Analisis Industri Makanan dan Perkebunan 29 November 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta. Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% dikelola perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao curah dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu
kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah
menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala
keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan
setelah karet dan minyak sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam
kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao
Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar
(87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% dikelola perkebunan besar
negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan
sebagian besar adalah jenis kakao curah dengan sentra produksi utama adalah
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga
diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan
Jawa Tengah (Depperin. 2007).
PT. Cocoa Ventures Indonesia (PT. CVI) adalah sebuah perusahaan multi-
nasional yang memproduksi dan pemasok produk-produk kakao berkualitas untuk
ekspor di seluruh dunia. Sejak berdiri tahun 1986 bermula dari suatu perusahan
prosesor kakao skala kecil dan akhirnya menjadi perusahan perseroan yang
berkembang menjadi perusahaan yang bonafit, kompetitif dan diakui dipasar
Internasional. Dengan latar belakang perusahaan multi-nasional yang memaduan
antara teknologi barat dan ketekunan serta managemen yang baik oleh bangsa
timur menciptakan suatu perusahaan yang profesional dan global.
Produk utama PT. CVI yaitu : kakao butter, kakao pasta dan bubuk kakao,
yang dipasarkan ke pedagang terkemuka, industri coklat, dan industri makanan di
seluruh dunia. Beberapa pasar ekspor PT. CVI adalah Amerika Serikat, Belanda,
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 1
Perancis, Spanyol, Inggris, Bulgaria, Hungaria, Ukraina, Iran, Cina, Thailand,
Singapura, dan Filipina (www.cocoaventures.co.id)
Cokelat mengandung alkaloid-alkaloid seperti : teobromin, fenetilamina,
dan anandamida, yang memiliki efek fisiologis untuk tubuh. Kandungan-
kandungan ini banyak dihubungkan dengan tingkat serotonin dalam otak. Menurut
ilmuwan, cokelat yang dimakan dalam jumlah normal secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah . Cokelat hitam akhir-akhir ini banyak mendapatkan
promosi karena menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah sedang,
termasuk kandungan anti oksidannya yang dapat mengurangi pembentukan
radikal bebas dalam tubuh (Anonim. 2010)
Namun, pada kenyataannya coklat olahan yang beredar dipasaran telah
mengalami penambahan – penambahan zat aditif lain pada proses pengolahannya
(Infomutu. 2003). Terkadang, produsen coklat melakukan pemalsuan rasa cokelat
yang diproduksinya. Dengan alasan agar biaya operasional produksi lebih murah
maka produsen kerap kali mengganti kokoa dengan gula atau minyak nabati pada
produknya. Lemak kokoa sering digantikan minyak yang lebih murah,
seperti lesitin dari kedelai atau minyak palem. Selain soal harga, dengan kedua
bahan ini pelapisan cokelat menjadi lebih mudah. Perilaku inilah yang dapat
merusak manfaat coklat bagi kesehatan. Coklat dianggap sebagai sumber lemak
dan berbagai jenis penyakit (Infomutu. 2003).
Berdasarkan hal inilah maka penulis ingin mempublikasikan hasil analisis
coklat bubuk yang berkaitan dengan kadar lemak, theobromin, dan kafein pada
coklat bubuk produksi PT. Cocoa Ventures Indonesia berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) dan sebagai sumber informasi yang bermanfaat bagi
pembaca.
1.2 Rumusan Masalah
Berikut adalah rumusan masalah dalam penelitian ini :
1. Apakah coklat dapat menyebabkan kegemukan dan ketergantungan?
2. Apakah coklat dapat menghilangkan stress?
3. Berapakah kadar lemak, theobromin, dan kafein pada coklat bubuk?
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 2
4. Apakah kadar lemak dan kafein pada coklat bubuk produksi PT. CVI telah
sesuai dengan SNI?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
meliputi :
1. Membuktikan kepada manyarakat umum tentang kandungan coklat yang
dapat menyebabkan kegemukan dan ketergantungan.
2. Membuktikan kepada masyarakat umum tentang kandungan coklat yang
dapat menghilangkan stres.
3. Mengetahui kadar lemak total, theobromin, dan kafein pada coklat bubuk.
4. Mengetahui mutu coklat bubuk produksi PT. Cocoa Ventures Indonesia
(PT. CVI) sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
1.4 Batasan Masalah
Mengingat banyaknya masalah dan sampel coklat yang beredar dipasaran,
maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada :
1. Penentuan kadar lemak, theobromin, dan kafein pada coklat bubuk.
2. Membandingkan kadar lemak dan kafein coklat bubuk produksi PT. Cocoa
Ventures Indonesia (PT. CVI) dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang kandungan lemak pada
coklat bubuk.
2. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang kandungan kimia pada
coklat yang dapat menyebabkan ketergantungan dan menghilangkan sters.
3. Menginformasikan kadar lemak, theobromin, dan kafein pada coklat
bubuk produksi PT. Cocoa Ventures Indonesia (PT. CVI) yang sesuai
dengan SNI.
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk famili Sterculiace.
Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dengan ordo Streculiaceae. Nama
Theobroma yang berarti “Makanan Tuhan” diberikan oleh seorang botanist
Swedia yang bernama Linnaeus (Knight, 1999).
Berikut ini contoh tanaman kakao (Theobroma cacao L) yang dapat dilihat
pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) (Fly, 2010)
Taksonomi kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut :
Divisi Spermatophyta
Sub divisi Angiosperma
Kelas Dicotyledoneae
Sub Kelas Dialypetalae
Bangsa Malvales
Suku Sterculiaceae
Marga Theobroma
Jenis Theobroma cacao L
Dalam perekembangannya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun
jenis yang paling banyak dibudidayakan hanya 3 jenis, yaitu :
1. Criollo (fine cocoa atau kakao mulia)
Criollo (dalam bahasa Spanyol berarti pribumi) merupakan tipe kakao
yang bermutu tinggi (kakao mulia, chiced, edel cocoa). Ciri-ciri jenis Criollo
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 4
mulia adalah buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit buah yang
bertonjolan dan bertekuk-tekuk, biji tidak berwarna, kualitas tinggi dengan aroma
dan rasa yang khas (Sunanto, 1999).
2. Forestero
Varietas ini merupakan kelompok varietas terbesar yang diolah dan
ditanam di Indonesia. Forastero (dalam bahasa Spanyol berarti pendatang)
merupakan tipe yang bermutu rendah (kakao lindak, bulk cocoa) yang tumbuh
pada ketinggian di bawah 400 meter dari permukaan laut. Ciri-ciri kakao lindak
adalah buahnya berwarna ungu kuning dengan kulit buah yang hampir rata dan
licin, biji berwarna ungu dan besar, cepat berbuah dengan aroma dan rasa yang
kurang tajam dibandingkan Criollo (Sunanto, 1999).
3. Trinitario atau hibrida
Varietas ini merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan
Criollo. Bentuk buahnya ada yang agak bulat dan ada pula yang agak panjang
dengan warna hijau atau merah. Menurut Nasution et al., (1985), mutu biji kakao
Trinitario sedikit di bawah mutu biji kakao mulia. Biji kakao Trinitario
mempunyai aroma yang segar dengan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna agak
muda.
2.2 Potensi Kakao di Indonesia
Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah
negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao per tahun
adalah sebagai berikut ; Pantai Gading (1.190.000 ton), Ghana (650.000 ton),
Indonesia (535.000 ton) (ICCO, 2010). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih
kurang 1.651.539 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 535.000 ton per tahun,
dan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha. Daerah penghasil kakao Indonesia
adalah sebagai berikut: Sumatera 174.588 ton (20,7 %), Jawa 33.837 ton (4 %),
Nusa Tenggara 21.254 ton (2,5 %), Kalimantan 15.246 ton (1,8 %), Sulawesi
561.755 (66,6 %) ton, Maluku dan Papua 37.496 ton (4,4 %). Menurut usahanya
perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ;
Perkebunan Rakyat 1.555.596 Ha (94,2 %), Perkebunan Negara 50.104 Ha (3 %)
dan Perkebunan Swasta 45.839 Ha (2,8 %) (Ditjenbun, 2010).
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 5
Tabel 2.1 : Perkembangan Ekspor dan Impor Produk Kakao Indonesia Tahun
2000 - 2005
Tabel 2.2 : Perkembangan Luas Areal Produksi Kakao Indonesia Menurut
Pengusahaan Tahun 2000 – 2005
2.3 Profil PT. Cocoa Ventures Indonesia
Produk utama PT. CVI adalah kakao butter, kakao
pasta dan kakao bubuk, yang dipasarkan ke pedagang
terkemuka, industri coklat, dan perusahaan makanan di
seluruh dunia. Beberapa pasar ekspor perusahaan ini adalah
Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Spanyol, Inggris,
Bulgaria, Hungaria, Ukraina, Iran, Cina, Thailand,
Singapura, dan Filipina.
Perusahaan ini berlokasi di Medan, tepatnya di daerah Kawasan Industri
Medan, Mabar. Dekat dengan pelabuhan internasional Belawan. Yang dikenal
sebagai pusat komersial untuk komoditas, Medan juga merupakan pusat
perdagangan biji kakao untuk provinsi Sumatera (perkebunaan kakao terbesar
kedua di Indonesia .
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 6
Perusahaanini telah menawarkan kapasitas grinding tahunan lebih dari
8000 ton metrik. Pada tahun 1986, perusahaan ini berhasil memproduksi produk
kakao hingga 2000 ton metrik.
Setiap langkah proses produksi kami diawasi oleh personil yang ahli dan
berpengalaman. Proses dimulai dengan seleksi biji kakao dengan seksama. Biji
terpilih kemudian melalui beberapa proses dimulai dengan proses pembersihan, di
mana kotoran akan dimusnahkan. Biji yang telah
dibersihkan kemudian dikeringkan dan proses
selanjutnya pemisahan dimana kulit biji dipisahkan
dari biji. Para biji kakao kemudian ditritmen,
dipanggang, dan digiling menjadi bubur kakao.
Kemudian diolah lebih lanjut untuk menghasilkan
kakao butter, kakao pasta, dan kakao bubuk.
