BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Secara global negara-negara di Asia terikat upaya mewujudkan
pembangunan berkelanjutan, sebagaimana rekomendasi pada KTT Bumi di
Johannesburg 2000, dimana salah satu sasarannya adalah bidang
penyediaan air minum dan sanitasi. Sasaran tersebut diagendakan
dalam Millenium Development Goals (MDGs) dengan menetapkan horizon
pencapaian sasaran pada tahun 2015 dan sasaran kuantitatif;
Mengurangi 50% proporsi jumlah penduduk yang kesulitan memperoleh
akses terhadap air minum aman dan sanitasi yang memadai.
The Sanitation Drive to 2015 (Gerakan Sanitasi dalam Menyongsong
2015) mengimbau seluruh negara di dunia untuk meningkatkan
investasi, seraya melakukan penargetan yang lebih baik dari
pendanaan guna memenuhi target Millennium Development Goal (MDG) 7c
untuk mengurangi hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses
berkelanjutan terhadap sanitasi dasar pada tahun 2015. Baik untuk
pengembangan sosial maupun ekonomi, sanitasi merupakan investasi
ekonomi yang sangat bagus, dengan pengembalian rata-rata sebesar
US$5.50 untuk setiap dolar yang diinvestasikanMenurut Peter Warr
(2003), disampaikan mengenai progress pencapaian target MDGs yang
telah dicapai oleh Negara-negara di Asia Tenggara. Dua negara yang
memiliki pencapaian terbaik adalah negara Malaysia dan Thailand.
Dimana negara tersebut dapat mencapai target-target MDGs yang dapat
ditetapkan dan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Namun terdapat hal yang harus diperhatikan secara
khusus oleh Thailand adalah dalam masalah lingkungan dan untuk
Malaysia adalah masalah kasus HIV/AIDS.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNICEF terkait pencapaian
target MDGs diketahui bahwa pada Tahun 2010, negara Thailand
sebanyak 95.4% penduduknya telah memperoleh sanitasi yang layak
dengan menempati peringkat pertama melebih Negara Malaysia. Berbeda
halnya dengan Negara Indonesia yang hanya 53,57% penduduknya yang
memperoleh sanitasi layak (UNICEF, 2012).
Saat ini negara Thailand dianggap sebagai salah satu Negara yang
paling penting didunia untuk produksi pangannya. Thailand saat ini
dianggap sebagai Negara industri ekonomi yang baru. Dimana, ekspor
produk Thailand ke mancanegara sangat tinggi, dengan perhitungan
ekspornya melebihi dua pertiga dari total produksi domestiknya.
Jumlah penduduk Thailand pada tahun 2009 sekitar 66 juta jiwa, yang
mana akan semakin meningkat pesat ditahun 2010 dan 2011. Rata-rata
pertumbuhan penduduk sampai tahun 2010 adalah 0,65%.
Air limbah menjadi salah satu dari banyak masalah lingkungan
yang serius di banyak Negara-negara industri dan berkembang,
termasuk Negara Thailand. Pada tahun 2003, sekitar 14,5 juta
m3/hari umumnya air limbah dihasilkan oleh penduduk di Thailand dan
dibuang ke badan air penerima serta lingkungan sekitar (simachaya,
2009).
Untuk mengetahui bagaimana Thailand dapat mengelola limbahnya,
maka diperlukan adanya studi literatur mengenai hal tersebut. Oleh
karena itu, makalah ini akan membahas mengenai pengelolaan air
limbah di Kota Thailand dan permasalahan yang ada di negara
Thailand.
1.2 Maksud dan Tujuan Makalah
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan
informasi mengenai kondisi sanitasi di Thailand mengenai pengolahan
air limbah di Thailand, dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis-jenis pengolahan air limbah di Thailand2.
Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan air limbah
di ThailandBAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pengertian Limbah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82
Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari hasil usaha dan atau
kegiatan yang berwujud cair. Selain itu, dalam Peraturan Menteri PU
Nomor 16/PRT/M/2008 disebutkan bahwa air limbah adalah air buangan
yang berasal dari rumah tangga, termasuk tinja manusia dari
lingkungan permukiman. Air limbah dapat dikategorikan sebagai
berikut, yaitu:1. Air limbah yang berasal dari kegiatan rumah
tangga (air limbah domestik), terdiri dari yaitu:
a. Black Water dengan komponen utama adalah tinja manusia
(faeces),
b. Yellow Water dengan komponen utama adalah urine manusia,
dan
c. Grey Water yang merupakan air bekas cuci, mandi dan kegiatan
lainnya yang dilakukan oleh manusia.
Kuantitas dari air limbah domestik adalah sekitar 80% dari total
air yang dikonsumsi oleh manusia tiap harinya. Air limbah domestik
mengandung bahan organik, sehingga memudahkan dalam
pengelolaannya.
2. Air limbah yang berasal dari kegiatan industri, yaitu air
buangan yang berasal dari berbagai jenis kegiatan industri. Air
limbah ini mengandung zat-zat yang ckup berbahaya, seperti logam
berat, amonia dan lainnya. Air limbah industri membutuhkan
pengolahan yang lebih rumit untuk mencegah terjadinya polusi
lingkungan.
3. Air limbah yang berasal dari kegiatan jasa, yaitu air buangan
yang berasal dari fasilitas publik, seperti perdagangan,
perkantoran dan sebagainya. Umumnya air limbah jenis ini memiliki
kandungan zat serupa dengan air limbah rumah tangga.
2.2Sistem Penyaluran Air Limbah di Negara Berkembang
Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air
yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu
kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri.
Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran tertutup
dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air limbah
tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran
utama atau saluran drainase. Sistem penyaluran air limbah ini pada
prinsipnya terdiri dari dua macam yaitu: sistem penyaluran terpisah
dan sistem penyaluran campuran, dimana sistem penyaluran terpisah
adalah sistem yang memisahkan aliran air buangan dengan limpasan
air hujan, sedangkan sistem penyaluran tercampur menggabungkan
aliran buangan dan limpasan air hujan
Air limbah domestik dikumpulkan dalam pipa bawah tanah yang
disebut ' Selokan' . Aliran dalam saluran pembuangan biasanya
dialirkan secara gravitasi , dengan pompa induk hanya yang
digunakan saat tidak dapat dihindari. Desain sewerage konvensional
(sistem saluran pembuangan yang digunakan dalam negara-negara
industri dan di daerah pusat kota-kota dalam di negara berkembang)
dijelaskan dalam beberapa teks (misalnya Metcalf dan Eddy , Inc ,
1986) dan dalam kode sewerage nasional ( misalnya untuk India ,
Kementerian Perkotaan Pembangunan, 1993). Namun, hal ini sangat
mahal . Sebuah biaya yang jauh lebih rendah alternatif, yang cocok
untuk digunakan di kedua daerah miskin dan kaya sama, adalah
pembuangan kotoran 'disederhanakan', kadang-kadang disebut
'condominial' pembuangan kotoran. Desain sewerage disederhanakan
sepenuhnya rinci oleh Mara et al, 2001.
