BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGBunuh diri adalah salah satu
penyebab utama kematian di seluruh dunia. Gagasan bunuh diri
mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami gangguan mental
saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami penyakit
fisik. Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri
dicatat setiap tahun, dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan
10-20 kali lebih tinggi dari ini.Organisasi Kesehatan Dunia
memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh diri terjadi kira-kira
setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang
meninggal karena bunuh diri. Penyebab bunuh diri merupakan hal yang
kompleks. Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh diri
ketika menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi
stressor. Faktor-faktor ini termasuk adanya gangguan mental
sebelumnya atau penyalahgunaan zat, riwayat bunuh diri dalam
keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun dan adanya
perpisahan atau perceraian. Pada sebuah studi epidemiologi di
Amerika Serikat yang dilakukan Kessler (dkk), memperkirakan tingkat
keinginan bunuh diri sebesar 2,8% - 3,3% dari populasi umum dan
Weissman (dkk), melaporkan antara 2 % dan 18% pada sembilan negara.
Pasien dengan gangguan depresif mayor memiliki risiko yang besar
terjadinya bunuh diri.Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari
sampel bunuh diri menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil terjadi
bunuh diri tanpa bersamaan dengan diagnosis psikiatri yaitu sekitar
5% hingga 7%. Dari laporan studi klinis menunjukkan sebesar 78 89 %
pasien gangguan depresif mayor berat memiliki keinginan dan
percobaan bunuh diri. Dan adanya data yang menunjukkan bahwa
kebanyakan orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya tidak
melakukan percobaan bunuh diri dan setidaknya ada satu studi
tentang percobaan bunuh diri yang menemukan sekitar 10% akhirnya
mati dengan bunuh diri. Dengan demikian gagasan dan perencanaan
bunuh diri merupakan hal yang serius dibandingkan dengan percobaan
bunuh diri. Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang
individu yang dirawat di rumah sakit pada episode gangguan depresif
mayor berat diperkirakan 15%. Pada penelitian yang dilakukan Beck,
dan kawan - kawan terhadap 207 pasien rawat inap yang memiliki
gagasan bunuh diri 7 % selama periode 5 - 10 tahun, terdapat 14
pasien yang melakukan bunuh diri. Beck mengamati secara klinis
bahwa ketika pasien depresi yakin tidak ada solusi untuk masalah
kehidupan yang serius, mereka memandang bunuh diri sebagai jalan
keluar dari situasi yang tak tertahankan. Menurut formulasi Beck's,
putus asa merupakan karakteristik inti dari depresi dan berfungsi
sebagai penghubung antara depresi dan bunuh diri.
B. TUJUAN1. Untuk mengetahui Pengertian Bunuh Diri2. Untuk
mengetahui Tren Bunuh Diri pada Anak dan Remaja3. Untuk mengetahui
Faktor-faktor yang mempengaruhi bunuh diri4. Asuhan Keperawatan
pada klien dengan resiko bunuh diri5. Terapi yang diterapkan pada
klien dengan Resiko Bunuh diri
C. MANFAATMemberikan mahasiswa atau mahasiswi pengetahuan lebih
dalam tentang konsep bunuh diri. Selain itu, memberikan informasi
yang baik untuk menambah ilmu mahasiswa atau mahasiswi dalam ilmu
keperawatan jiwa 2.
BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIAN BUNUH DIRISetiap aktivitas yang
jika tidak dicegah akan menimbulkan kematian (Stuart & Sundeen,
1995). Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang
dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas keinginannya. Bunuh
diri merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan psikiatri.
Meskipun bunuh diri adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian
yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia,
gangguan kepribadian (paranoid, borderline, antisosial), bunuh diri
tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial
yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah : A. Bunuh diri merupakan perilaku yang bisa
mematikan dalam setting rawat inap di rumah sakit jiwa B. Faktor
faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya
pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang
lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya
informasi tentang pasien.C. Pengkajian bunuh diri seharusnya
dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat
masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen
lainnya. D. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
B. KLASIFIKASI BUNUH DIRI Menurut Emile Durkheim dan Ilmu
Sosiologi.Dalam studinya Le Suicide durkheim bermaksud untuk
menyelidiki sampai sejauh mana dan bagaimana individu-individu
dalam masyarakat modern masih tergantung dan berada di bawah
pengaruh masyarakat. Dalam studi ini Durkheim merumuskan beberapa
tipe bunuh diri, antara lain : EgoistikEgoisme merupakan sikap
seseorang yang tidak berintegrasi dengan kelompoknya dan memilih
untuk menyendiri dari kehidupan sekitar yang berinteraksi dengan
dirinya, kelompok disini merupakan tempat untuk berhubungan antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya, terdiri dari
keluarga, teman-teman yang dekat, dan masyarakat luas. Biasanya
tipe bunuh diri semacam ini didasari oleh sikap yang tidak terbuka
kepada orang lain, sehingga akan menyebabkan perasaan terasing dari
masyarakat dan akan menyebabkan orang tersebut untuk memikirkan dan
mengusahakan kebutuhannya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan
maupun bantuan dari orang lain ataupun masyarakat. Dalam
kehidupannya pasti ia tidak memiliki tujuan bersama dalam kehidupan
kelompoknya selain kepentingannya sendiri, sehingga ia akan merasa
tersudut yang disebabkan oleh egoisme yang berlebihan dan akan
mengakibatkan terjadinya bunuh diri. Dari beberapa hal tersebut
dapat di analisis bahwa kondisi integrasi antara pelaku bunuh diri
tersebut dengan kelompoknya dapat dikatakan rendah. Misalnya :
siswa yang bunuh diri karena tidak lulus sekolah. AltruistikApabila
bunuh diri egoistik disebabkan oleh kurangnya integrasi dengan
kelompoknya, sementara bunuh diri altruistik adalah kebalikan dari
tipe bunuh diri egoistik. Pengintegrasian antara individu yang satu
dan lainnya berjalan secara lancar sehingga menimbulkan masyarakat
yang memiliki integrasi yang kuat. Apabila kelompoknya menuntut
bahwa mereka harus mengorbankan diri mereka, maka mereka tidak
mempunyai jalan lain selain melakukannya karena mereka telah
menjadi satu dengan kelompok mereka. Sehingga integrasi yang kuat
tersebut akan menekan individualisme anggota kelompoknya ke titik
dimana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam
kedudukannya sendiri. Misalnya : perjuangan pahlawan Indonesia
dalam meraih kemerdekaan Indonesia. AnomikAnomi adalah keadaan
moral dimana orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan,
dan norma dalam hidupnya. Nilai-nilai yang semula memberi motivasi
dan arah kepada perilakunya tidak berpengaruh lagi. Keadaan moral
dimana orang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma
dalam hidupnya sehingga akan menimbulkan kebimbangan pada diri
seseorang. Keadaan anomi ini bisa melanda seluruh masyarakat ketika
terjadi perubahan pada masyarakat tersebut secara cepat, tetapi di
lain pihak masyarakat tersebut belum bisa mererima perubahan
tersebut dikarenakan nilai-nilai lama pada masyarakat tersebut
belum begitu mereka pahami sementara nilai-nilai yang baru belum
jelas. FatalistikTipe bunuh diri ini tidak terlalu banyak dibahas
oleh Dukheim. Kalau bunuh diri anomik terjadi dalam situasi di mana
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat melemah, namun
sebaliknya bunuh diri fatalistik ini terjadi ketika nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat meningkat, sehingga menyebabkan individu
ataupun kelompok tertekan oleh nilai dan norma tersebut. Dukheim
menggambarkan seseorang yang melakukan bunuh diri fatalistik
seperti seseorang yang masa depanya telah tertutup dan nafsu yang
tertahan oleh nilai dan norma yang menindas.
3. PERILAKU BUNUH DIRI Isyarat bunuh diri : Aksi bunuh diri yang
tidak berakibat fatal Usaha bunuh diri : Aksi bunuh diri yang bisa
berakibat fatal tetapi tidak berhasil dilakukan Bunuh diri : Suatu
tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa pelaku.
C. TANDA TANDA BUNUH DIRI Tanda dan Gejala Umum: Tanda yang
paling menonjol bahwa klien telah menunjukkan tanda bunuh diri
secara fisik. Misalnya sayatan pada tangan ataupun luka pada leher.
Di samping itu juga menunjukkan gejala putus harapan, tidak
berdaya, malu, rasa bersalah, marah, kekerasan dan
impulsif.Tanda-tanda risiko berat: Keinginan mati yang
sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang bahwa ia ingin
mati, yang bisa disertai dengan persiapan terinci. Adanya depresi
dengan gejala rasa salah dan dosa, rasa putus asa, ingin dihukum
berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga lagi, sangat
berkurangnya nafsu makan, seks, dan kegiatan lain, serta adanya
gangguan tidur yang berat. Adanya psikosis, terutama yang impulsif,
serta adanya perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin
berbahaya bila pasien mendengar suara (halusinasi) yang
memerintahkan agar ia membunuh dirinya.Tanda-tanda bahaya: Pernah
melakukan percobaan bunuh diri Penyakit yang menahun.
Ketergantungan obat dan / atau alkohol. Hipokondriasis.
Bertambahnya usia disertai bertambahnya masalah hidup. Persaingan
diri. Kebangkrutan. Catatan bunuh diri. Kesukaran penyesuaian diri
yang kronis. Tak jelas adanya keuntungan sekunder.
D. ETIOLOGI Menurut Emile Durkheima. Karena alasan agamaDalam
penelitiannya, Durkheim mengungkapkan perbedaaan angka bunuh diri
dalam penganut ajaran Katolik dan Protestan. Penganut agama
Protestan cenderung lebih besar angka bunuh dirinya dibandingkan
dengan penganut agama Katolik. Perbedaan ini dikarenakan adanya
perbedaan kebebasan yang diberikan oleh kedua agama tersebut kepada
penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang
jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran-ajaran kitab
suci, sedangkan pada agama Katolik tafsir agama ditentukan oleh
pemuka Gereja. Akibatnya kepercayaan bersama dari penganut
Protestan berkurang sehingga menimbulkan keadaan dimana penganut
agama Protestan tidak lagi menganut ajaran/tafsir yang sama.
Integrasi yang rendah inilah yang menjadi penyebab laju bunuh diri
dari penganut ajaran ini lebih besar daripada penganut ajaran agama
Katolik.b. Karena alasan keluargaSemakin kecil jumlah anggota dari
suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk terus
hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, semakin besar mengikat
orang-orang kepada kegiatan sosial di antara anggota-anggota
kesatuan tersebut. Kesatuan keluarga yang lebih besar biasanya
lebih akan terintegrasi.c. Karena alasan politikDurkheim disini
mengungkapkan perbedaan angka bunuh diri antara masyarakat militer
dengan masyarakat sipil. Dalam keadaan dimana angka bunuh diri pada
masyarakat militer cenderung lebih besar daripada masyarakat sipil.