Untuk lebih memastikan bahwa semua produk memenuhi standar kualitas
tertinggi yang ditetapkan oleh pelanggan kami, kami menggunakan laboratorium
mahir dan ilmiah untuk mengawasi kontrol kualitas. Laboratorium ini dilengkapi
dengan berbagai instrumen presisi dan dijalankan oleh personil yang sangat
berpengalaman. Prosedur kontrol kualitas ketat diterapkan di seluruh proses
produksi secara menyeluruh. Pengambilan sampel dilakukan secara metodis pada
setiap tahap dan sampel yang dikumpulkan secara menyeluruh diperiksa untuk
menentukan kualitas pada setiap bagian yang diberikan. Kode produksi yang unik
juga tertera pada setiap produk untuk memastikan referensi yang mudah dan
mampu ditelusuri. Untuk memperkuat standard mutu tinggi, sampel produksi juga
secara berkala dikirim ke laboratorium terkemuka di luar negeri untuk pengujian
pihak ketiga.
2.4 Pengolahan Buah Kakao
Tanaman kakao yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat adalah
jenis forastero, dalam dunia perdagangan kakao jenis ini sering disebut kakao
lindak atau bulk cocoa. Buah kakao terdiri dari 3 komponen utama, yaitu kulit
buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 7
kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase biji kakao di dalam
buah sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan
pengikat dari 30 sampai 40 biji (Wood and Lass, 1985 dalam Puslit Kopi dan
Kakao, 2005).
Permukaan biji diselimuti oleh lapisan pulpa atau pulpa berwarna putih.
Biji kakao yang berasal dari buah yang matang mempunyai pulpa yang lunak dan
terasa manis. Pulpa diketahui mengandung senyawa gula yang sangat penting
sebagai media pembiakan bakteri selama proses fermentasi. Proses pengolahan
biji kakao sangat menentukan akhir dari biji kakao tersebut. Proses pengolahan
biji kakao akan menentukan cita rasa yang khas dan mengurangi atau
menghilangkan cita rasa yang tidak baik. Misalnya, rasa pahit dan sepat yang
disebabkan oleh kandungan senyawa purin, yaitu theobromin dan kafein untuk
rasa pahit. Sedangkan jumlah theobromin di dalam kotiledon sekitar 1,5% dan
kafein sekitar 0,15% (Sunanto, 1999).
Tahap-tahap proses pengolahan biji kakao menurut Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia (2005) dapat dilihat pada Gambar 2.2 :
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 8
1. Sortasi buah
Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting
untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk
memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk
atau cacat.
2. Pengupasan buah
Pengupasan buah dilakukan dengan pemecahan buah dengan tujuan untuk
mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya.
Pengupasan harus dilakukan dengan hati-hati. Data lapangan menunjukkan bahwa
jumlah biji terpotong atau terbelah oleh alat pemotong manual berkisar antara 3-
6%. Selain meningkatkan jumlah biji yang cacat, biji yang terluka mudah
terinfeksi oleh jamur (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).
3. Fermentasi
Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini
tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan
biji, namun juga untuk memperbaiki dan membentuk cita rasa cokelat yang enak
dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Nasution,
1976).
4. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di
dalam biji pasca fermentasi yang semula 50-55% menjadi 7% agar biji kakao
aman disimpan sebelum dipasarkan ke konsumen. Pengeringan biji kakao
umumnya dilakukan dengan 3 cara, yaitu cara penjemuran, mekanis, dan
kombinasi (Ong, 1997).
5. Sortasi berdasarkan standar mutu biji kakao
Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional
Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-2002). Standar mutu tersebut diperlukan
sebagai tolak ukur untuk pengawasan mutu. Standar ini memuat karakteristik fisik
biji kakao dan tingkat kontaminasi (tingkat kebersihan). Standar ini juga
mencakup definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan (labelling), dan cara pengemasan dan rekomendasi. Standar
mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus.
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 9
Berdasarkan SNI tersebut, biji kakao juga didasarkan pada tiga hal, yaitu menurut
jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran biji/100 gram.
Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan pada jenis mulia (fine
cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Sedangkan berdasarkan mutunya, biji kakao
diklasifikasikan ke dalam 3 jenis, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Sortasi
berdasarkan ukuran biji ditujukan untuk mengelompokkan biji kakao sesuai
ukuran dan sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di dalamnya.
Berikut ini merupakan standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram
yang dapat dilihat pada Tabel 2.3 :
Tabel 2.3. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram
Puslitbang Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) merekomendasikan
standar tambahan untuk biji kakao sebagai bahan baku cokelat untuk
mendapatkan hasil pengolahan kakao yang optimal, yang dapat dilihat pada Tabel
2.4 :
Tabel 2.4. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 10
6. Penggudangan
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah
disortasi dalam kondisi yang aman sebelum dipasarkan ke konsumen. Serangan
jamur dan hama pada biji kakao selama penggudangan merupakan penyebab
penurunan mutu yang serius. Jamur merupakan cacat mutu yang tidak dapat
diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan kesehatan. Beberapa faktor
penting pada penyimpanan biji kakao adalah kadar air, kelembaban relatif udara
dan kebersihan gudang. Kadar air keseimbangan biji kakao pada kelembaban
relatif udara 70% adalah 6-7% (Ritterbusch and Muehlbauser, 2000 dalam Puslit
Kopi dan Kakao, 2005).
