TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN
Solid State Fermentation of Aspergillus oryzae for Glucoamylase
Production on Agro residues
DISUSUN OLEH:
Belia Milgi Aloane
(A1M013001)
Ika Wahyu Bintari
(A1M013002)
Yunika Purwanti
(A1M013003)
Dina Putri Ptratami
(A1M013004)
Trimardiya Ningsih
(A1M013005)
Nikmatul Khoeriyah
(A1M013006)KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PERGURUAN
TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang
Glukoamilase adalah enzim amylase (EC.3.2.1.3). Jenis enzim ini
bekerja paling efisien pada kondisi lingkungan yang asam, dan
memiliki pH optimal 3. Nama lain dari enzim ini adalah Glucan
1,4--glucosidase, 1,4--D-Glucanglucohydrolase, EC3.2.1.3,
Exoglucosidase. Glukoamilase merupakan salah satu produk enzim
komersial yangjumlahnya mewakili 25-33% daritotal pasarenzim
didunia, atau secara tepatnya menempati posisi kedua setelah
enzimprotease (Nguyenet al., 2002).
Menurut Saueret al. (2000), secara umum enzim glukoamilase dapat
didefinisikan sebagai enzim yang termasuk dalam kelas hidrolase,
yang membebaskan glukosa dari pati non pereduksi ataupun
polisakarida dan oligosakarida lain. Enzim glukoamilase termasuk
dalam kelas hidrolase, yang artinya jenis reaksi yang dikatalisa
adalah reaksi hidrolisis. Enzim glukoamilase sangat penting di
industry pengolahan pati,terutama produksi kristal glukosa dan high
fructose syrup (HFS). Glukoamilase adalah enzim yang diperoleh dari
beberapa kapang Aspergillus atau Rhizopus(Pandeyet al.,
1994).Aspergillusoryzae adalah salah satu jenis kapang yang sangat
penting peranannya dalam industry makanan seperti sake, kecap dan
sebagai penghasil hidrolitik enzim seperti amylase, glukoamilase
dan proteinase. Dalam industri sake, glukoamilase sangat penting
keberadaannya dan tingkat keberhasilan fermentasinya sangat
bergantung pada aktivitasglukoamilase (Nukowaka dalam Dae-HeeEe et
al., 1995).Glukoamilase secara tradisional diproduksi dengan cara
submerged fermentation (SmF). Pada fermentasi ini, kita mudah untuk
mengendalikan kondisi lingkungan fermentasi, seperti pH, aerasi,dan
homogenan media. Namun fermentasi tersebut memerlukan alay yang
mahal dan biaya operasional yang tinggi. Dalam industry, misalnya
industry sirup hal tersebut dapat mengurangi tingkat
produktifitasnya. Oleh karena itu perlu metode lain yang mempunyai
biaya produksi murah namun tingkat produktifitasnya tinggi. salah
satunya dengan solid state fermentation (SSF). Pada fermentasi
padat/SSF pelaksanaan fermentasi lebih sederhana, biaya operasional
dan alat yang digunakanpun lebih murah sehingga dapat dijadikan
alternatif produksi.Jenis substrat padat pada SSF adalah bahan alam
makromolekul lingo sellulosa, lignin, sellulosa, pektin, pati, atau
campurannya. Senyawa senyawa ini banyak terdapat pada bahan
sisa/samping dari agroindustri, maka harganya relatif murah.
Disamping itu pati lebih mudah diuraikan dan dikonsumsi oleh
bermacam-macam mikroorganisme. Pati yang paling sering dipakai pada
SSF adalah pati singkong (pati tapioka), beras, dan dedak gandum
.
Dedak dan tepung gandum, residu kentang dan bahan limbah tepung
lainnya telah digunakan sebagai substrat fermentasi untuk produksi
glukoamilase oleh jamur berfilamen (Joshi et al 1999;. Biesebeke et
al 2005.). Degradasi mikroba residu ini dengan GRAS strain dapat
meningkatkan nilai substrat sebagai pakan ternak (Ramachandran et
al. 2004). Produksi glukoamilase oleh A. niger secara ekstensif
dipelajari dengan menggunakan dedak gandum di SMF dan SSF oleh Kaur
et al. 2003. Dedak gandum, sekam padi, limbah pengolahan beras atau
tepung yang mengandung limbah penting dalam meningkatkan
pertumbuhan jamur selama produksi glukoamilase (Arasarnam et al.
