TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANAnalisa Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
Oleh:Rohmat CahyonoNIM K2513061
Program Studi Pendidikan Teknik MesinJurusan Pendidikan Teknik
dan KejuruanFakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas
Sebelas Maret2013BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahHak
tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh
segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu
tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948
tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan,
setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan
dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan,
pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial
yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut
atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang
berada di luar kekuasaannya.Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca
Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk
mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi
semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke58 tahun
2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi
perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin
tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA
ke58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan
yang berkelanjutan melalui Universal Health Coverage
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA
juga menyarankan kepada WHO agar mendorong negara-negara anggota
untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan
terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju
Universal Health Coverage.Di Indonesia, falsafah dan dasar negara
Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas
kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal
34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU
36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan
sosial.Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas,
pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan
perorangan.Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah
dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang
kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil,
penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat
miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan
Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih
terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan
menjadi sulit terkendali.Untuk mengatasi hal itu, pada 2004,
dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial
wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS).Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan
Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional,
pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012
tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap
Jaminan Kesehatan Nasional).Mendukung pelaksanaan tersebut,
Kementerian Kesehatan memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan
dalam reformasi kesehatan yang disahkan dalam Peraturan Menteri No.
71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN. Kementerian
Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan
Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain
pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan
pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Peraturan Menteri
juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat bantu kesehatan dan
pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional.B. Rumusan Masalah1. Apa sebenarnya JKN itu ?2.
Bagaimana agar dapat menjadi peserta JKN ?3. Apa Saja Manfaat
JKN?4. Bagaimana Prosedur dan Tata Laksana Pelayanan Kesehatan bagi
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional ?C. TujuanMakalah ini bertujuan
untuk menganalisa mengenai Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun
2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN apakah apa yang menjadi
harapan dalam peraturan tersebut telah dapat dengan baik dijalankan
dan diterima oleh masyarakat. Dan bagaimana keadaan riil masyarakat
dalam menyikapi adanya JKN yang mulai berlaku pada 1 Januari 2014
tersebut.D. ManfaatDengan makalah ini diharapkan mampu memahami
gejala yang ada di masyarakat dan mampu membuatnya jadi lebih baik
dari sebelumnya.
BAB IIPEMBAHASAN1. Apa sebenarnya JKN ituSebelumnya, mungkin ada
baiknya kita melihat sesaat sistem pelayanan kesehatan ke belakang,
mengingat biaya pengobatan saat ini yang begitu mahal. Kemudian
bagaimana jika kalangan tidak mampu sakit dan perlu penanganan
cukup lama? ditambah lagi, data dari kementerian Kesehatan
menyebutkan bahwa saat ini masih banyak anggota masyarakat yang
belum terlindungi oleh asuransi kesehatan.Berdasarkan data yang
dirilis oleh Dewan Sistem Jaminan Sosial Nasional dikutip Senin
(16/12/2013) menyebutkan, jumlah penduduk yang menerima asuransi
baru sebesar 151 juta jiwa. Artinya masih ada 88 juta penduduk yang
belum terjamin.Dengan adanya sistem pelayanan kesehatan terbaru
atau JKN, nantinya semua masyarakat tidak perlu khawatir lagi.
Karena sesuai Undang-undang no. 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), seluruh masyarakat Indonesia akan
dijamin kesehatannya melalui sebuah program perlindungan kesehatan
perorangan yang diberikan pemerintah kepada setiap warga negara
Indonesia yang disebut JKN.Jaminan tersebut dikeluarkan oleh pihak
pemerintah dan swasta, dengan pesertanya adalah PNS (Pegawai Negeri
Sipil), TNI, Polri dan karyawan swasta serta non-karyawan. Dari
data yang diterima DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional), peserta
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kesehatan yang sudah
terdaftar adalah yang sudah tergabung di Askes PNS, pensiunan TNI,
Polri sebanyak 17,3 juta, Jamsostek 5,6 juta, jamkesda 31,8 juta,
Asuransi komersial 2,9 juta dan self insuranced 15,4 juta.Selain
itu, program ini juga sifatnya wajib (mandatory) sehingga
masyarakat yang tidak mampu juga akan mendapatkan layanan
kesehatan. Untuk metode pembiayaan kesehatan individu yang
ditanggung pemerintah, terbagi dua yaitu1. Bersumber dari hasil
pajak1. Menggunakan sistim kapitasi yang prinsipnya adalah sejumlah
individu ditanggung dengan nilai nominal tertentuPerlu diketahui,
saat ini tidak ada layanan kesehatan gratis melainkan pemerintah
daerah telah menerapkan model kapitasi ini melalui program
Jamkesda, seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diterapkan oleh
Pemda DKI.Satu hal yang perlu Anda ketahui, JKN nanti akan dikelola
oleh BPJS yang terbentuk dari PT. Askes dam PT. Jamsostek kesehatan
yang saat ini sudah mengelola sistim jaminan bagi PNS, TNI-Polri
dan pekerja. Kedua perusahaan milik pemerintah ini mengklaim
memiliki kepersertaan kurang lebih 120 juta penerima anggota
jaminan kesehatan.1. Bagaimana agar dapat menjadi peserta
JKNTerdapat tiga cara agar seseorang bisa menjadi peserta JKN.