Dan sebaliknya, dalam situasi perang masyarakat militer angka bunuh
dirinya rendah. Didalam situasi perang masyarakat militer lebih
terintegrasi dengan baik dengan disipilin yang keras dibandingkan
saat keadaan damai di dalam situasi ini golongan militer cenderung
disiplinnya menurun sehingga integrasinya menjadi lemah.d. Karena
alasan kekacauan hidup (anomie)Bunuh diri dengan alasan ini
dikarenakan bahwa orang tidak lagi mempunyai pegangan dalam
hidupnya. Norma atau aturan yang ada sudah tidak lagi sesuai dengan
tuntutan jaman yang ada.e. Faktor genetik dan teori biologi Faktor
genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Di samping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh
diri. Faktor genetik (berdasarkan penelitian):a. 1,53 kali lebih
banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi
kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.b. Lebih
sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
Faktor Biologis lain:1. Biasanya karena penyakit kronis/kondisi
medis tertentu, misalnyaa. Strokeb. Gangguuan kerusakan kognitif
(demensia)c. Diabetes, Penyakit arteri koronariad. Kankere. HIV /
AIDSStressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosialPenyebab lain :a. Adanya harapan
yang tidak dapat di capaib. Merupakan jalan untuk mengakhiri
keputusasaan dan ketidakberdayaanc. Cara untuk meminta bantuand.
Sebuah tindakan untuk menyelesaikan masalah
F. PREDISPOSISIPenyakit jiwa merupakan faktor predisposisi
terpenting terjadinya bunuh diri. WHO memperkirakan sebanyak 90%
orang yang melakukan tindakan bunuh diri terjadi akibat penyakit
jiwa yang tidak di diagnosa dan diobati, di samping penggunaan
obat-obatan terlarang dan konsumsi alkohol. Kondisi ini merupakan
masalah kesehatan utama di dunia yang mempresentasikan 1,4% dari
beban masalah kesehatan dunia.Di samping itu, masyarakat dalam hal
ini tokoh agama dan pemerintah juga mempunyai peran penting dalam
mencegah dan meminimalkan kasus bunuh diri dengan menanamkan
nilai-nilai kesehatan jiwa sejak dini.Preveler dkk dalam jurnal
yang berjudul ABC of Psychological Medicine: Depression in Medical
Patients (2002) mengatakan, risiko bunuh diri seumur hidup akan
dialami orang yang mengalami mood disorder, terutama depresi yaitu
sebesar 6-15%, sedangkan schizophrenia sebesar 4-10%. Data tahun
2005 menyebutkan, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
kejadian bunuh diri akibat depresi menempati ranking ke-11 penyebab
kematian penduduk.Depresi merupakan kondisi medis yang disebabkan
karena adanya disregulasi neurotransmitter (zat penghantar dalam
sistem syaraf) terutama serotonin (neurotransmitter yang mengatur
perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi
dan minat). Spektrum depresi sangat luas dengan keluhan penyakit
dan manifestasi klinik yang bermacam-macam sehingga pengelolaannya
harus dilakukan secara holistik.
G. TREND BUNUH DIRI PADA ANAK DAN REMAJADiperkirakan 150 orang
di Indonesia melakukan bunuh diri setiap harinya. Angka ini
didasarkan pada data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada 2005,
yang mengungkapkan bahwa sedikitnya 50.000 orang Indonesia
melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Indonesia beranjak
mendekati posisi jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih
dari 30.000 orang per tahun dan cina yang mencapai 250.000 per
tahun.Versi catatan WHO,saat ini terdapat 121 juta orang mengalami
depresi. Menurut catatan badan kesehatan dunia ini pula, sebanyak
5,8 persen pria dan 9,5 persen wanita di dunia pernah mengalami
depresi dalam hidup mereka. Pada 2020 mendatang, depresi
diperkirakan akan menempati peringkat kedua sebagai masalah
kesehatan dunia paling banyak diderita di dunia, setelah penyakit
jantung.Kasus bunuh diri pada anak dan remaja semakin banyak
terjadi dibandingkan sebelumnya. Dari hasil statistik di Amerika
diperoleh data bahwa pada anak-anak di bawah umur 15 tahun sekitar
1-2 dari 100.000 anak memiliki keinginan bunuh diri, sedangkan pada
umur 15-19 tahun, sekitar 11 dari 100.000 remaja yang ingin
melakukan bunuh diri.Bunuh diri memiliki urutan keempat pada
anak-anak berumur 10-14 tahun dan urutan ketiga penyebab kematian
pada remaja berumur 15-19 tahun. Percobaan bunuh diri yang tidak
sampai menyebabkan kematian sangat sering terjadi. Setiap tahunnya
2-6% anak-anak yang mencoba bunuh diri tersebut langsung mati pada
usaha bunuh diri yang utama. Dapat disimpulkan bahwa dari setiap
300 kasus percobaan bunuh diri, ada satu kasus yang membawa
kematian.Faktor resikoa. Faktor biologisFaktor-faktor biologis yang
memiliki peranan yang bermakna dalam perkembangan masalah-masalah
kesakitan termasuk penyalahgunaan zat. Riwayat bunuh diri, adiksi
dan gangguan mental seperti depresi dalam keluarga, meningkatkan
resiko kejadian bunuh diri.b. Gangguan mentalAnak yang terdiagnosis
dengan gangguan mental seperti ADHD, depresi, kesulitan tidur atau
gangguan bipolar, lebih beresiko melakukan bunuh diri dibandingkan
populasi umum. Perasaan terisolasi atau tanpa penghargaan akan masa
depan dapat membawa seseorang pada ide bunuh diri.c. Penyalahgunaan
zatPenyalahgunaan obat-obatan dan alkohol pada remaja memberikan
resiko yang lebih tinggi terhadap kejadian bunuh diri karena
pengaruhnya terhadap pola pikir yang diakibatkan oleh zat-zat
tersebut. Jelasnya, banyak orang muda dengan konflik emosi mulai
menggunakan obat-obatand. Kaum minoritasKaum minoritas termasuk
gay, lesbian dan remaja biseksual memiliki resiko yang lebih tinggi
terhadap terjadinya bunuh diri yaitu sekitar 300% lebih tinggi dari
angka-angka nasional. Anak-anak sering mengalami stigma sosial dan
prasangka dalam kehidupan kesehariannya dan kadang terlalu sering
menjadi sasaran para penguasa yang tidak berbelas kasihan yang
menyebabkan penderitaan secara emosional.e. Masalah
keluargaAnak-anak dan remaja yang lari dari rumahnya juga berisiko
terhadap kasus bunuh diri dan masalah serius lainnya dalam fisik
dan mental. Keputusan untuk lari dari rumah secara umum dipacu oleh
konflik keluarga dan pemberontakan. Seorang pemuda dapat merasa
sangat disalah-mengerti atau tidak dihargai lalu mulai membayangkan
bahwa segala sesuatu akan lebih baik bila mereka keluar dari rumah.