Di banyak negara berkembang, saluran air limbah pribadi maupun
publik masih sangat kurang, malah cenderung tidak ada.Untuk
mengurangi atau menghindari permasalahan lebih lanjut dari kondisi
lingkungan di negara tersebut, maka air limbah yang dihasilkan
harus diolah. Jika berbicara mengenai permasalahan kandungan
organik yang ada dalam limbah domestik, fasilitas wisata, maka
pendekatan dengan menggunakan saluran pengumpul limbah secara
desentralisasi menjadi pendekatan yang paling memungkinkan dengan
menerapkan teknologi sederhana yang disesuaikan dengan kondisi
lingkungan setempat. Pemilihan teknologi yang sesuai sangat
bergantung pada beberapa factor, diantaranya adalah komposisi dari
air limbah, ketersediaan lahan, ketersediaan dana, dan keahlian
untuk mengelolanya. Perbedaan dalam cara pengoperasian dan
pemeliharaan harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan teknologi
agar menjamin keberlanjutan dari sistem yang akan dibangun dengan
memperhitungkan ketersediaan sumber daya lokal dan sumber daya
manusia yang ada di masing-masing tempat.
2.3Jenis- Jenis Pengolahan Air Limbah di Negara
BerkembangSanitasi tepat guna dalam bidang pembuangan air limbah
domestik terdiri 2 (dua) sistem, yaitu. 1. Sistem pembuangan
setempat (on-site system) 2. Sistem pembuangan terpusat (off-site
system) Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas sanitasi yang
berada di dalam daerah persil (batas tanah yang dimiliki). Sarana
sistem pembuangan setempat dapat dibagi 2 (dua) yaitu: - Sistem
individual: tangki septic, cubluk - Sistem komunal: MCK Sedangkan
sistem pembuangan terpusat adalah fasilitas sanitasi yang berada di
luar persil. Contoh sistem sanitasi ini adalah sistem penyaluran
air limbah yang kemudian dibuang ke suatu tempat pembuangan
(disposal site) yang aman dan sehat, dengan atau tanpa pengolahan
sesuai dengan kriteria baku mutu dan besarnya limpahan.
Pembuangan air kotor dan air bekas secara setempat (on-site) di
negara berkembang biasanya lebih murah daripada sistem terpusat
(off-site). Namun ada hal-hal/keadaan tertentu, dimana kondisi
tanah tidak memungkinkan untuk diterapkannya sistem setempat,
sehingga dalam keadaan seperti ini maka penanganan air limbah
dengan sistem terpusat mutlak diperlukan dengan pilihan teknologi
yang lebih murah dibandingkan konvensional sewerage yaitu small
bore sewer dan shallow sewer.
Shallow sewer merupakan sewerage kecil yang terpisah dan
dipasang secara dangkal dengan kemiringan yang lebih landai
dibandingkan sewerage konvensional dan bergantung pada pembilasan
air limbah untuk mengangkut benda padat. Prinsip shallow sewer
adalah sebagai berikut.
Mengalirkan air saja/campuran antara air dan padatan (tinja)
Menggunakan jaringan pipa berdiameter kecil (( 100-200 mm)
Jaringan saluran terdiri dari :
Pipa persil
Pipa servis
Pipa lateral
IPAL
Ditanam di tanah, dangkal dari permukaan tanah
Bahan Pipa dapat dari bahan tanah liat, PVC dll
Cocok digunakan untuk daerah kecil, misalnya tingkat RW,
kelurahan, dll. Dengan kepadatan menengah sampai tinggi, 300-500
orang/Ha
Digunakan untuk penduduk yang sudah sebagian besar mempunyai
sambungan air limbah dan jamban/kakus pribadi dengan sistem
pembuangan yang memadai
Pemilihan Lokasi :
Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 4 %
Daerah tersebut belum mendapat program, misalnya Program
Perbaikan Kampung
Sedangkan ketentuan teknis untuk shallow sewer adalah sebagai
berikut.
Aliran maksimum (hanya lokal) = 3 x Aliran rata-rata;
Diameter pipa minimum 100 mm;
Kecepatan minimum 0,50 m/detik;
Faktor gesekan pipa (FRP) = 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified
Clay Pipe = 0,06)
Kemiringan > 2 %
Small bore sewer (SBS) merupakan suatu sistem penyaluran air
limbah dengan diameter kecil, karena zat padat sudah ditampung pada
suatu tangki interceptor . Secara umum sistem SBS ini adalah
sebagai berikut.
Merupakan system saluran air limbah ber ( kecil (( 100-200
mm)
Untuk menerima limbah cair, limbah dari tangki septic yang bebas
dari benda padat
Melayani air limbah yang berasal dari :
Pipa persil;
Pipa servis menuju ke lokasi pembuangan akhir (IPAL).
Sistem ini dilengkapi dengan IPAL
Pemilihan lokasi:
Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 1 %;
Cocok untuk daerah dengan kepadatan menengah sampai tinggi,
300-500 orang/Ha;
Daerah tersebut sebagian besar sudah memiliki tangki septik,
tapi fasilitas ini tidak efektif bila permiabilitas tanahnya buruk,
tidak ada lahan untuk bidang resapan dan air tanahnya tinggi
Sedangkan ketentuan teknis pada sistem Small Bore Sewer adalah
sebagai berikut.
Aliran maksimum = 1 x Aliran rata-rata;
( Pipa minimum;
Sambungan rumah ( 50 mm;
Sewer ( 100 mm.
Kecepatan minimum tidak ada batas;
Faktor gesekan pipa, ks : Pipa PVC 0,03, Pipa Beton = 0,15;
Fiber Reinforced Pipe (FRP) = 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay
Pipe) = 0,06;
Kemiringan > 2%.
2.4Permasalahan Pengolahan Air Limbah di Negara Berkembang
Di daerah-daerah sekitar pemukiman, adanya sungai selain sebagai
saluran alamiah air, sering pula pada sungai digunakan sebagai
tempat pembuangan air limbah. Aktifitas rumah tangga atau industri
selalu membutuhkan tempat kosong untuk membuang benda-benda tidak
berguna, bekas kegiatannya. Sungai pun tidak terlepas dari sampah
yang dihasilkan manusia. Beragam limbah sering dibuang oleh manusia
ke sungai, menjadikan sungai kotor dan keruh.
