1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian di bidang biologi molekular telah mencoba mengungkap asal usul kehidupan dan evolusi berbagai makhluk hidup yang masih hidup atau yang telah punah. Teori-teori yang berkembang tentang asal usul kehidupan memang sulit dibuktikan. Saat ini fosil molekular seperti intron yang terdapat dalam materi genetik tiap makhluk hidup merupakan salah satu petunjuk yang mendukung teori-teori tersebut. Sel-sel yang hidup pada masa kini mempunyai ciri (1) membran pembatas yang memisahkan isi sel dengan lingkungan eksternalnya, (2) satu atau lebih molekul DNA yang membawa informasi genetik untuk menentukan struktur protein yang kelak akan berperan dalam replikasi DNA, metabolisme, pertumbuhan, atau pembelahan sel, (3) sistem transkripsi untuk mensintesis RNA, (4) sistem translasi untuk menguraikan rangkaian kode ribonukleotida menjadi asam amino, dan (5) sistem metabolisme yang akan memberikan energi untuk berbagai kepentingan fisiologis. Oleh karena itu bentuk kehidupan pertama di planet ini merupakan sistem yang jauh lebih sederhana daripada sel-sel yang terdapat saat ini. Usia planet bumi ini diperkirakan telah mencapai 4,6 milyar tahun. Fosil tertua yang telah ditemukan oleh manusia berwujud seperti bakteri yang usianya 3,5 milyar tahun. Dengan demikian evolusi kimiawi diperkirakan terjadi saat 1 hingga 1,5 milyar tahun pertama dari usia bumi. Hal ini menandakan bahwa evolusi kimiawi terjadi sebelum munculnya bentuk kehidupan selular dan evolusi biologis. Saat ini sebagian besar para ilmuwan sepakat bahwa pada mulanya atmosfer bumi tidak mengandung oksigen dan terutama mengandung nitrogen, CO 2 , H 2 S, dan H 2 O. Fosil tertua tersebut berupa sianobakteri yang ditemukan pada lapisan batu stromalit yang telah berusia 3,5 milyar tahun. Bakteri tersebut adalah bakteri fotosintetik yang diduga memproduksi oksigen dari hasil pemecahan air seperti yang dilakukan sianobakteri modern saat ini. Selama milyaran tahun sejarah bumi ini diperkirakan mulai terakumulasi senyawa oksigen hingga pada akhirnya mengubah atmosfer primitif bumi menjadi atmosfer yang bersifat pengoksidasi.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai penelitian di bidang biologi molekular telah mencoba mengungkap
asal usul kehidupan dan evolusi berbagai makhluk hidup yang masih hidup atau yang
telah punah. Teori-teori yang berkembang tentang asal usul kehidupan memang sulit
dibuktikan. Saat ini fosil molekular seperti intron yang terdapat dalam materi genetik
tiap makhluk hidup merupakan salah satu petunjuk yang mendukung teori-teori
tersebut.
Sel-sel yang hidup pada masa kini mempunyai ciri (1) membran pembatas yang
memisahkan isi sel dengan lingkungan eksternalnya, (2) satu atau lebih molekul DNA
yang membawa informasi genetik untuk menentukan struktur protein yang kelak akan
berperan dalam replikasi DNA, metabolisme, pertumbuhan, atau pembelahan sel, (3)
sistem transkripsi untuk mensintesis RNA, (4) sistem translasi untuk menguraikan
rangkaian kode ribonukleotida menjadi asam amino, dan (5) sistem metabolisme yang
akan memberikan energi untuk berbagai kepentingan fisiologis. Oleh karena itu bentuk
kehidupan pertama di planet ini merupakan sistem yang jauh lebih sederhana daripada
sel-sel yang terdapat saat ini.
