MAKALAH PAJAK BPHTB MENURUT KONVENSIONAL DAN SYARI’AH Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Nilai pada Mata Kuliah Perpajakan Semester V Disusun Oleh: Iliz Azizah (1210307068) M. Faizal Mubarok (1210307068) Meida Sari (1210307074) Nina Nurhayati (1210307085) Pebri Anggayana (1210307091) JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH PAJAK BPHTB MENURUT KONVENSIONAL DAN SYARI’AH
Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Nilai pada Mata Kuliah Perpajakan
Semester V
Disusun Oleh:
Iliz Azizah (1210307068)
M. Faizal Mubarok (1210307068)
Meida Sari (1210307074)
Nina Nurhayati (1210307085)
Pebri Anggayana (1210307091)
JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2012/2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahilrabbil‘alamin kami ucapkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan nikmat-Nya kepada kami dan dengan seijin-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan tepat waktu yaitu sebelum UAS.
Dan kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan saran dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perpajakan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang
digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan makalah selanjutnya akan kami terima
dengan senang hati.
Akhirnya, “Tiada Gading Yang Tak Retak”, meskipun dalam
penyusunan makalah ini kami telah mencurahkan semua kemampuan,
namun kami sangat menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini jauh
dari sempurna dikarenakan keterbatasan waktu maupun kemampuan kami.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran serta kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Bandung, Desember 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan teori pajak non-Islam
B. Landasan teori pajak menurut syari’ah
BAB III PEMBAHASAN
A. Bphtb
B. Dasar Hukum
C. Objek, Subjek, Tidak Termasuk Objek Pajak Dan Wajib Pajak
D. Dasar Pengenaan, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(Npoptkp) Dan Tarif Pajak
E. Cara Menghitung Bphtb
F. Pengenaan Bphtb
G. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Kurang Bayar (Skbkb)
H. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan (Skbkbt)
I. Pajak (Bphtb) Menurut Syari’ah
J. Pengertian Syariat
K. Karakteristik Syariat.
L. Ruang Lingkup Syariat
M. Defenisi Syariat
N. Hubungan Pajak Dengan Syariat.
O. Kata Pajak Dalam Al-Quran
P. Pengertian Pajak Menurut Syariat
Q. Pengertian
R. Ketentuan-ketentuan kharaj
S. Pajak (Dharibah) Bermakna Beban Yang Berat
T. Defenisi Pajak Menurut Syari’ah
U. Karakteristik Pajak (Dharibah) Menurut Syariat
V. Dasar Pengenaan Kharaj Dan Tarif Kharaj
W. Subjek Kharaj
X. Objek Kharaj
Y. Dasar Pengenaan Kharaj Dan Tarif Kharaj
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sesuai dengan pasal 33 ayat (3) undang-undang dasar 1945, bumi, air
dankekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian
dari bumi yangmerupakan karunia tuhan yang maha esa, disamping memenuhi
kebutuhan dasar untuk papan danlahan usaha, juga merupakan alat investasi yang
sangatmenguntungkan. Di samping itu,bangunan juga member manfaat ekonomi
bagi pemiliknya, oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah
dan bangunan, wajar menyerahkan sebagaian nilai ekonomi yang diperolehnya
kepada Megara melalui pembayaranpajak, yang did a;a hal ini adalah bea
perolehan hak atas atanah dan bangunan (BPHTB).
Prinsip yang dianut dalam undang-undang BPHTB adalah:
1. pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan system self
assessment, yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri
utang pajaknya.
2. Besarnya tariff ditetapkan sebesar 5% dan nilai perolehan
objekkena pajak (NPOPKP).
3. Agar pelaksanaan undang-undang BPHTB dapat berlaku secara
efektif, maka baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabat-
pejabat umum yang melanggar ketentuanatau tidak melaksanakan
kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Hasilpenerimaan BPHTB merupakan penerimaan negarayang
sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah, untuk
meningkatkan pendapat daerahguna membiayai pembangunan
daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah.
5. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di
luar ketentuan ini tidak dipernenankan.1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan BPHTB (beaperolehan hak atas tanah dan
bangunan)?
