Top Banner
MAKALAH BLOK 28 NOISE INDUCED HEARING LOSS Charles Y. Boru – 10.2008.016 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Skenario 2: Seorang laki-laki berumur 45 tahun datang ke klinik perusahaan mengeluh kedua telinga berdenging sehabis bekerja sejak 3 bulan yang lalu. Ia bekerja di bagian pembangkit listik (turbin), dengan sistem shift 2-2-2-libur dan menggunakan ear muff yang telah usang. Ia tidak sedang minum obat paru atau obat lainnya. Riwayat merokok 1 bungkus kretek setiap hari dan tidak punya kebiasaan menggunakan earphone untuk mendengar musik. PENDAHULUAN Kemajuan teknologi, penggunaan bahan kimia, perubahan sikap dan perilaku, pengembangan sistem manajemen serta cara deteksi lingkungan kerja, berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, yang tercermin pada peningkatan upaya pengenalan, penilaian dan pengendalian aspek tersebut sebagai kegiatan perlindungan bagi pekerja. Pendapat bahwa kejadian kecelakaan, timbulnya penyakit atau peristiwa bencana lain yang mungkin dialami oleh pekerja merupakan resiko yang harus dihadapi tanpa bisa dihindari, sekarang mulai banyak ditinggalkan. Sebaliknya, kegiatan hygiene perusahaan, 1
44

Makalah Blok 28 NIHL

Feb 18, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Blok 28 NIHL

MAKALAH BLOK 28

NOISE INDUCED HEARING LOSS

Charles Y. Boru – 10.2008.016

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Skenario 2:

Seorang laki-laki berumur 45 tahun datang ke klinik perusahaan mengeluh kedua telinga

berdenging sehabis bekerja sejak 3 bulan yang lalu. Ia bekerja di bagian pembangkit listik

(turbin), dengan sistem shift 2-2-2-libur dan menggunakan ear muff yang telah usang. Ia

tidak sedang minum obat paru atau obat lainnya. Riwayat merokok 1 bungkus kretek setiap

hari dan tidak punya kebiasaan menggunakan earphone untuk mendengar musik.

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi, penggunaan bahan kimia, perubahan sikap dan perilaku, pengembangan

sistem manajemen serta cara deteksi lingkungan kerja, berpengaruh pada kesehatan dan

keselamatan di tempat kerja, yang tercermin pada peningkatan upaya pengenalan, penilaian

dan pengendalian aspek tersebut sebagai kegiatan perlindungan bagi pekerja. Pendapat bahwa

kejadian kecelakaan, timbulnya penyakit atau peristiwa bencana lain yang mungkin dialami

oleh pekerja merupakan resiko yang harus dihadapi tanpa bisa dihindari, sekarang mulai

banyak ditinggalkan. Sebaliknya, kegiatan hygiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan

keselamatan kerja yang mengupayakan terciptanya tempat kerja yang aman, nyaman dan

higienis serta tenaga kerja sehat, selamat dan produktif semakin dibutuhkan.1

Dalam hubungan dengan industri, maka faktor yang paling berbahaya bagi keutuhan faal

pendengaran ialah suara bising (noise). Bising industri sudah lama merupakan masalah yang

sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman

serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran

yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian

ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan

terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala.2

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss / NIHL) adalah tuli akibat

terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya

1

Page 2: Makalah Blok 28 NIHL

diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian

sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Secara umum bising adalah

bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat

menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya

adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga. Banyak hal yang

mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang

lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor

lain yang dapat menimbulkan ketulian.2

Suara bising itu dapat mengganggu pendengaran dan menyebabkan tuli telah lama

dikemukakan oleh banyak ahli. Ramazzini dalam bukunya De Morbus Artificium (1713)

menyatakan bahwa banyak pekerja dalam pertukangan barang-barang kuningan menjadi tuli.

Setelah James Watt (1736-1810), seorang ahli fisika dan ahli mesin bangsa Inggris berhasil

membuat mesin-uapnya, maka penggunaan mesin-mesin pengganti tenaga manusia meluas

dengan cepat. Akibatnya suara bising karena mesin pun bertambah hebat dan meluas. Industri

pada abad ke 20 ini lebih cepat berkembang dan makin banyak digunakan mesin dalam

berbagai industri, yang semuanya menambah kebisingan di lingkungan kerja dan lingkungan

hidup kita. Sudah jelas adanya pengotoran udara oleh suara bising (airpollution by noise)

dapat mengakibatkan gangguan pendengaran sekarang dikenal sebagai occupational

deafness. Occupational deafness adalah tuli sebagian ataupun total yang bersifat menetap

pada satu atau kedua telinga dan disebabkan oleh suara bising yang terusmenerus di

tempat/lingkungan kerja.3

Akhirnya setelah berjuang lama dan gigih pada tahun 1940 di Amerika disusunlah

occupational law yang di dalamnya mengatakan bahwa pekerja yang menjadi tuli akibat

kebisingan di tempat kerja harus diberi ganti rugi. Meskipun demikian, belum ada ketentuan

atau peraturan mengenai pencegahan kerusakan pendengaran. Ganti rugi diberikan setelah

korban jelas menjadi tuli. Sebaliknya para pengusaha menuntut jaminan bahwa ketulian itu

memang tidak terdapat sebelum orang itu bekerja padanya. Kemajuan tehnik akhir-akhir ini,

terutama di bidang elektrotehnik dan elektroakustik menghasilkan alat-alat yang

memungkinkan kita meneliti dengan cermat dan tepat ada tidaknya kelainan dalam fungsi

pendengaran. Misalnya audiometer yang dapat dipergunakan untuk screening, untuk

diagnosis, speech audiometer dsb. Juga ada alat-alat untuk mengukur intensitas suara bising

