1 [makalah makro ekonomi] EPN | IPB MINIMALISASI DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN MONETER Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa program Doktor Mayor Ekonomi Pertanian IPB Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan ketersediaan akses energi. Energi memainkan peranan yang sangat penting dalam kegiatan produksi output ekonomi dan ekonomi tidak akan dapat berkembang tanpa pasokan energi yang cukup atau akses terhadap pelayanan energi. Sekali pasokan energi berkurang yang berakibat pada naiknya biaya energi atau kurangnya akses ke pelayanan energi, akan terjadi kenaikan biaya yang menekan perekonomian, mendorong naiknya kemiskinan dan pengangguran serta mengganggu prospek-prospek pembangunan lainnya (Nkomo, 2007). Energi, baik yang berupa penerangan, panas, tenaga mekanika atau listrik, merupakan hal pokok pada masyarakat dan memainkan peran penting dalam pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara miskin dan negara-negara sedang berkembang. Akses terhadap energi modern merupakan prasyarat penting dalam pengurangan kemiskinan dan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan milenium atau millennium development goals (Schubert, et al, 2007). Energi juga memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan mendukung kegiatan-kegiatan nasional. Selama hampir 40 tahun pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia, ternyata tingkat kemiskinan dan jumlah orang miskin masih tetap tinggi terutama di
20
Embed
[makalah makro ekonomi] - burhan.staff.ipb.ac.idburhan.staff.ipb.ac.id/files/2011/01/MINIMALISASI-DAMPAK-KENAIKAN... · 2 [makalah makro ekonomi] EPN | IPB perdesaan, tempat dimana
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
MINIMALISASI DAMPAK
KENAIKAN TARIF DASAR
LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN
MONETER
Ditulis bersama Nasrudin dan Nila Rifai Mahasiswa program Doktor Mayor Ekonomi Pertanian IPB
Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan ketersediaan akses
energi. Energi memainkan peranan yang sangat penting dalam kegiatan produksi
output ekonomi dan ekonomi tidak akan dapat berkembang tanpa pasokan energi
yang cukup atau akses terhadap pelayanan energi. Sekali pasokan energi berkurang
yang berakibat pada naiknya biaya energi atau kurangnya akses ke pelayanan energi,
akan terjadi kenaikan biaya yang menekan perekonomian, mendorong naiknya
kemiskinan dan pengangguran serta mengganggu prospek-prospek pembangunan
lainnya (Nkomo, 2007).
Energi, baik yang berupa penerangan, panas, tenaga mekanika atau listrik,
merupakan hal pokok pada masyarakat dan memainkan peran penting dalam
pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara miskin dan negara-negara
sedang berkembang. Akses terhadap energi modern merupakan prasyarat penting
dalam pengurangan kemiskinan dan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan
milenium atau millennium development goals (Schubert, et al, 2007). Energi juga
memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan
lingkungan untuk terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan mendukung
kegiatan-kegiatan nasional.
Selama hampir 40 tahun pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia,
ternyata tingkat kemiskinan dan jumlah orang miskin masih tetap tinggi terutama di
2 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
perdesaan, tempat dimana sebagian besar kegiatan pertanian berlangsung. Data
statistik seperti terlihat pada Tabel 1.1. menunjukkan bahwa pada tahun 2005 tingkat
kemiskinan di perdesaan Indonesia masih sebesar 19.5 persen, jauh di atas
kemiskinan di perkotaan yang 11.4 persen.
Jika dilihat dari sisi jumlah, orang miskin di perdesaan pada tahun 2005
masih sebanyak 22.7 juta orang sedangkan di perkotaan sebanyak 12.4 juta orang
sehingga total jumlah orang miskin di Indonesia adalah 35.1 juta orang atau sekitar
15.97 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Selain tingginya angka kemiskinan di Indonesia, hal lain yang juga perlu
diperhatikan adalah jumlah pengangguran terbuka. Pertumbuhan ekonomi yang di
atas 5 persen sejak tahun 2004, mampu meningkatkan jumlah orang bekerja yang
pada tahun 2004 masih 93.72 juta orang dan pada tahun 2008 dapat ditingkatkan
sehingga mencapai 105.25 juta orang sebagaimana terlihat pada Tabel 1.2.
Peningkatan jumlah orang yang bekerja di atas tetap belum mampu secara
signifikan menurunkan jumlah pengangguran terbuka di Indonesia. Jumlah orang
yang tidak bekerja atau pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2008 masih
cukup besar yang mencapai 9.12 juta orang atau sekitar 7.97 persen dari total
angkatan kerja. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berhasil diraih
selama periode 2004 – 2008 masih belum cukup untuk menyerap penambahan tenaga
kerja yang ada pada periode yang sama.
