BAGIAN II PEMBAHASAN
1
BAB 1
HUKUM DASAR KONSTITUSI
A. Definisi Konstitusi Menurut Para Ahli
1. Herman Heller. Konstitusi mempunyai arti yang lebih
luas daripada undang-undang Dasar. Konstitusi tidah
hanya bersifat yuridis, tetapi mengandung pengertian
sosiologisdan politis.
2. Oliver Cromwell. Undang-undang Dasar itu merupakan
“instrumen of govermen”, yaitu bahwa Undang-undang
dibuat sebagai pegangan untuk memerintah. Dalam arti
ini, Konstitusi identik dengan Undang-undang dasar.
3. F. Lassalle. Konstitusi sesungguhnya menggambarkan
hubungan antara kaekuasaan yang terdapat didalam
masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan
nyata didalam masyarakat, misalnya kepala negara,
angkatan perang, partai politik, buruh tani, pegawai,
dan sebagainya.
4. Prayudi Atmosudirdjo. Konstitusi adalah hasil atau
produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang
2
bersangkutan, Konstitusi merupakan rumusan dari
filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan suatu
bangsa. Konstitusi adalah cermin dari jiwa, jalan
pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
konstitusi memiliki dua pengertian yaitu :
1. Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum
dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar.
2. Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar
yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum
dasar yang tidak tertulis / Konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan bearnegara
mempunyai sifat :
1. Merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam prektek
penyelenggaaraan Negara.
2. Tidak beartentangan dengan hukum dasar
tertulis/Undang-Undang Dasar dan bearjalan sejajar.
3. Diterima oleh rakyat negara.
4. Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai
aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang
Dasar.
B. Hukum Dasar Konstitusi
3
Konstitusi sebagai hukum dasar memuat aturan-aturan
dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan bernegara, yang
masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu
dijabarkan lebih lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.
Apabila dikaitkan dengan teori jenjang norma hukum dari
Hans Nawiaski, maka dasar negara pancasila sebagai
Staatfundamentalnorm/norma fundamental negara, dan
undang-undang dasar negara 1945 sebagai staatgrundgesetz
atau aturan dasar atau pokok negara.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum
penting biasanya dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan
digunakan secara luas dalam hukum konon untuk menandakan
keputusan subsitusi tertentu terutama dari
Paus.Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu
sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk
menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun
dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam
artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal).
Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik
konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan
politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi
organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat
beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat
4
konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung
pula arti konstitusi ekonomi.
C. Jenis-Jenis Konstitusi
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi
tertulis (Written Constitution) dan konstitusi tidak
tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti
halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat
dalam undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis”
(ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan.
1. Konstitusi tertulis atau UUD
Yaitu suatu naskah yang memaparkan kerangka dan
tugas-tugas pokok badan-badan pemerintaha suatu
negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-
badan tersebut. paada umumnya, semua negara didunia
dewasa ini mempunyai konstitusi tertulis.
a. Ciri-ciri UUD
Setiap UUD memuat ketentuan mengenai soal-soal
sebagai berikut :
Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan
antara badan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif dalam negara federal, pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dan
pemerintah negara-negara bagian, prosedur
penyelesaian masalah pelanggaran yurisdiksi
5
oleh salah satu badan pemerintah, dan
sebagainya.
Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill Of
Rights jika berbentuk naskah tersendiri).
Prosedur pengubahan UUD.
Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah
sifat tertentu dari UUD.Hal ini, biasanya
terdapat jika para penyusun UUD ingin
menghindari terulangnya kembali hal-hal yang
baru saja diatasi seperti munculnya seorang
diktator atau kembalinya suatu monarki.
b. Sifat UUD
Sifat-sifat UUD antara lain :
UUD lebih besar kewibawaanya daripada konversi.
pelanggaran terhadap UU lebihmudah diketahui
dan dapat diambil tindakan lebih cepat.
UUD biasanya terang dan tegas perumusannya.
Konvensi biasanya timbul dari kebiasaan dan
terkadang sulit menetapkan kapan suatu
kebiasaan menjadi konvensi.
Adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
2. Konstitusi Tidak Tertulis atau Konvensi
Konstitusi tidak tertulis (nondokumentary
constitution) atau konvensi yaitu peraturan yang
6
tidak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam
praktik penyelenggaraan negara. Konstitusi tidak
tertulis / konvensi merupakan kebiasaan
ketatanegaraan yang sering timbul.
a. Syarat dan Sifat Konvensi
Konvensi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Merupakan kebiasaan yang terus berulang dan
terpelihara dalam praktik penyelenggaraan
negara.
Tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan
sejajar.
Diterima oleh Seluruh Rakyat.
Bersifat sebagai pelengkap, sehingga
memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang
tidak terdapat dalam UUD.
Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J.
Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia
mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan
Kanada. Di beberapa negara terdapat dokumen yang
menyerupai konstitusi, namun oleh negara tersebut tidak
disebut sebagai konstitusi. Dalam buku yang berjudul The
Law and The Constitution, Ivor Jenning menyebutkan di
dalam dokumen konstitusi tertulis yang dianut oleh
Negara-negara tertentu yang mengatur tentang:
7
1. Adanya wewenang dan tata cara bekerja suatu lembaga
kenegaraan.
2. Adanya ketentuan hak asasi yang dimiliki oleh warga
negara yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah.
Tidak semua lembaga-lembaga pemerintahan dapat diatur
dalam poin 1 dan tidak semua hak-hak warga negara diatur
dalam poin 2. Seperti halnya di negara Inggris. Dokumen-
dokumen yang tertulis hanya mengatur beberapa lembaga
negara dan beberapa hak asasi yang dimiliki oleh rakyat,
satu dokumen dengan dokumen lainya tidak sama.
Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan
sangat pendek. Konstitusi yang terpanjang adalah India
dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay
332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama
271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218
pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa di
Belanda 210 pasal. Konstitusi terpendek adalah Spanyol
dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal,
Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal,
Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.
(Sumber : http://jadibocah.blogspot.com/2012/11/macam-
macam-konstitusi.html
6 Desember 2014)
8
D. Tujuan Konstitusi
Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata
tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan
konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah
masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama
dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah
konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas
dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu
sendiri. Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir
sama dengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih
terkait dengan:
1.Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang
dan tugasnya masing-masing.
2.Hubungan antar lembaga negara.
3.Hubungan antar lembaga negara(pemerintah) dengan warga
negara (rakyat).
4.Adanya jaminan atas hak asasi manusia.
5.Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan
tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam
suatu konstitusi tidak menjamin bahwa konstitusi
tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang
memiliki lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam
konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah
penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam
9
konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang
diatur diluar konstitusi mendapat perlindungan lebih
baik dibandingkan dengan yang diatur di dalam
konstitusi.Dengan demikian banyak negara yang memiliki
aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki
kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada
konstitusi.
Konstitusi selalu terkait dengan paham
konstitusionalisme. Walton H. Hamilton menyatakan
“Constitutionalism is the name given to the trust which
men repose in the power of words engrossed on parchment
to keep a government in order. Untuk tujuan to keep a
government in order itu diperlukan pengaturan yang sede-
mikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses
pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana
mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekua-saan ini
secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk
merespons perkembangan peran relatif kekuasaan umum
dalam kehidupan umat manusia.
E. Kedudukan Konstitusi
Dalam kehidupan suatu Negara, konstitusi mempunya
kedudukan resmi atau formal yang relatif sama dengan
konstitusi Negara-negara lain yaitu:
10
1. Konstitusi sebagai Hukum Dasar. Konstitusi sebagai
hukum dasar karena berisikan aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan tentang hal-hal yang mendasar
dalam kehidupan suatu Negara, seperti secara khusus
memuat aturan tentang Lembaga-Lembaga serta
kewenangannya.
2. Konstitusi sebagai Hukum Tertnggi. Konstitusi sebagai
hukum artinya aturan-aturan yang ada dibawahnya harus
sesuai dan atau tidak bertentangan dengan konstitusi
serta harus ditaati bukan hanya oleh rakyat saja
melainkan juga harus ditaati oleh penguasa atau
pemerintah.
F. Sifat Konstitusi
Konstitusi Negara ada yang bersifat luwes/supel
(flexible) dan ada pula bersifat kaku (rigid).
Konstitusi dikatakan luwes/supel/flexible apabila
konstitusi memungkinkan untuk adanya perubahan sewaktu-
waktu sesuai dengan perkembangan masyaraktnya atau
perkembangan zaman, contohnya konstitusi di Inggris dan
Selaindi Baru. Sedangkan konstitusi dikatakan kaku/rigid
apabila konstitusi itu dalam perubahannya melalui
prosedur yang sangat sulit dengan maksud agar tidak
mudah diubah hukum dasarnya atau konstitusi tersebut,
11
contohnya konstitusi di Amerika, Kanada, Jerman
Indonesia.
G. Nilai konstitusi
1.Nilai normatif
Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi
diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi
itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal),
tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti
berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan
konsekuen.
2.Nilai nominal
Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut
hukum berlaku, tetapi tidak sempurna.
Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal
tertentu tidak berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal
yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh
wilayah negara.
3.Nilai semantik
Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku
hanya untuk kepentingan penguasa saja. Dalam
memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan
konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan
politik.
12
(Sumber : http://www.pustakasekolah.com/pengertian-
konstitusi.html 6 Desember 2014)
BAB 2
UNDANG-UNDANG DASAR (UUD) 1945
A. PengertianUndang-UndangDasar 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, atau disingkat UUD 1945 adalah hukum dasar
tertulis,dan juga konstitusi pemerintahan negara
Republik Indonesia saat ini. Undang-Undang Dasar 1945
adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan
dan pasal-pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan
terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat
terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-
Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai
13
dengan Bab XVI) dan 72 pasal (pasal 1 sampai dengan
pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan
2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA dihapus,
dalam amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan
kesatuan UUD 1945.
B. Keseluruhan Naskah
Naskah UUD 1945 resmi telah dimuat dan disiarkan
dalam “Berita Republik Indonesia” Tahun II No. 7 yang
terbit tanggal 15 Februari 1946, suatu penerbitan resmi
Pemerintah RI. Sebagaimana kita ketahui Undang-Undang
Dasar 1945 itu telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indoneisa (PPKI) dan mulai berlaku pada
tanggal 18 Agustus 1945. Rancangan UUD 1945 dipersiapkan
oleh suatu badan yang bernama Badan Penyelidik Usaha-
usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai, suatu badan bentukan
Pemerintah Penjajah Jepang untuk mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam rangka persiapan
kemerdekaan Indonesia.
Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu
kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-
bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dengan demikian pengertian UUD 1945 dapat digambarkan
sebagai berikut:
14
UUD 1945
Pembukaan
Terdiri dari: 4 Alinea
Alinea 4 : Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila
dan Pasal
Pasal
Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab)
Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72 Pasal), ditambah 3 Pasal
Aturan Peralihan
dan 2 Pasal Aturan Tambahan.
C. Hukum Dasar Tertulis
1.Sifat UUD 1945
a. UUD 1945 bersifat supel (elastis)
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat
itu terus berkembang dan dinamis. Negara Indonesia
akan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan
perubahan zaman. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
harus tetap menjaga supaya sistem Undang-Undang
Dasar tidak ketinggalan zaman.
b. Rigid (memuat aturan pokok dan terdiri dari 37
pasal)
Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi
dari peraturan perundang-undangan yang lain, serta
15
hanya dapat diubah dengan cara khusus dan
istimewa. Undang-undang dasar hanya memuat 37
pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan
tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika
dibandingkan dengan undang-undang dasar Pilipina.
Maka telah cukup jika Undang-undang Dasar hanya
memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-
garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah
pusat dan penyelenggara negara lainnya untuk
menyelenggarakan kehidupan bernegara. Hukum dasar
yang tertulis hanya memuat aturan-aturan pokok,
sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan
aturan pokok itu diserahkan kepeda undang-undang
yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan
mencabut. Perlu senantiasa diingat dinamika
kehidupan masyarakat dan negara Indonesia.
Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, jaman
berubah, oleh karena itu dinamika kehidupan
masyarakat dan negara tidak bisa dihentikan.
Berhubungan dengan hal ini, tidak bijak jika
tergesa-gesa memberi kristalisasi, meberi bentuk
(Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang mudah
berubah. Sifat aturan yang tertulis itu mengikat.
Oleh karena itu maakin supel (elastis) sifat
aturan tersebut akan semakin baik. Jadi kita harus
16
menjaga supaya system Undang-Undang Dasar tidak
ketinggalan jaman. Jangan sampai kita membuat
Undang-undang yang mudah tidak sesuai dengan
keadaan (verouderd).
2.Fungsi UUD 1945
Di atas telah dibahas tentang apa yang dimaksud
dengan UUD 1945. Dari pengertian tersebut dapatlah
dijabarkan bahwa UUD 1945 mengikat pemerintah,
lembaga-lembaga negara, lembaga masyarakat, dan juga
mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun
mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang
berada di wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai
hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma, dan aturan-
aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua
komponen tersebut di atas.
3.Kedudukan UUD 1945 Sebagai Hukum Tertinggi
a. Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa,
melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang
tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum
seperti undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan
atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan
dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi,
yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-
undangan tersebut harus dapat
17
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD
1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum negara. Dalam kedudukan
yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata
urutan perundangan atau hierarki peraturan
perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang
tertinggi.
b. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber
hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum di
Indonesia. Produk-produk hukum seperti undang-
undang, peraturan pemerintah atau peraturan
presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan
atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan
bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang
pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
c. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi
sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945
mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah
sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih
tinggi, dan pada akhirnya apakah norma-norma hukum
tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan
UUD 1945. Selain itu UUD 1945 juga memiliki fungsi
sebagai pedoman atau acuan dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
18
( Sumber :
http://syamsuddinjepo.blogspot.com/2013/01/pengertian-
sifat-kedudukan-uud-1945.html 6 Desember 2014)
BAB 3
PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
A. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Sumber Motivasi dan Aspirasi
Sumber Undang undang dasar 1945 beserta pokok pokok
pikiran yang terkandung dalam pembukaan undang undang
dasar 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum
yang berlaku di Indonesia. Pembukaan undang undang dasar
19
1945 juga merupakan sumber motivasi dan aspirasi
perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai
tujuan nasional.
B. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Sumber Cita-Cita Hukum dan
Moral
Pembukaan UUD 1945 juga mengandung pokok pokok
pikiran yang merupakan sumber dari cita cita hukum dan
cita cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam
lingkungan nasional maupun dalam hubungannya dengan
bangsa lain didunia.
C. Nilai-Nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan
khidmat dari empat alinea, setiap alinea dan kata
katanya, mempunyai nilai nilai yang universal dan
lestari.
1. Dikatakan universal karena ia mengandung nilai nilai
yang dijunjung tinggi oleh bangsa bangsa yang beradab
diseluruh muka bumi.
2. Dikatakan lestari karena ia mampu menampung dinamika
masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan
bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia
kepada proklamasi 17 Agustus 1945.
20
Negara kita adalah Negara berdasarkan atas hukum,
hal ini berarti bahwa kehidupan bernegara, kehidupan
bermasyarakat, dan kehidupan orang perorangan diatur
oleh hukum. Semua pihak tanpa kecuali harus menjunjuang
tinggi hukum, hal ini berarti bahwa setiap orang, setiap
pejabat, bahkan pemerintah dan aparatur pemerintahan
sendiri harus tunduk dan taat kepada hukum, serta
melaksanakan hak dan kewajiban, wewenangnya sesuai
dengan aturan hukum.
Kedudukan hukum yang demikian sentral dalam
mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat, menuntut
bahwa hukum harus diketahui dan dipahamai oleh seluruh
lapisan masyarakat. Dengan pengetahuan dan pemahaman
sebagaimana tersebut diharapkan masyarakat menghayati
dan melaksanakan hukum serta bertingkah laku sesuai
dengan hukum.
(Sumber :
www.soegenghardjowinoto.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/
Pembukaan-UUD-45.docx 7 Desember 2014)
21
BAB 4
MAKNA PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
A. Makna Alinea Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
1. Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945
Alinea pertama Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, menunjukkan keteguhan dan tekad
bangsa Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan dan
menentang penjajahan. Pernyataan ini tidak hanya
22
tekad bangsa untuk merdeka, tetapi juga berdiri di
barisan paling depan untuk menghapus penjajahan di
muka bumi.
Alinea ini memuat dalil objektif, yaitu bahwa
penjajahan di atas dunia tidak sesuai dengan
perikemanusian dan perikeadilan dan kemerdekaan
merupakan hak asasi semua bangsa di dunia. Dalil ini
menjadi alasan bangsa Indonesia untuk berjuang
memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan. Juga
membantu perjuangan bangsa lain yang masih terjajah
untuk memperoleh kemerdekaan. Penjajahan tidak sesuai
dengan perikemanusiaan, karena memandang manusia
tidak memiliki derajat yang sama. Penjajah bertindak
sewenang-wenang terhadap bangsa dan manusia lain.
Sejarah bangsa Indonesia selama penjajahan
memperkuat keyakinan bahwa penjajahan harus
dihapuskan. Juga tidak sesuai perikeadilan, karena
penjajahan memperlakukan manusia secara
diskriminatif. Manusia diperlakukan secara tidak
adil, seperti perampasan kekayaan alam, penyiksaan,
perbedaan hak dan kewajiban. Pernyataan ini obyektif
karena diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab di
dunia.
Alinea pertama juga mengandung dalil subjektif,
yaitu aspirasi bangsa Indonesia untuk melepaskan diri
23
dari penjajahan. Bangsa Indonesia telah berjuang
selama ratusan tahun untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Perjuangan ini didorong oleh penderitaan
rakyat Indonesia selama penjajahan, dan kesadaran
akan hak sebagai bangsa untuk merdeka. Perjuangan
juga didorong keinginan supaya berkehidupan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakaan kemerdekaan
Indonesia. Seperti ditegaskan dalam alinea III
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kedua makna dalam alinea pertama meletakkan tugas
dan tangung jawab kepada bangsa dan negara serta
warga negara Indonesia untuk senantiasa melawan
penjajahan dalam segala bentuknya. Juga menjadi
landasan hubungan dan kerja sama dengan negara lain.
Bangsa dan negara, termasuk warga negara harus
menentang setiap bentuk yang memiliki sifat
penjajahan dalam berbagai kehidupan. Tidak hanya
penjajahan antara bangsa terhadap bangsa, tetapi juga
antar manusia, karena sifat penjajahan dapat dimiliki
dalam diri manusia.
2. Alinea Kedua Pembukaan UUD 1945
Alinea kedua menunjukkan ketepatan dan ketajaman
penilaian bangsa Indonesia
a. Bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai
tingkat yang menentukan.
24
b. Bahwa momentum yang telah dicapai harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
c. Kemerdekaan harus diisi dengan mewujudkan negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur.
Alinea ini menunjukkan kebanggaan dan penghargaan
atas perjuangan bangsa Indonesia selama merebut
kemerdekaan. Ini berarti berarti kesadaran bahwa
kemerdekaan dan keadaan sekarang tidak dapat
dipisahkan dari keadaan sebelumnya. Kemerdekaan yang
diraih merupakan perjuangan para pendahulu bangsa
Indonesia. Mereka telah berjuang dengan mengorbankan
jiwa raga demi kemerdekaan bangsa dan negara.
Juga kesadaran bahwa kemerdekaan bukanlah akhir
dari perjuangan bangsa. Kemerdekaaan yang diraih
harus mampu mengantarkan rakyat Indonesia menuju
cita-citan nasional yaitu negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Negara yang
“merdeka” berarti negara yang terbebas dari
penjajahan bangsa lain. “ Bersatu” menghendaki bangsa
Indonesia bersatu dalam negara kesatuan bukan bentuk
negara lain. Bukan bangsa yang terpisah-pisah secara
geografis maupun sosial.
Kita semua adalah satu keluarga besar Indonesia.
“Berdaulat” mengandung makna sebagai negara, maka
25
Indonesia sederajat dengan negara lain, yang bebas
menentukan arah dan kebijakan bangsa, tanpa campur
tangan negara lain. “Adil” mengandung makna bahwa
negara Indonesia menegakkan keadilan bagi warga
negaranya. Keadilan berarti adanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban warga negara. Hubungan
antara negara dengan warga negara, warga negara
dengan warga negara, warga negara dengan warga
masyarakat dilandasi pada prinsip keadilan. Negara
Indonesia hendak mewujudkan keadilan dalam berbagai
kehidupan secara politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan.
Makna “makmur” menghendaki negara mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga negara
negaranya. Kemakmuran tidak saja secara materiil,
tetapi juga mencakup kemakmuran secara spiritual atau
batin atau kebahagiaan. Kemakmuran yang diwujudkan
bukan kemakmuran untuk perorangan atau kelompok,
namun kemakmuran bagi seluruh masyarakat dan lapisan
masyarakat. Sehingga prinsip keadilan, kekeluargaan
dan persatuan melandasi perwujudan kemakmuran warga
negara. Inilah cita-cita nasional yang ingin dicapai
oleh bangsa Indonesia dengan membentuk negara.
Kemerdekaaan bukanlah akhir dari perjuangan bangsa,
26
namun harus diisi dengan perjuangan mengisi
kemerdekaan dengan mewujudkan cita-cita nasional.
3. Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945
Alinea ketiga memuat bahwa kemerdekaan didorong
oleh motivasi spiritual yaitu kemerdekaan yang
dicapai oleh bangsa Indonesia merupakan atas berkas
rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Ini merupakan
perwujudan sikap dan keyakinan bangsa Indonesia
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Alinea ketiga secara
tegas menyatakan kembali kemerdekaan Indonsia yang
telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Melalui alinea ini bangsa Indonesia menyadari bahwa
tanpa rahmat Tuhan yang Maha Kuasa, maka bangsa
Indonesia tidak akan merdeka. Kemerdekaaan yang
dicapai tidak semata-mata hasil jerih payah
perjuangan bangsa Indonesia, tetapi juga atas kuasa
Tuhan Yang Maha Esa.
Juga memuat motivasi riil dan material yaitu
keinginan luhur bangsa supaya berkehidupan yang
bebas. Kemerdekaan merupakan keinginan dan tekad
seluruh bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang
bebas merdeka. Bebas dari segala bentuk penjajahan ,
bebas dari penindasan, bebas menentukan nasib
sendiri. Niat yang luhur ini menjadi pendorong bangsa
27
Indonesia untuk terus berjuang melawan penjajahan dan
meraih kemerdekaan.
Keyakinan dan tekad yang kuat untuk memperoleh
kemerdekaan dan keyakinan akan kekuasaaan Tuhan,
menjadi kekuatan yang menggerakkan bangsa Indonesia.
Persenjataan yang sederhana dan tradisional tidak
menjadi halangan untuk berani melawan penjajah yang
memiliki senjata lebih modern. Para pejuang bangsa
yakin bahwa Tuhan akan memberikan bantuan kepada
umatnya yang berjuang melawan kebenaran.
Banyak peristiwa sejarah dalam perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajah, memperoleh kemenangan
walaupun dengan segala keterbatasan senjata,
organisasi dan sumber daya manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa tekad yang kuat dan keyakinan pada
kekuasaaan Tuhan, dapat menjadi faktor pendorong dan
penentu keberhasilan sesuatu.
Alinea ketiga mempertegas pengakuan dan
kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Manusia merupakan mahluk Tuhan yang terdiri atas
jasmani dan rohani. Manusia bukanlah mesin yang tidak
memiliki jiwa. Berbeda dengan pandangan yang
beranggapan bahwa manusia hanya bersifat fisik
belaka.Ini menegaskan prinsip keseimbangan dalam
28
kehidupan secara material dan spiritual, kehidupan
dunia dan akhirat, jasmani dan rohani.
4. Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945
Alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memuat prinsip-prinsip negara
Indonesia, yaitu :
a. Tujuan negara yang akan diwujudkan oleh pemerintah
negara
b. Ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar,
c. Bentuk negara, yaitu bentuk republik yang
berkedaulatan rakyat
d. Dasar negara yaitu Pancasila
Negara Indonesia yang dibentuk memiliki tujuan
negara yang hendak diwujudkan, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Keempat tujuan negara tersebut
merupakan arah perjuangan bangsa Indonesia setelah
merdeka. Kemerdekaan yang telah dicapai harus diisi
dengan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan
tujuan negara. Sehingga secara bertahap terwujud
cita-cita nasional yaitu negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
29
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menghendaki diadakannya Undang-Undang Dasar
dalam hal ini adalah batang tubuh atau pasal-pasal.
Kehendak ini menegaskan prinsip Indonesia sebagai
negara hukum. Pemerintahan diselenggarakan
berdasarkan konstitusi atau peraturan perundang-
undangan, tidak atas dasar kekuasaan belaka. Segala
sesuatu harus berdasarkan hukum yang berlaku. Setiap
warga negara wajib menjunjung tinggi hukum, artinya
wajib mentaati hukum.
Prinsip bentuk negara yaitu susunan negara
republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
Republik merupakan bentuk pemerintahan di mana
pemerintah dipilih oleh rakyat. Berbeda dengan bentuk
kerajaan di mana pemerintah sebagian bersifat turun
temurun. Bentuk ini sejalan dengan kedaulatan rakyat
yang bermakna kekuasaan tertingi dalam negara
dipegang oleh rakyat. Rakyat yang memiliki kekuasaan
untuk menyelenggarakan pemerintahan, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan rakyat.
Alinea keempat memuat dasar negara Pancasila
yaitu “…dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
30
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kelima sila
Pancasila merupakan satu kebulatan utuh, satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Rumusan Pancasila
dimuat dalam Pembukaan maka secara yuridis-
konstitusional adalah sah, berlaku, dan mengikat
seluruh lembaga negara, lembaga masyarakat, dan
setiap warga negara.
