yulviadwitya
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Surakarta mempunyai luas wilayah 44,4 km2 dengan jumlah
penduduk mencapai 503.421 jiwa. Kota Surakarta dibagi menjadi 5
kecamatan dan 51 kelurahan. Kondisi sanitasi di Surakarta dinilai
belum memenuhi standar kesehatan dan masih memprihatinkan. Berikut
merupakan persentase dari kondisi sanitasi masyarakat Surakarta
adalah 58% memiliki tangki septik, 16% memakai MCK dan 12% tidak
memiliki sanitasi yang memadai, ini merupakan pemakaian sistem on
site. Sisanya sekitar 14% memakai sistem off site. Produksi air
limbah di Surakarta sbagian besar adalah dari limbah domestik yaitu
sebanyak 89% dan sisanya sebanyak 11% dari limbah industri dan
rumah sakit. Pengertian air limbah sendiri adalah air buangan yang
berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan
permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak
mengandung bahan beracun dan berbahaya.
Kota Surakarta mempunyai 2 sistem pengelolaan limbah dosmetik,
yaitu : Off Site System merupakan sistem pengolahan air limbah
dengan menggunakan suatu jaringan perpiaan untuk menampung dan
mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah.
Air limbah di dalam sistem off site ini berasal dari air limbah
rumah tangga, kemudian sebagai media penyalurnya memakai sistem
jaringan perpiaan yang disalurkan ke IPAL, IPAL melakukan sistem
pengolahan kemudian disalurkan ke sungai dan saluran air sebagai
tujuan akhir. Di surakarta memakai sistem ini sekitar 14 % dan On
Site System merupakan sistem pengolahan air limbah setempat yang
sebagai media pengolah setempatnya seperti septik tank, cubluk,
jamban dan pit latrin, kemudian pengurasan dan pengangkutan
dilakukan oleh truk tinja setelah itu di olah di Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) kemudian disalurkan ke sungai dan
saluran air . Penggunaan sistem on site merupakan yang lebih banyak
dipakai di masyarakat dengan presentase sebesar 86 %.
Dasar Hukum Pengelolaan Limbah Perkotaan Surakarta
Surat Perintah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta
Nomor :800/646 tanggal : 10 Juni 1998.
Keputusan Walikotamadya Kepada Daerah Tingkat II Surakarta Nomor
: 002 Tahun 1999 Tanggal : 26 Juni 1998 tentang : SOT PDAM Kodya
Dati II Surakarta.
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor : 3
Tahun 1999 Tanggal 27 Mei 1999 tentang Pengelolaan Limbah Cair.
Keputusan DPRD Kota Surakarta Nomor : 29/DPRD/XI/2002 Tanggal :
3 29 November 2002 tentang : Persetujuan Penetapan Tarif
Pengelolaan Limbah dan Golongan Pelanggan.
Keputusan DPRD Kota Surakarta Nomor : 10/DPRD/VI/2004 tentang
Persetujuan Perubahan Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15
Tahun 2002 tentang Penetapan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan
Pelanggan Limbah.
Keputusan Walikota Surakarta Nomor 5 Tahun 2004 tentang
perubahan Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2002
tentang Penetapan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan
Pelanggan.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Sarana dan prasarana pengolahan air limbah merupakan semua
peralatan dan bangunan penunjangnya yang berfungsi dalam pengolahan
air limbah mulai dari sumber timbulan air limbah sampai pengolahan
akhir. Salah satu sistem pengolahan air limbah adalah Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL adalah perangkat peralatan
teknik berserta perlengkapannya yang memproses atau mengolah cairan
sisa proses produksi pabrik, sehingga cairan tersebut layak dibuang
ke lingkungan. Tujuan IPAL yaitu menyaring dan membersihkan air
yang sudah tercemar dari air limbah domestik maupun bahan kimia
industri.