Tabel 1.1. Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Orang Miskin di Indonesia
Sumber : BPS, 2007
3 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Orang Bekerja dan Pengangguran
Periode Pertumbuhan Ekonomi
(%) Jumlah Orang Bekerja
(Juta)
Pengangguran Terbuka
Jumlah (Juta) %
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
3.44 3.66 4.10 5.05 5.60 6.11 5.91 6.50
90.81 91.65 92.81 93.72 94.95 95.18 101.94 105.25
8.00 9.13 9.82 10.25 10.85 11.11 10.29 9.12
8.10 9.06 9.50 9.86
10.26 10.44 9.19 7.97
Sumber : BPS, 2008
Untuk menurunkan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran terbuka di
atas, diperlukan upaya-upaya yang lebih keras dan sistematis dari pemerintah, selain
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, konsisten dan berkualitas. Upaya-upaya keras
dan sistematis serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, konsisten dan berkualitas
tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan
banyak lapangan kerja sehingga semakin banyak jumlah orang yang bekerja dan
mendapat pekerjaan di Indonesia yang pada akhirnya dapat menurunkan angka
kemiskinan dan jumlah pengangguran.
Menurut Bisnis Watch Indonesia (2003) kenaikan tarif dasar listrik
disebabkan oleh besarnya hutang luar negeri pada sektor ketenagalistrikan (10% dari
total pinjaman luar negeri), beban kontrak listrik swasta sebanyak 27 proyek
(pembelian dengan mata uang asing dan penjualan dengan mata uang Rupiah),
adanya devaluasi uang Rupiah, harga bahan bakar yang sangat tinggi, menurunnya
daya beli masyarakat dan di bebarapa daerah PLN tidak mampu meberikan layanan
pembangunan pembangkit baru. Sebagian besar pembangkit listrik PLN
menggunakan BBM untuk menggerakkan pembangkit sehingga ketika terjadi
kenaikkan harga minyak mentah dunia akan memberikan dampak keuangan kepada
PLN dan Pemerintah. Karena hal tersebut di atas pada tanggal 1 Juli 2010 kemaren
Pemerintah Indonesia dengan persetujuan DPR memberlakukan kenaikan tarif dasar
listrik (TDL) yang bervariasi untuk sektor rumah tangga dan industri dengan rata-rata
kenaikan tarif sebesar 18%. Namun, pada prakteknya menurut Asosiasi Pengusaha
Indonesia kenaikan TDL pada sektor Industri ada yang mencapai lebih dari 50%.
Kenaikan TDL yang tinggi pada sektor industri akan memberikan dampak
pada kenaikan biaya input produksi yang menyebabkan harga barang produksi
meningkat di pasaran. Biaya produksi untuk listrik merupakan 2 – 5% dari total input
antara sektor-sektor ekonomi (Data Input-Output, 2007). Agar tidak mengalami
kerugian, perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi dengan melakukan
pengurangan karyawan dan menurunkan kualitas barang. Kualitas barang yang
menurun dan biaya produksi yang membengkak berakibat pada lemahnya daya saing
produk Indonesia.
4 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
Sedangkan di sektor rumah tangga, kenaikan TDL akan menyebabkan biaya
hidup rumah tangga menjadi meningkat dan daya beli menjadi turun. Pengeluaran
rumah tangga untuk listrik merupakan 3 – 4% dari pengeluaran konsumsi rumah
tangga (SBH, 2007). Dengan turunnya daya beli rumah tangga, maka permintaan
terhadap barang produksi menjadi turun sehingga output nasional akan turun
sehingga akan meningkatkan jumlah pengangguran.
Ini berarti upaya-upaya untuk melakukan penurunan angka kemiskinan dan
jumlah pengangguran terancam gagal. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah
melakukan berbagai kebijakan fiskal. Namun kebijakan fiskal tidak akan efektif jika
tidak diimbangi dengan kebijakan moneter yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan
kajian kebijakan moneter apa saja yang perlukan dilakukan untuk meminimalkan
dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL).
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan
dari penulisan ini secara umum adalah untuk menganalisis minimalisasi dampak
kenaikan tarif dasar listrik melalui kebijakan moneter. Secara khusus penulisan ini
bertujuan untuk:
1. Mendiskripsikan dampak kebijakan kenaikan TDL terhadap sektor industri dan
rumah tangga.
2. Menganalisis kebijakan moneter apa yang paling tepat untuk mengurangi dampak
kenaikan TDL.