2001).
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang pembuatan glukoamilase
dari bahan bahan samping agroindustri dengan cara solid state
fermentation oleh A. oryzae dan optimasi produksi enzim
glukoamilase dengan variasi kelembaban, jumlah inokulum, kandungan
nutrisi, pH, suhu inkubasi, dan lama fermentasi pada dedak
gandum.B. Tujuana. Mengetahui jumlah produksi glukoamilase yang
dihasilkan dari masing masing residu hasil pertanian oleh A.
oryzae.
b. Mengetahui pengaruh kelembaban terhadap produksi glukoamilase
pada dedak gandum/wheat bran oleh A. oryzae.c. Mengetahui pengaruh
jumlah inokulum terhadap produksi glukoamilase pada dedak gandum/
wheat bran oleh A. oryzae.d. Mengetahui pengaruh kandungan sumber
nitrogen (anorganik dan organik) dan sumber karbon terhadap
produksi glukoamilase pada dedak gandum/wheat bran oleh oleh A.
oryzae.e. Mengetahui pengaruh nilai pH terhadap produksi
glukoamilase pada dedak gandum/wheat bran oleh A. oryzae.
f. Mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi
glukoamilase pada dedak gandum/wheat bran oleh A. oryzae.g.
Mengetahui lama fermentasi terhadap produksi glukoamilase pada
dedak gandum/wheat bran oleh A. oryzae.
II. TINJAUAN PUSTAKAFermentasi adalah proses dasar untuk
mengubah suatu bahan menjadi suatu bahan lain dengan cara sederhana
dan dibantu oleh mikroba. Proses fermentasi ini merupakan
bioteknologi sederhana (Hery, 2008).Fermentasi menurut jenis
medianya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fermentasi media padat
dan media cair. Fermentasi media padat adalah fermentasi yang
subtratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup
mengandung air untuk keperluan mikroba. Fermentasi media cair
adalah proses fermentasi yang subtratnya larut atau tersuspensi
dalam media cair. Fermentasi media padat umumnya berlangsung pada
media dengan kadar air berkisar antara 60-80 %.Fermentasi media
padat adalah metode menumbuhkan mikroorganisme di kondisi yang
kandungan airnya terbatas tanpa memiliki kandungan air yang
terbatas tanpa memiliki aliran air yang mengalir
bebas.mikroorganismenya tumbuh pada permukaan padatan yang lembab,
tetapi juga dapat berhubungan dengan udara secara langsung.akhir
akhir ini telah dikembangkan beberapa terobosan baru untuk
fermentasi solid state yang menurangi biaya manufaktur karena
menggunkan limbah pertanian padat dan juga mengurangi biaya
aerasi.
Keuntungan Fermentasi padat (Solid State Fermentation) Medium
yang digunakan relatif sederhana
Ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif
kecil,karena air yang digunakan sedikit.
Inokulum dapat disiapkan secara sederhana
Kondisi mediumtempat pertumbuhan mikroba mendekati kondisi
habitat alaminya
Aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang diatara tiap
partikel substratnya
Produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kadar air : Kadar optimum
tergantung pada substrat, organisme dan tipe produk akhir. Kisaran
kadar air yang optimal adalah 50-75%. Kadar air yang tinggi akan
mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen,
volum gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan
bakteri.
Temperatur:Temperatur berpengaruh terhadap laju reaksi biokimia
selama proses fermentasi.