Manfaat IPAL bagi masyarakat serta makhluk hidup lainnya, antara
lain :
Mengolah air limbah domestik atau industri, agar air tersebut
dapat digunakan kembali sesuai kebutuhan masing-masing;
Agar air limbah yang akan dialirkan kesungai tidak tercemar;
dan
Agar biota-biota yang ada di sungai tidak mati.
Di Surakarta sendiri terdapat 4 IPAL diantaranya adalah IPAL
Semanggi, IPAL Mojosongo, IPAL Laweyan dan IPAL PucangSawit.
BAB II
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo yang berlokasi
di Kampung Sabrang Lor, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres,
Surakarta. Mulai beroperasi pada tahun 1997. IPAL Mojosongo
mempunyai kapasitas 24 Liter/Detik serta melayani dan mengolah air
limbah rumah tangga pada kawasan utara Surakarta meliputi dari
Perumnas Mojosongo, Kelurahan non perumnas Mojosongo, Kelurahan
Kadipiro, Kelurahan Mojosongo dan Kelurahan Nusukan serta melayani
pelanggan sekitar 4.557 SR.
Gambar 1.0. Peta Persebaran IPAL di Surakarta
Dibangun pada area seluas 1,2 Ha, yang meliputi bangunan
instalasi dan kolam aerasi. Jaringan air limbah sistem Perumnas
Mojosongo dibangun pada tahun 1980 panjang pipa 20,5 km, diameter
200-500. Karena kondisi lahan pada lokasi IPAL Mojosongo mengalami
kontur tanah yang tidak seimbang maka tidak memungkinkan untuk
dapat mengalirkan air limbah rumah tangga secara gravitasi,
sehingga di bangun 3 stasiun pompa, yaitu :
Stasiun pompa Sibela (2 unit);
Stasiun pompa Dempo; dan
Stasiun pompa Malabar.
Kapasitas pompa masing-masing 7 lt/dt. Ketiga stasiun pompa yang
terletak di Sibela, Dempo dan Malabar akan dialirkan dan ditampung
pada sump pump yang berlokasi dekat dengan Sungai Kalianyar.
Gambar 1.1. Instalasi Pengolahan Air Limbah Mojosongo
Untuk masyarakat yang ingin menjadi pelanggan IPAL akan
dikenakan setiap bulannya retribusi, dan pihak IPAL sendiri akan
memasang fasilitas IPAL secara gratis. Golongan Pelanggan Sambungan
Rumah Air Limbah ada 3 golongan yaitu : 1) Rumah Tangga; 2)
Komersial; 3) Niaga. Karena pelanggan IPAL merupakan golongan Rumah
Tangga yaitu Rumah Tangga II yang terdiri dari : 1) Rumah Tangga
dengan luas bangunan > 100 m2; 2) MCK; dan 3) Puskesmas.
BAB III
SISTEM PENGOLAHAN IPAL MOJOSONGO
Diagram Alir
Sistem pengaliran limbah di IPAL Mojosongo berasal dari limbah
rumah tangga lalu disalurkan ke pipa lateral dan pipa sekunder
setelah dari pipa lateral dan pipa sekunder masuk ke pompa, setelah
itu masuk ke bak pengendap awal kemudian diolah, masuk ke bak
aerasi I kemudian ke bak aerasi II dan bak aerasi III, setelah
diolah di bak aerasi I,II dan III kemudian masuk ke bak
sedimentasi. Pemompaan dilakukan karena kontur tanah menuju ke
lokasi IPAL lebih tinggi dari daerah pelayanan. Hasil pengolahan
dari IPAL Mojosonggo dialirkan ke kali Anyar dan Bermuara ke Sungai
Bengawan Solo dengan pengaliran secara gravitasi. Proses akhir ini
membuktikan bahwa proses pengolahan akhir sudah dinyatakan baku
mutu air bagus. Sistem IPAL Mojosongo digunakan sistem kombinasi
aerasi dan facultative untuk mengolah air limbah rumah tangga,
dengan BOD 200-400 mg/lt menjadi air olahan dengan BOD (Biological
Oxygen Demand) 20 mg/lt.