Pertama ialah pekerja didaftarkan oleh perusahaan, mendaftarkan
sendiri secara individu atau kelompok dan menjadi Penerima Bantuan
Iuran (PBI) . Di mana dari kedua cara itu, mereka harus memberikan
iuran sebesar lima persen dari penghasilannya untuk digunakan
sebagai pengobatan saat diperlukan."Cara pertama menjadi peserta
JKN ialah penerima upah atau para karyawan akan didaftarkan oleh ke
BPJS. Kemudian, dari pekerja menanggung dua persen dari
penghasilannya per bulan, dan sisa tiga persen ditutupi oleh
perusahaan. Kedua untuk non-penerima upah, mereka mendaftarkan diri
mereka ke BPJS kesehatan cabang terdekat untuk mendapat
perlindungan kesehatan untuk keluarganya. Contoh non-penerima upah
itu seperti tukang becak, supir dan lain-lain, "kata Drg.Usman
Sumantri. M. PH selaku Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan
kesehatan Kementerian Kesehatan Nasional kepada khalayak media
dalam acara yang bertema Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional di
Balai Kartini.Sementara itu, tambah dia, ada pengecualian untuk
fakir miskin, cacat total atau masyarakat yang tak mampu membayar
iuran yaitu pemerintah akan menanggung pembayarannya sebagai
Penerima Bantuan Iuran (PBI)."Pada prinsipnya, bagi yang tidak
mampu membayar iuran, iuran akan dibayar pemerintah. Di mana per
bulannya mereka akan menerima iuran sebesar 19.225 ribu per bulan.
Tetapi untuk menjadi peserta pada cara ketiga ini, peserta PBI
ditetapkan oleh pemerintah mana-mana orang yang tidak mampu. Mereka
bukan mendaftarkan dirinya menjadi peserta PBI,"tutup Drg. Usman.1.
Apa Saja Manfaat JKNBanyak manfaat yang didapat seseorang bila
mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1 Januari 2014. Selain
memberikan manfaat jaminan kesehatan perorangan, Jamkesnas ternyata
juga menjamin pelayanan lima anggota keluarga lainnya (Qalbinur
Nawawi Okezone).Hal ini seperti diungkap Drg.Usman Sumantri. M. PH
selaku Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian
Nasional. Dia menjelaskan bahwa seseorang akan mendapat manfaat
jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan
mencakup dari awal pengobatan sampai bahan medis sesuai dengan
kebutuhan medis yang diperlukan. Selain itu, beragam manfaat
lainnya pun bisa Anda rasakan.Untuk mengetahuinya, Drg Usman
Sumantri membantu memberikan pemahaman mengenai manfaat JKN:1.
Peserta jaminan kesehatan mendapat jaminan kesehatan meliputi
fasilitas primer, sekunder dan tersier, baik milik pemerintah
maupun swasta yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.1. Menjamin kesehatan medis dari administrasi pelayanan,
pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis seseorang sampai
non-medis seperti akomodasi dan ambulan.1. Tindakan medis non
spesialistik, baik operatif maupun non-operatif, kemudian pelayanan
transfusi darah sesuai kebutuhan medis.1. Manfaat jaminan kesehatan
bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Di mana pelayanan
promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan, penyuluhan
kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana dan
skrining kesehatan. Kemudian, pemeriksaan penunjang diagnostik
laboratorium tingkat pertama dan pelayanan rawat inap tingkat
pertam sesuai dengan keluhan penyakit.1. Menjamin pelayanan
kesehatan sebanyak lima anggota keluarga, termasuk pembayar
iuran.
