Blok XII (Respirologi)
Laporan Tutorial Skenario 3
Kelompok 2OLEH :Aditya Agung Pratama(H1A013002)Ahmad
Haviz(H1A013004)Annisa Hidayati(H1A013007)Aulannisa
Handayani(H1A013010)Christabella Natalia Wijaya(H1A013013)Dimas Adi
Soewignyo(H1A013019)Fatarosdiana(H1A013023)Inayah(H1A013030)Luh
Gede Janny Resistayani(H1A013035)Marisa Syavitri
Dilaga(H1A013038)Ratu Missa Qurani(H1A013054)
Fakultas Kedokteran Universitas MataramNusa Tenggara
Barat2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya laporan tutorial skenario 3 ini dapat
kami selesaikan dengan sebagaimana mestinya.Di dalam laporan ini
kami memaparkan hasil kegiatan tutorial yang telah kami laksanakan
yakni berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi serta metode
pembelajaran berbasis pada masalah yang merupakan salah satu metode
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.Kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan
hingga terselesaikannya laporan ini. Kami mohon maaf jika dalam
laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menganalisis semua
aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario
serta Learning Objective yang kami cari. Oleh karena itu kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
membantu kami untuk dapat lebih baik lagi kedepannya.
Mataram, 05 Juni 2015 Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................................iDAFTAR
ISI.....................................................................................................................iiBAB
IPENDAHULUAN1.1
Trigger..........................................................................................................................11.2
MindMap......................................................................................................................2
BAB IIPEMBAHASAN DAN ISI2.1 Learning
Objective.......................................................................................................32.2
Pembahasan Learning
Objective..................................................................................4
BAB IIIPENUTUP3.1
Kesimpulan..................................................................................................................53
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................541
55
BAB IPENDAHULUAN
1.1 SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 46 tahun dibawa oleh keluarganya ke
IGD RS karena mengalami sesak nafas. Sesak dialami sejak 3 hari
yang lalu, makin lama makin memberat. Sesak dirasakan sepanjang
hari dan makin memberat saat malam hari. Selain sesak pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu, namun batuk
disertai dengan dahak berwarna hijau kekuningan serta demam mulai
dikeluhkan 3 hari yang lalu. Diketahui bahwa pasien memiliki
riwayat sesak berulang sejak 4 tahun terakhir, dalam 1 tahun ia
berobat ke RS karena sesaknya kumat sebanyak 2-3 kali. Pada
pemeriksaan fisik di IGD didapatkan pasien tampak sangat sesak dan
dalam posisi duduk membungkuk pada tempatpemeriksaan. kesadaran
composmentis (E4V5M6), tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi denyut
nadi 96 kali/menit, frekuensi pernafasan 28 kali/menit, suhu =
38,50C. Pasien tampak gelisah, bibir tampak cyanosis, pemeriksaan
fisik thorax didapatkan gerakan dinding dada simetris, hipertrofi
m. sternocleidomastoideus, ronki pada basal hemithoraks dextra,
wheezing diseluruh lapang paru. Pemeriksaan spirometri didapatkan :
VEP1/KVP= 74%.
1.2 MIND MAP
BAB IIPEMBAHASAN & ISI
2.1 LEARNING OBJECTIVE1. Bagaimana patofisiologi sesak napas?2.
Mengapa sesak memberat pada malam hari?3. Apakah ada pengaruh
riwayat sesak berulang terhadap sesak yang dialami sekarang?4. Apa
penyakit yang menyebabkan sianosis pada bibir dan
patofisiologinya?5. Mengapa ada dahak pada pasien dan berwarna
hijau kekuningan?6. Apa penyebab hipertropi musculus
sternokleidomastoideus?7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan
spirometri?8. Apa kepentingan pemeriksaan simetrisitas getaran
dinding dada?9. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien?10.
Bagaimana pemeriksaan fisik paru?11. Bagaimana algoritma umum sesak
napas?12. Apa saja diagnosis banding pada skenario?13. Analisis
skenario!
1.2. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
1. Patofisiologi sesak napas
Oksigenasi jaringan menurunPenyakit atau keadaan tertentu secara
akut dapat menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen ke seluruh
jaringan menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini akan
meningkatkan sesak napas. Karena transportasi oksigen bergantung
pada sirkulasi darah dan kadar hemoglobin, maka abnormalitas pada
kedua hal tersebut, seperti perdarahan, anemia, perubahan
hemoglobin atau penyumbatan pada pembuluh darah, akan menyebabkan
sesak napas. Selain itu, penyakit pada sistem pernapasan juga dapat
menyebabkan penurunan oksigenasi. Penyakit parenkim paru yang
menimbulkan intrapulmonal shunt dan gangguan ventilasi, serta
penyakit saluran napas seperti asma, bronkitis dan bronkiolitis
termasuk ke dalam penyakit yang menurunkan oksigenasi jaringan.
Kebutuhan oksigen meningkatBeberapa keadaan dapat menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen, salah satu contohnya penyakit
infeksi. Adanya infeksi akan menimbulkan peningkatan metabolisme,
dimana hal ini akan menyebabkan tingginya kebutuhan akan oksigen.
Selain itu, infeksi dapat menimbulkan respon inflamasi, salah
satunya adalah demam. Demam ini akan memicu peningkatan kebutuhan
oksigen. Kerja pernapasan cepatPenyakit paru seperti pneumonia
dapat menyebabkan berkurangnya elastisitas paru. Penyakit pada
saluran pernapasan seperti asma, bronkitis dan bronkiolitis dapat
menyebabkan menurunnya ventilasi paru. Kedua hal ini menyebabkan
meningkatnya kebutuhan jaringan akan oksigen. Oleh karena itu, otot
pernapasan akan dirangsang bekerja lebih berat. Hal ini bertujuan
untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan oksigen. Selain itu,
peningkatan aktivitas otot pernapasan juga dapat meningkatkan
metabolisme sehingga metabolit dalam darah ikut meningkat.
Metabolit-metabolit ini selanjutnya akan merangsang SSP untuk
meningkatkan laju pernapasan sehingga memperberat sesak napas. 2.
Sesak memberat pada malam hariSesak memberat pada malam hari
terjadi karena udara yang lembab dan kandungan O yang rendah
mengganggu keseimbangan (homeostasis) tubuh dalam respirasi,
sehingga penderita terbangun yang disertai wheezing atau bisa
terjadi pada saat tidur karena aspirasi refluks esofagus.3.
Pengaruh riwayat sesak berulang terhadap sesak yang dialami
sekarangRiwayat sesak terdahulu sangat penting ditanyakan saat
anamnesis untuk menggali riwayat penyakit yang diderita pasien.