Beberapa anak memilih kabur dari rumah karena ingin berpetualang
dan mengalami kesendirian.f. Masalah sosialMasalah sosial dapat
mendorong anak-anak pada ide bunuh diri, anak-anak yang mengalami
kekerasan, kecanduan, kemiskinan, dan penyalahgunaan secara
seksual, fisik dan emosinal memiliki resiko yang lebih besar untuk
terjadinya bunuh diri pada anak dan remaja.g. Masalah sekolahBanyak
ahli sepakat bahwa alasan lain penyebab meningkatnya insiden bunuh
diri adalah tekanan pelajaran. Anak-anak berada di bawah tekanan
orang tua, teman-teman dan tekanan dari dirinya sendiri untuk
melakukan yang terbaik. Tantangan-tantangan akademis dan kegiatan
ekstrakurikuler dapat menyebabkan stress yang sangat besar. Tekanan
untuk mendapat tujuan yang tidak realistik dapat mendorong kaum
muda untuk mempertimbnagkan melakukan bunuh diri. Anak-anak dan
remaja sebaiknya didorong untuk bertujuan bagi tujuan yang
realistik.h. Masalah cintaSebagai pelampiasan dari kehidupan
keluarganya yang buruk, banyak remaja memilih untuk menjalin
hubungan dengan lawan jenisnya. Bunuh diri sering terjadi saat
orang tua menentang anaknya untuk menikah.Faktor pendorongBila
anak-anak merasa tertekan kemungkinan mereka mencoba bunuh diri
akan meningkat sampai 7 kali yaitu sekitar 22% dari anak yang
mengalami depresi. Anak-anak dan remaja yang mencoba bunuh diri
mempunyai kemungkinan 8 kali lebih besar untuk mengalami gangguan
mood, 3 kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan cemas, serta
lebih mungkin terlibat dalam penyalahgunaan obat.Adanya riwayat
yang melakukan bunuh diri dan ketersediaan senjata api juga
meningkatkan resiko bunuh diri. Penyebab utama (hampir 90%) dari
anak-anak den remaja yang mencoba untuk bunuh diri adalah adanya
gangguan kejiwaan yaitu lebih dari 75% mempunyai riwayat gangguan
jiwa.Terdapatnya faktor-faktor resiko di atas memerlukan suatu
penanganan yang serius, sebab bila anak-anak terus berfikir tentang
kematian dan bahwa mati adalah jalan yang terbaik, mereka
kemungkinan besar akan mencoba untuk bunuh diri.
H. PENCEGAHAN BUNUH DIRIUpaya mencegah bunuh diri sungguh sangat
sulit. Salah satu penyebabnya, orang yang mengalaminya biasanya
terjerat oleh cara berpikir sempit dan irasional, serta tidak
menyadari bahwa dirinya membutuhkan pertolongan, salah satu bentuk
upaya mencegah bunuh diri adalah yang disebut krisis intervensi.
Tujuannya adalah menolong orang yang mengatasi krisis hidup yang
berat. Selain upaya pencegahan diatas, ada upaya lain untuk
mencegah terjadinya bunuh diri yaitu fokus terapi diarahkan pada
modifikasi lingkungan agar hubungan antar manusia lebih baik, juga
di usahakan agar fungsi kejiwaan lebih dekat.Macam-macam terapi
berupa: Psikoterapi individual atau terapi kelompok. Terapi
keluarga. Terapi obat-obatan sesuai dengan keadaan; misalnya untuk
pasien dewasa: amitriptilin (25-30 mg 3x/hari), diazepam (2-5 mg
3x/hari), klorpromazin (50-10 mg 3x/hari). Strategi terapi Memotong
lingkaran pikiran bunuh diri. Menguatkan kembali ego pasien dan
memperbaiki mekanisme pembelaan yang salah. Membantu pasien agar
dapat hidup wajar kembali.Umumnya kita memandang bunuh diri sebagai
tindakan yang tidak hanya tragis tetapi juga keliru. Satu-satunya
alasan yang bisa membenarkan tindakan kita adalah fakta bahwa orang
yang mencoba bunuh diri sering tidak sungguh-sungguh ingin, masih
ragu-ragu, atau kalau pun bulat niat itu biasanya bersifat sesaat.
Maka, upaya pencegahan tersebut secara etis bisa dibenarkan.
I. TERAPI LINGKUNGAN UNTUK RESIKO BUNUH DIRIMenurut John
Gundersons menyatakan bahwa ada 5 proses yang mendasari penerapan
terapi lingkungan, yaitu perlindungan (contaiment), dukungan
(support), struktur, keterlibatan (involvement) dan validasi.1.
Perlindungan (contaiment)Perlindungan merupakan sebuah perencanaan
dan tindakan yang dilakukan untuk menjamin fisik pasien tetap dalam
keadaan baik dan sehat terhadap suatu keadaan dimana pasien karena
masalah kejiwaan yang dialami mereka menyebabkan kehilangan kontrol
diri dan kelemahan perasaan.Perlindungan yang diberikan oleh
perawat atau profesi lain dalam terapi lingkungan akan dapat
mencegah pasien dari mencederai diri sendiri dan orang lain,
menurunkan risiko gangguan kesehatan fisik dan menstabilkan kontrol
diri pasien.Untuk melakukan perlindungan kepada pasien, maka
seorang perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien melalui
tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien. Beberapa tindakan yang
mungkin dilakukan adalah pengasingan pasien dalam suatu ruangan
yang nyaman untuk menghindari pasien dari pikiran akibat perubahan
status emosi mereka. Pengasingan ini juga harus memberi jaminan
bahwa pasien akan merasa aman dan nyaman. Perawat harus menemani
serta memberitahu pasien bahwa keberadaannya adalah untuk mencegah
hal-hal yang membahayakan pasien.