3. Merekomendasikan kebijakan untuk meminimalisasi dampak kenaikan TDL
melalui kebijakan moneter.
Kerangka Teori
Salah satu indikator kemajuan pembangunan pada suatu negara adalah
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kemampuan suatu
negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat dari tingkat
pertumbuhan penduduknya (Todaro dan Smith, 2006). Pertumbuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan
pendapatan atau kesejahteraan pada periode tertentu (Mankiw, 2007).
Pertumbuhan ekonomi diukur menggunakan data produk domestik bruto
(PDB) yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian (Mankiw,
2007). Pertumbuhan ekonomi tercapai ketika tingkat produk domestik bruto (PDB)
riil mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Dornbusch, et al, (2004)
menyatakan tumbuhnya PDB riil dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya modal
dan tenaga kerja dan efisiensi dalam penggunaan faktor produksi atau produktivitas.
PDB sendiri menurut Mankiw (2007) terdiri dari empat komponen sebagai berikut :
1. Konsumsi; Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga.
Tingkat konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan disposable atau
pendapatan yang dapat dibelanjakan.
2. Investasi; Investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan
masa depan. Tingkat investasi dipengaruhi oleh tingkat bunga yang mengukur
biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi.
5 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
3. Pembelian Pemerintah; Pembelian pemerintah adalah barang dan jasa yang dibeli
oleh pemerintah pusat dan daerah. Pembelian pemerintah dibiayai oleh
pendapatan pemerintah dari pajak dan pinjaman.
4. Ekspor Neto; Ekspor neto adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara
lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor neto
menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa domestik,
yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.
Dornbusch, et al, (2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan inflasi. Pertumbuhan PDB riil yang tinggi
akan diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran. Hubungan antara laju
pertumbuhan riil di atas dengan perubahan tingkat pengangguran dikenal sebagai
Hukum Okun.
Kebijakan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada
dalam jumlah yang tepat sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa
menimbulkan tekanan inflasi (Djojosubroto, 2009). Kebijakan moneter, yang
terutama dilakukan dengan pengendalian jumlah uang beredar bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengendalikan inflasi dan
dicirikan oleh time lag yang tidak pasti sehingga peramalan dampak kebijakan
moneter terhadap perekonomian dan tingkat harga umum adalah sulit, meskipun
dapat dilakukan (Gambar 2.1).
Menurut Stiglitz dan Greenwald dalam Sugema (2004) efektifitas kebijakan
moneter bergantung pada kondisi dari dunia perbankkan, terutama dalam penyaluran
kredit. Menurut Sugema (2004), otoritas moneter tidak selalu bisa mengandalkan
6 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
Official Interest Rate Examples of
shock outside
the control of
Central Bank
Change in
global
economy
Change in
Fiscal Policy
Change in
commodity
price
Expectations Bank and Market Interest Rate
Money, Credit Asset Prices Exchange
Rate
Wage & Price
Setting
Supply & Demand in Goods &
Labor Markets
Domestic Prices Import Prices
Price Development
kebijakan suku bunga untuk mempengaruhi aktivitas sektor riil. Karena teori moneter
konvensional selalu mengasumsikan bahwa turunnya suku bunga akan diikuti dengan
naiknya investasi dan output nasional. Namun, menurut Sugema, dalam paradigma
baru hal tersebut tidak selalu terjadi. Penurunan suku bunga SBI tidak disertai
dengan penurunan suku bunga kredit dengan kecepatan yang sama. Lambannya
penyesuaian suku bunga kredit telah mengakibatkan suku bunga kredit riil justru
meningkat. Artinya dunia usaha menjadi terbebani biaya modal yang lebih besar.
Karena itu, investasi tidak kunjung berkembang dan di lain pihak perbankkan
mengalami kesulitan likuiditas. Dengan kata lain, mekanisme transmisi kebijakan
moneter melalui jalur suku bunga tidak efektif dalam mempengaruhi kegiatan di
sektor riil dan perlu didesain perangkat kebijakan moneter yang sama sekali baru
untuk mengatasi masalah kelebihan likuiditas (Sugema, 2004).
Gambar 2.1. Mekanisme Transmisi Moneter – Harper
Metodologi
Alur pikir tulisan ini diawali oleh naiknya TDL yang mendapat reaksi dari
masyarakat karena berdampak pada inflasi dan produksi barang-barang. Kenaikan
TDL diduga akan berdampak positif pada inflasi, karena kenaikan TDL secara
langsung meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan industri. Peningkatan
pengeluaran rumah tangga dengan pendapatan yang tidak berubah menyebabkan
7 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
harga-harga relatif lebih mahal, karena daya beli menurun. Peningkatan biaya
industri berdampak pada menurunnya produksi, sehingga penawaran berubah yang
mendorong harga-harga barang industri naik (Gambar 3.1).