Karena dengan menanyakan riwayat sesak berulang kita dapat
mengetahui apakah sesak yang dialami bersifat akut atau kronik.
Contoh penyakit yang menyebabkan sesak napas akut adalah asma,
gangguan saluran napas atas atau gagal jantung. Sedangkan, sesak
napas yang bersifat kronik disebabkan oleh penyakit seperti asma
yang tidak terkontrol, PPOK, tuberculosis dan lainnya.Selain itu,
riwayat sesak napas berulang dapat mengindikasikan penyakit yang
bersifat episodik. Salah satu contohnya adalah asma, asma merupakan
penyakit obstruktif dimana gejala dari penyakit ini adalah sesak
yang berulang terutama di malam hari. Sehingga dengan mengetahui
riwatat sesak kita dapat menegakkan diagnosis.4. Penyakit yang
menyebabkan sianosis pada bibir dan patofisiologinyaSianosis
merupakan perubahan warna kulit menjadi biru yang disebabkan oleh
adanya deoksi hemoglobin dalam pembuluh darah superfisial. Molekul
hemoglobin berubah warna dari biru menjadi merah bila berikatan
dengan oksigen di kedua paru. Jika terdapat lebih dari 5 mL deoksi
hemoglobin dalam darah, maka kulit akan tampak berwarna kebiruan.
Sianosis sentral terjadi karena tidak memadainya pertukaran gas di
dalam paru yang menyebabkan penurunan oksigenasi arterial secara
bermakna. Ini sering kali disebabkan oleh gangguan atau penyakit
paru yang menyebabkan darah vena campuran memintas paru. Perubahan
warna menjadi kebiruan paling baik dilihat pada membrane mukosa
mulut dan bibir.Sianosis sentral dapat disebabkan karena: edema
paru-paru, lumg thromboembolism (dislodgement bekuan darah dan
penginapan di arteri paru-paru), penyakit ketinggian tinggi, radang
paru-paru parah, akut memutuskan serangan asma, penyakit paru-paru
obstruktif kronis, akut dewasa pernapasan sindrom stres.Sianosis
perifer disebabkan oleh ekstraksi oksigen yang berlebihan dibagian
perifer. Keadaan ini terbatas pada sianosis ekstremitas. Penyebab
sianosis perifer adalah : Menurun memompa darah oleh hati atau
mengurangi jantung output. Ini dilihat dalam gagal jantung atau
shock peredaran darah. Penyakit sirkulasi seperti thrombosis atau
embolism. Penyempitan pembuluh darah dari Tungkai, jari tangan dan
kaki. Hal ini dapat disebabkan oleh : Eksposur dingin, Raynaud's
fenomena, Kejang kapiler kulit kecil atau arteri disebut acro
cyanosis, Erythro cyanosis terjadi pada wanita muda dan sebagai
efek samping dari obat-obatan Pemblokir beta diambil untuk tekanan
darah tinggi.5. Penyebab dahak pada pasien dan berwarna hijau
kekuninganBatuk berdahak terjadi apabila adanya infeksi atau
iritasi saluran nafas yang menyebabkan hipersekresi mukus pada
saluran nafas besar, yang kemudian menyebabkan hipertrofi kelenjar
submukosa pada trakea dan bronki sehingga terjadi peningkatan
sekresi sel goblet disaluran napas kecil, broni, dan bronkiolus.
Keadaan tersebut menyebabkan produksi mucus berlebihan dan
meningkatkan produksi sputum. Dahak merupakan hasil produksi dari
mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk ke dalam
tubuh. Biasanya pengeluaran dahak yang banyak dan kental merupakan
suatu gejala infeksi pernapasan. Warna dahak kehijauan biasanya
disebabkan karena adanya infeksi bakteri sekaligus juga disertai
dengan keluhan demam.6. Penyebab hipertropi musculus
sternokleidomastoideusMuskulus Sternocleidomastoideus ialah salah
satu otot bantu pernapasan yang berada di samping kiri dan kanan
leher. Muskulus sternocleidomastoideus mengalami hipertrofi karena
pasien mengalami sesak napas sehingga perlu bantuan otot bantu
pernapasan. Karena terlalu sering dipakai, otot bantu pernapasan
mengalami hipertrofi.
7. Interpretasi hasil pemeriksaan spirometriPemeriksaan
spirometri digunakan untuk menentukkan kelainan obstruksi saluran
napas. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 dan atau rasio VEP1 dan
KVP dalam persen.Dikatakan obstruksi jika:VEP1 < 80% dan atau
rasio VEP1 dan KVP < 75%Selain itu, pemeriksaan spirometri juga
dapat digunakan untuk menentukan derajat berat ringannya penyakit
asma, yaitu: Persisiten ringan jika VEP1> 80% Persisten sedang
jika VEP1 60 - 80% Persisten berat jika VEP1 < 60%
8. Kepentingan pemeriksaan simetrisitas getaran dinding
dadaUntuk mengetahui apakah pernapasan pada pasien normal atau
tidak, karena bila ada ketertinggalan gerakan dinding dada berarti
ada kelainan yang terjadi pada paru, misalnya pada pneumonia.
9. Tatalaksana awal pada pasienPasien datang dengan keluhan
utama sesak napas sehingga hal yang dapat kita lakukan adalah:
Mengatur posisi pasien, pasien dengan sesak napas lebih baik dalam
posisi setengah duduk karena apabila posisi berbaring karena Posisi
ini membantu paru paru lebih mudah untuk mengembang sehingga
oksigen bisa masuk secara maksimal. Pemberian oksigen atau
nebulizer, Oksigen dapat diberikan dengan menggunakan kanul atau
masker dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi
20-40%. Sedangkan apabila menggunakan nebulizer dapat dengan
memberikan salbutamol
10. Pemeriksaan fisik paruPemeriksaan fisik paru merupakan
pemeriksaan yang sangat penting pada pemeriksaan fisik anak. Secara
umum, pemeriksaan fisik paru pada anak sama dengan dewasa.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.1. Inspeksi Inspeksi merupakan salah satu pemeriksaan
yang sangat penting pada pemeriksaan fisik paru. Amati morfologi
tubuh. Yang dinilai pada inspeksi yaitu bentuk, ukuran dada, dan
simetrisitas, gerakan pernapasan, permukaan dada, otot bantu
pernapasan, iga dan antar iga, fossa jugularis, intra & supra
clavicula, tipe dan frekuensi pernapasan.1. PalpasiPalpasi
merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan telapak tangan dan
jari tangan sebagai indra peraba. Pertama rasakan dan bandingkan
apakah gerakan dinding dada kanan dan kiri sama dan sinkron atau
tidak. Selain itu raba daerah fossa suprasternal untuk menentukan
apakah terdapat deviasi trakea. Kemudia palpasi dilakukan pada sela
iga apakah normal atau ada cembungan atau cekungan. Ketinggalan
gerak waktu inspirasi didapatkan pada fungsi paru yang berkurang,
rangsang nyeri, atau kelumpuhan otot pernapasan. Fremitus adalah
pemeriksaan untuk mengetahui getaran suaru dari saluran napas.