2.5 Proses Pembuatan Kakao Bubuk
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 45/2009 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan kakao bubuk adalah produk kakao berbentuk bubuk
yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan sebagian lemaknya dengan
atau tanpa perlakuan alkalisasi. Alkalisasi adalah proses penambahan suatu bahan
alkalis yang sesuai dengan biji kakao dengan tujuan untuk mengatur keasaman
agar mencapai tingkat yang diinginkan.
Bubuk cokelat (cocoa powder) diperoleh melalui proses penghalusan
bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang
seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif
sulit dihaluskan dibandingkan bubuk atau tepung dari biji-bijian lainnya karena
adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh
akibat panas gesekan pada saat dihaluskan, sehingga menyebabkan komponen alat
penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 340C, lemak
menjadi tidak stabil yang menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk
bongkahan (lump) (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 11
Gambar 2.3 : Diagram alir pembuatan bubuk coklat
2.6 Standar Mutu Kakao
a. Standar Mutu Kakao
Sebagian besar (62%) komoditas kakao Indonesia ditujukan untuk ekspor
dalam memenuhi permintaan luar negeri. Karakteristik atau persyaratan yang
berlaku untuk biji kakao perdagangan internasional dan standar mutu kakao
Indonesia terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.5 : Daftar ISO dan SNI Acuan Normatif Standar Mutu Komoditas
Ekspor Kakao Indonesia
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 12
Berikut adalah Standar Mutu Kakao Bubuk :
Tabel 2.6 : Syarat Mutu Kakao Bubuk
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (SNI 3797-2009)
Tabel 2.7 : Standar Mutu Kafein
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (SNI 01 -3542- 2004)
2.7 Lemak, Theobromin dan Kafein
Coklat merupakan bahan makanan yang mengandung senyawa organik
berupa lemak disebut triasilgliserol, yang tersusun dari asam–asam karboksilat
yang disebut sebagai asam lemak. Triasil gliserol bersifat non polar sehingga tidak
dapat larut dalam air.
Dalam coklat juga terdapat suatu senyawa alkaloid yaitu amina yang
secara alamiah terdapat dalam tanaman. Alkaloid ini dapat diekstrak dari bagian
tanaman menggunakan asam dalam air. Alkaloid yang terdapat pada coklat adalah
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 13
theobromin dan kafein. Senyawa alkaloid tersebut dapat dianalisis apabila
lemaknya telah dipisahkan. Lemak dapat dipisahkan dengan mengekstraknya
menggunakan pelarut n-heksana maupun petroleum eter dengan sistem ekstraksi
berulang seperti ekstraksi soklet. (Anonim, 2008). . Berikut adalah struktur kimia
lemak, theobromin dan kafein :
Gambar 2.4 : Struktur Kimia Lemak Coklat, Theobromin, dan Kafein
Theobromin juga dikenal sebagai xantheose. Merupakan alkaloid yang
berasa pahit pada tumbuhan kakao, dengan rumus kimia C7H8N4O2. Zat ini dapat
ditemukan pula pada beberapa tumbuhan diantaranya daun teh dan biji kola.
Theobromin adalah bagian dari kelompok senyawa kimia methylxanthine yang
memiliki kemiripan struktur kimia dengan theophylline and caffeine. Theobromin
adalah kristal putihberasa pahit yang berwarna putih hingga tak berwarna yang
cukup mudah larut dalam air (330 mg/L).
Teobromin terdapat dalam biji coklat dan semua produk coklat.
Kandungan teobromin bergantung pada jenis coklat dan ukuran (kandungan
teobromin dalam susu coklat lebih sedikit dibandingkan dengan teobromin yang
terdapat dalam coklat hitam). Secara struktural mirip dengan kafein. Efek
stimulasinya hanya satu per-sepuluh dari kafein.
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 14
Theobromine yang merupakan alkaloida yang tidak berwarna selain
ditemukan dalam coklat juga ditemukan dalam obat sebagai diuretik, vasodilator,
perangsang myocardial. The American Journal of Clinical Nutrition menyatakan
bahwa theobromine digunakan pertama kali sebagai pengobatan pada penyakit
yang berhubungan dengan masalah sirkulasi seperti arteriosklerosis, penyakit
vaskular, angine pectoris dan hipertensi. Zat ini dapat menstimulan susunan saraf
pusat sehingga kita menjadi merasa rileks. Coklat juga mempengaruhi kinerja
neurotransmitter pada otak sehingga dapat mempengaruhi emosi. Efek
Withdrawal dari theobromine dapat menyebabkan terjadinya migran. Walaupun
theobromine bukan zat adiktif, theobromine dapat menyebabkan ketagihan dalam
coklat.