Gambar 1.2. Diagram Alir IPAL Mojosongo
Proses Pengolahan IPAL Mojosongo
Proses pengolahan air limbah di IPAL Mojosongo meliputi beberapa
tahap antara
lain :
Pengaliran Dari Bak Penampung
Air limbah rumah tangga yang berasal dari Perumnas Mojosongo,
Nusukan, Kadipiro dan Mojosongo non Perumnas akan ditampung
terlebih dahulu di bak penampung dan dipompa ke pengolahan.
Pemompaan dilakukan karena kontur tanah menuju ke IPAL lebih tinggi
dari daerah pelayanan.
Saringan (Bar Screen)
Air limbah yang dialirkan melalui pipa kemudian disaring di bar
screen untuk menahan sampah dan plastik agar tidak masuk ke
pengolahan limbah. Sebelum masuk ke pengolahan air limbah akan
dipompa menuju bak pengendap awal (pada sump pump yang dilengkapi 3
buah pompa submersible dengan debit 20 lt/dt.
Bak Pengendap Awal
Air buangan yang dipompa dari sump pump masuk ke bak pengendap
awal dengan BOD masih tinggi yaitu 116 mg/lt, di sini air limbah
bisa diukur debitnya melalui V notch, biasanya pada bak pengendap
awal ini air limbah akan dipisahkan, pasir akan mengendap dan
plastik maupun busa akan tertahan pada penyekat yang kemudian akan
diambil secara manual dan dibuang ketempat sampah. Sedangkan pasir
yang ikut terbawa aliran akan mengendap. Lumpur yang menendap pada
bak pengendap awal perlu dikuras secara manual dan lumpurnya
ditampung di bak pengering lumpur.
Gambar 1.3. Bak Pengendapan Awal
Bak Aerasi Fakultatif I (Aerated Facultatif Lagoon I)
Dari bak pengendap awal air buangan secara gravitasi akan
mengalir menuju bak aerated facultatif lagoon I, pada bak ini
aerator dihidupkan untuk menambah oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan zat organik. Air limbah yang masuk
pada bak aerasi I perlu dibiarkan selama 1 sampai dengan 2 minggu
untuk dapat mengembangbiakkan mikroorganisme dan untuk percepatan
perlu dilakukan seeding dengan cara memasukkan lumpur aktif dari
tangki septik ke dalam bak aerasi.
Dengan ukuran kolam sebagai berikut :
Panjang : 36,60 m
Lebar : 21,00 m
Kedalaman : 3,50 m
Gambar 1.4. Bak Aerasi Fakultatif I
Bak aerasi I dilengkapi 3 buah aerator dengan daya 2,2 kg/jam
per unitnya dan 1 kg/jam akan menghasilkan daya sebesar 1,345
kg/jam, bila pemberian oksigen kurang akan ditandai dengan
timbulnya bau dimana akan terjadi proses anaerobic, untuk itu
operator harus menjalankan atau mengoperasikan aerator
tersebut.