Peningkatan resonansi vokal disebut bronkofoni. Sedangkan egofoni
terjadi bila resonansi vokal meningkat dengan kualitas sengau.1.
Perkusi Perkusi merupakan pemeriksaan yang berguna untuk menentukan
lokasi patologis dari kelainan paru dan penting untuk dilakukan
dengan teknik yang benar. Suara perkusi paru yang sehat adalah
sonor. Hipersonor dijumpai ada keadaan pneumotoraks, emfisema,
asma. Perkusi redup dijumpai pada hati, jantung konsolidasi,
atelektasis, efusi pleura, dan tumor paru. Dengan pemeriksaan
perkusi juga bisa menentukan batas pengembangan paru dan besar
hepar.1. Auskultasi Auskultasi merupakan bagian dari pemeriksaan
fisik paru dengan tujuan untuk mendengarkan suara paru. Membrane
stetoskop digunakan untuk menyaring suara dengan frekuensi rendah.
Sedangkan corong digunakan untuk menyaring suara dengan frekuensi
tinggi.Pemeriksaan fisik pada berbagai kelainan paru BronchitisPada
pemeriksaan fisik paru, biasanya hanya didapatkan ronki basah kasar
tanpa perubahan suara dasar napas vesikuler. Pada perkusi maupun
palpasi tidak didapatkan kelainan. Asma Pada inspeksi tampak
penderita menggunakan otot- otot bantu napas, bila berat dapat
didapatkan sianosis dan napas cuping hidung. Pada dada terdapat
retraksi, dada berbentuk emfisematosa. Hipersonor didapatkan pada
perkusi. Pada auskultasi didapatkan suara vesikuler dengan
ekspirasi diperpanjang, ronki basah kasar, wheezing dan ronki
kering. Pneumonia Pada pemeriksaan didapatkan sesak napas yang
ditandai dengan adanya napas cepat dan atau retraksi. Retraksi
subkostal lebih spesifik untuk penanda pneumonia. Bila berat dapat
dijumpai sianosis. Palpasi taktil meningkat, demikian juga
resonansi vocal meningkat karena adanya infiltrate dan konsolidasi
yang meningkatkan penghantaran suara. Perkusi akan terdengar redup.
Pada auskultasi didapatkan suara bronchial pada daerah paru yang
terkena Karena adnaya konsolidasi. Suara tambahan yang didapatkan
adalah ronki basah halus yang timbul saat akhir inspirasi.
BronkiolitisPemeriksaan fisik pada bronkiolitis serupa pada asma,
karena patofisiologi hampir mirip yaitu adanya penyempitan saluran
napas. Bedanya dengan asma adalah bahawa brinkiolitis tidak
berespon terhadap pemberian inhalasi beta agonis atau adrenalin.
Emfisema Pada inspeksi didapatkan bentuk dada emfisematosa,
berbentk tong dengan ukuran lebar relative lebih besar disbanding
panjangnya, dengan posisi kosta mendatar. Pada perkusi didapatkan
hipersonor, batas jantung sukar ditentukan. Pada auskultasi
didapatkan vesikuler diperlemah. PneumotoraksPada inspeksi
didapatkan sela iga mencembung dan ada ketinggalan gerak. Pada
palpasi leher didapatkan trakea bergeser ke arah yang sehat.
Perkusi paru sakit didapatkan hipersonor. Pada auskultasi
didapatkan vesikuler diperlemah. Edema paru Pada pemeriksaan fisik
yang khas didapatkan ronki basah halus di bagian basal paru dengan
suara vesikuler diperlemah. AtelektasisPada pemeriksaan fisik
didapatkan trakea bergeser ke arah paru yang sakit, ada ketinggalan
gerak, perkusi redup dan vesikuler diperlemah.
11. Algoritma umum sesak napas
12. Diagnosis banding pada scenarioASMADEFINISI ASMAIstilah asma
berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah.Asma merupakan
suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan.Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara
periodik dan reversible akibat bronkospasme.Asma menunjukan respon
abnormal saluran pernapasan terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.Penyempitan jalan
napas disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, dan hipersekresi
mukus yang kental.Asma merupakan nafas pendek yang disertai
paroxysmal wheezing (nafas berbunyi) yang terjadi karena adanya
peningkatan resistensi/ tahanan pada saluran napas kecil, sehingga
diperlukan upaya bernapas lebih banyak, baik untuk menarik maupun
menghembuskan napas kembali. Keadaan ini umumnya terjadi tiba-tiba,
akan tetapi reversible. EPIDEMIOLOGI ASMAAsma merupakan penyakit
kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk
dunia yang menderita penyakit ini.Asma dapat terjadi pada anak-anak
maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada
anak-anak.Berdasarkan data dari WHO (2002), diseluruh dunia
diperkirakan pada tahun 2025 jumlah pasien asma mencapai 400
juta.Selain itu, setiap 250 orang ada satu orang meninggal karena
asma setiap tahunnya.Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan
penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kekerapan asma semakin
meningkat terutama di negara maju.Data dari berbagai Negara
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar antara
1-18%.Peningkatan prevalensi asma terutama meningkat pada kelompok
anak dan cenderung menurun pada kelompok dewasa.Di Indonesia,
diperkirakan jumlah pasien asma 2-5% dari penduduk Indonesia.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 mengajukan angka sebesar
7,6%.Pada SKRT tahun 1992, asma, bronkritis kronik, dan emfisema
sebagai penyebab kematian keempat di Indonesia sebesar 5,6%.Lalu
pada SKRT tahun 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13 per 1000 penduduk. Di bandung terjadi kenaikan
prevalensi gejala asma dari 2,1% pada tahun 1995 menjadi 5,2% pada
tahun 2001. Asma pada dewasa, Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo,
Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa
Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek
Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of
Institute of Respiratory Medicine, New South Wales,dan pemeriksaan
arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan
uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun
(rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%,
dengan rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%.
Gambar 2.2: Prevalensi Asma di IndonesiaSumber : Litbang
Kesehatan Tahun 2010ETIOLOGI ASMAResiko berkembangnya asma
merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor
lingkungan. Faktor penjamu termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu asma genetik, alergik
(atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras.Asma adalah
penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian.
Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/
kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan
asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif
(hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena
kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma
dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang
dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus,
alergik/ atopi, walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk
asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan beberapa
kromosom telah diidentifikasi berpotensi menimbulkan asma,
antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1, reseptor agonis
beta2, GSTP1; dan gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan asma dan
atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1, ADRB2,
CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan sebagainya.Genetik
mengontrol respons imun. Gen-gen yang berlokasi pada kompleks HLA
(human leucocyte antigen) mempunyai ciri dalam memberikan respons
imun terhadap aeroalergen. Kompleks gen HLA berlokasi pada kromosom
6p dan terdiri atas gen kelas I, II dan III dan lainnya seperti gen
TNF-. Banyak studi populasi mengamati hubungan antara respons IgE
terhadap alergen spesifik dan gen HLA kelas II dan reseptor sel T,
didapatkan hubungan kuat antara HLA alel DRB1*15 dengan respons
terhadap alergen.Genetik mengontrol sitokin proinflamasi. Kromosom
11,12,13 memiliki berbagai gen yang penting dalam berkembangnya
atopi dan asma. Fenotip alergik dikaitkan dengan kromosom 11,
kromosom 12 mengandung gen yang mengkode IFN-g, mast cell growth
factor, insulin-like growth factor dan nictric oxide synthase.
Studi berkesinambungan menunjukkan ada ikatan positif antara
petanda-petanda pada lokus 12q, asma dan IgE, demikian pula
kromosom 14 dan 19.
FAKTOR RISIKOSecara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu:1. Faktor genetik(a) Hiperreaktivitas(b)
Atopi/Alergi bronkus(c) Faktor yang memodifikasi penyakit
genetik(d) Jenis Kelamin(e) Ras/Etnik2. Faktor lingkungan(a)
Alergen didalam ruangan (tungau,debu rumah, kucing,
alternaria/jamur)(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung
sari)(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur)(d) Obat-obatan tertentu
(misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)(e) Bahan yang
mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)(f) Ekspresi
emosi berlebih(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif(h) Polusi
udara di luar dan di dalam ruangan(i) Exercise induced asthma,
mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu(j)
Perubahan cuacaExercised induced asthma merupakan obstruksi jalan
napas yang berhubungan dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada
tidaknya asma bronkial. Beberapa literatur menyebutnya sebagai
exercised induced bronchospasm (EIB). Exercised induced asthma
harus dibedakan antara penderita asma dengan atlit. Pada EIB,
didapatkan berespons terhadap bronkodilator dan metakolin, serta
berhubungan eosinofil. Sedangkan EIB pada atlit, tidak ditemukan
respon tersebut.Latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya EIB
adalah latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95%
predictable maximumheart rate.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma: Pemicu: Alergen
dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing,
kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan
asap rokok. Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian 2 agonist.
Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu
binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal
aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi
udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga,
menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis,
sinusitis, dan gastroesofageal refluks).Secara skematis mekanisme
terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:
Hiperaktivitas bronkusobstruksisiGejala AsmaPencetus
(trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)Faktor GenetikFaktor
LingkunganSensitisasiinflamasi
Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta
penyakit yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC
manusia yang terletak pada kromosom 6p, khususnya HLA telah
dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih merupakan kandidat
gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR
merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu
reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks antigen
leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen) yang terletak pada
kromosom 6 daerah 6p21.31(1).
KLASIFIKASI ASMAAsma terbagi menjadi alergi, idiopatik,
nonalergik dan campuran:1. Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu
jenis asma yang disebabkan oleh alergen (misalnya bulu binatang,
debu, ketombe, tepung sari, makanan dan lain-lain). Alergen yang
paling umum alergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara
(airbone) dan alergen yang muncul secara musiman (seasonal).
Bronkokontriksi terjadi karena dilepaskannya amin vasoaktif dari
sel mast mukosa bronkus, dipicu oleh imunoglobulin E. pasien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat pengobatan ekzema atau
rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan
asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak namun akan
berkurang apabila setelah dewasa.2. Idiopatik atau nonallergic
asthma/instrinsik, merupakan jenis asma yang tidak berhubungan
secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti
commond cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi dan
polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen
farmakologi, antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfite (penyedap
makanan) juga dapat berperan sebagai faktor pencetus. Serangan asma
idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih berat an sering kali
dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan
emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang
menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat
dewasa (> 35 tahun) dan lebih sering pada perempuan. Asma jenis
ini tidak begitu mendadak seperti asma ekstrinsik.3. Asma campuran
(mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan.
Terjadi pada asma okupasional karena pajanan bahan tertentu di
tempat kerja, misalnya tepung gandum. Terjadi reaksi
hipersensitivitas tipe III. Gejala timbul beberapa jam sesudah
pajanan. Reaksi bronkkus mungkin dipicu oleh kompleks imun.
Kadang-kadang dapat terjadi reaksi tipe I dan tipe III secara
bersamaan.
Tabel 2. Klasifikasi AsmaKlasifikasi klinis (untuk berumur 12
tahun)
KeparahanSeringnya terjadi gejalaGejala pada waktu malam
hari%FEV1sesuai diperkirakanFEV1Variabilitaspenggunaan SABA
Intermiten2/minggu2/bulan80%2/minggu34/bulan80%2030%>2
hari/minggu
Persisten sedangHarian>1/minggu6080%>30%Harian
Persisten beratSecara kontinuSeringnya (7/minggu)30%dua
kali/hari
Tabel 3. Serangan Asma Akuttingkat keparahan serangan asma
akut
Hampir menyebabkan kematianPaCO2tinggi dan/atau membutuhkan
bantuanalat ventilasi mekanik
Mengancam nyawa(orang tertentu pada)
Tanda-tanda klinisPengukuran
Perubahantingkat kesadaranPuncak aliran< 33%
KelelahanSaturasi Oksigen< 92%
AritmiaPaO2< 8 kPa
Rendahtekanan darah"Normal" PaCO2
Sianosis
Tidak ada aliran udara yang terdengar
Upaya nafas buruk
Sangat akut(orang tertentu pada)
Puncak aliran 3350%
Frekuensi pernapasan 25 bernapas setiap menit
Frekuensi denyut jantung 110 denyut setiap menit
Tidak dapat menyelesaikan kalimat dalam satu kali tarikan
napas
SedangGejala memburuk
Puncak aliran 5080% terbaik atau diperkirakan
Tidak ada fitur asma sangat berat
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS ASMAAsma merupakan penyakit
inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel. Inflamasi kronis
mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat
mengaktivasi sel target di saluran napas dan mengakibatkan
bronkokontriksi, kebocoran mikrovaskuler dan edema, hipersekresi
mucus, dan stimulasi refleks saraf. Pada asma terjadi mekanisme
hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel epitel,
kebocoran mikrovaskuler, dan mekenisme saraf.Hiperresponsif bronkus
adalah respon bronkus yang berlebihan akibat berbagai rangsangan
dan menyebabkan penyempitan bronkus.Peningkatan respon bronkus
biasanya mengikuti paparan allergen, infeksi virus pada saluran
napas atas atau paparan bahan kimia. Hiperresponsif bronkus
dihubungkan dengan proses inflamasi saluran napas. Pemeriksaaan
histopatologi pada penderita asma didapatkan infiltrasi sel radang,
kerusakan epitel bronkus, dan produksi secret yang sangat
kental.Meskipun ada beberapa bentuk rangsangan, untuk terjadinya
respon inflamasi pada asma mempunyai cirri khas yaitu infiltrasi
sel eosinofil dan limfosit T disertai pelepasan epitel bronkus.Pada
saluran napas banyak didapatkan sel mast, terutama di epitel
bronkus dan dinding alveolus, sel mast mengandung neutral triptase.