1. Prosedur dan Tata Laksana Pelayanan Kesehatan bagi Peserta
Jaminan Kesehatan Nasional1. Persyaratan Umum 1. Peserta wajib
memiliki identitas sebagai Peserta BPJS Kesehatan.1. Peserta wajib
terdaftar di 1 (satu) Fasilitas Kesehatan tingkat pertama.1. Untuk
pertama kali setiap Peserta didaftarkan oleh BPJS Kesehatan pada
satu Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat. Apabila tidak terdapat rekomendasi dari
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama akan ditetapkan oleh Menteri.1. Peserta harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama tempat Peserta terdaftar, kecuali dalam keadaan tertentu
yaitu: a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama tempat Peserta terdaftar; atau b. dalam keadaan kedaruratan
medis.1. Peserta harus memperlihatkan identitas Peserta yang
berlaku untuk mendapatkan pelayanan.1. Apabila sesuai dengan
indikasi medis Peserta memerlukan pelayanan kesehatan rujukan
tingkat lanjutan, Peserta wajib membawa surat rujukan dari
Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan tingkat pertama lain yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan gawat
darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan
pertimbangan geografis.1. Seluruh Fasilitas Kesehatan baik tingkat
pertama maupun tingkat lanjutan berkewajiban meneliti kebenaran
identitas Peserta dan penggunaannya.1. Seluruh Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama maupun tingkat lanjutan baik yang bekerja sama
maupun yang tidak bekerja sama yang telah memberikan pelayanan
berkewajiban membuat surat bukti pelayanan yang harus
ditandatangani oleh pemberi pelayanan dan Peserta atau anggota
keluarganya.1. Peserta wajib menyetujui penggunaan informasi
tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan yang diterimanya oleh
BPJS Kesehatan untuk kepentingan administrasi pembayaran pelayanan
kesehatan.1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama1. Rawat Jalan
Tingkat Pertama1. Untuk mendapatkan pelayanan, Peserta menunjukkan
kartu identitas yang berlaku (proses administrasi).1. Setelah
mendapatkan pelayanan Peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan.1. Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata
Peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan
spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama akan memberikan surat rujukan
ke Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan sesuai dengan Sistem Rujukan yang berlaku.1. Rawat
Inap Tingkat Pertama1. Persyaratan mendapatkan pelayanan
:Menyerahkan surat pengantar untuk dirawat dari Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama.1. Kewajiban sesudah pelaksanaan pelayanan :1.
Fasilitas Kesehatan membuat surat bukti rawat yang menyatakan bahwa
Peserta telah mendapat perawatan, dimana tercantum tanggal masuk,
tanggal keluar dan diagnosa penyakit.1. Peserta menandatangani
surat bukti perawatan.1. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan1. Pelayanan Rawat Jalan
Tingkat Lanjutan merupakan kelanjutan dari pelayanan tingkat
pertama yang berdasarkan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama kecuali dalam kondisi tertentu sehingga Peserta
tidak perlu membawa surat rujukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.1. Kewajiban sesudah mendapatkan pelayanan :1. Peserta
diwajibkan menandatangani surat bukti pelayanan yang menerangkan
bahwa Peserta tersebut telah mendapat pelayanan dari Fasilitas
Kesehatan yang bersangkutan.1. Dokter di Fasilitas Kesehatan
penerima rujukan berkewajiban memberikan jawaban surat rujukan
kepada dokter yang merujuk disertai jawaban dan tindak lanjut yang
harus dilakukan jika secara medis Peserta sudah dapat dilayani di
Fasilitas Kesehatan yang merujuk.1. Rawat Inap Tingkat Lanjutan1.
Persyaratan mendapatkan Pelayanan1. Menyerahkan surat rujukan dari
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama atau Fasilitas Kesehatan lain
kecuali dalam kondisi tertentu sehingga Peserta tidak perlu membawa
surat rujukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.1. Menyerahkan
surat jaminan perawatan selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja
sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang.1.
Penetapan ruang perawatan di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.1. Kewajiban sesudah mendapatkan pelayanan1. Peserta
diwajibkan menandatangani surat bukti perawatan dan surat bukti
pelayanan lainnya.1. Fasilitas Kesehatan/dokter yang merawat
berkewajiban memberi surat rujukan balik kepada dokter di Fasilitas
Kesehatan yang merujuk disertai jawaban dan tindak lanjut yang
harus dilakukan jika secara medis Peserta sudah dapat dilayani di
Fasilitas Kesehatan yang merujuk.1. Pelayanan Rujukan Parsial1.
Setiap Fasilitas Kesehatan yang mengirim rujukan pelayanan yang
merupakan bagian dari paket INA CBGs seperti rujukan pemeriksaan
penunjang/spesimen dan tindakan saja, maka beban biaya menjadi
tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk.1. Fasilitas Kesehatan
perujuk membayar biaya tersebut ke Fasilitas Kesehatan penerima
rujukan atas pelayanan yang diberikan.1. BPJS Kesehatan membayar
paket INA CBGs ke Fasilitas Kesehatan perujuk.1. Pelayanan Obat dan
Alat Kesehatan1. Pelayanan Obat1. Prosedur pelayanan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama1. Peserta mendapatkan pelayanan medis
dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.1.
Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.1.
Peserta membawa resep ke Ruang Farmasi/Instalasi Farmasi di
puskesmas, klinik dan apotek jejaring.1. Apoteker di puskesmas
melakukan pengkajian resep, menyiapkan dan menyerahkan obat kepada
Peserta disertai dengan pemberian informasi obat. Jika di Puskesmas
belum memiliki Apoteker pelayanan obat dapat di lakukan oleh tenaga
teknis kefarmasian dengan pembinaan apoteker dari dinas kesehatan
kabupaten/kota.1. Apoteker di Klinik dan Apotek melakukan
pengkajian resep, menyiapkan dan menyerahkan obat kepada Peserta
disertai dengan pemberian informasi obat. Apabila di Klinik tidak
memiliki apoteker maka tidak dapat melakukan pelayanan obat.1.
Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.1. Prosedur Pelayanan
Obat paket INA-CBGs di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan1. Prosedur pelayanan obat rawat jalan1. Peserta
mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas
Kesehatan.1. Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi
medis.1. Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
atau apotek jejaring rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti
pelayanan yang diperlukan.1. Apoteker melakukan verifikasi Resep
dan bukti pendukung lain.1. Apoteker melakukan pengkajian resep,
menyiapkam dan meyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan
pemberian informasi obat.1. Peserta menandatangani bukti penerimaan
obat.1. Prosedur Pelayanan Obat rawat inap:1. Peserta mendapatkan
pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan.1.
Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.1.
Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apotek
jejaring rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti pelayanan
yang diperlukan.1. Apoteker melakukan verifikasi resep dan bukti
pendukung lain.1. Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam
dan meyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian
informasi obat.1. Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.1.
Prosedur Pelayanan Alat Kesehatan Paket INA-CBGs di Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan1. Prosedur Pelayanan Alat
Kesehatan Rawat Jalan1. Peserta mendapatkan pelayanan medis
dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan.1. Dokter menuliskan
resep Alat Kesehatan sesuai dengan indikasi medis.1. Peserta
mengambil Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau
jejaring rumah sakit sebagai penyedia alat kesehatan dengan membawa
identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan.1. Apoteker/tenaga
teknis kefarmasian melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung
lain.1. Apoteker /tenaga teknis kefarmasian menyerahkan Alat
Kesehatan kepada Peserta.1. Peserta menandatangani bukti penerimaan
Alat Kesehatan.1. Prosedur pelayanan Alat Kesehatan rawat inap:1.
Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di
Fasilitas Kesehatan.1. Dokter menuliskan resep Alat Kesehatan
sesuai dengan indikasi medis.1. Peserta mengambil Alat Kesehatan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau jejaring rumah sakit sebagai
penyedia alat kesehatan dengan membawa identitas dan bukti
pelayanan yang diperlukan.1. Apoteker/tenaga teknis kefarmasian
melakukan verifikasi Resep dan bukti pendukung lain.1.
Apoteker/tenaga teknis kefarmasian menyerahkan Alat Kesehatan
kepada Peserta.1. Peserta menandatangani bukti penerimaan Alat
Kesehatan.
1. Beberapa masalah Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit 1.
Ketidakcocokan dengan jenis penyakit pasien.Mundurnya rumah sakit
swasta satu persatu dari kerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) disebabkan ketidakcocokan sistem pembayaran
Indonesia Case Based Groups (INA CBGs).Sistem INA CBG'sdisebutkan
sangat tidak sesuai dengan pembiayaan yang ada di rumah sakit.
Pembiayaan dengan paket yang paten, kebanyakan tidak pas dengan
biaya tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit pada pasien,
sementara seharusnya mendapat tindakan lebih, sehingga yang terjadi
adalah memperburuk layanan kesehatan untuk masyarakat.INA CBGs
merupakan sistem pengelompokan penyakit berdasarkan ciri klinis
yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan.
Pengelompokan ini ditujukan untuk pembiayaan kesehatan pada
penyenggaraan jaminan kesehatan sebagai pola pembayaran yang
bersifatprospektif dalam rangka kendali biaya dan kendali mutu.INA
CBG's (Indonesian Case Based Groups) dibuat dengan tujuan untuk
mempercepat pasien dalam membayar, kadang menjadi modus moral
hazard ataupun fraud rumah sakit.Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan
DokterIndonesia Daeng M Faqih, Tim pembuat Nasion Case-mix center
(NCC) yang tidak melibatkan profesi, tidak menjelaskan dasar
perumusan/ penghitungan paket pembiayaan tersebut, sedangkan
kejelasan sangat dibutuhkan untuk mengetahui jenis penanganan yang
harus dilakukan pada setiap masalah kesehatan.Menurut Direktur
Komunikasi Hukum dan Antar-Lembaga BPJS Kesehatan, Purnawarman
Basundoro menyebutkan bahwa mundurnya Rumah Sakit swasta dari kerja
sama dengan pemerintah adalah kewenangan pihak rumah sakit untuk
mengambil keputusan tersebut. pihaknya hanya berwenang untuk
memaparkan apa saja yang menjadi aturan dalam BPJS kesehatan.1.
