Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol
nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-
hati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien
dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu
bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor
lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi
lokal yang baik.
Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit
pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi
local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh,
kebalikan dari anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local
anestesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah
tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik.
Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada
permukaan tubuh. Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan
menghambat serta memperlambat sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot,
regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh lainnya. Biasanya obat dengan dosis
atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi (nyeri, sentuhan,
1
Page 2
suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan menghambat
sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot.
Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf
perifer dan system syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi
local pada permukaan kulit atau tubuh.
Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut :
Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri
Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk
kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan
nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan
terapi
Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi
yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai metode
yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.
Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan
menggunakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat
penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien.
Keuntungan dari anestesi local yaitu :
Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien
2
Page 3
Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks
Tidak ada resiko obstruksi pernapasan
Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang
sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan dalam prosedur. Pasien
tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi. Pasien-pasien
dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir
pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan, tapi lebih
baik ditangani atau dikonsultasikan pula oleh dokter spesialis anastesi atau yang
menanganinya.
3
Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi
• Obat yang mengahambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada
jaringan saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995))
• Obat yang menyebabkan anestesia, mati rasa, melumpuhkan ujung saraf
sensorik atau serabut saraf pada tempat pemberian obat (Kamus saku
Kedokteran Dorland, 1998)
2.1.1 Indikasi:
• Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung
• Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah
• Insidensi morbiditas rendah
• Pasien pulang tanpa pengantar
• Tidak perlu tambahan tenaga terlatih
• Teknik tidak sukar dilakukan
• Persentase kegagalan kecil
• Pasien tidak perlu berpuasa
2.1.2 Kontra Indikasi:
• Pasien menolak / takut/ khawatir
4
Page 5
• Infeksi
• Di bawah umur
• Alergi
• Bedah mulut besar
• Penderita gangguan mental
• Anomali lain
2.2 Persiapan Pra-anestesi
2.2.1 Kunjungan Pra-anestesi
Kunjungan pra anestesi bertujuan untuk :
1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat
penyakit sekarang dan penyakit dahulu.
2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.
3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi
keadaan umum).
4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai.
5. Merancang perawatan pasca anestesi.
6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi.
7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi.
8. Menentukan status ASA pasien.
5
Page 6
Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan
mobiditas dan mortalitas.
2.2.2 Anamnesis
Dalam anamnesis, dilakukan :
1. Identifikasi pasien
2. Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi.
3. Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu.
Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat, maka petugas
anestesi perlu mengkonfirmasi apakah kejadian tersebut betul-betul alergi
ataukah hanya rasa tidak enak setelah penggunaan obat tersebut.
Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat menimbulkan bahaya
besar seperti syok anafilaktik dan edema angioneurotik.
Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini sudah sering
disalahgunakan oleh masyarakat awam. Hal ini perlu diwaspadai oleh
petugas anestesi. Oleh karena itu, dalam anamnesis, petugas harus mampu
memperoleh keterangan yang jujur dari pasien.
Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi Gawat
Darurat dia telah mendapatkan narkotika dan sedatif, namun petugas di
IGD terlupa menuliskan di buku rekam medis pasien. Agar tidak terjadi
6
Page 7
pemberian yang tumpang tindih, sebaiknya petugas anestesi juga
menanyakan hal tersebut kepada petugas IGD.
2.2.3 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ dan
bagian tubuh seperti:
1. Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital.
2. Status gizi : obesitas, kaheksia
3. Status psikis
4. Sistemik :
a. Kepala leher :
i. Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati
ii. Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyah
iii. Mandibula : bentuk mandibula.
iv. Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi.
v. Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku), penyakit di
leher (sikatrik, struma, tumor) yang akan menyulitkan
intubasi.
vi. Asesori : lensa kontak.
7
Page 8
b. Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit pernapasan
dan sirkulasi.
c. Abdomen : sirosis, kembung
d. Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda edema.
e. Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan anestesi
subarakhonoid ataupun epidural. Apakah ada skoliosis,
athrosis, infeksi kulit di punggung?
f. Sistem persarafan.
Abdomen yang kembung bisa disebabkan oleh udara atau cairan
(sirosis). Kembung pada bayi akan berakibat fatal karena bayi akan
kesulitan untuk bernapas. Sehingga perlu penatalaksanaan pra bedah
terhadap bayi yang kembung.
Jantung harus diperiksa secara teliti, apakah terdapat penyakit jantung
? Jika ada, apakah masih dalam fase kompensasi atau dekompensasi ?
Jantung yang dalam fase kompensasi, masih relatif aman untuk dianestesi.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan
radiologi. Pemeriksaan laboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin
dan khusus.
Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya :
- hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)
8
Page 9
- leukosit
- hitung jenis
- golongan darah
- clotting time dan bleeding time
- Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg
- Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan
kalium), ureum, kreatinin.
- Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen
Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang
diperlukan diantaranya foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun
atau bila ada sangkaan penyakit jantung, Echokardiografi (wajib pada
penderita jantung), dan tes faal paru (spirometri).
Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam,
jantung, dll) untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih
spesifik. Konsultasi bukan untuk meminta kesimpulan / keputusan apakah
pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan akhir tetap beradaa di
tangan anestetis. Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian
dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat
9
Page 10
anestesi yang akan digunakan. Prognosa dibuat berdasarkan kriteria yang
dikeluarkan ASA (American Society of Anesthesiologist).
ASA 1 ; tanpa ada penyakit sistemik
ASA 2 ; kelainan sistemik ringan sampai sedang. Misalnya apendisitis
akut tanpa komplikasi
ASA 3 ; kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-obat, aktivitas
terbatas. Misal ileus
ASA 4; kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa, sangat
tergantung dengan obat-obat, aktivitas sangat terbatas.
ASA 5; dioperasi ataupun tidak, dalam 24 jam akan mati juga. Tanda-
tandanya : nadi tidak teraba, pasien ruptur aneurisma aorta.
Pasien usia > 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA 2.
Apakah nanti pasien diberi anestesi umum ataukah anestesi regional ?
Jika memakai anestesi umum, teknik apa yang digunakan ? Intravena,
Inhalasi atau campuran ? Apakah nanti pasien dipasang sungkup
(facemask), Laryngeal Mask Airway, Intubasi endotrakeal ? Apakah nanti
napasnya dikendalikan ataukan di-spontan-kan ? dst.
Sebelum melakukan prosedur anestesia, penting sekali memberikan
informasi tentang risiko anestesi, kepada pasien atau penanggung jawab
10
Page 11
pasien. Risiko tindakan harus disampaikan ke pihak yang bertanggung
jawab atas diri pasien, yakni pihak yang memberikan persetujuan dan
menandatangani surat izin operasi / surat izin anestesi.
2.3 Komplikasi Lokal dan Sistemik Akibat Anestesi Lokal
Dosis umum pemakaian aman dari analgesik lokal adalah 2 % lidocaine
dan 1:80.000 adrenalin. Walaupun demikian, dokter bedah mulut harus
mengetahui tentang komplikasi yang mungkin terjadi, sehingga apabila
komplikasi tersebut timbul, diagnosis awal dan perawatan yang cocok dapat
segera dilakukan untuk mencegah komplikasi bertambah parah.
2.3.1 Komplikasi Lokal
Failure to obtain analgesia,
Terjadi akibat kesalahan pada teknik pemberian analgesik.
Komplikasi ini juga kadang terjadi akibat adanya infeksi. Analgesik
lokal harus diberikan pada daerah yang tidak terinfeksi. Apabila
pemberian analgesik kurang, lakukan ulang prosedur pemberian
analgesik.