Gambar 1.5. Mesin Aerator
Bak Aerasi Fakultatif II (Aerated Facultatif Lagoon II)
Dari bak aerasi I air akan mengalir secara gravitasi ke lagoon
II dan di sini aerator juga harus dihidupkan untuk menambah
oksigen. Kebutuhan penambahan oksigen pada lagoon I dan II sebanyak
26 kg oksigen perjam, kemudian lumpur yang mengendap di dua lagoon
tersebut diproses dengan cara memompa lumpur tersebut ke bak
pengering (sludge drying bed). Untuk itu perlu dilakukan pengurasan
secara periodik, untuk pengurasan lumpur disediakan pompa lumpur
dilengkapi dengan pontoon serta pipa fleksibel untuk hisap maupun
tekan. Adapun pompa lumpur kapasitasnya 8 liter/dt. Dengan ukuran
kolam sebagai berikut :
Panjang : 41,50 m
Lebar : 18,00 m
Kedalaman : 3,50 m
Gambar 1.6. Bak Aerasi Fakultatif II
Bak Sedimentasi (Sedimentation Pond)
Air buangan dari lagoon II secara gravitasi akan mengalir ke bak
sedimentasi. Air limbah yang telah diaerasi pada bak aerasi I dan
II sebagian besar partikel-partikelnya akan mengendap di dalam bak
sedimentasi ini, dari bak ini air limbah sudah bisa di buang ke
badan air penerima, dan kadar BOD sudah mulai turun. Dengan ukuran
kolam sebagai berikut :
Panjang : 55,50 m
Lebar : 46,50 m
Kedalaman : 2,00 m
Gambar 1.7. Bak Sedimentasi
BAB IV
KELAYAKAN BAKU MUTU LIMBAH PADA IPAL MOJOSONGO
Baku Mutu Limbah
Baku Mutu Limbah sendiri adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan atau Jumlah unsur pencemar yang diperbolehkan
keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang ke lingkungan.
IPAL Mojosongo sendiri berada di Kota Surakarta Jawa Tengah,
jadi untuk standar baku mutu limbah mengacu pada Perda Jateng Nomor
10 Tahun 2004. Untuk standar-standar baku mutu limbah yang tertera
di Perda Jateng Nomor 10 Tahun 2004 sendiri diantaranya :
Fisika
Suhu ( Kadar maksimalnya - (satuan C)
TSS ( Kadar maksimalnya 100 (satuan mg/l)
Kimia
pH ( Kadar maksimalnya 6.0-9.0
DO ( Kadar maksimalnya - (satuan mg/l)
DHL ( Kadar maksimalnya - (satuan 5/cm)
BOD5 ( Kadar maksimalnya 50 (satuan mg/l)
COD ( Kadar maksimalnya 100 (satuan mg/l)
Berikut merupakan karakteristik air limbah domestik diantaranya
:
Karakteristik Fisika
Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan bau, suhu,
warna, dan zat padat tersuspensi. Sifat fisik ini diantaranya dapat
dikenali secara visual tapi untuk mengetahui secara lebih pasti
maka digunakan analisis laboratorium.
Suhu
Air limbah pada umumnya mempunyai suhu yang lebih tinggi
daripada suhu udara setempat. Suhu air limbah merupakan parameter
penting, sebab efeknya dapat mengganggu dan meninggalkan reaksi
kimia kehidupan akuatik. Limbah yang mempunyai temperatur panas
akan mengganggu biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu
limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi
memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi
pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat
zat oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang
terjadi pada suhu rendah.
TSS (Total Susppended Solid)
Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan
anorganik yang melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini
sebagai penyebab kekeruhan pada air. Limbah cair yang mempunyai
kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke
badan air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga
dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga
proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.
Karakteristik Kimia
pH (puissance d`Hydrogen Scale)pH adalah ukuran yang menunjukan
kadar asam atau basa dalam suatu larutan untuk menyatakan aktifitas
ion hidrogen. Pengukuran pH bisa dilakukan secara elektrik
menggunakan alat yang dinamakan pH meter dan dapat juga menggunakan
indikator pewarna yaitu dengan kertas lakmus. Nilai pH air
digunakan untuk mengetahui kondisi keasaman (konsentrasi ion
hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14, kisaran nilai
pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH
7 adalah kondisi netral.