2.8 Manfaat Coklat
a. Dalam dunia Medis
Masih menjadi bahan penelitian di dunia saat ini manfaat cokelat dalam
dunia kesehatan. Di antaranya adalah:
Mengobati batuk
Theobromine dalam cokelat disinyalir berfungsi menyembuhkan batuk
secara lebih baik dibandingkan obat batuk.
Mengurangi resiko stroke
Penelitian dari Universitas California mengungkapkan bahwa cokelat
memiliki pengaruh yang sama dengan aspirin sebagai anti pembekuan
darah. Cokelat membantu mencegah pembekuan darah, sehingga
mengurangi resiko terjadinya stroke.
Mencegah tekanan darah tinggi
Senyawa flavanol (antioksidan) dalam cokelat diindikasikan dapat
membantu mencegah tekanan darah tinggi.
Meningkatkan Daya Fungsi Otak
Coklat mengandung banyak unsur yang bersifat menjadi stimulan antara
lain theobromine, phenethylamine, dan kaffeine, kata Bryan Raudenbush
dari Universitas Wheeling Jesuit di West Virginia. Senyawa-senyawa itu
telah ditemukan sebelumnya bersifat meningkatkan tingkat kesadaran dan
kemampuan berkonsentrasi.
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 15
b. Untuk Kesehatan
Membuat Panjang Umur
Diduga antioksidan fenol yang terkandung dalam coklat adalah penyebab
mengapa mereka bisa berusia lebih panjang. Fenol ini juga banyak
ditemukan pada anggur merah yang sudah sangat dikenal sebagai
minuman yang baik untuk kesehatan jantung.
Menurunkan Kolesterol
Coklat mempunyai kemampuan untuk menghambat oksidasi kolesterol
LDL (kolesterol jahat) dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh,
sehingga dapat mencegah risiko penyakit jantung koroner dan kanker.
Mencegah Penuaan Dini
Katekin adalah antioksidan kuat yang terkandung dalam coklat. Salah satu
fungsi antioksidan adalah mencegah penuaan dini yang bisa terjadi karena
polusi ataupun radiasi.
Selalu Terjaga
Coklat juga mengandung theobromine dan kafein. Kedua substansi ini
telah dikenal memberikan efek terjaga bagi yang mengkonsumsinya. Oleh
karena itu ketika kita terkantuk-kantuk di bandara atau menunggu antrian
panjang, makan coklat cukup manjur untuk membuat kita bergairah
kembali.
c. Lulur Coklat (Chocolate)
Lemak coklat atau cocoa butter yang terkandung dalam lulur coklat
berkhasiat melembutkan, menghaluskan kulit. Lulur coklat juga dapat
memutihkan/mencerahkan kulit. Selain itu adanya katekin (catechin) yang
merupakan antioksidan yang kuat yang ada dalam coklat dapat mencegah penuaan
dini, mencegah keriput, dan melindungi kulit dari polusi menjadikan kulit
bercahaya dan awet muda.
2.8 Ekstraksi Soklet
Ekstraksi merupakan metode pemisahan senyawa diantara dua pelarut.
Prinsip dasar ekstraksi ialah perbedaan kelarutan suatu komponen pada berbagai
pelarut dan atau adanya perbedaan kelarutan beberapa komponen dalam suatu
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 16
pelarut. Ekstraksi ada dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair à
dikenal sebagai ekstraksi sokhlet.
Ekstraksi sokhlet merupakan ekstraksi padat-cair yang digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa dari bahan alam padat dan senyawa tersebut tidak
volatil terhadap uap (prosesnya berulang-ulang). Bahan padatan yang akan
diekstrak dijadikan bubuk dan dimasukkan dalam pembungkus berpori (kertas
saring), lalu dimasukkan ke dalam alat sokhlet yang bagian atasnya dihubungkan
dengan kondensor. Ditambahkan batu didih dalam pelarut dan diekstraksi dengan
jangka waktu tertentu, hingga terekstrak sempurna (Khopkar, 2007).
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi sokhlet ini harus memenuhi syarat
antara lain sebagai berikut :
1. Inert atau tidak dapat bereaksi dengan komponen-komponen yang ingin
diisolasi
2. Selektif, yaitu hanya mengisolasi atau melarutkan zat-zat yang diinginkan
3. Mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah diuapkan pada temperatur
rendah (Wahyuni, 2008).
2.9 Solid Phase Ekstraction
Alkaloid yang terdapat dalam coklat dapat dianalisis dengan metode
ekstraksi fasa padat (Solid Phase Extraction) untuk memisahkan alkaloid dari zat
lain dalam coklat. Proses ekstraksi fase padat-cair meliputi lima tahap, yaitu :
1. Preparasi atau pemilihan kolom SPE, kolom secara manual atau dengan
sistem vakum
2. Pengkondisian kolom SPE, fase terbalik biasanya menggunakan pelarut
organik yang larut air seperti metanol dan dilanjutkan dengan air (akuades)
atau larutan buffer sedangkan fase normal dikondisikan dengan pelarut
sampel (non polar).