Air limbah yang dibuang secara langsung ke sungai tanpa proses
pengolahan dapat membahayakan kehidupan biota di dalamnya dan
penurunan kualitas air. Disadari atau tidak limbah detergen yang
dihasilkan dari perumahan telah menimbulkan kerusakan yang tidak
terlihat. Umumnya, air tercemar dapat terlihat dari fisiknya, yaitu
semula jernih menjadi keruh atau kehitaman-hitaman bahkan sering
menimbulkan bau tidak enak. Masyarakat umumnya tidak mengetahui
dari efek bahaya dari detergen yang dibuang ke sungai. Kurangnya
sosialisasi dari produsen dan pemerintah tentang bahaya dari sisa
detergen ke lingkungan memperlihatkan ketidakpedulian pada
masyarakat dan alam. Sekali lagi kepentingan ekonomi dan keuntungan
pribadi menjadi alasan pokok permasalahan tersebut.
Dibandingkan dengan negara maju di Eropa yang membangun tempat
pengolahan limbah rumah tangga pada setiap daerah penduduk,
pemerintah Indonesia tidak banyak berbuat apapun. Memang Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang dengan rata-rata pendapatan
per kapita warganya hanya US$ 3.452 per orang per tahun. Sehingga
permasalahan dalam rangka mengelola air buangan domestik masih
perlu mendapat perhatian khusus Pemerintah.
BAB III
GAMBARAN UMUM NEGARA THAILAND
3.1 Profil Negara Thailand
Kerajaan Thailand terletak di pusat geografis Asia Tenggara,
dikelilingi oleh Laut Andaman dan Teluk Thailand. Negara Thailand
berbatasan dengan beberapa negara, diantaranya adalah :
Bagian Utara: Negara Laos
Bagian Selatan: Negara Malaysia
Bagian Barat: Negara Myanmar
Bagian Timur: Negara Kamboja
Thailand dibagi menjadi empat wilayah geografis, yaitu :
Thailand Utara
Chiang Mai adalah bekas ibukota Kerajaan Lanna dengan banyak
reruntuhan dan kuil-kuil. Thailand utara adalah daerah pertanian
intensif di mana menghadapi dua macam masalah lingkungan yaitu
hilangnya lahan pertanian dan deforestasi karena
penebangan liar. Thailand Pusat
Bangkok adalah ibukota dari Negara Thailand dikelilingi oleh
sungao Chao Praya yang terkenal. Tingginya perkembangan industri
pariwisata, Bangkok mendapatkan peringkat sebagai Kota terbaik
didunia pada tahun 2010 oleh biro perjalanan dan Majalah Leisure.
Di lain pihak, besarnya angka jumlah orang yang berkunjung dan
kemacetan lalu lintas menyebabkan lebih banyak polusi di kota
ini.
Thailand TimurPattaya adalah tempat tujuan turis terkenal dan
atraktif bagi turis asing dari Eropa dan negara-negara barat
lainnya. Oleh karena itu bagaimana cara menyingkirkan dan
membersihkan sampah di tepi laut dan sampah menjadi masalah
utama.
Thailand SelatanRatusan kilometer dari garis pantai dan pulau
terluar diantara pulau Phuket yaitu pulau terbesar yang ada di
Thailand. Dikelilingi oleh laut andanan dan teluk Thailand,
orang-orang di Thailand Selatan berjuang melawan seringnya banjir
dan tsunami yang kadang terjadi.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Geografi Negara Thailand
Oleh karena banyaknya kanal yang merambah kota, Bangkok sering
disebut sebagai "Venesia dari Timur" penduduk Metropolitan Bangkok
sekarang mendekati jumlah 7 juta penduduk dan terdaftar mencapai 10
juta penduduk pada siang hari. Kepadatan perkotaan yang tinggi dan
tidak seragam, tingginya proporsi penduduk dari populasi yang padat
dalam luasan kurang dari 40 persen dari jumlah luasan kota.
Populasi yang besar telah menciptakan permintaan pasokan air dari
hampir 3,5 juta meter kubik per hari, dan pada gilirannya
menghasilkan hampir 3 juta meter kubik. Aliran air limbah
dihasilkan pada musim kering. Pihak Metropolitan yang berwenang
atas air, perusahaan milik pemerintah, yang memproduksi dan
menyediakan air minum untuk Bangkok dan sekitarnya, melaporkan
bahwa sejumlah 1.086.000 koneksi untuk 94% dari penduduk yang
dilayani.Sumber pendapatan BMA adalah pajak daerah, biaya, baik,
izin, biaya layanan, sewa aset, utilitas dan perusahaan. Selain
itu, subsidi pemerintah dan kepentingan cadangan adalah dana
tambahan BMA, pengeluaran ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran
investasi dan operasi. Proporsi anggaran investasi untuk anggaran
operasi sedang dipertahankan pada 60:40. Hal ini dapat dicapai
dengan privatisasi beberapa kegiatan pelayanan publik.Thailand
adalah salah satu sumber kekuatan terbesar di Asia Tenggara, namun
pada saat yang sama perkembangan industri yang pesat juga telah
lebih dahulu memiliki beberapa masalah lingkungan yang serius dan
mengancam kelangsungan hidup masyarakat di Thailand. Selama
beberapa dekade terakhir, masalah lingkungan di Thailand menjadi
lebih sulit, sebagai negara Thailand telah berubah dari negara
agraris tradisional menjadi negara industri berkembang. Ada enam
masalah spesifik lingkungan di Thailand termasuk perubahan iklim,
pertanian intensif, polusi air, polusi udara, penipisan sumber
daya, dan limbah.
Gambar 3.2 Permasalahan Lingkungan di Thailand
3.2 Kondisi Kualitas Air Permukaan 1. Sumber Air Permukaan
Thailand dapat dibagi secara hidrologi menjadi 25 DAS. Curah
hujan tahunan rata-rata untuk semua daerah sekitar 1.700 mm. Volume
total air dari curah hujan di semua sungai cekungan di Thailand
diperkirakan 800.000 juta m3. Sekitar 200.000 m3 tetap di dalam
bentuk air dan sungai sebagai sumber daya air permukaan. Penduduk
Thailand adalah sekitar 65 juta sehingga keperluan air adalah 3.300
m3 per orang setiap tahunyang secara statistik dianggap sangat
memadai. Namun, karena pengolahan air tidak tepat, kualitas sumber
daya air permukaan memburuk.2. Kualitas Air PermukaanSeperti banyak
negara di Asia, peningkatan populasi penduduk, ekonomi, pertanian
dan ekspansi industri di Thailand adalah penyebab utama rusaknya
kualitas air dari berbagai sumber air seperti air permukaan, air
tanah dan air laut. Tingginya muatan polutan yang berasal dari
aktivitas manusia di luar daya dukung sumber daya air dapat
berkontribusi pada degradasi kualitas air di negara ini. kondisi
kualitas air di Thailand dapat disajikan pada gambar dibawah ini
:
Gambar 3.4. Kondisi Kualitas Air di Thailand
(Sumber : PCD, 2009)3.2 Sumber Penghasil Limbah
Ada tiga sumber utama penghasil air limbah di Thailand, Yaitu
sektor industri, pertanian dan domestik. Sektor industri di
Thailand memiliki 120.000 pabrik, yang menghasilkan debitair limbah
sekitar 2,8 m3/ d (PCD, 2010).
