembelajaran, sehingga dapat memberikan
motivasi.Kuning merupakan warna cerah dapat membangkitkan energi
dan mood, warna yang penuh semangat dan vitalitas, komunikatif dan
mendorong ekspresi diri, serta memberikan inspirasi, memudahkan
berfikir secara logis dan merangsang kemampuan intelektual.Hijau
selalu dikaitkan dengan warna alam yang menyegarkan, membangkitkan
energi dan juga mampu memberi efek menenangkan emosi. Nuansa hijau
dapat meredakan stress memberi rasa aman.
Pemilihan warna cream yang lembut pada dinding dan lantai
menciptakan kesan luas ringan dan terbuka.
Berikut adalah persentase penggunaan warna pada interior sekolah
inklusi
Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan warna
orange dan hijau memiliki perbandingan yang sama, warna kuning
dijadikan sebagai aksentuasi ruang. Warna cream merupakan warna
dominan yang diterapkan pada dinding dan lantai, agar ruang lebih
terkesan ringan dan luas.c) Konsep Material & Tekstur Konsep
pemilihan bahan yang akan diterapkan pada sekolah ini adalah
material yang aman, dan tidak membahayakan user atau pengguna
bangunan ini. hal tersebut dikarenakan pada bangunan sekolah ini
terdapat anak difabel ortopedi yang memiliki kebutuhan khusus atau
memiliki cara yang berbeda dalam beradaptasi pada lingkungan,
dikarenakan anak difabel ortopedi membutuhkan alat bantu untuk
ambulasi atau pergerakannya.a. Material Lantai Material lantai yang
akan diterapkan pada sekolah ini adalah material yang tidak licin,
dan tidak bersifat keras, hal itu dilakukan agar tidak terlalu
membahayakan ketika anak difabel terjatuh. Material tersebut
seperti: - Karpet Loop Pile Material ini hanya diterapkan pada
ruang-ruang yang membutuhkan peredaman suara yang cukup tinggi,
seperti ruang auditorium, ruang rapat, dan laboratoriumbahasa.
- Lantai Vinyl Lantai vinyl diterapkan hampir pada semua
ruangan. Hal itu dikarenakan anak memiliki karakter yang aktif oleh
karena itu diterapkan material vinyl yang bersifat lunak, sehingga
aman untuk anak-anak. Berikut adalah spesifikasi vinyl yang
diterapkan pada elemen Lantai interior sekolah inklusi:
Gambar 35. Marsden Flooring FN 8905 Gambar 36. Marsden Flooring
FN 8903 Sumber. www.marsdenflooring.com
Sumber.www.marsdenflooring.com
Gambar 37. Marsden Flooring Woods Equinax BambooGambar 38.
Marsden Flooring FN 8904 Sumber. www.marsdenflooring.com Sumber.
www.marsdenflooring.com- Lantai Keramik Lantai keramik diterapkan
pada ruang laboratorium ipa, indoorswimming pool, greenhouse
school, dan ruang kesenian, yang memiliki tingkat kekotoran yang
cukup tinggi, sehingga dapat lebih mudah untuk dibersihkan.Berikut
adalah persentase penggunaan material lantai di atasb. Material
Ceiling Material yang akan diterapkan pada ceiling adalah material
gypsum dengan rangka metal furing hollow 4/4 cm. Finishing ceiling
gypsum ini menggunakan cat dan lapisan HPL (High Pressure
Laminated) atau PVC (Poly Vinyl Chloride) c. Material Dinding Sama
dengan konsep material lantai, material dinding pun harus
memerhatikan kenyamanan dan keamanan dari user bangunan. Material
yang akan dipilih untuk dinding adalah: - Gypsum - HPL (High
Pressure Laminated) - Multipleks - MDF (Medium Destiny Board) d)
Konsep Furnitur Galt Furnitur (1999) mengemukakan 6 konsep
perancangan desain bangku dan kursi, yaitu folding, stacking,
portable, knock down, adjustable, dan combination. Berikut ini
dipaparkan 6 konsep tersebut. (Martadi, 2006:73).
a. Folding yaitu suatu konsep desain bangku dan kursi yang dapat
dilipat. Konsep ini lebih menekankan kepada upaya untuk
meningkatkan efesiensi dalam hal pengangkutan atau penyimpanan.
b. Stacking, yaitu konsep desain bangku dan kursi yang dapat
ditumpuk. Seperti pada konsep folding konsep ini berupaya
memudahkan dan menghemat ruang dalam hal penyimpanannya.
c. Portable, yaitu konsep desain bangku dan kursi yang
menekankan kemudahan untuk dipindahkan atau mobilitas produk
tersebut. Desain dengan konsep ini biasanya cukup ringan atau
diberi roda pada bagian dasarnya sehingga mudah dipindahkan.