1.2.2. Bagaimana pandangan pajak BPHTB menurut syari’ah?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu karena dengan adanya
tujuan yang jelas maka akan memberikan arah yang jelas pula untuk mencapai
tujuan tersebut. Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan BPHTB
1.3.2. Untuk mengetahui pandangan pajak BPHTB menurut syari’a
BAB II1 . Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 339, CV ANDI Yogyakarta :2011
LANDASAN TEORI
2.1. Landasan Teori Pajak Non Islam
Para filosof dan ekonomi non muslim banyak yang berpendapat tentang
pajak. Secara garis besar pendapat mereka dapat dikelompokan menjadi dua
landasan teori, yaitu : 1. Teori kekuasaan 2. Teori perjanjian
1. Teori kekuasaan (pajak sebagai upeti)
Menurut teori ini, rakyat membayar pajak kepada penguasa semat-
mata karena kekuasaan penguasaan (raja/kaisar/presiden). Dalam kondisi
iniseperti ini, pajak bermakna upeti atau “persembahan kepada raja”.
Negara dengan pajak upeti seperti ini adalah Negara yang sepenuhnya
tunduk pada kepentingan penguasa.
2. Teori perjanjian
Sejalan dengan tumbuhnya kedewasaan umat manusia akhirnya rakyat
menyadari bahwa dengan system”pajak-upeti” selama ini mereka
telahmengalami ketidakadilan dan penindasan. Kemudian muncullah
pemberontkan dan penolakan system upeti tersebut. Mereka menggugat,
jika penguasa hanya biasa menjalankan kekuasaanyadengan pajak rakyat,
mengapa tidak dibuat semacam perjanjian yang memberikan jaminan bagi
rakyak pembayar pajak untuk mendapatkan hak pengimbang (kontra
prestasi) yang sepadan dari penguasa.2
Kesadaran inilah yang mendorong lahirnya dokumen magna charta di
inggris (1252), revolusi prancis(1789) dan revolusi amerika (1775-1781)
dengan slogan “no taxation without representation” (tidak ada beban pajak
tanpa keterwakilan- pembayaran pajak dalam menentukan penggunaan
uang itu dan tentu saja seluruh kebijakan strategi Negara yag seluruhnya
juga dibiayai dengan uang pajak.3 Teori ini juga didukung oleh beberapa
filosofi lain seperti4:
a. Mirabau mengatakan:
“pajak adalah pembayaran dimuka yang dilakukan oleh seseorang
terhadap perlindungan sekelompok manusia “ ini berarti bahwa
perjanjian itu sebagaiakad jual beli.
b. Adam smith mengatakan :
“perjanjian ini berbentuk pembayaran jasa atas perkejaan. Negara
memberikan berbagai pelayanan bagi warganya, makawarga Negara
membayar pajak kepada Negara, sebagai imbalan atas pekerjaan-
pekerjaannya.”
c. Montesque dan hobbes mengatakan:
“perjanjian ini berbentuk jaminan keamanan. Dengan demikian
pajak adalah bagian harta yang wajib diserahkan oleh pemilik
kekayaan untukmelindungi keamanan hartanya”.