Usia planet bumi ini diperkirakan telah mencapai 4,6 milyar tahun. Fosil tertua
yang telah ditemukan oleh manusia berwujud seperti bakteri yang usianya 3,5 milyar
tahun. Dengan demikian evolusi kimiawi diperkirakan terjadi saat 1 hingga 1,5 milyar
tahun pertama dari usia bumi. Hal ini menandakan bahwa evolusi kimiawi terjadi
sebelum munculnya bentuk kehidupan selular dan evolusi biologis. Saat ini sebagian
besar para ilmuwan sepakat bahwa pada mulanya atmosfer bumi tidak mengandung
oksigen dan terutama mengandung nitrogen, CO2, H2S, dan H2O.
Fosil tertua tersebut berupa sianobakteri yang ditemukan pada lapisan batu
stromalit yang telah berusia 3,5 milyar tahun. Bakteri tersebut adalah bakteri
fotosintetik yang diduga memproduksi oksigen dari hasil pemecahan air seperti yang
dilakukan sianobakteri modern saat ini. Selama milyaran tahun sejarah bumi ini
diperkirakan mulai terakumulasi senyawa oksigen hingga pada akhirnya mengubah
atmosfer primitif bumi menjadi atmosfer yang bersifat pengoksidasi.
2
Saat ini terdapat dua teori utama tentang asal usul kehidupan di bumi. Teori
pertama menyatakan bahwa kehidupan berevolusi di bumi dari zat kimiawi tidak hidup,
sedangkan teori ke-2 yang disebut teori panspermia menyatakan bahwa kehidupan
berevolusi di suatu tempat di alam semesta dan terbawa ke bumi oleh komet atau
meteorit. Pada dasarnya banyak laporan tentang berbagai asam amino dan prekursor
biomolekul modern yang ditemukan di dalam meteorit sehingga kemungkinan
terjadinya evolusi kimia pada molekul-molekul ini bisa saja terjadi di berbagai tempat
di alam semesta.
Pada tahun 1953, Stanley Miller yang mendapat bimbingan dari Harold Urey
membuat suatu alat untuk merekonstruksi keadaan atmosfer purba untuk
menggambarkan evolusi kimia dari beberapa molekul prekursor biologis. Miller
menciptakan suatu sirkulasi uap air dan beberapa gas (CH4, NH3, dan H2) melalui ruang
yang dialiri listrik bertegangan tinggi (yang merupakan simulasi petir saat itu). Setelah
beberapa hari, senyawa yang dihasilkan dari eksperimen tersebut dianalisis dan
ditemukan sedikitnya 10 asam amino yang berbeda, beberapa aldehid, dan hidrogen
sianida. Eksperimen serupa yang dilakukan oleh para ilmuwan dari generasi selanjutnya
menghasilkan berbagai blok pembangun polimer biologis lainnya yang serupa dengan
hasil percobaan Miller.
Sidney Fox beserta koleganya melakukan percobaan dengan cara memanaskan
asam amino dalam keadaan anhidrik dengan suhu 160-210oC dan percobaan ini
menghasilkan asam-asam amino yang terpolimerisasi yang rantai serupa protein yaang
disebut ”proteinoid”. Proteinoid yang ditemukan tersebut mempunyai struktur
bercabang dan saat dimasukkan ke dalam air menunjukkan beberapa sifat biologis
seperti aktivitas enzimatik dan renta terhadap proteinase.
Peptida-peptida serupa juga dapat disintesis dari asam amino dari tanah liat
”clay”. Clay mengandung berbagai lapisan yang berselang-seling dan tersusun atas ion
anorganik dan H2O. Struktur tanah liat semacam ini dapat menarik molekul-molekul
organik dengan sangat kuat dan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara
molekul-molekul tersebut. Sebuah simulasi di laboratorium menunjukkan bahwa
polipeptida dapat ditemukan pada proses-proses tersebut.
Ketika sebuah molekul proteinoid dipanaskan di dalam air dan kemudian di
dinginkan, maka selanjutnya akan terbentuk partikel kecil berbentuk bola yang disebut
3
mikrosfer. Mikrosfer tersebut mempunyai ukuran dan bentuk yang kira-kira sama
dengan bakteri berbentuk coccus. Beberapa di antaranya dapat tumbuh (mengalami
pertambahan massa) melalui penambahan proteinoid dan lipid. Kemudian terjadi
proliferasi melalui pembelahan biner ataupun budding.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
perlu dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana garis besar evolusi molekular?