Limbah industri (termasuk industri agroindustri) adalah limbah
yang dihasilkan dari kegiatan yang berkaitan dengan pengolahan
bahan baku dan manufaktur. Aliran air limbah ini berasal dari
kegiatan mencuci, memasak, pendinginan, pemanasan, ekstraksi,
reaksi-produk, pemisahan, alat angkut, dan kontrol kualitas yang
mengakibatkan kegagalan produk.
Pertanian diperkirakan menghasilkan jumlah air limbah yang
besar, sekitar 150 m3/d. Namun, kebanyakan dari mereka berasal dari
sumber-sumber ilegal, yang tidak mungkin untuk adanya pengolahan.
Sekitar 0,1 m3/d debit air limbah dihasilkan dari titik sumber
seperti peternakan kandang babi dan akuakultur (PCD, 2010).
Air limbah yang dihasilkan dari titik sumber perlu diolah untuk
menghasilkan kandungan air limbah yang standar. Namun tidak ada
penegakan hukum yang kuat dari pemerintah pada masalah yang sama.
Hanya peternakan besar yang memerlukan sertifikat standar yang
mematuhi hukum dengan menerapkan sistem pengolahan air. Aerator
dari pompa saluran pembuangan adalah peralatan utama yang digunakan
untuk pengolahan air limbah di peternakan babi. Pemerintah Thailand
saat ini telah mensubsidi listrik yang dihasillkan dari limbah
ternak. Jadi semakin banyak peternak menengah yang berpartisipasi
dalam mengubah limbah menjadi energi. Akuakultur adalah bisnis yang
sangat besar di Thailand, khususnya budidaya udang. Thailand
menghasilkan lebih dari dua milyar USD per tahun dari ekspor udang.
Saat ini ada sekitar 150.000 hektar kawasan tambak udang di
Thailand. Sejarah budidaya udang mulai beberapa dekade yang lalu di
daerah pesisir, dimana ada tersedia laut dan air payau. Sebelumnya,
metode membesarkan udang yang non-intensif dan tidak membutuhkan
pengolahan air. Wabah penyakit 10 tahun lalu menghancurkan sebagian
besar pertanian pesisir. Akibatnya banyak petani pindah pedalaman
dan telah menemukan cara-cara baru meningkatkan udang di air tawar.
Sekarang metode budidaya udang menggunakan sistem tertutup, dimana
air telah diperlakukan dan didaur ulang. Roda dayung, blower,
biokimia dan bahan kimia yang dibutuhkan untuk pengolahan air di
tambak udang (klean industries, 2010).
Sektor domestik diperkirakan menghasilkan air limbah mencapai
14,4 m3 / hari (PCD, 2010). Air limbah tersebut merupakan campuran
kompleks kandungan air (sekitar 99%) bergabung dengan konstituen
organik dan anorganik. konstituen ini merupakan kontaminan yang
terdiri padatan, koloid dan material limbah terlarut domestik,
karena mengandung kotoran manusia, dan juga berisi sejumlah besar
mikroorganisme dan beberapa di antaranya bisa patogen. penyakit
bakteri yang ditularkan melalui air seperti kolera, tipus dan TBC
dan penyakit virus seperti hepatitis infeksi dapat disebabkan oleh
kontaminasi limbah. Konstituen anorganik meliputi klorida dan
sulfat, berbagai bentuk nitrogen dan fosfor, serta karbonat dan
bikarbonat. Protein dan karbohidrat merupakan sekitar 90% dari
organik penting dalam limbah domestik. Hal ini muncul dari kotoran,
urine, dan makanan. Air limbah dari bekas air mandi, mencuci, dan
pencucian mengandung sabun, deterjen, dan produk pembersih
lainnya.BAB IVPENGELOLAAN AIR LIMBAH DI NEGARA THAILAND4.1 Regulasi
dan Standar yang ditetapkan Terkait Penanganan Limbah di Negara
Thailand (National policies)
Menanggapi tantangan lingkungan selama dua dekade terakhir,
Thailand telah mengembangkan mandat kebijakan yang semakin
progresif yang telah ditujukan untuk memperkuat kerangka hukum,
pengaturan kelembagaan dan kemampuan pengelolaan lingkungan.
Pembangunan Ninth National Economic and Social Development Plan dan
the National Policy and Prospective Plan untuk konservasi kualitas
lingkungan nasional tahun 1997-2016 ditetapkan spesifik sebagai
kebijakan daerah, strategi dan sasaran yang merupakan mandat
tindakan oleh badan publik, masyarakat lokal dan warga. Pelaku
utama dalam kebijakan dan praktek adalah Konstitusi tahun 1997,
yang menjamin hak-hak dasar warga sejumlah yang berkaitan dengan
pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup
(Bagian 46), berpartisipasi dalam lingkungan pengambilan keputusan
(Bagian 56 dan 79), dan menerima informasi tentang proyek dan
kegiatan yang dapat mempengaruhi lingkungan (Pasal 59). Selain itu,
Konstitusi menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban
untuk mempromosikan dan menjaga kualitas lingkungan pengambilan
keputusan (Bagian 290).Pollution Control Department didirikan pada
tanggal 4 Juni 1992, di bawah Royal Decree sebagai bagian dari
Divisi Organisasi Departemen Pengawasan Polusi, Kementerian Ilmiah,
Teknologi dan Lingkungan, yang merupakan dari hasil kesepakatan
nasional mengenai kualitas lingkungan (Enhancement and Conversation
of National Environment Quality Act B. E. 2535) pada tahun 1992.