2.2. Landasan Teori Pajak Menurut Syari’ah
3 . Ibid, Hlm. 514 . Yusuf Qorhawi, Op.Cit, Hlm.1009
Sumber-sumber pendapatan baitul mal dalam khalifah islam yang telah
ditetapkan syariat sebenarnya cukup untuk membiayai pengaturan dan
pemeliharaan urusan dan kemaslahatan rakyat. Namun, ketika baitul mal tidak
terdpat harta atau kurang, sementara sumbangan sukarela dari kaum muslim atas
inisiatif mereka juga belum mencukupi, maka syariat menetapkan pembiayaannya
menjadi kewajibankaum muslim. Rosllah saw. Bersabda:
“tidak boleh mencelakakan orang lain dan tidak boleh mencelakakan diri
sendiri” ( HR Malik dan Ahmad dari Ibnu Abbas)5
Memang pada harta tak ada kewajiban selaian zakat. Namun, apabila zakat
telah diselesaikan, kemudian sesudah itu ternyata dating kebutuhan mendesak,
maka wajib bagi orang kaya mengeluarkan hartanya untuk keperluan tersebut.6
Apabila harta baitul mal kosong, kemudian keperluan biaya militer meningkat,
maka imam hendaklah membebankan biaya itu kepada mereka yang kaya
sekiradapat mencukupi keperluan tersebut, sehingga baitulmal berisi kembali.7
Menurut Qardawi, asas teori wajib zakat adalah sebagai berikut:
1. Teori Beban Umum
Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak allah-sebagai pemberi
nikmat untuk membebankan kepada hambanya apa yang dikehendakinya
baik kewajiban badani maupun harta, untuk melaksanakan kewajibannya
dan tanda syukur atas ni’maknya dan untuk menguji apa yang ada di hati
5 . Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, Op.Cit.Hlm. 36.6 .Qadhi Abu Bakr Ibnu Al-Arabi, Ahkam Al-Quran, Dalam Yusuf Qardhawi, Op.Cit, Hlm,9917 . Imam Syaitibi,Op.Cit, Dalam Yusuf Qardhawi, Op. Cit.Hlm 992
mereka,agar allah membersihkannya uaga allah mengetahui siapa yang
taat kepada rosul-nya dan siapa yang membangkang, sehingga allah dapat
membedakan yang buruk dan yang baik, mana yang jahat mana yang baik,
kemudian allah membalas amal perbuatan mereka, sedang mereka tidak
dianiaya.8 Firman allah swt:
“ Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada kami?” (Q.S Al-mu’minun : 115)
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggung jawaban)?” (Q.S.Al-Qiyamah: 36)
“ dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi supaya Dia memberi Balasan kepada orang-orang yang
berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi
Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih
baik (syurga).” (Q.S.Al-Najm : 31)
2. Teori Khalifah
8 . Yusuf Qardhawi.Op.Cit Hlm 1010
Teori pajak yang kedua ini ialah bahwa harta itu adalah amanah allah.
Asas teori ini berpegang pada keyakinan bahwa semua harta adalah
kepunyaan allah swt.dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah atas
harta itu. Allah-lah pemilik yang sebenarnya seluruh jaga raya ini.
“ kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi,
semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.”
(Q.S.Thaha: 6)
Semua yang adal di alam mini baik di bagian atas maupun bagian
bawahnya adalahkepunyaan allah semata, tidak ada seorang pun ikut
melilikinya meski sebesar atom.9
“tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya Para
Malaikat kepada mereka[824] atau datangnya perintah Tuhanmu[825].
Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum
mereka. dan Allah tidak Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
selalu Menganiaya diri mereka sendiri,” (Q.S. An-Nahl :33)
Maka tak heran setelah manusia memperoleh nikmat itu, sebagai
hamba allah ia harus mengeluarkan sebagaian rezekinya itu untuk tujuan di
9 .Ibid.Hlm.1015
jalan allah, meninggikan rahmat allah danmenolong saudara-saudaranya
sesame hamba allah, sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang
diberikan kepadanya.10
3. Teori Pembelaan Antara Pribadi Dan Masyarakat
Diantara hak masyarakat terhadap negaranya yang membimbing dan
mengurus kepentingannya ialah setiap anggota masyarakat yang punya
kewajiban menyerahkan sebagian hartanya, yang akan digunakan untuk
memelihara kelangsungan hidupnya, memberantas segala bentuk kejahatan
dan permusuhan serta segala sesuatu untuk kebaikan masyarakat
seluruhnya . firman allah swt :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (Q.S.An-nisa 29)
4. Teori Persaudaraan
persaudaraan yang diwa oleh islam ada dua macam
atau dua tingkatan,yaitu persaudaraan yang asasnya
10 . ibid
adalah sama-sama sebagai manusia dan persaudaraan
yang “hai semua manusia”.sanya sama-sama dalam
warna kulit yang berbeda-beda, dan berbeda-beda pula
tingkat dan derajatnya, namun dia berasal dari satu
turunan yaitu dari satuayah. Oleh karwna itu
allahmemanggil mereka”hai anak cucuadam”
sebagaimana memanggilnya, Hai semua manusia.
Dianatara seluruh amanusia terdapat jalinan kasih
sayangdan persaudaraan yang bersifat universal,allahswt.