2. Bagaimana proses evolusi molekular berlangsung?
C. Tujuan
Berdasarkan penjabaran latar belakang dan rumusan masalah yang diajukan,
maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan garis besar evolusi molekular.
2. Untuk menjelaskan proses evolusi molekular.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Garis Besar Evolusi Molekular
Dunia RNA
Suatu system kehidupan harus dapat mereplikasikan materi genetiknya dan
mampu berevolusi. Protein sangat penting dalam replikasi DNA, tetapi sebagian besar
potein di sintesis pada cetakan RNA dan cetakan RNA itu sendiri disintesis pada
cetakan DNA.
Para saintis telah membuat hipotesis bahwa molekul-molekul RNA yang dapat
melakukan sendiri muncul secara prabiotis melalui kondensasi acak dari
mononukleotida-mononukleotida menjadi polimer-polimer kecil. Situs-situs aktif pada
sebagian besar protein modern dan RNA katalitik merupakan komponen penyusun
segmen-segmen yang relatif kecil dari polimer-polimernya. Polimer-polimer RNA
replikasi primitif berukuran kecil yang terbentuk secara abiotis kemungkinan hanya
mempunyai aktifitas katalitik yang lemah dan rentan terhadap replikasi yang salah.
Meskipun demikian, molekul tersebut barangkali dapat menggunakan dirinya atau
molekul RNA lain sebagai cetakan untuk mempolimerisasi nukleotida RNA.
Kesalahan-kesalahan dalam jumlah banyak yang terjadi selama replikasi pada RNA
replikasi awal menghasilkan sebuah pool keragaman genetic yang dapat dipilah-pilah
oleh seleksi alam untuk menemukan molekul-molekul yang dapat mereplikasikan
dengan lebih cepat atau mempunyai akurasi yang lebih tinggi. Akan tetapi, terdapat
sebuah masalah, yaitu tidak ada replikasi yang dapat mengadakan situs aktifnya sendiri.
Karenanya, dibutuhkan minimum dua replikasi RNA yang disintesis pada saat hampir
bersamaan dari prakursor ”sup purba” (primordial soup). Sebuah tipe primitive sel yang
mengandung sebuah genom RNA, yang disebut eugenot, diduga berkembang dari
populasi progenot.
Molekul RNA diduga merupakan molekul genom atau enzim primordial (purba)
pada sistem-sistem kehidupan primitif. Gula ribose lebih mudah disintesi pada simulasi
kondisi primordial dibandingkan gula deoksiribosa. Prakursor DNA dari semua sel yang
hidup pada saat ini dihasilkan dari reduksi nuleosid difosfat RNA oleh enzim protein
yang amat lestari (conserved) yang disebut ribonukleosida difosfat reduktase. Enzim
5
ini terdapat pada semua sel modern dengan hanya sedikit perbedaan struktur. Hal
tersebut tanpa menunjukan bahwa enzim ini adalah enzim purba yang telah melakukan
tugas penting yang sepanjang sejarah evolusioner yang panjang. System-sisitem
kehidupan dengan genom RNA diduga telah berevolusi terlebih dahulu. Genom-genom
DNA yang lebih stabil dievolusikan kemudia untuk menyimpan informasi genetik.
Selain itu, DNA lebih kecil kemungkinnnya untuk membentuk konfigurasi-
konfigurasi tiga dimesi yang kompleks akibat ketidakadaan gugus 2 hidroksilnya yang
telah dapat mengakibatkan ikatan hidrogen yang tidak biasa. Lebih lanjut, bahwa
aktifitas kataliik dari beberapa ribosom modern melibatkan gugus 2’ OH ini. terakhir,
molekul-molekul dsDNA mempunyai struktur yang sama berupa struktur heliks ganda
yang menunjukan kepada kita bahwa molekul tersebut tidak mempunyai sifat seperti
enzimatis. Akan tetapi, dsDNA dapat melipat ballikke untaiannya sendiri dan ssDNA
melipat membentuk struktur tersier.