(sound level meter).3

2

Page 3: Makalah Blok 28 NIHL

TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT AKIBAT KERJA

1. Definisi Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,

proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan

penyakit yang artifisial atau man made disease.4 Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya

penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja

dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di

sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992

Pasal 23).5

2. Undang-Undang Tentang Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per-

01/MEN/1981 tertanggal 4 April 1981 tentang Kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja,

yang memuat Daftar Penyakit tersebut. Selanjutnya, Keputusan Presiden Nomor 22 tahun

1993 tertanggal 27 Februari 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja

menjelaskan pengertiannya, yaitu bahwa penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah

penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden

tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi

termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu

logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal

(bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika. Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut

menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja

berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.6

Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3 tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah

kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul

karena hub kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari

rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar dilalui.6

3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan

lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan

kondisi yang bertujuan untuk:5

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua

lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.

3

Page 4: Makalah Blok 28 NIHL

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh

keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari

kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan

kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

4. Penggolongan Penyakit Akibat Kerja

WHO menggolongkan Penyakit Akibat Kerja menjadi:4

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma

bronkhogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor

penyebab lainnya, misalnya bronkhitis khronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,

misalnya asma.

5. Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Penyebab penyakit akibat kerja antara lain:7

a. Gol. Fisik

· Suara: tuli

·Radiasi:

Rontgen: penyakit darah, kelainan kulit

Infra merah: katarak

Ultraviolet: konjungtivitis fotoelektrik

·Suhu:

Panas: heat stroke, heat cramps

Dingin: frostbite

tekanan udara: tinggi (caisson disease)

cahaya: silau, asthenopia, myopia

b. Golongan kimia

· Debu: silikosis, pneumoconosis, asbestosis

· Uap: metal fume fever, dermatitis

Gas: H2S, CO

Larutan: dermatitis

4

Page 5: Makalah Blok 28 NIHL

Awan/kabut: insektisida, racun jamur

c. Golongan biologis

Anthrax

Brucella (kulit), dll

d. Golongan fisiologis (ergonomi)

Konstruksi mesin/tata letak/tata ruang

Sikap badan, dll

e. Golongan mental psikologis

Monotoni

Hubungan kerja (stress psikis), organisasi.

6. Identifikasi Penyakit Akibat Kerja

Untuk mengidentifikasi penyakit akibat kerja dilakukan melalui pendekatan:7

1. Pendekatan epidemiologis (komunitas)

Untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit seperti kekuatan

asosiasi,konsistensi, spesifisitas, hubungan waktu, hubungan dosis.

2. Pendekatan klinis (individu)

Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja: diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan

pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami cukup besar, peranan faktor individu, faktor

lain di luar pekerjaan, diagnosis PAK atau bukan PAK.

7. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu

pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan

menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi tujuh langkah

yang dapat digunakan sebagai pedoman, yaitu:4

1. Tentukan Diagnosis klinisnya

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-

fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.

Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit

tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk

dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan

anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:

5

Page 6: Makalah Blok 28 NIHL

a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara

khronologis

b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

c. Bahan yang diproduksi

d. Materi (bahan baku) yang digunakan

e. Jumlah pajanannya

f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

g. Pola waktu terjadinya gejala

h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan

sebagainya)

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa

pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak

ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat

ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung.

Perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan

penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan

penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan

tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti

lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan

diagnosis penyakit akibat kerja.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat

mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa

sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan

(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan

yang dialami.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita

mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun

demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab

di tempat kerja.

6

Page 7: Makalah Blok 28 NIHL

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan

informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan

sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-

kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu

dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai

penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan

tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan

dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu

yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya

memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.4

8. Peran Diagnosis PAK

Diagnosisi PAK Berkontribusi terhadap:7

1. Pengendalian pajanan

2. Identifikasi pajanan baru secara dini

3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pekerja yang sakit dan/atau cedera

4. Pencegahan terulang/makin berat kejadian penyakit/kecelakaan

5. Perlindungan terhadap pekerja lain

6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja

7. Identifikasi ada hubungan antara pajanan dengan penyakit

7

Page 8: Makalah Blok 28 NIHL

PEMBAHASAN

NOISE INDUCED HEARING LOSS atau TULI AKIBAT KERJA

7 Langkah Diagnosis Okupasi :

1. Diagnosis Klinis : Gangguan Pendengaran

2. Pajanan yang dialami : Bising

3. Hubungan pajanan dengan penyakit :

4. Pajanan yang dialami cukup besara :

5. Peranan faktor individu :

6. Faktor lain di luar pekerjaan :

7. Diagnosis Okupasi : NIHL (Noise Induced Hearing Loss) atau Tuli Akibat Kerja

1. Diagnosis Klinis : Gangguan Pendengaran

Untuk menentukan diagnosis klinis diperlukan:

A. Anamnesis :

Riwayat Penyakit : riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu

Riwayat Pekerjaan : sudah berapa lama bekerja, riwayat kerja sebelumnya,

alat, bahan dan proses kerja, berapa lama waktu kerja dalam sehari,

kemungkinan pajanan yang dialami, APD yang dipakai.