(Sumber : http://www.plengdut.com/2014/08/makna-alinea-
pembukaan-uud-negara.html 6 Desember 2014)
B. Pokok Pikiran Pada Pembukaan UUD 1945.
Amandemen pada UUD 1945 kiranya perlu di
koreksi ,sejauh mana amandemen itu sudah mencerminkan
pokok-pokok pikiran yang ada pada Pembukaan UUD 1945.
Dalam kenyataannya amandemen yang dilakukan para
reformis itu tidak nyambung dengan pokok-pokok pikiran
dan ini tentunya akan membawah konsekuensi bahwa UUD
hasil amandemen telah menyeleweng dari pokok-pokok
pikiran UUD 1945. Menjadi sebuah keanehan apabila
pembukaan dan batang tubuh tidak nyambung dan apalagi
dengan diamputasi nya penjelasan semakin mengkaburkan
tujuan bernegara kita . Dalam pembukaan tidak hanya
sekedar mengandung pokok-pokok pikiran lebih jauh roh
31
bangsa ini ada disana. Amandemen UUD 1945 telah telah
mengesampingkan roh bangsa ,sehingga antara batang tubuh
dan preambule tidak padu menjadi satu kesatuan yang utuh.
Pembukaan UUD1945 yang memuat dasar negara kita
itu, keberadaannya sebaiknya tidak perlu dipersoalkan
karena pembukaan sudah mempunyai kedudukan yang kuat dan
final setelah melalui perenungan filosofis yang mendalam
dan melewati proses perumusan yang sangat demokratis.
Mengubah pembukaan UUD1945 hanya akan menjebak bangsa
Indonesia ke dalam pertikaian politik yang mungkin
penyelesaiannya jauh lebih rumit dibandingkan dengan
situasi pada saat bangsa dan negara ini dibangun dulu.
Dalam uraian dibawah akan dibentangkan juga betapa
penting kedudukan fungsi UUD 1945 itu dalam sistem hukum
Indonesia. Sekalipun demikian, di antara semua bagian
UUD 1945itu, Pembukaan adalah bagian mendasar karena
menjadi sumber norma hukum dalamsistem hukum Indonesia.
Posisi yang demikian strategis diperkuat antara lain
oleh Ketetapan MPRS Nomor. XX/MPRS/1966, yang kemudian
dikukuhkan dengan ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 dan
Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/1978. Ketetapan MPRS tersebut
saat ini telah diganti dengan Ketetapan MPR Nomor
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan.
32
Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok
pikiran yang tidak lain adalah cita-cita bangsa
Indonesia berdasarkan Pancasila. Pokok-pokok pikiran itu
lalu dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal Batang
Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. inilah yang dimaksud oleh
kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945; "Undang-undang
dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam Pembukaan dalam pasal-pasalnya".
Pembukaan UUD 1945 terdiri dari empat alinea dan
empat pokok pikiran. Walaupun jumlah sama-sama empat,
pengertian alinea di sini tidak identik dengan pokok
pikiran.Jadi, tidak berarti Alinea I mengandung Pokok
Pikiran I, Alinea II mengandung Pokok Pikiran II, dan
seterusnya. Pokok-pokok pikiran tersebut terkandung
dalam keseluruhan alinea Pembukaan UUD 1945.
1. Alinea I memuat dasar/motivasi pernyataan kemerdekaan
Indonesia.
Di dalamnya (secara obyektif) dinyatakan bahwa
segala bentuk penjajahan di atas dunia ini tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikedilan. Untuk
itu (secara subyektif) bangsa Indonesia memiliki
aspirasi untuk membebaskan diri dari penjajahan itu
guna membangun masa depan bersama yang lebih baik.
2. Alinea II memuat cita-cita kemerdekaan bangsa
Indonesia.
33
Dengan pernyataan kemerdekaan Indonesiaitu
berarti perjuangan pergerakan kemerdekaan telah
sampai pada saat yang berbahagia. Pernyataan
kemerdekaan itu sendiri barulah awal dari proses
pembangunan bangsa ini menuju kepada negara yang
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
3. Alinea III memuat pernyataan kemerdekaan bangsa
Indonesia.
Di situ ditegaskan bahwa kemerdekaan bangsa
Indonesia itu selain upaya manusia, juga tidak
terlepas dari berkat rahmat Allah Yang Mah Kuasa.
Dengan demikian tampak jelas ada keseimbangan antara
motivasi material dan spiritual dari pernyataan
kemerdekaan bangsa Indonesia itu. Keseimbangan ini
pula yang selalu eksis dalam pernjuangan mengisi
kemerdekaan berupa pembangunan nasional sebagai
pengalaman Pancasila.
4. Alinea IV memuat tujuan nasional, penyusunan negara
hukum, benttuk negara Republik Indonesia,negara
berkedaulatan rakyat, dan lima dasar negara (yang
kemudian dikenal dengan Pancasila).
Fungsi dan tujuan negara Indonesia secara
gambling ditegaskan dalam alinea ini, yakni untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan dunia
34
yang berdasarkan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk menjalankan fungsi dan mencapai tujuan yang
mulia tersebut, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang
dasar (UUD1945). Di situ juga ditegaskan bahwa bentuk
negara yang dipilih adalah republik, yang
berkedaulatan rakyat berdasar Pancasila.
Semua alinea Pembukaan UUD 1945 di atas, apabila
ditelaah secara mendalam, ternyata diilhami oleh empat
pokok pikiran.
1. Pokok Pikiran I : Persatuan
Menyatakan, bahwa negara melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini sekaligus
berarti, dalam Pembukaan UUD 1945 diterima aliran
pengertian (paham) negara persatuan, negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya,
mengatasi asegala paham golongan dan perseorangan.
Aliran inilah yang kemudian dikenal sebagai paham
Negara persatuan (integralistik atau kekeluargaan).
35
Tampak di sini, bahwa pokok pikiran ini identik
dengan Sila ke-3 dari Pancasila.
2. Pokok Pikiran II : Keadilan Sosial
Menyatakan, bahwa negara hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok
pikiran ini identik dengan Sila ke-5 dari Pancasila.
3. Pokok Pikiran III : Kedaulatan Rakyat
Menyatakan, bahwa negara berkedaulatan rakyat,
berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan
kedaulatan dan berdasar atas permusyawaratan
perwakilan. Di sini secara jelas tampak bahwa pokok
pikiran ini identik dengan Sila ke-4 dari Pancasila.
4. Pokok Pikiran IV : Ketuhanan Menurut Kemanuaiaan Yang
Adil dan Beradab
Menyatakan, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintahan dan lain-
lain penyelenggara Negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini
identik dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila.
36
Pembukaan UUD 1945 juga dapat dinyatakan sebagai
pernyataan kemerdekaan yang terinci, yang mengandung
cita-cita luhur Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sumber dari segala sumber hukum yang meliputi
pandangan hidup, kesadaran, cita hukum, cita-cita
moral yang meliputi kemerdekaan individu, kemerdekaan
bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial perdamaian
nasional dan mondial, cita politik mengenai sifat,
bentuk dan tujuan negara kehidupan kemasyarakatan,
keagamaan sebagai pengejawantahan budi nurani manusia
telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar negara
Pancasila.
Pancasila adalah falsafah bangsa Indonesia.
Sebagai filsafat, sila-sila Pancasila itu tersusun
secara sistematis (teratur/berurutan). Keempat pokok
pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu
(yang tidak lain adalah sila-sila Pancasila itu
sendiri) merupakan perwujudan operasional dari
filsafat Pancasila.
Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan secara
tegas, bahwa Undang-Undang Dasar menciptakan pokok
pikiran yang terkandung dalam Pembukaan dalam pasal-
pasalnya. Kalimat ini mengandung pengertian bahwa
pokok-pokok pikiran dari Pembukaan UUD 1945 yang
37
tidak lain adalah Pancasila itu sendiri, dijabarkan
dalam pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945.
Logika berpikir tersebut sejalan dengan Teori
Jenjang yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dan Hans
Nawiasky. Menurut teori ini, norma yang derajat
kedudukannya lebih tinggi selalu menjadi sumber bagi
norma yang lebih rendah. Sebaliknya, norma yang lebih
rendah berperan untuk menjabarkan norma-norma yang
lebih tinggi. Dengan perkataan lain, dalam sudut
pandang teori Hans Nwiasky, nilai-nilai dasar
Pancasila dikonkretkan dalam norma hukum yang lebih
bawah, yang lazim disebut aturan dasar/pokok negara
(Staatsgrundesetz). Apa bukti dari penjabaran ini?
Jika kita melihat pada Sila ke-1 Pancasila (Pokok
Pikiran IV dari Pembukaan UUD 1945), tampak jelas
keterkaitannya dengan Pasal 29 Batang Tubuh UUD 1945.
jadi, Pasal 29 tersebut merupakan penjabaran dari
Sila ke-1 Pancasila. Apabila kita ingin mengetahui
bagaimana penafsiran Sila Pertama Pancasila, maka
tiada jalan lain, kecuali harus melalui ketentuan
Pasal 29 itu.
Demikian pulahalnya dengan Sila ke-2 Pancasila
(Pokok Pikiran IV Pembukaan UUD 1945), yang
dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 26 s.d. 34 Batang
Tubuh UUD 1945. Sila ke-3 Pancasila (Pokok Pikiran I
38
Pembukaan UUD 1945) dijabarkan dalam Pasal 1 ayat
(1), 35, dan 36. Sila ke-4 Pancasila (Pokok Pikiran
III) dijabarkan dalam Pasal 1 ayat (2), 3, 28 dan 37.
Sila ke-5 Pancasila (Pokok Pikiran II Pembukaan
UUD1945) dijabarkan dalam Pasal 23, 27 s.d. 34.
Undang-Undang Dasar 1945 itu memang singkat,
namun juga supel (elastis, kenyal) karena hanya
memuat aturan-aturan pokok. Aturan-aturan ini dimuat
dalam Batang Tubuh. Untuk menyelenggarakan aturan-
aturan pokok itu dijabarkan lebih lanjut dengan
undang-undang (dan peraturan lainnya). Seperti
dinyatakan dalam Penjelasan UUD 1945, kita harus
memiliki semangat untuk menjaga supaya sistem undang-
undang dasar kita itu jangan sampai ketinggalan jaman
atau lekas usang (verouderd). Penjelasan UUD 1945
menyetakan, "Yang sangat penting penyelenggara
negara,semangat para pemimpin pemerintahan.
Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut
kata-katanya bersifat kekeluargaan (faham negara
persatuan, penulis), apabila semangat para
penyelenggara, para pimimpin pemerintahan itu
bersifat perseorangan, Undang-Undang dasar tadi tentu
tidak ada artinya dalam praktek.Sebaliknya, meskipun
Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi
jika semangat para penyelenggara pemerintahan baik,
39
Undang-Undang dasar itu tentu tidak akan merintangi
jalannya negara".
Redaksi kalimat di atas menunjukkan bahwa
Pembentukan UUD 1945 sendiri tidak menutup diri
terhadap adanya perubahan-perubahan dalam Batang
Tubuh UUD 1945 itu. Kendati demikian, diamanatkan
pula bahwa motivasi atas perubahan itu adalah harus
didorong oleh semangat perbaikan dalanm kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(Sumber : http://www.plengdut.com/2014/08/makna-alinea-
pembukaan-uud-negara.html 6 Desember 2014)
BAB 5
40
PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 MERUPAKAN PERNYATAAN
KEMERDEKAAN TERPERINCI
A. Hakekat Pembukaan UUD 1945
A. Pembukaan UUD 1945 Merupakan Pernyataan Kemerdekaan
Yang Terperinci
TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, diantaranya menyebutkan
bahwa :
“Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Pernyataan
Kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita
luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan
yang memuat Pancasila sebagi Dasar Negara, merupakan
suatu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat dirubah
oleh siapapun juga, termasuk MPRS hasil pemilihan
umum, yang berdasarkan pasal 3 dan pasal 37 Undang-
Undang Dasar berwenang menetapkan dan merubah Undang-
Undang Dasar karena merubah isi Pembukaan berarti
pembubaran Negara…” dengan demikian tidak merubah
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sesuai
dengan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Hal ini
menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan
dalam bentuk negara Indonesia merdeka, berdaulat,
bersatu, adil dan makmur, dengan berdasarkan asas
kerohanian Pancasila.
41
B. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok Kaidah Fundamental
Negara
Artinya UUD 1945 dalam hukum memiliki kedudukan yang
tetap, kuat dan tidak berubah. Hal ini terletak pada
kelangsungan hidup negera yang telah dibentuk dengan
proklamasi kemerdekaan sebagai satu rangkaian kesatuan
organik dalam kesatuan negara Republik Indonesia.
C. Pembukaan UUD 1945 Menurut Hierarki Tertib Hukum
Pembukaan UUD 1945 menurut hierarki tertib hukum
adalah peraturan yang tertinggi merupakan dasar hukum
diadakannya UUD negara, sehingga terjalin adanya
hubungan kausal-organik antara Pembukaan UUD 1945
dengan pasal-pasalnya.
D. Proklamasi Kemerdekaan Dengan Pembukaan UUD 1945
Merupakan Suatu Kesatuan Yang Bulat.
Proklamasi kemerdekaan mempunyai hubungan yang erat,
tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 terutama bagian
Pembukaan UUD 1945. Proklamasi kemerdekaan dengan
Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kesatuan yang
bulat.
E. Pembukaan UUD 1945 Adalah Amanat Dari Proklamasi
Apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan
suatu amanat yang luhur dan suci dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
42
B. Pembukaan UUD 1945 Merupakan Penjelasan dan Konsekuensi
Proklamasi
1. Pembukaan UUD 1945 alinea 1, 2 dan 3 merupakan
penjelasan dari proklamasi
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
2. Pembukaan UUD 1945 alinea 1, 2 dan 3 merupakan
konsekuensi dari proklamasi
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
43
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Sumber : http://www.artikelbagus.com/2012/02/hubungan-
antara-proklamasi-kemerdekaan-dan-uud-
1945.html#ixzz3L8KxPijn 6 Desember 2014)
44
BAB 6
HUBUNGAN PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN PROKLAMASI 17-8-1945
A. Penjelasan
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan
titik kulminasi atau puncak perjuangan bangsa Indonesia
yang berabad-abad lamanya yang dijiwai pancasila. Dalam
pembukaan UUD 1945 itu tertuang pokok-pokok pikiran:
paham Negara persatuan, Negara yang hendak mewujudkan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, Negara
yang berkedaulatan rakyat, Negara berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang tidak lain adalah jiwa pancasila. Hubungan
antara proklamasi kemerdekaan dengan pembukaan UUD 1945
erat sekali, karena:
1. Pembukaan UUD 1945 tidak lain adalah penuangan jiwa
proklamasi, yaitu jiwa Pancasila.
45
2. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci cita-
cita luhur proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kalau proklamasi kemerdekaan merupakan suatu
“Proclamation of Independence” maka pembukaan UUD 1945
adalah Declaration of Independence. Pembukaan UUD 1945
adalah pernyataan kemerdekaan yang mengandung cita-cita
luhur proklamasi kemerdekaan itu. Mengubah Pembukaan UUD
1945 berarti mengubah isi dan cita-cita luhur
proklamasi. Mengubah pembukaan UUD 1945 berarti
pembubaran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
demikian Pembukaan merupakan Deklarasi Kemerdekaan
Indonesia yang memuat cita-cita luhur daripada
proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Proklamasi tidak akan
mempunyai arti tanpa deklarasi, sebab tanpa deklarasi
tujuan proklamasi semata-mata hanya kemerdekaan belaka.
Sebaliknya deklarasi baru mempunyai arti dengan adanya
proklamasi yang melahirkan kemerdekaan sebagai sumber
hukum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Hubungan Pembukaan Uud 1945 Dengan Proklamasi 17-8-1945
Naskah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945:
1. Pada alinea pertama
“Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaan Indonesia”, menjelaskan bahwa pada alinea
46
pertama sampai dengan alinea ketiga Pembukaan UUD
1945.
2. Pada alinea kedua
“Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-
lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya”, merupakan amanat
tindakan yang segera harus dilaksanakan yaitu
pembentukan negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan termuat dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea keempat.”
Proklamasi Kemerdekaan, dan UUD 1945 adalah satu
rangkaian yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu
generasi muda yang harus mengisi kemerdekaan semestinya
pada jiwanya tertanam kuat semangat untuk
mempertahankan, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila
dan UUD 1945 dalam kehidupan Negara Republik Indonesia.
(Sumber :
http://febrianrifqi.blogspot.com/2013/02/hubungan-antara-
proklamasi-kemerdekaan.html 6 Desember 2014)
47
BAB 7
HUBUNGAN PANCASILA DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945
A. Pembukaan UUD 1945 Memenuhi Syarat Sebagai 'Pokok Kaidah
Negara Yang Fundamental' (PKNF)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri
atas Pembukaan dan pasal-pasal. Dilihat dari tertib
hukum keduanya memiliki kedudukan yang berbeda.
Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
pasal-pasal, karena Pembukaan merupakan pokok kaidah
negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm) bagi Negara
Republik Indonesia. Sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, Pembukaaan telah memenuhi persyaratan yaitu
:
1.Berdasarkan sejarah terjadinya, bahwa Pembukaan
ditentukan oleh pembentuk negara. PPKI yang
menetapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
telah mewakili bangsa Indonesia.
48
2.Berdasarkan isinya, bahwa Pembukaan memuat asas
falsafah negara (Pancasila), asas politik negara
(kedaulatan rakyat), dan tujuan negara.
3.Pembukaan menetapkan adaya suatu UUD Negara Indonesia
Pokok kaidah negara yang fundamental ini di dalam
hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat
dan tidak berubah bagi negara yang telah dibentuk.
Secara hukum Pembukaan sebagai pokok kaidah yang
fundamental hanya dapat diubah atau diganti oleh
pembentuk negara pada waktu negara dibentuk.
Kelangsungan hidup negara Indonesia yang diproklamasikan
17 Agustus 1945 terikat pada diubah atau tidaknya
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
sumber hukum tertinggi di Indonesia, maka Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber
dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa
Indonesia, yang merupakan sumber dari cita-cita hukum
dan cita-cita moral yang ingin ditegakkan dalam berbagai
lingkungan kehidupan. Pembukaan memuat pokok kaidah
negara yang fundamen bagi Negara Kesatuan Republik
Indoensia. Pokok kaidah yang fundamental ini antara lain
pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan diwujudkan dalam
pasal-pasal UUD, pengakuan kemerdekaan hak segala
bangsa, cita-cita nasional, pernyataan kemerdekaan,
49
tujuan negara, kedaulatan rakyat, dan dasar negara
Pancasila.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun
dalam masa perjuangan ”revolusi” dan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 disusun oleh lembaga yang tidak
setingkat dengan MPR. Pertanyaan kemudian, apakah UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sah mejadi hukum
dasar dan menjadi pedoman penyelenggaraan bernegara bagi
bangsa Indonesia. Menurut Hans Kelsen seperti dikemukakan
oleh Prof. Ismail Sunny menyatakan bahwa,”sah tidaknya suatu
Undang-Undang Dasar harus dipertimbangkan dengan berhasil atau
tidaknya suatu revolusi, dan apa-apa yang dihasilkan dalam revolusi
tersebut (UUD) adalah sah. Karena bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaannya dengan jalan revolusi maka UUD yang dibuat dalam
masa revolusi tersebut menjadi suatu konstitusi yang sah”.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun
dalam masa revolusi namun nilai-nilai yang terkandung
dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah nilai-nilai yang luhur universal dan lestari.
Universal mengandung arti bahwa Pembukaan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di dunia dan
penghargaan terhadap hak asasi manusia . Sebuah bangsa
yang menunjukkan penghargaan terhadap terhadap hak asasi
50
manusia merupakan salah satu bentuk perilaku bangsa yang
beradab di dunia.
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
juga mengandung nilai lestari, bermakna mampu menampung
dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan
perjuangan bangsa. Oleh karenanya Pembukaan UUD
memberikan landasan dalam pergerakan perjuangan bangsa
Indonesia dan selama perjalanan pembangunan bangsa
tersebut. Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 akan mampu menampung dinamika dan permasalahan
kebangsaan selama bangsa Indonesia mampu dijiwai dan
memegang teguh Pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(Sumber : http://www.plengdut.com/2014/08/kedudukan-
pembukaan-uud-negara-republik.html 16 Desember 2014)
B. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 Tetap, Kuat, Tidak Berubah
Dan Terlekat Dengan Kelangsungan Negara Indonesia.
Hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam
hubungannya dengan pasal-pasal UUD 1945, di antara para
ahli hukum sementara memang terdapat satu tinjauan yang
berbeda, walaupun pada akhirnya tiba pada suatu
kesimpulan yang sejalan. Di satu pihak berpendapat bahwa
pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasalnya itu adalah
51
merupakan satu kesatuan, sedangkan di pihak lain
menyatakan bahwa di antara keduanya pada hakikatnya
terpisah. Namun demikian karena hakikat kedudukan
Pembukaan UUD 1945 tersebut secara fundamental dan
ilmiah yang memiliki kedudukan yang kuat dan terlekat
pada kelangsungan hidup negara, maka kedua pendapat
tersebut akhirnya tiba pada suatu kesimpulan yang sama
sebagai berikut :
1. Sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, dalam
hukum mempunyai hakikat kedudukan yang tetap kuat dan
tidak berubah terlekat pada kelangsungan hidup negara
yang telah dibentuk.
2. Dalam jenjang hierarki tertib hukum, Pembukaan UUD
1945 sebagai Pokok Kaidah negara yang Fundamental
adalah berkedudukan yang tertinggi sehingga memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari pada pasal-pasal UUD
1945, sehingga secara hukum dapat dikatakan terpisah
dari pasal-pasal UUD 1945.
(Sumber : http://tugaskampuss.blogspot.com/2009/12/makna-
dan-peranan-idiologi.html 16 Desember 2014)
C. Pancasila Merupakan Substansi Isi Pembukaan UUD 1945
Yang Merupakan 'Pokok Kaidah Negara Yang Fundamental'
(PKNF)
52
Pancasila sebagai substansi esensial dari pembukaan
dan mendapatkan kedudukakn formal yuridis dalam
pembukaan, sehingga baik rumusan maupun yurisdiksinya
sebagai dasar Negara adalah sebagai mana terdapat dalam
pembukaan UUD 1945. Maka perumusan yang menyimpang dari
pembukaan tersebut adalah sama halnya dengan mengubah
secara tidak sah penbukaan UUD 1945. Bahkan berdasarkan
hukum positif sekalipun dan hal ini sebagaimana
ditentukan dalam ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966(Juncto
Tap No.V/MPR/1973.
(Sumber :
http://tugaskampuss.blogspot.com/2009/12/makna-dan-
peranan-idiologi.html 16 Desember 2014)
D. Kedudukan Pancasila Kuat, Tetap, Tidak Berubah Dan
Terlekat Dengan Negara Indonesia
Pancasila dapat disimpulkan mempunyai hakikat,
sifat, kedudukan dan fungsi sebagai pokok kaidah Negara
yang fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar
kelangsungan hidup Negara republik Indonesia yang
diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Pancasila
sebagai inti pembukaan UUD 1945, dengan demikian
mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat
53
diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara
repulik Indonesia.
(Sumber :
http://parunasaridewi.blogspot.com/p/pancasila.html 16
Desember 2014)
E. Mengganti Pancasila Sama Dengan Merubah Atau Mengganti
Pembukaan UUD 1945 Yang Akan Membubarkan Negara Republik
Indonesia
Sesuai dengan ketetapan MPR / MPRS, yang menyatakan :
“ Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci
yang mengandung cita – cita luhur dari Proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagai dasar Negara,
merupakan satu rangkaian dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945 dan oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga termasuk
MPR hasil Pemilu, karena merubah pembukaan UUD 1945 berarti sama
halnya dengan pembubaran Negara RI”.
(Sumber : http://herrypkn.blogspot.com/2012/07/pembukaan-
uud-1945.html
16 Desember 2014)
55
A. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 Berbeda Dengan Batang Tubuh
UUD 1945
Batang tubuh UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-
pasal yang merupakan pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang tidak lain
adalah pokok pikiran : persatuan Indonesia, keadilan
sosial, kedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
perusyawaratan / perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok-
pokok pikiran itu tidak lain adalah pancaran dari
pancasila yang mamu memberikan semangat dan terpancar
dengan khidmat dalam pengangkat UUD. Dalam hubungannya
dengan pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945, Pembukaan
UUD 1945 mempunyai hakikat dan kedudukan sebagai berikut
:
1. Dalam hubungannya dengan tertib hukum Indonesia,
Pembukaan UUD 1945 mempunyai hakikat kedudukan yang
terpisah dari batang tubuh UUD 1945.
2. Pembukaan UUD 1945 merupakan tertib hukum tertinggi
dan pada hakikatnya mempunyai kedudukan lebih tinggi
dari pada batang tubuh UUD 1945.
3. Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang
fundamental yang menentukan adanya UUD 1945 yang
menguasai hukum dasar negara baik yang tertulis
56
maupun tidak tertulis, jadi merupakan sumber hukum
dasar negara.
4. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental mengandung pokok-pokok pikiran yang harus
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945.
Para ahli hukum memang berbeda pendapat mengenai
hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam
hubungannya dengan pasal-pasal UUD 1945, walaupun pada
akhirnya mereka tiba pada suatu kesimpulan yang sejalan.
Di satu pihak ada pendapat yang mengatakan bahwa
Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya merupakan satu
kesatuan, sedangkan di pihak lain ada yang menyatakan
bahwa keduanya terpisah.