Secara bertahap, protein mulai mengambil alih fungsi-fungsi kataltik yang
sebelumnya dilaksanakan oleh molekul-molekul RNA. Hal ini memberikan flaksibilitas
yang tinggi di dalam sekuens karena terdapat 20 asam amino dan hanya 4
ribonukleotida. Selain itu, bentuk tiga dimensi molekul RNA membutuhlan suatu
skuens komplementer ditempat lain pada untaiannya untuk dapat membentuk ikatan
hydrogen.
Sintesis-sintesis kehidupan awal yang bias membuat berbegai protein penting
cenderung memiliki keuntungan selektif dibandingkan system-sistem dengan protein-
protein yang terbatas. Dengan demikian, seleksi mendorong munculnya variasi-variasi
pada protoribosom, tRNA, dan tRNA sintesis awal. Proses ini diduga telah
menghasilkan satu set ribosom spesifik-peptida yang masing-masing mempunyai
sekuens mRNA. Dengan demikian, suatu kode genetik primitive dapat termantapkan
sebagai set-set tRNA sintase dan protoribosom spesifik-peptida berevolusi.
Dunia DNA
Molekul DNA beruntai ganda mempunyai struktur yang lebih stabil
dibandingkan ssRNA. Karena lebih menguntungkan bagi system kehidupan untuk
menyimpan informasi yang dapat diwariskan di dalam molekul DNA daripada molekul
RNA. Gugus 2” OH pada RNA dapat menyerang ikatan fosfodiester yang berada
6
didekanya sehingga membuat RNA menjadi jauh lebih stabil dari pada DNA. Proses
autokatalitik ini barangkali dipercaya oleh kondisi-kondisi yang keras pada bumi
primitif. Seiring semakin kompleksnya sel-sel ukuran genomnya juga harus meningkat.
Jika eugenot pertama memiliki genot RNA yang tersegmentasi, setidaknya satu genom
dari tiap segmen harus ada di dalam tiap sel anaknya agar sel tersebut dapat sintas
(survive). Untuk meningkatkan probabilitas sel-sel anakan memperoleh genom yang
utuh, seleksi alam akan lebih memilih produksi genom polisistroni, akan tetapi semakin
besar segmen genomik RNA, semakin tidak stabil pula RNA tersebut sebagai sifat
autokatalitiknya, jadi merupakan suatu keuntungan bagi molekul DNA polisistronik
stabil untuk mengambil alih fungsi genomic dari RNA dan membiarkan RNA
melakukan fungsi-fungsi yang tidak memerlukan molekul-molekul yang berusia
panjang. Sel-sel tak bernukleus pertama yang mengandung genom DNA (dan semua sel
semacam itu yang muncul berikutnya) disebut prokariota.
Setidaknya diperlukan empat proses utama untuk menyelasaikan transisi ini,
yaitu (1) sintesis monomer DNA oleh ribonukleotida difospat reduktase; (2) transkripsi
balik dari genom RNA menjadi polimer DNA; (3) replikasi genom DNA oleh DNA
polymerase; dan (4) transkripsigenom DNA menjadi molekul RNA fungsional
(nongenomik) seperti tRNA, mRNA, dan rNA.
Gen-gen yang terpisah pada sel eukariotik modern terdiri dari daerah pengkode
(ekson) dan daerah yang bukan pengkode (intron. Terselingnya gen-gen oleh intron
menawarkan suatu keuntungan evolusioner. Tampaknya,ekson-ekson dari gen yang
berbeda kadangkala dapat direkombinasi melalui mekanisme-mekanisme alami untuk
mengkode protein dengan fungsi yang berbeda namun mempunyai domain-domain
asam amino yang mirip. Tiap domain tersebut mempunyai fungsi spesifik (misalnya
sebagai tempat pengikatan reseptor, pembentukan heliks- α dan lain-lain) proses ini
disebut pengocokan akson (exon shuffling), tampaknya telah digunakan secara luas di
dalam dunia DNA eukariota awal.