3. Larutan sampel dimasukkan ke kolom
4. Pencucian kolom, untuk menghilangkan pengotor atau komponen lain
yang tidak diinginkan
5. Elusi komponen yang diinginkan, digunakan untuk memindahkan
komponen yang diinginkan dan menahan pengotor atau komponen lain
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 17
yang tidak berpindah sewaktu proses pencucian kolom SPE (Nurhayadi,
2008).
2.10 HPLC
Untuk menganalisis lebih lanjut digunakan metode HPLC (High Pressure/
Performance Liquid Chromatography). Teknik kromatografi ini dapat digunakan
untuk memisahkan komponen yang memiliki nilai k (koefisien partisi) yang
berdekatan satu sama lain.
Fasa gerak yang digunakan yaitu berupa larutan (liquid), jenis larutan yang
digunakan sesuai dengan sampel yang dianalisis, jika sampelnya merupakan
senyawa anorganik maka digunakan pelarut yang memiliki pH yang berbeda
misalnya air, asam, basa, dan larutan buffer. Namun jika sampelnya organik maka
pelarut yang digunakan adalah senyawa yang memiliki polaritas yang berbeda,
seperti asetonitril – air (Wahyuni,2002).
Fasa gerak dipompa menuju ke injektor. Injektor adalah tempat untuk
memasukkan sampel, dimana sampel harus berupa cairan. Kemudian sampel
terdorong oleh fasa gerak menuju ke fasa diam yang berupa kolom, tempat
komponen – komponen sampel dapat dipisahkan berdasarkan koefisien partisinya.
Selanjutnya detektor menganalisis data yang diperoleh, dan mengubahnya
menjadi sinyal listrik. sinyal ini diterima oleh sistem pembacaan hasil dan
disajikan dalam bentuk kromatogram. Kromatogram terdiri dari puncak – puncak
yang merupakan pemisahan komponen dengan waktu retensi tertentu.
HPLC digunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kualitatif berdasarkan waktu retensi, sedangkan untuk kuantitatif berdasarkan luas
area puncak yang dihasilkan. Untuk mengetahui konsentrasi senyawa yang
terkandung dalam sampel digunakan kurva standar (Togatorop, 2006).
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 18
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
1 set alat soklet Pipet tetes
Kolom SPE – C18 Corong gelas
Rotavapor Labu takar 50 mL
HPLC Gelas beker 250 mL
Neraca Analitis Labu erlenmeyer 100mL
Tabung reaksi Penangas air
Hot plate Pengaduk gelas
b. Bahan
Coklat bubuk Kertas saring
Petroleum Eter (80-100 ºC) Kertas whatman 44
Akuades Metanol 80%
Kloroform Standar theobromin
Metanol Standar kafein
3.2 Prosedur Kerja
a. Isolasi Lemak
Mengambil 15 gram coklat bubuk, kemudian diekstraksi dengan sokhlet
menggunakan pelarut Petroleum Eter (80-100˚C). Dimana proses ekstraksi
dilakukan selama kurang lebih 2 jam. Selanjutnya pelarut PE diuapkan dari
ekstrak dengan rotavapor. Setelah itu residu lemak yang diperoleh ditimbang. Dan
ditentukan rendemennya (% kandungan lemak dalam coklat bubuk).
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 19
Gambar 3.1 : Diagram Alir Isolasi Lemak Coklat Bubuk
b. Penentuan Kandungan Theobromin dan Kafein
Ekstraksi
Menimbang 0,2 gram coklat bubuk bebas lemak (yang telah diekstraksi
soklet), kemudian dimasukkan dalam gelas beker 250 mL. Ditambahkan akuades
sebanyak 40 mL ke dalam gelas beker tersebut dan dipanaskan selama 30 menit
sambil diaduk. Setelah itu, campuran disaring dengan kertas saring dan
didinginkan. Dari hasil penyaringan kemudian dimasukkan dalam labu takar 50
mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Selanjutnya disaring
dengan kertas saring Whatman 44 dan diperoleh filtrat. Dari filtrat tersebut
diambil sebanyak 5 mL untuk clean up.
Gambar 3.2 : Diagram Alir Ekstraksi Theobromin dan Kafein
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 20
Clean Up
Kolom Sep-Pak C18 dikondisikan dengan metanol dan air (1:1) yaitu
masing-masing sebanyak 5 mL. Kemudian 5 mL larutan filtrat (hasil ekstraksi)
dilewatkan pada kolom Sep-Pak C18 tersebut yang di bawahnya disambungkan
dengan tabung reaksi. Setelah itu kolom dicuci dengan 5 mL akuades dan
didiamkan hingga kolom kering. Tabung reaksi di bawah kolom diganti dengan
yang masih bersih dan kering. Selanjutnya kafein dan theobromin dielusi dari
kolom dengan 10 mL kloroform, yang hasilnya tertampung pada tabung reaksi.
Tabung diambil kemudian kloroform dalam tabung reaksi tersebut diuapkan
dengan penangas air. Setelah itu residu yang diperoleh dilarutkan dalam 3 mL
akuades, untuk kemudian dianalisis menggunakan HPLC. Untuk regenerasi kolom
dilakukan dengan cara kolom dicuci menggunakan 5mL metanol 80% dilanjutkan
dengan 10 mL metanol (2x5mL).