Asimetri informasi mengenai RJTL terbatas dengan perhitungan biaya
INA CBGsKeluhan yang lain adalah adanya pembatasan pemberian obat,
pada rawat jalan obat yang mestinya diberikan selama satu minggu
hanya diberikan selama 3 hari, atau yang mestinya diberikan satu
bulan hanya diberikan selama satu minggu, karena biaya terhitung
paket sudah include dokter, obat dan penunjang lain maka dilakukan
pembatasan obat. Sebenarnya pasien diberi rujukan balik ke
Puskesmas tetapi hal ini sering tidak dilakukan karena alasan obat
tidak ada di Puskesmas atau alasan lainnya.Berdasarkan SE Menkes no
32 tahun 2014 disebutkan bahwa RJTL dapat dilakukan tanpa
pembatasan control sampai dengan pasien sembuh. Rumah sakit dengan
perhitungan RJTL (Rawat Jalan Tingkat Pertama) menggunakan biaya
paket terbatas sebenarnya akan mendapat disubsidi silangkan antara
RITL (Rawat Inap Tingkat Lanjut) dan RJTL (Rawat Jalan Tingkat
Lanjut). Sehingga sering RS mengeluh rugi sementara belum ditotal
dengan keseluruhan pendapatan. Untuk beberapa penyakit yang
diperkenankan mekanisme ORB (Obat Rujukan Balik) disebutkan di
dalam SE (Surat Edaran) Menkes no32 tahun 2014 (ada di Blog ini).
Rumah Sakit sebaiknya melakukan effisiensi dan efektifitas
operasional menejemen maupun operasional untuk sustainabilitas dan
profit oriented disamping tetap menomersatukan patient savety dan
quality assurance.1. Masalah yang Timbul di Msyarakat mengenai
JKN1. JKN: Politik dan teknis belum seimbangKoran SINDOKamis, 3
April 2014 07:00 WIB
Ilustrasi.(SINDOphoto).TIGA bulan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) telah diselenggarakan dengan penuh harap dan hujat. Ada yang
penuh harap dengan rela mengantre panjang untuk menjadi peserta.
Tetapi, ada yang frustrasi dan menuntut pembubaran JKN/BPJS.
Hujatan tambah menggaung karena program kolosal ini menjadi magnet
politik pada tahun pemilu. Konsep JKN telah disusun dengan baik,
menuju sebuah sistem yang efisien dan berkeadilan. Potensi moral
hazard dan fraud siap ditangkal dalam JKN. Meskipun program JKN
dirancang dengan baik, seperti sebuah kendaraan, kinerja sopir
(pimpinan dan pegawai BPJS), bahan bakar (kecukupan dan kualitas
sumber daya), serta kepatuhan fasilitas kesehatan JKN belum sesuai
harapan. Mobil JKN dirancang menggunakan pertamax, tetapi diisi
premium. Mobil JKN dilengkapi instrumen baru yang lengkap, tetapi
sopir belum terbiasa atau sopir main-mainkan untuk kepentingannya.
Para penumpang (peserta) diharapkan patuh aturan, tetapi banyak
yang egois. Maka itu, mobil tidak berjalan mulus dan penumpang
marah-marah. Gejala ketidakmulusan JKN kita temui di berbagai media
sosial, berita-berita di koran, radio dan televisi, serta dari
mulut ke mulut.Penumpang yang tidak paham mengira mobil JKN buruk
dan menuntut dibubarkan JKN/BPJS atau pembayaran CBG. Sebagai
program kolosal baru, wajar jika masih banyak masalah teknis.
Sangat disayangkan pada masa kampanye pemilu, keluar surat edaran
(SE) Dirut BPJS Nomor 55/2014 tentang Peserta PBI.Meskipun dirut
membantah bahwa SE tersebut tidak berkaitan dengan kampanye partai,
isi surat, waktu edar, dan target surat edaran dapat ditafsirkan
dan digunakan untuk penguatan partai tertentu. Pada waktu yang
sama, partai tersebut juga mengklaim sebagai berperan besar dalam
JKN.Padahal, tanpa perjuangan pahlawan tanpa tanda jasa yaitu
KAJS/BPJS Watch, SJSN dan UU BPJS sulit terwujud. Inilah
politikjika ada peluang meraih hati rakyat, seseorang atau
sekelompok orang dapat muncul menjadi pahlawan. Padahal JKN/SJSN
harus dikerjakan dengan niat tulus terlepas dari kepentingan
politik. JKN/SJSN adalah perintah konstitusi/UUD45, bukan inisiatif
suatu partai atau sekelompok orang.Akar masalahDibandingkan dengan
masalah moral hazard, kecurangan, ketidaktepatan, dan besar
kebocoran subsidi BBM, masalah JKN sesungguhnya kecil sekali.
Masalah utama timbul karena belum ada satu paham utuh tentang JKN.
Sosialisasi JKN oleh BPJS banyak yang tidak sesuai dengan konsep
dan visi-misi JKN.Salah satu contoh, iklan awal BPJS adalah
mengedepankan BPJS. Selain itu, kartu peserta awal diterbitkan
sebagai kartu BPJS, bukan kartu JKN sebagaimana lazimnya di dunia.