Triptase mempunyai aktivitas proteolitik antara lain aktivasi
komplemen, pemecahan fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel mast
mengeluarkan berbagai mediator seperti histamine, prostaglandin-D2
(PGD2), dan Leukotrien-C4 (LTC4) yang berperan pada
bronkokontriksi.Sel mast juga mengeluarkan enzim triptase yang
dapat memecah peptide yang disebut vasoactive intestinal peptide
(VIP) dan heparin.VIP bersifat sebagai bronkodilator.Heparin
berperan dalam mekanisme anti inflamasi, heparin mengubah basic
protein yang dikeluarkan oleh eosinofil menjadi tidak
aktif.Makfrofag terdapat pada lumen saluran napas dalam jumlah
banyak, diaktivasi oleh IgE dependent mechanism sehingga makrofag
berperan dalam proses inflamasi pada penderita asma. Makrofag
melepaskan mediator seperti tromboksan A2, prostaglandin, platelet
activating factor (PAF), leukotrien-B4 (LTB4), tumor necrosis
factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), reaksi komplemen dan radikal
bebas oksigen. Berbeda dengan sel mast, pelepasan mediator oleh
makrofag dapat dihambat dengan pemberian steroid tetapi tidak oleh
golongan agonis beta-2.Infiltrasi eosinofil di saluran napas,
merupakan gambaran khas untuk penderita asma.Inhalasi alergen
menyebabkan eosinofil pada cairan bilasan bronkoalveolar pada saat
itu dan beberapa saat sesudahnya (reaksi lambat).Terdapat hubungan
langsung antara jumlah eosinofil pada darah perifer dan pada
bilasan bronkoalveolar dengan hiperresponsif bronkus. Eosinofil
melepaskan mediator seperti LTC4, PAF, radikal bebas oksigen, mayor
basic protein (MBP), dan eosinofil derived neurotoxin (EDN) yang
bersifat sangat toksik untuk saluran napas.Neutrofil banyak
dijumpai pada asma yang diakibatkan oleh kerja.Neutrofil diduga
menyebabkan kerusakan epitel oleh karena pelepasan metabolit
oksigen, protease dan bahan kationik.Neutrofil merupakan sumber
mediator seperti prostaglandin, tromboksan, LTB4, da PAF.Limfosit T
diduga mempunyai peranan penting dalam respon inflamasi asma,
karena masuknya antigen ke dalam tubuh melalui antigen reseptor
complemen-D3 (CD3).Pada remodeling saluran respiratori, terjadi
serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung
dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel.
Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang
berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan
Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih
faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors
(TGF-), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi
miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam
remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi
faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan
proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan
permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi,
neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks
molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran
respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma.
Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya
penyakit.
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta
sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma,
terutama yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran
respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur saluran
respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding
saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada
patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik,
terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2
tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi
kortikosteroid.Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi
merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh
inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.Inhalasi alergen akan
mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan
refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh
sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih
permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi.Mediator inflamasi secara langsung
maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel
efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan
limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat
seperti leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF)
dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini
menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas
bronkus.Patofisiologisuatu serangan asthma timbul karena seorang
yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan
sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas,
kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel
APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan
signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 )
untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin
E (IgE).IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini
terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau
baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar
kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut
akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan
perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Penurunan pada
kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi :
histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A),
eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan
lain-lain. Hal ini akan menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama
yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar
ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa
yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas ,
peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.
Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan
gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat
lanjut.Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi
tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala
dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan
berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih
suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur,
penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai
membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak
terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada
batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernafasan tinggi karena asfiksia.
GEJALA KLINIS ASMA Keluhan utama penderita asma ialah sesak
napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek
dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan.
Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang
atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan
makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih
berat.Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya
wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar
masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot
pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak
terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali
diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak,
maka keluhan sesak akan semakin berat. Dalam keadaan sesak napas
hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan
kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga
pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping
hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan
terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif,
dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan
diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau
sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat
sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta
meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan
darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan
konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.
DIAGNOSIS ASMA1. Anamnesaa. Keluhan sesak nafas, mengi, dada
terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh,
atau batuk malam hari.b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik
dan reversible.c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang
sama atau penyakit alergi yang lain.2. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan
umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih
nyaman dalam posisi duduk.b. Jantung : pekak jantung mengecil,
takikardi.c. Paru :Inspeksi: dinding torak tampak mengembang,
diafragma terdorong ke bawah.Auskultasi: terdengar wheezing
(mengi), ekspirasi memanjang.Perkusi: hipersonorPalpasi: Vokal
Fremitus kanan=kiri3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium
meliputi :a. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita
asma akan didapati : Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang
merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang
merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang
terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas
yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. b. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah
terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar
leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi
terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada
waktu bebas dari serangan.c. Pemeriksaan Radiologi Gambaran
radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma
yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan
bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila
terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran
infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis
lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.d. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari
faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapatmenimbulkan reaksi
yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
e. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi
selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan
dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : Perubahan
aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot
jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. f. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi. (Medicafarma,2008) g. Uji provokasi bronkus
untuk membantu diagnosisPengobatan profilaksis dianggap merupakan
cara pengobatan yang paling rasional, karena sasaran obat-obat
tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme.
Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka
panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut : a. Menghambat
pelepasan mediator. b. Menekan hiperaktivitas bronkus.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah : Steroid dalam
bentuk aerosol. Disodium Cromolyn. Ketotifen. Tranilast
TERAPI ASMA Non Farmakakologi1. Pengendalian lingkungan
Menghindarkan anak dari asap rokok, tidak memelihara hewan berbulu,
memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi kelembaban kamar untuk
anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.2. Pemberian ASI
ekslusif minimal 4 bulan3. Menghindari makanan berpotensi alergen4.
Edukasi
Terapi Suportif 1. Terapi oksigenOksigen diberikan pada serangan
sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox.Perlu
dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan
pulse oxymetry (nilai normal > 95%).2. Campuran Helium dan
oksigenInhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15
menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung),
bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV,
secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow
dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki
oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah
aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah
mencapai alveoli.3. Terapi cairanDehidrasi dapat terjadi pada
serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan,
peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic
teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat
terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan
memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif
tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema
paru.Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan
rumatan. Terapi Farmako Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok
besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali
(controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau
gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan
sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau
diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang
disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini
digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi
kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus
menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian
pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan
setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.
A. Obat obat Pereda (Reliever)1. Bronkodilatora. Short-acting 2
agonistMerupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi
asma akut pada anak.Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan
napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung,
pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.Obat ini
menstimulasi reseptor 2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP
menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas
yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti
peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler,
dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Mekanisme Kerja :
Agonis 2 Merupakan bronkodilator yang paling efektif, stimulasi
reseptor 2 Adrenergik mengaktivasi adenil siklase yang meghasilkan
peningkatan AMP siklik intraseluler. Hal ini menyebabkan relaksasi
otot polos, stabilisasi sel mast, dan stimulasi otot skelet.
Indikasi : Asma akut parah baik intermittan maupun asma kronik.
Dalam asma parah akut digunakan dosis yang lebih tinggi menggunakan
nebulizer. Contoh Obat : Epinefrin/adrenalinTidak direkomendasikan
lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2 agonis selektif.
Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor 1, 2, dan sehingga
menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi,
takiaritmia, tremor, dan hipertensi. Pemberian epinefrin aerosol
kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya hanya
1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan
CNS. Indikasi Asma bronkial, emfisema, bronkhitis kronik
Kontraindikasi Hipersensitivitas dan tirotoksitosis Efek samping
Tremor dan palpitasi adalah karakteristik dari amin simpatomimetik,
kekakuan dan akan hilang setelah pengobatan beberapa hari dan
palpitasi akan reda jika dosis diturunkan Perhatian Hati hati pada
penderita hipertensi, gangguan kardiovaskular, hipertiroid,
daibetes melitus, dan riwayat kejang dan tidak dianjurkan pemberian
bersama dengan obat beta bloker yang non selektif , wanita hamil
trimester pertama wanita menyusui, anak dibawah umur 12 tahun.
2 agonis selektif Obat yang sering dipakai : salbutamol,
terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral: 0,1 - 0,15
mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis tebutalin oral: 0,05 0,1
mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali ,
setiap 6 jam. Dosis salbutamol nebulisasi: 0,1 - 0,15 mg/kgBB
(dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi
kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15
mg/jam). Dosis terbutalin nebulisasi: 2,5 mg atau 1
respul/nebulisasi. Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi
setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya
sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki
onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama
kerjanya 4 6 jam. Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam. Serangan berat:
MDI 10 semprotan. Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma
berat ksrena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian
distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering
terjadi. Dosis salbutamol IV: mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan
0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit,
dilanjutkan dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu. Efek
samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala,
agitasi, palpitasi, dan takikardi. Indikasi Asma bronkial,
bronkhitis asmatis, dan emfisema pulmonum Kontraindikasi
Hipersensitivitas Efek samping Mual, sakit kepala, palpitasi,
tremor, vasodilatasi periferal, tarkikardia, dan hipokalemi yang
kadang timbul setelah pemberian dosis tinggi. Perhatian Hati hati
pemberian pada pasien tirotoksitosis, wanita hamil dan menyusui,
pemberian bersama derivat xantin, steroid, dan diuretik, hindari
pemberian pada penderita hipertensi, jantung iskemik dan pasien
usia lanjut, anak dibawah usia 6 tahun, hipertiroidism, diabetes
melitus Interaksi obat -bloker , seperti propanolol, menghambat
efek salbutamol. Obat adrenergik tambahan, inhibitor
monoaminooksidase, atau antidepresan trisiklik. b. Methyl
xanthineEfek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist
inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas
keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat
dengan kombinasi 2 agonist dan anticholinergick.Efek bronkodilatasi
teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine
dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5.Methilxanthine cepat diabsorbsi
setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.Pemberian teofilin
IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama.
Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan
absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya
absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati
plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui
metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. Dosis
aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 1 6 bulan :
0,5mg/kgBB/Jam 6 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam 1 9 tahun : 1,2 1,5
mg/kgBB/Jam > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam Indikasi : pencegahan
dan pengobatan asmabronkial, asma bronkhitis, asma kardial,
empisema baru Kontra indikasi: hipersensitivitas, tukak lambung,
diabetes, gastritis, gangguan hati dan ginjal. Efek samping: mual,
muntah, diare, sakit kepala, insomnia, palpitasi, takikardia,
aritmia ventikular, ruam kulit. Perhatian : jangan menggunakan
melebihi dosis yang dianjurkan; bila dalam satu jam gejala tetap
atau bertambah buruk, segera hubungi dokter; jangan digunakan terus
menerus. 2. AnticholinergicsObat yang digunakan adalah Ipratropium
Bromida.Kombinasi dengan nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek
bronkodilatasi yang lebih baik.Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam.Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan
0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia
kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau
rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.
Indikasi : bronkospasmus, asma bronkial, bronkhitis kronik, dengan
atau tanpa emfisema Kontraindikasi : obstruksi hipertropi
kardiomiopati, takikardia, kepekaan terhadap fenoterol HBr atau
subtansi seperti atrofin Perhatian : sebaiknnya tidak digunakan
selama tribulan pertama kehamilan kecuali manfaat lebih besar
daripada resiko.
3. Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik terutama diberikan
pada keadaan : Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal
mencapai perbaikan yang cukup lama. Serangan asma tetap terjadi
meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai
kontroler. Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat
sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit
4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan
waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone,
prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari
diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari.Kortikosteroid
tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin,
menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil,
eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan
permeabilitas vascular. Metilprednisolon merupakan pilihan utama
karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti
inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis
metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4
sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis
dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari
setiap 6 8 jam.