Pain during injection,
Hal ini disebabkan karena teknik yang salah, dokter harus
memberikan analgesik secara gentle dan perlahan. Rasa tidak
11
Page 12
nyaman bisa dikurangi dengan cara menghangatkan cartridge
sebelum penggunaan.
Hematoma formation,
Penyebaran darah ke rongga ekstravaskuler, terlihat adanya
perubahan warna kulit menjadi lebih biru. Pencegahan dapat
dilakukan dengan mengetahui anatomi, menggunakan jarum pendek
untuk nervus alveolar superior posterior, menusukkan jarum secara
minimal terhadap jaringan, dan tidak menggunakan jarum untuk
memeriksa jaringan.
Intravaskular injection,
Dapat dicegah dengan penggunaan jarum suntik aspirasi. Tidak
ada efek lokal selain hematoma kecil.
Blanching,
Timbulnya kepucatan di kulit (warna putih) pada lokasi
pemberian anestesi, hal ini terjadi akibat kombinasi dari
vasokonstriktor dengan tekanan hidrostatik dari larutan anestesi.
Trismus,
Gangguan motoris dari nervus trigeminus, khususnya spasme M.
Mastikatorius disertai sulit membuka mulut. Penyebabnya adalah
trauma pembuluh darah pada intratemporal fossa, anestesi lokal yang
12
Page 13
bercampur alkohol dapat berdifusi ke jaringan dan mengiritasi
M.Mastikatorius yang mengakibatkan trismus, infeksi ringan di otot,
atau injeksi anestesi yang banyak akan mengiritasi jaringan serta otot
dan akan mengakibatkan trismus.
Paralysis,
Penyebab paralysis biasanya terjadi saat penyuntikan nervus
alveolar inferior. Kadang insersi jarum terlalu dalam masuk ke
kelenjar parotis sehingga cabang-cabang saraf wajah teranestesi,
terjadi paralysis otot wajah. Pasien tidak bisa mengaktifkan
orbikularis okuli.
Prolonged impairment of sensation,
Bisa terjadi beberapa jam / hari setelah pemberian anestesi lokal.
Penyebabnya trauma saraf, anestetikum bercampur alkohol / larutan
sterilisasi, atau karena perdarahan sekitar saraf.
Lip trauma,
Banyak terjadi pada anak-anak, cacat mental atau fisik.
Disebabkan rasa baal pada lidah dan bibir. Pencegahannya, orang tua
harus mengawasi anaknya.
13
Page 14
Visual disturbance,
Karena nervus optalmikus teranestesi. Setelah efek obat hilang,
penglihatan akan kembali normal. Beritahu pasien bahwa hal ini
bersifat sementara.
Lesi intra oral,
Penyebabnya adalah trauma jarum terhadap jaringan mukosa.
Infeksi,
Penyebabnya adalah kontaminasi jarum yang juga dapat
menyebabkan trismus.
Jarum patah,
Disebabkan oleh kesalahan teknik anestesi lokal, kelainan
anatomi pasien, jarum yang disterilkan berulang-ulang. Biasanya
paling sering disebabkan oleh gerakan yang timbul secara tiba-tiba.
2.3.2 Komplikasi Sistemik
Reaksi psikis,
Pingsan / serangan vasovagal ini adalah komplikasi yang sering
terjadi. Merupakan gangguan emosional sebelum penyuntikan.
Karena vasodilatasi arterial, mengakibatkan suplai darah ke jantung
14
Page 15
berkurang yang kemudian menyebabkan penurunan umpan balik
kardiak sehingga menyebabkan hilang kesadaran mendadak.
Reaksi toksik,
Jarang terjadi, hanya terjadi bila melakukan penyuntikan tanpa
aspirasi ke dalam intravaskuler atau overdosis. Tanda-tandanya
konvulsi, gangguan pernapasan, dan yang paling berat adalah syok.
Reaksi alergi,
Sering / mungkin terjadi apabila kita tidak melakukan evaluasi
pra anestesi. Riwayat alergi pasien sangat penting ditanyakan. Jika
ragu, lakukan skin test. Jika tidak terjadi eritema berarti anestesi
dapat dilakukan.
Interaksi obat,
Dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara
umum, interaksi obat dengan anestesi lokal sangat jarang. Namun
anestesi lokal yang mengandung nor adrenalin dapat merangsang
respon tekanan darah pasienyang mendapat antidepresi trisiklik
(misalnya mitriptilin). Karena itu nor adrenalin tidak dianjurkan
untuk dipakai.
2.4 Teknik Blok Anestesi Untuk Pencabutan Gigi Mandibula
15
Page 16
Gambar 2.1. Anatomi mandibula.
Pendekatan Intra Oral
Blok nervus alveolaris inferior
Dasar pemikiran: blok n. alveolaris inferior bisa dilakukan dengan
mendeponirkan anestetikum sekitar nervus tersebut sebelum masuk ke
canalis mandibularis. Metode ini dianjurkan karena injeksi
supraperiosteal biasanya tidak efektif terutama untuk region gigi-gigi
molar. Sulcus mandibularis terletak pada facies interna ramus
mandibulae. Berisi jaringan ikat longgar yang dilalui oleh n. alveolaris
dan pembuluh darahnya. Sebelah medialnya tertutup oleh ligamen
sphenomandibularis dan m.pterygoideus medialis. Raphe
pterygomandibularis terletak tepat di bawah mukosa dan bisa di raba
apabila mulut dibuka lebar-lebar. Raphe membentang dari crista
mylohyoideus pada mandibular, di sebelah posterior molar ketiga, ke
hamulus pterygoideus.
Teknik: palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk sehingga kuku jari
menempel pada linca oblique. Dengan barrel (bagian yang berisi
16
Page 17
anestetikum) syringe terletak di antara kedua premolar pada sisi yang
berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi
mandibula ke arah ramus dan jari.
Gambar 2.2. Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk.
Gambar 2.3. Kuku jari menempel pada linea oblique.
Tusukkan jarum pada apeks trigonum pterygomandibular dan
teruskan gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum-ligamentum
serta otot-otot yang menutupi facies interna ramus sampai ujungnya
berkontak pada dinding posterior sulcus mandibularis. Di sini di
deponirkan kurang lebih 1,5 cc anestetikum di sekitar n. alveolaris
inferior. (Kedalaman insersi jarum rata-rata 15 mm, tetapi bervariasi
17
Page 18
tergantung pada ukuran mandibula dan perubahan proporsinya sejalan
dengan pertambahan umur). N. lingualis biasanya teranestesi dengan cara
mendeponirkan sejumlah kecil anestetikum pada pertengahan perjalanan
masuknya jarum.
Gambar 2.4. Jarum ditusukkan.
Anestesia: injeksi menyeluruh biasanya untuk tujuan operatif, untuk
menganestesi semua gigi pada sisi yang diinjeksi kecuali incisivus sentral
dan lateral yang menerima inervasi dari serabut saraf sisi
kontralateralnya. Anestesi biasanya kurang mnyeluruh pada aspek bukal
gigi-gigi molar karena gigi juga di inervasi oleh n. buccalis longus.
Untuk ekstraksi, injeksi mandibular perlu ditambah dengan injeksi n.
buccalis longus.