Materi sosialisasi BPJS yang berbeda dengan materi sosialisasi
Kemenkes yang mengusung JKN (lebih tepat) menimbulkan kebingungan
pemahaman pada tahap awal. Inilah egoisme BPJS.Hal itu mencitrakan
sikap kalian dan kami di kalangan tenaga kesehatan. Ketika
pembayaran sebagian penyakit dinilai tidak memadai oleh dokter dan
RS, tenaga kesehatan dengan mudah menghujat BPJS. Mereka tidak
merasa sebagai bagian dari JKN.Padahal, kesuksesan JKN lebih banyak
dipengaruhi tenaga kesehatan, bukan oleh BPJS atau di Kementrian
Kesehatan. Sementara perangkat sistem informasi dan pemahaman
petugas BPJS di lapangan sampai akhir Maret 14 masih banyak
masalah. Masyarakat tidak mudah memahami BPJS dan JKN dan menilai
prosedur makin rumit.Informasi yang diberikan petugas BPJS di
lapangan masih konsisten satu dengan lainnya misalnya tentang
rujukan, tentang pemilihan kelas, tentang obat penyakit kronis, dan
sebagainya. Pemahaman staf BPJS di berbagai kantor cabang masih
belum sama. Itu menimbulkankebingunganbanyak pihak.Peserta lama
seperti peserta Askes dan anggota TNI/ POLRI menilai layanan JKN
yang mereka terima lebih jelek dari sebelumnya. Banyak pasien
penyakit kronis masih mengeluhkan panjangnya antrean dan tidak
dapat memperoleh obat yang mereka biasa dapat.Banyak masalah
pemahaman dokter yang terkait pemahaman pembayaran CBG dan kapitasi
yang belum memadai dan staf BPJS belum berhasil menjelaskan dengan
baik. Perubahan besar terjadi pada pembayaran kepada fasilitas
kesehatan, yang semula berbasis per pelayanan kini menjadi bayaran
borongan yang disebut Ina-CBG. Sebagian besar RS dan dokter
spesialis belum paham. Dalam Jamkesmas, pembayaran CBG hanya untuk
pasien kelas III, kini pasien kelas II dan kelas I juga dibayar
secara borongan. Metode baru pasti menimbulkan guncangan.Ketika
dokter menemukan beberapa bayaran CBG jauh di bawah dari yang biasa
mereka terima, mereka bereaksi membatasi layanan atau obat. Ada RS
yang mematok biaya maksimum sebesar yang tercantum dalam daftar
CBG. Ada RS yang menetapkan paket obat dan layanan maksimum sesuai
biaya perkiraan sendiri agar selalu ada surplus. Akibat itu, ketika
harga obat melebihi ketentuan sepihak RS, pasien tidak diberikan
obat yang sebelumnya diberikan. Sesungguhnya bayaran borongan CBG
adalah bayaran rata-rata, tetapi tidak sedikit RS yang memahaminya
sebagai biaya maksimum.Korbannya adalah peserta. Besaran kapitasi
dan CBG yang masih di bawah harga keekonomian, harga yang menutupi
biaya produksi rata-rata oleh sektor swasta (dokter praktik, klinik
swasta, dan RS milik swasta) membuat masalah JKN bertambah banyak.
Sayangnya, ketentuan UU SJSN di mana tarif pembayaran BPJS
merupakan tarif kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan
tidak digunakan.Banyak keluhan dari pengurus asosiasi bahwa mereka
tidak mendapat kesempatan yang adil dalam penarifan. Masalah besar
lain adalah terjadi kolusi antara pemerintah dan sebagian pengusaha
yang mematok batas atas upah untuk iuran hanya 2x penghasilan tidak
kena pajak (PTKP), yang kira-kira sebesar Rp4,75 juta per
bulan.Praktik tersebut tidak sesuai prinsip asuransi sosial dan
gotong-royong yang memadai. Pekerja yang bergaji tinggi hanya
mengiur sedikit. Padahal, menurut wakil menteri perdagangan, pada
2012 terdapat 50 juta pekerja yang berpenghasilan di atas Rp20 juta
sebulan. Entah apa yang terjadi, perpres menetapkan batas upah
untuk iuran hanya Rp4,75 juta. Akibat itu, JKN kehilangan
pendapatan potensial puluhan triliun setahun dan kualitas layanan
dokter dan RS terpaksa terpangkas.Peserta (pekerja dan anggota
keluarganya) yang merugi akibat kolusi tersebut. Pemerintah pun
hanya mau membayar iuran bagi penduduk miskin dan tidak mampu
sebesar Rp19.225, jumlah yang belum memadai untuk layanan yang
baik. Karena potensi iuran yang rendah, tarif ke fasilitas
kesehatan dipaksa rendah. Tenaga kesehatan berteriak dan bereaksi.