Keterangan: Garis putus-putus = respon kebijakan
Gambar 3.1. Alur Pikir Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik
Gambar 3.1. juga menjelaskan bahwa meningkatnya inflasi dan menurunnya
produksi akan berdampak pada melemahnya nilai rupiah dan meningkatnya
pengangguran, sehingga investasi juga menjadi stagnan dan cenderung menurun.
Jika demikian, maka perlu diminimalisasi dampak kenaikan TDL melalui pengaturan
dua istrumen kebijakan moneter, yakni suku bunga dan money supply. Instrumen
suku bunga dan money supply secara berpengaruh pada investasi nilai rupiah,
sehingga pada gilirannya akan berdampak pada produksi dan investasi. Oleh karena
semua variabel saling mempengaruhi, maka semuanya merupakan variabel endogen.
Meminimumkan dampak kenaikan TDL berimplikasi pada dua hal; (1)
meminimumkan penurunan output (produksi) dan (2) meminimumkan kenaikan
harga (inflasi). Menurut Timbergen, satu kebijakan (policy) hanya dapat
menyelesaikan satu masalah. Oleh karena itu, dalam konteks meminimumkan
dampak kenaikan TDL, perlu diketahui shock variabel mana yang memiliki pengaruh
kuat terhadap dua variabel target; peningkatan output dan penurunan inflasi.
Alternatif kebijakan moneter yang dapat diambil, secara teoritis digambarkan dalam
Gambar 3.2.
Kurva IS merepresentasikan sisi fiskal, termasuk subsidi (terkait dengan
TDL), sementara kurva LM merepresentasikan sisi moneter. Kenaikan TDL
(pengurangan subsidi listrik) ditunjukan oleh bergesernya kurva IS ke kiri (IS0 ke
IS1). Dalam kurva LM yang sama LM
0 (tidak ada respon kebijakan moneter,
TDL
Alternatif
Policy
MONEY SUPPLY SUKU BUNGA
INFLASI PRODUKSI
(+) (-)
(+) (+) (-) (-)
(-)
(+)
8 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
kenaikan TDL akan menyebabkan output turun dari Y0 ke Y
1, dan suku bunga turun
dari i0 ke i
1.). Untuk meminimalkan dampak kenaikan TDL tersebut, dua alternatif
kebijakan moneter yang dapat diambil adalah:
1. Menaikan money supply (uang beredar). Kebijakan ini diharapkan akan dapat
meniminalkan dampak penurunan output, tetapi efeknya inflasi akan makin
meningkat
2. Menaikkan tingkat suku bunga. Kebijakan ini diharapkan akan dapat
mengendalikan kenaikan harga-harga (inflasi), tetapi efeknya output akan lebih
menurun.
Gambar 3.2. Alternatif Kebijakan Moneter dalam Meminimalisasi Dampak
Kenaikan TDL, dalam Kerangka Teori IS-LM
Data yang digunakan adalah data series bulanan dari data indeks produksi
industri, jumlah uang beredar, suku bunga, dan inflasi dari bulan Juli 2005 sampai
Januari 2010 atau data 55 bulan (Lampiran 1). Data diperoleh dari Biro Pusat
Statistik dan Bank Indonesia.
Metode yang digunakan adalah analisis Vector Autoregression (VAR). Pada
dasarnya, dalam analisis VAR meliputi beberapa jenis uji, yakni:
1. Uji akar unit (Unit Root Test). Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data
yang diamati stationer atau tidak. Akurasi model VAR akan baik jika datanya stasioner;
2. Lag Optimum. Likelihood Ratio Test digunakan untuk menguji hipotesis mengenai
berapakah jumlah lag yang sesuai untuk model yang diamati.
3. Granger Causality Test. Test ini menguji apakah suatu variabel bebas (independent
vari-able) meningkatkan kinerja fore-casting dari variabel tidak bebas (dependent
variable).
9 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
4. Innovation Accounting. Pada dasarnya test ini digunakan untuk menguji struktur
dinamis dari sistem variabel dalam model yang diamati, yang dicerminkan oleh
variabel inovasi (innovation variable). Dengan kata lain, test ini merupakan test
terhadap variabel inovasi (innovation variable). Test ini terdiri dari: a. The Impulse Responses: Untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi
dari variabel invovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang
akan datang (future values) dari variabel-variabel endogen yang ter-dapat dalam
model yang diamati.
b. The Variance Decomposition: The Variance Decomposition memberikan informasi
mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya test
ini merupakan metode lain untuk meng-gambarkan sistem dinamis yang terdapat
dalam VAR. Test ini digu-nakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu
variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah
shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain.