DO (Dissolved Oxygen)
Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen
terlarut menurun sampai di bawah batas minimal yang dibutuhkan
untuk kehidupan biota di dalam perairan tersebut. Penyebab utama
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya
bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan-bahan tersebut
terdiri dari bahan yang mudah dibusukan atau dipecah oleh bakteri
dengan adanya oksigen, sehingga oksigen yang tersedia dikonsumsi
oleh bakteri yang aktif untuk memecah bahan-bahan tersebut,
akibatnya semakin banyak bahan-bahan tersebut semakin berkurang
konsentrasi oksigen terlarutnya.
Dalam menentukan nilai oksigen terlarut menggunakan metode
Titrasi Winkler atau iodometri (Azide Modification) yang biasa
dilakukan di laboratorium pada metode ini tata kerja berdasarkan
pada kemampuan mengoksidasi oksigen terlarut. Prinsip analisis
metode ini adalah oksigen di dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4
yang ditambahkan ke dalam larutan pada keadaan alkalis, maka akan
terjadi endapan Mn(OH)2, dengan adanya oksigen akan dioksidasi
menjadi endapan MnO2. Dengan penambahan asam sulfat dan kalium
iodida maka akan dibebaskan iodin yang jumlahnya equivalen dengan
oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian
dianalisis dengan metode titrasi iodometri yaitu dengan menggunakan
larutan standar tiosulfat dengan indikator amilum.
DHL (Daya Hantar Listrik)
Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk
menghantarkan arus listrik (disebut jugakonduktivitas). DHL pada
air merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu
larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin
banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi
pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran
ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun
relatifnya.
Pengukuran daya hantar listrik bertujuan mengukur kemampuan
ion-ion dalam air untuk menghantarkan listrik serta memprediksi
kandungan mineral dalam air. Pengukuran yang dilakukan berdasarkan
kemampuan kation dan anion untuk menghantarkan arus listrik yang
dialirkan dalam contoh air dapat dijadikan indikator, dimana
semakin besar nilai daya hantar listrik yang ditunjukkan
padakonduktivitimeterberarti semakin besar kemampuan kation dan
anion yang terdapat dalam contoh air untuk menghantarkan arus
listrik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak mineral yang
terkandung dalam air.
BOD (Biologycal Oxygen Demand)
Pemeriksaan BOD dalam air limbah didasarkan atas reaksi oksidasi
zat-zat organik dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut
dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. BOD adalah kebutuhan
oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan)
semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagai tersuspensi
dalam air menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini
hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri.
Penguraian zat-zat organik ini terjadi secara alami, aktifnya
bakteri-bakteri menguraikan bahan- bahan organik bersamaan dengan
habis pula terkonsumsi oksigen.
Penetapan angka BOD5 adalah rangkaian penetapan kadar oksigen
terlarut antara sampel pada hari kelima setelah inkubasi pada suhu
20o C. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai:
BOD5 = {(Co C5) k (APo AP5)} x p ( 3 )
Dimana :
Co = Kadar oksigen terlarut nol hari dari sampel (mg/lt),
C5 = Kadar oksigen terlarut lima hari dari sampel (mg/lt),
APo = Kadar oksigen terlarut nol hari dari larutan pengencer
(mg/lt),
AP5 = Kadar oksigen terlarut lima hari dari larutan pengencer
(mg/lt),
k = Faktor koreksi = 1,
p = Faktor pengenceran.
COD (Chemical Oxygen Demand)
Parameter kebutuhan oksigen kimiawi (lebih dikenal dalam istilah
asingnya Chemical Oxygen Demand / COD termasuk parameter yang cukup
penting sebagai salah satu indikator kualitas air. Parameter ini
dapat menggambarkan kualitas lingkungan air akibat pengaruh gejala
alam dan aktivitas manusia. COD merupakan salah satu parameter
kimia yang digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat pencemaran
limbah organik yang telah terjadi pada sungai, danau, sumur
penduduk dan air laut. Semakin besar nilai COD suatu sumber alam,
semakin besar pula tingkat pencemaran yang terjadi terhadap sumber
tersebut. Parameter COD terkait sangat erat dengan kandungan zat
organik dan anorganik yang dapat dioksidasi dalam suatu badan
air.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses
mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di
dalam air.