B. Pembukaan Memuat Pokok Kaidah Negara yang Fundamental
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri
atas Pembukaan dan pasal-pasal. Dilihat dari tertib
hukum keduanya memiliki kedudukan yang berbeda.
Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
pasal-pasal, karena Pembukaan merupakan pokok kaidah
negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm) bagi Negara
Republik Indonesia. Sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, Pembukaaan telah memenuhi persyaratan yaitu
:
57
1.Berdasarkan sejarah terjadinya, bahwa Pembukaan
ditentukan oleh pembentuk negara. PPKI yang
menetapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
telah mewakili bangsa Indonesia.
2.Berdasarkan isinya, bahwa Pembukaan memuat asas
falsafah negara (Pancasila), asas politik negara
(kedaulatan rakyat), dan tujuan negara.
3.Pembukaan menetapkan adaya suatu UUD Negara Indonesia
C. Makna Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945
Setiap warga negara berhak mendapatkan hak-hak
azasinya yang meliputi hak azasi pribadi, hak azasi
ekonomi, hak azasi politik, hak azasi sosial dan
kebudayaan, hak azasi mendapatkan pengayoman dan
perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta
hak azasi terhadap perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan hukum. Keseluruhan hak azasi manusia di
negara kita tercantum di dalam UUD 1945. Makna yang
terkandung pada alinea pembukaan UUD 1945 :
Alinea pertama adalah suatu pengakuan hak azasi
kebebasan atau kemerdekaan semua bangsa dari segala
bentuk penjajahan dan penindasan oleh bangsa lain.
Contoh jika Anda sedang berbicara dengan teman Anda
berilah kesempatan kebebasan mereka untuk mengeluarkan
pendapat jangan Anda memaksa kehendak.
58
Alinea kedua adalah pengakuan hak azasi sosial yang
berupa keadilan dan pengakuan azasi ekonomi yang berupa
kemakmuran dan kesejahteraan. Contoh lihatlah di
lingkungan sekitar Anda tentang hubungan antara majikan
atau tuan tanah atau pemilik kapal dengan nelayan atau
pekerja.
Alinea ketiga adalah hak kodrat yang dianugerahkan
oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada semua bangsa. Contoh hak
untuk memeluk agama, berbicara dan lain sebagainya.
Alinea keempat adalah memuat tujuan negara. Contoh
pak polisi tidak boleh menangkap seseorang tanpa alasan
yang jelas, pemerintah harus memajukan kesejahteraan
umum dan juga kita hendaknya ikut mewujudkan ketertiban
dunia dan lain sebagainya.
D. Pola Batang Tubuh UUD 1945
Di dalam batang tubuh UUD 1945 terdapat beberapa
ketentuan yang mengatur persamaan derajat manusia yang
dicantumkan sebagai hak dan kewajiban warga negara,
antara lain:
1. Segala warga negara bersamaan kedudukan dalam hukum
dan pemerintahan
(pasal 27 ayat 1).
2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
59
3. Kebebasan berserikat, berpendapat dan berpolitik
(pasal 28).
4. Kebebasan memeluk dan melaksanakan agama/kepercayaan
(pasal 29 ayat 1).
5. Hak dan kewajiban membela negara (pasal 30).
6. Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran
(pasal 31).
7. Dan amandemen kedua dicantumkan pada pasal 28a - 28
j.
E. Hubungan Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945, merupakan
suasana kebatinan Undang-Undang DasarNegara Indonesia
serta mewujudkan cita hukum yang menguasai hkum dasar
Negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dan
pokok-pokok pikrab tersebut dijelmakan dalam pasal UUD
1945.
Oleh karena itu, dipahami bahwa suasana kebatinan
UUD 1945 serta cita hukum UUD 1945 bersumber atau
dijiwaioleh dasar falsafat Pancasila. Inilah yang
dimaksud dengan arti dan fungsi Pancasila sebagai Dasar
Negara. Dengan demikian, jelaslah bahwa Pembukaan UUD
1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsungdegan Batang
Tubuh UUD 1945, karena Pembukaan UUD 1945 mengandung
pokok-pokok pikiran yang dijabarkan lebih lanjut dalam
60
pasal-pasal di Batang Tubuh UUD 1945 tersebut. Pembukaan
UUD 1945yang merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, bahkan hal ini menjadi rangkaian kesatuan
nilai dan norma yang terpadu.Batang Tubuh UUD 1945
terdiri dari rangkaian pasal-pasal merupakan perwujudan
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945, yang tidak lain adalah pokok pikiran :
PersatuanIndonesia, Keadilan social, Kedaulatan Rakyat
berdasar atas kerakyatan danpermusyawaratan /perwakilan,
dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan
yang adil dan beradab.Pokok-pokok pikiran tersebut tidak
laib adalah pancaran dari Pancasila yang telah nanpu
nenberikanemangat dan terpancang dengan khidmay dalam
perangkat UUD 1945. Semangat (Pembukaan) padahakikatnya
merupakan suatu rangkaian lesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Kesatuan serta semangatyang demikian itulah
yang harus diketahui, dipahami, dan dihayati oleh setiap
insan warga Negara Indonesia.
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 45 :
1. Alinea 1,2,3 a tidak memiliki hub. Causal organis
dengan UUD 1945 karena berisi hal-hal yang
mendahului kemerdekaan
2. Alinea 4 a memiliki hub. Causal organis dg uud45 krn
berisi hal-hal pokok bagi terselenggaranya negara ;
a. UUD ditentukan akan ada
61
b. Yg diatur dalam UUD adalah pembentukan
pemerintahan negara
c. Bentuk negarà republik berkedaulatan rakyat
d. Pancasila sebagai dasar Negara
(Sumber: Jojon Marjono, 2004
https://independent.academia.edu/JojonMarjono 13
Desember 2014)
F. Kedudukan Pembukaan Berbeda Dengan Batang Tubuh Tetapi
Hubungannya Sangat Erat
1. Isi pengertian yang terkandung dalam pembukaan
a. Alinea Pertama
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala
bansa dan oleh sebab itu, maka penjajajah di atas
dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan peri keadilan.
b. Aline Kedua
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indoensia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
c. Alinea Ketiga
62
Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhu, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya.
d. Alinea Keempat
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rkayat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang beradil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan, serta dengan mewujudkan seuatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Sumber : Rahmat Nurdiansyah, 2007
63
https://independent.academia.edu/rahmadrahmadnurdiansyah
13 desember 2014)
2. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembukaan
a. Pokok Pikiran Pertama
“Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar
atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Hal ini berarti bahwa negara menghendaki persatuan
dengan menghilangkan faham golongan, mengatasi
segala faham perseorangan. Dengan demikian Pokok
Pikiran Pertama merupakan penjelmaan Sila Ketiga
Pancasila.
b. Pokok Pikiran Kedua
“Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial
yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia
mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat. Dengan demikian Pokok Pikiran Kedua
merupakan penjelamaan Sila Kelima Pancasila.
c. Pokok Pikiran Ketiga
64
“Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan”.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar haruslah
berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasar
permusyawaratan/perwakilan. Pokok Pikiran Ketiga
merupakan penjelmaan Sila Keempat Pancasila;
d. Pokok Pikiran Keempat
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Oleh karena itu Undang-Undaang Dasar harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintahan dan
lain-lain penyelenggara Negara untuk memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang
teguh cita-cita, moral rakyat yang luhur. Pokok
pikiran ini identik dengan sila ke-1 dan ke-2.
(Sumber: Lidya Maranatha Sinaga, 2006
https://independent.academia.edu/LidyaMaranathaSinaga 13
desember 2014)
3. Hakikat & Kedudukan Pembukaan UUD 1945
a. Hakikat Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 Sebagai Tertib Hukum
Tertinggi
65
Kedudukan UUD 1945, dalam kaitannya dengan
tertib hukum Indonesia, memiliki dua aspek yang
sangat fundamental, yaitu memberikan faktor-
faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum
Indonesia dan termasuk dalam tertib hukum
Indonesia sebagai tertib hukum tertinggi.
Sementara kedudukan Pancasila, sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, adalah
sebagai sumber dari segala sumber hukum
Indonesia.
Berdasarkan penjelasan tentang isinya Pembukaan
UUD 1945 yang termuat dalam Berita RI tahun II
No. 7, Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-
pokok pikiran yang meliputi suasana
kebatinan Negara Indonesia serta yang
mewujudkan suatu cita-cita hukum dengan
menguasai dasar tertulis (UUD) maupun tidak
tertulis. Adapun pokok-pokok pikiran tersebut
diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai
sumber hukum positif Indonesia.
Sebagaiman isi yang terkandung dalam penjelasan
resmi pembukaan UUD 1945, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 selanjutnya
diwujudkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945 dan
kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan
66
hukum positif dibawahnya seperti Ketetapan MPR,
UU, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, PP dan peraturan-peraturan lainnya.
Maka seluruh peraturan perundang-undangan di
Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD
1945 yang mengandung asas kerohanian negara
atau dasar filsafat negara RI.
Pada Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 memuat
unsur-unsur yang memuat ilmu hukum disyaratkan
bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia
(rechts orde), atau legal order, yaitu suatu
keseluruhan peraturan-peraturan hukum. Syarat-
syarat tertib hukum yang dimaksud meliputi
empat hal, yaitu :
i. Adanya Kesatuan subjek, yaitu penguasa yang
mengadakan peraturan hukum.
ii. Adanya kesatuan asas kerohanian, yang
merupakan dasar dari keseluruhan peraturan-
peraturan hukum dan sumber dari segala
sumber hukum.
iii. Adanya kesatuan daerah di mana peraturan-
peraturan hukum itu berlaku.
iv. Adanya kesatuan waktu, di mana sumber dari
segala sumber hukum berlaku.
67
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum
Indonesia adalah sebagai berikut :
i. Menjadi dasar tertib hukum, karena
Pembukaan UUD 1945 memberikan empat syarat
adanya tertib hukum Indonesia.
ii. Menjadi ketentuan hukum tertinggi, sesuai
dengan kedudukannya sebagai asas hukum
dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar
tidak tertulis (Konvensi) serta peraturan-
peraturan hukum lainnya yang lebih rendah
(Notonagoro, 1974: 45)
Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara
Yang Fundamental
Dalam hubungannya dengan pasal-pasal
(batang tubuh) UUD 1945, Pembukaan UUD 1945
mempunyai hakikat dan kedudukan sebagai berikut
:
i. Dalam hubungannya dengan tertib hukum
Indonesia, Pembukaan UUD 1945 mempunyai
hakikat kedudukan yang terpisah dari batang
tubuh UUD 1945.
ii. Pembukaan UUD 1945 merupakan tertib hukum
tertinggi dan pada hakikatnya mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari pada batang
tubuh UUD 1945.
68
iii. Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah
negara yang fundamental yang menentukan
adanya UUD 1945 yang menguasai hukum dasar
negara baik yang tertulis maupun tidak
tertulis, jadi merupakan sumber hukum dasar
negara.
iv. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah
negara yang fundamental mengandung pokok-
pokok pikiran yang harus dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945.
Para ahli hukum memang berbeda pendapat
mengenai hakikat dan kedudukan Pembukaan
UUD 1945 dalam hubungannya dengan pasal-
pasal UUD 1945, walaupun pada akhirnya
mereka tiba pada suatu kesimpulan yang
sejalan. Di satu pihak ada pendapat yang
mengatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 dan
pasal-pasalnya merupakan satu kesatuan,
sedangkan di pihak lain ada yang menyatakan
bahwa keduanya terpisah.
Namun karena hakikat kedudukan Pembukaan UUD
1945 tersebut memiliki kedudukan fundamental bagi
69
kelangsungan hidup negara, kedua pendapat tersebut
akhirnya tiba pada kesimpulan sebagai berikut :
Sebagai pokok kaidah negara yang mempunyai
kedudukan yang tetap dan tidak berubah serta
melekat pada kelangsungan hidup negara yang
telah dibentuk.
Dalam jenjang hierarki tertib hukum, Pembukaan
UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental memiliki kedudukan tertinggi, lebih
tinggi daripada pasal-pasal UUD 1945, sehingga
secara hukum dapat dikatakan terpisah dari
pasal-pasal UUD 1945.
Pengertian terpisah sebenarnya bukan berarti
tidak memiliki hubungan sama sekali tetapi
antara Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD
1945 terdapat hubungan kausal organis, di mana
UUD harus menciptakan pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan
demikian, pengertian terpisah di sini adalah
keduanya mempunyai hakikat dan kedudukan
sendiri-sendiri, di mana Pembukaan UUD 1945
memiliki kedudukan lebih tinggi daripada pasal-
pasal UUD 1945, bahkan yang tertinggi dalam
tertib hukum Indonesia.
70
Pembukaan UUD 1945 Tetap pada Kelangsungan
Hidup Negara RI. Pembukaan UUD 1945 memiliki
kedudukan hukum yang kuat bahkan secara yuridis
tidak dapat diubah serta melekat pada kelangsungan
hidup negara, hal ini berdasarkan alsan-alasan
sebagai berikut :
Menurut tata hukum, suatu peraturan hukum hanya
dapat diubah atau dihapuskan oleh penguasa atau
peraturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya
daripada penguasa yang menetapkannya.
Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya merupakan
suatu tertib hukum yang tertinggi di negara RI.
Selain itu, Pembukaan UUD 1945
mengandungfaktor-faktor mutlak bagi adanya
suatu tertib hukum di Indonesia.
Selain dari segi yuridis formal juga secara
material, yaitu hakikat isi, Pembukaan UUD 1945
tidak dapat diubah dan senantiasa melekat pada
kelangsungan hidup negara RI.
b. Kedudukan Pembukaan dalam UUD 1945
Pembukaan Konstitusi, baik yang secara resmi
disebut dengan nama Pembukaan maupun tidak, memuat
norma-norma dasar kehidupan bernegara (kaidah
fundamental hidup bernegara). Isi pembukaan
konstitusi bukan rumusan pasal-pasal hukum tata
71
negara. Namun demikian, karena berupa norma-norma
dasar, isi pembukaan itu mempertinggi kekuatan
mengikat pasal-pasal dalam Konstitusi. Demikian
juga yang terjadi dengan UUD 1945. Pembukaan UUD
1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang merupakan
cita-cita hukum yang melandasi lahirnya hukum
negara, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis
di Indonesia. Dengan demikian, Pembukaan UUD 1945
merupakan sumber tertib hukum Indonesia. Di dalam
Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok kaidah
negara yang fundamental. Secara konkret pokok-
pokok kaidah negara yang fundamental itu adalah
dasar negara Pancasila. Kedudukan Pembukaan UUD
1945 lebih tinggi dari Batang Tubuh UUD 1945
(Sumber: Melinda Hadi Pratiwi, 2013
http://melindahadip.blogspot.com/2013/09/hakikat-
kedudukan-pembukaan-uud-45.html 13 desember 2014)
72
BAB 9
BATANG TUBUH UUD 1945
A. Pengertian Batang Tubuh UUD 1945
Arti Batang Tubuh UUD 1945 ialah peraturan Negara yang
memuat ketentuan ketentuan pokok dan menjadi salah satu
sumber daripada perundang-undangan lainnya yang kemudian
dikeluarkan oleh negara itu.
B. Isi UUD 1945
Berikut ini adalah isi lengkap dari keseluruhan naskah
UUD 1945 :
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
( P r e a m b u l e)
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
73
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
74
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
1. Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik.
2. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar.***)
3. Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan undangundang.****)
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya
sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
3. Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan UndangUndang Dasar. ***)
75
2. Majelis Permus yawaratan Rakyat melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden. ***/****)
3. Majelis Permus yawaratan Rakyat hanya dap at
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UndangUndang Dasar. ***/****)
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.
2. Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh
satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
1. Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *)
2. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undangundang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
1. Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang
warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak
pernah menerima kewarganegaraan lain karena
kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati
negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk
76
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan
Wakil Presiden. ***)
2. Syaratsyarat untuk menjadi Presiden dan Wakil
Presiden diatur lebih lanjut dengan undangundang.
***)
Pasal 6A
1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat.***)
2. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik
peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
umum. ***)
3. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari
jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya
dua puluh persen suara di setiap provinsi yang
tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di
Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden. ***)
4. Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan
yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik
sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)
77
5. Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden lebih lanjut diatur dalam undangundang. ***)
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama
lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik
apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***)
Pasal 7B
1. Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih
dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah
Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
78
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
2. Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
3. Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan
dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang
paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3
dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
4. Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan
memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh
hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu
diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
5. Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
79
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan
sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ***)
6. Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan
sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat
tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis
Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)
7. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus
diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari
jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya
2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden
dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan
menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
80
Pasal 8
1. Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai
habis masa jabatannya. ***)
2. Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden,
selambatlambatnya dalam waktu enam puluh hari,
Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan
sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon
yang diusulkan oleh Presiden. ***)
3. Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar
Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan
secara bersamasama. Selambatlambatnya tiga puluh hari
setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai berakhir masa jabatannya. ****)
81
Pasal 9
1. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sungguhsungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
�Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya,
memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan
segala undangundang dan peraturannya dengan
seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa.� Janji Presiden (Wakil Presiden) : �Saya
berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan
seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan
menjalankan segala undangundang dan peraturannya
dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa�. *)
2. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang,
Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan
82
pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung. *)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
1. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain. ****)
2. Presiden dalam membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
3. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian
internasional diatur dengan undangundang. ***)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syaratsyarat dan
akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan
undangundang.
Pasal 13
1. Presiden mengangkat duta dan konsul.
2. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
83
3. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
*)
Pasal 14
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. *)
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
*)
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lainlain
tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. *)
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang
bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada
Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undangundang.
****)
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus. ****)
84
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
1. Presiden dibantu oleh menterimenteri negara.
2. Menterimenteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. *)
3. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan. *)
4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian
negara diatur dalam undang-undang. ***)
BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undangundang. **)
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. **)
85
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota dipilih secara demokratis. **)
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat. **)
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan. **)
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam undangundang. **)
Pasal 18A
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota,
atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur
dengan undangundang dengan memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah. **)
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undangundang. **)
86
Pasal 18B
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang.
**)
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan
masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undangundang. **)
BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui
pemilihan umum. **)
2. Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan
undangundang. **)
3. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali
dalam setahun. **)
Pasal 20
1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undangundang. *)
87
2. Setiap rancangan undangundang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. *)
3. Jika rancangan undangundang itu tidak mendapat
persetujuan bersama, rancangan undangundang itu tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat masa itu. *)
4. Presiden mengesahkan rancangan undangundang yang
telah disetujui bersama untuk menjadi undangundang.
*)
5. Dalam hal rancangan undangundang yang telah disetujui
bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam
waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undangundang
tersebut disetujui, rancangan undangundang tersebut
sah menjadi undangundang dan wajib diundangkan. **)
Pasal 20A
1. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. **)
2. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur
dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat. **)
3. Selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain
UndangUndang Dasar ini, setiap anggota Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
88
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak
imunitas. **)
4. Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan
Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur
dalam undangundang. **)
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan
usul rancangan undangundang.*)
Pasal 22
1. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai
pengganti undangundang.
2. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang
berikut.
3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan
pemerintah itu harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan
undang-undang diatur dengan undang-undang. **)
Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan
dari jabatannya, yang syaratsyarat dan tata caranya
diatur dalam undangundang. **)
89
BAB VIIA***)
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
1. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap
provinsi melalui pemilihan umum. ***)
2. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi
jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan
Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
3. Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali
dalam setahun. ***)
4. Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur
dengan undang-undang. ***)
Pasal 22D
1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat rancangan undangundang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***)
2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan
undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam
90
dan sumber da ya ekonomi lainn ya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah; serta memb erikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rak yat atas
rancangan undangundang anggaran pendapatan dan
belanja negara dan rancangan undangundang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)
3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan
atas pelaksanaan undangundang mengenai : otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara,
pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
***)
4. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan
dari jabatannya, yang syaratsyarat dan tata caranya
diatur dalam undangundang. ***)
91
BAB VIIB***)
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun
sekali. ***)
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. ***)
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah adalah partai politik. ***)
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Daerah adalah perseorangan. ***)
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. ***)
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur
dengan undang-undang. ***)
92
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
1. Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud
dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap
tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesarbesarnya
kemakmuran rakyat. ***)
2. Rancangan undangundang anggaran pendapatan dan
belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang
diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang
lalu. ***) Pasal 23A Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undangundang. ***) Pasal 23B Macam dan harga mata
uang ditetapkan dengan undangundang. ****)
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan
undangundang. ***)
93
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
independensinya diatur dengan undangundang. ****)
BAB VIIIA***)
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
1. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri. ***)
2. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya. ***)
3. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh
lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan
undangundang. ***)
Pasal 23F
1. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
***)
2. Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan
oleh anggota. ***)
94
Pasal 23G
1. Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota
negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi
***)
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa
Keuangan diatur dengan undangundang ***)
BAB IX
KEKUASAAN HAKIM
Pasal 24
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. ***)
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. ***)
3. Badanbadan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman diatur dalam undangundang. ****)
Pasal 24A
1. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah
undangundang terhadap undangundang, dan mempunyai
95
wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang.
***)
2. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela, adil, profesional, dan
berpengalaman di bidang hukum. ***)
3. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan
dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden. ***)
4. Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dip ilih dari
dan oleh hakim agung. ***)
5. Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara
Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya
diatur dengan undangundang. ***)
Pasal 24B
1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
***)
2. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela. ***)
96
3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. ***)
4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial
diatur dengan undangundang.***)
Pasal 24C
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut UndangUndang Dasar. ***)
3. Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota
hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang
diajukan masingmasing tiga orang oleh Mahkamah Agung,
tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga
orang oleh Presiden. ***)
4. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih
dari dan oleh hakim konstitusi. ***)
97
5. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak
merangkap sebagai pejabat negara. ***)
6. Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi,
hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah
Konstitusi diatur dengan undangundang. ***)
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan
sebagai hakim ditetapkan dengan undangundang.
BAB IXA**)
WILAYAH NEGARA
Pasal 25A ****)
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan
wilayah yang batasbatas dan hakhaknya ditetapkan
dengan undangundang. **)
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK **)
Pasal 26
1. Yang menjadi warga negara ialah orangorang bangsa
Indonesia asli dan orangorang bangsa lain yang
disahkan dengan undangundang sebagai warga negara.
98
2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing
yang bertempat tinggal di Indonesia. **)
3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur
dengan undangundang. **)
Pasal 27
1. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara. **)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undangundang.
BAB XA**)
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. **)
99
Pasal 28B
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
**)
2. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28C
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia. **)
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)
Pasal 28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja. **)
100
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang
sama dalam pemerintahan. **)
4. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali. **)
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya. **)
3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia. **)
Pasal 28G
1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
101
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
**)
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
**)
Pasal 28H
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. **)
2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat. **)
4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan
hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenangwenang oleh siapa pun. **)
Pasal 28I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
102
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun. **)
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu. **)
3. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban. **)
4. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah. **)
5. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia
sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur,
dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan. **)
Pasal 28J
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. **)
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undangundang dengan maksud sematamata untuk menjamin
103
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis. **)
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk
memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA**)
Pasal 30
1. Tiaptiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. **)
2. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung. **)
104
3. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat
negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. **)
4. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat
negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum. **)
5. Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan
kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan
tugasnya, syaratsyarat keikutsertaan warga negara
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta
halhal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan
diatur dengan undangundang. **)
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)
Pasal 31
1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****)
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya. ****)
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
105
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undangundang. ****)
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ****)
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia. ****)
Pasal 32
1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilainilai budayanya. ****)
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional. ****)
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan.
106
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesarbesar kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
****)
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undangundang. ****)
Pasal 34
1. Fakir miskin dan anakanak yang terlantar dipelihara
oleh negara. ****)
2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan. ****)
3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak. ****)
107
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undangundang. ****)
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU
KEBANGSAAN**)
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. **)
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan
undang-undang. **)
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG UNDANG DASAR
Pasal 37
1. Usul perubahan pasalpasal UndangUndang Dasar dapat
diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan
108
Rakyat apabila diajukan oleh sekurangkurangnya 1/3
dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
****)
2. Setiap usul perubahan pasalpasal UndangUndang Dasar
diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas
bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
****) Untuk mengubah pasalpasal UndangUndang Dasar,
Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh
sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ****)
3. Putusan untuk mengubah pasalpasal UndangUndang Dasar
dilakukan dengan persetujuan sekurangkurangnya lima
puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
4. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ****)
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundangundangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar ini. ****)
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi
sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang
109
Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang
Dasar ini. ****)
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambatlambat nya pada 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung. ****)
ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan
peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan
pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.
****)
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. ****)
*)Perubahan
Pertama
**)Perubahan
Kedua
***)Perubahan
Ketiga
110
****
)
Perubahan
Keempat
(Sumber : http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45 6
Desember 2014)
C. Pasal-Pasal dan Penjelasan
1. Sistem Pemerintahan Negara
a. Penyelenggaraan pemerintahan negara berdasar 7
kunci pokok.
b. Kelembagaan Negara, ialah :
Presiden dan Wakil Presiden – Bab III
DPA – Bab V, Pemda Bab VI
DPR – Bab VII pasal 20
BPK – VIII pasal 2
MA – Bab IX pasal 29
2. Hubungan antara Negara dengan Warga Negara dan
Penduduk
a. Masalah warga negara – pasal 26
b. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan –
pasal 27 ayat 1
c. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak –
pasal 27 ayat 2
d. Kemerdekaan yang berserikat dan berkumpul – pasal
28
111
e. Kemerdekaan memeluk agama – pasal 29
f. Hak dan kewajiban dalam pembelaan negara – pasal
30
g. Hak mendapat pendidikan dan pengajaran – pasal 31
h. Kebudayaan nasional – pasal 32
i. Kesejahteraan rakyat – pasal 33 dan 34
2. Hal-Hal Lain
a. Bendera – pasal 35
b. Bahasa – pasal 36
c. Perubahan UUD – pasal 37
d. Aturan peralihan – 4 pasal
e. Aturan tambahan – 2 ayat
D. Amandemen (Perubahan) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 Dalam Masa Reformasi:
Dalam proses reformasi dewasa ini, terdapat
berbagai pendapat dan kajian untuk mengamandemen
UUD1945, karena UUD 1945 harus bersifat fleksibel, yaitu
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan bangsa dan
negara Indonesia. Keinginan untuk mengamandemen itu juga
muncul karena adanya sifat sentralisasi kekuasaan
terutama Presiden dimasa Orde Lama maupun Orde Baru.