Uji akar unit atau data di uji kestasionerannya dengan uji Augmented Dickey
Fuller (ADF). Berdasarkan uji ADF, ternyata semua data yang di uji tidak stasioner
in level (Gambar 3.3).
Gambar 3.3. Ketidakstasioneran Data Produksi (PROD), Jumlah Uang Beredar
(MONEY), Suku Bunga (IR), dan Inflasi (INF)
105
110
115
120
125
130
135
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
PROD
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
2,200
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
MONEY
6
7
8
9
10
11
12
13
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
IR
0
4
8
12
16
20
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
INF
10 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
Data yang tidak stasioner ini ditransformasi (first different) menjadi
pertumbuhan indeks produksi industri (GPROD, %), pertumbuhan jumlah uang
beredar (GMONEY, %), suku bunga dikurangi suku bunga tahun sebelumnya (IRt-
IRt-1, % poin), dan inflasi dikurangi inflasi tahun sebelumnya (INFt-INFi-1, % poin).
Hasil uji menunjukkan bahwa semua data stasioner (Gambar 3.4.).
Gambar 3.4. Kestasioneran Data Pertumbuhan Indeks produksi Industri (GPROD),
Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar (GMONEY), Suku Bunga
Dikurangi Suku Bunga Tahun Sebelumnya (DIR), dan Inflasi
Dikurangi Inflasi Tahun Sebelumnya (DINF)
Hasil Likelihood Ratio Test untuk menentukan lag optimum menunjukkan
bahwa model yang dibangun menggunakan dua lag (Lampiran 4). Jika lag terlalu
sedikit, tidak dapat menjelaskan hubungan dinamisnya. Sebaliknya jika lag terlalu
banyak akan mengurangi degree of freedom yang akan menyebabkan banyak
estimasi parameter tidak signifikan.
Kemudian data yang sudah stasioner dan sudah ditentukan lag optimumnya,
di lihat pengaruhnya satu sama lain dengan menggunakan uji Granger Causality.
Hasil Granger Causality menunjukkan ada beberapa kemungkinan hubungan yang
terjadi (Tabel 3.1.).
Tabel 3.1. menunjukkan bahwa inflasi mempengaruhi produksi, tetapi tidak
sebaliknya, sedangkan antara suku bunga dan inflasi saling mempengaruhi. Variabel
-10.0
-7.5
-5.0
-2.5
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
DINF
-16
-12
-8
-4
0
4
8
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
GPROD
-4
-2
0
2
4
6
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
GMONEY
-.6
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2005 2006 2007 2008 2009
DIR
11 [makalah makro ekonomi]
EPN | IPB
lain, seperti antara suku bunga dan produksi, uang beredar dan produksi, uang
beredar dan inflasi, dan antara uang beredar dan suku bunga, belum dapat
diidentifikasi variabel mana yang mempengaruhi. Dengan kata lain, data belum
cukup mendukung untuk menyatakan bahwa ada hubungan granger antar variabel
yang lain tersebut.
Tabel 3.1. Hasil Uji Granger Causality
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. Keterangan
DINF does not Granger Cause GPROD 52 12.3474 0.000050 inflasi mempengaruhi produksi
GPROD does not Granger Cause DINF 0.22062 0.802800
DIR does not Granger Cause GPROD 52 2.61667 0.083700 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana GPROD does not Granger Cause DIR 1.30611 0.280500
GMONEY does not Granger Cause GPROD 53 1.24505 0.297100 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana GPROD does not Granger Cause GMONEY 0.47833 0.622700
DIR does not Granger Cause DINF 52 15.642 0.000006 Saling mempengaruhi
DINF does not Granger Cause DIR 9.87696 0.000300
GMONEY does not Granger Cause DINF 52 0.16422 0.849000 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana DINF does not Granger Cause GMONEY 0.00704 0.993000
GMONEY does not Granger Cause DIR 52 0.66277 0.520200 belum dapat diidentifikasi, mana mempengaruhi mana DIR does not Granger Cause GMONEY 0.55389 0.578400
Setelah di uji kestasioneran, lag optimum dan hubungan antar variabel, data
kemudian diolah menggunakan Vector Autoregression (VAR). Model VAR yang
dibangun adalah sebagai berikut:
DIR = C(1,1)*DIR(-1) + C(1,2)*DIR(-2) + C(1,3)*GMONEY(-1) +