Ada beberapa metode persiapan sampel yang telah lama dikenal
dalam analisis COD yaitu metode refluks dengan pemanas listrik
(konduksi). Metode ini biasanya menggunakan pemanas listrik
konvensional seperti hot plate. Oven listrik ataupun heating block
yang didasarkan pada pemindahan panas dari wadah ke larutan dan
selanjutnya ke sampel yang akan didestruksi, sehingga membutuhkan
waktu yang cukup lama yaitu selama 2 jam pada suhu 145-200o C untuk
mencapai hasil destruksi yang sempurna. Metode ini dapat dibagi 2
yaitu sistem refluk terbuka dan sistem refluk tertutup. Pada sistem
refluk terbuka dapat digunakan bermacam jenis air limbah dan jumlah
sampel dapat lebih banyak karena menggunakan gelas erlenmeyer
berukuran 250 ml. Pada sistem ini biasanya menggunakan hot plate
sebagai pemanasnya. Sedangkan pada sistem refluk tertutup
menggunakan sejenis tabung reaksi yang terbuat dari borosilikat dan
tertutup dengan ukuran tertentu (1,6 x 10 cm; 2 x 15 cm; atau 2,5 x
15cm) dengan diameter 2 cm dan kapasitas 2,5 10 ml larutan sampel.
Jika dibandingkan dengan sistem refluk terbuka pada sistem refluk
tertutup ini lebih ekonomis dari segi bahan pereaksi dan dapat
mengoksidasi senyawasenyawa organik yang mudah menguap dengan
sempurna karena senyawasenyawa tersebut mengalami kontak yang cukup
lama dengan zat pengoksidasi yang digunakan. Biasanya pada sistem
ini digunakan oven listrik sebagai pemanasnya.
Keuntungan menggunakan metode refluk (Martini, Tri. 2006) :
Daya oksidasinya lebih kuat dibandingkan dengan zat pengoksidasi
yang lainnya secara teoritis metode ini dapat mengoksidasi senyawa
organik sebesar 95-100%.
Dapat digunakan untuk bermacam-macam sampel air.
Mudah pengerjaannya.
Selain metode diatas masih ada metode lain yang digunakan untuk
pengujian COD yaitu menggunakan metode angka permanganat. Bahan
kimia yang digunakan merupakan oksida kuat dalam keadaan asam yaitu
Kalium Permanganat (KMnO4). Analisis angka permanganat berguna
untuk menunjukkan adanya bahan-bahan organik / pencemar yang mudah
dioksidasi oleh permanganat. Bahan organik yang teroksidasi
sebanding dengan jumlah KMnO4 yang digunakan.
Baku Mutu Limbah IPAL Mojosongo
IPAL Mojosongo sendiri telah melakukan tes untuk Baku Mutu
Limbah pada IPAL ini di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota
Surakarta. Hasil tes untuk IPAL Mojosongo sendiri untuk Baku Mutu
Limbah diantaranya,
Fisik
Suhu ( Inlet= 25.0 Outlet= 24.8 (satuan C) TSS ( Inlet=27
Outlet= 9.6 (satuan mg/l)KimiapH ( Inlet= 7.77 Outlet= 8.05
DO ( Inlet= 3.91 Outlet= 7.71 (satuan mg/l)
DHL ( Inlet=921 Outlet= 1029 (satuan 5/cm)
BOD1 ( Inlet= 60 Outlet= 40 (satuan mg/l)
COD ( Inlet=147 Outlet= 69 (satuan mg/l)
Gambar 1.8. Laporan Hasil Uji IPAL Mojosongo
Sesuai dengan Perda Jateng Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu
Limbah, maka IPAL Mojosongo sendiri dengan parameter tersebut telah
memenuhi standar yang diterapkan untuk Baku Mutu Limbah
Domestik.