Tindakan lain yang perlu dilakukan untuk memberi keamanan pada
pasien adalah dengan tersedianya lingkungan yang memberi perasaan
aman dan nyaman, sehingga pasien tidak memiliki perasaan cemas yang
akan memperparah situasi pasien. Bila pasien merasa aman dan nyaman
dalam lingkungan perawatan, maka rasa percaya pasien akan tumbuh
sehingga memberi motivasi untuk mengikuti program terapi yang
diberikan.Selain itu pemenuhan kebutuhan fisik seperti makan,
pakaian, istirahat, obat-obatan dll, juga penting diperhatikan.
Menanyakan makanan apa yang disukai pasien akan membuat mereka
merasa diperhatikan, sehingga rasa aman akan terbentuk dalam diri
pasien. Begitu juga menjaga penampilan dengan pakaian yang rapi
akan meningkatkan rasa percaya diri pasien. Upaya menghindari
penampilan yang memberi ciri khusus pada pasien dengan masalah
kesehatan jiwa penting untuk mencegah adanya stigma yang dapat
mengganggu alam perasaan pasien.Bantuan perlindungan juga
diperlukan pasien dengan kelemahan fungsi yang dapat menyebabkan
mereka tidak mampu mempertahankan kebutuhan dasar mereka. Hal ini
sering terjadi pada pasien dengan pikiran yang tidak terkontrol,
agresif, rencana bunuh diri, melukai diri dan orang lain serta
pasien dengan manik.
2. Dukungan (support)Dukungan merupakan upaya untuk merencanakan
suatu tindakan pelayanan sehingga pasien memiliki perasaan yang
lebih baik, lebih senang dan merasa diri adekuat. Dukungan yang
diberikan harus bersifat membangun, dimana perawat mampu
menciptakan perasaan aman bagi pasien, sehingga pasien merasakan
bahwa lingkungan perawatan memberi mereka kepercayaan diri dan
orang lain serta dapat terhindar dari perasaan cemas, takut atau
putus asa.Dukungan juga harus mampu memberdayakan pasien dalam
menformulasi tujuan yang ingin dicapai untuk mengatasi masalahnya
secara mandiri. Terapi lingkungan juga harus mampu mendukung pasien
agar secara perlahan-lahan mereka mampu menghadapi setiap tantangan
dalam hidupnya.Dukungan dapat meliputi pelayanan yang aktual
(makan, pakaian, rekreasi), tersedianya waktu yang cukup bersama
pasien, perhatian terhadap pasien, mampu memberikan keamanan serta
mampu mendorong pasien untuk hidup yang lebih baik.Dukungan paling
penting diberikan kepada pasien dengan ketakutan, depresi dan
psikotis. Tujuan jangka panjang bahwa dukungan yang diberikan akan
mampu memperkuat pasien terhadap perasaan ketidakmampuan dan
ketergantungan. Dalam hal ini perawat harus mampu menyakinkan
pasien bahwa mereka punya kekuatan, kemampuan dan sumber daya untuk
hidup lebih baik dan lebih berharga.
3. StrukturSuatu perencanaan untuk menghadirkan sebuah rutinitas
yang terstruktur dalam pemenuhan kebutuhan pasien baik menyangkut
waktu (harian, mingguan), tempat dan orang. Rencana ini harus
ditulis dalam sebuah jadwal sehingga pasien tahu apa yang akan
dilakukan, dimana tempatnya dan siapa yang akan memberikannya. Hal
ini akan memberikan perasaan aman bagi pasien. Rencana harus dibuat
dengan melibatkan pasien, sehingga mereka merasa bahwa mereka punya
tanggung jawab atas dirinya dan masalah yang
dihadapinya.Perencanaan tindakan yang terstruktur akan mampu
meminimalkan pengalihan atau penggantian tindakan secara tiba-tiba,
baik disengaja atau tidak disengaja sehingga dapat menimbulkan
perasaan tidak ketidakpastian bagi pasien.Selain itu melalui jadwal
kegiatan yang terstruktur akan memberikan perasaan aman bagi pasien
terhadap lingkungan perawatan, mampu meminimalkan gejala yang tidak
mendukung, membantu pasien untuk melihat konsekuensi dari setiap
tindakan, mengurangi kemungkinan pasien bereaksi terhadap perasaan
yang menyakitkan, serta dapat memberi keamanan sehingga pasien
tidak memiliki keinginan untuk mecelakai diri sendiri dan orang
lain.Tindakan yang terstruktur dapa dilakukan melalui :a. Adanya
rencana harian, rencana mingguan serta adanya batas waktub. Adanya
pertemuan dengan pasien untuk memberikan informasi, pengajaran dan
komunikasi terapeutikc. Membuat perjanjian dan kontrak kerjad.
Mengatur penggunaan keuangan pasiene. Adanya jadwal kegiatan
4. Keterlibatan (involvement)Suatu rencana tindakan yang
memungkinkan pasien terlibat langsung dalam kegiatan sehingga
mereka mampu membentuk hubungan lingkungan sosial mereka (baik di
lingkungan perawatan maupun lingkungan luar). Adanya keterlibatan
pasien secara langsung dalam setiap kegiatan perawatan dan kegiatan
sosial akan memotivasi pasien menjadi lebih aktif dan mandiri,
memberi kemudahan pasien membentuk keterampilan dalam hubungan
sosial, membangun perasaan untuk mengatasi masalah serta
menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap diri dan
lingkungannya.Meningkatkan keterlibatan pasien dapat dilakukan
melalui berbagai aktivitas seperti terapi aktivitas kelompok,
perorganisasian kelompok, keikutsertaan dalam aktivitas di luar
(rekreasi, musik, teater, keagamaan dll) serta adanya berbagai
kegiatan yang memungkinkan pasien memilih sesuai keinginannya.