Dari anamnesis didapati riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di

lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5

tahun.

B. Pemeriksaan :

Pemeriksaan Fisik : otoskopi (biasanya tidak ditemukan kelainan)

Pemeriksaan Penunjang : audiometri

Pemeriksaan tempat kerja : periksa kebisingan dengan SLM

Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber lateralisasi

ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan

jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua

telinga. Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun,

yang biasanya terjadi dalam 8 – 10 tahun pertama paparan.

Pemeriksaan audiometric nada murni didapatkan tuli sensorineural pada

frekwensi tinggi (umumnya 3000 – 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz

sering terdapat takik (notc) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.1,2,5

8

Page 9: Makalah Blok 28 NIHL

Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment

Sensitivity Index ), ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan

Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment)

yang khas untuk tuli saraf koklea.10

SOUND LEVEL METER ( SLM )

SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan,

yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan beberapa alat

lainnya.

Alat ini mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB dan dari frekwensi 20 –

20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National

Standard Institute ) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam

frekwensi yaitu A, B dan C yang menentukan secara kasar frekwensi bising

tersebut.15 Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon

telinga untuk suara rendah yang kira-kira dibawah 55 dB . Jaringan frekwensi

B dimaksudkan mendekati reaksi telinga untuk batas antara 55 – 85 dB.

Sedangkan jaringan frekwensi C berhubungan dengan reaksi telinga untuk

batas diatas 85 dB. 15

Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising dan

hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor

berikut :9

1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.

2. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.

3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.

4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang

menyebabkan ketulian.

5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Pentingnya

mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan

audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka dapat

diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat

kerja.

6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti

riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.

9

Page 10: Makalah Blok 28 NIHL

2. Pajanan yang Di alami : Bising

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Dari definisi ini

menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-masing

individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah

campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi.2

Cacat pendengaran akibat kerja (occupational deafness/noise induced hearing loss) adalah

hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai

satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus dilingkungan tempat

kerja.2

Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL ) adalah tuli akibat

terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya

diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.1,2 Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian

sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis.3,4

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85

desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada

telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua

telinga. 1,5

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain

intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan

individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.1,2

Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa

ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para

pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen.

Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya

ganti rugi.6,7 Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik

dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala.7

Pembagian Bising

Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi:8

1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas

Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB

untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji

sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar, dsb.

10

Page 11: Makalah Blok 28 NIHL

2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit

Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal 5000, 1000 atau 4000

Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.

3. Bising terputus-putus

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak berlangsung

terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu

lintas, kebisingan di lapangan terbang dll

4. Bising impulsif

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat

dan biasanya me-ngejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya suara ledakan

mercon, tembakan, meriam dll.

5. Bising impulsif berulang-ulang

Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada mesin tempa.

Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah bising yang bersifat kontinu,

terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi. Untuk

melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari pengaruh buruk kebisingan, Organisasi

Pekerja Internasional /ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkan

ketentuan jam kerja yang diperkenankan, yang dikaitkan dengan tingkat intensitas kebisingan

lingkungan kerja sebagai berikut (Tabel 1).

Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu

kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja no

SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja.8

3. Hubungan Pajanan Dengan Penyakit :

Pengaruh Kebisingan Pada Pendengaran

Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas

dan lama waktu paparan, dapat berupa:2

1. Adaptasi

Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh

kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara

terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

2. Peningkatan ambang dengar sementara

Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan kembali

seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai

11

Page 12: Makalah Blok 28 NIHL

beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-

mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemaparan berlangsung lama maka kenaikan

nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi

intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya.

Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-

masing individu.

3. Peningkatan ambang dengar menetap

Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada

frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak

dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5

sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah

terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah

berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.

Pengaruh Bising Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis,

gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.8

1. Gangguan fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau

yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg),

peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta

dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat

marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit

psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.

3. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus

dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan ter-ganggunya pekerjaan,

sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda

bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga

kerja.

4. Gangguan keseimbangan

12

Page 13: Makalah Blok 28 NIHL

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau

melayang, yang dapat me-nimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau

mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian.

Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali

bila menghindar dari sumber bising; namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya

dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali

Akibat Ketulian Terhadap Aktivitas Sebagai Tenaga Kerja

Akibat ketulian terhadap aktivitas sebagai tenaga kerja dibedakan atas:8

1. Hearing Impairment

Didefinisikan sebagai kerusakan fisik telinga baik yang irreversible (NIHL/PTS) maupun

yang reversible (TTS)

2. Hearing Disability

Didefinisikan sebagai kesulitan mendengarkan akibat hearing impairment, misalnya :

a. Problem komunikasi di tempat kerja

b. Problem dalam mendengarkan musik

c. Problem mencari arah/asal suara

d. Problem membedakan suara

Secara ringkas dapat dikatakan efek hearing impairment terhadap disability berbeda pada

setiap individu, tergantung fungsi psikologis dan aktivitas sosial yang bersangkutan.