BAB V
MASALAH DAN SOLUSI DI IPAL MOJOSONGO
Masalah
Masalah-masalah yang dihadapi oleh IPAL di Kota Surakarta secara
teknis maupun non-teknis, entah dari IPAL Semanggi, IPAL Laweyan,
IPAL Mojosongo, IPAL Pucangsawit secara umum sama. Berikut
merupakan masalah yang dialami oleh IPAL Mojosongo, antara lain
:
Kesadaran dari masyarakat pelanggan untuk membayar tagihan
Limbah Cair masih rendah dan sulitnya koordinasi antara pihak IPAL
dengan pelanggan.
Sanksi bagi pelanggan yang nunggak pembayaran tagihan Limbah
Cair tidak ada.
Masyarakat masih menganggap permasalahan sambungan air limbah,
belum begitu penting.
Tarif yang dibebankan kepada pelanggan Limbah Cair dinilai sudah
tidak sesuai dengan biaya operasional sekarang.
Minimnya fasilitas yang diberikan untuk penjaga/karyawan di IPAL
Mojosongo.
Minimnya keamanan yang diberikan oleh penjaga/karyawan di IPAL
Mojosongo, sehingga mengakibatkan adanya 2 orang meninggal
dunia.
Kurangnya tenaga kerja di IPAL dan minimnya sumber daya manusia
yang kualitatif
Pompa aerator sering tersumbat
Solusi
Solusi-solusi dari permasalahan yang telah dipaparkan di bab V
untuk IPAL Mojosongo diantaranya :
Melakukan review terhadap Keputusan Walikota Surakarta Nomor 5
Tahun 2004 tanggal 7 Juni 2004 dan keputusan DPRD Kota Surakarta
Nomor 10/DPRD/VI/2004 tanggal 7 Juni 2004 Tentang Persetujuan
Perubahan Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2003
Tentang Persetujuan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan Pelanggan
Limbah.
Meningkatkan jumlah SR Air Limbah baik rumah tangga maupu
kawasan Bisnis, karena Jaringan Air Limbah sudah banyak yang
dibangun di jalur-jalur utama Kota Surakarta.
Menyambung SR Air Limbah pada pelanggan Air Minum, begitu juga
sebaliknya, Menyambung SR Air Minum pada pelanggan Air Limbah,
untuk peningkatan pendapatan dari Tagihan Air Limbah.
Menyiapkan Sanksi Bagi Pelanggan Air Limbah yang Menunggak, baik
sanksi administrasi maupun denda.
Meningkatkan Sosialisasi kepada Masyarakat, dalam bentuk
pertemuan warga, media cetak dan elektronik tentang
tagihan-tagihan, serta larangan membuang sampah padat di 9kamar
mandi.
Meningkatkan Fasilitas untuk Para Penjaga/Karyawan di IPAL
Mojosongo, karena setelah survey faktanya untuk fasilitas di IPAL
Mojosongo sendiri untuk penjaga/karyawan sangatlah minim.
Meningkatkan Tingkat Keamanan Oleh Para Penjaga/Karyawan di IPAL
Mojosongo, dengan mendirikan tembok tinggi untuk daerah batas IPAL
tersebut dan menggembok pagar besi apabila sudah tutup.
Perawatan pompa secara berkala dan penambahan tenaga kerja yang
mampu di IPAL Mojosongo.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/metrosanita/sistem-pengolahan-air-limbah-terpusat-offsite-systemhttp://www.slideshare.net/metrosanita/sistem-pengolahan-air-limbah-setempat-onsite-system-7869036Tugas
Akhir Pengujian Kualitas Air di Instalansi Pengolahan Air Limbah
Mojosongo Kota Surakarta. 2011. Universitas Sebelas Maret.
Peraturan Daerah Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu
Limbah.
Hasil Uji Laboratorium PDAM Surakarta.