Gambar 3.3 : Diagram Alir Clean Up
3.3 Prinsip Dasar Analisis
Isolasi Lemak
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 21
Metode isolasi suatu senyawa berdasarkan perbedaan sifat kelarut antara
sampel dan pelarut, sesuai prinsip like dissolves like, senyawa non polar akan larut
dalam senyawa nonpolar.
HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Metode analisis kuantitatif suatu senyawa berdasarkan berbedaan waktu
retensi dari masing – masing senyawa dalam sanyawa (Khopkar. 2007).
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian pada coklat bubuk produksi PT. Cocoa Ventures
Indonesia diperoleh data hasil percobaan kadar lemak, theobromin dan kafein
tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 4.1 : Hasil Percobaan
Berdasarkan hasil tabel diatas dan mengacu pada SNI 3797-2009 tentang
kadar lemak coklat dan SNI 01-3542- 2004 tentang kadar kafein pada produk
makanan maka hasil tersebut telah memenuhi SNI. Sedangkan hasil theobromin
yang diperoleh bervariasi untuk tiap varietas kakao dan hasil olahan coklat yang
digunakan dan belum mempunyai SNI khusus.
4.2 Pembahasan
1. Isolasi Lemak Coklat
Dalam hal ini isolasi dilakukan dengan mengekstraksi sokhlet coklat
bubuk. Dalam ekstraksi sokhet ini digunakan serbuk bukan padatan karena serbuk
luas permukaannya jauh lebih besar dibandingkan padatan. Dimana digunakan
pelarut berupa petroleum eter (PE) yang bersifat non polar, karena akan dilakukan
pengambilan lemak yang bersifat nonpolar juga. Sesuai prinsip like dissolves
like, senyawa non polar akan larut dalam senyawa nonpolar. Selain itu petroleum
eter juga mempunyai titik didih rendah, sehingga dapat dengan mudah menguap
pada suhu rendah.
Dari hasil isolasi lemak tersebut menghasilkan residu kemudian setelah
dihitung diperoleh rendemen sebesar 6,05%, yang menandakan bahwa lemak yang
ada pada coklat tidak terlalu banyak.
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 23
2. Penentuan Kandungan Theobromin dan Kafein
Pada percobaan ini meliputi ekstraksi dan clean up. Dalam ekstraksi
digunakan coklat bubuk bebas lemak. Dimana coklat bubuk dilarutkan dalam
dalam akuades disertai pemanasan dengan tujuan agar senyawa yang ada dalam
coklat larut sehingga dapat dianalisis kandungannya. Selain itu zat- zat pengotor
yang terkandung dalam coklat akan menguap, sehingga coklat lebih murni. Dalam
pelarutan dilakukan pengadukan agar reaksi berlangsung dengan sempurna.
Penyaringan dilakukan setelahnya untuk menyaring kotoran – kotoran
yang ada pada larutan coklat. Dilakukan pengenceran dari hasil penyaringan
tersebut agar lebih mudah dianalisis. Dan setelahnya disaring dengan kertas
whattman 44 tidak seprti penyaringan pertama yang menggunakan kertas saring
biasa hal ini dilakukan karena kertas whattman lebih efektif dalam menyaring
karena pori- porinya yang lebih kecil dibanding kertas saring biasa. Sehingga
diharapkan kotoran – kotorannya akan tersaring dengan baik. Sehingga diperoleh
filtrat dari pnyaringan tersebut.
Dari filtrat yang ada kemudian dilakukan solid phase extraction
menggunakan kolom sep-pack C-18 yang telah dikondisikan terlebih dahulu
dengan metanol dan air (1:1) untuk mengaktifkan fase padat, karena dalam
keadaan kering rantai C-18 akan cenderung tergulung. Kemudian filtrat
dilewatkan pada kolom, dengan begitu senyawa –senyawa yang terkandung pada
coklat, theobromin dan kafein tertinggal dalam adsorben kolom. Kemudian
dilakukan pencucian menggunakan akuades dengan tujuan untuk membersihkan
kolom dari kotoran – kotoran / zat- zat yang tidak diharapkan yang bersifat polar.
Dengan begitu ketika kafein dan theobromin dielusikan dengan pelarut kloroform
maka kafein dan theobromin aka dapat terlarut dalam zat pengelusi dan keluar
bersama kloroform. Karena sifatnya yang sama- sama non polar. Kemudian hasil
yang diperoleh yang tertampung pada tabung reaksi diuapkan untuk
menghilangkan kloroform, cukup dengan pemanasan biasa karena titik didih
kloroform yang rendah sehingga mudah menguap. Residu dilarutkan dalam
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 24
akuades untuk dapat dianalisis dengan HPLC karena jumlahnya yang sedikit.
Agar tidak terlalu pekat.