112
Melalui Sidang Umum MPR tahun 1999, Sidang Tahunan
MPR 2000, Sidang Tahunan MPR 2001, dan Sidang Tahunan
MPR 2002, UUD 1945 telah mengalami perubahan
(amandemen). Perubahan ini dimaksudkan untuk
menyempurnakan Batang Tubuh UUD 1945 dan tidak mengubah
pembukaan UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 merupakan
ikrar berdirinya negara Kesatuan Republik Indonesia dan
ia memuat Pancasila sebagai dasar negara, MPR
berketetapan hati untuk tidak mengubahnya. Pembukaan UUD
1945 serta amandemen UUD 1945 berdasarkan Sidang Umum
MPR 1999, Sidang Tahunan MPR 2000, Sidang Tahunan MPR
2001, dan Sidang Tahunan MPR 2002.
1 Amandemen Pertama Disahkan 19 Oktober 1999
2 Amandemen Kedua Disahkan 18 Agustus 2000
3 Amandemen Ketiga Disahkan 10 November 2001
4 Amandemen Keempat Disahkan 10 Agustus 2002
Sumber : http://sahabat-ima.blogspot.com/2011/12/batang-
tubuh-undang-undang-dasar-1945.html (19 Desember 2014)
113
BAB 10
7 KUNCI POKOK SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945
A. Negara Berdasarkan Atas Hukum
Negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) bukan atas
kekuasaan belaka (machtstaat) dan prinsip sistem
konstitusinal (berdasarkan atas konstitusi) tidak
berdasar atas absolutisme. Kedua prinsip ini ditegaskan
dalam bagian penjelasan undang-undang dasar itu, tapi
tidak tergambar dengan jelas dalam pasal-pasal UUD 1945
sebelum perubahan.
Prinsip negara hukum seharusnya mengandung tiga
prinsip pokok, yaitu adanya kekuasaan kehakiman yang
merdeka, penghormatan terhadap hak asasi manusia serta
kekuasaan dijalankan berdasarkan atas prinsip due
process of law. Ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman
yang merdeka tidak diatur secara tegas dan rinci dalam
pasal-pasal UUD 1945. Pengaturan hak asasi manusia
sangat minim yaitu hanya dalam Pasal 28 dan 29 ayat 2,
sedangkan Pasal 27, 30 ayat 1 dan 31 ayat 1 yang
mengatur tentang hak-hak warga negara. Demikian juga
dengan sistem konstitusional. Tidak tergambar dengan
jelas pembatasan-pembatasan kekuasaan antara lembaga
negara, bahkan memberikan kewenangan kepada Majelis
114
Permusyawaratan Rakyat (MPR) suatu kekuasaan yang tidak
terbatas.
(Sumber: Kementerian Sekretariat Negara RI 2013 http://www.setneg.go.id /index.php?option=com_content&task=view&id=11 04 Desember 2014)
1. Indonesia sebagai Negara Hukum
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945,
yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah
Negara Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam
bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya
dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara
Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.
Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia ditemukan
dalam bagian Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem
Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut:
a. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum
(Rechsstaat). Negara Indonesia berdasar atas Hukum
(Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka
(Machtsstaat).
b. Sistem Konstitusional yaitu Pemerintah berdasar
atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
115
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).
Berdasarkan perumusan di atas, negara Indonesia
memakai sistem Rechsstaat yang kemungkinan
dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk
dalam wilayah Eropa Kontinental. Konsepsi negara
hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum
materiil, yang dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945
Alenia IV. Dasar lain yang dapat dijadikan landasan
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yakni pada
Bab XIV tentang Perekonomian Nagara dan Kesejahteraan
Sosial Pasal 33 dan 34 UUD 1945, yang menegaskan
bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas
perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Negara Hukum Indonesia menurut UUD 1945
mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai
hukum dasar nasional.
b. Sistem yang digunakan adalah Sistem Konstitusi.
c. Kedaulatan rakyat atau Prinsip Demokrasi.
d. Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan (Pasal 27 (1) UUD 1945).
e. Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan
DPR).
f. Sistem pemerintahannya adalah Presidensiil.
116
g. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain
(eksekutif).
h. Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
i. Adanya jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar
manusia (Pasal 28 A-J UUD 1945).
Negara Hukum Materiil sebenarnya merupakan
perkembangan lebih lanjut dari Negara Hukum Formil;
tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang
atau berlaku asas legalitas yaitu dalam negara hukum
Materiil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak
demi kepentingan warga Negara dibenarkan
bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku
asas Opportunitas.
(Sumber : Risnawati 2011 http://wedanganget.blogspot.com/2012/05/ makalah-negara-hukum.html 04 Desember 2014 )
2. Ciri – ciri Negara Hukum
c. Jaminan HAM
117
Di dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa
di dalam suatu negara hukum dijamim adanya
perlindungan hak asasi manusia berdasarkan
ketentuan hukum. Jaminan itu umumnya dituangkan
dalam kontitusi negara bukan pada peraturan
perundang – undangan di bahwah kontitusi negara.
Undang – undang dasar negara berisi ketentuan –
ketentuan tentang hak asasi manusia. Inilah salah
satu gagasan konstitusionalisme.
d. Peradilan Bebas
Dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa
pengadilan sebagai lembaga peradilan dan badan
kehakiman harus benar-benar independen dalam
membuat putusan hukum, tidak dipengaruhi oleh
kekuasaan lain terutama kekuasaan eksekutif.
Dengan wewenang sebagai lembaga yang mandiri
terbebas dari kekuasaan lain, diharapkan negara
dapat menegakkan kebenaran dan keadilan.
e. Legalitas Dalam Arti Hukum Dalam Segala Bentuknya
Bahwa segala tindakan penyelenggara negara
maupun warga negara dibenarkan oleh kaidah hukum
yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum.
118
(Sumber : Luman 2012
http://sumberilmukita.blogspot.com/2012/03/
pengertian-dan-ciri-ciri-negara-hukum.html 04
Desember 2014)
B. Sistem Konstitusional
1. Pengertian Konstitusi
Dalam arti luas, konstitusi adalah hukum tata
negara yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara
dan Negara itu sendiri. Konstitusi suatu Negara biasa
di sebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD).
Istilah konstitusi dalam bahasa
Inggris constitution atau dalam bahasa Belanda
constitutie yang secara harfiah sering di terjemahkan
dalam bahasa indonesia undang undang dasar. Konstitusi
yaitu keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis yang mengatur secara mengikat
cara-cara bagaimana suatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Hampir semua
negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau
undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur
mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara
bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta
perlindungan hak azasi manusia.
119
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur
mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis
kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan
itu dibentuklah lembaga-lembaga negara.
Menurut Montesquieu kekuasaan negara itu terbagi
dalam tiga jenis kekuasaan yaitu :
a. Kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif)
b. Kekuasaan melaksanakan peraturan
perundangan (eksekutif)
c. Kekuasaan kehakiman (judikatif).
(Sumber : Santri mahasiswa 2013 http://mahasiswa1234.blogspot.com /2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html 04 Desember 2014 )
2. Pemerintah Berdasarkan Sistem Konstitusional
Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan
politik telah lama dikenal yaitu sejak zaman yunani
yang memiliki beberapa kumpulan hukum (semacam kitab
hukum pada 624 – 404 SM) sehingga, sebagai Negara
hukum Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal
sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak 29 Mei
1945 sampai 16 Juli 1945 oleh badan penyelidik usaha-
usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
mana tugas pokok badan ini sebenarnya menyusun
120
rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya
berjalan berkepanjangan khususnya pada saat membahas
masalah dasar Negara.
Diakhir sidang I BPUPKI berhasil membentuk
panitia kecil yang disebut panitia sembilan, panitia
ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai
kompromi untuk menyetujui sebuah piagam jakarta yang
menjadi naskah pembukaan UUD yaitu menghilangkan
kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’ah islam
bagi pemeluk-pemeluknya” yang kemudian diterima dalam
siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945.
Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil
pada tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo
dengan tugas menyusun rancangan UUD dan membentuk
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi
Negara Republik Indonesia disatukan ditetapkan oleh
PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945.
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh komite nasional
indonesia pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945.
Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi
suatu Negara modern karena telah memiliki suatu
sistem ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945.
121
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia
telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama
maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :
a. UUD 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus
1945 sampai 27 Desember 1949.
b. Konstitusi republic Indonesia serikat yang lazim
dikenal dengan sebutan konstitusi RIS (17 Desember
1949 – 17 Agustus 1950).
c. UUD 1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959).
d. UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali
konstitusi pertama Indonesia dengan masa
berlakunya sejak Dekrit Presiden pada 05 Juli
1959-1966
Pada masa itu terdapat berbagai penyimpangan UUD
1945, diantaranya:
a. Presiden mengangkat ketua dan wakil ketua MPR/DPR
dan MA serta wakil ketua DPA menjadi menteri
Negara.
b. MPRS menetapkan soekarno sebagai presiden seumur
hidup.
c. Setelah itu pada masa Orde Baru (1966-1998)
pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945
dan pancasila secara murni dan konsekuen, pada
masa ini konstitusi menjadi sangat sakral,
diantaranya melalui sejumlah peraturan:
122
Ketetapan MPR nomor I/MPR 1983 yang menyatakan
bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD
1945, tidak berkehendak akan melakukan
perubahan terhadapnya.
Ketetapan MPR nomor IV/MPR/1983 tentang
referendum yang antara lain menyatakan bahwa
bila MPR berkehendak merubah UUD 1945, terlebih
dahulu harus minta pendapat rakyat melalui
referendum.
UU no 5 tahun 1985 tentang referendum yang
merupakan pelaksanaan TAP MPR nomor IV/MPR/1983
Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah
dilakukanya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945.
Latar belakang perubahan itu antara lain karena pada
masa orde baru kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan
pada kenyataanya bukan di tangan rakyat), kekuasaan
yang sangat besar pada presiden, adanya pasal-pasal
yang terlalu luwes sehingga menimbulkan multitafsir.
Selanjutnya Pada masa reformasi, UUD 1945
mengalami perubahan (Amandemen) berturut turut pada
tahun 1999, 2000, 2001, 2002 dengan menggunakan
naskah yang berlaku mulai 5 Juli 1959 sebagai standar
dalam melakukan perubahan di luar teks yang kemudian
di jadikan lampiran yang tak terpisahkan dari naskah
UUD 1945.
123
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah
menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara,
kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan,
eksistensi negara demokrasi, negara hukum, serta hal-
hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan
kesepakatan diantaranya tidak mengubah pembukuan UUD
1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan,
kesatuan, atau lebih dikenal sebagai negara kesatuan
republik indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensil.
Perumusan UUD yang baru, baik dalam bentuk
amandemen sekarang ini apalagi kalau bisa perubahan
menyeluruh dan mendasar, haruslah mengacu kepada
konsep pemerintahan konstitusional karena memang
sudah menjadi aspirasi dari perjuangan kemerdekaan
bangsa. Hal ini nampak bukan saja dari sejarah
perjuangan pra kemerdekaan, periode revolusi, maupun
selama tahun 1950-an, bahkan mencapai puncaknya pada
perdebatan majelis konstituante yang memang diberi
mandat oleh rakyat Indonesia untuk merumuskan UUD
baru yang definitif.
Namun demikian, untuk dapat merumuskan UUD yang
benar-benar mengacu kepada pemerintahan
konstitusional, maka semua pikiran-pikiran lama yang
124
bersumber pada paham (konsep) negara integralistik
dari Prof. Soepomo harus dibersihkan dari benak
kepala kita. Kerancuan yang terjadi selama ini
disebabkan karena masih adanya dualisme dalam konsep
pemikiran ketatanegaraan kita.
Di satu pihak, ada keinginan yang kuat untuk
memajukan kehidupan bernegara modern yang mengacu
kepada prinsip-prinsip universal tentang demokrasi
konstitusionalisme, the rule of law, maupun jaminan hak
asasi manusia. Akan tetapi celakanya secara sadar
ataupun tidak, sengaja ataupun tidak, kita sering
kembali kepada pikiran-pikiran partikularistik yang
menjadi ciri negara integralistik.
Yang dimaksudkan di sini adalah pikiran-pikiran
yang menghendaki misalnya negara persatuan dalam
pengertian sebagai satu kesatuan dari seluruh rakyat
Indonesia dan negaranya dari Sabang sampai Merauke.
Artinya, persatuan Indonesia ditafsirkan secara
ketat, monolitik, solid, atau manunggal ibarat tubuh
manusia antara kepala dan badan dari Sabang sampai
Merauke. Sehingga, segala pikiran atau gagasan untuk
mencari alternatif bentuk lainnya lebih terbuka dan
luwes. Jangankan federasi, bahkan otonomi yang
seluas-luasnya pun dikhawatirkan akan memecah belah
Indonesia atau merobek-robek bangsa.
125
Pemikiran yang keliru lainnya adalah dalam hal
pembagian kekuasaan negara. Seharusnya, pembagian ini
lebih tegas dan definitif sesuai asas trias politika.
Kekuasaaan yudikatif, termasuk Mahkamah Agung sebagai
puncak peradilan, seharusnya independen, bebas,
mandiri, dan tidak memihak. Namun, pernah ada pikiran
bahwa Mahkamah Agung wajib memberikan
pertanggungjawaban kepada MPR.
Yang paling parah, kedaulatan rakyat yang di
manapun di dalam sistem demokrasi senantiasa dipegang
oleh rakyat dan tidak pernah diserahkan sepenuhnya
kepada orang lain atau cabang kekuasaan lainnya
(eksekutif, legislative dan yudikatif), di Indonesia
masih saja dipersepsikan seolah-olah dengan adanya
lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), maka
MPR lah yang menjalankan sepenuhnya kedaulatan
rakyat. Sehingga, rakyat tidak lagi berdaulat,
kecuali lima tahun sekali menyerahkan hak suaranya
melalui Pemilu kepada DPR/MPR.
(Sumber : Inet 2013 http://Makalahmakalahkonstitusinegara.Htm
04 Desember 2014)
3. Pengendalian Pemerintah Dengan Sistem Konstitusional
126
Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem
konstitusi, tidak bersifat absolute (mempunyai
kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem konvensional
ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian
pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
konstitusi dan oleh ketentuan-ketentuan hukum lain
yang merupakan produk konstitusional, seperti
Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan sebagainya.
Sehingga sistem konstitusional ini merupakan
penegasan dari sistem hukum yang telah dijelaskan
pada poin 1 diatas.
(Sumber: Courreous Vertililatta 2013 https://coecoesm.wordpress.com/2013/03 /26/sistem-pemerintahan-indonesia/ 08 Desember 2014 )
4. Hubungan Antar Lembaga Berdasarkan Hukum
a. Hubungan Antara MPR Dan Presiden
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
pemegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat
sesuai dengan UUD 1945 (Pasal I ayat (2) ). di
samping DPR dan Presiden. Hal ini berdasarkan
ketentuan dalam UUD 1945 bahwa baik Presiden
maupun MPR dipilih langsung oleh rakyat (Pasal
2 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1)). Berbeda dengan
127
kekuasaan MPR menurut UUD 1945 sebelum dilakukan
amandemen 2002, yang memiliki kekuasaan
tertinggi dan mengangkat serta memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 hasil
amandemen 2002, maka Presiden dapat
diberhentikan sebelum habis masa jabatannya baik
karena permintaan sendiri atau karena tidak
dapat melakukan kewajibannya maupun
diberhentikan oleh MPR. Pemberhentian Presiden
oleh MPR sebelum masa jabatan berakhir, hanya
mungkin dilakukan jikalau Presiden sungguh-
sungguh telah melanggar hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penvuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
wakil Presiden (Pasal 7A).
Namun demikian perlu dipahami bahwa oleh
karena Presiden tidak diangkat oleh MPR, maka
Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR.
melainkan kepada rakyat Indonesia sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Dasar.
b. Hubungan Antara MPR Dan DPR
128
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota-anggota. Dewan Perwakilan Rakyat, dan
anggota-anggota. Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih melalui pemilu. Dengan demikian maka
seluruh anggota. MPR menurut UUD 1945 dipilih
melalui Pemilu.
Mengingat kedudukannya sebagai penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia yang memegang
kedaulatan rakyat tertinggi (Pasal 2 ayat (1))
dan untuk menegakkan martabat serta
kewibawaannya, maka MPR menyelesaikan masalah-
masalah yang bersifat dasar, yang bersifat
struktural dan memiliki kekuasaan untuk mengubah
UUD, maka antara DPR dengan MPR harus melakukan
kerjasama yang simultan dalam melakukan
pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang
dilakukan oleh Presiden.
Oleh karena anggota DPR seluruhnya merangkap
angota MPR, maka MPR menggunakan DPR sebaoai
tangan kanannya dalam melakukan pengawasan
pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh
Presiden sebagaimana ditetapkan oleh MPR.
Dalam hal ini DPR menggunakan hak-hak
tertentu. yang dimilikinya seperti hak angket,
129
hak amandemen, hak interpelasi, hak budget, hak
tanya inisiatif (Pasal 20-A).
MPR mempunyai tugas yang sangat luas,
melalui wewenang DPR, MPR mengemudikan
pembuatan Undang-Undang serta peraturan-
peraturan lainnya agar undang-undang serta
peraturan-peraturan itu sesuai dengan UUD 1945.
Melalui wewenang DPR ia juga menilai dan
mengawasi wewenang lembaga-lembaga lainnya.
Demikianlah hubungan DPR dan MPR sebagai
bagian yang diutamakan Maielis terutama pasca
amandemen UUD 1945 2002 ini diharapkan dengan
adanya reformasi kelembagaan tinggi negara, benar-
benar dapat tercipta iklim pelaksanaan negara yang
lebih demokratis.
c. Hubungan Antara DPR Dan Presiden
Sebagai sesama lembaga dan sesama anggota
badan legislatif maka DPR dan Presiden bersama-
sama mempunyai tugas antara lain:
Membuat Undang-Undang (Pasal 5 ayat (1), 20
dan 21). dan Menetapkan Undang-Undang
tentang anggaran pendapatan dan belanja
negara (Pasal 23 ayat 1).
130
Membuat undang-undang berarti menentukan
kebijakan politik yang diselenggarakan oleh
Presiden (Pemerintah).
Menetapkan budget negara pada hakekatnya
berarti menetapkan rencana kerja tahunan. DPR
melalui anggaran belanja yang telah disetujui
dan mengawasi Pemerintah dengan efektif. Di
dalam, pekerjaan untuk membuat UU, maka
Iembaga-lembaga negara lainnya dapat diminta
pendapatnya.
Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU
dan RAP/RAB negara maka di dalam pelaksanaannya
DPR berfungsi sebagai pengawas terhadap
pemerintah. Pengawasan DPR terhadap Presiden
adalah suatu konsekuensi yang wajar (logis),
yang pada hakikatnya mengandung arti bahwa
presiden bertanggung jawab kepada DPR dalam arti
partnership.
Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR,
dan dengan pengawasan tersebut, maka terdapat
kewajiban bagi Pemerintah untuk selalu
bermusyawarah dengan DPR tentang masalah-masalah
pokok dari negara yang menyangkut kepentingan
rakyat dengan UUD sebagai landasan kerja.
131
Hal ini tetap sesuai dengan penjelasan
resmi UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden harus
tergantung kepada Dewan. Sebaliknya keduduk-an
DPR adalah kuat, Dewan ini tidak dapat
dibubarkan oleh Presiden karena anggota-anggota
DPR semuanya merangkap menjadi anggota-anggota
MPR, maka DPR dapat senantiasa mengawasi segala
tindakan-tindakan Presiden dan jikalau Dewan
menganggap bahwa Presiden sungguh-sungguh
melanggar pidana atau konstitusi yang telah,
ma.ka Majelis itu dapat melakukan sidang
istimewa untuk melakukan inpeachment.
Bentuk kerja sama antara DPR dan Presiden
tidak boleh mengingkari partner legislatifnya.
Presiden harus memperhatikan, mendengarkan,
berkonsultasi dan dalam banyak hal, memberikan
keterangan-keterangan serta laporan-laporan
kepada Dewan dan meminta pendapatnva. Untuk
pengawasan tersebut maka DPR mempunyai beberapa
wewenang yaitu :
Menurut UUD 1945.
i. Hak budget, yaitu hak untuk menyusun
rancangan Anggaran Belanja dan
Pendapatan Negara (Pasal 23 ayat (1)).
132
ii. Hak inisiatif vaitu hak untuk mengusulkan
rancangan uu (pasal 21 ayat (1))
Menurut UUD1945 hasil amandemen 2002 pasal
20-A ayat (2)
i. Hak amandemen (mengadakan perubahan)
ii. Hak interpelasi (meminta kete-rangan)
iii. Hak bertanya
iv. Hak angket (hak untuk mengadakan suatu
penyelidikan).
Dengan adanya wewenang DPR tersebut, maka
sepanjang tahun terjadi musyawarah yang diatur
antara pemerintah dan DPR, dan DPR menpunyai
kesempatan untuk menemukakan pendapat rakyat
secara kritis terhadap kebijaksanaan dan
politik pemerintah.
d. Hubungan Antara DPR Dengan Menteri-Menteri
Hubungan kerjasama antara Presiden dengan
DPR juga harus dilaksanakan dalam hal DPR
menyatakan keberatannya terhadap kebijaksanaan
menteri-menteri. Dalam hal ini sudah sewajarnya
Presiden mengganti menteri yang bersangkutan tanpa
membubarkan kabinet.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa menteri-
menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
(Pasal 17 ayat (2)), sedangkan dalam
133
penjelasannya dikemukakan bahwa menteri-menteri
itu tidak bertanggung jawab kepada DPR, artinya
kedudukannya tidak tergantung kepada Dewan, akan
tetapi tergantung kepada Presiden.
Penafsiran tentang kedudukannya menteri-
menteri itu tidak bisa dilepaskan dari penafsiran
tentang kedudukan Presiden yang juga dalam
penjelasan UUD, 1945, dalam pasal tentang
kementerian negara (Pasal 17) diterangkan bahvva
Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR (sistem
Kabinet Presidensial).
Seperti juga halnya dengan Presiden,
menteri-menteri tidak dapat dijatuhkan
dan/atau diberhentikan oleh DPR, akan tetapi
sebagai konsekuensinya yang waiar (logis) dari
tugas clan kedudukannya, ditambah pula ketentuan
dalam penjelasan yang mengatakan bahwa Presiden
harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR.
Oleh karena itu menteri-menten pun juga tidak
terlepas dari keberatan-keberatan DPR, yang
berakibat diberhentikannya menteri oleh Presiden.
Sudah terang bahwa DPR tidak boleh main mosi
tidak percaya, melainkan secara serius harus
memberikan pertimbangan kepada Presiden dan
sebaiknva Presiden tidak boleh bersitegang tidak
134
mau memperhatikan suara DPR yang telah
diberikannya dengan tulus ikhlas, maka sebagai
jalan keluar MPR harus segera memberikan
keputusannya,-dan terhadap MPR itu Presiden
secara imperatif harus melaksanakannya, terutama
berdasar Pasal 3 ayat (3).
e. Hubungan Antara Presiden dengan Menteri-Menteri
Presiden mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri negara (Pasal 17 ayat (2)) dan
menteri-menteri itu secara formal tidak
bertanggung jawab kepada DPR. akan tetapi
tergantung kepada Presiden. Menteri adalah
pembantu Presiden (Pasal 17 ayat (3)). Meskipun
kedudukan Para menteri tergantung.kepada Presiden,
mereka bukan pegawai tinggi biasa, oleh karena itu
menteri-menterilah yang terutama menjalankan
pemerintahan dalam praktekm a, sebagai pemimpin
departemen (Pasal 17 ayat (3)). menteri mengetahui
seluk-beluk mengenai lingkungan pekerjaannya.
Berhubungan dengan itu mentri mempunyai
pengaruh besar terhadap Presiden dalam menuntun
politik negara yang menyangkut departemennya.
Memang yang dimaksudkan adalah bahwa para menteri
itu peminpin-pemimpin negara. Untuk menetapkan
politik pemerintah dan koordinasi dalam pemerintah
135
negara, para menteri bekerjasama satu sama lain
secara erat di bawah pimpinan Presiden.
Dalam praktek Pernerintahan, timbul kebiasaan
bahwa Presiden melimpahkan sebagi-an wewenang
kepada pembantu pimpinan dari Presiden Konvensi
yang demikian ini tidak boleh mengurangi jiwa dari
sistem kabinet Presidensial.
f. Hubungan Antara Mahkamah Agung Dengan Lembaga Negara
Lainnya.
Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 disebutkan
bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman
menurut susunan dan kekuasaan Badan-Badan
Kehakiman tersebut diatur menetapkan hubungan
antara Mahkamah Agung dengan lembaga-lembaga
lainnya. Dalam Penjelasan UUD 1945 disebutkan
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
pemerintah ataupun kekuasaan serta kekuatan
lainnya! Berhubung dengan itu harus diadakan
jaminan dalam bentuk UUD 1945 tentang kedudukan
para hakim, sebagai syarat mencapai suatu
keputusan yang seadil-adilnya.
136
Negara Republik Indonesia adalah negara
yang berdasarkan atas hukum yang berdasarkan
Pancasila. Berhubung dengan itu kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna meneoakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
Ketentuan im menunjukkan bahwa di negara
Indonesia dijamin perlindungan hak-hak asasi
manusia dan bukan kemauan seseorang yang menjadi
dasar tindakan penguasa (Govemment by law, not by
man). Sifat negara hukum ini rnengandung makna
bahwa alat-alat perlengkapannya hanya dapat
bertindak menurut dan terikat kepada aturan-
aturan yang telah dibuat oleh badan yang
dikuasakan untuk mengadakan peraturan-peraturan
itu, atau singkatnya disebut dengan 'Rule of law'
Undang-undang Pokok Kehakimain (UU No. 14
tahun 1970) dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal
8 menjamin hak-hak asasi manusia yang mendapatkan
perlindungan. berhubungan dengan itu pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-
bedakan orang,tiada seorang juapun dapat
dihadapkan di depan pengadilan selain daripada
yang ditentukan baginya oleh undang-undang.
Demikian juga tiada scoarano juapun dapat
137
dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
karena alat penbuktian yang sah menurut undang-
undang mendapat keyakinan bahwa seorang yang
dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah
atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.
Selain itu tidda seorangpun dapat dikenakan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
pesitaan, selain atas printah tertulis oleh
kekuasaan yang sah dalam hal-hal clan menurut
cara-cara yang diatur dengan undang-undang.
Setiap orang yang disangkakan, ditangkap.
ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sebelum kekuatan hukum yang tetap asas
(persumfion innocence).
Semua pengadilan memberikan keterangan,
pertimbangan dan nasihat-nasihat tentang soal-
soal hukum kepada lembaga negara lain apabila
diminta.
Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara
dalam bidang kehakiman dari tingkat yang lebih
tinggi, berwenang menyatakan tidak sah
peraturan perundangan dari tinokat .yang .lebih
tinggi. Putusan tentang tidak sah peraturan
penmdang-undangan tersebut dapat diambil
138
berhubungan perundangan yang dinyatakan tidak sah
tcrsebut, dilakukan oleh instansi yang
bersangkutan. Ketentuan ini mengatur tentang hak
menguji dari Mahkamah Agung, yang mengandung
makna,bahwa mahkamah Agung berhak untuk menguji
secara material peraturan yang lebih rcndah
tingkatnya dari undang- undang mengenal sah
tidaknya dengan ketentuan perundang-undangam yang
lebih tinggi.
Dalam proses reformasi dewasa ini Mahkamah
Agung merupakan ujung tombak terutama mernberantas
KKN untuk rnewujudkan pemerintahan yang hersih
sebagaimana diamanatkan oleh Tap No. XI/MPR/1998.
Mahkamah Agung harus bebas dari pengaruh
kekuasaan ataupun lainnya.
g. Hubungan Antara BPK Dengan DPR
Badan Pemcriksa Keuangan (BPK) bertugas
memeriksa tentang keuangan negara dan hasil
perneriksaannya itu diberitahukan kepada DPR.
Dewan Perwakilan Daerah daerah DPRD (Pasal 23-E
ayat (2)) untuk mengikuti dan menilai kebijakan
ekonomis financial pemerintah yang dijalankan
139
oleh aparatur administrasi negara yang dipimpin
oleh pemerintah.
Undang-Undang No. 5 tahun 1973 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan menegaskan, bahwa BPK adalah
lembaga tinggi negara yang dalam pelaksanaan
terlepas dari pengaruh oleh kekuasaan pemerintah,
akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah. BPK
bertugas untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah
tentang keuangan negara dan memeriksa semua
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Sehubungan dengan pcnuaian tugasnya BPK
berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan
oleh setiap orang, badan/instansi Pemerintah atau
badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang.
Pembentukan BPK sesungguhnya memperkuat
pelaksanaan demokrasi dalam arti yang
sesungguhnya, oleh karena, pegaturan kebijaksanaan
dan arah keuangan negara yang dilakukan DPR saja
belum dapat dikatakan cukup. Tidak kalah
pentingnya adalah mengawasi apakah kebijaksanaan
dan arah tersebut dilaksanakan pemerintah dengan
sebaik-baiknya menurut tujuan semula, secara
tertib. Jadi BPK bertugas memeriksa
pertanggungjawaban pemerintah tentang keuangan
140
negara dan memeriksa semua pelaksanaan APBN yang
hasil pemeriksanaannya diberitahukan kepada DPR.
Dewan Perwakilan Daerah dan DPRD.
Selain pelaksanaan APBN, diperiksa pula
Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran
Perusahaan-perusahaan milik negara dan lain-lain.
Hasil pemeriksaan BPK inipun disertai sanksi
pidana, apabila hasil pemeriksaan mengungkapkan
sangkaan terjadinya tindakan-tindakan pidana, atau
perbuatan yang merugikan negara, maka masalahnya
diberitahukan kepada kepolisian atau kejaksaaan.
Ditinjau dari segi ini maka hasil pemeriksaan
BPK merupakan upaya yang menjamin terbinanya
aparatur pemerintahan dan aparatur perekonomian
negara yang bersih clan sehat.
Keanggotaan BPK itu tidak mewakili suatu
golongan dan manapun juga asal anggotanya.
Kedudukannya bebas dan terlepas dari pengaruh
pemerintah. Hal itu diperlukan untuk menjamin agar
BPK dapat bekerja secara objektif. Sudah
selayaknya sebagai sesama Lembaga Negara, antara
BPK, DPR dan Pemerintah terjalin kerjasama yang
sebaik-baiknya. Namun kerjasama yang baik itu
tidaklah berarti saling melindungi atau saling
menutupi kekurangan masing-masing.
141
(Sumber : Claroline 2013 http:// lms.unhas.ac.id 08 Desember 2014 )
5. Kekuasaan Negara Tertinggi Di Tangan MPR
Penjelasan UUD 1945 menerangkan bahwa kedaulatan
dipegang oleh suatu badan bernama MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini
menetapkan UUD dan Garis-garis Besar Haluan Negara
(pasal 3), mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan
Wakil Presiden (pasal 7). Majelis inilah yang
memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang
Presiden harus menjalankan haluan negara menurut
garis-garis besar yang telah ditetapkan Majelis.
Presiden yang diangkat oleh Majelis bertunduk dan
bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah
mandataris dari Majelis.
Presiden tidak “neben” tetapi “untergeordnet” kepada
Majelis. UUD 1945 (sebelum perubahan) tidak mengatur
secara rinci mengenai badan negara yang “ super
power” ini, terutama struktur dan susunan
keanggotaannya termasuk bagaimana mekanisme pengisian
anggotanya, dan hubungannya dengan badan-badan negara
lainnya. Para perumus UUD 1945, nampaknya sengaja
tidak mengatur secara rinci ketentuan-ketentuan UUD
142
1945 ini, karena pada saat itu UUD 1945 dimaksudkan
sebagai undang-ndang dasar yang supel, dinamis dan
hal-hal yang rinci diserahkan pada semangat para
penyelenggara negara, semangat para pemimpin
pemerintahan, yaitu sesuai dengan keadaan negara baru
yang dinamis. Lagipula UUD 1945 dibuat pada saat
revolusi yang terus bisa berubah.
Dalam praktek ketatanegaraan kita, badan ini
pernah menetapkan Presiden Soekarno sebagai Presiden
seumur hidup, mengangkat Presiden secara terus
menerus sampai tujuh kali berturut-turut (Soeharto),
dua kali memberhentikan Presiden (Soekarno dan
Abdurrahman Wahid), satu kali meminta Presiden mundur
(Soeharto), dan satu kali tidak memperpanjang masa
jabatan Presiden (B.J. Habibie). Tidak ada suatu
lembaga negara yang dapat membatasi kekuasaan dan
tindakan badan ini (MPR), kecuali MPR itu sendiri
yang dapat membatasi dirinya. Hanya gerakan rakyat
dalam suatu revolusilah yang dapat mempengaruhi
kekuasaan MPR. Itulah yang terjadi pada tahun 1966-
1967 dan tahun 1998.
Siapa yang dapat menguasai MPR, ia telah
menguasai kekuasaan negara, demikian juga sebaliknya.
Hal ini dirasakan oleh seluruh Presiden kita selama
berlakunya undang-undang dasar ini. Ada Presiden yang
143
diberi kekuasaan seumur hidup (Soekarno), hampir
seumur hidup (Soeharto), Presiden yang diberhentikan
dengan penuh gejolak (Soekarno dan Abdurrahman
Wahid), memegang kekuasaan yang sangat pendek yaitu
B.J.Habibie dan Abdurrahman Wahid.
Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, badan
negara yang paling mungkin dapat mempengaruhi MPR ini
adalah Presiden, karena Presiden memiliki banyak
kekuasaan yang diatur secara tegas dalam UUD 1945.
Dengan dasar inilah Soerkarno pernah sangat
berpengaruh terhadap MPR, karena anggota-anggota
diangkat dan ditetapkan oleh Presiden. Demikian juga
masa Soeharto, pernah sangat menguasai badan ini,
dimana setengah dari anggota MPR diangkat oleh
Presiden. Dalam kondisi yang demikian Presiden
tinggal mempengaruhi anggota MPR yang berasal dari
DPR yaitu partai politik peserta pemilu, dan pada
saat pemerintahan Orde Baru, Presiden menguasai
Golkar. Dengan demikian lengkaplah kekuasaan Presiden
menguasai MPR, karena itu apapun yang dikehendaki
Presiden tidak kuasa untuk ditolak oleh MPR.
MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara (TAP MPR No.
III/1978), sedangkan lembaga negara yang lainnya
adalah merupakan Lembaga Tinggi Negara dan Presiden
memegang posisi sentral karena dialah mandataris MPR.
144
Dengan cara berfikir yang demikianlah lembaga-lembaga
negara yang lain melapor setiap tahun seperti pada
periode 1999-2004.
(Sumber: Kementerian Sekretariat Negara RI 2013 http://www.setneg.go.id /index. php ?option=com_content&task=view&id=11 04 Desember 2014)
C. Presiden Menyelenggarakan Pemerintahan Negara Tertinggi
Penjelasan UUD 1945 menguraikan bahwa di bawah MPR,
Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang
tertinggi dalam menjalankan pemerintahan negara.
Kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan
Presiden (concentration of power and responsibility upon the
presiden). Presiden adalah mandataris MPR, dia tunduk dan
bertanggung jawab kepada MPR.
Dengan posisi mandataris itulah Presiden memiliki
diskresi kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar. Di
samping memegang kekuasaan eksekutif (executive power) ,
Presiden juga sekaligus memegang kekuasaan
legisltaf (legislative power). Di samping itu, Presiden
sebagai kepala negara memegang kekuasaan lainnya,
seperti kekuasaan tertinggi atas angkatan perang,
menyatakan perang, membuat perdamaian, membuat
perjanjian dengan negara lain dan lain lain seperti
145
diatur pada pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 UUD 1945.
Pada masa awal kemerdekaan, ketika lembaga-lembaga
negara lain belum terbentuk Presiden dengan dibantu oleh
sebuah komite nasional diberi kekuasaan untuk
menjalankan kekuasaan lembaga-lembaga negara yang lain
seperti MPR, DPR dan DPA (pasal IV Aturan Peralihan UUD
1945). Dengan demikian UUD 1945, memang memberikan
kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden.
Meskipun demikian ditegaskan bahwa kekuasaan Presiden
sebagai kepala negara tidak tak terbatas .
(Sumber: Kementerian Sekretariat Negara RI 2013 http://www.setneg.go.id/ index .php ?option=com_content&task=view&id=11 04 Desember 2014)
1. Presiden Bertanggungjawab Kepada MPR
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang
bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia Tugas Majelis adalah:
a. Menetapkan Undang-Undang Dasar,
b. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
c. kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara
(wakil presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara
tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan
146
negara menurut garis-garis besar yang telah
ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh
Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis.
Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang
berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
2. Presiden Memegang Kekuasaan Pemerintah Menurut UUD
Pemegang kekuasaan legislatif atau kekuasan
untuk membuat undang-undang menurut UUD 1945
melibatkan Presiden dan DPR. Setelah dilakukan
amanden terhadap UUD 1945, terjadi pergeseran peranan
dalam pembuatan undang-undang.
Sebelumnya, Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang dengan persetujuan DPR. Setelah
amandemen, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-
undang. Rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Pemegang kekuasaan eksekutif atau kekuasaan
untuk melaksanakan undang-undang menurut UUD 1945
berada di tangan Presiden. Inilah pengertian
kekuasaan pemerintahan dalam arti sempit.
Presiden adalah kepala pemerintahan, yang dalam
tugasnya dibantu oleh menteri-menteri. Presiden
bersama para menteri disebut kabinet.Adapun UUD 1945
RI antara lain memuat Bab III yang berjudul:
147
Kekuasaan Pemerintahan Negara. Bab III ini terdiri
dari 12 pasal, Yaitu pasal 4-pasal 15.
(Sumber : Rachmad Yuliadi Nasir 2012 http://www.kabarindonesia.com/ berita.php?pil=14&dn=20120206160408 08 Desember 2014)
D. Presiden Tidak Bertanggung Jawab Kepada DPR
1. Kedudukan Presiden Tidak Tergantung Kepada DPR
Dengan kewenangan yang begitu luas diberikan UUD
kepada Presiden dalam ketatanegaraan Indonesia,
posisi Presiden menjadi sangat dominan dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara. Dengan kewenangan
membentuk undang-undang dan menetapkan PERPU serta
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang, Presiden memiliki kekuasaan dan
kewenangan yang sangat besar untuk menggolkan dan
membentuk undang-undang. Sementara, pada posisi lain,
UUD memberikan keleluasaan dalam banyak hal mengenai
penyelenggaraan negara yang diserahkan kepada undang-
undang. Selama masa Orde Baru hanya beberapa undang-
undang yang datang dari DPR (hampir seluruhnya dari
Presiden), bahkan kultur ini masih berjalan sampai
sekarang setelah perubahan UUD.
148
UUD 1945 hanya mengatur masa jabatan Presiden
adalah 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali
(pasal 5), dan tidak mengatur sampai berapa periode
seseorang dapat menjabat sebagai Presiden, dan tidak
juga mengatur mengenai mekanisme pemberhentian
Presiden dalam masa jabatannya. UUD 1945 hanya
mengatur mengenai penggantian Presiden oleh Wakil
Presiden dalam hal Presiden mangkat, berhenti atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya (pasal 8). Dalam praktek ketatanegaraan
kita selama ini, persoalan ini telah menjadi
perdebatan yang sangat panjang.
(Sumber: Kementerian Sekretariat Negara RI 2013 http://www.setneg.go.id /index.php ?option=com_content&task=view&id=11 04 Desember 2014)
2. Kedudukan Presiden Tidak Tergantung DPR, Presiden –
DPR Tidak Dapat Saling Menjatuhkan, Presiden – DPR
Harus Bekerjasama
Kedudukan Presiden dan DPR adalah neben atau
sejajar. Dalam hal pembentukan Undang – Undang Dasar
dan menetapkan APBN. Presiden harus mendapat
persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus
bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggung
jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak
149
tergantung dari DPR pun tidak dapat menjatuhkan
Presiden.
( Sumber : Inuk Inggit Merdekawati, dkk.2012, Modul
Pembelajaran PKN, Yogyakarta : MGMD PKnS SMK Prof. DIY )
E. Mentri Pembantu Presiden Tidak Bertanggungjawab Kepada
DPR
1. Sistem Kabinet Adalah Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem
pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan
tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti
dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih
oleh rakyat secara terpisah. Sistem presidensial
tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi
tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan (separation
of power) menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara
ideal diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh
Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih
langsung oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya
ditentukan konstitusi. Konsentrasi kekuasaan ada pada
presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri
150
adalah pembantu presiden yang diangkat dan
bertanggung jawab kepada presiden.
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial :
a. Penyelenggara negara berada ditangan presiden.
Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh
parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau
suatu dewan majelis.
b. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden.
Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak
bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
c. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen.
Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh
parlemen.
d. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti
dalam sistem parlementer.
e. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai
lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh
rakyat.
f. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung
parlemen.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :
a. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena
tidak tergantung pada parlemen.
151
b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan
jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan
Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun,
Presiden Indonesia adalah lima tahun.
c. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan
dengan jangka waktu masa jabatannya.
d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-
jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang
luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :
a. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung
legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan
mutlak.
b. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
c. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya
hasil tawar-menawar antara eksekutif dan
legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak
tegas dan memakan waktu yang lama.
(Sumber : Cucu Abdulrohman 2012 http://warungbukumaya.blogspot.com /2012/ 11/perbedaan-pengertian-sistem.html 04 Desember 2014 )
2. Mentri Bukan Pegawai Tinggi Biasa
152
Menteri-menteri negara adalah pembantu Presiden
dan tidak bertanggung jawab kepada DPR. Karena itu
kedudukan menteri-menteri negara tidak tergantung DPR
akan tetapi tergantung Presiden. Meskipun mereka
adalah pembantu Presiden, tetapi menteri-menteri
negara bukan pegawai tinggi biasa, karena menteri-
menteri itulah yang menjalankan kekuasaan pemerintah
dalam praktek. Menteri-menteri negara memimpin
departemen.
Dalam praktek ketatanegaraan kita, menteri-
menteri negara ini tidak saja memimpin departemen,
karena ada menteri yang tidak memimpin departemen.
Sementara pembentukan dan pembubaran departemen itu
sendiri diserahkan kepada Presiden. Itulah sebabnya
Presiden Abdurrahman Wahid berwenang membubarkan
Departemen Sosial dan Departemen Penerangan pada saat
menjabat Presiden.
Lebih lanjut, penjelasan UUD 1945 menguraikan
bahwa kedudukan DPR adalah kuat. Di samping Presiden
adalah Dewan Perwakilan Rakyat. DPR tidak dapat
dibubarkan oleh Presiden. Setiap saat DPR dapat
mengawasi Presiden, dan jika dalam pengawasan itu DPR
menemukan bahwa Presiden telah melanggar haluan
negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau yang telah
ditetapkan oleh MPR, maka MPR dapat diundang untuk
153
mengadakan persidangan istimewa agar bisa minta
pertanggungan jawab kepada Presiden.
Kewenangan DPR yang diatur dalam UUD 1945 sangat
minim, yaitu memberi persetujuan atas undang-undang
yang dibentuk Presiden (pasal 20 ayat 1 dan 2 jo
pasal 5), memberi persetujuan atas PERPU (pasal 22),
memberi persetujuan atas anggaran (pasal 23) dan
persetujuan atas pernyataan perang, perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh
Presiden. Kewenangan DPR untuk mengawasi
pemerintah/Presiden dan kewenangan untuk meminta MPR
mengadakan sidang istimewa untuk meminta
pertanggungan jawab Presiden (fungsi kontrol) hanya
diterangkan dalam penjelasan.
UUD 1945 juga tidak mengatur bagaimana memilih
anggota DPR, dan tidak satupun kata pemilu dalam UUD
ini. Karena adalah wajar anggota DPR itu ada yang
diangkat dan ada yang dipilih melalui pemilu,
tergantung pada undang-undang yang mengaturnya.
Di samping itu UUD 1945, juga mengintrodusir
badan-badan negara yang lain seperti Dewan
Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). DPA hanya untuk memberi nasihat
belaka kepada Presiden apakah diminta atau tidak
diminta. DPA ini dijelaskan dalam penjelasan UUD
154
adalah semacan “ Council of State”. Sedangkan BPK adalah
badan negara yang diberi tugas dan wewenang untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara,
yaitu suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah, tapi tidak pula berdiri di atas
pemerintah. Dalam praktek ketatanegaraan kita selama
ini DPA ditempatkan sebagai Lembaga Tinggi Negara.
Dalam posisi yang demikian dengan kewenangan yang
sangan minim, keberadaan DPA ditata kembali dan
ditempatkan posisi yang tepat menurut peran dan
fungsinya.
Demikianlah sistem pemerintahan negara menurut
UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam sistem seperti ini,
MPR merupakan lembaga negara terpenting karena
lembaga ini adalah penjelmaan kedaulatan rakyat.
Setelah itu adalah Presiden, karena Presiden adalah
“mandataris” MPR. Dengan demikian kelembagaan negara
dalam sistem pemerintahan ini terstruktur, yaitu MPR
memegang kekuasaan negara tertinggi sebagai sumber
kekuasaan negara dan dibawahnya adalah Presiden
sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan yang
tertinggi di bawah MPR. Sistem seperti ini tidak
menganut prinsip check and balances , dan tidak mengatur
pembatasan yang tegas penyelenggaraan kekuasaan
negara. Karena kelemahan inilah dalam praktek
155
ketatanegaraan Indonesia banyak disalahgunakan dan
ditafsirkan sesuai kehendak siapa yang memegang
kekuasaan.
(Sumber: Kementerian Sekretariat Negara RI 2013 http://www.setneg.go.id /index.php ?option=com_content&task=view&id=11 04 Desember 2014)
3. Mentri Memimpin Departemen
Menteri adalah orang yang diangkat oleh presiden
untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan. Mereka
adalah pembantu presiden. Para menteri
bertanggungjawab kepada presiden. Sebelum memangku
jabatannya para menteri diambil sumpah kemudian
dilantik oleh presiden.
Menteri departemen adalah menteri yang memimpin
departemen.Departemen merupakan badan pelaksana
pemerintah yang terdiri dari berbagai bidang,
misalnya Departemen Pendidikan, Departemen
LuarNegeri, Departemen Keuangan, dan lain-lain.
(Sumber : Guru Sd N Sembilan Jambi 2013
http://sdnegerisembilanjambi.wordpress.com/
2013/01/29/organisasi-pemerintahan-pusat/ 08 Desember
2014)
156
F. Kekuasaan Kepala Negara Bukan Tak Terbatas
Walaupun kepala negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR, namun kekuasaannya bukan tanpa batas
(absolut), ia bukan"diktator", artinya kekuasaan tidak
tak terbatas. Sistem pemerintahan negara kita tidak
memungkinkan seorang kepala negara bertindak sewenang -
wenang. Oleh karena itu, setiap negara demokrasi
memiliki konstitusi untuk membatasi kekuasaan seorang
kepala negara. Indonesia sebagai negara hukum (sistem
pemerintahan yang pertama) menganut sistem
konstitusional (sistem pemerintahan yang kedua) dan
adanya fungsi pengawasan (kontrol) DPR.
Apabila masing-masing lembaga negara bertindak
sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, maka
kemungkinan pemusatan kekuasan pemerintahan di tangan
Presiden dapat dicegah. Di samping itu, Pasal 7A UUD
1945 menyatakan Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan MPR atas usulan DPR apabila mengkhianati
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat,
melakukan perbuatan tercela maupun tidak memenuhi syarat
lagi sebagai Presiden dan /atau Wakil Presiden. Hal ini
menunjukkan adanya check and balance antara pemerintah, DPR
dan MPR. Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung
157
jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.Kecuali itu
ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan
Perwakilan Rakyat.
(Sumber : handika’s 2013
http://handikap60.blogspot.com/2013/02/tujuh-kunci-
pokok-sistem-pemerintahan.html 4 desember 2014)
BAB 11
LEMBAGA – LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
158
Susunan lembaga-lembaga negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia telah dilakukan penyempurnaan
sesuai dengan aspirasi rakyat, sehingga mengalami beberapa
perubahan. Perubahan yang sangat jelas terlihat pada
kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebelum UUD
1945 diamandemen, kedudukan MPR berada lebih tingggi dari
lembaga-lembaga tinggi lainnnya. Namun, setelah UUD 1945
mengalami amandemen kedudukan MPR disejajarkan dengan
lembaga-lembaga tinggi lainnnya, seperti DPR, MA, DPA, BPK,
dan Presiden. Disamping itu juga dibentuk lembaga-lembaga
tinggi negara lain :
A. Presiden dan Wakil Presiden (Lembaga Eksekutif)
Presiden adalah lembaga negara yang memegang
kekuasaan eksekutif. Maksudnya, presiden mempunyai
kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Presiden
mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan
sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya
amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih
oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden dan
wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum. Presiden dan wakil presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya
159
bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua
MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan
wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan
program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan
pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945. Presiden dan wakil
presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan
negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Lembaga
Eksekutif diatur dalam UUD 1945 pada :
Pasal 4 Ayat 1
Memegang kekuasaan pemerintah menurut undang-
undang
Pasal 6 Ayat 1
Calon presiden dan calon wakil presiden harus
seorang warga negara indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendak
sendiri,tidak pernah mengkhianati negara ,
serta mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanaan tugas dan kewajiban sebagai
presiden dan wakil presiden.
Pasal 6 Ayat 2
Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil
presiden diatur lebih lanjut dalam undang
undang.
160
Pasal 7
Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya
selama selama masa lima tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali.
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas
angkatan darat, ngkatan laut, dan angkatan
udara.
Pasal 5 Ayat 1
Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-
undang dengan persetujuan DPR
Pasal 5 Ayat 1
Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagi mana mestinya.
Pasal 17 Ayat 1
Presiden dibantu oleh menteri menteri Negara
Pasal 17 Ayat 2
Menteri menteri itu diangkat dan diberhentikan
oleh presiden.