Kecepatan timbulnya efek anestesi umumnya bervariasi ditandai
dengan adanya perubahan sensasi pada lidah dan bibir bawah bila
dibandingkan dengan sisi lawannya. Simptom ini ole beberapa pasien
sering disebut sebagai rasa tertusuk jarum dan paku, rasa membeku
18
Page 19
menjadi seperti kayu atau bengkaka. Biasannya perlu diberikan waktu
jeda 34 menit setelah perubahan awal terjadi sebelum anestesi operasi
yang menyeluruh dapat diperoleh.
Administrasi dari anastesi dekat dengan foramen mandibula
menyebabkan nervus alveolaris inferior terblok begitu juga dengan
nervus lingualis yang ada di sebelahnya (yang menyuplai lidah). Ini juga
membuat kita kehilangan sensasi di :
• gigi-gigi (blok nervus alveolaris inferior)
• bibir bawah dan dagu (blok nervus mentalis)
• lidah (blok nervus lingualis)
Blok Nervus Mentalis,
Patokan anatomi: Pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah
panjang akar gigi yang dianestesi.
Indikasi: Sebagai injeksi anestesi untuk prosedur operatif gigi premolar
dan gigi anterior.
Teknik : Menggunakan teknik infiltrasi. Suntikan jarum pada
mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang
dianestesi. Karena posisi dari gigi incisivus, sulit untuk mencapai daerah
ini dengan jarum yang lurus. Untuk mengatasi masalah ini, bias
digunakan “hub” yang bengkok atau jarum yang dibengkokan dengan
cara menekan antara ibu jari dengan jari lain. Cairan anestetikum
dideposisikan perlahan lahan ke dalam mukoperiosteum. Sebaiknya
jangan menggunakan penekanan.
19
Page 20
Area:
Menginervasi tonsilla palatina dan bagian posterior membrana mukosa
mulut (r.isthmus faucium)
• Menginervasi glandula sublingualis dan membrane mukosa di atasnya
(n.sublingualis)
• Menginervasi membran mukosa bagian depan lidah (n.lingualis) .
Symptoms: setelah anestetikum dideponir, mukoperiosteum lingual dan
lidah akan terasa tebal.
Blok Nervus Bukalis,
Area teranestesi: Jaringan bukal pada area molar bawah.
Patokan anatomi: Linea oblique eksterna dan trigonum retromolar
Indikasi: bersama dengan injeksi lingual, dapat melengkapi blok n.
alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi
( jaringan bukal pada area molar bawah ).
Teknik anestesi:
a. N. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale, berjalan di
antara kedua caput m. pterygoideus externus, menyilang ramus kemudian
masuk ke pipi melalui m. buccinator, di sebelah bukal gigi molar ketiga
atas. Cabang-cabang terminalnya menuju membrana mukosa bukal dan
mukoperiosteum sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah.
b. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan
gigi molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus
mandibula, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar
20
Page 21
ketiga, anestetikum dideponir perlahan-lahan seperti pada waktu
memasukkan jarum melalui jaringan.
Simptom: Subjektif: kesemutan dan kaku pada 2/3 anterior lidah,
obyektif: tidak nyeri saat instrumentasi.
Blok nervus mentalis,
Patokan Anatomi: Foramen mentale umumnya terletak di bawah dan di
antara apeks gigi premolar pertama dan kedua atau tepat di bawah atau di
distal dari gigi premolar kedua. Pada beberapa kasus, bisa terletak sampai
di bawah apeks gigi premolar pertama. Dan yang sangat jarang terjadi
adalah terletak di distal gigi molar pertama.
Dasar pemikiran:
Injeksi blok : Pada injeksi mentalis ini, anestesi dideponir dalam
canalis mandibularis melalui foramen mentale. Blok sebagian pada
mandibula bisa diperoleh dengan cara ini. Injeksi ini dipakai bila blok
lengkap tidak diperlukan atau bila karena alasan tertentu merupakan
kontra indikasi.
Teknik:
Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar. Foramen biasanya
terletak di dekat salah satu apeks akar gigi premolar tersebut.
• Tariklah pipi ke arah buukal dari gigi premolar. Masukkan jarum
ke dalam membrana mukosa di antara kedua gigi premoar kurang
lebih 10 mm ekternal dari permukaan bukal mandibula.
21
Page 22
Posisi syringe membentuk sudut 45° terhadap permukaan bukal
mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua.
• Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang.
• Kurang lebih ½ cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar
kemudian ujung jarum digerakkan tanpa menarik jarum keluar,
sampai terasa masuk ke foramen, dan dideponirkan kembali ½ cc
anestetikum dengan berhati-hati.
• Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum
tetap membentuk sudut 45° terhadap permukaan bukal mandibula
untuk menghindari melesetnya jarum ke balik periosteum dan
untuk memperbesarkan kemungkinan masuknya jarum ke
foramen.
S imp tom anestesi:
Injeksi ini dapat menganestesi gigi premolar dan caninus untuk
prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi incisivus, serabut saraf yang
bersitumpang dari sisi yang lain juga harus di blok. Untuk ektraksi ini
harus dilakukan injeksi lingual.
Kegagalan anestesia:
Kegagalan pada injeksi ini terjadi apabila jarum tidak masuk ke
dalam foramen mentale atau jika nervus lingualis atau n. Cervicales
superficiales tidak teranestesi.
22
Page 23
2.4.1 Teknik Gow-Gates
Pada tahun 1973, dr. George Gow-Gates mempublikasikan artikel yang
menjelaskan teknik alternatif blok mandibula. Keuntungan dan kerugiannya
tercantum pada table di bawah ini:
Nervus yang teranestesi:
- N. alveolaris inferior
- N. Mentalis
- N. Incisivus
- N. Lingualis
- N. Mylohyoideus
- N. Auriculotemporalis
- N. Buccalis
Patokan anatomi adalah sebagai berikut:
• 10 mm diatas coronoid notch
23
Page 24
• Internal oblique ridge
• Pterygomandibular raphe
• Collum mandibula
• The contralateral mandibular bicuspids
• Garis imajiner dari sudut mulut ke tragus notch pada telinga (ekstraoral)
Teknik
1. Mintalah pasien untuk membuka lebar mulutnya.
2. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal oblique ridge.
3. Gerakkan jari ke arah superior sekitar 10 mm.
Gambar 2.5. Gerakan jari ke arah superior.
4. Putarlah jari paralel garis imajiner dari sudut ipsilateral mulut ke notch
tragus pada telinga. Masukkan jarum pada titik diantara kuku jari yang
melakukan palpasi dengan pterygomandibular raphe pada aspek medial
jari.
5. Pastikan bevel jarum terletak pada bicuspid kontralateral.
24
Page 25
Gambar 2.6. Persiapan memasukkan jarum anestesi.
6. Ketika melakukan suntikan, pastikan sudut jarum parallel dengan garis
imajiner antara sudut mulut dengan tragus telinga.
7.Masukkan jarum hingga berkontak dengan tulang (pada leher kondilus)
pada kedalaman kira-kira 25 mm. (Note: This is not a deeper injection,
because the patient's mouth is open wide and, as a result, the condyle
has translocated anteriorly to provide a target.)
Gambar 2.7. Jarum ditusukkan.
9. Ketika kontak dengan tulang sudah terjadi, tarik sedikit ujung jarum
sekitar 1 mm untuk mencegah insersi pada periosteum yang akan terasa
sakit.
10. Lakukan aspirasi
25
Page 26
11. Deponir cairan anestesi pelan-pelan
O nset and duration
• Onset anestesi pada jaringan keras sekitar 4 – 12 menit, dengan area
anterior yang paling lama onsetnya.