Peran dari PCD ini sendiri adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan pendapat untuk perumusan kebijakan nasional dan
rencana untuk promosi dan pelestarian kualitas lingkungan
sehubungan dengan pengendalian polusi,
2. Membuat rekomendasi untuk pembentukan standar kualitas
lingkungan dan standar emisi / limbah3. Mengembangkan rencana
pengelolaan kualitas lingkungan dan langkah-langkah untuk kontrol,
mencegah, dan mengurangi pencemaran lingkungan4. pembentukan
standar kualitas lingkungan dan standar emisi / limbah,5. Memantau
kualitas lingkungan dan menyiapkan laporan tahunan tentang keadaan
polusi,6. Bekerja sama dengan negara-negara lain dan organisasi
internasional tentang pengelolaan lingkungan hidup7. Melakukan
fungsi lain pada pengendalian pencemaran sebagaimana ditentukan
oleh Peningkatan dan Konservasi UU Lingkungan Nasional, BE 2535
(1992) dan hukum terkait lainnyaBerikut adalah standar effluent
industry yang ditetapkan oleh PCD:
Tabel 4.1Standar Effluen Industri
Industrial Effluent Standards
Parameters
Standard Values
Method for Examination
1. pH value
5.5-9.0
pH Meter
2. Total Dissolved Solids (TDS)
not more than 3,000 mg/l depending on receiving water or type of
industry under consideration of PCC but not exceed 5,000 mg/l
not more than 5,000 mg/l exceed TDS of receiving water having
salinity of more than 2,000 mg/l or TDS of sea if discharge to
sea
Dry Evaporation 103-105 C, 1 hour
3. Suspended solids (SS)
not more than 50 mg/l depending on receiving water or type of
industry or wastewater treatment system under consideration of PCC
but not exceed 150 mg/l
Glass Fiber Filter Disc
4. Temperature
not more than 40C
Termometer during the sampling
5. Color and Odor
not objectionable
Not specified
6. Sulphide as H2S
not more than 1.0 mg/l
Titrate
7. Cyanide as HCN
not more than 0.2 mg/l
Distillation and Pyridine Barbituric Acid Method
8. Fat, Oil & Grease (FOG)
not more than 5.0 mg/l depending of receiving water or type of
industry under consideration of PCC but not exceed 15.0 mg/l
Sovent Extraction by Weight
9. Formaldehyde
not more than 1.0 mg/l
Spectrophotometry
10.Phenols
not more than 1.0 mg/l
Distillation and 4-Aminoantipyrine Method
11.Free Chlorine
not more than 1.0 mg/l
lodometric Method
12.Pesticides
not detectable
Gas-Chromatography
13.Biochemical Oxygen Demand (BOD)
not more than 20 mg/l depending on receiving water or type of
industry under consideration of PCC but not exceed 60 mg/l
-Azide Modification at 20 C , 5 days
14.Total Kjedahl Nitrogen (TKN)
not more than 100 mg/l depending on receiving water or type of
industry under consideration of PCC but not exceed 200 mg/l
Kjeldahl
15.Chemical Oxygen Demand (COD)
not more than 120 mg/l depending on receiving water of type of
industry under consideration of PCC but not exceed 400 mg/l
Potassium Dichromate Digestion
16.Heavy metals
1. Zinc (Zn)
not more than 5.0 mg/l
Atomic Absorption Spectro Photometry; Direct Aspiration or
Plasma Emission Spectroscopy ; Inductively Coupled Plama : ICP
2. Chromium (Hexavalent)
not more than 0.25 mg/l
3. Chromium (Trivalent)
not more than 0.75 mg/l
4. Copper (Cu)
not more than 2.0 mg/l
5. Cadmium (Cd)
not more than 0.03 mg/l
6. Barium (Ba)
not more than 1.0 mg/l
7. Lead (Pb)
not more than 0.2 mg/l
8. Nickel (Ni)
not more than 1.0 mg/l
9. Manganese (Mn)
not more than 5.0 mg/l
10. Arsenic (As)
not more than 0.25 mg/l
Atomic Absorption Spectrophotometry; Hydride Generation, or
Plasma Emission Spectroscopy; Inductively Coupled Plasma : ICP
11. Selenium (Se)
not more than 0.02 mg/l
12. Mercury (Hg)
not more than 0.005 mg/l
Atomic Absorption Cold Vapour Techiqu
4.2 Kelembagaan yang berwenang menangani permasalahan air Limbah
di Thailand
Negara Thailand merupakan negara yang menerapkan sistem otonomi
daerah, sehingga dalam organisasi yang ada terdiri dari Local
Government Authorithies dan terdapat satu organisasi yang berada
pengawasannya langsung di bawah Minister of Interior yaitu Bangkok
Metropolitan Administration.
Simachaya (2009) melaporkan status pabrik pengolahan air limbah
di Thailand. Sekitar 95 pabrik pengolahan air limbah yang telah
dibangun (sekitar 3 juta m3/hari dengan kapasitas pengolahan 22%
dari total limbah). Total biaya investasi untuk 95 tanaman adalah
67 miliar Baht. Bangkok telah memiliki kapasitas terbesar untuk
pengolahan air limbah.Tabel 4.2 Pengolahan Air Limbah Perkotaan di
Thailand Sumber : Sinapraya, 2009
Berdasarkan data di atas dapat dilihat data instalasi pengolahan
air limbah yang ada di negara Thailand baik itu yang dikelola oleh
BMA maupun oleh masing-masing LGAs.4.2.1Instalasi Pengolahan Air
Limbah di Bawah BMA
Sebuah Studi tentang Thailand Development Research Institute
(TDRI) pada tahun 1988 menunjukkan bahwa sumber domestik tercatat
sebesar 75% air limbah yang dihasilkan di Bangkok sementara sumber
industri sisanya sebesar 25%. Kemudian pada tahun 1996, Departemen
Pengendalian Polusi (PCD) memperkirakan limbah industri di wilayah
Bangkok menjadi lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh
rencana sebelumnya (475.980 m3/hari pada tahun 2000 dan 167.410
m3/hari pada tahun 2016). Hal ini karena pemerintah mendorong
industri untuk kembali direlokasi di luar area Bangkok dengan
kebijakan pajak ringan dan pembebasan bea (Studi untuk Master Plan
pengolahan limbah padat/Pembuangan dan Reklamasi penggunaan air
Limbah di Bangkok, 1999). Saat ini, sumber utama pencemaran air di
Bangkok jelas berasal dari sektor domestik.Berdasarkan data tahun
2009, terdapat 7 rencana pengolahan air limbah yang beroperasi
dibawah kewenangan Bangkok Metropolitan Administration (BMA)
seperti Sipraya, Rattanakosin, Chongnonsi, Nongkham, Tungkru,
Dindang dan Jatujak WWTPs. Total daerah layanan dari tujuh bangunan
WWTP tersebut adalah 191,7 km2 atau sekitar 12,22 % dari total luas
kota Bangkok. Sedangkan Total kapasitas pengolahan tersebut adalah
992.000 m3/hari atau sekitar 40 % dari total volume limbah cair
yang dihasilkan di Bangkok. Selain itu, semua system pengolahan air
limbah yang dirancang telah dikombinasikan dengan saluran
pembuangan, dengan kadar BOD yang rendah dari air limbah.