Analisis Filogenetik
Protein-protein dapat berevolusi dengan laju yang berbeda-beda akibat adanya
faktor intrinsic (mekanisme-mekanisme perbaikan). Protein –protein yang sangat lestari
(conserved) tampaknya hanya mampu menoleransi sedikit perubahan kecil, sedangkan
7
sejumlah protein lainnya mampu menyerap berbagai mutasi tanpa kehilangan
fungsinya. Mutasi yang terjadi diluar daerah yang terlibat dalam fungsi normal dapat
ditoleransi sebagai mutasi netral secara selektif. Seiring berjalannya waktu biologis,
mutasi-mutasi netral tersebut cenderung terakumulasi di dalam garis keturunan
geneologis. Jika kita asumsikan kalau mutasi –mutasi netral semacam itu terakumulasi
dengan laju konstan untuk protein yang sangat lestari, maka kita bisa menentukan pola
percabangan dari pohon filogenetik (disebut juga kladogram atau pohon evolusi).
Prinsip parsimoni umum digunakan untuk menentukan jumlah minimum
perubahan genetic yang dibutuhkan untuk menyebabkan perbedaan-perbedaan skuens
asam amino atau nukleotida di antara organisme-organisme yang mempunyai nenek
moyang (ancestor) yang sama. Jarak evolusi yang memisahkan organisme di dalam
pohon filogenetik biasanya dinyatakan dalam unit-unit mutasi nukleotida atau subtitusi
asam amino sepanjang masing-masinglengan pohon tersebut di antara titik-titik
percabangan seperti pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Pohon Filogenetik Berdasar Homologi antara Sitokrom c berbagai Organisme
8
Evolusi Sel-sel Eukariotik
Dahulu, prokariota diduga berkerabat lebih dekat denganprogenot hasil postulasi
(nenek moyang dari semua sel, sebelum adanya genom) daripada eukariota, dan sesame
prokariota diduga juga mempunyai kekerabatan yang lebih dekat daripada denga
eukariota manapun. Sebagian besar spesies prokariota kemudian biasa di klasifikasikan
lebih lanjut sebagai eubakteria. Subkingdom prokariotik lainnya, yaitu archae, hidup
pada lingkungan-lingkungan yang diduga tesebar luas pada saat kehiudpan mulai
berevolusi untuk pertama kalinya. Karenanya, dipercaya bahwa eubakteria berevolusi
dari archae primitive dan eukariota berevolusi dari eubakteria. Akan tetapi, secara
bertahap ditemukan lebih banyak lagi perbedaa yang memisahkan kedua sub kingdom
prokariota tersebut. Beberapa sifat dari archae dapat dijumpai pula pada eubakteria
(keduanya merupakan prokariota), sedangkan beberapa sifat lainnya ditemukan pula
pada eukariota (misalnya gen-gen bagi rRNA dan tRNA mengandung intron).
Berdasarkan hasil analisisnya terhadap sekuens-sekuens nukleotida pada rRNA 165
yang amat lestari dari berbagai organisme. Pada tahun 1977 Carl Woese mengatakan
bahwa archae berbeda dengan eubakteria dan dari eukariota. Saat ini, ketiga kelompok
tersebut diduga berevolusi dari progenot yang sama.