B. Obat obat PengontrolObat obat asma pengontrol pada anak anak
termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid, leukotrien
modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin, cromones, dan
long acting oral 2-agonist.1. Inhalasi glukokortikoid
Glukokortikoid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling
efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur.
Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan
dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi
penggunaanobat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikoid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi
frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit,
meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif
bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi
latihan.Glukokortikoid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi
terjadinya down regulation receptor 2 agonist. Dosis yang dapat
digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa
gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan
gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)Secara hipotesis obat
ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya
lebih baik.Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang
membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai
LTRA adalah sebagai berikut : LTRA dapat melengkapi kerja steroid
hirupan dalam menekan cystenil leukotriane; Mempunyai efek
bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; Mencegah
early asma reaction dan late asthma reaction Dapat diberikan per
oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,
penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya
preparat montelukast ini belum ada di Indonesia; Mungkin juga
mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan
kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth
factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis,
hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah
perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.Ada 2
preparat LTRA :a. MontelukastPreparat ini belum ada di Indonesia
dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro anak)
Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina) b.
Zafirlukast Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk
anak usia> 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.Leukotrin
memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan
asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine.Efek samping obat
dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga
perlu pemantauan fungsi hati.3. Long acting 2 Agonist
(LABA)Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan
formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik
dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan
steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway
remodeling.Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu
kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide),
budesonide dan formoterol (Symbicort).Seretide dalam MDI sedangkan
Symbicort dalam DPI.Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan
meningkatkan kepatuhan memakai obat.4. Teofilin lepas
lambatTeofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama
kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi
dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih
rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.Efek
samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi
ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan
jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih
dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis
inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.5. Kromolin natrium Kromolin merupkan obat pilihan
kedua untuk mencegah brokhospasmus yang diinduksi latihan fisik dan
dapat digunakan bersama Agonis 2 dalam kasus yang lebih parah yang
tidak merespon terhadap tiap zat masing-masing. Mekanisme kerja :
kromolin diduga memblok saluran kalsium dalam membran sel matosit
sehingga menghambat pelepasan histamin dari sel mast. Kromolin
dapat mencegah pelepasan mediator alergi tipe 1 (histamin) dan
senyawa reaktan lain(leukotrien) juga menghambat reaksi alergi tipe
III ( reaksi imun kompleks penyebab Late Asthmatic Reaction [LAR]
). Indikasi : diindikasikan untuk profilaksi asma perisisten ringan
pada anak-anak dan dewasa tanpa meliahat etiologinya. Efektif
parsial pada kondisi musiman atau hanya sebelum paparan akut.
Kontraindikasi : gagal ginjal kerusakan fungsi hati, penderita
hipersensitif terhadap kromolin, wanita hamil, wanita menyusui.
Efek samping: iritasi pada tenggorokan, rasa tidak enak, batuk ,
mengik, dan mual dll.
PPOKDEFINISIPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)PPOK adalah
penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya.Bronkitis kronikKelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya.EmfisemaSuatu kelainan anatomis paru yang ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli.Pada prakteknya cukup banyak penderita
bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk
penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang
tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
EPIDEMIOLOGIDi Indonesia tidak ada data yang akurat tentang
kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986
asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5
sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan
utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma,
bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan
dalam peningkatan penyakit tersebut : Kebiasaan merokok yang masih
tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %) Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun
1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an Industrialisasi Polusi
udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di
pertambanganDi negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi,
terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan
TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak
terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB
(fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan
gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok
penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom
Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).Fasiliti pelayanan kesehatan di
Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat
rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK.
Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar
untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah
sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan
Puskesmas.Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK
sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman
Penatalaksanaan PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk
kalangan medis maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan,
diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.
FAKTOR RISIKO1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya
penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
diperhatikan :a. Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas
perokokb. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun : Ringan : 0-200 Sedang : 200-600 Berat :
>6002. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat
kerja3. Hipereaktiviti bronkus4. Riwayat infeksi saluran napas
bawah berulang5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang
terdapat di Indonesia
PATOGENESIS DAN PATOLOGIPada bronkitis kronik terdapat
pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat
fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara
anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: Emfisema sentriasinar,
dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, teruta
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah Emfisema asinar distal
(paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus da
sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat
pleura.Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan
terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu
: inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot
polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
DIAGNOSISGejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari
tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis
tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.A. Gambaran
Klinisa. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau
tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna
di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat
faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak
dengan atau tanpa bunyi mengib. Pemeriksaan fisisPPOK dini umumnya
tidak ada kelainan.Inspeksi Pursed - lips breathing (mulut setengah
terkatup mencucu) Barrel chest (diameter antero - posterior dan
transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertropi otot
bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung
kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloaterPalpasiPada emfisema
fremitus melemah, sela iga melebarPerkusiPada emfisema hipersonor
dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong
ke bawahAuskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar
jauhPink pufferGambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathingBlue
bloaterGambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan periferPursed - lips breathingAdalah sikap
seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang1. Faal paruSpirometri (VEP1,
VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVPObstruksi ditentukan oleh nilai VEP1
prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : %
VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1
merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak
tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang
tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti
harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan,
15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml Uji
bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.2. Darah rutinHb, Ht,
leukosit3. RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma
mendatar
KLASIFIKASITerdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan
gejala penderita, oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain.
Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.
TATALAKSANATatalaksana PPOK StabilKriteria pasien PPOK stabil
menurut GOLD:
Tatalaksana farmakologik:
Tatalaksana non farmakologik: Penghentian rokok, untuk semua
grup pasien dari A sampai D Aktivitas fisik, untuk semua grup
pasien dari A sampai D. Rehabilitasi pulmonal, untuk grup pasien
dari B sampai D.
Tatalaksana PPOK Eksaserbasi AkutEksaserbasi akut pada PPOK
berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi.Gejala eksaserbasi : Sesak bertambah Produksi sputum
meningkat Perubahan warna sputumEksaserbasi akut akan dibagi
menjadi tiga :a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di
atasb. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atasc.
Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah
infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab
lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan
frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi >
20% baselinePenatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan
dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :
Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan
bentuk nebuliser Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama
tidur Menambahkan mukolitik Menambahkan ekspektoranBila dalam 2
hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke
dokter.Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat
dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :1.