5. Validasi (validation)Tindakan validasi terhadap permasalahan
yang dihadapi oleh pasien. Tindakan ini bertujuan untuk menyadarkan
pasien bahwa mereka memiliki sebuah permasalahan kejiwaan yang
mengharuskan mereka mengambil langkah-langkah pencegahan. Umumnya
pasien sering menolak dengan mengatakan saya tidak sakit, karena
memang mereka tidak memiliki kemampuan evaluasi diri, sehingga
sulit termotivasi terhadap rencana tindakan perawatan.Perawat
melalui terapi lingkungan harus mampu membentuk kesadaran pada
pasien bahwa mereka memiliki masalah yang harus dicari jalan
keluarnya. Dengan memberikan informasi yang adekuat dengan
cara-cara yang mudah dipahami pasien, akan mampu memberdayakan
mereka dalam menghadapi masalahnya. Pasien dapat mengerti penyakit
yang dihadapi mereka, tahu gejala yang sering dialami, tahu kapan
mucul gejala tersebut, tahu apa yang harus dilakukan, tahu kemana
dia harus mencari bantuan. Pengetahuan ini akan memberikan
kemandirian pasien dalam menghadapi masalah mereka.Adapun
langkah-langkah dalam proses validasi tersebut adalah memotivasi
pasien untuk mengungkapkan penyakit mereka, memberikan pemahaman
kepada pasien sehinga mengetahui masalah yang dihadapi mereka,
serta memberi kesempatan pada pasien untuk menerima kekurangan,
kehilangan dan kesepian. Semua kegiatan ini akan memberi
keterampilan kepada pasien untuk mengenal, melakukan pencegahan
serta memilih bantuan yang tepat dan sesuai tujuan perawatan
mereka.Selain itu proses validasi juga akan membantu pasien untuk
membangun toleransi terhadap penyakitnya, menguatkan perasaan diri,
membentuk kemandirian, membentuk kepercayaan diri sehingga mampu
menerima identitas diri sebagai orang yang memiliki masalah dengan
kesehatan jiwa.Untuk mendukung proses validasi, perawat dapat
melakukan tindakan-tindakan seperti membuat program perawatan
individu, meningkatkan komunikasi terapeutik, memberdayakan pasien
terhadap permasalahan yang dihadapi, menjelaskan gejala yang
dihadapi pasien, menunjukkan respon terhadap kebutuhan pasien untuk
menyendiri serta memberi kesempatan pasien untuk tidak
percaya.Pasien yang sangat membutuhkan proses validasi adalah
mereka dengan masalah skizofrenia, psikotis, gangguan kepribadian
dan gangguan saraf.
J. Penatalaksanaan1. Bantu klien untuk menurunkan resiko
perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang,
rendah. Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle / gaya
hidup, dukungan sosial yang tersedia, rencana tindakan yang bisa
mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.2.
Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko,
managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi ialah Orang yang
ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat
ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda benda yang dapat
membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastik, kabel
listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya. 3. Membantu
meningkatkan harga diri klien Tidak menghakimi dan empati
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya Mendorong berpikir
positif dan berinteraksi dengan orang lain Berikan jadwal aktivitas
harian yang terencana untuk klien dengan kontrol impuls yang rendah
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila
diindikasikan.4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
dukungan sosial Informasikan kepada keluarga dan saudara klien
bahwa klien membutuhkan dukungan sosial yang adekuat Bersama pasien
menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring
sosial yang bisa di akses. Dorong klien untuk melakukan aktivitas
sosial. 5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang
positif. Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
Lakukan pembatasan pada ruminasi tentang percobaan bunuh diri.
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi apa yang terjadi
sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri Memfasilitasi uji stress
kehidupan dan mekanisme koping Explorasi perilaku alternatif
Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai Pemeriksaan dan
penatalaksanaana. Klinik harus menilai resiko bunuh diri pada
pasien individual berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal yang paling
prediktif yang berhubungan dengan resiko bunuh diri b. Memeriksa
pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka
sendirian dan keluarkan benda yang berbahaya dari ruangan c. Pasien
yang baru saja melakukan usaha bunuh dirid. Penatalaksaannya adalah
sangat tergantung pada diagnosis. Pada pasien dengan gangguan
depresi berat mungkin diobati sebaga pasien rawat jalan jika
keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan pengobatannya
dapat dimulai secara cepat.e. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik
biasanya menghilang dengan abstinensia dalam beberapa hari. Jika
depresi menetap setelah tanda psikologis dari putusnya alkohol yang
menghilang dengan adanya kecurigaan yang tinggi pada ganguan
depresi berat f. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus
ditanggapi secara serius, karena mereka cendrung menggunakan
kekerasan atau metode yang kacau dengan letalitas yang tinggig.
Pasien dengan gangguan keperibadian mendapat manfaat dari
konfrontasi empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan yang
rasional dan bertanggung jawab.h. Hospitalisasi jangka panjang,
diindikasi pada keadaan yang menyebabkan mutilasi diri.
Psikoterapi dengan pedoman wawancaraMulailah dengan bertanya
apakah pasien pernah merasa menyerah atau merasa mereka lebih baik
meninggal. Pendekatan tersebut menyebabkan stigma yang kecil dan
dapat dilakukan sebagian besar orang . Berbicaralah mengenai apa
yang sebenarnya yang dipikirkan pasien dan catatlah
pikirannya.Lontarkan pertanyaan pada pasien, Pertimbangkan usia dan
kecanggihan pasien dan apakah maksud pertanyaan pasien sesuai
dengan caranya. Apakah cara yang dipilih untuk bunuh diri tersedia
pada pasien. Pertanyaan yang terakhir menentukan penilaian dan
pengobatan karena pasien dapat menunjukkan cara untuk keluar dari
dilemanya.
K. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian resiko bunuh diri Sebagai
perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila
menunjukkan perilaku sebagai berikut :1. Menyatakan pikiran,
harapan dan perencanaan tentang bunuh diri2. Memiliki riwayat satu
kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.3. Memilki keluarga
yang memiliki riwayat bunuh diri.4. Mengalami depresi, cemas dan
perasaan putus asa.5. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat
penyakit mental6. Mengalami penyalahgunaan NAPZA terutama alkohol7.
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik8.
Menunjukkan impulsivitas dan agresif9. Sedang mengalami kehilangan
yang cukup signifikant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara
bersamaan10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh
diri misal pistol, obat, racun.11. Merasa ambivalen tentang
pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan12. Merasa
kesepian dan kurangnya dukungan sosial.13. Banyak instrument yang
bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri
diantaranya dengan Sad PersonsNOSAD PERSONSKeterangan
1Sex (jenis kelamin)Laki laki lebih komit melakukan suicide 3
kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3
kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2Age ( umur)Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih
muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun
lebih.
3Depression35 79% orang yang melakukan bunuh diri mengalami
sindrome depresi.
4Previous attempts (Percobaan sebelumnya)65- 70% orang yang
melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan
sebelumnya
5ETOH ( alkohol)65 % orang yang suicide adalah orang menyalah
gunakan alkohol
6Rational thinking Loss (Kehilangan berpikir rasional)Orang
skizofrenia dan demensia lebih sering melakukan bunuh diri
dibanding general populasi
7Sosial support lacking (Kurang dukungan sosial)Orang yang
melakukan bunuh diri biasanya kurangnya dukungan dari teman dan
saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual
keagaamaan
8Organized plan (perencanaan yang teroranisasi)Adanya
perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko
tinggi
9No spouse (Tidak memiliki pasangan)Orang duda, janda, single
adalah lebih rentang disbanding menikah
10SicknessOrang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi
melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat
perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan
keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :1. Tentukan tujuan
secara jelas.Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan
diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang
berhubungan dengan bunuh diri.2. Perhatikan signal / tanda yang
tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non
verbal.Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap
kecemasan dan distress yang berat serta topik dan ekspresi dari
diri klien yang di hindari atau diabaikan.3. Kenali diri
sendiri.Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena
hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.4. Jangan terlalu
tergesa gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dan klien.5.
Jangan membuat asumsiJangan membuat asumsi tentang pengalaman masa
lalu individu mempengaruhi emosional klien.6. Jangan menghakimi,
karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :1. Riwayat masa
lalu : Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri Riwayat
keluarga terhadap bunuh diri Riwayat gangguan perasaan,
penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia Riwayat penyakit fisik yang
kronik, nyeri kronik. Klien yang memiliki riwayat gangguan
kepribadian boderline, paranoid, antisosial Klien yang sedang
mengalami kehilangan dan proses berduka2. Symptom yang
menyertainyaa. Apakah klien mengalami : Ide bunuh diri Ancaman bunh
diri Percobaan bunuh diri Sindrom mencederai diri sendiri yang
disengajab. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan,
ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor
krusial terkait dengan resiko bunuh diri.Bila individu menyatakan
memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri.
Perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi diantaranya : Cari
tahu rencana apa yang sudah di rencanakan Menentukan seberapa jauh
klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan
aksinya yang sesuai dengan rencananya. Menentukan seberapa banyak
waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan
suicide Menentukan bagaimana metode yang mematikan itu mampu
diakses oleh klien.Hal hal yang perlu diperhatikan didalam
melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang
mengalami resiko bunuh diri : Menciptakan hubungan saling percaya
yang terapeutik Memilih tempat yang tenang dan menjaga privasi
klien Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan
mendorong komunikasi terbuka. Menentukan keluhan utama klien dengan
menggunakan kata kata yang dimengerti klien Mendiskusikan gangguan
jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya Mendapatkan data tentang
demografi dan sosial ekonomi Mendiskusikan keyakinan budaya dan
keagamaan Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh diriPengertian : Resiko
untuk mencederai diri yang mengancam kehidupanNOCImpulse Control,
Suicide Self-RestraintTujuanKlien tidak melakukan percobaan bunuh
diriIndikator Menyatakan harapannya untuk hidup Menyatakan perasaan
marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif. Mengidentifikasi
orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
Mengidentifikasi alternatif mekanisme kopingNICActive Listening,
Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training,
Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting,
Surveillance: SafetyAktivitas keperawatan secara umum :1. Bantu
klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri, dengan cara : Kaji tingkatan resiko yang di
alami pasien : tinggi, sedang, rendah. Kaji level Long-Term Risk
yang meliputi :Lifestyle/ gaya hidup, dukungan sosial yang
tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping
mekanisme yang biasa digunakan.2. Berikan lingkungan yang aman (
safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang
memiliki resiko tinggi; Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut
seharusnya di tempatkan di dekat ruang perawatan yang mudah di
monitor oleh perawat. Mengidentifikasi dan mengamankan benda benda
yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas
plastik, kabel listrik, sabuk, ikat pinggang dan barang berbahaya
lainnya. Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat
untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya: Saya
tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide
untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat. Makanan
seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan
catatan : Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat. Gunakan
piring plastik atau kardus bila memungkinkan. Cek dan yakinkan
kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat
diminum. Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara
kontinyu. Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya
penurunan stimuli. Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang
bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas
plastik). Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai
pakaian rumah sakit. Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien
bila sangat diperlukan. Ketika pasien sedang diobservasi,
seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh
tubuhnya.Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya. Individu
yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu
adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.3. Membantu
meningkatkan harga diri klien Tidak menghakimi dan empati.