• Nervus buccalis longi juga dapat teranestesi.
2.4.2 Teknik Vazirani-Akinosi
Pada tahun 1960, S. Vazirani mempublikasikan tulisannya yang
menjelaskan blok mandibula dengan mulut tertutup, kemudian pada tahun
1977, J.O. Akinosi mempublikasikan tulisannya yang kemudian
mempopulerkan pendekatan ini. Keuntungan dan kerugian teknik ini dapat
dilihat pada table berikut:
Nervus yang teranestesi
• N. Alveolaris inferior
• N. Incisivus
• N. Mentalis
• N. Lingualis
• N. Mylohyoideus
26
Page 27
Patokan anatomi
• Linea mukogingival bukal maxilla atau ujung akar gigi maxilla
• Coronoid notch pada ramus mandibula
• Internal oblique ridge
• Occlusal plane
Teknik
1. Jarum yang digunakan berbelok kira-kira 15 derajat hingga 20 derajat.
Pembengkokan ini mengakomodasi pelebaran ramus. Jangan membengkokkan
jarum lebih dari sekali.
2. Mintalah pasien membuka mulutnya sedikit saja (beberapa milimeter).
3. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal oblique ridge.
Gambar 2.8. Palpasi coronoid notch.
4. Gerakkan jari ke superior kira-kira 10 mm.
5. Insersi ujung jarum diantara jari dan maxilla pada ketinggian linea
mukogingival bukal maxilla. Orientasi bengkokan jarum seperti hendak ke
lateral arah lobus telinga pada sisi yang diinjeksi. Jarum tetap parallel
dengan occlusal plane.
27
Page 28
Gambar 2.9. Insersi ujung jarum.
6. Setelah jarum diinsersikan 5 mm, pindahkan jari yang mempalpasi dan
gunakan jari itu untuk merefleksikan bibir atas sehingga lapang pandang
menjadi kelihatan jelas.
7. Insersikan jarum sekitar 28 mm untuk pasien dewasa, sehingga 7 mm
sisanya tetap ada di luar jaringan (jika memakai jarum panjang).
Gambar 2.10. Aspirasi.
8. Lakukan aspirasi.
9. Larutan anestesi dideponir pelan-pelan.
Onset dan durasi
• Onset anestesi sekitar 3 hingga 4 menit.
28
Page 29
• Ada kemungkinan nervus buccalis longi teranestesi dibandingkan dengan
blok nervus alveolaris inferior.
2.4.3 Teknik Fisher
Prosedur :
Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic di
daerah trigonum retromolar. Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi terakhir
mandibula, geser ke lateral untuk meraba
linea oblique eksterna. Kemudian telunjuk digeser ke median
untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung kuku berada
di linea oblique interna dan permukaan samping jari berada di bidang oklusal
gigi rahang bawah.
Posisi I : Jarum diinsersikan di pertengahan lengkung kuku, dari sisi rahang
yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang
oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif
keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis.
Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan
sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila
negatif keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N.
Alveolaris inferior. Setelah selesai spuit ditarik kembali.
2.4.4 Teknik modifikasi Fisher
29
Page 30
Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali
spuit sebelum jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati
linea oblique interna , jarum digeser ke lateral (ke daerah trigonum
retromolar ), aspirasi dan keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml
untuk menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar.
Untuk melakukan anestesi blok rahang bawah dapat dilakukan
dengan memilih salah satu teknik yaitu teknik Gow-gates, Akinosi
atau teknik Fisher . Apabila kita memilih teknik Fisher dan
N. bukalis perlu dianestesi maka modifikasi teknik Fisher dapat
digunakan.
2.5 Obat Anestesi yang Sering Digunakan
Beberapa jenis obat anestesi lokal yang sering digunakan sehari-hari akan
dibahas dibawah ini.
Prokain (novokain),
1.Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal,
epidural.
2.Merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas
terhadap jenis obat-obat anestetik lokal yang lain.
3.Diberikan intravena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum,
bedah jantung atau induced hypothermia.
4.Absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis juga cepat
oleh enzim plasma (prokain esterase).
30
Page 31
5.Pemberian intravena merupakan kontra indikasi untuk penderita
miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok
neuromuskuler. Prokain tidak boleh diberikan bersama-sama
sulfonamide.
6. Larutan 1-2% kadang-kadang kekuning-kuningan (amines), tidak
berbahaya.
7.Tidak mempenetrasi kulit dan selaput lender/mukosa. Jadi tidak efektif
untuk surface analgesi.
8. Dosis 15 mg/ kgBB. Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5 % dosis
maksimum 1000 mg. Onset: 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa
ditambah adrenalin (1: 100.000 atau 1:200.000). Dosis untuk blok
epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%. Untuk kaudal 25 ml larutan
1,5%. Spinal analgesia 50-200 mg, tergantung efek yang dikehendaki,
lamanya (duration) 1 jam.
Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest),
1. Lidokain adalah golongan amida. Sering dipakai untuk surface analgesi,
blok infiltrasi, spinal, epidural dan caudal analgesia dan nerve blok
lainnya. Juga dipakai secara intravena untuk mengobati aritmia selama
anesthesia umum, bedah jantung dan µinduced hypothermia.
Dibandingkan prokain, onset lebih cepat, lebih kuat (intensea), lebih
mahal dan durasi lebih lama. Potensi dan toksisitas 10 kali prokain.
Tertrakain tidak boleh digunakan bersama-sama sulfonamide. Onset 5-
10 menit, duration sekitar 2 jam.
31
Page 32
2. Dosis.
3. Konsentrasi efektif minimal 0,25%.
4. Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
5. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan
6. Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.
7. 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.
8. 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
9. 1% untuk blok motorik dan sensorik.
10. 2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).
11. 4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).
12. 5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.
13. 5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topikal kulit.
14. 5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural)
Gambar 2.11. Lidokain.
Bupivakain (marcain),
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf
dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan
32
Page 33
0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg. Duration 3-8 jam. Konsentrasi
efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain.
Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak
dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8
jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau
hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.
Kokain,
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan
napas atas. Lama kerja 2-30 menit.
Kloroprokain (nesakain),
Derivate prokain dengan masa kerja lebih pendek.
EMLA (Eutentic Mixture of Lokal Anesthetic),
Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan
prilokain masing-masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intak 1-2 jam
sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau
arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang
tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka.
Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain),
Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut
merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya
lebih ringan dibandingkan bupivakain. Bagian isomer kanan dari
bupivakain dampak sampingnya lebih besar. Konsentrasi efektif minimal
0,25%.
33
Page 34
2.6 Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah
Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi:
1. Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan apabila larutan didepositkan tepat dibalik
membrane mukosa. Walaupun cenderung tidak menimbulkan anestesi
pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan baik untuk menganestesi
saraf bukal sebelum pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak.
2. Suntikan Supraperiosteal
Pada beberapa daerah seperti maksila, bagian kortikal bagian luar dari
tulang alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vascular
yang kecil. Pada daerah ini bila larutan didepositkan di luar periosteum,
larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang
medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini anestesi pulpa gigi dapat
diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntika
supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan pada
kedokteran gigi .
3. Suntikan subperiosteal
Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan
bidang kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sakit.
Karena itu, suntikan ini hanya digunakan apabila tidak ada alternative lain
atau apabila anestesi superficial dapat diperoleh dari suntikan
supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat
34
Page 35
bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi
walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan
intraligamen.