Pertukaran gas :Pertukaran gas antara fase gas dengan substrat
padat mempengaruhi proses fermentasi. (aiba.1973)
Menurut Saueret al. (2000), secara umum enzim glukoamilase dapat
didefinisikan sebagai enzim yang termasuk dalam kelas hidrolase,
yang membebaskan glukosa dari pati non pereduksi ataupun
polisakarida dan oligosakarida lain. Enzim glukoamilase termasuk
dalam kelas hidrolase, yang artinya jenis reaksi yang dikatalisa
adalah reaksi hidrolisis. Enzim glukoamilase sangat penting di
industry pengolahan pati,terutama produksi kristal glukosa dan high
fructose syrup (HFS). Glukoamilase adalah enzim yang diperoleh dari
beberapa kapang Aspergillus atau Rhizopus(Pandeyet al., 1994)Jamur
Aspergillus oryzae hidup sebagai saprofit atau parasit dengan
masa
berbentuk benang atau filamen, multiseluler, bercabang-cabang,
dan tidak berklorofil. Masing-masing benang disebut hifa, dan
kumpulan hifa disebut miselium. Miselium Aspergillus oryzae
bersekat-sekat. Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya
menjadi coklat kekuning-kuningan, kehijauhijauan, atau
kehitam-hitaman, miselium yang semula berwarna putih sudah tidak
tampak lagi (Suriawiria, 1986).
Aspergillus oryzae termasuk kapang bersepta, tidak menghasilkan
spora seksual, konidiofor terletak bebas dan tumbuh ireguler,
miselium bersih dan tidak
berwarna serta bercabang (Frazier dan Westhoff, 1988).
Pertumbuhan memerlukan kondisi aerobik, suhu optimum 35-37C, pH
optimum 4-6,5, substrat terutama karbohidrat dan kadar air harus
tinggi (Suwaryono dan Ismeini, 1988)III. METODOLOGI
A) Bahan
Aspergillus oryzae yang tersebar pada Czapak Dox agar (CZA)
medium (Difco, Germany). Agar Miring ditumbuhkan pada suhu 300 C
selama 5 hari dan disimpan pada suhu 40 C. Kemudian residu
agroindustri terdiri dari sekam padi (rice husk /RH), dedak gandum
(wheat bran /WB), dedak padi (rice bran /RB), bubuk biji kapas
(cotton seed powder /CSP), padatan jagung (steep solid /CSS), bubuk
ampas tebu (bagasse powder /BP), bungkil minyak kelapa (coconut oil
cake /COC), bungkil minyak kacang tanah (groundnut oil cake / GOC),
cairan jagung (corn steep liquor /CSL) dan bungkil kedelai (soybean
meal/SM)B) Metode 1. Persiapan inokulumKultur yang telah
ditumbuhkan selama 6 hari disuntikan ke dalam labu benih yang
berisi 10 g dedak gandum dengan kelembaban 100% dan diinkubasi
selama 6 hari pada suhu 300 C. Setelah inkubasi, adonan fermentasi
yang telah tercampur ditambahkan 50 mL garam yang mengandung 0.1%
Tween-80. Setelah 30 menit campuran disaring melalui sterile glass
wool untuk mendapatkan spora. Jumlah spora dihitung dengan serial
dilution and spread plating method.2. Solid state
fermentation.Residu Agroindustri (10 g) disimpan secara terpisah
dalam 250 mL erlenmeyer kemudian dibasahi dengan 10 ml air dan
disterilkan pada 121o C selama 30 menit. Fermentasi dimulai dengan
menambahkan satu mL suspensi spora (5 x 107 spora / mL) yang telah
dipersiapkan. Seluruh bahan dicampur secara merata kemudian
diinkubasi pada 30oC selama 5 hari dalam kondisi stasioner.3.
Melakukan ekstraksi enzim glukoamilaseAdonan fermentasi 50 mM
ditambahkan penyangga sitrat (pH 5) dengan perbandingan 1:10 dan
dihomogenisasi selama 2 jam dengan pengadukan konstan pada suhu
kamar. Suspensi disaring melalui kertas saring Whatman 1 dan
filtratnya disentrifugasi pada 6000 rpm selama 15 menit. Supernatan
padat bebas ini digunakan sebagai sumber enzim untuk pengujian
aktivitas glukoamilase.4. Menentukan optimasi produksi
glukoamilaseProduksi glukoamilase dioptimalkan dengan memperhatikan
berbagai parameter gizi dan lingkungan seperti 10g residu
agroindustri (WB, RB, RH, CSP, CSS, BP, COC, dan GOC); kadar air
awal (50-110%, v / w); ukuran inokulum (1-10%, v / w); sumber
nitrogen [anorganik (0,25% b / b) -ammonium sulfat, amonium fosfat,
amonium nitrat, natrium nitrat, urea; organik (1%) - ekstrak ragi,
tryptone, ekstrak daging sapi, ekstrak malt, pepton, CSL, bungkil
kedelai; inducer karbon (1% b / b) [glukosa, fruktosa, laktosa,
maltosa, sukrosa, pati, gliserol], pH (3-9) dan suhu (20-400C).