Organisme-organisme yang mempunyai sebuah nucleus kemungkinan telah
berevolusi sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu, akan tetapi bagaimana munculnya
membran nukleus pertama masih berupa misteri. Berdasarkan hipotesis proliferasi
membran, satu atau lebih invaginasi membrane plasma pada progenot akan bersatu
secara internal mengelilingi genom, menjadi terpisah dari membran plasma dan
membetuk membran nukleus berlapis ganda. Proses melipatnya membran plasma
kearah dalam menenerangkan fakta bahwa nukleus sel-sel eukariotik modern
diselubungi oleh “membrane ganda” yang terdiri dari dua lapisan ganda lipid (lipid
bilayer)
Asal usul mitokondria pada eukariota yang berusia lebih muda dapat dijelaskan
pada teori endosimbiotik. Beberapa sel purba dapat mengingesti partikel-partikel
makanan me;alui invaginasi endositik membran plasmanya. Barangkali setidaknya ada
sebuah sel pencari makan berukuran besar yang mampu berfermentasi dan menelan satu
atau lebih bakteri respirasi kecil, namun tidak dpat mencernanya. Endosimbion ini
dapat bertahan hidup pada lingkungan yang kaya akan nutrisi dan dapat bersembunyi
9
dari sel predator lani. Sebaliknya sel-sel inang pencari makan tadi mendapatkan
keuntungan energy dari respirasi oksidasi melebihi dari fermentasi. Keuntungan-
keuntungan komplementer ini kemudian berevolusi menjadi sebuah hubungan
simbiosis (“hidup bersama”) dimana salah satu entitas tidak dapat hidup tanpa entitas
lainnya. Sebagian dari adaptasi bersama ini melibatkan transfer sebagian besar gen
bakteri endo simbion kedalam nukleus sel inang. Sebagian besar molekul bermuatan
negative, termasuk diantaranya mRNA, tRA, rRNA, dan beberapa jenis protein yang
tidak dapat melewati membrane organel-organel tersebut harus tetap dikode oleh genom
organel itu sendiri. Proses ini diduga telah memunculkan mitokondria pada sel-sel
eukariotik modern setidaknya 1,5 miliar tahun yang lalu.
Gambar 2. Asal Mula Terbentuknya Membran lapis Ganda pada Eukariot
Bukti yang lebih kuat dapat ditunjukan pada evolusi kloroplas melalui
endosimbisis dari pada evolusi mitokondria. Suatu sel eukariotik pencari makan yang
aerob (sel yang telah mengevolusikan mitokondria) diduga mampu menelan satu atau
labih eubakteria (yang berkerabat dengan sianobakteri) yang dapat melakukan
fotosintesis organic. Dalam proses evolusinya menjadi kloroplas, endosimbion
melepaskan beberapa gennya kedalam genom nukleus namun dalam jumlah yang tidak
sebanyak seperti yang dilepaskan oleh endosimbion yang berevolusi menjadi
10
mitokondria. Seperti halnya mitokondria, protokloroplas juga harus mempertahankan
gen-gen yang mengkode tRNA dan rRNA bagi sintesis protein dalam kloroplas.
Banyak bukti yang mendukung teori endosimbiotik bagi asal-usul kloroplas dan
mitokondria. Organela-organela ini mempunyai ukuran yang hamper sama dengan
bakteri genomnya terdapat didalam sebuah molekul DNA sirkuler tunggal tanpa protein
histon, seperti pada bakteri.kedua organela bereproduksi secara aseksual melalui
pertumbuhan dan pembelahan organel yang menyerupai pembelahan biner. Sintesis
protein pada mitokondria dan kloroplas dihambat oleh berbagai antibiotik yang
mengaktifkan ribosom bakteri, namun hanya mempunyai efek yang sangat kecil pada
ribososm sitoplasma eukariotik. Polipeptida yang baru dibentuk pada bakteri,
mitokondria dan kloroplas mempunyai N-formilmetionin pada ujung aminomnya.
Genom mitokondria dan kloroplas mengkodekan molekul tRNA dan rRNA bagi
system-sistem sintesi-proteinnya sendiri. Ribosom yang terdapat pad kedua organel
mempunyai bentuk dan ukuran yang serupa dengan ribosom bakteri. Terakhir, teori
endosimbiotik menerangkan fakta bahwa kedua organela tersebut mempunyai membran