1. Kekuasaan Presiden
Kekuasaan presiden dibedakan menjadi dua yaitu :
161
a. Kekuasaan Tanpa Persetujuan DPR
Kekuasaan eksekutif atau kekuasaan untuk
menjalankan pemerintahan.
Kekuasaan untuk menetapakan peraturan
pemerintah.
Kekuasaan untuk memegang kekuasaan tertinggi
atau angkatan bersenjata.
Kekuasaan untuk menyatakan negara dalam keadaan
bahaya.
Kekuasaan untuk mengangkat dan menerima duta
atau konsul.
Kekuasaan untuk memberikan hak prerogatif yaitu
:
i. Grasi : Ampunan yang diberikan oleh presiden
kepada terdakwa setelah hakim memutus
perkara.
ii. Amnesti : Ampunan yang diberikan oleh
presiden kepada seseorang, beberapa orang,
dengan jalan membatalkan segala tuntutan
hukum. Ampunan diberikan karena adanya
perubahan kekuasaan hukum.
iii. Abolisi : Ampunan yang diberikan oleh
presiden kepada tertuduh sebelum hakim
memutuskan perkara.
162
iv. Rehabilitasi : Usaha pemulihan nama baik
seseorang yang telah tercemar namanya.
Kekuasaan untuk memberi gelar, tanda – tanda
jasa dan tanda – tanda kehormatan.
Kekuasaan untuk mengangkat dan menghentikan
menteri – menteri.
b. Kekuasaan dengan persetujuan DPR sebagai berikut :
Kekuasaan legislatif
Kekuasaan untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian atau membuat perjanjian – perjanjian
dengan negara lain.
Kekuasaan untuk membuat APBN ( Anggaran
Pendapatn Belanja Negara)
2. Persyaratan Menjadi Persiden dan Calon Wakil Presiden
a. Calon presiden dan calon wakil presiden harus
seorang WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya
sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta
mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil
presiden.
b. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan
selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama , hanya untuk satu
kali masa jabatan.
163
c. Bertaqwa kepada tuhan yang maha Esa
d. Berusia sekurang kurangnya 35 tahun
e. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum.
f. Terdaftar sebagai pemilih.
g. ukan bekas anggota organisasi terlarang Partai
Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya,
atau bukan orang yang terlibat langsung dalam
G.30.S/PKI
3. Mekanisme Pemilihan Calon Presiden Dan Calon Wakil
Presiden
Penyaluran kedaulatan rakyat secara langsung
dilakukan melalui pemilihan umum untuk memlih anggota
lembaga perwakilan dan memilih Presiden dan Wakil
Presiden. Pengertian tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden dapat kita lihat dalam Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
sebagai berikut:
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut
pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah pemilihan umum untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
164
Pemilu merupakan sarana tak terpisahkan dari
kehidupan politik negara demokrasi modern. Bagi
bangsa yang tengah berjuang melembagakan “kekuasaan
rakyat”, kata Indonesianis, Lance Castles, pemilu
masih dihayati sebagai ritus massal. Suatu perayaan
kebersamaan, yang bisa gagal atau mengecewakan. Namun
juga menjadi langkah maju dalam melembagakan
kedaulatan rakyat secara efektif dan lestari.
Pemilu memang merupakan keputusan yang sangat penting
bagi masa depan negara. Bila suatu pemilu berjalan
baik maka sebuah negara dapat melanjutkan menuju
demokrasi dan perdamaian. Sebaliknya, bila pemilunya
berjalan buruk bahkan gagal, sebuah negara bisa
dibilang tengah meruntuhkan demokrasi dan kembali
menuju titik nadirnya. Itulah sebabnya pemilu kerap
disebut sebagai roh demokrasi.
a. Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Sebelum Amandemen UUD 1945
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengatur secara umum tentang
penyelenggaraan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden. Dalam Pasal 6 Ayat 2 (sebelum
diamandemen) dinyatakan bahwa Presiden dan Wakil
Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (selanjutnya disebut dengan MPR) dengan
165
suara yang terbanyak. Anggota MPR terdiri dari
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(selanjutnya disebut DPR) ditambah dengan utusan-
utusan daerah dan golongan-golongan. Anggota DPR
adalah wakil-wakil rakyat dari partai politik yang
dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara tidak
langsung yakni oleh lembaga negara yang diisi oleh
sebagian kecil elit politik dan pemerintahan
terjadi sejak pemilihan Presiden Soekarno dan
Wakil Presiden Muhammad Hatta, mereka dipilih oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang
diakui oleh Pasal III Aturan Peralihan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
karena saat itu MPR belum dibentuk. Pemilihan
secara tidak langsung ini terus berlanjut hingga
terakhir saat Abdurrahman Wahid terpilih menjadi
Presiden RI ke-4.
b. Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Sesudah Amandemen UUD 1945
Amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebanyak 4 (empat) kali
banyak membawa perubahan dalam berbagai bidang
kehidupan. Salah satu perubahan penting yang
dibawa oleh UUD 1945 adaIah pemilihan presiden dan
166
wakil presiden secara langsung. Pasal 6 A Ayat (1)
menyatakan:
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat.
Pasal diatas secara tegas menyatakan bahwa
sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden bukan
lagi secara tidak langsung yakni oleh MPR, tetapi
secara tegas bahwa rakyatlah yang memilih pemimpin
mereka sendiri. Dasar hukum yang diberikan
sangatlah jelas. Hal ini merupakan sebuah
terobosan politik (political breakthrough) yang hebat
dalam sistem politik Indonesia. Ada dua faktor
penting yang menghambat terlaksananya pemilihan
presiden secara langsung.
Kepentingan kelompok tertentu dari elit
politik. Elit politik ini lebih cenderung
kepada pemilihan tidak langsung (yakni oleh
MPR) karena lebih mudah dikendalikan sehingga
rekayasa untuk mendudukkan tokoh tertentu dapat
dilakukan. Hal ini berarti presiden ditentukan
oleh sekelompok kecil orang yang duduk pada
pucuk pimpinan politik/pemerintahan sehingga
menghasilkan sistem politik yang elitis.
Keraguan tentang kemampuan rakyat lndonesia
untuk bisa memilih dengan baik dan benar karena
167
adanya keraguan tentang kemampuan, kesadaran,
dan wawasan politik rakyat Indonesia. Tentu
saja tidak dapat disangkal bahwa ada sejumlah
besar rakyat Indonesia yang belum bisa
menjatuhkan pilihan secara mandiri karena
kesadaran politik yang rendah. Namun juga tidak
dapat disangkal bahwa hampir semua rakyat yang
tinggal di daerah perkotaan dan sebagian besar
rakyat yang tinggal di pedesaan diperkirakan
mampu menggunakan hak pilih mereka dengan baik.
Oleh karena itu diperkirakan sebagian besar
rakyat Indonesia bisa menjalankan peran mereka
dengan baik dalam pemilihan presiden secara
langsung. Rakyat Indonesia patut bersyukur
bahwa MPR kemudian menyetujui pemilihan
presiden secara langsung setelah mengalami
berbagai tantangan. Dengan disetujuinya RUU
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada
tanggal 7 Juli 2003, bangsa Indonesia semakin
dekat kepada terselenggaranya pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung
untuk pertama kali dalam sejarah negara-bangsa
Indonesia.
c. Model Pemilihan Langsung di Indonesia
168
Dalam literatur hukum tata negara dan ilmu
politik terdapat beberapa model pemilihan
langsung. Menurut Saldi Isra ada 4 (empat) model
pemilihan langsung yang dipraktikkan di berbagai
negara. Berikut keempat model tersebut :
Sistem Electoral College System di Amerika Serikat
(AS)
Pada sistem ini rakyat tidak juga langsung
memilih calon Presiden tetapi melalui
pengalokasian jumlah suara dewan
pemilih (electoral college votes) pada setiap
propinsi (state). Jika seorang kandidat
memenangkan sebuah state maka ia akan mendapat
semua jumlahelectoral college (the winner takes all) pada
daerah bersangkutan. Sistem ini bukan tanpa
cela, karena tidak tetutup kemungkinan calon
yang memperoleh suara pemilih terbanyak gagal
menjadi Presiden karena gagal untuk memperoleh
jumlah mayoritas suara pada electoral college.
Kejadian ini dapat diamati dalam pemilihan
Presiden AS terakhir November 2000. Al Gore
mendapatkan total suara lebih banyak sekitar
360-an ribu suara, sementara George W. Bush
unggul dalam perolehan electoral college (272 : 267)
169
sehingga yang menjadi Presiden AS adalah George
W. Bush.
First-Past The Post
Kandidat yang memperoleh suara terbanyak
dalam pemilihan langsung menjadi Presiden
atau first-past the post. Seorang kandidat dapat
menjadi Presiden meskipun hanya meraih kurang
dari separuh suara pemilih. Sistem ini membuka
peluang untuk munculnya banyak calon Presiden
sehingga peluang untuk memenangkan pemilihan
kurang dari 50% lebih terbuka. Jika ini terjadi
maka presiden terpilih akan mendapatkan
legitimasi yang rendah karena tidak mampu
memperoleh dukungan suara mayoritas (50% + 1).
Two-Round Atau Run-Off System
Pada sistem ini, bila tak seorangpun
kandidat yang memperoleh sedikitnya 50% dari
keseluruhan suara, maka dua kandidat dengan
perolehan suara terbanyak harus melalui
pemilihan tahap kedua beberapa waktu setelah
tahap pertama. Jumlah suara minimum yang
harus diperoleh para kandidat pada pemilihan
pertama bervariasi di beberapa negara. Sistem
ini paling populer dilaksanakan di negara-
negara dengan sistem presidensil. Namun sistem
170
ini sangat memerlukan kesiapan logistik dan
biaya besar. Sistem seperti ini biasanya
membuka peluang bagi jumlah kandidat yang besar
pada pemilihan tahap pertama dan upaya “dagang
sapi”untuk memenangkan dukungan bagi pemilihan
tahap kedua. Jumlah kandidat yang terlalu besar
dapat dikurangi dengan menerapkan persyaratan
yang sulit bagi nominasi kandidat.
Model Nigeria
Di Nigeria, seorang kandidat Presiden
dinyatakan sebagai pemenang apabila kandidat
tersebut dapat meraih sedikitnya 30% suara di
sedikitnya 2/3 (dua pertiga) dari 36 negara
bagian di Nigeria (termasuk ibu kota Nigeria).
Sistem ini diterapkan untuk menjamin bahwa
Presiden terpilih memperoleh dukungan dari
mayoritas penduduk yang tersebar di 36 negara
bagian tersebut.
Melihat dari keempat model diatas dapat kita
lihat bahwa pemilihan langsung di Indonesia lebih
mirip dengan model pemilihan langsung di Nigeria.
Kemiripan itu dilatarbelakangi oleh pertimbangan
bahwa pemenang tidak selalu ditentukan oleh jumlah
pemilih tetapi juga persebaran wilayah. Kesimpulan
ini berdasarkan hasil amandemen Pasal 6 A Ayat 3
171
dan 4 Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut:
Pasal 6 A Ayat 3
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan
suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam
pemilihan umum dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara
di setiap propinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah
propinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden.
Pasal 6 A Ayat 4
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat
secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak
dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Keunggulan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Secara Langsung
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
(selanjutnya disebut pemilihan Presiden saja)
secara langsung adalah buah dari perdebatan
yang muncul pada paruh pertama tahun 2000. Pada
masa itu, pengalaman “pahit” yang terjadi pada
proses pengisian jabatan Presiden selama Orde
Baru dan proses pemilihan Presiden tahun 1999
mendorong untuk dilakukan pemilihan Presiden
172
langsung karena beberapa alasan (raison d’etre) yang
sangat mendasar. Saldi Isra memberikan 4
(empat) alasan sebagai berikut: Presiden yang
terpilih melalui pemilihan langsung akan
mendapat mandat dan dukungan yang lebih riil
dari rakyat sebagai wujud kontrak sosial antara
pemilih dengan tokoh yang dipilih. Kemauan
orang-orang yang memilih (volonte generale) akan
menjadi pegangan bagi Presiden dan Wakil
Presiden dalam melaksanakan kekuasaannya.
Pemilihan Presiden langsung secara otomatis
akan menghindari intrik-intrik politik dalam
proses pemilihan dengan sistem perwakilan.
Intrik politik akan dengan mudah terjadi dalam
sistem multipartai. Apalagi kalau pemilihan
umum tidak menghasilkan partai pemenang
mayoritas, maka tawar-tawar politik menjadi
sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan.
Pemilihan Presiden langsung akan memberikan
kesempatan yang luas kepada rakyat untuk
menentukan pilihan secara langsung tanpa
mewakilkan kepada orang lain. Kecenderungan
dalam sistem perwakilan adalah terjadinya
penyimpangan antara aspirasi rakyat dengan
wakilnya. Ini semakin diperparah oleh
173
dominannya pengaruh partai politik yang telah
mengubah fungsi wakil rakyat menjadi wakil
partai politik (political party representation).
Pemilihan langsung dapat menciptakan
perimbangan antara berbagai kekuatan dalam
penyelenggaraan negara terutama dalam
menciptakan mekanisme checks and balances antara
Presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-
sama dipilih oleh rakyat. Sebelum perubahan UUD
1945, misalnya, yang terjadi dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, MPR menjadi sumber
kekuasaan dalam negara karena adanya ketentuan
bahwa lembaga ini adalah pemegang kedaulatan
rakyat. Kekuasaan inilah yang dibagi-bagikan
secara vertikal kepada lembaga-lembaga tinggi
negara lain termasuk kepada Presiden.
Akibatnya, kelangsungan kedudukan Presiden
sangat tergantung kepada MPR.
4. Wewenang Kewajiban Dan Hak Presiden (Kepala Negara)
a. Sebagai Kepala Negara
Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan
AU
Menyatakan perang, membuat permainan dan
perjanjian dengan negara lain dan perjanjian
internasional lainnya dengan persetujuan DPR.
174
Menyatakan keadaan bahaya
Mengangkat duta dan konsul serta menerima duta
dan konsul negara lain dengan persetujuan DPR.
Memberi grai dan rehabilitas dengan
pertimbangan MA
Memberi amnesty, abolisi, dengan pertimbangan
DPR
Memberi gelar,tanda jasa,dan tanda kehormatan
lainnya.
Meresmikan keanggotaan BPK
Mengangkat,dan memberhentikan anggota KY
Mengajukan 3 orang hakim konstitusi dan
menetapkan 9 hakim konstitusi.
b. Sebagai Kepala Pemerintahan
Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan
AU
Menyatakan perang, membuat permainan dan
perjanjian dengan negara lain dan perjanjian
internasional lainnya dengan persetujuan DPR.
Menyatakan keadaan bahaya
Memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD
Mengajukan RUU kepada DPR
Menapkan peraturan pemerintah
Menteri sebagai pembantu presiden,membidangi
urusan tertentu
175
Pembentukan, pengubahan, pembubaran kementrian
di atur dengan undang-undang
5. Bagan Kekuasaan Presiden
(Sumber:IrvandiCapema2012http://
irvandicapem.blogspot.com/2012/08/lembaga-lembaga-
negara-menurut-uud-1945.html 4 desember 2014)
B. Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR)
1. Latar Belakang Lahirnya MPR
176
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lahir
seiring dengan berdirinya negara Indonesia sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa pada tanggal 29 Agustus 1945
sesaat setelah proklamasi kemerdekaan, dibentuk
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sesuai
ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KNIP bertugas membantu Presiden dalam
menjalankan kekuasaan negara, sebelum terbentuknya
lembaga-lembaga negara, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar.
Dalam perkembangan sejarahnya, pada pertengahan
Oktober 1945, KNIP kemudian berubah menjadi semacam
parlemen, tempat Perdana Menteri dan anggota kabinet
bertanggung jawab. Hal ini, sejalan dengan perubahan
sistem pemerintahan dari sistem Presidensial ke
sistem Parlementer. Sejarah mencatat, bahwa KNIP
adalah cikal bakal (embrio) dari badan perwakilan di
Indonesia, yang oleh Undang-Undang Dasar 1945
diwujudkan ke dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Kedudukan MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) merupakan
lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan
sebagai lembaga negara. Dahulunya MPR merupakan
177
lembaga tertinggi negara. Kedudukannya lebih tinggi
dibandingkan dengan presiden dan juga DPR. Akan
tetapi saat reformasi bergulir MPR berubah
kedudukannya menjadi lembaga tinggi negara yang
kedudukannya sama dengan presiden dan juga DPR dn
lembaga tinggi negara lainnya. ( UU No. 27 tahun 2009
pasal 2 )
3. Fungsi MPR
Menurut UUD 1945 pasal 3 ayat 1- 3, MPR memiliki
fungsi antara lain :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
b. Majelis Permus yawaratan Rakyat melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
c. Majelis Permus yawaratan Rakyat hanya dap at
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut UndangUndang Dasar.
4. Tugas dan Wewenang MPR
Dalam UUD 1945 pasal 7B dan UU No. 27 Tahun 2009
pasal 4, tugas dan wewenang MPR antara lain :
a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil
pemilihan umum.
178
c. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya,
setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum.
d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
apabilaPresiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya.
e. Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang
diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan
jabatan Wakil.
f. Memilih presiden dan wakil presiden jika keduanya
berhalangan bersamaan.
5. Keanggotaan MPR
a. Pemilihan
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )
terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum. ( UUD 1945 pasal 2 ayat 1
dan UU No. 27 Tahun 2009 Pasal 2 )
b. Syarat Keanggotaan
Syarat menjadi anggota MPR antara lain :
Warga negara Indonesia yang tealh berumur 21
tahu atau lebih.
179
Bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam
bahasa Indonesia.
Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara,
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus
1945.
Tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Sehat jasmani dan rohani
Bersedia bekerja penuh waktu.
Mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil,
anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus
pada badan usaha milik negara dan/atau badan
usaha milik daerah, serta badan lain yang
anggarannya bersumber dari keuangan negara,
180
yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri
yang tidak dapat ditarik kembali.
Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai
pejabat negara lainnya, pengurus pada badan
usaha milik negara, dan badan usaha milik
daerah, serta badan lain yang anggarannya
bersumber dari keuangan negara.
( UU No. 10 tahun 2008 pasal 12 )
c. Pemberhentian
Pemberhentian anggota MPR ini dilakukan apabila
terajdi pergantian anggota DPR dan anggota DPD.
Pemberhentian MPR ini diresmikan dengan keputusan
presiden. ( UU No. 27 tahun 2009 Pasal 65 ).
d. Masa Jabatan
Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun dan
berakhir pada saat anggota MPR yang baru terpilih
mengucapkan janji. Dan anggota MPR diresmikan oleh
keputusan presiden.( UU No. 27 tahun 2009 pasal
6 ).
e. Hak Anggota
Dalam UU No. 27 Tahun 2009 pasal 9, hak anggota
MPR antara lain :
Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
181
Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan.
Memilih dan dipilih
Membela diri.
Imunitas.
Protokoler.
Keuangan dan administratif.
f. Kewajiban Anggota
Menurut UU No. 27 tahun 2009 pasal 10, kewajiban
anggoyta MPR adalah:
Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
peraturan perundangundangan.
Mempertahankan dan memelihara kerukunan
nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan
wakil daerah.
g. Pimpinan MPR
Tugas dan kewenangan pimpinan Lembaga (UU No.
27 tahun 2009 pasal 15)
182
i. Memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil
sidang untuk diambil keputusan.
ii. Menyusun dan membagi kerja antara wakil dan
pimpinan MPR.
iii. Menjadi juru bicara MPR
iv. Melaksanakn keputusan MPR
v. Mengkoordinasikan anggota MPR untuk
memasyarakatkan UUD 1945
vi. Mewakili MPR pada persidangan.
vii. Menetapkan arah dan kebijakan MPR.
viii. Menyampaikan laporan kinerja MPR pada
sidang paripurna pada kahir jabatan.
Pemilihan Pimpinan MPR
Pimpinan MPR terdiri dari 1 orang ketua yang
berasal dari DPR dan 4 orang wakil ketua yang
terdiri dari 2 orang wakil ketua yang berasal
dari DPR dan 2 orang wakil ketua yang berasal
DPD. Dan pimpinan MPR dipilih secara musyawarah
mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna
DPR. Apabila musyawarah mufakat pada sidang
paripurna DPR belum tercapai maka sidang
pertama MPR dipimpin oleh seorang pimpinan MPR
sementara. Ketua MPR sementara yang dimaksudkan
adalah ketua DPR dan wakil sementaranya adalah
ketua DPD. Pimpinan MPR ditetapkan dengan
183
keputusan MPR. ( UU No. 27 tahun 2009 pasal
14 )
Pemberhentian
Ada beberapa sebab pimpinan MPR diberhentikan
dari jabatannya anatar lain karena :
i. Meninggal dunia
ii. Mengundurkan diri
iii. Diberhentikan.
Apabila seorang diberhentikan sebagai
anggota DPR dan DPD. Tidak dapat
melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap sebagai pimpinan
MPR.Apabila pimpinan MPR diberhentikan dari
jabatannya maka pimpinan MPR akan diganti
oleh anggota DPR atau DPD paling lambat 30
hari sejak pimpinan ditetapkan berhenti.
Dan pergantian tersebut diresmikan melalui
keputusan MPR dalam sidang paripurna MPR.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 16 ayat 1-4 )
Masa Jabatan Pimpinan MPR
Masa jabatan pimpinan MPR tidak jauh berbeda
dengan masa jabatan anggota MPR yaitu selama
lima tahun dan berakhir setelah pimpinan yang
baru terpilih mengucapkanjanji atau sumpah.
( UU No. 27 tahun 2009 pasal 6 )
184
6. Persidangan dan Keputusan MPR
MPR bersidang sedikitnya satu kali dalam lima
tahun di ibu kota negara. Persidangan ini
dilaksanakan untuk melaksanakan tugas dan wewenang
anggota MPR. Dan pengaturan secara lanjut dijelaskan
pada peraturan MPR tentang tata tertib. Menurut UU
No. 27 tahun 2009 pasal 60 61 , 62 dan 63, sidang MPR
mengambil keputusan apabila :
a. Diahdiri 2/3 dari anggota MPR dan disetujui
50%ditambah 1 dari anggota yang hadir dalam hal
mengubah UUD 1945.
b. Dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari anggota MPR dan
disetujui 2/3 dari dari anggota yang hadir dalam
hal pemutusan usul DPR tentang pemberhentian
presiden dan Wapres.
c. Dihadiri oleh 50% tambah 1 dari anggota MPR dan
disetujui oleh 50% tambah 1 dari anggota yang
hadir untuk persidengan selain a dan b.
d. Dalam pengambilan keputusan tersebut lebih dulu
dilakukan musyawarah mufakat dan apabila
musyawarah mufakat tidak berhasil maka akan
dilakukan voting . dan akan dilakukan voting ulang
apabila voting 1 tidak berhasil.
185
7. Dasar Hukum MPR
Lembaga MPR ini berdiri berdasakan UUD 1945
pasal 2 ayat 1,2,dan 3. Pasal 3 ayat 1,2 dan 3.pasal
7B ayat 1,5,6 dan 7. Dan juga UU No. 27 tahun 2009
khususnya bab II pasal 2 sampai pasal 66 dan UU No.10
tahun 2008.
(Sumber : Jefri Ruby 2014
http://gendutporeper.blogspot.com/2014/04/makalah-tentang-
mpr.html 4 Desember 2014)
C. Dewan Perwakilan Rakyat / DPR (Lembaga Legislatif)
1. Pengertian DPR
DPR adalah kepanjangan dari Dewan Perwakilan
Rakyat adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota
partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih
melalui pemilihan umum.
2. Kedudukan DPR
Anggota DPR berasal dari anggota partai politik
peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu.
Dpr berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang
berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan
yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD
186
kabupaten/kota. Berdasarkan UU pemilu No.10 tahun
2008 ditetapkan sebagai berikut : jumlah anggota DPR
sebanyak 560 orang ; jumlah anggota DPRD provinsi
sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyaknya
100 orang ; jumlah anggota DPRD kabupaten/kota
sedikitnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 50 orang.
Keanggotaan residen diresmikan dengan keputusan
presiden. Anggota DPR berdomisili di Ibu kota Negara.
Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan
berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan
sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anngota
DPR mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna DPR. Kedudukan DPR diperkuat dengan adanya
perubahan UUD 1945 yang tercantum dalam pasal 7C yang
menyebutkan “Presiden tidaka dapat membekukan atau
memebubarkan DPR”. Presiden dan DPR dipilih langsung
oleh rakyat sehingga keduanya memiliki legitimasi
yang sama dan kuat sehingga masing-masing tidak bisa
saling menjatuhkan. Kedudukan DPR diatur dalam UUD
1945 :
a. Pasal 20 Ayat 1
Memegang kekuasaan membentuk undang-undang
b. Pasal 19 Ayat 2
187
Anggota Dewan perwakilan rakyat dipilih melalui
pemilihan umum
c. Pasal 21 Ayat 1
Anggota dewan perwakilan rakyat berhak mengajukan
usul rancangan undang undang.
d. Pasal 21 Ayat 2
Jika rancangan itu, meski disetujui oleh DPR ,
tidak disarankan oleh presiden,maka rancangan
tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR
masa itu.
e. Pasal 7B Ayat 1
Usul pemberhentiaan presiden dan wakil presiden
dapat diajukan DPR kepada majelis permusyawaratan
rakyat,hanya dengan terlebih dahulu mengajukan
permintaan kepada mahkamah konstitusi , unuk
memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat
dewan perwkilan rakyat bahwapresiden atau wakil
presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan kepada nregara,korupsi,penyuapan,
tindak pidana berat lainnya,atau perbuatan
tercela, atau pendapat bahwa presiden dan wakil
presiden tidak lagi memenuhi syaratsebagai
presiden dan wakil presiden.
f. Pasal 7B Ayat 2
188
Pendapat DPR bahwa presiden dan wakil presiden
telh melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun
telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden
dan wakil presiden adalah dalam rangka memenuhi
fungsi pengawasan dewan perwakilan rakyat.
g. Pasal 7B Ayat 3
Pengajuan permintaan DPR kepada mahkamah
konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan
sekurang kurangnya 2/3ndari jumlah DPR
h. Pasal 13 Ayat 2
Dalam mengangkat duta, presiden memperhatikan
pertimbangan DPR.
i. Pasal 13 Ayat 3
Presiden menerima penempatan duta negara lain
dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
j. Pasal 23F Ayat 1
Anggota badan dewan pemeriksa keuangan dipilih
oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan dewan
perwakilan daerah dan diresmikan oleh presiden
k. Pasal 24A Ayat 3
Calon hakim agung diusulkan komisi yudisial kepada
DPR untuk mendapat persetujun dan selanjutnya
ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden.