Gambar 4.1 Tujuh Wilayah WWTP dibawah BMA4.3 Jenis teknologi
pengolahan air limbah kota di ThailandAda lima jenis IPAL yang
digunakan di Thailand yaitu kolam stabilisasi, aerated lagoon,
proses lumpur aktif, bangunan wetland, dan rotating biological
contactor (RBC). Jumlah tanaman yang menggunakan setiap pengolahan
disajikan pada tabel di bawah ini.Tabel 4.3 Jumlah Teknologi
Pengolahan Air LimbahSumber : PCD, 2001
Gambar 4.2 Persebaran Teknologi Pengolahan Air LimbahDari gambar
di atas, jenis utama dari teknologi pengolahan air limbah di
Thailand adalah kolam stabilisasi, yaitu sekitar 45% dari semua
jenis teknologi pengolahan air limbah. Metode ini adalah teknologi
sederhana dari instalasi pengolahan air limbah. Rincian
masing-masing metode yang disebutkan akan dijelaskan pada bagian
berikutnya.4.3.1Kolam stabilisasi
Kolam stabilisasi ini juga disebut sebagai teknologi kolam
fakultatif, merupakan metode alami untuk pengolahan air limbah.
Kolam stabilisasi terdiri dari cekungan dangkal buatan manusia yang
terdiri dari satu atau beberapa seri anaerob, fakultatif atau kolam
pematangan (maturasi). Perlakuan utama berlangsung di kolam
anaerobik, yang terutama dirancang untuk menghilangkan padatan
tersuspensi, dan beberapa elemen larut dari bahan organik (BOD).
Selama tahap pengolahan sekunder di kolam fakultatif, sebagian
besar kandungan BOD tersisa dikeluarkan melalui aktivitas alga dan
bakteri heterotrofik. Fungsi utama dari pengolahan limbah tersier
di kolam pematangan (maturasi) adalah penghilangan patogen dan
nutrisi (terutama nitrogen).
Gambar 4.3 Kolam Stabilisasi (Chungsaeng Municipality,
Nakhonsawa, Thailand).4.3.2 Aerated Lagoon
Aerated lagoon ini adalah sebuah kolam pengolahan yang
disediakan proses aerasi buatan untuk proses oksidasi biologis
dalam mengolah air limbah. Ada banyak proses biologis lainnya untuk
pengolahan limbah cair, misalnya lumpur aktif, trickling filter,
Rotating biological contactors dan biofilter. Pengolahan tersebut
memiliki kesamaan dalam prosesnya yaitu menggunakan oksigen (atau
udara) dan aktivitas bakteri untuk mengolah air limbah secara
biologis.Gambar 4.4 Kolam Aerasi (Okamoto (Thai) Co., Ltd.)4.3.3
Lumpur Aktif
Lumpur aktif merupakan proses untuk mengolah limbah dan air
limbah industri menggunakan udara dan padatan biologis terdiri dari
bakteri dan protozoa. Proses ini melibatkan udara atau oksigen yang
dimasukkan ke dalam campuran dari pengolahan awal atau penyaringan
limbah atau limbah industri (disebut air limbah mulai dari
sekarang) dikombinasikan dengan organisme untuk mengembangkan
padatan biologis, yang mengurangi kandungan organik dari limbah.
Bahan ini, yang mana dalam lumpur yang baik adalah sebuah flok
cokelat, sebagian besar terdiri dari bakteri saprotrophic, tetapi
juga memiliki flora protozoa penting terutama terdiri dari amuba,
Spirothichs, Peritrichs termasuk Vorticellids dan berbagai spesies
makanan penyaring lainnya. Konstituen penting lainnya termasuk
motil dan Rotifers yang menetap. Dalam pengolahan lumpur aktif yang
kurang, berbagai bakteri berserabut mucilaginous dapat berkembang
termasuk natans Sphaerotilus yang menghasilkan lumpur yang sulit
untuk stabil dan dapat menghasilkan selimut lumpur dekantisasi yang
meluber diatas bendung dalam tangki pengolahan sehingga dapat
mencemari kualitas efluen akhir. Bahan ini sering digambarkan
sebagai jamur limbah, namun kelompok jamur ini sebenarnya relatif
jarang.
Gambar 4.5 Lumpur Aktif (Dustch Mill Company Limited,
Thailand)4.3.4. Konstruksi Wetland
Wetland adalah lahan basah buatan, rawa atau danau yang dibuat
sebagai habitat baru atau pemulihan bagi kehidupan alami, untuk
pembuangan antropogenik seperti limbah, limpasan air hujan, atau
pengolahan limbah, reklamasi lahan setelah penambangan, kilang,
atau ekologi lainnya yang terganggu seperti yang diperlukan untuk
mitigasi lahan basah alami yang hilang dalam perkembangan. Lahan
basah alami bertindak sebagai biofilter, menghilangkan sedimen dan
polutan seperti logam berat dari air, dan konstruksi wetland dapat
dirancang untuk meniru bentuk ini.
Gambar 4.6 Constructed Wetland ( Laem Phak Bla Environmental
research and Development)4.3.5 Rotating Biological Contactor
(RBC)
RBC adalah proses pengolahan biologis yang digunakan dalam
pengolahan air limbah setelah pengolahan pertama. Proses pengolahan
pertama menghilangkan pasir dan padatan lainnya melalui proses
penyaringan diikuti dengan waktu pengendapan. Proses RBC
memungkinkan melibatkan air limbah untuk kontak dengan media
biologis yang bertujuan untuk menghilangkan polutan dalam air
limbah sebelum dibuang ke lingkungan, biasanya badan air (sungai,
danau atau laut). RBC adalah jenis proses pengolahan sekunder.
Pengolahan Ini terdiri dari serangkaian cakram paralel yang
terpasang pada poros yang berputar yang berada tepat di atas
permukaan air limbah. Mikroorganisme tumbuh di permukaan cakram
dimana degradasi biologis dari air limbah polutan berlangsung.
Gambar 4.7 Rotating Biological Contactor4.4 Data Teknis IPAL
Chongnonsi
Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat 7 area pelayanan WWTP
yang dilakukan oleh BMA. Salah satunya adalah kota Chongnonsi, dan
berlokasi di Yonnawa Bangkok.
Gambar 4.8 Pengolahan Air Limbah Chongnonsi
Luas Daerah tangkapan pengolahan air limbah sekitar 28,5 km2
terdiri dari Bang Rak-Yannawa, Sathon dan kabupaten Bang-Kho-Laem.
Kapasitas pabrik adalah 200.000 m3/ hari. Proyek ini Turn-Key
proyek termasuk pembangunan dan pengoperasian pekerjaan. Hal ini
dilakukan oleh Samsung-Lotte-CEC Joint Venture. Biaya pembangunan
proyek ini adalah 4.552 juta baht. Konsultan adalah Metcalf &
Eddy International Co, Ltd, dan TEC dengan jasa konsultasi dari 155
juta baht. 60% dari total anggaran disubsidi oleh Pemerintah dan
40% sisanya disubsidi oleh BMA. Kontrak tersebut ditandatangani
pada tanggal 24 Juli 1995 dan selesai pada tanggal 23 Juli 1999.