Semua percobaan dilakukan secara independen dalam rangkap dua dan
data yang disajikan dalam nilai rata-rata standar deviasi (SD).5.
Melakukan pengujian kadar enzim glukoamilaseAktivitas enzim
ditentukan dengan menginkubasi campuran reaksi yang mengandung 0,9
mL 50 mM bufer sitrat (pH 5), 1 mL larutan kanji (1%, b / v) dan
0,1 ml enzim kasar pada suhu 50oC selama 20 menit. Campuran reaktif
ini diinkubasi pada suhu 50 oC selama 20 menit dan kemudian
dilepaskan gula terurai yang diukur dengan reagen
3,5-dinitrosalicyclic-acid (DNSA) (Miller et al. 1959) menggunakan
glukosa sebagai standar. Unit aktivitas glukoamilase (U) dinyatakan
sebagai jumlah enzim yang melepaskan satu mole setara glukosa per
menit pada kondisi uji dan aktivitas enzim dinyatakan dalam unit
per gram kering substrat fermentasi (U / GDFS).6. Menentukan
Estimasi biomassa yang diproduksi
Estimasi biomassa dilakukan dengan N-asetil glukosamin yang
dibebaskan setelah hidrolisis asam kitin yang ada pada dinding sel
jamur (Shivaramakrishnam etal. 2007). Setelah perlakuan asam,
glukosamin yang terbebas dari kitin dicampur dengan 1 mL reagen
asetil aseton dan diinkubasi dalam boiling water bath selama 20
menit. Setelah pendinginan, 6 mL etanol ditambahkan dan diikuti
dengan penambahan 1 mL reagen Ehrlich dan diinkubasi pada 650C
selama 10 menit. Setelah pendinginan densitas optik dilihat pada
535 nm terhadap reagen kosong dan glukosamin standar. Biomassa
dinyatakan dalam mg N-asetil glukosamin yang dilepaskan per gram
substrat fermentasi kering (mg /GDFS). 7. Menentukan aliran waktu
produksi glukoamilase
Glukoamilase diproduksipada kondisi optimum 10 g, dedak gandum,
1% (b / b) pati, 0,25%, (b / b) urea, pH 5, 5% inokulum dan 300C.
Sampel ditarik secara aseptik setelah waktu setiap 24 jam dan
dianalisis untuk aktivitas glukoamilase dan biomassa dengan metode
seperti dijelaskan di atas.IV. PEMBAHASAN
A. Jumlah enzim glukoamylase yang dihasilkan oleh tiap residu
agroindustri.Gambar. 1 Pengaruh agro-residu yang berbeda pada
glukoamylase oleh A. oryzae dalam SSF (Ph 7, 300C, kelembaban 100%
awal, 1% inokulum, 120 jam inkubasi). Hasil mewakili rata rata
duplikat analisis dan bar menunjukan standar deviasi.
Pada Gambar.1 menunjukan jumlah enzim glukoamylase yang
dihasilkan oleh delapan residu pertanian. Pada dedak gandum (WB),
menghasilkan enzim tertinggi (1602U / GDFS) diikuti oleh dedak padi
(RB) (1271 U / GDFS). Sekam padi dan serbuk biji kapas menghasilkan
unit enzim yang hampir sama (875 U / GDFS) dan penghasil enzim
paling rendah pada residu jagung curam padat (CSS), bubuk ampas
tebu (BP),bungkil minyak kelapa (COC), bungkil minyak kacang tanah
(GOC). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Shivaram krishnan et al. (2007) tentang Alpha amylase
production by Aspergillus oryzae employing solid-state
fermentation. Penelitian tersebut tentang produksi glukoamylase
dari A. oryzae var brunneus pada residu agroindustri dan diketahui
bahwa produksi maksimum yaitu dengan dedak gandum dan secara
signifikan produksi lebih baik jika ditambah oil cakes.Produksi
enzim-enzim termasuk enzim glukoamylase sangat dipengaruhi oleh
komposisi nutrisi terutama protein dan mineral pada media tumbuh
mikroorganisme. Menurut Peppler (1973), pemberian nutrient ke dalam
media fermentasi dapat menyokong dan meransang pertumbuhan
mikroorganisme dan demikian memproduksi enzim potensial. Bahkan
dengan pemberian nutrient bernitrogen mempunyai fungsi fisologis
bagi mikroorganisme.