d. Knock down yaitu suatu konsep desain bangku dan kursi yang
dapat dibongkar-pasang. Konsep desain ini biasanya berupa
komponen-komponen secara terpisah yang bisa di bongkar pasang
secara mudah dan cepat. Konsep ini lebih menekankan pertimbangan
efesiensi untuk penyimpanan maupun pengangkutan.
e. Adjustable yaitu suatu konsep desain bangku dan kursi yang
dapat disetel atau disesuaikan dengan kebutuhan pemakai. Konsep ini
banyak diterapkan pada kursi kantor yang bisa diatur sedemikian
rupa, untuk mendapat posisi duduk yang nyaman sesuai aktivitas yang
dilakukan.
f. Combination (modular) yaitu suatu konsep desain bangku dan
kursi yang terdiri dari modul-modul (bagian-bagian) yang bisa
dirangkai atau disusun sesuai dengan kebutuhan pemakai.
Berdasarkan data diatas, konsep furnitur yang sesuai untuk
diterapkan pada sekolah inklusi ini adalah konsep adjustable.
Konsep furnitur ini lebih dapat dikondisikan dan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan siswa, yang pada dasarnya ukuran dari furnitur
bagi anak difabel dan anak normal berbeda. Dikarenakan ada beberapa
anak difabel ortopedi yang bergerak dengan kursi roda, dan furnitur
yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa pengguna
kursi roda tersebut.e) Konsep pencahayaan Secara umum pencahayaan
yang digunakan adalah pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan
yang akan diterapkan pada sekolah ini adalah pencahayaan general
dan pencahayaan khusus. Pencahayaan general akan diterapkan pada
ruangan yang tidak terlalu memerlukan sebuah efek visual yang
khusus, seperti: Toilet,Dapur,Gudang. Pencahayaan khusus akan
diterapkan pada ruangan yang bersifat public, dan membutuhkan
kualitas visual yang baik, seperti: Lobby, Ruang Kelas, Aula/ Tuang
Serbaguna, Ruang Kantor, Ruang Terapi, Ruang Assesment,
Perpustakaan, Ruang bermain Anak. Jenis-jenis lampu yang digunakan
adalah: - Lampu Fluorescent tipe SL dengan arah pencahayaan
downlight. - Lampu Pijar (Incandescent/ Bohlam). - Click strip
continuous lighting.
BABPENUTUP
A. KesimpulanDi dalam membangun sekolah inklusi kita haru
mengerti tentang manajemen sekolah, selain itu juga harus
mengetahui tentang model pendidikan inklusif, dan juga konsep
desain infratruktur jadi di dalam membangun sekolah inklusi kita
harus memperhatikan ketiga hal tersebut. Manajemen sekolah,
Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada
pihak sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen
pendidikan sekolah yang bersangkutan.Komponen-komponen tersebut
meliputi:1. input siswa (kesiswaan),2. kurikulum,3. tenaga
kependidikan,4. sarana-prasarana,5. dana,6. lingkungan (hubungan
sekolah dengan masyarakat), dan7. kegiatan belajar-mengajar Model
pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua
model.Pertamayaitumodel inklusi penuh (full inclusion). Model ini
menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima
pembelajaran individual dalam kelas reguler.Keduayaitumodel
inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini
mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian
pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi
dalam kelas-kelaspull outdengan bantuan guru pendamping
khusus.Siswa sekolah inklusi adalah anak normal dan anak difabel.
Hal ini merupakan masalah yang harus diperhatikan dalam perancangan
interior bangunan sekolah Inklusi. Anak normal dan anak difabel
memiliki karakteristik yang berbeda, anak difabel cenderung lebih
tertutup dibandingkan dengan anak yang lainnya. Pendidikan
merupakan tujuan utama dari sebuah lembaga sekolah, maka dari itu
tema perancangan sekolah inklusi ini adalah Unity In Diversity.
Tema tersebut diterapkan karena pengguna bangunan sekolah ini
adalah anak difabel dan anak normal, yang masing-masing anak
memiliki kebutuhan yang berbeda pula. Namun tujuan utama mereka
sama, yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut
sesuai dengan tujuan diciptakannya sebuah sekolah inklusi, agar
anak normal dan akan difabel dapat belajar bersama dalam satu
ruangan, tanpa ada diskriminasi.Maka fasilitas-fasilitas baik fisik
maupun non fisik harus dapat digunakan oleh semua anak baik difabel
maupun normal, sehingga tercapainya sebuah tujuan pendidikan.Daftar
isihttps://asrulywulandari.wordpress.com/tag/pendidikan/http://aqilfaro.blogspot.com/2010/05/manajemen-sekolah-dalam-pendidikan.htmlhttp://elib.unikom.ac.id/download.php?id=147561
23 | Page