Pabrik ini telah beroperasi sejak Desember 1999 oleh kontraktor
selama satu tahun. Kemudian BMA telah mengoperasikan pabrik sejak
Desember 2000. Sampai April 2004 perusahaan swasta telah
mengoperasikan pabrik untuk BMA.Tabel 4.4 Project Details of
Chongnonsi
Sumber : WQM, 2001
Gambar 4.8 Flow Diagram of Chongnonsi Wastewater Treatment Plant
CASS (Cyclic Activated Sludge System)Selain itu, lumpur yang
dihasilkan dari CASS akan dgabung dengan polimer dan kemudian
dikirim ke gabungan belt filter press untuk meningkatkan konten
padatan. Kemudian, akan dicampur dengan kapur sebelum
pembuangan.
Gambar 4.9 Bagian pengolahan air limbah ChongnonsiKarakteristik
air limbah disajikan pada tabel dibawah ini :Tabel 4.5 Influent and
effluent of wastewater characteristic Sumber : WQM, 20014.5
Permasalahan Pengelolaan Air Limbah di Thailand Secara
UmumBerdasarkan data yang ada sebanyak 80% dari instalasi
pengolahan air limbah perkotaan yang terbangun di Thailand tidak
berfungsi sesuai dengan yang direncanakan, terdapat empat isu dalam
pengelolaan air limbah domestik di Thailand, sebagai berikut
(Chevakidagarn, 2006):
Kinerja sistem yang tidak sesuai dengan perencanaan; instalasi
pengolahan eksisting biasanya terlalu besar kapasitasnya dan
menggunakan pengolahan lanjutan yang tidak diperlukan jika
dibandingkan dengan aliran masuk yang lebih rendah dari yang
diperkirakan karena sistem pengumpul yang belum seluruhnya
terbangun.
Rendahnya kadar BOD5 : Dua hal yang mendasari fenomena ini
adalah bahwa sebenarnya air limbah dari masing-masing rumah telah
dipisahkan antara greywater dan blackwater. Di mana black water
dibuang dari toilet dan mengalir ke septic tank dan overflownya
mengalir ke selokan atau merembes ke dalam tanah, sebagaimana
dikontrol oleh regulasi perkotaan. Grey Water yang mengalir ke
saluran tanpa melalui pengolahan. Tingginya waktu retensi di dalam
Septic Tank yang menyebabkan konsentrasi BOD5 yang dibuang ke
saluran lebih rendah dari yang seharusnya. Selain itu, kebanyakan
dari sistem penyaluran air limbah di Thailand menggunakan sistem
saluran terbuka yang dibangun sebelum sistem pengolahan terpusat
dibangun. Maka dari itu, merupakan sistem penyaluran air limbah
kombinasi (antara air hujan dan air limbah). Alasan inilah yang
menyebabkan rendahnya level BOD5 dari level yang ditentukan dalam
desain yaitu BOD5 (200 mg/L). Berdasarkan hasil survey level BOD5
selalu di bawah 100 mg/L.
Kekurangan operator yang andal. Setelah konstruksi selesai,
instalasi pengolahan air limbah tersebut dioperasikan oleh
organisasi administratif lokal. Namun, mereka tidak selalu mampu
mengoperasikan dan memelihara pelayanan secara teknis . Beberapa
teknisi lokal terampil dalam mengoperasikan sistem. Mereka tidak
bisa menguasai dengan baik dengan mengenai permasalahan teknik dan
ilmiah. Oleh karena itu, pemerintah kota atau kantor administrasi
lokal perlu membuat tambahan kontrak dengan perusahaan konsultan.
Titik lemah adalah bahwa perusahaan konsultan terkemuka, yang
selalu mendapatkan kontrak, yang terletak di Bangkok. Mereka sering
mengirimkan insinyur mereka sekali sebulan untuk merawat instalasi,
hanya untuk memenuhi kriteria kontrak.
Kekurangan dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan: Kesulitan
keuangan dan teknis dalam hal operasi dan pemeliharaan terutama
pada bagian instalasi di stasiun pompa dan instalasi pengolahan,
merupakan permasalahan yang serius. Di Negara Thailand, pembiayaan
untuk konstruki dibiayai oleh Pemerintah, tetapi tidak untuk
operasi dan pemeliharaan, yang harus didanai oleh dana pemerintah
kota, dan bukan dari Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah harus
menyediakan pembiayaan untuk O&M, termasuk biaya gaji, energi,
bahan kimia dan biaya pemeliharaan tahunan.Undang-Undang
Peningkatan dan Konservasi Kualitas Lingkungan Nasional, B.E. 2535
(1992 ) mengumumkan bahwa otoritas lokal instansi pemerintah yang
bertanggung jawab untuk operasi dari instalasi pengolahan air
limbah dan harus memiliki kekuatan dan tugas untuk mengumpulkan
biaya layanan, denda, dan klaim untuk kerusakan . Biaya layanan
harus digunakan sebagai pengeluaran untuk operasi dan pemeliharaan
dari instalasi pengolahan air limbah terpusat. Namun, saat ini ,
ada banyak hambatan untuk penegakan hukum retribusi.
Ketidakmengertian untuk kebutuhan retribusi oleh pengguna adalah
kendala utama. Selain itu, politisi lokal takut kehilangan
kepercayaan jika membuat keputusan yang tidak popular. Walupun
biaya yang dikenakan untuk mengolah sangat rendah, misalnya : 2-3
baht/m3 untuk air limbah domestik .
4.5.1Permasalahan LGAs (LOCAL GOVERNMENTAL AUTHORITIES)
A.Permasalahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (WWT)
Dalam mengevaluasi efisiensi kinerja instalasi pengolahan air
limbah di Thailand pada tahun 2003 (Dikutip dalam Simachaya 2009),
kondisi dikelompokkan menjadi 4 kelas sesuai dengan tingkat
layanan, yaitu A, B, C dan D. Hasil dari evaluasi disajikan di
bawah ini.