B. Jumlah enzim glukoamylase yang dihasilkan dari medium wheat
bran dengan variasi kelembaban
Pada gambar diatas menunjukkan pengaruh kelembaban terhadap
produksi glukoamilase oleh A. Oryzae dalam SSF (pH 7, 30oC, 5%
inokulum, 120 jam inkubasi). Pada gambar tersebut menunjukkan
produksi glukoamilase meningkat sejalan dengan meningkatnya
kelembaban dengan optimum pada kadar air 100% (v / w). Umumnya
40-70% dari kelembaban awal digunakan untuk pertumbuhan jamur dan
pemanfaatan substrat. Pertumbuhan jamur terjadi pada kelembaban
rendah tetapi hasil enzim secara signifikan rendah yaitu 21-54%.
Kunamneni et al. (2005) menjelaskan bahwa produksi amilase maksimal
dengan kelembaban awal 90%.
Pengurangan aktivitas enzim dikaitkan dengan sporulasi awal dan
juga tidak tersedianya hara karena kelembaban rendah atau aktifitas
air. Aktivitas air yang rendah akan mempengaruhi kegiatan mikroba
karena keterbatasan kelarutan hara dan rendahnya substrat
pembengkakan. Bahkan kelembaban yang tinggi mempengaruhi aktivitas
enzim mikroba karena kekakuan substrat, sifat kurang berpori
substrat dan transfer oksigen yang terbatas.C. Jumlah enzim
glukoamylase yang dihasilkan dari medium wheat bran dengan variasi
kadar inokulum
Pada gambar diatas, terlihat jumlah 1% inokulum dapat
menghasilkan 1100 Glukoamilase. Pada 2% inokulum dihasilkan 1200
Glukoamilase. Kemudian pada 3% inokulum menghasilkan 1300
Glukoamilase. Pada 4% inokulum aktivitas enzim meningkat yaitu
menghasilkan 1550 Glukoamilase. Pada jumlah 5% an 8% inokulum
relatif sama menghasilkan 1700 Glukoamilase. Tetapi pada jumlah 10%
inokulum enzim yang dihasilkan menurun menjadi 1600.
Pada jumlah inokulum 1% sampai 5% enzim dihasilkan meningkat
karena jumlah inokulum yang dipakai yaitu Aspergillus oryzae
dikenal sebagai kapang yang banyak menghasilkan bermacam-macam
enzim, diantaranya -amilase, -glaktosidase, glutaminase,
proteinase, dan -glukosidase (Yano, 1988).Sehungga semakin banyak
inokulum yang digunakan maka enzim yang dihasilkan semakin banyak
juga. Tetapi pada jumlah inokulum 10% kandungan Glukoamilase
menurun, karena inokulum yang jumlahnya terlalu banyak tidak dapat
bekerja secara efektif sehingga jumlah enzim yang dihasilkan
menurun.
Produksi enzim glukoamilase tertinggi diamati pada tingkat
inokulum 5-8% seperti ditunjukkan pada grafik. Kunamneni et al.
(2005) melaporkan produksi amilase maksimal dengan 1% inokulum. Hal
ini menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi spora bertanggung jawab
untuk peningkatan enzim produksi karena kekhususan substrat yang
lebih tinggi dan ketersediaan.D. Jumlah enzim glukoamylase yang
dihasilkan dari medium wheat bran dengan optimasi sumber nitrogen
(organic dan anorganik) dan sumber karbon.
Semua sumber nitrogen organik dan anorganik dapat berpengaruh
mengurangi produksi glukoamilase kecuali urea dan ammonium sulfat.