4. Suntikan Intraseous
Pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Prosedur
ini sangat efektif apabila dilakukan dengan bur tulang dan jarum yang
didesain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal
diberikan dengna cara biasa, dibuat incise kecil melalui mukoperiosteum
pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk mendapat jalan masuk
bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat dibuat lubang melalui bidang
kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah dipilih. Lubang harus
35
Page 36
terletak pada bagian apeks gigi sehingga tidak mungkin merusak akar gigi
geligi.
Jarum pendek dengan hubungan yang panjang diinsersikan melalui
lubang dan diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan
perlahan ke ruang medularis dari tulang. Teknik suntikan intraseous akan
memberikan efek anestesi yang baik pada pulpadisertai gangguan sensasi
jaringan lunak yang minimal. Walaupun demikian biasanya tulang
alveolar akan terkena trauma dan cenderung tejadi rute infeksi. Prosedur
asepsis yang tepat pada tahap ini merupakan keharusan.
5. Suntikan Intraseptal
Merupakan modivikasi dari suntikan intraseous yang kadang-kadang
digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan
dipasang geligi tiruan immediate serta bila teknik supraperiosteal tidak
mungkin diguakan. Jarum 27 gauge diinsersikan pada tulang lunak di
crest alveolar. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui
tulang medularis serta jaringan periodontaluntuk memeberi efek anestesi.
Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diproses anestesi superficial.
2.6.1 Anestesi Infiltrasi pada Maksila
1. Gigi Incisive sentral, incisive lateral, dan kaninus
Gigi Incisive sentral RA dapat diberikan anestesi menggunakan teknik
infiltrasi. Membran mukosa ditarik kencang dan jarum dimasukkan
sedalam kira-kira 8 mm kea rah apical pada margin ginggiva. Kemudian di
36
Page 37
dorong hati-hati ke atas, melewati bawah periosteum, sampai ujung jarum
mencapai apek gigi. Anestesi local didepositkan sebanyak 1 ml.
Pada gigi incisive lateral, jarum harus dimasukkan pada akar yang
terendah. Selain tiu karena posisi apek akar gigi incisive yang relative
dekat ke palatal, seringkali digunakan anestasi blok naso palatine untuk
menjamin tersedianya anestesi pada gigi tersebut. Sedangkan paa gigi
kaninus ujung jarum ditempatkan pada eminensia kaninus.
2. Gigi Premolar I dan II
Anestesi infiltrasi pada gigi premolar kedua RA menggunakan teknik
yang sama dengan insicive dan kaninus. Membran mukosa ditarik kuat,
kemudian jarum dimasukkan secara perlahan, buat kemiringan menuju
tulangsampai ujung jarum pada apek gigi yang akan dianestesi. Eminensia
kaninus dan dasar prosessus zygomatikus maksila merupakan panduan
yang berguna dalam menempatkan jarum. Untuk gigi premolar pertama,
jarum harus ditempatkan pada bagian fistal eminensia kaninus dan sekitar
22 mm dari ujung cusp bukal. Sedangkan untuk gigi premolar kedua,
diempatkan di mesial dasar prosessus zygomatikus dan sekitar 21 mm dari
ujung cusp bukal.
3. Gigi Molar Permanen I, II, dan III
Pemberian anestesi pada gigi permanen molar dilakukan dengan cara
bukal infiltrasi. Adanya prosessus zygomatikus pada tulang maksila
menyebabkan diperlukannya pemberian dua infiltrasi, yang pertama pada
37
Page 38
mesial prosessus zygomaticus untuk akar mesio distal, yang kedua
diberikan pada bagian distal untuk akar distobukal. Untuk akar mesiobukal
ujung jarum sebaiknya sekitar 23 mm dari cusp mesiobukal. Sedangkan
untuk akar distobukal lebih pendek, sekitar 21 mm dari csusp distobukal.
Akar palatal yang terlalu jauh dari kortek bukal maksila yang terbagi,
memerlukan adanya infiltrasi palatal. Untuk mencapainya diunakan jarum
yang pendek, kira 3-4mm yang amsuk ke mukosa palatal, sekitar 8 mm
dari apikal ke margin ginggiva.
Gigi maksila dan teknik infiltrasi
Gigi Anestesi pulpa Jaringan lunak
Bukal Palatal
Insisif Incisive(Inc) IANB IANB
Inferior alveolar (IANB) GG GG
Gow-Gates (GG) VA VA
Vazirani-Akinosi(VA) Inc PDL
Periodontal ligament (PDL)
injection
IS IS
Intraseptal (IS) Mental Inf
Intraosseous (IO) PDL IO
Infiltration (lateral incisor only) Inf
IO
38
Page 39
Canines Inferior alveolar IANB IANB
Gow-Gates GG GG
Vazirani-Akinosi VA VA
Incisive Inc PDL
Periodontal ligament innjection PDL IS
Intraseptal IS Inf
Intraosseous IO IO
Inf
Mental
Premolar Inferior alveolar IANB IANB
Gow-Gates GG GG
Vazirani-Akinosi VA VA
Incisive Inc PDL
Periodontal ligament injection PDL IS
Intraseptal IS IO
Intraosseous IO Inf
Mental
Inf
Molars Inferior alveolar IANB IANB
Gow-Gates GG GG
39
Page 40
Vazirani-Akinosi VA VA
Periodontal ligament injection PDL PDL
Intraseptal IS IS
Intraosseous IO IO
Inf Inf
From: Mosby. 2007. Dental Drugs Consult.USA:Elsevier.
2.6.2 Anestesi Infiltasi pada Mandibula
1. Gigi Insisive sentral, incisive lateral, dan kaninus
Jarum ditempatkan sehingga ujung jarum kira-kira 18 mm dari tepi incisal.
Secara klinis, jarum ditempatkan jauh pada sulcus labial, dan ujungnya
dimasukkan kebawah periosteum. Sekitar 0,75-1 ml yang diinjeksikan.
2. Gigi Premolar I dan II
Ujung jarum ditempatkan pada sulkus buka, dekat dengan apek gigi yang
bersangkutan. Membran mukosa ditarik kuat dan ujung jarum ditempatkan
secara supperiosteum dengan kemiringan kearah tulang. Sekitar 0,5-1 ml
cairan didepositkan baik pada aspek labial maupun aspek ingual.
3. Gigi permanen molar I,II, dan III
Teknik dasarnya sama seperti gigi premolar, berbeda pada posisi jarum dalam
hubungannya dengan gigi yang bersangkutan
2.7 Teknik Blok Anestesi N Palatinus
40
Page 41
Greater palatine nerve block
Nama lainnya : Anterior palatine nerve block
Saraf yang dianestesi : Anterior palatine nerve
Area yang dianestesi : bagian posterior dari palatum keras, anterior ke premolar 1
dan dari medial ke midline.
Indikasi : pada terapi restorativ lebih dari 2 gigi dan untuk mengontrol dalam
prosedur bedah periodontal maupun oral yang meliputi palatum lunak
dan jaringan kerasnya.
Kontraindikasi : tempat ijeksi dengan inflamasi atau infeksi, area yang lebih kecil
dari terapi yang dilakukan (1 atau 2 gigi).
Keuntungan : meminimalkan penetrasi jarun dan volume dari larutan anestesinya,
meminimalkan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien.
Kerugian : tidak ada hemostasis kecuali pada area yang dekat dengan injeksi.
Alternatif : infiltrasi lokal pada regio spesifik, maxillary nerve block.