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya. Mendorong berpikir
positif dan berinteraksi dengan orang lain. Berikan jadwal
aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan kontrol impuls
yang rendah. Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan
perilaku bila diindikasikan.4. Bantu klien untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan dukungan sosial Informasikan kepada keluarga dan
saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan sosial yang adekuat.
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai
termasuk jejaring sosial yang bisa di akses. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sosial5. Membantu klien mengembangkan mekanisme
koping yang positif. Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara
asertif. Lakukan pembatasan pada ruminasi tentang percobaan bunuh
diri. Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi apa yang
terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri. Memfasilitasi uji
stress kehidupan dan mekanisme koping. Explorasi perilaku
alternatif. Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai. Bantu klien
untuk mengidentifikasi pola pikir yang negatif dan mengarahkan
secara langsung untuk merubahnya secara rasional.6. Initiate Health
Teaching dan rujukan, jika diindikasikan Memberikan pembelajaran
yang menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving
skills). Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif.
Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan
resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal,
menarik diri, tanda depresi.
Ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien berisiko bunuh
diriberdasarkan perilaku bunuh diri yang ditampilkanTiga macam
perilaku bunuh diriTindakan keperawatan untuk pasienTindakan
keperawatan untuk keluarga
1. Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara mengatasi keinginan
bunuh diri Meningkatkan harga diripasien Meningkatkan kemampuan
pasien dalam menyelesaikan masalahMelakukan pendidikan kesehatan
tentang cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri
2.Ancaman bunuh diri3. Percobaan bunuh diriMelindungi
pasienMelibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat
EVALUASII. EVALUASI KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGAPenilaian
kemampuan pasien dan keluarga dengan resiko bunuh diriNama Pasien
:Nama Ruangan :Petunjuk Pengisian1. berilah tanda (v) jika pasien
dan keluarga mampu melakukan dibawah ini2. tuliskan tanggal setiap
dilakukan penilaianNoKemampuanTanggal
APasien
1Menyebutkan cara mengamankanbenda-benda berbahaya
2Menyebutkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
3Menyebutkan aspek positif diri
4Menyebutkan koping konstruktif untuk mengatasi masalah
5Menyebutkan rencana masa depan
6Membuat rencana masa depan
BKeluarga
1Menyebutkan pengertian bunuh diri dan proses terjadinya bunuh
diri
2Menyebutkan tanda dan gejala resiko bunuh diri
3Menyebutkan cara merawat pasien dengan bunuh diri
4Membuat jadual aktivitas dan minum obat klien di rumah
(discharge planning)
5Memberikan pujian atas kemampuan pasien
II. EVALUASI KEMAMPUAN PERAWATPenilaian kemampuan perawat dalam
merawat pasien resiko bunuh diriNama Pasien:Nama Ruangan:Nama
Perawat:Petunjuk Pengisian Penilaian tindakan keperawatan untuk
setiap sp dengan menggunakan intrumen penilaian kinerja Nilai tiap
penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai
spNoKemampuanTanggal
APasien
SP I p
1Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
2Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3Melakukan kontraktreatment
4Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
5Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Nilai SP I p
SP II p
1Mengidentifikasi aspek positif pasien
2Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
3Mendorong pasien untuk menhargai diri sebagai individu yang
berharga
Nilai SP II p
SP III p
1Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2Menilai pola koping yang biasa dilakukan
3Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
5Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
NilaiSP III p
SP IV p
1Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
2Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
realistis
3Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih
masa depan yang realistis
Nilai SP Ivp
BKeluarga
SP I k
1Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan
jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3Menjelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri
Nilai SP I k
SP II k
1Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
risiko bunuh diri
2Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
risiko bunuh diri
Nilai SP II k
SP III k
1Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat(discharge planning)
2Menjelaskan pasien setelah pulang
Nilai SP III k
Total Nilai: SP p + SP k
Rata-rata
BAB IIIPENUTUP1. KESIMPULANBerdasarkan data yang telah
diuraikan, dapat disimpulkan bahwapersepsi bunuh diri sebagai jalan
keluar bukanlah suatu tindakan yang patut dilakukan, karena justru
akan menambah masalah yang telah ada. Bunuh diri merupakan hasil
dari ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi cobaan hidup.
Penyebab utama terjadinya bunuh diri di masyarakat adalah karena
kurang iman dan kepercayaan pada diri sendiri. Oleh karena itu,
perlu ditanamkan sikap percaya diri yang mengarah ke arah positif
dan untuk menangkalnya juga harus diintensifkan pendidikan agama
sejak masa kanak-kanak.
2. SARAN Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif
pada klien perilaku mencederai diri: bunuh diri, yaitu perlindungan
bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda yang memudahkan
klien untuk bunuh diri) Perlunya peningkatan pengetahuan dan
kemampuan perawat (apabila dalam rumah sakit) dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien bunuh diri. Perlunya pendekatan
khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina hubungan
saling percaya sehingga klien mau menceritakan permasalahannya dan
konsultan dapat mencarikan jalan keluarnya. Perlunya meningkatkan
dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya.
Perlunya penyediaan hotline servis, home care atau pelayanan 24
jam. Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif
untuk mempertajam hasil penelitian yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA1. Keliat, B.A. (1993). Seri keperawatan: tingkah
laku bunuh diri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2. LAB/UPF
Ilmu Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan RSUD.Dr. Soetomo.3.
Panggabean, L. (2003). Pengembangan kesehatan perkotaan ditinjau
dari aspek psikossosial. (makalah). Direktorat Kesehatan Jiwa
Masyarakat DepKes. Rs. Tidak dipublikasikan.4. Stuart, GW and
Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby, Philadelphia5. Supratinya,A. 1995. Mengenal
Perilaku Abnormal.Yogyakarta: Kanisius.6. Varcarolis, E M (2000).
Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company,
Philadelphia.
Keperawatan Kesehatan Jiwa IIPage 30