Urea (0,25%) diketahui dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar
10% dibandingkan dengan media dasar/basal. Efek menguntungkan dari
penambahan urea nitrogen telah dilaporkan pada fermentasi terendam
untuk produksi glukoamilase oleh Aspergillus Awamori (Bertolin et
al. 2003). Amonium sulfat menunjukkan efek yang netral terhadap
sekresi enzim sedangkan respon negatif diamati dengan amonium
fosfat, amonium nitrat dan natrium nitrat. Demikian juga, sumber
nitrogen anorganik dilaporkan negatif mempengaruhi produksi amilase
untuk A. oryzae (Jin et al. 1998).
Sumber nitrogen organik seperti ekstrak ragi, tryptone, pepton
dan bungkil kedelai mengurangi produksi enzim oleh 30-35% sedangkan
penurunan drastis diamati dengan jagung minuman keras curam,
ekstrak daging sapi dan ekstrak malt. Temuan sebelumnya telah
menunjukkan bahwa pepton, natrium nitrat dan kasein hidrolisat
adalah suplemen nitrogen yang baik untuk produksi amilase dalam A.
niger, Thermomyces lanuginosus dan A. oryzae (Ramachandran et al
2004;. Shivaramakrishnam et al 2007;. Kunamneni et al 2005.).
Tabel di atas menunjukan bahwa produksi glukoamilase yang paling
tinggi menggunakan serat/ starch dengan nilai 1969 U/gfs. Produksi
ini lebih tinggi daripada control. Sedangkan sumber karbon lainnya
seperti sukrosa, maltose, laktosa, gliserol, glukosa dan fruktosa
menghasilkan enzim yang lebih sedikit daripada control. Hal ini
menunjukan bahwa penambahan nutrisi yang paling efektif untuk
meningkatkan produksi glukoamilase sebagai sumber karbon yaitu
serat.
Serat merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis
oleh bahan-bahan kimia. Berbagai jenis tanaman memiliki berbagai
jumlah dan jenis serat, termasuk pektin, karet, getah, selulosa,
lignin dan hemiselulosa. Serat merupakan polimer gula gula
sederhana yang saling berikatan.
E. Jumlah enzim glukoamylase yang dihasilkan dari medium wheat
bran dengan variasi pH medium
Pada penelitian ini, Enzim glukoamylase optimal diproduksi dalam
kisaran pH 3-9 (1553 U / GDFS). Gambar.4 menunjukan bahwa pH 5
merupakan pH untuk sekresi enzim. Demikian juga, berbagai pH 3-9
dilaporkan untuk sintesis amilase dari A. oryzae (Shivaramakrishnan
et al. 2007).pH tidak hanya mempengaruhi substrat, tetapi juga
menentukan sifat-sifat enzim yang dihasilkan. Enzim memperlihatkan
aktivitas katalitik mak-simum pada kisaran pH tertentu yang disebut
pH optimum kerja enzim. Enzim pada umumnya aktif dalam kisaran pH
sempit. Oleh karena enzim merupakan protein, perubahan pH akan
mempengaruhi gugus-gugus amino dan karboksilat dari protein enzim.
Diluar pH optimumnya, aktifitas katalitik enzim dapat menjadi
rendah atau bahkan dapat kehilangan aktifitas katalitiknya
(Sukandar dkk, 2009).F. Jumlah enzim glukoamylase yang dihasilkan
dari medium wheat bran dengan variasi suhu inkubasi
Sintesis glukoamilase terjadi antara 20-400C dengan suhu optimal
(1666 U / GDFS) pada 300C (Gambar. 5). Penurunan aktivitas enzim
diamati pada rentang suhu mesofilik. Hasil serupa telah dilaporkan
sebelumnya untuk produksi amilase oleh A. oryzae (Jin et al. (1998)
dan Francic et al. (2003).Aspergillus oryzae termasuk kapang
bersepta, tidak menghasilkan spora
seksual, konidiofor terletak bebas dan tumbuh ireguler, miselium
bersih dan tidak
berwarna serta bercabang (Frazier dan Westhoff, 1988).
Pertumbuhan memerlukan kondisi aerobik, suhu optimum 35-37C, pH
optimum 4-6,5, substrat terutama karbohidrat dan kadar air harus
tinggi (Suwaryono dan Ismeini, 1988)G. Jumlah enzim glukoamylase
yang dihasilkan dari medium wheat bran dalam rentang waktu 144
jam.