3. Fungsi DPR
189
a. Fungsi DPR Dibidang Pembuatan Undang-Undang
(Legislasi) .
Salah satu pilar pemerintah yang demokratis
adalah menjunjung tinggi supermasi hukum.
Supermasi hukum dapat terwujud apabila di dukung
oleh perangkat peraturan Perundang-undangan yang
dihasilkan melalui proses legislasi. Oleh karena
itu, fungsi legislasi DPR dalam proses demokrasi
sangatlah penting.Menurut ketentuan konstitusi
rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan dibahas di
DPR dapat berasal dari pemerintah dan dapat pula
berasal dari DPR sebagai RUU usul inisiatif. Untuk
masa yang akan datang jumlah RUU yang berasal dari
inisiatif DPR diharapkan akan semakin banyak. Hal
ini merupakan bagian penting dari komitmen
reformasi hukum nasional dan pemberian peran yang
lebih besar kepada DPR secara konstitusional dalam
pembuatan undang-undang.
Peningkatan peran tersebut merupakan hasil
dari perubahan UUD 1945. dalam naskah asli UUD
1945 hak membuat undang-undang berada pada
Presiden “Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang” (Pasal 5 ayat 1). Dari hasil
perubahan hak tersebut bergeser dari Presiden
kepada DPR dan rumusan tersebut dituangkan dalam
190
perubahan UUD 1945 dalam Pasal 20 ayat (1)
menyebutkan “DPR memegang kekuasaan membentuk
undang-undang”.
Namun demikian kinerja dan produktifitas DPR
dalam pembuatan undang-undang dirasakan masih
kurang. Tercatat rancangan undang-undang yang
dibahas di DPR Sebagian besar berasal dari
pemerintah, sedangkan RUU usul inisiatif DPR
sangat lah minim sekali. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kinerja dalam bidang legislasi
sebaiknya DPR tidak terjebak pada fungsi
pengawasan saja yang pada akhirnya menelantarkan
fungsi legislasi.
b. Fungsi DPR Dibidang Anggaran (Budgeter).
Untuk menjalankan fungsi pokok Dewan
Perwakilan Rakyat di bidang anggaran diatur dalam
Pasal 23 perubahan UUD 1945. Ditegaskan bahwa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang.
Kedudukan DPR dalam APBN sangatlah kuat, karena
apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
anggaran yang diusulkan oleh pemerintah, maka
pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.
c. Fungsi DPR Dibidang Pengawasan.
191
Dengan diadakan perubahan terhadap UUD 1945
kini peran presiden mulai bergeser dan berubah.
Meskipun Presiden masih memegang kekuasaan
pemerintah, tetapi dengan adanya pergeseran ini,
Presiden tidak lagi mempunyai kekuasaan di bidang
legislasi, sebab kekuasan tersebut sekarang ada
pada tangan DPR. Pasal 20 ayat (1) menyebutkan
“Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang”. Sedangkan Presiden hanya
mempunyai hak mengajukan rancangan undang-undang
saja. Dalam kontek pengawasan, perubahan dan
pergeseran tersebut terlihat dengan dicantumkanya
fungsi pengawasan sebagi the orginal power DPR
dalam perubahan UUD 1945 dan melalui berbagi
perturan Perundang-undangan yang dihasilkan. Pasal
20A ayat (1) DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Kemudian untuk
melaksanakan fungsinya, sebagi mana dijelaskan
pada Pasal 20A ayat (2), DPR memiliki hak anggket,
hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat Serta
pada ayat (3) pasal yang sama setiap anggota DPR
mempunyai hak mengajukan pertanyaan, hak
menyatakan usul dan berpendapat sekaligus hak
imunitas.
192
Perubahan UUD 1945 telah memberikan peran
yang kuat kepada DPR dalam melaksanakan fungsi
pengawasan. Pengawasan yang dilakukan DPR dalam
menjalankan pemerintahan, merupakan bagian dari
sistem dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kebangsaan yang mencerminkan prinsip-prinsip
demokrasi. Disaat yang bersamaan situasi
masyarakat yang berkembang demikin cepat dan
kepercayaan yang demikian besar untuk
menggantungkan harapan serta kepentingan-
kepentingannya kepada lembaga perwakilan, kemudian
gejala demikian disambut oleh DPR sebagai salah
satu lembaga perwakilan dengan meningkatkan
kinerjanya dalam pelaksanan fungsi kontrol atau
pengawasan kepada pemerintah. Pelaksanaan fungsi
pengawasan dilakukan melalui mekanisme penggunaan
beberapa hak yang pada sebelumnya tidak digunakan
seperti hak interpelasi ataupun hak angket.
Melalui hak interpelasi, Presiden diminta untuk
memberikan keterangan atau klarifikasi atas
kebijakannya. Sedangakan melalui hak angket, DPR
melakukan penyelidikan terhadap peryeimpangan
penggunaan dana-dana yang digunakan oleh Persiden.
Pengawasan DPR juga dilakukan melalui
keterlibatan DPR dalam proses pemilihan pejabat-
193
pejabat publik yang ditetapkan oleh pemerintah
berdasarkan Perubahan UUD 1945 dan Undang-Undang
lainya. Dalam hal pengangkatan duta, penempatan
duta negara lain, pemberian amenesti, abolisi,
Presiden harus mendengarkan pertimbangan DPR.
Kemudian dalam hal pengangkatan Dewan Gubernur
Bank Indonesia (UU No.23 Tahun 1999), pengangkatan
dan pemberhentian panglima TNI (Tap MPR No.
IV/MPR/2000), pengankatan dan pemberhentian
Kapolri.
4. Tugas Dan Wewenang DPR
Tugas dan wewenang DPR antara lain :
a. Bersama-sama dengan presiden membuat UU.
b. Bersama-sama dengan presiden menetapkan APBN.
c. Melaksanakan pengawasan terhadap:
d. Pelaksanaan undang-undang.
e. Pelaksanaan APBN
f. Kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945
dan ketetapan MPR.
g. Membahas hasil pemeriksaan atas pertanggung
jawaban keuangan negara yang diberitahukan Badan
Pemeriksa Keuangan, yang disampaikan dalam rapat
paripurna DPR, untuk dipergunakan sebagai
pengawasan.
194
h. Membahas untuk meratifikasi dan/atau memberi
persetujuan atas pernyataan perang serta pembuatan
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang
dilakukan oleh presiden.
i. Menampung dan menindak lanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat.
j. Melaksanakan hal-hal yang ditegaskan oleh
ketetapan MPR dan/atau undang-undang kepada DPR
5. Hak DPR
a. Hak petisi (hak untk mengajukan pertanyaan bagi
setiap anggota).
b. Hak budget (untuk mentapkan anggaran pndapatan dan
belanja negara/daerah).
c. Hak interprestasi (untuk meminta keterangan
terutama pada ksekutif)
d. Hak amademen (untuk mngadakan perubahan peraturan)
e. Hak angket (untuk mengadakan penyelidikan karena
didga terlibat kasus)
f. Hak inisiatif (untuk mengajukan rancangan undang-
undang)
g. Hak prakarsa
h. Hak untuk mengajukan pernyataan pendapat.
6. Kewajiban DPR
a. Mempertahankan pancasila dan UUD 1945.
195
b. Menyusun anggaran pendapatan dan belanja
negara/daerah..
c. Memperhatikan aspirasi masyarakat.
7. Alat Kelengkapan DPR
a. Pimpinan DPR
b. Fraksi-Fraksi
c. Komisi-Komisi
d. Badan msyawarah
e. Badan urusan rumah tangga
f. Badan kerjasama antar parlemen
g. panitia khusus(PANSUS)
8. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Membentuk Undan-Undang
DPR memegang kekuasaan membentuk undang-
undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh
DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat
berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat
mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada
2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama
dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU
196
dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh
presiden digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama
antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada
Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU
yang sudah disampaikan kepada Presiden belum
disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR
mengirim surat kepada presiden untuk meminta
penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui
bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU
tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
a. Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI
RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau
naskah akademis yang berasal dari Presiden
disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR
dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut
juga Menteri yang mewakili Presiden dalam
melakukan pembahasan RUU tersebut.
Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah
RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian
Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota
197
masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya
kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang
terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan
DPD.
Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh
instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam
dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan
Menteri yang mewakili Presiden.
b. Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI
RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau
naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan
secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan
DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya,
setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR
memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU
tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh
Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan
surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai
tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD
tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg
untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan
pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang
anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya
198
1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat
kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil
pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan
oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan
permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang
akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan
RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD
untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60
(enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang
penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri
yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan
RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua
tingkat pembicaraan di DPR. Hal tersebut diatur
dalam UUD 1945 pada :
Pasal 20 Ayat 1
Tiap tiap undang undang menghendaki
persetujuan dewan perwakilan rakyat
Pasal 20 Ayat 2
Jika suatu rancangan undang undang tidak
mendapat persetujuan DPR maka rancangan undang
undang tadi tidak boleh di majukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu.
Pasal 21 Ayat 1
199
Anggota – anggota DPR berhak mengajukan
rancangan undang- undang
Berikut ini adalah bagan sistem Pembuatan Undang-
Undang :
9. DPR Menetapkan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
(APBN)
APBN adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan
200
APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun
ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan
hukum serta tata cara penyusunan APBN terdapat di
dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal
23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud
dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap
tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya
kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan
bahwa Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan
apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan
Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang,
pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan
Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di
tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat
mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi
APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN
untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan
darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah
201
dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia
anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah tahun
anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa
Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman
pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi
keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan
kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya
peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada
akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil
dan makmur material maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
a. Proses Penyusunan APBN
Pemerintah (Presiden dibantu para menteri,
terutama Menteri Keuangan) menyusun RABPN
berdasarkan asumsi-asumsi, yaitu tentang :
Kondisi ekonomi makro seperti Produk Domestik
Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku
Pertumbuhan ekonomi
Inflasi
Nilai tukar rupiah
Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan
202
Harga minyak internasional
Serta produksi minyak dalam negeri
Dalam menyusun RAPBN digunakan azas
kemandirian, azas penghematan, azas penajaman
prioritas pembangunan. RAPBN oleh pemerintah diajukan
ke DPR dan dilakukan pembahasan dengan melakukan
koordinasi dengan pihak-pihak yang berkompeten sesuai
bidang masing-masing. Jika telah disetujui, DPR akan
mengesahkan RAPBN menjadi APBN. Hak DPR untuk
menetapkan anggaran negara disebtut Hak Budget. Namun
jika tidak ditemukan kesepakatan tentang RAPBN, DPR
menetapkan APBN tahun lalu sebagai APBN tahun
berjalan.
b. Bagan APBN
203
(Sumber : Silviana
http://silvianasyavitri.wordpress.com/2014/05/16/makalah
-tentang-dpr/ 4 Desember 2014)
D. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga
negara baru yang sebelumnya tidak ada. DPD merupakan
lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari
provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.
Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama,
tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat orang. Jumlah
seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota
DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan
204
presiden. Anggota DPD berdomisili di daerah
pemilihannya, tetapi selama bersidang bertempat tinggal
di ibu kota Republik Indonesia. Masa jabatan anggota DPD
adalah lima tahun. Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945
maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut:
1.Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
2.Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah,
pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3.Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan
dengan rancangan undang-undang, RAPBN, pajak,
pendidikan, dan agama.
4.Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan
pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan
pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan
pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.
205
E. Mahkamah Agung / MA (Lembaga Yudikatif)
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang
memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah
Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu
diketahui bahwa peradilan di Indonesia dapat dibedakan
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara (PTUN). Lembaga ini terdiri
dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang
sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung
adalah hakim agung. jumlah hakim agung paling banyak 60
(enam puluh) orang.1. Kedudukan Mahkamah Agung
a. Pasal 24 Ayat 1
Memegang kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.
b. Pasal 24 Ayat 2
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan badan
peradilan dibawahnya dan MK
c. Pasal 25
206
Syarat syarat untuk menjadi dan untuk
diberhentikan sebagai hakim ditetap kan dengan
undang undang2. Kewajiban Dan Wewenang Mahkamah Agung
a. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundangundangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang
lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
b. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
c. Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi
grasi dan rehabilitasi.3. Fungsi Mahkamah Agung
a. Fungsi Peradilan
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah
Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas
membina keseragaman dalam penerapan hukum
melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali
menjaga agar semua hukum dan undang-undang
diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara
adil, tepat dan benar.
Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi,
Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir,
seperti :
207
i. Semua sengketa tentang kewenangan
mengadili.
ii. Permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34
Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun
1985)
iii. Semua sengketa yang timbul karena
perampasan kapal asing dan muatannya oleh
kapal perang Republik Indonesia berdasarkan
peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal
78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun
1985)
Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah
hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan
perundangan dibawah Undang-undang tentang hal
apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya
(materinya) bertentangan dengan peraturan dari
tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-
undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
b. Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi
terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan
peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
208
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan
dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada
azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan
Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
Mahkamah Agunbg juga melakukan pengawasan :
i. Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah
laku para Hakim dan perbuatan Pejabat
Pengadilan dalam menjalankan tugas yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok
Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal
menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya, dan meminta keterangan tentang
hal-hal yang bersangkutan dengan teknis
peradilan serta memberi peringatan, teguran
dan petunjuk yang diperlukan tanpa
mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
ii. Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris
sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal
209
36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14
Tahun 1985).
c. Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-
hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-
hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk
mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan
peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun
1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara
sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi
hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
d. Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau
pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum
kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada
Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang
210
Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1),
Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk
memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku
Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi.
Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan
hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini
belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengatur pelaksanaannya.
Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan
dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan
disemua lingkunga peradilan dalam rangka
pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang
No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-
undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung).
e. Fungsi Administratif
Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana
dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14
Tahun 1970 secara organisatoris, administrative
dan finansial sampai saat ini masih berada
dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun
menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35
211
Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta
tanggung jawab, susunan organisasi dan tata
kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang
No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
f. Fungsi Lain-Lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung
dapat diserahi tugas dan kewenangan lain
berdasarkan Undang-Undang.
(Sumber: Abdul muhaimin rahim mulsin http://amrmulsin.blogspot.com /2014/03/tugas-dan-kewenangan-lembaga-negara.html 04 Desember 2014)
F. Mahkamah Konstitusi / MK (Lembaga Yudikatif)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga baru setelah
adanya perubahan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi merupakan
212
salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi
berkedudukan di ibu kota negara.
Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang
anggota hakim kontitusi yang ditetapkan dengan keputusan
presiden. Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas
seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota dan tujuh orang anggota hakim
konstitusi. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh
hakim konstitusi untuk masa jabatan selama tiga tahun.
Hakim konstitusi adalah pejabat negara
Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang
anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden,
yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga
orang oleh Presiden. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
1. Kedudukan MK
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga
negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang
merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna
menegakkan hukum dan keadilan
2. Kewenangan
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan
213
dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk:
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
c. Memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum
3. Kewajiban
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
diduga:
a. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa:
Penghianatan terhadap negara;
Korupsi;
Penyuapan;
Tindak pidana lainnya
b. Atau perbuatan tercela, dan atau
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
214
(Sumber : Mynyekasari
http://miniekasarisweet.wordpress.com/2012/10/29/ tugas-
dan-wewenang-mahkamah-konstitusi/ 04 Desember 2014)
G. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga yang bersifat
mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta
perilaku hakim. Komisi Yudisial (KY) dibentuk
berdasarkan UU No. 22 Tahun 2004, yang bertujuan untuk
memenuhi harapan masyarakat tentang kekuasaan kehakiman
yang transparan, merdeka, dan partisipatif. Pembentukan
Komsi Yudisial diawali oleh adanya kesepakatan untuk
memberlakukan pemidahan kewenangan (organisasi,
personel, administrasi, dan keuangan) pengadilan dari
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah
Agung.
Susunan keanggotaan Komisi Yudisial (KY) terdiri
atas pimpinan dan anggota. Pimpinan komisi terdiri atas
seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap
anggota. Sedangkan anggotanya terdiri atas 7 (tujuh)
orang yang berasal dari pejabat Negara, yaitu hakim,
akademisi hukum, praktisi hukum, dan anggota masyarakat.
215
Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi
Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan
persetujuan DPR. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas
seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa jabatan
anggota Komisi Yudisial lima tahun.
1. Tugas Komisi Yudisial :
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung.
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung.
c. Menetapkan calon hakim.
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
2. Wewenang Kolmisi Yudisial
a. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR.
b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat
hakim.
c. Menjaga perilaku Hakim.
3. Tujuan Komisi Yudisial
a. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif
terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan
kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim
agung maupun monitoring perilaku hakim.
216
c. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga
peradilan, karena senantiasa diawasi secara
intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
d. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan
kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian
kekuasaan kehakiman.
(Sumber : Komisi Yudisial Republik Indonesia 10 Agustus
2012 http:// komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-
tugas.html 02 Desember 2014)
H. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kedudukan BPK sejajar dengan lembaga negara
lainnya. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksan Keuangan
yang bebas dan mandiri. Jadi, tugas BPK adalah memeriksa
pengelolaan keuangan negara.
Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD,
dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan UUD
1945 Pasal 23 F maka anggota BPK dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh
presiden. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan
217
memiliki perwakilan di setiap provinsi. Keanggotaan BPK
diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1975, Menurut UU tersebut
susunan BPK sebagai berikut :
Ketua merangkap anggota.
Wakil ketua merangkap anggota.
Anggota-anggota BPK
Dalam UU 1945 hasil amandemen, keanggotaan BPK
telah diatur dengan jelas dalam pasal 23F sebagai
berikut :
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan
oleh Presiden.
Pimpinan BPK dipilih dari dan olah anggota.
BPK mempunyai 9 orang anggota, dengan susunan 1
orang Ketua merangkap anggota, 1 orang Wakil Ketua
merangkap anggota, serta 7 orang anggota.Anggota BPK
memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
1. Kedudukan BPK
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan
mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara.
a. BPK berkedudukan di Ibukota negara.
b. BPK memiliki perwakilan di setiap provinsi.
218
c. Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dengan keputusan BPK dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
2. Fungsi BPK
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di
bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;
b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan keuangan dan pembangunan;
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan
tugas BPKP;
d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan
terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan
pembangunan;
3. Tugas BPK
a. BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara.(uu no 15.th 2006 pasal 6)
b. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu.(uu no 15.th 2006 pasal 6)
219
c. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan
publik berdasarkan ketentuan undang-undang,
laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib
disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. (uu no
15.th 2006 pasal 6)
d. BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR,
DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. (uu no
15.th 2006 pasal 7)
e. Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD
dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang
ditunjuk. (uu no 15.th 2006 pasal 7)
f. Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada
DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan
masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan
kewenangannya. (uu no 15.th 2006 pasal 7)
g. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara yang telah diserahkan kepada
DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.
(uu no 15.th 2006 pasal 7)
4. Wewenang BPK
a. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan
melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan
metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan
laporan pemeriksaan;
220
b. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib
diberikan oleh setiap orang, unit organisasi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga
negara lainnya, bank indonesia, badan usaha milik
negara, badan layanan umum, badan usaha milik
daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara;
c. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang
dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan
kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan
negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-
perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening
koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang
berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
d. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
5. Keanggotaan BPK
a. BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang
keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan
Presiden.
b. Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap
anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota,
dan 7 (tujuh) orang anggota.
221
c. Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun
dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
6. Syarat Keanggotaan BPK
Untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Warga negara Indonesia;
b. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Berdomisili di Indonesia;
d. Memiliki integritas moral dan kejujuran;
e. Setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
f. Berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara;
g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih;
h. Sehat jasmani dan rohani;
i. Paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun;
j. Paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan
jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola
keuangan negara; dan
222
k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
7. Pemilihan Anggota BPK
a. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
b. Calon anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik
untuk memperoleh masukan dari masyarakat.
c. DPR memulai proses pemilihan anggota BPK terhitung
sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari
BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang
baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum
berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama.
8. Pemberhentian BPK
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK dapat
diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat
dari keanggotaan BPK.
a. Diberhentikan secara hormat : (UU No. 15 th.2006
pasal 18)
Meninggal dunia;
Mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang
diajukan kepada ketua atau wakil ketua BPK;
Telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun;
Telah berakhir masa jabatannya;
223
b. Diberhentikan secara tidak hormat (UU No. 15
th.2006 pasal 19)
Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
Melanggar kode etik BPK;
Tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya
selama 1 (satu) bulan berturut turut tanpa
alasan yang sah;
Melanggar sumpah atau janji jabatan;
9. Pimpinan BPK
a. Pemilihan
Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan
seorang wakil ketua.
Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh
Anggota BPK dalam siding Anggota BPK dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
terhitung sejak tanggal diresmikannya
keanggotaan BPK oleh Presiden.
Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin
oleh Anggota BPK tertua.
224
Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan
apabila mufakat tidak dicapai, pemilihan
dilakukan dengan cara pemungutan suara.
b. Pemberhentian
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK
diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
BPK melalui Rapat Pleno apabila ditetapkan
sebagai tersangka dalam tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih.
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang
terbukti tidak melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak
mendapatkan rehabilitasi dan diangkat kembali
menjadi Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK.
c. Masa jabatan
Pemimpin dan Anggota BPK memegang jabatan
selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan
kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa
jabatan anggota BPK paling lambat 6 (enam)
225
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota
tersebut.
10. Dasar Hukum BPK
a. UUD 1945.
b. UU.NO.15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
c. Buku lembaga lembaga menurut UUD 1945 (Prof.Dr.Sri
Soemantri S.H)
(Sumber : 2012
http://irvandicapem.blogspot.com/2012/08/lembagalemba
ga-negara-menurut-uud-1945.html(13.40) 4 desember
2014)
BAB 12
DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
226
A. Masa Awal Kemerdekaan
Pada awal masa Indonesia setelah
memproklamasikan kemerdekaannya mengalami berbagai
macam gangguan terutama dalam upaya untuk
mempertahankan kemerdekaannya. Pada masa ini,
kolonialisme Belanda berupaya untuk mengembalikan
kekuasaannya di Indonesia dengan membonceng
tentara sekutu.
Selain itu juga telah terjadi berbagai macam
pemberontakan yang bersumber pada pertentangan
ideologi yang ingin merubah negara kesatuan
Republik Indonesia dengan ideologi lainnya. Antara
lain pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. PRRI
Sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum
dapat dilaksanakan.Pada tahun ini di bentuklah DPA
sementara, sedangkan DPR dan MPR belum dapat
dibentuk karena harus melalui pemilu. Waktu itu
masih di berlakukan pasal aturan peralihan pasal
IV yang menyatakan Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan
Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang
Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.
227
Tanggal 3 November 1945 di keluarkan juga
suatu maklumat yang ditandatangani oleh Wakil
Presiden yang isinya tentang pembentukan partai
politik.Sejak tanggal 14 Nopember 1945 kekuasaan
pemerintah (eksekutif) dipegang oleh Perdana
Menteri sebagi pimpinan cabinet. semakin tidak
setabilnya Negara Republik Indonesia baik di bidang
politik, ekonomi pemerintahan maupun
keamanan.Semangat ideologi liberal itu kemudian
memuncak dengan dibentuknya Negara Federal yaitu
negara kesatuan Republik Indonesia Serikat dengan
berdasar pada konstitusi RIS.Pada tanggal 27
Desember 1949. Konstitusi RIS tersebut sebagai
hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag negeri Belanda. Tugas konstituante adalah
untuk membentuk , menyusun Undang-Undang Dasar
yang tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk
mengambil putusan mengenai Udang-Undang dasar yang
baru ditentukan pada pasal 137 UUDS 1950 sebagai
berikut : Untuk mengambil putusan tentang rancangan
Undang-Undang Dasar baru sekurang-kurangnya 2/3
jumlah anggota konstituante harus hadir.
228
Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir. Rancangan yang telah diterima oleh konstituante
dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan oleh
pemerintah. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu
dengan segera serta mengumumkan Undang-Undang
Dasar itu dengan keluhuran.
Dalam kenyataannya konstituante selama dua
tahun dalam bersidang belum mampu menghasilkan
suatu keputusan tentang Undang-Undang Dasar yang
baru.Hal ini dikarenakan dalam sidang konstituante
,muncullah suatu usul untuk mengembalikan Piagam
Jakarta dalam pembukaan UUD baru. Oleh karena itu
Presiden pada tanggal 22 april 1959 memberikan pidatonya
didepan siding Konstituante untuk kembali kepada UUD
1945. Hal ini diperkuat dengan suatu alasan bahwa
sidang Konstituante telah mengalami jalan buntu.