Pekerja dan keluarganya tidak mendapat layanan sebagaimana yang
diharapkan. Artinya pemerintah belum berpihak kepada rakyat
banyak.Adakah solusi?Solusi selalu ada sebab JKN disusun dengan
baik. Hanya, perlu koreksi pada bagian-bagian yang kini tidak
sesuai spesifikasi konsep (bestek) JKN. Sumber utama solusi adalah
mobilisasi dana yang memadai dan pemilihan sopir (petugas BPJS di
semua lini) yang berkompeten dan berintegritas tinggi. Tenaga
kesehatan harus dibayar layak sebagaimana pegawai BPJS dibayar
layak.Memang, dibandingkan tahun lalu, tambahan iuran PBI dan
kenaikan iuran sudah terjadi penambahan dana. Penghasilan tenaga
kesehatan secara rata-rata tidak berkurang. Tetapi, dengan
peningkatan demand, bebankerja tenaga kesehatan meningkat lebih
tinggi.Padahal, rata-rata pendapatan tenaga kesehatan sebelum JKN
umumnya relatif belum memadai. Sistem kesehatan, yang hanya
berperan 3% produk domestikbruto, belummenghargai tenaga kesehatan
di tingkat provider secara layak. Maka itu, kualitas layanan
kesehatan belum akan baik. Yang diperlukan hanyalah keberanian
pemerintah menetapkan besaran iuran, tarif kapitasi, dan tarif CBG
pada harga keekonomian yang layak.Iuran dapat dinaikkan jika BPJS
dapat membuktikan layanan JKN berkualitas baik. Rakyat menunggu
perbaikan nyata oleh BPJS dan pemerintah. Rakyat juga menunggu
kerja efektif dari Dewan Pengawas BPJS dan Dewan Jaminan Sosial
Nasional yang mewakili rakyat mengawal Dana Amanat milik rakyat
(peserta).1. JKN : JAMINAN KOQ NYUSAHNEKesehatan dan manusia
laksana dua sisi kehidupan yang tak terpisahkan. Sehat adalah kunci
manusia dapat menjalani dan menikmati kehidupan. Sehingga tak heran
jika dalam beberapa tahun terakhir ini, berbagai negara berusaha
untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk atau
jaminan kesehatan semesta(universalhealth coverage). Upaya ini
dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan
kesehatan yang komprehensif, bermutu, dan merata bagi seluruh
penduduk. Indonesia bersama negara-negara anggota Organisasi
Kesehatan Dunia Wilayah.Asia Tenggara (WHO-SEARO) lainnya telah
menyepakati strategi pencapaian jaminan kesehatan semesta yang
mencakup langkah: 1) menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai
pusat jaminan kesehatan semesta, 2) meningkatkan pemerataan
pelayanan kesehatan melalui perlindungan sosial, 3) meningkatkan
efisiensi pemberian pelayanan kesehatan, dan 4) memperkuat
kapasitas pelayanan kesehatan untuk mencapai jaminan kesehatan
semesta (Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehtan Nasional
2012-2019).Wujud komitmen Pemerintah untuk mengimplementasikan
program jaminan kesehatan tertuang dalam Undang-Undang No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (UU BPJS). 1 Januari 2014 titik awal pemberlakuan Jaminan
Kesehatan Nasional (JamKesNas / JKN) yang menjadi pintu gerbang
iuran wajib berbalut jaminan diberlakukan. JKN adalah suatu program
Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian
jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar
penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan
sejahtera.Pendaftaran Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan di beberapa daerah masih terkendala keterbatasan
teknologi komputer dan minimnya sosialisasi bagaimana menjadi
peserta dan mekanisme penggunaan kartu Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) di Rumah Sakit. Hal tersebut mengemuka dalam telekonferensi
saat kunjungan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung
Laksono berkunjung di kantor BPJS Kesehatan Cempaka Putih Jakarta
Pusat (Info Publik, 2/1). Bapak RW di salah satu desa kecamatan
Mangli Jember mengeluhkan minimnya sosialisasi dan penyuluhan dari
pusat sampai sekarang belum ada sosialisasi dari pusat terkait JKN
dan saya selaku RW masih miss consepsi, apakah JKN sama seperti
JamKesMas atau seperti program Asuransi?. Selain masalah kurangnya
informasi masyarakat tentang program JKN dan ruwetnya administrasi
yang akan dihadapi masyarakat, tenyata program ini pun menuai
ketidakpercayaan di hati masyarakat. Salah satu keluarga pasien
RS.Soebandi mengungkapkan lebih baik nabung dibank aja dari pada
ikut asuransi, kan kita gak tau kapan sakit. Tapi kita suruh bayar
tiap bulan, kalau gak sakit uangnya hangus. Jaminan Kesehatan
Nasional yang dikampanyekan oleh pemerintah sebagai solusi masalah
kesehatan dengan mewajibkan masyarakat membayarkan premi sesuai
dengan pekerjaan dan tingkat pendapatannya pun ternyata sangat
menyusahkan masyarakat yang tidak mampu, walaupun ada Penerima
Bantuan Iuran (PBI), namun jumlahnya sangat sedikit. Padahal
realitasnya masih banyak warga yang untuk makanpun susah, apalagi
mengakses kesehatan dan membayar iuran perbulan-perjiwa. Menurut
penjual bakso di Jalan Kalimantan, Jember buat makan lho susah,
apalagi kalau harus membayarkan iuran perorang bukan perkepala
keluarga. Iya kalau orang-orang atas. Kekurang pahaman masyarakat
ini juga turut membuktikan kurang siapnya pemerintah untuk
memberlakukan JKN, seperti sorotan Anggota Komisi D Bidang
Kesejahteraan Rakyat DPRD Jember tentang pelayanan BPJS untuk
puskesmas. "Ada sekian puskesmas tak punya tempat rawat inap.