Produktivitas maksimum glukoamilase (1986 U / GDFS) dicapai pada
120 jam pada 300C pada substrat dedak gandum memiliki kadar air
awal 100% pada pH 5.0, tingkat inokulum 5% (v / w), dan larut pati
(1% b / b) dan urea (0,25%) sebagai suplemen dalam 250 mL labu per
10 g substrat. (Gbr.6).
Produksi glukoamilase yang dihasilkan oleh A. niger. Produksi
glukoamilase maksimum (726 U / g media kering) dari A. niger
NCIM-548 dapat diamati pada waktu 84 jam pada medium padat kulit
kacang tanah (0,5 mm ukuran partikel) dilengkapi dengan sukrosa
(1%, b / v) dan ekstrak ragi (0,5%, b / v) dengan 50% kadar air
awal (Paulchamy 2008).
V. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
a) Jumlah produksi glukoamilase yang dihasilkan dari masing
masing residu hasil pertanian oleh A. oryzae paling tinggi
dihasilkan pada residu dedak gandum/wheat bran dengan jumlah 1602U
/ GDFS.b) Produksi glukoamilase pada dedak gandum/wheat bran oleh
A. oryzae paling optimal pada kelembaban 100%.c) Produksi
glukoamilase pada dedak gandum/wheat bran oleh A. oryzae paling
optimal pada konsentrasi jumlah inokulum 5%.
d) Semua sumber nitrogen (anorganik dan organik) kecuali urea
dan ammonium sulfat dapat mengurangi produksi enzim glukoamilase
dan sumber karbon yang paling baik untuk memproduksi enzim
glukoamilase yaitu starch/serate) Produksi glukoamilase pada dedak
gandum/wheat bran oleh A. oryzae paling optimal pada pH 5.
f) Produksi glukoamilase pada dedak gandum/wheat bran oleh A.
oryzae paling optimal pada suhu inkubasi 30 0C.
g) Produksi glukoamilase pada dedak gandum/wheat bran oleh A.
oryzae paling optimal pada rentang waktu fermentasi 120 jam. DAFTAR
PUSTAKA
Arasaratnam V, Mylvaganam K and Balasubramaniam K. 2001.
Improvement of glucoamylase production by Aspergillus niger in
solid-state fermentation with paddy husk as support. Journal of
Food Science and Technology, 38: 334338. Broekhujsen, M.P. I.E.
Mettern, R. Conterasdan J.R. Kinghorn. 1993. Secretion of
Heterlogous Protein by Aspergillusniger. j. Biotech, 31 :
135-145.
Denial, M., Sudding, Muharram, 1998. Pengaruh Penambahan Nutrien
Bernitrogen terhadap Produksi Glukoamilase dari Aspergillus.
Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Hardjo, S., N.S., Indrastidan T. Bantacut. 1989. Biokonversi
:Pemanfaatan Limbah Industry Pertanian. Bogor: IPB Press.
Kaur P, Grewal HS and Kocher GS. 2003. Production of -amylase by
Aspergillus niger using wheat bran in submerged and solid state
fermentations. Indian Journal of Microbiology, 43: 143145. Kaur P,
Grewal HS and Kocher GS. 2003. Production of -amylase by
Aspergillus niger using wheat bran in submerged and solid state
fermentations. Indian Journal of Microbiology, 43: 143145.
Kunamneni A, Permaul K and Singh S. 2005. Amylase production in
solid state fermentation by the thermophilic fungus Thermomyces
lanuginosus. Journal of Bioscience and Bioengineering,
100:168-171.Shivaramakrishnam S, Ganghadharan D, Nampoothiri KM,
Soccol CR and Pandey A. 2007. Alpha amylase production by
Aspergillus oryzae employing solid-state fermentation. Journal of
Scientific and Industrial Research, 66: 621-626.Suhartono,
M.T.1989. Enzimdan Bioteknologi.Bogor: IPB Press.
Yano, T.M. dan Ito, K.T. 1998. Purification and Properties of
Glutaminase from Aspergillusoryzae.J.Ferment.Technol. 6(2):
137-142.
Zambare, Vasudeo. 2010. Solid State Fermentation of Aspergillus
oryzae for Glucoamylase Production on Agroresidue. USA: South
Dakota School of Mines and Technology.