3. Handicap

Ketidakmampuan atau keterbatasan seseorang untuk melakukan suatu tugas yang normal dan

berguna baginya.

Menurut WHO diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Orientation handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam mengikuti pembicaraan)

b. Physical independence handicap (ketidakmampuan/ keter-batasan untuk mandiri)

c. Occupational handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam bekerja dan memilih karir)

d. Economic self-sufficiency handicap

e. Social integration handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan dalam melakukan aktivitas

normal harian, seperti respons terhadap alarm atau pesan lisan

f. Inability to cope with occupational requirement (ketidak-mampuan/keterbatasan yang

mengakibatkan berkurangnya penghasilan)

13

Page 14: Makalah Blok 28 NIHL

4. Apakah Pajanan Cukup Besar?

Patofisiologi Penyakit

Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang

pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang

meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada selsel rambut luar

menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya

intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya

stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya

stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas

paparanbunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin

luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat

dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.2

Bukti Epidemiologis

Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah

presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam

derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian akibat terpapar bunyi yang

keras pada tempat kerjanya.4 Sedangkan Sataloff dan Sataloff ( 1987 ) mendapati sebanyak

35 juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat

kerja.5

Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan pabrik

dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga belum

terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran

nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga ( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% )

dan derajat berat 3 ( 1,4% ). 7

Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota

Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut menderita sangkaan

NIHL.16 Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian terhadap karyawan pabrik

gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.17

Kualitatif

kerja dengan sistem shift 2-2-2-libur

14

Page 15: Makalah Blok 28 NIHL

Lingkungan Kerja

kerja di bagian pembangkit listrik (turbin), dimana kita tahu bahwa mesin turbin

menimbulkan bising yang cukup besar intensitasnya

Pemakaian APD

Pasien menggunakan ear muff yang sudah usang, ini semakin memperkuat dugaan bahwa

pasien mendapat pajanan bising yang besar karena alat pelindung diri yang di pakai sudah

tidak layak dan tidak dapat melindungi pasien dari pajanan bising tersebut

Jumlah Pajanan

untuk jumlah pajanan di perlukan pengukuran langsung besarnya pajanan di tempat kerja

pasien

5. Faktor Individu

Usia pasien (45 tahun) merupakan salah satu penyebab rentannya pasien terhadap

bising.

Riwayat gangguan pendengaran sebelum bekerja atau sebelum terpapar bising

6. Faktor Di Luar Pekerjaan

Tidak punya kebiasaan menggunakan earphone untuk mendengar musik

Merokok 1 bungkus kretek sehari

Pajanan bising selain di tempat kerja

Tidak sedang minum obat paru atau obat lainnya : seperti yang kita ketahui bahwa

obat paru (etambutol) mempunyai efek samping yang dapat menyebabkan gangguan

pendengaran.

7. Diagnosis Okupasi

Setelah meneliti langkah 1 sampai 6 maka di simpulkan diagnosisnya adalah Noise Induced

Hearing Loss atau Tuli Akibat Kerja, karena gangguan pendengaran yang di alami pasien

disebabkan oleh pajanan bising di tempat kerjanya.

Pembagian Tuli akibat bising

Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sbb:

a. Temporary Threshold Shift = Noise-induced Temporary Threshold Shift = auditory

fatigue = TTS

non-patologis

15

Page 16: Makalah Blok 28 NIHL

bersifat sementara

waktu pemulihan bervariasi

reversible/bisa kembali normal

Penderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya dengarnya akan pulih sempurna. Untuk

suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3-7 hari.

Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan

keadaan ini berlangsung terus menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap

hari-kemudian menjadi ketulian menetap. Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua

kali audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar bising. Sebelumnya

tenaga kerja dijauhkan dari tempat bising sekurangnya 14 jam.

b. Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap

patologis

menetap

PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus. Ketulian ini disebut tuli

perseptif atau tuli sensorineural. Penurunan daya dengar terjadi perlahan dan bertahap

sebagai berikut :

Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenaga kerja mengeluh telinganya

berbunyi pada setiap akhir waktu kerja.

Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten, sedangkan keluhan subjektif

lainnya menghilang. Tahap ini berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.

Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi gangguan pendengaran seperti tidak

mendengar detak jam, tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain.

Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan mulai sulit berkomunikasi.

Pada tahap ini nilai ambang pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai

ambang semula meskipun diberi istirahat yang cukup.

c. Tuli karena Trauma akustik

Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suara impulsif dengan intensitas

tinggi, seperti letusan, ledakan da lainnya. Diagnosis mudah dibuat karena penderita dapat

mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut, tinitus, cepat

sembuh secara parsial atau komplit.

Gejala Klinis

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination)

dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam

16

Page 17: Makalah Blok 28 NIHL

menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi

menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral.

Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu

ketajaman pendengaran dan konsentrasi.2

Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah:2

a. Bersifat sensorineural

b. Hampir selalu bilateral

c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ). Derajat

ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.

d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang

signifikan.

e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz,

dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.

f. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000

Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.Selain pengaruh

terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh

non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,

gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

TINITUS

Telinga berdenging atau dikenal dalam bahasa medis sebagai Tinitus, banyak dikeluhkan

sebagai suatu bising atau bunyi yang muncul di kepala. Meski istilah tersebut (bahasa latin

tinnere = ringing) seringkali dipakai untuk suara seperti dengungan (buzzing), deringan

(ringing), atau gemuruh (roaring), juga termasuk di dalamnya ketukan berirama (pulsatile

beats), klik, dan suara lainnya yang dapat berasal/tidak berasal dari telinga sendiri.

Karena itu tinitus bukanlah penyakit atau sindroma, tapi hanya merupakan gejala yang

mungkin berasal dari satu atau sejumlah kelainan.

Sebetulnya suara yang terdengar oleh telinga tersebut belum tentu bersifat kelainan

(patologis).

Jika orang sehat (terbukti telinganya normal) berada dalam ruang kedap (anehoic chamber),

maka ia akan dapat mendengar berbagai macam suara yang berasal dari berbagai organ

tubuhnya sendiri yang memang bekerja setiap saat, contohnya: pernafasan, kontraksi jantung,

dan aliran darah. Kenyataannya… dalam kehidupan sehari-hari, suasana yang memungkinkan

17

Page 18: Makalah Blok 28 NIHL

suara fisiologis (normal) tersebut terdengar oleh seseorang sangat jarang tercipta… bahkan

dalam kamar yang sunyi di malam hari sekalipun, yang tetap memiliki bunyi masking dari

lingkungan dengan intensitas bunyi sekitar 25 – 30 dB. Tinitus baru menjadi gejala jika suara

organ tubuh intensitasnya melebihi bunyi masking lingkungan tadi.

Tinitus kerap diderita terutama orang pada kelompok usia pertengahan dan tua. Menurut

National Centre for Health Statistics di Amerika sana, sekitar 32% orang dewasa pernah

mengalami tinitus pada suatu saat tertentu dalam hidupnya, dan 6 % nya sangat menganggu

dan cukup sulit disembuhkan. Di Inggris, 17% populasi juga memiliki masalah tinitus.

Sayangnya di Indonesia belum ada data statistiknya, namun berdasarkan pengalaman empiris,

penderita tinitus cukup banyak dan sering ditemui di tempat praktek, klinik, maupun rumah

sakit. Meski tinitus bukanlah keadaan yang membahayakan, munculnya gejala ini pada

hampir kebanyakan orang sangat mengganggu dan sering mempengaruhi kualitas hidup dan

pekerjaannya.

Tinitus sendiri diklasifikasikan menjadi tinitus obyektif dan subyektif. Tinitus bersifat

obyektif bila bunyi yang dipersepsikan oleh penderita juga dapat didengar oleh orang lain

atau pemeriksa, dan bersifat subyektif bila bunyi dipersepsikan hanya oleh penderitanya saja.

Secara umum tinitus obyektif diyakini berasal dari suatu sumber suara akustik (ataupun

getaran/vibrasi) yang dapat teridentifikasi.

Adapun tinitus subyektif dianggap berasal dari adanya abnormalitas pada jalur saraf

pendengaran perifer dan/atau sentral. Tinitus juga dapat diklasifikasikan ke dalam pulsatil

atau non pulsatil, yang mengindikasikan sumber penyebabnya berasal dari sistem vaskular

(pembuluh darah). Pulsatil tinitus bisa obyektif ataupun subyektif.

Kenyataannya pada kebanyakan kasus, tinitus jauh lebih kompleks dari yang bisa diduga

berdasarkan pengklasifikasian di atas, maka tampaknya lebih akurat bila membagi tinitus

berdasarkan kemungkinan sumber penyebab yang ternyata tidak sedikit. Berikut ini daftar

berbagai hal yang hingga saat ini telah teridentifikasi dapat menjadi sumber penyebab tinitus:

1.Kelainan vaskular (pembuluh darah) baik pada arteri atau vena.

2.Kelainan muskular (otot): klonus otot palatum atau tensor timpani.

3. Lesi pada saluran telinga dalam (internal auditory canal): Tumor saraf ke-8, vascular loops

4. Gangguan kokhlea (organ telinga dalam): trauma akibat bising, trauma tulang temporal,

penyakit Meniere’s, presbikusis (disintegrasi saraf ke-8 karena proses penuaan), Sudden

sensorineural hearing loss (tuli saraf mendadak), emisi otoakustik.

5.Ototoksisitas (Kerusakan organ telinga dalam akibat obat): aspirin, kuinin, dan antibiotika

tertentu(aminoglikosida).

18

Page 19: Makalah Blok 28 NIHL

6.Kelainan telinga tengah: infeksi (efusi), sklerosis, gangguan tuba eustachi.