Menegaskan adanya jalinankasih saying kemanusiaan
dengan firman allah swt:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari
padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.”( Q.S. An-Nisa 1)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian BPHTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan
BPHTB, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia,
yaitu dengan UU No.21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20
Tahun 2000, memberikan pengertian mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi BPHTB adalah sama
dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Yang dimaksud dengan Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak
atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas
tanah,termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana
dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undanganlainnya.
Hak atas Tanah yang dimaksud adalah: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil
hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.11
42 .As-Sarahsi, Al-Mabsuth, Dalam Yahya Abdurrahman, Dhariba(Pajak), Http:// Hayatulislam.Net, Publikasi 04 Mei 2005.
43 . Asy-Syawkani, Fath al-Qadir, 3/493, Dalam Yahya Abdurrahman, Ibid.44 . Qadhi An-Nabhani, Nizham al-Iqtishadi Fi Al-Islam, Hl. 245, Dalam Artikel Yahya
Abdurrahman, Ibid45 .qadhian-nabhani, loc.cit
Ada sebuah hadist yang berbunyi” tidak masuk surge pegugas pajak”. Para
ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan petugas pajak adalah orang
yang mengambil ushr dari harta kaum muslim secara paksa, melampaoii batas
sehingga dikhawatirkan dosa dan sanksi baginnya.46 Petugas pemungut ushr dalam
hadist ini juga diterjemahkan sebagai tugas pajak, padahal maksudnya adalah
petugas pemungut ushr
Bagaimana dengan kharaj dan jizyah? Oleh karena objek dari kharaj adalah
tanah, maka jika dipakai istilah pajak untuk kharaj dalam system ekonomi islam
akan rancu dengan istilah pajak atas penghasilan atau pendapatan. Untuk ituah ,
biarkanlah pajak atas tanah disebut dengan kharaj saja. Demikian pula dengan
jizyah, objeknya adalah jiwa, tidak samadengan dharibah. Oleh sebab itu,
biarkanlah disebutjizyah saja. Ringkasannya adalah sebagai berikut:
NAMA OBJEK SUBJEK
Pajak (Dharibah) Harta Selain Zakat Muslim
Jizyah Jiwa (An-Nafs Non Muslim
Kharaj Tanah Taklukan Nonmuslim
PAJAK (DHARIBAH) BERMAKNA BEBAN YANG BERAT
46 . Jaribah Bin Ahmad Al-Haritsi, Al Fifqh Al-Iqtishadi Liamirilmukminin Umar Ibn Al-Khattab, Edisi Terj. Oleh H. Asmunisolihanzamakhsyari,Lc, Khalifa(Jakarta:Pustaka Al-Kaustar Group, 2006)Hlm.571
Dengan mengambil istilah dharibah sebagai padanan pajak dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa pajak itu sesungguhnyaadalah beban tambahan yang
ditimpakan kepada kaum muslim setelah adanya beban pertama, yaitu zakat:
Untuk membedakan pajakmuslim dan pajak kafir, khalifah umar bin khatab
r.a pernah melarang pengenaan kharaj kepada kaum muslimin atas hasil tanah
kharajiyah. Beliau tetap memasukkan hasil pembayaran kharaj dari kaum
muslimsebagai zakat karena setiap pemberian seseorang muslim adalah shadaqah
yang bermaksna bersih dan suci. Justru merupakan suatu kehinaan, apabila
muslim membayar kharaj.
Dengan demikian, pengertian pajak (dharibah) tetaplah beban tambahan.
Yang dipikulkan kepadada kaum muslim, untuk mengembangkan kepentingan ari
sumber-sumber yang utama, seperti ghanimah,shadaqah,fa’I dan sumber
pendapatan sekunder lainnya.47
DEFENISI PAJAK MENURUT SYARI’AH
Ada tiga ulama yang memberikan defenisi tentang pajak, yaitu yusuf
Qardhawi dalam kitabnya fiqh az-zakah. Gazy inayah dalam kitabnya al-iqtishad
al-islami az-zakah wa ad-dharibah, abdul qodim zallum dalamkitabnya al-amwal
fi daulah al-khalifah,ringkasannya sebagai berikut:48
1. Yusuf Qardhawi berpendapat :
47 . Gusfahmi.S.E.Ma, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, Rajawali Press;2011, Hlm.32.48 . ibid,
Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang
harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat
prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagai tujuan
ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh
negara.
2. Gazy Inayah berpendapat :
Pajak adalah kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh
pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya
imbalan tertentu. Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan kemampuan si
pemilik harta dan dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan
secara umum dan untuk memenuhi tuntutan politik keuangan bagi
pemerintah.
3. Abdul Qadim Zallum berpendapat :
Pajak adalah harta yang diwajibkan Allah Swt. Kepada kaum muslim
untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang
memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi Baitul Mal tidak ada
uang/harta.
Definisi yang diberikan oleh Qardhawi dan Inayah di atas masih
terkesan sekuler, karena belum ada unsur-unsur syar’iah di dalamnya. Dua
definisi tersebut hampir sama dengan definisi pajak menurut tokoh-tokoh
pajak non Islam.
Penulis49 lebih setuju dengan definisi yang dikemukakan oleh Zallum,
karena dalam definisinya, terangkum lima unsur pokok yang merupakan
unsur penting yang harus terdapat dalam ketentuan pajak menurut syariat,
yaitu :
1. Diwajibkan oleh Allah Swt.
2. Objeknya adalah harta (al-Maal).
3. Subjeknya kaum Muslim yang kaya (ghaniyyun) saja, dan tidak
termasuk non- Muslim.
4. Tujuannya hanya untuk membiayai kebutuhan mereka (kaum
Muslim) saja.
5. Diberlakukan hanya karena adanya kondisi darurat (khusus), yang
harus segera diatasi oleh Ulil Amri.
Kelima unsur tersebut, sejalan dengan prinsip-prinsip penerimaan negara
menurut Sistem Ekonomi Islam, yaitu harus memenuhi empat unsur :
1. Harus adanya nash( Al-Qur’an dan Hadits) yang memerintahkan setiap
sumber pendapatan dan pemungutan.
2. Adanya pemisahan sumber penerimaan dari kaum Muslim dan non-
Muslim.
3. Sistem pemungutan zakat dan pajak harus menjamin bahwa hanya
golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihan saja
yang memikul beban utama.
4. Adanya tuntutan kemaslahatan umum.
49 . Gusfahmi.S.E.Ma, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, Rajawali Press;2011, Hlm.32.
Dengan definisi di atas, jelas terlihat bahwa pajak adalah kewajiban yang
datang secara temporer, diwajibkan oleh Ulil Amri sebagai kewajiban
tambahan sesudah zakat (jadi dharibah bukan zakat), karena
kekosongan/kekurangan Baitul Mal, dapat dihapuskan jika keadaan Bitul
Mal sudah terisi kembali, diwajibkan hanya kepada kaum Muslim yang
kaya, dan harus digunakan untuk kepentingan mereka (kaum Muslim),
bukan kepentingan umum, sebagai bentuk jihad kaum Muslim untuk
mencegah datangnya bahaya yang lebih besar jika hal itu tidak dilakukan.
Dari definisi di atas juga terlihat perbedaan antara pajak (dharibah) dengan
kharaj dan jizyah, yang sering kali dalam berbagai literatur disebut juga
dengan pajak, padahal sesungguhnya ketiganya berbeda. Objek pajak
(dharibah) adalah al-Maal (harta), objek jizyah adalah jiwa (an-Nafs), dan
objek kharaj adalah tanah (status tanah)50. Jika dilihat dari sisi objeknya,
objek pajak (dharibah) adalah harta, sama dengan objek zakat. Oleh sebab
itu, pajak (dharibah) adalah pajak tambahan sesudah zakat.
KARAKTERISTIK PAJAK (DHARIBAH) MENURUT SYARIAT
Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah) menurut Syariat islam, yang
sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis (non-Islam),
yaitu51 :
1. Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinu hanya boleh
dipungut ketika Baitul Mal tidak ada harta atau kurang. Ketika Baitul Mal
50 . Lihat Pajak Dalam Shahih Abu Daud, Buku 2, Kitab Kharaj(Pajak),Hlm.357,416,419-420.51 . Yahya Abdurrahman.Loc.Cit
sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan. Berbeda
dengan zakat, yang tetap dipungut sungguhpun tidak ada lagi pihak yang
membutuhkan (mustahik). Sedangkan pajak menurut non-Islam (tax)
adalah abadi (selamanya).
2. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk membiayai yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk
pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak menurtu
non-Islam (tax) ditunjukan untuk seluruh warga tanpa membedakan
agama.
3. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum Muslim dan tidak dipungut
dari non-Muslim. Sebab, dharibah dipungut untuk membiayai keperluan
yang mnejadi kewajiban bagi kaum Muslim, yang tidak menjadi
kewajiban non-Muslim. Sedangkan teori pajak non-Islam (tax) tidak
membedakan Muslim dan non-Muslim dengan alasan tidak boleh ada
diskriminasi.
4. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya, tidak
dipungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang memiliki
kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya
bagi dirinya dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitarnya.
Dalam pajak non-Islam (tax), pajak kadangkala juga dipungut atas orang
miskin, seperti PBB atau PPN yang tidak mengenal siapa subjeknya,
melainkan semata-mata melihat objek (barang atau jasa) yang dimiliki atau
dikuasai atau dikonsumsi.
5. Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang
diperlukan, tidak boleh lebih. Jika sudah cukup maka pemungutannya
dihentikan. Sedangkan teori pajak non-Islam (tax) tidak ada batasan
pemungutan, selagi masih bisa dipungut akan terus dipungut.
6. Pajak (dharibah) dapat dihapus, bila tidak sudah diperlukan. Hal ini sudah
dipraktikkan oleh Rasulullah Saw. Dan para Khalifah sesudah beliau (lihat
uraian Bab 5). Sedangkan menurut teori pajak non-Islam (tax), pajak tidak
akan dihapuskan karena hanya itulah satu-satunya sumber pendapatan.
Malahan ada suatu ungkapan orang Inggris yang mengatakan bahwa ada
dua hal yang pasti di dunia ini, yaitu kematian dan pajak.
KHARAJ
Pengertian kharaj
Secara harfiyah, kharaj berarti kontrak, sewa menyewa atau menyerahkan.52
Dalam terminology keuangan islam, kharaj adalah pajak atas tanah atau hasil
tanah, dimana para pengelola wilayah taklukan harus membayar kepada Negara
islam. Negara islam setelah penaklukanadalah pemilik atas wilayah itu, dan
pengelola harusmembayar sewa kpada Negara islam. Para penyewa ini menanami
tanah untuk pembayaran tertentu danmemelihara sisa hasil panennya untukderi
mereka sendiri. Kharaj dalambahasa arab adalah kata lain dari sewa dan hasil
sebagaimna firman allahswt:
52 . Al-Mawardi,Op.Cithlm.130. Dalam Sa’id Hawwa,Op.Cit.Hlm.229
“ atau kamu meminta upah kepada mereka?", Maka upah dari
Tuhanmuadalah lebih baik, dan Dia adalah pemberi rezki yang paling
baik.”(Q.S AlMu’minun :72)
Dalam sejarah Islam, Kharaj berupa bea yang dikenakan atas tanah yang
telah dirampas dari Kekaisaran Bizantium dan Sassanid, baik melalui perang atau
damai. Jika perjanjian damai antara kaum Muslim dan penduduk ini sepakat
mengatakan tanah tersebut adalah milik Daulah Islamiyah (negara), dan mereka
mengakuinya dengan membayar Kharaj, maka mereka harus menunaikannya.
Kharaj menurut bahasa berarti al-kara '(sewa) dan al-ghullah (hasil). Setiap tanah
yang diambil dari kaum kuffar dengan cara paksa, setelah diumumkan perang
terhadap mereka, maka tanah teresbut dikategorikan sebagai tanah kharajiyah.
Meskipun mereka masuk Islam setelah penaklukan itu, namun tanah
tersebut statusnya masih tanah kharajiyah.53
Abu Ubaid meriwayatkan hadist dalam kitab An-Amwal dari Az Zuhri yang
mengatakan, “Rasulullah saw menerima jizyah dari orang Majusi Bahrain.”
Az-Zuhri menambahkan, “siapa saja di antara mereka yang memeluk Islam,
keislamannya diterima, dan keselamatan diri dan hartanya akan dilindungi,
selain tanah. Sebab, tanah mereka adalah harta fai’ (rampasan) bagi kaum musli,