Teknik :
Gunakan jarum ukuran 25 atau 27
41
Page 42
Area insersinya adalah jaringan lunak sedikit ke anterior ke arah foramen
palatina besar
Area target : anterior palatine nerve
Anatomi : pada foramen palatina besar dan pertemuan dari prosessus
alveolar maksila dan tulang palatina
Rute insersinya adalah lebih dulu syringe dari arah berlawanan daripada
mulut dengan sudut yang tepat ke arah area target misal bila disuntikkan
pada sebelah kanan maka arah jarum dari kiri menuju kanan.
Orientasi bevel : menghadap jaringan lunak palatal
Prosedur :
Posisi pasien telentang dengan diinstrusikan membuka mulut lebar,
miringkan leher untuk mendapatkan visual yang baik selama
anestesi, gerakkan atau putar kepala ke kiri dan kanan tergantung
kondisi mana agar visual dapat dihasilkan baik dan jelas.
Pada foramen palatina besar letakkan cotton swab pada perteuan
prosessus alveolar maksila dengan palatum keras. Mulai dari
region premolar dan palpasi dengan menekan cotton swab pada
jaringan lunaknya. Dimana swab akan turun karena tekanan
dihasilkan pada foramen palatinanya.
Persiapkan jaringan tempat injeksi persis dari anterior ke arah
foramen paltina besar. Bersihkan dan keringkan dengan sterile
gauze lau aplikasikan topikal antiseptik misal iodine lalu berikan
topikal anestesi.
42
Page 43
Setelah 2 menit aplikasi topikal anestesi pindahkan swab ke arah
posterior.
Lalu syringe secara langsung dimasukkan ke dalam mulut pasien
dari arah yang berlawanan dengan jarum mendekati tempat injeksi
dengan sudut yang benar
Terapkan bevel pada jaringan lunak yang memucat sebelumnya,
dimana jarum harus distabilkan dengan baik untuk mencegah
kecelakaan kerja saat penetrasi ke jaringan.
Saat menempatkan bevel berikan tekanan yang cukup sehingga
mudah dimasukkan dan jangan dipaksa.
Jika daerah yang memucat menyebar pada area injeksi , maka
sesegera mungkin cotton swab dilepaskan.
Lalu dengan lambat jarum dimasukkan sapai mengenai tulang
tulang palatal yang mana kedalaman penetrasinya mencapai 8-10
mm. Lalu suntikan larutan sisanya dengan lambat minimal 30 detik
tidak lebih dari 1/4 -1/3 cartridge dari larutan anestesi lokalnya
(0,45-0,6 ml).
Setelah itu tarik syringe perlahan-lahan, tutup jarum nya setelah
selesai dan tunggu 2- 3 menit sebelum dilakukan tidakan prosedur
dental selanjutnya.
43
Page 44
Gambar. Perhatikan penyebaran iskemia (panah) sebagai obat bius yang disimpan.
Gambar. Kapas dihapus ketika pengendapan larutan berhenti dan diteruskan dengan
mendepositkan larutan anestesi lokal
Sign dan symptom : Dirasakan mati rasa pada bagian osterior palatal dan tidak
adanya nyeri selama terapi dental.
Komplikasi : Iskemia, nekrosis jaringan lunak sekitar injeksi, hematoma.
Nasopalatine nerve block
Nama lain: Incisive nerve block, sphenopalatine nerve block.
Saraf teranestesi: Nasopalatine nerves bilaterally
44
Page 45
Area teranestesi: Bagian anterior palatum keras (jaringan lunak dan keras) dari
mesial premolar pertama kanan hingga mesial premolar pertama kiri.
Indikasi : pada terapi restorativ lebih dari 2 gigi seperti restorasi subgingival dan
untuk mengontrol dalam prosedur bedah periodontal maupun oral yang
meliputi jaringan lunak dan keras palatum.
Kontraindikasi : tempat ijeksi dengan inflamasi atau infeksi, area yang lebih kecil
dari terapi yang dilakukan (1 atau 2 gigi).
Keuntungan : meminimalkan penetrasi jarun dan volume dari larutan anestesinya,
meminimalkan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien
Kerugian : tidak ada hemostasis kecuali pada area yang dekat dengan injeksi
Alternatif : infiltrasi lokal pada regio spesifik, maxillary nerve block.
Teknik :
Gunakan jarum ukuran 25 atau 27
45
Page 46
Area insersi : palatal mucosa lateral ke incisive papilla yang berlokasi pasa
pertengahan di belakang insisif central
Area target : foramen insisif di bawah papilla insisif
Landmark : gigi insisif central dan papilla insisif
Rute insersi : jarum didekatkan pada daerah injeksi dengan sudut 45°
menghadap papilla insisif.
Orientasi bevel : menghadap palatal soft tissue
Prosedur :
Operator duduk pada posisi jm 9 atau jam 10 menghadap pasien
Instruksi pasien untuk membuka mulut dengan lebar, miringkan
leher atau putar kepala atau ke kiri untuk memudahkan penglihatan
saat menganestesi
Siapkan jaringan tempat injeksi dengan mencuci dan
mengeringkannya lalu berikan topikal antiseptik
46
Page 47
Setelah 2 menit lakukan pemberian anestesi topikal dengan cotton
swab
Tempatkan bevel terhadap jaringan lunak iskemik di tempat
injeksi. Jarum harus stabil untuk mencegah penetrasi disengaja
oleh jaringan.
Perlahan-lahan masukan jarum ke foramen insisif sampai
mengenai tulang secara lembut.
o Kedalaman penetrasi sekitar 6-10mm.
47
Page 48
o Depositkan volume kecil anestesi saat masukan jarum.
Kerena jaringan dimasukan, terjadi peningkatan resisten
terhadap pengendapan larutan yang mana normal dengan
blok saraf palatina. Depositkan dengan lamabt (minimal 30
detik ) tidak lebih dari 1/4 -1/3 cartridge larutan anestesi
lokal.
setelah itu tarik syringe , tutup dengan cap needle nya.
Tunggu sekitar 2-3 menit sebelum dilakukan terapi dental.
Gejala klinis yang terlihat : mati rasa pada anterior palatum dan tidak adanya
nyeri saat terapi dental. Perlu diperhatikan saat melakukan anestesi antara lain
jangan memasukkan secara langsung ke papila insisif karena bisa menyebabkan
nyeri yang hebat, jangan memasukkan larutan dengan cepat, dan juga jangan
mendepositkan larutan anestesi lokal dalam jumlah banyak. Komplikasi yang bisa
terjadi antara lain adalah hematoma yang mungkin terjadi meski kasusnya cukup
jarang, iskemia dan nekrosis jaringan lunak sekitar tempat injeksi.
48
Page 49
2.8 Teknik dan Obat-obatan Anestesi Umum
Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 3 cara,
yaitu:
I. Parenteral
Obat anestesi masuk ke dalam darah dengan cara suntikan IV atau IM. Untuk
selanjutnya dibawa darah ke otak dan menimbulkan keadaan narkose.
Obat anestesi yang sering digunakan adalah:
1. Pentothal
Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-6 mg/kg
BB dan selanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram.
Penggunaan: untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi, operasi-
operasi yang singkat seperti: curettage, reposisi, insisi abses.
Cara Pemberian:
Larutan 2,5% dimasukkan IV pelan-pelan 4-8 CC sampai penderita tidur,
pernapasan lambat dan dalam. Apabila penderita dicubit tidak bereaksi, operasi
49
Page 50
dapat dimulai. Selanjutnya suntikan dapat ditambah secukupnya apabila perlu
sampai 1 gram.
Komplikasi:
Lokal: Di tempat suntikan, apabila ke luar dari pembuluh darah sakit
sekali merah dan bengkak. Tindakan yang dilakukan antara lain infiltrasi
dengan anestesi lokal, kompres.
Menekan pusat pernafasan: Kecepatan menyuntik harus hati-hati jangan
sampai pernafasan berhenti.
Menekan jantung: Tekanan darah turun sampai nadi tak teraba.
Kontra Indikasi:
1. Anak-anak di bawah 4 tahun
2. anemia, uremia dan penderita-penderita yang lemah
3. Gangguan pernafasan: asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas
4. Penyakit jantung
5. Penyakit hati
6. Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang
baik.
2. Ketalar (Ketamine)
Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50 mg/cc.
50
Page 51
Dosis: IV 1-3 mg/kgBB, IM 8-13 mg/kgBB. 1-3 menit setelah penyuntikan
operasi dapat dimulai.
Komplikasi:
1. menekan pusat pernafasan , tetapi lebih kurang daripada pentothal.
2. merangsang jantung: tekanan darah naik
3. sekresi kelenjar ludah dan saluran pernafasan bertambah
Penggunaan: operasi-operasi yang singkat, untuk indikasi penderita tekanan
darah rendah.
Kontra Indikasi: Penyakit jantung, kelainan pembuluh darah otak dan hypertensi.
Oleh karena komplikasi utama dari anestesi secara parenteral adalah menekan
pusat pernafasan, maka kita harus siap dengan peralatan dan tindakan pernafasan
buatan terutama bila ada sianosis.
II. Perrectal
Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan selanjutnya sampai
ke otak.
Dipergunakan untuk tindakan diagnostic (katerisasi jantung, roentgen foto,
pemeriksaan mata, telinga, oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-
bayi dan anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada
bayi dan anak-anak. Syaratnya adalah:
51
Page 52
1. rectum betul-betul kosong
2. tak ada infeksi di dalam rectum
Lama narkose 20-30 menit. Obat-obat yang digunakan:
- Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB
- Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB
III. Inhalasi
Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk
ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
Obat-obat yang dipakai:
1. Induksi halotan.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2.
Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 = 3:1. Aliran
> 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian
kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
2. Induksi sevofluran
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun
langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan
halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
52
Page 53
3. Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran ( foran, aeran ) atau desfiuran jarang
dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
2.9 Status Fisik Pasien
Dilakukan evaluasi pra anestesi lokal dengan tujuan untuk mengetaahui
keadaan kesehatan umum pasien. Ini berpengaruh untuk mengetahui obat apa
yang bisa diberikan.
Ada beberapa kontraindikasi pada administrasi kosentrasi vasokonstriksi yang
diberikan dalam anestesi lokal pada dental practice. Dalam status medis pasien
hal yang pling penting untuk dilakukan adalah anamnesa. Anamnesa sendiri
penting bagi perawatan pasien, terkhususnya dalam anestesi. Pasien dengan resiko
tinggi seperti :
Pasien dengan hipertensi, hipotensi
Pasien dengan penyakit kardiovaskuler
Pasien diabetes, disfungsi thyroid
Anemia , penyakit ginjal, liver, Penyakit paru-paru
Dimana dalam anamnesis ini bisa dilihat pasien diharapkan aman dalam
penggunaan anestesi sebelum tindakan dental yang diberikan, khususnya dalam
peggunaan vasokonstriktor.
Dalam tiap situasi perlu ditentukan derajat keparahan dari setiap kelainan atau
penyakit yang diderita pasien supaya bisa diketahui apakah pemakaian
vasokonstriktor dapat digunakan atau tidak dalam anestesi lokal pada pasien.
53
Page 54
Pasien dengan tekanan darah sistole > 200 mmHg dan diastole >115 mmHg
harus dilakukan prawatan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan dental.
Pasien dengan penyakit kardiovaskular pun terlalu beresiko untuk mendapatkan
terapi dental secara rutin, contohnya pada myocardial infarction < 6 bulan, pasien
dengan unstable angina, pasien cardiac aritmia.
Untuk menentukan diagnosis berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA
(American Society of Anesthesiologist) membagi dalam 5 kelompok :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringn sampai sedang misalnya pada
Hipertensi ringan yang terkontrol
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yangg diakibatkan
karena berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara lngsung mengancam
kehidupannya misalnya pada pasien dengan syok atau decomp cordis.
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi
atau tidak , misal pada pasien tua dengan perdarahan basis cranii dan
syok hemoragik karena ruptur hepatik
2.10 Teknik Sedasi Intra Vena
54
Page 55
Sedasi intravena adalah teknik anestesi sangat cocok diaplikasikan pada
tindakan bedah kecil sampai sedang. Teknik ini aman dan memberikan
kenyamanan saat tidur tanpa banyak efek samping seperti yang diakibatkan oleh
anestesi umum. Alat bantu pernapasan seperti ventilator tidak diperlukan. Pasien
tidur nyenyak selama proses bedah, tidak ada rasa sakit dan tidak ada perasaan
gelisah. Pasien akan terbangun dengan cepat dan nyaman tanpa mengingat apapun
mengenai prosedur bedah yang telah berlangsung. Teknik ini merupakan teknik
yang umum digunakan di Amerika Serikat untuk prosedur bedah rawat jalan.
Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan
memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat
tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik.
Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai
pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi
dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti,
Tiopenton, Diazepam, Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
Beberapa contoh prosedur yang mungkin dilakukan di bawah sedasi intravena
adalah:
Bedah implan (implant surgery)
Bedah pembuangan gigi bungsu (wisdom teeth removal)
Total Intra Vena Anestesi (TIVA)
55
Page 56
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat
anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi
inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting
dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks,
sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu:
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan
kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen
tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen
di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai
agen anestesi intravena yang paling lengkap.
Indikasi Anestesi Intra Vena
- Obat induksi anesthesia umum
- Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
- Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
- Obat tambahan anestesi regional
- Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)
Cara Pemberian
56
Page 57
1. Sebagai obat tunggal
a. Induksi anestesi
b. Operasi singkat : cabut gigi
2. Suntikan berulang
c. Sesuai kebutuhan : curetase
3. Diteteskan lewat infus
d. Menambah kekuatan anestesi
2.11 Teknik Sedasi Inhalasi
Penggunaan Klinik
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia
umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan
perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien
yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk
pasien yang beresiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia
lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain
yang berkhasiat sesuai dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai.
N2O merupakan gas yang tidak bewarna, berbau harum manis, tidak
bersifat iritasi, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak tetapi
membantu proses kebakaran akibat gas lain meskipun tidak ada oksigen. N2O
mempunyai berat molekul 44, titik didih 89oC dan umumnya disimpan dalam
bentuk cair serta tekanan kritis 71,7 atm, suhu kritis 36,5oC, berat jenis 1,5
57
Page 58
(udara 1). N2O tidak bereaksi dengan obat anestesi lain dan bagian metal
peralatan tetapi bisa meresap dan berdifusi melalui peralatan dari karet.
Teknik Pemberian
Pemberian anestetik inhalasi dibagi menjadi 3 cara, yaitu:
- Sistem Terbuka
yaitu dengan penetesan langsung keatas kain kasa yang menutupi mulut
atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen.
- Sistem Tertutup
yaitu dengan menggunakan alat khusus yang menyalurkan campuran gas
dengan oksigen dimana sejumlah CO2 yang dikeluarkan dimasukan
kembali (bertujuan memperdalam pernafasan dan mencegah berhentinya
pernafasan atau apnea yang dapat terjadi bila diberikan dengan sistem
terbuka). Karena pengawasan penggunaan anestetika lebih teliti maka cara
ini banyak disukai, contohnya siklopropan, N2O dan halotan.
- Insuflasi Gas
yaitu uap atau gas ditiupkan kedalam mulut, batang tenggorokan atau
trachea dengan memakai alat khusus seperti pada operasi amandel.
Tata Laksana Anestesi Umum Inhalasi Sungkup Muka
Indikasi
1 Pada operasi kecil dan sedang di daerah permukaan tubuh dan berlangsung
singkat dengan posisi telentang, tanpa membuka rongga perut.
58
Page 59
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik I atau II).
3. Lambung dalam keadaan kosong.
Kontra Indikasi
1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas.
2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup.
Tata Laksana
1. Pertama tama yang harus di lakukan adalah melakukan pemeriksaan unit.
Pastikan bahwa saluran oksigen dan saluran N2O bekerja dengan benar.
Kemudian harus dipastikan juga bahwa unit memiliki cukup oksigen untuk
kembali menyadarkan pasien.
2. Memilih mask yang ukuran nya cocok dengan pasien
3. Hubungkan mask dengan selang bergelombang (diameter 2.5 cm) . Katup
ekspirasi selalu dibiarkan dalam kondisi terbuka dalam plastic silinder
putih pada sebelah kiri dari mask
4. Awali dengan pemberian 100% oksigen pada pasien yang sudah duduk di
dental unit
5. Alirkan oksigen 3 liter/menit – 7 liter/menit , pasien dapat memegang
mask sendiri apabila merasa cemas .
6. Biarkan pasien bernafas dengan mask sekitar 15 – 20 detik
7. Kemudian alirkan 90% oksigen 10% N2O selama 1 menit
8. Setelah 1 menit tersebut, alirkan 80% oksigen dan 20% N2O selama 1
menit sambil terus memantau keadaan pasien, dokter dapat menjelaskan
59
Page 60
kepada pasien apa yang akan terjadi dan apa yang akan dirasakan oleh
pasien
9. Setelah 1 menit menggunakan 80 % oksigen, alirkan 70% oksigen dan
30% N2O. biasanya dalam tahap ini , pasien mulai mengalami reaksi
sedasi
10. Setelah terlihat bahwa pasien sudah terkena efek sedasi, dokter dapat
menambahkan konsentrasi N2O kurang lebih 5 – 10% lagi, kemudian
perawatan dapat dilakukan
11. Apabila perawatan sudah selesai, dokter bisa mengembalikan kesadaran
pasien dengan memberikan aliran 100% oksigen selama 2 menit. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi difusi anoxia (akibat eliminasi
N2O yang sangat cepat dari darah ke paru paru), mengurangi polusi pada
ruang perawatan, dan mempercepat rate of recovery .
12. Mask di lepas, mesin dimatikan, dan tabung oksigen kembali di tutup.
2.12 Kerugian Teknik Sedasi Intra Vena dan Inhalasi
2.13.1 Kerugian Teknik Sedasi Intra Vena
- Tidak dapat pulih dengan mudah seperti uang anestesi inhalasi dan bahwa
ada kemungkinan interaksi obat.
- Kemampuan untuk memproduksi amnesia (daya ingat yang berkurang).
Diazepam, midazolam, lorazepam, dan scopolamine adalah contoh obat
yang memiliki kemampuan untuk memberikan efek amnesia lebih besar;
60
Page 61
meperidine dan fenobarbital kurang memberikan efek amnestik. Tujuan
utama dari sedasi adalah menciptakan rasa nyaman bagi pasien.
2.13.2 Kerugian Teknik Sedasi Inhalasi
- Tidak dapat menghasilkan anestesi yg lebih dalam, anestesi ringan sebagai
penggunaan terbatas
- Perlu mesin khusus
- Selalu waspada terhadap tanda-tanda vital Pasien yg dilakukan dengan
pengamatan panca indra ataupun dengan bantuan alat monitor (nadi, tensi,
napas dan kesadaran)
- Pada pasca operasi dapat terjadi nausea dan vomitus
- Perlu penambahan anestetikum lain untuk operasi yang lebih besar
- 'Occupational exposure', yaitu resio ikut menghirup N2O bagi operator
dlm jangka waktu yang panjang.
2.13 Keuntungan Teknik Sedasi Intra Vena dan Inhalasi
2.13.1 Keuntungan Teknik Sedasi Intra Vena
- Mengurangi kemungkinan polusi dalam ruangan operasi dari agen
inhalasi.
- Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat dititrasi dalam dosis
yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
- Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi
sekitar jalan nafas atau paru-paru.
61
Page 62
- Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang
khusus.
2.13.2 Keuntungan Teknik Sedasi Inhalasi
- Aman, bila diberikan dengan campuran 02 yang cukup
- Ttidak mudah terbakar
- Pasien tetap sadar degan mengatur konsetrasi N2O
- Permulaan kerja dan eksresi cepat
- Tidak mempunyai efek yang merugikan tehadap fisiologi organ tubuh
- Dapat diberikan dan diresap secara terkontrol dan cepat dibanding
intravena
62
Page 63
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi dibagi menjadi 2, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal.
Anestesi Lokal:
1. Ada 2 teknik: teknik blok dan teknik anestesi.
2. Komplikasi:
- lokal: jarum patah, sakit, parestesi berkepanjangan, trismus,
hematom, infeksi oedem, lesi intra oral.
- sistemik: reaksi psikis, toksik, alergi.
Anestesi Umum:
1. Ada 3 teknik:
- Parenteral, obat yang digunakan: pentothal, ketalar.
- Perrectal, obat yang digunakan pentothal, tribromentothal.
- Inhalasi, obat yang digunakan halotan, sevofluran.
Ada juga anestesi yang menggunakan teknik sedassi intra vena dan inhalasi
yang keduanya memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
63
Page 64
DAFTAR PUSTAKA
Malamed, SF. 1994. Handbook of local anesthesia. 4th Ed. St. Louis : Mosby yearbook.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 4. Jakarta: EGC.
G. Edward Morgan,Jr., Maged S. Mikhail, MichaelJ. Murray. 2006. Clinical
Anesthesiology. 4th Edition. London : Prentice-Hall Int.Inc.
Gustainis, JF. , Peterson. 1981. An Alternatif method of mandibular nerve block. JADA V
( 103 ).
Mosby. 2007. Dental Drug Consul. USA: Elsevier. Hal 1430-1436
Howe, Geoffrey L dan Whitehead, F. Ivor H. 1992. Anestesi Lokal (alih bahasa
drg. Lilian Yuwono). Jakarta: Hipokrates.
Gray's Anatomy of the Human Body - The Trigeminal Nerve - Yahoo! Education.
Jastak, JT Cs. 1995. Local anesthesia of the oral cavity. Philadelphia : W.B. Saunders Company.
64
Page 65
Latief Asaid,dkk. 2007. Anestesi Lokal. Petunjuk Praktis anestesiologi. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit bagian anestesiolgi dan Terapi Intensif Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.
Purwanto (alih bahasa), Lilian Yuwono(ed). 1993. Petunjuk Praktis Anestesi
Lokal: Atlas of Local Anaesthesia in Dentistry. Jakarta: EGC.
65