Bahkan di rumah sakit apa sudah siap? Saya pernah lihat di RSD dr.
Soebandi, pasien jampersal (jaminan persalinan) dirawat di
lorong-lorong rumah sakit, karena tak ada ruangan lagi," kata
Samanhudi, salah satu anggota Komisi D (beritajatim.com).Rendahnya
mutu layanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit sampai
mahalnya biaya, turut menghiasi rapor merah Rumah Sakit di Jember.
misalkan saja masalah kesalahan penangannan yang menyebabkan pasien
meninggal dunia, hingga banyaknya pasien yang kabur dari rumah
sakit disebabkan ketakutan tidak mampu membayar biaya kesehatan.
Hal ini terungakap dari salah satu karyawan di RS.Soebandi.
Keresahan masyarakat akan tingginya biaya kesehatan dan rendahnya
fasilitas kesehatan pun dirasakan salah satu warga disekitar
Universitas Jember tepatnya di Jalan Kalimantan, Gang Nasional.
Sakit Diabetes Mellitus yang telah menghinggapi dirinya sejak 3
tahun yang lalu, mengharuskannya berkali-kali Ke Rumah Sakit hingga
mengeluarkan biaya yang tak sedikit. Sepetak tanah yang menjadi
investasi hidupnya pun tergadaikan untuk mencari kesembuhan. Namun
malang, kesembuhan pun tak dapat beliau raih, 5 bulan terakhir
beliau tak dapat lagi bangun dari tempat tidur. Pekerjaan sebagai
penjaga malam di salah satu lembaga bimbingan belajar yang menjadi
sumber utama penghasilan utuk menghidupi keluarga harus rela ia
lepaskan. Kini kaki kirinya mengalami pembusukan.Maka, timbul
sebuah pertanyaan besar dalam benak rakyat, Apakah JKN memang jalan
yang terbaik untuk kesehatan rakyat, atau hanya politik tipu-tipu
menuju pemilu 2014? Karena rakyat merasa dibohongi oleh pemerintah.
Kepala Dinas Kesehatan Bambang Suwartono mengatakan, dengan adanya
BPJS, maka biaya yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk membayar
premi hanya Rp 1,2 miliar. Sementara kemarin untuk lima ribu orang
pemilik surat pernyataan miskin (SPM) dianggarkan Rp 10 miliar
lebih. "BPJS murah. Tinggal bayar premi per bulan selesai.
Berapapun (biaya berobat) tidak bayar, ditanggung BPJS. Kalau SPM
kan tergantung pengeluaran rumah sakit. Habis berapa, ditanggung 60
persen oleh rumah sakit," kata Bambang. Dari pernyataan tersebut
terlihat dengan jelas bahwa JKN adalah bentuk liberalisasi yaitu
lepas tanggannya pemerintah dan membiarkan rakyat mengurusi
urusannya sendiri. JKN hanyalah madu berbalut racun yang sengaja
disodorkan pemerintah untuk rakyat. Dan lagi-lagi bernafas sama
dengan program lain yaitu menyusahkan rakyat.
BAB IIIPENUTUPKesimpulanMeskipun judulnya Jaminan Kesehatan
Nasional, namun pada kenyataannya dalam pelaksanaannya masih
terdapat banyak kekurangan karena masyarakat dituntut wajib
membayar iuran tiap bulan, namun tiap bulan uang tersebut akan
hangus jika tidak digunakan. Sementara jika ingin menggunakan uang
tersebut untuk berobat masih harus melalui persyaratan yang begitu
rumit karena minimnya sosialisasi dari pemerintah. SaranSejatinya
kesehatan adalah hak setiap warga Negara, sehingga seharusnya
menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan
yang gratis lagi berkualitas untuk rakyat. Bukanlagi iuran wajib
berkedok jaminan yang menyusahkan rakyat. Maka sudah saatnya kita
berpaling dari kondisi rusak yang tak menjajikan kesejahteraan
menuju kondisi ideal dengan memenuhi seruan Sang Pembuat
Kehidupan.
Daftar
Pustakahttp://m.okezone.com/read/2013/08/22/482/854067/bagaimana-cara-jadi-peserta-jamkesnas.Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Indonesia Cinta Sehat Menuju
Indonesia Sehat dan JKN yang Bermutu. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.Koran SINDO, edisi Kamis 3 April
2014Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.Tim penyusun bahan
sosialisasi dan advokasi JKN. 2013. Buku Pegangan Sosialisasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)dalam Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.