Terutama setelah lebih dari separuh anggota
Konstituante menyatakan untuk tidak akan
menghadiri sidang lagi. Atas dasar kenyataan
tersebut maka Presiden mengeluarkan suatu dekrit
yang didasarkan pada suatu hukum darurat negara
229
(Staatsnoodrecht).Hal ini menginggat keadaan
ketata negaraan yang membahayakan kesatuan,
persatuan, keselamatan serta keutuhan bangsa dan
negara Repubik Indonesia.
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan
untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di
beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme
karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan
rakyat ataupun merugikan rakyat.Sistem pemerintahan
mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan
menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem
pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan
berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas
berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan
masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun
minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga
kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga
menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi
dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam
pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Secara sempit,
sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk
menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan
negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya
perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu
230
sendiri Perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat
dibagi menkadi beberapa periode, sejak masa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Walaupun
sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada
jauh sebelum proklamasi.
a. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27
Desember 1949
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945 – 19 Desember 1948)Syafruddin
Prawiranegara (ketua PDRI)
(19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)Ir. Soekarno &
Mohammad Hatta(13 Juli 1949 27 - Desember 1949)
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding
dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu
perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil
menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh
pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum
kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno
sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh
231
Sutan Syahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai
figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak
diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai
sosialis di Belanda. Setelah munculnya Maklumat Wakil
Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi
pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan
legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih
tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14
November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah
14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula
dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri
sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem
pemerintahan parlementer.
b. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
Lama periode : 27 Desember 1949 – 15
Agustus 1950
Bentuk Negara :Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi
Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS
(27 Desember 1949 - 15Agustus 1950)Assaat = pemangku
232
sementara jabatan presiden RI(27 Desember 1949 - 15
Agustus 1950)
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2
september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan
konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin
oleh Drs. Moh.Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor
Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie
dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah
untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan
Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan
pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa
syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan
Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya
tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada
RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu
Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan
RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi
itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang
berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
a. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat
(federalisme) yang terbagi dalam 16 negara
233
bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan
kenegaraan (pasal 1 dan 2, Konstitusi RIS).
b. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang
leberalistis atau pemerintahan berdasarkan
demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2
Konstitusi RIS).
c. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama
sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD proklamasi
sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan
negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan
Decleration of independence bangsa Indonesia, kata
tap MPR no. XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam
pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan kata-
kata dari kelima sila pancasila.Inilah yang
kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran
pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga
menjadi sumber segala penyelewengan didalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia.
c. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli
1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
234
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku
di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950
hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang
Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14
Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan
"sementara", karena hanya bersifat sementara,
menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan
umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan
Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara
demokratis, namun Konstituante gagal membentuk
konstitusi baru hingga berlarut-larut. Dekrit
Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan
Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai
pengganti UUDS 1950.Anggota konstituante mulai
bersidang pada 10 November 1956.Namun pada
kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil
merumuskan UUD yang diharapkan.Sementara, di kalangan
235
masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD
'45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden
Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang
Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya
menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei
1959 Konstituante melaksanakan pemungutan
suara.Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199
suara tidak setuju.Meskipun yang menyatakan setuju
lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus
diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi
kuorum.Pemungutan suara kembali dilakukan pada
tanggal 1 dan 2 Juni 1959.Dari pemungutan suara ini
Konstituante juga gagal mencapai kuorum.Untuk meredam
kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang
ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden
Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam
upacara resmi di Istana Merdeka. Isi dekrit presiden
5 Juli 1959 antara lain :
a. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya
lagi UUDS 195
b. Pembubaran Konstituante
c. Pembentukan MPRS dan DPAS.
B. Masa Orde Lama (Repblik Indonesia Serikat /RIS)
236
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli
1959 itu maka UUD 1945 berlaku kembali di Negara
Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis
formal sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku di
Indonesia namun realisasi ketatanegaraan Indonesia
tidak melaksanakan makna dari UUD 1945 itu
sendiri.Sejak itu mulai berkuasa kekuasaan Orde
Lama yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh
paham komunisme. Hal ini nampak adanya berbagai
macam penyimpangan ideologis yang dituangkan dalam
berbagai bidang kebijaksanaan dalam negara.
Dikukuhkannya ideologi Nasakom, dipaksakannya
doktrin Negara dalam keadaan revolusi.sebagai
Kepala Negara yang sekaligus juga sebagai Pemimpin
Besar Revolusi, diangkat menjadi Pemimpin Besar
Revolusi, sehingga Presiden masa jabatannya seumur
hidup.Penyimpangan ideologis maupun konstitusional
ini berakibat pada penyimpangan-penyimpangan
konstitusional lainnya sebagai berikut : Demokrasi di Indonesia diarahkan menjadi
demokrasi terpimpin, yang dipimpin oleh presiden,
sehingga praktis bersifat otoriter.pada sebenarnya di
negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
berazas-kan kerakyatan,sehingga seharusnya
rakyatlah sebagai pemegang serta asal mula
237
kekuasaan negara, demikian juga sebagaimana yang
tercantum dalam UUD 1945. Presiden sebagai pemimpin besar revolusi maka
memiliki wewenang yang melebihi sebagaimana yang
sudah di tentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu mengeluarkan produk hukum yang setingkat
denganUndang-Undang tanpa melalui persetujuan
DPR dalam bentuk penetapanpresiden. Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat
menyetujui rancangan pendapatan dan Belanja
Negara yang di ajukan oleh pemerintah. Kemudian
presiden waktuitu membubarkan DPR hasil pemilu
1955 dan kemudian membentuk DPR gotong
royong.Hal ini jelas-jelas sebagai pelanggaran
konstitusional yaitukekuasaan eksekutif di
atas kekuasaan legislatif. Pimpinan lembaga tertinggi negara dijadikan
menteri negara, yang berarti sebagai pembantu
presiden.Selain penyimpangan-penyimpangan
tersebut masih banyak penyimpangan-penyimpangan
dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang seharusnya
berdasarkanpada UUD 1945. Karena pelaksanaan
yang inskonstitusional itulah maka berakibat
pada ketidak stabilan dalam bidang politik,
ekonomi terutama dalam bidang keamanan. Puncak
238
dari kekuasaan Orde Lama tersebut ditandai
dengan pemberontakan G30S.PKI.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar,
sehingga presiden tidak mampu lagi
mengembalikannya, maka keluarlah surat perintah 11
Maret 1966 yang memberikan kepada Letnan Jenderal
Soeharto untuk mengambil langkah-langkahdalam
mengembalikan keamanan negara. Sejak peristiwa
inilah sejarahketatanegaraan Indonesia dikuasai
oleh kekuasaan Orde Baru (Darmodihardjo) 1979.
1. Periode UUD 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Pada periode UUDS 1950 ini diberlakukan sistem
Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi
Liberal.Pada periode ini pula kabinet selalu silih
berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan
lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan
kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara
RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang
dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka
rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem
Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai
dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Secara umum,
terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD 1945 antara
lain:
239
a. Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat
dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang
merupakan wewenang MPR.
b. Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial
menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP –
KNIP. Pada masa ini, lembaga-lembaga negara yang
diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk, karena UUD
1945 pada saat ini tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya mengingat kondisi Indonesia yang sedang
disibukkan dengan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan. Dengan demikian, sesuai dengan Pasal
4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).Komite ini
merupakan cikal bakal badan legislatif di
Indonesia. Hal ini berdasarkan pada Maklumat Wakil
Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945,
diputuskanlah bahwa KNIP diserahi kekuasaan
legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.
Sehingga pada tanggal 14 November 1945 dibentuklah
Kabinet Semi-Presidensiel (“Semi-Parlementer”)
yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih
demokratis.
240
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29
April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD
1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari
tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945
Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang “Dasar
Negara” yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPKI
membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang
untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada
tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk
Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk
merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak
kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariah Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” maka naskah Piagam Jakarta
menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945
dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus
1945.Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada
masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK).
2. Tahun 1949-1950
241
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia
adalah sistem pemerintahan parlementer, yang meganut
Sistem multi partai. Didasarkan pada konstitusi RIS,
pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah sistem
parlementer kabinet semu (Quasy Parlementary).Perlu
diketahui bahwa Sistem Pemerintahan yang dianut pada
masa konstitusi RIS bukanlah cabinet parlementer
murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen
mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap
kekuasaan pemerintah. Diadakannya perubahan bentuk
negara kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah
merupakan konsekuensi sebagai diterimanya hasil
Konferensi Meja Bundar (KMB).Perubahan ini dituangkan
dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).Hal
ini karena adanya campur tangan dari PBB yang
memfasilitasinya. Wujud dari campur tangan PBB
tersebut adanya konfrensi di atas yaitu : - Indonesia
merupakan Negara bagian RIS - Indonesia RIS yang di
maksud Sumatera dan Jawa - Wilayah diperkecil dan
Indonesia di dalamnya - RIS mempunyai kedudukan yang
sama dengan Belanda - Indonesia adalah bagian dari
RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.
Dalam RIS ada point-point sebagai berikut :
a. Pemerintah berhak atas kekuasaan TJ atau UU
Darurat
242
b. UU Darurat mempunyai kekuatan atas UU Federasi
Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem
pemerintahan parlementer ini, badan legislatif
RIS dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
3. Tahun 1950-1959
Era 1950-1959 ialah era dimana presiden
Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950,
dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950
sampai 5 Juli 1959. Masa ini merupakan masa
berakhirnya Negara Indonesia yang
federalis.Landasannya adalah UUD ’50 pengganti
konstitusi RIS ’49.Sistem Pemerintahan yang dianut
adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal
yang masih bersifat semu. Adapun ciri-ciriny adalah :
a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu
gugat.
b. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan
pemerintahan.
c. Presiden berhak membubarkan DPR.
d. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
243
Diawali dari tanggal 15 Agustus 1950, Undang-
Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik
Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950)
disetujui oleh DPR dan Senat RIS. Pada tanggal yang
sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana
dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang
bertujuan:
a. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk
federasi;
b. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah
Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada
tanggal 17 Agustus 1950.
UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami
sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan
perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara
kesatuan.Setelah unitary dari Republik Indonesia
Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem
Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini
pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana
menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai.
Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari
Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi),
244
PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai
Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan
sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau
perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat
lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur
yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan
yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur
kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila
pemilihan umum dilaksanakan. Setelah pembentukan NKRI
diadakanlah berbagai usaha untuk menyusun Undang-
Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga
Konstituante.Lembaga Konstituante adalah lembaga yang
diserahi tugas untuk membentuk UUD baru.Konstituante
diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru
sesuai amanat UUDS 1950.Namun sampai tahun 1959 badan
ini belum juga bisa membuat konstitusi baru.Maka
Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang
Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi
ide untuk kembali pada UUD 1945.
4. Tahun 1959
Sebagaimana dibentuknya sebuah badan konstituante
yang bertugas membuat dan menyusun Undang Undang
Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950 pada
tahun 1950, namun sampai akhir tahun 1959, badan ini
belum juga berhasil merumuskan Undang Undang Dasar
245
yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959. Bung Karno
dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5
Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan
kembali ke UUD 1945.Sejak 1959 sampai 1966, Bung
Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan
mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup,
serta membentuk MPRS dan DPRS.Sistem yang
diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan
presidensil.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang
mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya
UUD 1945.Masa sesudah ini lazim disebut masa
Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah:
a. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya
lagi UUDS 1950.
b. Pembubaran Konstituante.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS
Sejak tahun 1959-1966, Bung Karno menerapkan
demokrasi terpimpin.Semua anggota DPR-GR dan MPRS
diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang
lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha
keras menggiring partai-partai politik ke dalam
ideologisasi NASAKOM—Nasional, Agama dan Komunis.
Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM
246
adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan
Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari
semua kekuatan NASAKOM. Era Demokrasi Terpimpin
adalah kolaborasi antara kekuasaan kaum borjuis
dengan komunis itu ternyata gagal dalam memperbaiki
sistem perekonomian Indonesia, malahan yang terjadi
adalah penurunan cadangan devisa, inflasi terus
menaik tanpa terkendali, korupsi kaum birokrat dan
militer merajalela, sehingga puncaknya adalah
pemberontakan PKI yang dikenal dengan pemberontakan G
30 S/ PKI. Selain itu, Presiden mempunyai kekuasaan
mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan
kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga
nasib partai politik ditentukan oleh presiden (10
parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan
pendapat.Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden
berada di bawah MPR.Akan tetapi, kenyataannya
bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk
kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus
diputuskan oleh MPRS.
Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan
presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh
Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil
ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-
partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
247
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin
departemen. Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959.Tindakan tersebut
bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD
1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga
tertinggi negara harus melalui pemilihan umum
sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat
memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Anggota
MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan
syarat : Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada
perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada
manifesto Politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61
orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200
orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
TAHUN 1966-1998 UUD yang sama pernah ditafsirkan
sebagai single-executive sistem, sesuai ketetapan
Pasal 4 sampai 15 dan Presiden menjabat sebagai
Kepala Negara serta sekaligus Kepala Pemerintahan.
Antara 1966 sampai 1998, berlaku sistem pemerintahan
untuk negara integralistik dengan konsentrasi
kekuasaan amat besar pada Presiden (too stong
presidency).Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan
tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde
lama.Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-
248
penyimpangan.Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Pada
1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa
jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun
1973.
C. Masa Orde Baru
Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto pada
awalnya untuk mengembalikankeadaan setelah
pemberontakan PKI bertekat untuk mempelopori
pembangunannasional Indonesia sehingga orde baru
juga sering di istilahkan sebagai orde
pembangunan. Untuk itu MPRS mengeluarkan
berbagaimacam keputusan pentingantara lain sebagai
berikut:
Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet
Ampera yang isinya menyatakan agar presiden
menugasi pengemban Super Semar,
JenderalSoeharto untuk segera membentuk kabinet
Ampera.
Tap MPRS No.XVII/MPRS/1966 yang dengan
permintaan maaf, menarik kembali pengangkatan
pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur
hidup.
249
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum
DPRGR mengenaisumber tertib hukum republik
Indonesia dan tata urutan perundang -undangan.
Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai
penyederhanaan kepartaian,keormasan dan
kekaryaan.
Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran
partai komunis Indonesia dan pernyataan tentang
partai tersebut sebagai partai terlarang
diseluruh wilayah Indonesia, dan larangan pada
setiap kegiatan untuk menyebar luaskan atau
mengembangkan faham ajaran komunisme/Marxisme,
Leninisme. Dalam keadaan yangdemikian inilah pada
bulan februari 1967 DPRGR mengeluarkan suatu resolusi
yaitu meminta MPR (S) agar mengadakan sidang
istimewa pada bulan maret 1967. Sidang istimewa
Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi
tanggung tersebut mengambil suatu keputusan
sebagai berikut:jawabankonstitusional dan tidak
dapat menjalankan haluan dan putusan MPR
(S),sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945.
Sidang menetapkan berlakunya Tap No.
XV/MPRS/1966 tentangpemilihan/penunjukan wakil
presiden dan tata cara pengangkatan
250
pejabatpresiden dan mengangkat Jenderal
Soeharto.
Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya
untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai
bidang antara tentang susunan dan kedudukan
majelis permusyawaratan rakyat. Dewan perwakilan
rakyat dan dewan pewalanrakyat daerah.Atas
dasar ketentuan undang-undangtersebut kemudian
pemerintah Orde Baru berhasil mengadakan pemilu
pertama.Dengan hasil pemilu pertama tersebut
pemerintah bertekat untuk memperbaiki nasib bangsa
Indonesia.
1. Penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru
a. Pemilihan umum yang tidak jujur
b. Monoloyalitas,pengekangan kebebasan berpolitik
bagi pegawai negri sipil untuk mendukung partai
politik ttt
c. Interpensi pemerintahan terhadap lembaga peradilan
d. Pengekangan kebebasan mengemukakan pendapat
(penculikan aktivis)
e. Format politik yang tidak demokratis
f. Maraknya praktik KKN
g. Pembatasan partai politik
251
h. Kebebasan pers
2. Norma-Norma Demokrasi, antara lain :
a. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan
tanggung jawab baik terhadap masyarakat, bangsa
maupun terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan bersama.
d. Mengakui perbedaan individu, kelompok, ras suku,
agama, karena merupakan suatu bawaan kodrat
manusia.
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada
setiap individu, kelompok, ras, suku, dan agama.
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama
kemanusiaan yang beradab.
g. Menjunjung tinggi atas masyarakat sebagai moral
kemanusiaan yang beradab.
h. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam
kehidupan social agar tercapai tujuan bersama.
3. Kronologis Peristiwa Politik Pada Masa Orde Baru
a. Tanggal 11Maret 1966 : Keluarnya Supersemar
sebagai tanggal lahirnya Orde Baru
b. Tanggal 11 Agustus 1966 : Normalisasi hubungan
antara Indonesia dengan Malaysia
252
c. Tanggal 28 September 1966 : Indonesiamasuk
kembalimenjadi anggota PBB
d. Tanggal 23 Februari 1967 : Presiden Soekarno
menyerahkan kekuasaan pada Letjend Soeharto
e. Tanggal 12Maret 1967 : Letjend Soeharto di lantik
menjadi pejabat presiden RI
f. Tanggal 27Maret 1968 : Letjend Soeharto dilantik
menjadi Presiden ke-2 Republik Indonesia
g. Tanggal 3 Juli 1971 : Pemilu pertama padamasa Orde
Baru
h. Tanggal 2 Mei 1977 : Pemilu kedua padamasa Orde
Baru
i. Tanggal 4 Mei 1982 : Pemilu ketiga padamasa Orde
Baru
j. Tanggal 23 April 1987 : Pemilu keempat
padamasaOrde Baru
k. Tanggal 9 Juni 1992 : Pemilu kelima padamasa Orde
Baru
l. Tanggal 29 Mei 1997 : Pemilu keenam padamasaOrde
Baru
4. Peristiwa-peristiwa Politik Pada Masa Orde Baru
Demikianlah pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal
Soeharto dilantik menjadi pejabat presiden Republik
Indonesia oleh ketua MPRS Jenderal Abdul Haris
Nasution. Setelah setahun menjadi pejabat presiden,
253
Soeharto dilantikmenjadi presiden Republik Indonesia
pada tanggal 27Maret 1968 dalamSidangUmum
VMPRS.Melalui Tap No. XLIV/MPRS/ 1968, Jenderal
Soeharto dikukuhkan sebagai presiden Republik
Indonesia hingga terpilih presiden olehMPR hasil
pemilu. Rezimkini benar-benar berganti dan Indonesia
memasuki periode Orde Baru. Tanggal lahirnya Orde
Baru adalah keluarnya surat perintah tanggal 11 Maret
1966 yang terkenal dengan nama Supersemar. Pengertian
Orde Baru bila didasarkan pada isi pidato pejabat
presiden Letjend Soeharto dalam Sidang Paripurna
Kabinet Ampera tanggal 1April 1967 di Jakarta.Orde
Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan
rakyat, bangsa dan negara RI yang diletakkan kepada
kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan
Orde Baru adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah
Negara Kesatuan RI, serta turut melaksanakan
ketertibandunia yangberdasarkanpada
kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Semenjak lahirnya Orde Baru, pemerintah berjuang
keras untuk menyehatkan kehidupan politik dan
pemerintahan yang telah diporak-porandakan oleh Orde
Lama. Stabilitas politik dalam negeri ditata kembali
sesuai dengan tuntunan Undang-Undang Dasar 1945,
254
antara lain melalui pemilihanumum. Berdirinya
pemerintah orde baru dan ciri pokok dari kebijakan-
kebijakan yang dihasilka. Diangkatnya Mayjen Soeharto
menjadi Presiden Republik Indonesia Pada 27 Maret
1968, Majelis permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS), mengangkat Letjen Soeharto sebagai Presiden
Republik Indonesia. Salah satu program kerja
pemerintahan Orde baru adalah Trilogi Pembangunan.
D. Masa Reformasi
Kekuasaan Orde Baru di bawah Soeharto sampai
tahun 1998 membawaketatanegaraan Indonesia tidak
mengamanatkan nilai-nilaidemokrasi sebagaimanayang
tergantung dalam Pancasila yang mendasarkan pada
kerakyatan didimanarakyat memiliki kekuasaan
tertinggi dalam negara, bahkan juga sebenarnya
jugatidak mencerminkan pelaksanaan demokrasi atas
dasarnorma-norma pasal-pasalUUD 1945.
Praktek kenegaraan dijangkiti penyakit korupsi,
kolusi dan nepotisme(KKN). Keadaan yang demikian
ini membawa rakyat Indonesia semakin
menderita.Terutama karena adanya badai krisis
ekonomi dunia yang juga melanda Indonesia maka
praktisi GBHN 1998 pada PJP II pelita ketujuh
tidak dapat dilaksanakan.
255
1. Masa Reformasi 12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti
yang berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa
tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.
2. 13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta,
Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus
Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu
diwarnai kerusuhan.
3. 14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia
mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia
mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di
Kairo. Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi
di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti
Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana
dan Borobudur. Beberapa dari bangunan pusat
perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500
orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi
selama kerusuhan terjadi.
4. 15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek
kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan
bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih
256
mencekam. Toko-toko banyak ditutup. Sebagian warga
pun masih takut keluar rumah.
5. 16 Mei 1998
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri
mereka. Suasana di Jabotabek masih mencekam.
6. 19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti
Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Malik Fajar, dan
KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama
hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya
30 menit) itu para tokoh membubarkan situasi
terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa
tetap menginginkan Soeharto mundur. Permintaan
tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan
pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu Soeharto
menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi
presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi
massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk
berunjukrasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais
mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional
untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
7. 20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional
diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk
mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional
257
namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada
dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke
Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan
itu akan menelan korban jiwa.
8. Masa pemerintahan B.J. Habibie
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden
Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998.
Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden
Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk
mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi
keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah
yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk
dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk
menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak
mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu
oleh menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22
Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga
B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan
Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri
atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil
dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan
PDI. Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie
258
berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada
beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie
untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
Merekapitulasi perbankan
Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang
diisyaratkan oleh IMF.
Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah
perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan
pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang
transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan
umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di
bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan
pemilihan umum yang telah bersifat demokratis.
Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik
yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto.
Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan
berdirinya serikat-serikat buruh independent.
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas
mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden
259
Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin
menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat
umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus
demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin
melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari
pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk
melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan
karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun
1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Adanya
undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah
memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang
sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu
belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam
kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka
umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang
suatu hal.
Peristiwa-peristiwa penting pada masa reformasi :
a. Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran
dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari
kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah
pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-
260
politik. Setelah reformasi dilaksanakan, peran
ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi
secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38
orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI
semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan
Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun
mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri
dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi
Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah
menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
b. Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi
hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang
berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan
oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum
mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan
masyarakat, karena reformasi hukum yang
dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang
ditambakan oleh masyarakat. Ketika dilakukan
pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum
atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde
Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter
hukum yang mengebiri hak-hak.
261
c. Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah
dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan
Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar
Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi
Presiden Rebu plik Indonesia. Kemudian Sidang
Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13
Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar
menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan
yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat
menampung, aspirasi dari berbagai kalangan
masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu
memutuskan 12 Ketetapan.
d. Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999
menjadi sangat penting, karena pemilihan umum
tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan
Indonesia yang sedang dilanda multikrisis.
Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang
pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan
berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu
adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil. Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal
7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan
262
umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-
undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya
DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik
baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada
tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh
Presiden HabibieSidang Umum MPR Hasil Pemilihan
Umum 1999.
Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil
menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR
segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun
1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober
1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan
menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua
DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII,
pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie
ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan
355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4
suara tidak sah. Akibat penolakan
pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk
mencalonkan diri menjadi Presiden Republik
Indonesia. Akibatnya memunculkan tiga calon
Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada
di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati
Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun
263
tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra
mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua
calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu,
Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan
secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih menjadi
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21
Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden
dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah
Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian
dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian
pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman
Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri
berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan
sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai
pada akhir masa jabatanya. Akibat munculya
ketidakpercayaan parlemen pada Presiden
Abdurrahman Wahid, maka kekuasaan Abdurrahman
Wahid berakhir pada tahun 2001. DPR/MPR kemudian
memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri
sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz
sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan
Megawati berakhir pada tahun 2004.
265
BAGIAN III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
A. Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum
dasar yang tertulis atau Undang-Undang Dasar.
B. Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar
yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum
266
dasar yang tidak tertulis / Konvens.
C. Dalam praktiknya, konstitusi dustur terbagi menjadi
dua bagian yaitu tertulis (undang-undang) dasar dan
yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan
konvensi.
D. Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan
yang demokratis bagi seluruh warga Negara.
E. Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-
aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan
antar Negara dan warga Negara.
F. Pembukaan UUD 1945 berhubungan dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 195, Pancasila dan
batang tubuh UUD 1945.
G. Lembaga – lembaga dalam sistem ketatanegaraan :
1. Presiden dan Wakil Presiden (Lembaga Eksekutif)
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR)
3. Dewan Perwakilan Rakyat /DPR(Lembaga Legislatif)
4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
5. Mahkamah Agung / MA (Lembaga Yudikatif)
6. Mahkamah Konstitusi / MK (Lembaga Yudikatif)
7. Komisi Yudisial (KY)
8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
H. UUD 1945 mengalami mengalami dinamika pada masa
kemerdekaan, masa orde baru, masa orde lama dan masa
reformasi.
267
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini kami meyadari bahwa
masih banyak kekeliruan dan kesalahan dalam hal
penulisan dan penyusunannya masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu,kami menantikan saran dan
kritikan yang sifatnya membangun untuk pembuatan makalah
selanjutnya. Dan kami juga mengharapkan mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat.