Latihan Perhitungan PBB & BPHTB Latihan Perhitungan PBB & BPHTB LATIHAN SOAL PBB Perum Perumnas mendirikan Rumah Susun dengan data sebagai data sebagai berikut: a. Luas Tanah 7.000 M2, NJOP = Rp 394.000/ M2 (Kelas A22) b. Luas Bangunan Hunian: • tipe 21 (200 unit) • tipe 36 (100 unit) • tipe 48 (50 unit) Luas Bangunan Hunian = 10.200 M2 NJOP Bangunan Hunian = Rp 365.000/ M2 (Kelas A8) c. Bangunan Bersama Tangga, Kaki Lima seluas 1.800 M2, Kelas A8 d. Bangunan Sarana Jalan, Tempat Parkir, dll = 2.000 M2, Kelas A8 Hitunglah PBB untuk masing-masing tipe hunian? Jawab: NJOP Tanah 7.000 X 394.000 = 2.758.000.000 NJOP Bangunan - Hunian 10.200 X 365.000 = 3.723.000.000 - Bersama 1.800 X 365.000 = 657.000.000 - Sarana 2.000 X 365.000 = 730.000.000 Jumlah NJOP Bangunan 5.110.000.000
28
Embed
Latihan Perhitungan PBB & BPHTB Latihan Perhitungan PBB & BPHTB LATIHAN SOAL PBB Perum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Latihan Perhitungan PBB & BPHTB
Latihan Perhitungan PBB & BPHTB
LATIHAN SOAL PBB
Perum Perumnas mendirikan Rumah Susun dengan data sebagai data
sebagai berikut:
a. Luas Tanah 7.000 M2, NJOP = Rp 394.000/ M2 (Kelas A22)
b. Luas Bangunan Hunian:
• tipe 21 (200 unit)
• tipe 36 (100 unit)
• tipe 48 (50 unit)
Luas Bangunan Hunian = 10.200 M2
NJOP Bangunan Hunian = Rp 365.000/ M2 (Kelas A8)
c. Bangunan Bersama
Tangga, Kaki Lima seluas 1.800 M2, Kelas A8
d. Bangunan Sarana
Jalan, Tempat Parkir, dll = 2.000 M2, Kelas A8
Hitunglah PBB untuk masing-masing tipe hunian?
Jawab:
NJOP Tanah 7.000 X 394.000 = 2.758.000.000
NJOP Bangunan
- Hunian 10.200 X 365.000 = 3.723.000.000
- Bersama 1.800 X 365.000 = 657.000.000
- Sarana 2.000 X 365.000 = 730.000.000
Jumlah NJOP Bangunan 5.110.000.000
PBB Tipe 21
NJOP Tanah 21/ 10.200 x 2.758.000.000 5.678.235
NJOP Bangunan 21/ 10.200 x 5.110.000.000 10.520.588
NJOP Dasar Pengenaan PBB 16.198.824
NJOPTKP 12.000.000
NJOP untuk Penghitungan PBB 4.198.824
NJKP 20% X 4.198.824 839.765
PBB terutang 0,50% X 839.765 4.199
PBB Tipe 36
NJOP Tanah 36/ 10.200 x 2.758.000.000 9.734.118
NJOP Bangunan 36/ 10.200 x 5.110.000.000 18.035.294
NJOP Dasar Pengenaan PBB 27.769.412
NJOPTKP 12.000.000
NJOP untuk Penghitungan PBB 15.769.412
NJKP 20% X 15.769.412 3.153.882
PBB terutang 0,50% X 3.153.882 15.769
PBB Tipe 48
NJOP Tanah 48/ 10.200 x 2.758.000.000 12.978.824
NJOP Bangunan 48/ 10.200 x 5.110.000.000 24.047.059
NJOP Dasar Pengenaan PBB 37.025.882
NJOPTKP 12.000.000
NJOP untuk Penghitungan PBB 25.025.882
NJKP 20% X 25.025.882 5.005.176
PBB terutang 0,50% X 5.005.176 25.026
LATIHAN SOAL BPHTB
SOAL 1
Pada tanggal 1 Maret 2008, Bapak Gideon membeli sebuah rumah
seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas
500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar
Rp500.000.000,. Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut
ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan).
Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka berapa BPHTB
yang harus dipenuhi oleh Bapak Gideon?
Jawab: NPOP = Rp 600.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
550.000.000 Tarif 5% BPHTB = Rp 27.500.000 2.
SOAL 2
Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah
seluas 300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak
sebesar Rp300 juta. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan
SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250
juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar
Rp50 juta maka hitunglah BPHTB yang terutang?
Jawab: NPOP = Rp 300.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
250.000.000 Tarif 50% x 5% BPHTB = Rp 6.250.000
SOAL 3
Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran )
menerima hak pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan
sebuah gedung untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu
penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan
tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25
milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar
Rp50 juta maka hitunglah besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh
BUMD Perpakiran tersebut?
Jawab:
NPOP = Rp 1.250.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
1.200.000.000 Tarif 50% x 5% BPHTB = Rp 30.000.000
SOAL 4
Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada
tanggal 5 Januari 2003 dengan harga perolehan menurut PPAT
sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada
tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003,
ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar
Rp.350.000.000,- Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru
(novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah tersebut adalah
sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala
Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada
tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003.
Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang
tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan
sebesar Rp50.000.000,- ?
Jawab :
• BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah: 5%
x (300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,
• BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 :
5% x (350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000,-
• BPHTB yang telah dibayar = Rp12.500.000,-
• BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-
• Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,- = Rp 100.000,- SKBKB = Rp
2.600.000,- 3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1
Maret 2003 : 5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000,-
• BPHTB yang telah dibayar = Rp15.000.000,-
• BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-
• Sanksi administrasi ( 100% ) = Rp 2.500.000,- SKBKBT = Rp
5.000.000,-
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
A. SUBJEK PAJAK (250304 )
1. Siapa Subjek BPHTB ?
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan
kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan
yang menjadi Wajib Pajak.
B. OBJEK PAJAK (250304 )
1. Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
• jual beli;
• tukar-menukar;
• hibah;
• hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi
atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia;
• waris;
• pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi
atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum
lainnya tersebut;
• pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
• penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam
Risalah Lelang;
• pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum
sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam
putusan hakim tersebut;
• penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha
atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu
badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
• peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan
usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi
badan-badan usaha yang bergabung tersebut;
• pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua
badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru
dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha
baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang
lama;
• hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas
tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan hukum kepada penerima hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
• 1. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada
orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang
berasal dari pelepasan hak;
• 2. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah
kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari
pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
• o Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas
tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
• o Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat
pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun
2000;
• o Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan
pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun
2000;
2. Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?
Hak atas tanah meliputi :
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang
ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan
yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan
rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan
tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya,
penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga
dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
3. Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?
• objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
• objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
• objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di
luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
• objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena
konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya
perubahan nama;
• objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena
wakaf;
• objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang
digunakan untuk kepentingan ibadah.
• o Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan
untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan
yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah
Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan
atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah
sakit pemerintah, jalan umum.
• o Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari
hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria,
termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah.
• o Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau
badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa
hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan
umum lainnya tanpa imbalan apapun.
C. TARIF PAJAK (250304 )
1. Berapa besarnya tarif BPHTB ?
Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).
D. DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK (250304 )
1. Apakah dasar pengenaan BPHTB ?
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP),
yaitu a. jual beli adalah harga transaksi;
• b. tukar-menukar adalah nilai pasar;
• c. hibah adalah nilai pasar;
• d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
• e. waris adalah nilai pasar;
• f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
nilai pasar;
• g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai
pasar;
• h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
• i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah nilai pasar;
• j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah
nilai pasar;
• k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
• l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
• m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
• n. hadiah adalah nilai pasar;
• o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang
tercantum dalam Risalah Lelang.
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan,
dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.
• Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi
dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
• Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum
ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan BPHTB ?
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP
diberikan untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang
penghitungan BPHTB terutang.
3. Berapa besarnya NPOPTKP ?
NPOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling
banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam
hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima
oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP
regional paling banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
• Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama
Menteri Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan
mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
• Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor
113 Tahun 2000.
4. Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?
• BPHTB terutang = 5 % x NPOP Kena Pajak;
• NPOP Kena Pajak = NPOP - NPOPTKP.
E. SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG (250304 )
1. Kapan saat BPHTB terutang dan harus dilunasi ? Saat terutang
dan pelunasan BPHTB untuk:
• a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta, yaitu tanggal dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan
hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
• b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
• c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
• d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
• e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
• f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
• g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang,
yaitu tanggal ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor
Lelang Negara atau kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama
pemenang lelang.
• h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
• i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
• j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
• k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak
tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak;
• l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-
tanganinya akta;
• m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-
tanganinya akta;
• n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-
tanganinya akta;
• o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta.
2. Dimana tempat BPHTB terutang?
Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau
Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.
F. PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN (250304 )
1. Sistem apakah yang dipakai sebagai dasar pemungutan BPHTB ?
Sistem self assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang
terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
2. Bagaimana cara membayar BPHTB ?
BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos
Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik
Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran
lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat
Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).
3. Dalam waktu berapa lama SKBKB dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB)
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.
4. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKB ?
BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB terutang yang belum atau
kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung mulai saat terutangnya BPHTB sampai dengan
diterbitkannya SKBKB dimaksud.
5. Dalam waktu berapa lama SKBKBT dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
(SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang
terutang setelah diterbitkannya SKBKB.
6. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKBT ?
BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau
kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
BPHTB tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.
7. Bilamana STB diterbitkan ?
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB)
diterbitkan apabila : a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang
dibayar; b. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan
pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis dan atau salah
hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda
dan atau bunga.
8. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam STB ?
BPHTB terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan
akibat salah tulis dan atau hitung adalah BPHTB terutang yang
belum atau kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan
BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan sejak saat terutangnya BPHTB.
9. Bagaimana kedudukan STB dalam proses penagihan BPHTB ?
STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan
Surat Paksa.