7. Lain-lain: serumen (kotoran telinga), benda asing pada saluran telinga luar.

ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan antara lain:2

1. Intensitas kebisingan

2. Frekwensi kebisingan

3. Lamanya waktu pemaparan bising

4. Kerentanan individu

5. Jenis kelamin

6. Usia

7. Kelainan di telinga tengah

Tabel 1. Intensitas dan paparan bising yang di perkenankan

Intentitas bising

(dB)

Waktu paparan perhari

dalam jam

85

87,5

90

92,5

95

100

105

110

8

6

4

3

2

1

½

1/4

Sumber : Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada

Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kecelakaan Kerja,

Jakarta, 2 Juni, 2001

PENATALAKSANAAN

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan

bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga yaitu

berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs ) dan pelindung kepala

( helmet).1

19

Page 20: Makalah Blok 28 NIHL

Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap ( irreversible ),

bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume

percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar ( ABD ). Apabila

pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat

berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat menerima

keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory training ) juga dapat dilakukan agar pasien dapat

menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan

bibir ( lip reading ), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat

berkomunikasi.1,5

PENCEGAHAN

Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL

yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu : 13

1. Pengukuran pendengaran

Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :

Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.

Pengukuran pendengaran secara periodik.

2. Pengendalian suara bising

Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff ( tutup

telinga), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet ( pelindung kepala ).

Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :

memasang peredam suara

menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang terpisah dari

pekerja

3. Analisa bising

Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekwensi bising, lama

dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran

kebisingan adalah sound level meter .

20

Page 21: Makalah Blok 28 NIHL

Program pencegahan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal berikut (NIOSH, 1996):

1. Monitoring paparan bising

2. Kontrol engineering dan administrasi

3. Evaluasi audiometer

4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (PPE)

5. Pendidikan dan Motivasi

6. Evaluasi Program

7. Audit Program

Manfaat utama program ini adalah mencegah kehilangan pendengaran akibat kerja;

kehilangan pendengaran akan mengurangi kualitas hidup seseorang dalam pekerjaannya.

Hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha akan lebih baik, angka turn-over karena

lingkungan kerja akan rendah.

1. Bagi pengusaha

Taat hukum, hubungan baik dengan karyawan, menunjukkan itikad baik, meningkatkan

produktivitas, mengurangi angka kecelakaan, mengurangi angka kesakitan, mengurangi lost

day dan menaikkan kepuasan karyawan.

2. Bagi karyawan

Mencegah ketulian; ketulian akibat bising tidak terasa (tanpa sakit), bersifat menetap

(irreversible). Serta bisa mengurangi stres.

Untuk melaksanakan program ini diperlukan hal-hal sebagai berikut :

1. Dukungan manajemen

2. Berupa policy statement

3. Integrated dengan program K3

4. Ada penanggung jawab program yang ditunjuk resmi Penanggung jawab bekerja sama

dengan manajemen dan karyawan membuat Hearing Lost Prevention Plan and Policy.

Manajemen dan karyawan konsisten melaksanakan program.

5. SOP dari setiap langkah dalam plan & policy harus jelas

6. Kontraktor dan vendor harus taat pada plan & policy tersebut.

Dalam menyusun program konservasi pendengaran ini perlu diperhatikan beberapa hal,

antara lain:

1. Berpedoman bahwa pekerja tetap sehat dalam lingkungan bising.

2. Dilaksanakan oleh semua jajaran, dari pimpinan tertinggi sampai pekerja pelaksana.

Komitmen pimpinan dan pekerja sangat penting.

3. Mengurangi dosis paparan kebisingan dengan memperhatikan tiga unsur :

21

Page 22: Makalah Blok 28 NIHL

a. Sumber: mengurangi intensitas kebisingan (disain akustik, menggunakan mesin/alat

yangkurang bising dan mengubah metode proses).

b. Media: mengurangi transmisi kebisingan (menjauhkan sumber bising dari pekerja,

mengaborsi dan me-ngurangi pantulan kebisingan secara akustik pada dinding, langit-langit

dan lantai, menutup sumber kebisingan dengan barrier.

c. Tenaga kerja: mengurangi penerimaan bising (penggunaan alat pelindung diri, ruang

isolasi. rotasi kerja, jadwal kerja , dan lain-lain).

4. Mempertimbangkan kelayakan teknis dan ekonomis.

5. Utamakan pencegahan bukan pengobatan, proaktif bukan reaktif, kesejahteraan bukan

santunan.

6. NAB bukanlah garis pemisah antara sakit dan sehat, namun merupakan pedoman.

Penilaian dilakukan dengan memantau kebisingan lingkungan dan kesehatan pendengaran

tenaga kerja (IDKI, 1994).

Program selengkapnya adalah sebagai berikut

I. MONITORING PAPARAN BISING

Tujuan monitoring paparan bising, yang sering juga disebut survei bising, bertujuan untuk :

1. Memperoleh informasi spesifik tentang tingkat kebisingan yang ada pada setiap tempat

kerja.

2. Menetapkan tempat-tempat yang akan diharuskan meng-gunakan APD.

3. Menetapkan pekerja yang harus (compulsory) menjalani pemeriksaan audiometri secara

periodik.

4. Menetapkan kontrol bising (baik administratif maupun teknis).

5. Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan UU yang berlaku.

Prinsip monitoring paparan bising :

Pengukuran dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kualifikasi sebagai berikut :

1. SOP pengukuran harus ada dan jelas.

2. Hasil dikomunikasikan pada manajemen dan pegawai,

- paling lama dalam waktu 2 minggu

- untuk Jamsostek di Indonesia : 2 x 24 jam

Ada 2 macam monitoring paparan bising :

1. Monitoring pendahuluan

22

Page 23: Makalah Blok 28 NIHL

Pengukuran bising pendahuluan untuk menentukan masalah yang potensial berbahaya untuk

pendengaran, berdasarkan lokasi tempat kerja. Survei ini dilaksanakan jika terdapat kesulitan

dalam berkomunikasi, adanya keluhan pekerja bahwa telinga berdengung setelah bekerja.

2. Monitoring bising terperinci

Dilakukan berdasarkan hasil monitoring bising pendahuluan, dengan menetapkan lokasi

khusus yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Pemeriksaan dilakukan secara terperinci

di setiap lokasi. Monitoring bising terperinci dilakukan dalam tiga tahap :

a. Pengukuran lingkungan kerja slow response dengan skala A (dB).

Buat gambar peta bising (luas < = 93 meter). Bila hasil lebih dari 80 dB maka lingkungan

tersebut cukup aman untuk bekerja, sedangkan bila antara 80-92 dB perlu pengukuran dan

tindakan lebih lanjut (skala b).

b. Pengukuran di tempat kerja (<85 dB)

Dilakukan dengan skala B (intensitas bunyi) , pengukuran dengan peta, ukur tempat dan

ruang kerja, ukur maximun dan minimumnya., bila lebih dari 85 dB, lakukan tahap

selanjutnya

c. Lamanya paparan (jumlah jam terpapar)

Buat logbook untuk setiap orang berdasarkan job classification, catat lamanya terpapar

(sekarang digunakan audiometer).

II. KONTROL - engineering dan administratif

Kontrol engineering ditujukan pada sumber bising dan

sebaran bising; contohnya :

1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang

longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain.

2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang.

3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin, kecepatan putaran

atau isolasi.

4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan pukulan.

5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai

berpegas, menyerap suara pada dinding dan langit-langit kerja.

6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara.

7. Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedap suara.

Pengendalian administratif dilakukan dengan cara :

1. Mengatur jadual produksi

23

Page 24: Makalah Blok 28 NIHL

2. Rotasi tenaga kerja

3. Penjadualan pengoperasian mesin

4. Transfer pekerja dengan keluhan pendengaran

5. Mengikuti peraturan

III. EVALUASI AUDIOMETRI

Pengukuran audiometrik sebaiknya dilakukan pada :

1. Pre-employment

2. Penempatan ke tempat bising

3. Setiap tahun, bila bising > 85 dB

4. Saat pindah tugas keluar dari tempat bising

5. Saat pensiun/purna tugas

Tipe audiogram :

1. Pre-employment/preplacement/Baseline

2. Annual monitoring

3. Exit

Policy mengenai audiogram :

1. Base line atau data dasar :

- dalam 6 bulan mulai bekerja di tempat bising (85 dA)

- untuk baseline 14 jam bebas bising, atau menggunakan APD

2. Annual audiogram Bagi yang TWA > 85 dBA

3. Evaluasi :

- setiap tahun dibandingkan dengan base-line

- bila STS (Significant Threshold Shift) > 10 dB (rata-rata pada 2000-3000-4000 Hz), maka

disebut + (positif)

Bila STS (+) maka yang dilakukan adalah :

- periksa dokter

- periksa tempat kerja

- periksa data kalibrasi alat

- komunikasikan dengan karyawan tersebut

- jika karena penyakit, konsulkan ke dokter THT

- periksa ulang dalam waktu 1 (satu) tahun

Bila STS (+) karena pekerjaannya :

- Bila belum menggunakan APD, diharuskan memakai

- Bila sudah memakai, beri petunjuk ulang

24

Page 25: Makalah Blok 28 NIHL

- Komunikasikan dengan pegawai dan atasan secara tertulis

- Bila perlu, konsul THT

Lakukan revisi baseline, bila STS persisten atau membaik

IV. PENGGUNAAN APD

Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat pelindung telinga :

1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat

menutupi liang telinga rapatrapat.

2. Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila tidak nyaman

dipakai.

3. Penyuluhan khusus, terutama tentang cara memakai dan merawat APD tersebut.

Jenis-jenis alat pelindung telinga :

1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)

Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai

membran timpani.

Beberapa tipe sumbat telinga :

a. formable type

b. custom-molded type

c. premolded type

Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB lebih.

2. Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumaural protectors)

Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40- 50 dB

frekuensi 100 - 8000 Hz.

3. Helmet/ enclosure

Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi maksimum 35 dBA pada 250 Hz

sampai 50 dB pada frekuensi tinggi

Pemilihan alat pelindung telinga :

1. Earplug bila bising antara 85 - 200 dBA

2. Earmuff bila di atas 100 dBA

3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan dan kenyamanan

Pedoman yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

25

Page 26: Makalah Blok 28 NIHL

TWA/dBA Pemakaian APD Pemilihan APD

< 85

85-89

90-94

95-99

Tidak wajib

Optional

Wajib

Wajib

Bebas memilih

Bebas memilih

Bebas memilih

Pilihan terbatas

>100 Wajib Pilihan sangat terbatas

APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya,

perusahaan harus menyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan penggunaan APD

tetapi pengendalian secara teknis pada sumber suara.

V. PENDIDIKAN DAN MOTIVASI

Program pendidikan dan motivasi menekankan bahwa program konservasi pendengaran

sangat bermanfaat untuk melindungi pendengaran tenaga kerja, dan mendeteksi perubahan

ambang pendengaran akibat paparan bising. Tujuan pendidikan adalah untuk menekankan

keuntungan tenaga kerja jika mereka memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya.

Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram mereka, sehingga tenaga kerja termotivasi

untuk berpartisipasi melindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui penyuluhan

diharapkan tenaga kerja mengetahui alasan melindungi telinga serta cara penggunaan alat

pelindung telinga

VI. EVALUASI PROGRAM

Evaluasi program ditujukan untuk mengevaluasi hasil program-program konservasi, dengan

sasaran :

1. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya, misalnya pelatihan dan

penyuluhan, kesertaan supervisor dalam program, pemeriksaan masing-masing area untuk

meyakinkan apakah semua komponen program telah dilaksanakan.

2. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada daerah lain yang perlu dikontrol

lebih lanjut.

3. Kontrol engineering dan administratif.

4. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya; bandingkan data audiogram dengan

baseline untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program.

5. APD yang digunakan.

VII. PROGRAM AUDIT

26

Page 27: Makalah Blok 28 NIHL

1. Audit Eksternal, dapat dilakukan program audit oleh pihak luar untuk mengetahui cost-

effectiveness dan cost-benefit dari program konservasi pendengaran.

2. QQ program (Quality Qontrol Program) dilakukan secara internal, terus menerus untuk

menilai efektivitas program konservasi pendengaran

PROGNOSIS

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya

menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka

prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya

ketulian.1,13

KESIMPULAN

1. Bising dengan frekwensi dan intensitas tertentu dapat menyebabkan ketulian yang berupa

tuli saraf dan sifatnya permanen.

2. Pemeriksaan fisik dan pengujian audiometrik mutlak dibutuhkan untuk setiap pekerja yang

dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara berkala selama bekerja dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terutama bising industri.

3. Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya

menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa ataupun pembedahan, maka yang

terpenting dilakukan adalah pencegahan terjadinya ketulian.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: Makalah Blok 28 NIHL

1. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi EA, Iskandar

N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 37-

9.

2. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada

Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kecelakaan Kerja,

Jakarta, 2 Juni, 2001.

3. Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular Publishing Group Inc,

1998. h.137-41.

4. Rabinowitz PM.Noise-induced hearing loss.http://www.findarticles.com/

cf_0/m3225/9_61/62829109/print.jhtml

5. Heggins II ,J. The effects of industrial noise on hearing. http://hubel.

sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.html

6. Mahdi, Sedjawidada R. Prosedur penetuan persentase ketulian akibat bising industri.

Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

7. Oetomo A, Suyitno S. Studi kasus gangguan pendengaran akibat bising di beberapa pabrik

di kota Semarang. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

8. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ. Anatomy and embryology of the ear. Dalam : Lee KJ,

Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery. New York : Elsevier Science

Publishing,1989.h.10-20.

9. Adenan A. Kumpulan kuliah telinga. Bagian THT FK USU/RS Dr.Pirngadi. Medan.

10. Wright A. Anatomy and ultrastructure of the human ear. Dalam : Gleeson M, Ed. Scott

Brown’s Basic sciences. 6th Ed. Great Britain : Butterworth- Heinemann, 1997.h.1/1/28-49.

11. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam : Adams GL,

Boies LR, Higler PH, Ed. Buku ajar penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 1997.h.27-38.

12. Hadjar E. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial.Dalam : Soepardi EA,

Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI,

1990. h. 75-7.

28

Page 29: Makalah Blok 28 NIHL

13. Oedono RMT. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT.

Disampaikan pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 1996.

14. Brookhouser PE, Worthington DW, Kelly WJ. Noise-induced hearing loss.

http://www.uchsc.edu/sm/pmb/envh/noise.htm

15. Melnick W. Industrial hearing conservation. Dalam : Katz J, Ed. Handbook of clinical

audiology. 4th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994.h.534-51.

16. Nasution AK. Pengaruh kebisingan pada pendengaran pandai besi. Skripsi. Bagian THT

FK USU.1991.

17. Harnita N. Pengaruh suara bising pada pendengaran karyawan pabrik gula Sei Semayang

di kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Bagian THT FK USU. 1995.

18. Dobie RA. Noise induced hearing loss. Dalam : Bailey BJ, Ed. Head and neck surgery-

otolaryngology. Vol.2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993.h.1782-91.

19. Alberti PW. Noise and the ear. Dalam : Stephens D, Ed. Scott- Brown’s Adult audiology.

6th ed. Great Britain : Butterworth-Heinemann, 1997.h.2/11/1-34.

29