Adapun rendemen yang dihasilkan untuk kafein sebesar 3,1875 x10-3 %
dan untuk theobromin sebesar 0,32625 %. Dari hasil tersebut dapat diketahui
bahwa kandungan teobromin dalam coklat lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kafein. Teobromin merupakan alkaloid utama (primer) yang menyusun coklat,
teobromin hanya dapat ditemukan pada tanaman coklat. Sedangkan kadar
kafeinnya memang cukup rendah, mungkin karena sampel coklat bubuk telah
direduksi kadar kafeinnya saat pengolahan. Dibandingkan pada teh maupun kopi,
kadar kafein dalam coklat memang paling rendah. Kafein merupakan zat yang
berbahaya bagi tubuh, terutama jika telah terakumulasi dalam kurun waktu yang
lama. Dilihat dari strukturnya teobromin dan kafein memiliki struktur yang mirip
dan komposisi kimia yang hampir sama.
Keduanya merupakan suatu stimulan bagi tubuh, namun fungsi dan cara
kerjanya berbeda. Perbedaan antara teobromin dan kafein ditunjukkan dalam tabel
berikut :
Tabel 4.2 : Perbedaan theobromin dan kafein
Teobromin Kafein
Efek lemah Efek kuat
Reaksi lambat Reaksi cepat
Meningkatkan perasaan segar Meningkatkan kewaspadaan
Menstimulasi perasaan tenang dan santai Menstimulasi perasaan nervous
Berpengaruh lemah terhadap sistem
syaraf pusat
Berpengaruh kuat pada sistem syaraf
pusat
Stimulan lemah bagi produksi urin Stimulan kuat bagi produksi urin
Stimulan bagi kerja ginjal
Dari analisis terhadap kandungan teobromin dan kafein dalam coklat
bubuk tersebut dapat dikatakan bahwa mengkonsumsi coklat relatif aman bagi
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 25
kesehatan. Kadar kafein yang cukup rendah tidak menimbulkan kekhawatiran
sebab coklat bukanlah bahan adiktif.
4.3 Reaksi – Reaksi
Coklat Bubuk
Coklat Bubuk tanpa lemak
4.4 Interpretasi Data Hasil Percobaan
a. Isolasi Lemak
Dimana :
m1 = bobot labu + lemak setelah pengeringan
m2 = bobot labu kosong
m0 = bobot sampel awal
b. Kandungan Theobromin dan Kafein
1. Theobromin
No. Luas area Massa (mg)
1 2864200 0,005
2 3563219 0,0075
3 5113489 0,01
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 26
Isolasi lemak dengan PE Ekstrak Lemak Coklat
(Trigliserida)
CHCl3
HPLC
Eluat mengandung theobromin dan kafin
2. Kafein
no. luas area massa (mg)
1 5584612 0,005
2 8548712 0,0075
3 11153843 0,01
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Kadar lemak total coklat bubuk adalah 6,05 %, lebih rendah dibandingkan
kadar lemak total coklat bubuk sesuai SNI. Ini membuktikan dengan
mengkonsumsi coklat bubuk tidak akan menyebabkan kegemukan.
2. Kadar theobromin pada coklat bubuk adalah 0,32625 %, kadar theobromin
ini bervariasi untuk tiap varietas kakao dan jenis olahan coklat. Semakin
tinggi kadar theobromin maka semakin baik pula efek fisiologi yang
ditimbulkan dalam mengatasi stress.
3. Kadar kafein pada coklat bubuk adalah 3,1875 x 10 -3 sehingga aman
dikonsumsi konsumen karena tidak akan membuat ketergantungan.
4. Kadar lemak total dan kafein pada coklat bubuk produksi PT. CVI telah
sesuai dengan syarat mutu SNI.
5.2 SARAN
1. Diperlukan penelitian selanjutnya terkait kadar lemak, theobromin, dan
kafein pada jenis coklat lain, misalnya kokoa butter, kokoa pasta, dan
coklat hitam sehingga masyarakat dapat mengetahui jenis coklat terbaik
untuk di konsumsi agar sesuai manfaat coklat bagi kesehatan dapat
dirasakan secara optimal
2. Diperlukan juga penelitian lebih lanjut tentang perbandingan antara efek
fisiologi yang ditimbulkan dengan mengkonsumsi coklat murni dan coklat
yang telah diberi zat aditif.
3. Pada masyarakat hendaknya cerdas dalam memilih jenis coklat yang akan
dikonsumsi, sehingga manfaat dari coklat tersebut dapat utuh dirasakan
oleh tubuh.
Winda Silvia Rangkuti NK’09 Page 28
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2001 2003, Kakao. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan : Jakarta
Infomutu. 2003. Anda Ingin Mengganti “Coklat” Kesukaan anda?. Pusat Standarisasi dan Akreditsi Sekjen Departemen Pertanian
Khopkar,S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.Media Industri No-03. 2010 Penerapan Bea Keluar Dorong Industri Hilir Kakao Domestik
Pedoman Umum Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao.2012 Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian.
Sekretariat Jenderal. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Departemen Perindustrian
Sudarmi. 1997, Kafein Dalam Pandangan Farmasi, Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU).
SNI 3747-2009. Standar Nasional Indonesia kakao bubuk. Badan standarisasi nasional.ICS67.140.30
Suprapti. 2010. Pengaruh Penyangraian Biji Kakao Terhadap Mutu dan Citarasa Bubuk Cokelat. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan : Makassar
Usman, Anif, 2010, Ekstraksi Fase Padat, http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-fase-padat.html).