10. Apakah dasar penagihan BPHTB ?
• Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar
bertambah.
• Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
11. Berapa lama jangka waktu pelunasan SKBKB, SKBKBT, STB dan
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar
bertambah?
• BPHTB terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding
yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah harus
dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterima oleh Wajib Pajak;
• Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana
dimaksud tidak atau kurang dibayar, dapat ditagih dengan Surat
Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak dan tagihan yang
berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan
pengadilan (parate executie).
G. KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN (250304 )
1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan BPHTB ?
Yang dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
adalah : a. SKBKB, yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya
jumlah BPHTB terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus
dibayar; b. SKBKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan
tambahan atas jumlah BPHTB yang telah ditetapkan; c. SKBLB, yaitu
surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran BPHTB
karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar daripada BPHTB
yang seharusnya terutang; d. SKBN, yaitu surat ketetapan yang
menentukan jumlah BPHTB yang terutang sama besarnya dengan jumlah
BPHTB yang dibayar..
2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan BPHTB ?
• Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
kepada Kepala KPPBB dengan mengemukakan jumlah BPHTB yang
terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan
yang jelas, yaitu didukung dengan data atau bukti bahwa jumlah
BPHTB yang terutang atau lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus
tidak benar;
• Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya
SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
• Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
• o Fotocopy SSB
• o Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
• o Fotocopy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak
Baru/Putusan Hakim
• o Fotocopy KTP/ Paspor / KK /identitas lain
• Ø Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak
dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
• Ø Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda
pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda
bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib
Pajak.
3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan
BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima,
harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima.
4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan
keberatan BPHTB diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
5. Apa bentuk keputusan keberatan ?
Keputusan Keberatan dapat berupa :
• menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan
dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan
terbukti kebenarannya.
• menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan
dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan
sebagian terbukti kebenarannya.
• menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak
terbukti kebenarannya.
• menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang
dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam
pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.
6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan
keberatannya ditolak ?
• Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding
ke Badan Pengadilan Pajak (BPP).
• Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
7. Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
• - menolak;
• - mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
• - menambah pajak yang harus dibayar;
• - tidak dapat diterima;
8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat
diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau
seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka
kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran BPHTB sampai dengan diterbitkannya Putusan
Banding.
10. Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?
Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan
karena: a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya
dengan Objek BPHTB, atau b. kondisi Wajib Pajak yang ada
hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, atau c. tanah dan atau
bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang
semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.
H. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN (250304 )
1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a. BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya
terutang;
b. BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c. permohonan pengurangan dikabulkan;
d. pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya
atau sebagian;
e. permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan
seluruhnya atau sebagian;
f. perubahan peraturan.
2. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak
(restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau
disumbangkan kepada Negara.
3. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan
jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat
permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka
waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan
Wajib Pajak dianggap dikabulkan serta Kepala KPPBB harus
menerbitkan SKBLB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
4. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas
pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan (sederhana
dan lapangan) menerbitkan:
• SKBLB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar
daripada jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran
BPHTB yang tidak seharusnya terutang;
• SKBN, apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah
BPHTB yang terutang;
• SKBKB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari
jumlah BPHTB yang seharusnya terutang.
•
5. Kapan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan ?
Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKBLB, yaitu
dengan diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kelebihan BPHTB
(SPMKB) oleh Kepala KPPBB. Dalam hal Kepala KPPBB terlambat
menerbitkan SPMKB, maka Wajib Pajak diberikan bunga sebesar 2 %
(dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKB
dimaksud.
I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB (250304 )
1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ?
Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai
berikut :
• - 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang
selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap
kabupaten/kota
• - 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
• - 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.
J. KETENTUAN BAGI PEJABAT (250304 )
1. Kapan Pejabat dapat menandatangani akta pemindahan hak atas
tanah dan atau bangunan, menandatangani risalah lelang,
menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas
tanah (SKPH), mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris
atau hibah wasiat ?
• Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani
akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib
Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
• Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
• Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SKPH
hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan
dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran
berupa SSB.
• Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah
wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan
Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran
berupa SSB.
2. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara yang
menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau
bangunan/risalah lelang tanpa adanya bukti pembayaran berupa
SSB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp7.500.000,00
(tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.
3. Apa kewajiban PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara ?
• Melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau
bangunan atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak (KPPBB setempat)
selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
4. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris yang tidak melaporkan pembuatan
akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.
5. Apa sanksi bagi Pejabat Pertanahan yang menandatangani dan
menerbitkan SKPH atau mendaftar peralihan hak atas tanah karena
waris atau hibah wasiat tanpa adanya bukti pembayaran berupa
SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
6. Apa sanksi bagi Kepala Kantor Lelang Negara yang tidak
melaporkan pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
NORMA NORMA PENDAFTARAN TANAH
NORMA NORMA PENDAFTARAN TANAH
Mengacu kepada ketentuan perundangan pendaftaran Tanah di
Indonesia yang ketentuan pelaksanaannya sebagaimana yang
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah telah mengkonstruksi norma-norma