Table 4.6 Status of wastewater treatment in Thailand
Sumber : Simachaya, 2009
Dari apa yang telah disebutkan di atas, ternyata hanya sejumlah
kecil dari instalasi pengolahan air limbah yang berada dalam
kondisi baik sedangkan sisanya tidak. Permasalahan yang LGAs
menghadapi dalam mengoperasikan instalasi pengolahan air limbah
dijelaskan sebagai berikut: Peralatan di pabrik perawatan biasanya
dalam kondisi rusak dan tidak berfungsi. terlalu tinggi muka air
permukaan dan air tanah yang terinfiltrasi ke dalam sistem
pengolahan juga merupakan salah satu alasan yang menyebabkan
masalah. LGAs tidak bisa mengoperasikan sistem pengolahan secara
efektif karena mereka memiliki cukup sedikit keterlibatan dalam
perencanaan dan perancangan sistem. LGAs juga tidak memiliki latar
belakang dalam pelatihan operasi dan pemeliharaan sistem. Masalah
yang paling penting adalah bahwa dana tersebut tidak cukup untuk
mengoperasikan standar tinggi instalasi pengolahan air limbah di
negara ini. Sebagai contoh, semua pabrik pengolahan air limbah di
bawah BMA menghadapi masalah dengan biaya konsumsi daya, yaitu
sekitar 50 % dari total biaya operasi dan perawatan.Distribusi
biaya O & M dari BMA IPAL disajikan pada Gambar X, seperti di
bawah ini :
Gambar 4.10. Distribution of operation and maintenance cost in
2002 (BMA, 2002)B.Tarif/Retribusi Air LimbahHal ini bertujuan untuk
mendanai pengeluaran LGA 's untuk pengelolaan IPAL yang efektif dan
pengembangan sistem masa depan. Prinsip-prinsip yang digunakan
untuk pembangunan tarif meliputi;
Pencemar di bidang layanan IPAL akan menanggung tanggung jawab
ini
Tarif awal didasarkan pada biaya O & M tergantung pada jenis
IPAL sebagai berikut
Tabel 4.7. Proposed Prices of WWTP
Sumber : Simachaya, 2009Namun, hanya ada tiga LGAs sukses untuk
memberlakukan dan menerapkan peraturan tarif, termasuk:
Patong (Phuket province)
400 baht /house/year for domestic customer
600 baht/room/year for hotel owner
Pattaya (Chonburi province)
Initial rate is 2.5 baht/m 3 on 2001 and it increase annually
0.25 baht/m 3
Saensuk (Chonburi Province)
2.0 baht/m 3 for BOD< 200 mg/L
Faktor-faktor yang membatasi pengembangan tarif dilaporkan
termasuk (Simachaya 2009):
Kurangnya komitmen Pemerintah Kerajaan Thailand untuk
pelaksanaan tariff
Rasa lemah kepemilikan oleh LGAs mungkin membatasi keterlibatan
mereka dalam perencanaan, pendanaan dan konstruksi, dll
Kurangnya kesediaan untuk membayar dan kemauan untuk
membiaya
adanya politisasi proses penetapan tarif
Kemampuan LGAs terbatas, dukungan eksternal diperlukan
4.6Kemungkinan Aplikasi Dari ( Down-Flow Hanging Sponge Reactor)
Teknologi Dhs ThailandPengolahan air limbah kota di Bangkok :
sifat-sifat air limbah kota wilayah Bangkok yang berbeda dari
sifat-sifat air limbah kota di Eropa. Konsentrasi organik (
kebutuhan oksigen biologis yaitu: BOD5) cukup rendah dan penerapan
proses pengobatan konvensional seperti proses lumpur aktif tidak
efektif. DHS proses pengolahan air limbah yang telah menunjukkan
kinerja yang lebih baik dari mengobati air limbah dengan
konsentrasi organik rendah mungkin memiliki potensi lebih tinggi
untuk mengobati air limbah ini yang biasanya menunjukkan BOD5 s
kurang dari 100 mg / L.
Air kanal di wilayah Bangkok : The saluran air permukaan di
wilayah Bangkok sangat tercemar dengan sumber titik dan titik non
berbatasan. Seringkali tingkat kualitas air dari beberapa kanal ini
melebihi standar pembuangan air limbah buangan. Oleh karena itu
menggunakan air kanal ini untuk keperluan produktif seperti
mengairi rumput, aplikasi resapan air tanah terbatai. Untuk
menghindari kondisi yang tidak nyaman diciptakan karena kanal-kanal
tersebut, pemerintah menerapkan teknik pengobatan sederhana seperti
aerasi. Ada potensi aplikasi teknologi DHS untuk mengobati saluran
air permukaan yang dipilih di wilayah Bangkok dan menggunakan
kembali mereka untuk irigasi rumput dan jenis-jenis kegiatan.
Gambar 4.11. Polluted canals in BangkokBAB V
PENUTUP5.1. KESIMPULAN
1. Jenis-jenis pengolahan air limbah yang ada di Negara Thailand
berada di bawah BMA (Bangkok Municipality Administration), yang
terdiri dari Kolam stabilisasi, kolam aerasi, Rotating biological
contactor, constructed wetland dan lumpur aktif.2. Permasalahan
yang ada pada umumnya terdapat pada pengolahan air limbah adalah
Peralatan di pabrik perawatan biasanya dalam kondisi rusak dan
tidak berfungsi, terlalu tinggi muka air permukaan dan air tanah
yang terinfiltrasi ke dalam sistem pengolahan juga merupakan salah
satu alasan yang menyebabkan masalah, LGAs juga tidak memiliki
latar belakang dalam pelatihan operasi dan pemeliharaan sistem, dan
dana tersebut tidak cukup untuk mengoperasikan standar tinggi
instalasi pengolahan air limbah di negara ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. BMA (2002). Operation and Maintenance Cost of BMA WWTP in
2002 . Bangkok Metropolitan Administration. 2. Indexmundi (2011).
Thailand Population. Retrieved on February, 2011. Retrieved from:
http://www.indexmundi.com/g/g.aspx?c=th&v=21 3. Klean
industries (2010). Market news. Retrieved on February, 2011.
http://www.kleanindustries.com/s/environmental_market_Industry_news.asp?ReportID=2
97894 4. PCD (2009). The presentation in the topic of The
directorate of human settlements Ministry of Public Works,
Indonesia . Pollution Control Department (PCD), Ministry of natural
Resources and Environment, Thailand. 5. PCD (2010). The
presentation in the topic of International Conference on
Construction and Environment , at Tokyo, Japan, on February 2010.
Pollution Control Department (PCD), Ministry of natural Resources
and Environment, Thailand. 6. Simachaya, W. (2009). Wastewater
tariffs in Thailand. Ocean & Coastal Management , 52 , 378382
7. WQM (2011). Wastewater Treatment Plant. Water Quality Management
Office (WQM), Bangkok Metropolitan Administrati on. Retrieved on
February, 2011. http://dds.bangkok.go.th/wqm/Thai 8. Asian
Secretary
http://mdgs.un.org/unsd/mdg/Resources/Attach/Capacity/manila/Presentations/S2_P2.1_1_ASEAN%20Statistical%20Report%20on%20MDGs%20Nove%202011-1.ppt9.
http://www.unicef.org/indonesia/id/UNICEF_Annual_Report_(Ind)_130731.pdf10.
Warr, Peter, 2003. MDG Progress in Southeast Asia: Implications for
Child Poverty. John Crawford Professor of Agricultural Economic.
Arndt-Corden Division of Economics, Research School of Pacific and
Asian Studies. Australian National University
11.http://www.sswm.info/sites/default/files/reference_attachments/NATURGERECHTE%20TBW%202001%20Decentralised%20wastewater%20treatment%20methods%20for%20developing%20countries.pdf12.
http://www.aecen.org/sites/default/files/TH_Assessmemt.pdf29