Poliklinik rawat jalan2. Unit gawat darurat3. Ruang rawat4. Ruang
ICU
Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalanIndikasi : Eksaserbasi
ringan sampai sedang Gagal napas kronik Tidak ada gagal napas akut
pada gagal napas kronik Sebagai evaluasi rutin meliputi : Pemberian
obat-obatan yang optimal Evaluasi progresifiti penyakit
EdukasiPenatalaksanaan rawat inapIndikasi rawat : Esaserbasi sedang
dan berat Terdapat komplikasi infeksi saluran napas berat gagal
napas akut pada gagal napas kronik gagal jantung kananSelama
perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :1. Menghindari
intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi
klinis yang tepat dan terapi adekuat2. Terapi oksigen dengan cara
yang tepat3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena
dan nebuliser4. Perhatikan keseimbangan asam basa5. Nutrisi enteral
atau parenteral yang seimbang6. Rehabilitasi awal7. Edukasi untuk
pasca rawat
Penanganan di gawat darurat1. Tentukan masalah yang menonjol,
misalnya Infeksi saluran napas Gangguan keseimbangan asam basa
Gawat napas2. Triase untuk ke ruang rawat atau ICUPenanganan di
ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum
memerlukanventilasi mekanik) Obat-obatan adekuat diberikan secara
intravena dan nebulizer Terapi oksigen dengan dosis yang tepat,
gunakan ventury mask Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas Segera
pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi
mekanikIndikasi perawatan ICU1. Sesak berat setelah penangan
adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat2. Kesadaran
menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi3. Setelah
pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan4.
Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)Tujuan
perawatan ICU1. Pengawasan dan terapi intemsif2. Hindari inturbasi,
bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yangtepat3.
Mencegah kematianPrinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut
adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah
terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi
untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan
meliputi :a. Diagnosis beratnya eksaerbasi Derajat sesak, frekuensi
napas, pernapasan paradoksal Kesadaran Tanda vital Analisis gas
darah Pneomonia
b. Terapi oksigen adekuatPada eksaserbasi akut terapi oksigen
merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki
hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan
di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya
dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi
ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah
ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah
sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan
Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi
adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan
ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure
Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik
digunakan dengan intubasi.
c. Pemberian obat-obatan yang maksimalObat yang diperlukan pada
eksaserbasi akut1. Antibiotik Peningkatan jumlah sputum Sputum
berubah menjadi purulen Peningkatan sesakPemilihan antibiotik
disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi
antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit
sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila
eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila
ringan dapat diberikan tunggal.2. BronkodilatorBila rawat jalan B-2
agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis.
Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat,
nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif.
Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai
kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan
uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan
bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek
memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit,
bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan
pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya
palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.3. KortikosteroidTidak
selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada
eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena.
Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih
baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.d. Nutrisi
adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napase.
Ventilasi mekanikPenggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi
berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki
simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan
penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.f. Kondisi lain yang
berkiatan Monitor balans cairan elektrolit Pengeluaran sputum Gagal
jantung atau aritmiag. Evaluasi ketat progesiviti
penyakitPenanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi
dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan
segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari
penggunaan ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik
dengan intubasi : Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit
Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal Kesadaran
menurun Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg Asidosis pH < 7,25
dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg Komplikasi kardiovaskuler,
hipotensi Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia,
barotrauma, efusi pleura dan Emboli masif Penggunaan NIPPV yang
gagalTerapi PembedahanBertujuan untuk : Memperbaiki fungsi paru
Memperbaiki mekanik paru Meningkatkan toleransi terhadap
eksaserbasi Memperbaiki kualiti hidupOperasi paru yang dapat
dilakukan yaitu :1. Bulektomi2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) /
lung volume reduction surgey (LVRS)3. Transplantasi
paruKOMPLIKASI1. Gagal napas : Gagal napas kronik : hasil analisis
gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal.
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : sesak
napas dengan atau tanpa sianosis, sprutum bertambah dan purulen,
demam, dan kesadaran menurun.2. Infeksi berulangPada pasien PPOK
produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,
hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi ini,
imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limfosit darah.3. Cor pulmonalDitandai oleh P pulmonal pada EKG,
hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan.PENCEGAHAN1. Mencegah terjadinya PPOK : Hindari asap rokok
Hindari polusi udara Hindari infeksi saluran napas berulang2.
Mencegah perburukan PPOK : Berhenti merokok Gunakan obat-obatan
adekuat Mencegah eksaserbasi berulang. 13. Analisis skenarioPada
skenario pasien berumur 46 tahun dengan keluhan sesak nafas. Jika
dilihat dari karakteristiknya, sesak di sini terjadi karena adanya
sumbatan jalan napas. Terjadinya inflamasi dapat menimbulkan edema
mukosa dan hipersekresi mukus, dengan adanya hal tersebut maka
lumen pernafasan menjadi sempit. Penyempitan lumen saluran
pernafasan dapat mengganggu ventilasi sehingga dapat menyebabkan
sesak. Sesak yang dialami oleh pasien memberat pada saat malam
hari, hal ini merupakan salah satu gejala khas dari asma yang
mungkin bisa disebakan oleh aktivitas yang sudah dilakukan
seharian, dan imunitas yang bisa saja menurun, selain itu, suhu
pada malam hari biasanya menurun hal ini bisa meningkatkan produksi
histamin pada tubuh yang menyebabkan produksi sekresi meningkat..
Pasien juga memiliki riwayat sesak yang berulang 4 bulan yang lalu.
Hal ini bisa termasuk ke dalam Penyakit Paru Obstruktif Kroonik
(PPOK) karena sesak yang bersifat progresif. Selain itu pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu yang berwarna
kuning kehijauan. Dahak berwarna hijau sering diproduksi karena
infeksi jangka panjang atau penyebab inflamasi non-infeksi. Warna
dahak dapat dikaitkan dengan enzim yang disebut myeloperoxidases
(MPO) yang disebabkan oleh kerusakan neutrofil dalam sel dan
dikeluarkan oleh sel-sel darah putih. Jika disertai dengan gejala
lain seperti batuk, kelelahan, mengi, kehadiran dahak hijau dapat
menunjukkan bronkitis kronis. Dari hasil pemeriksaan fisiknya,
didapatkan pasien sianosis sentral yang merupakan akibat dari
kurangnya O2 atau hipoksia. Hal ini bisa termasuk dalam PPOK dengan
klasifikasi klinis blue boater. Ditemukan suara ronki dan wheezing
pada pasien, hal ini karena akibat dari penyempitan saluran nafas
yang bisa disebabkan karena hipersekresi mukus sehingga lebih
sensitif terhadap alergen. Terdengarnya suara tambahan ini bisa
menandakan pasien mengalami penyakit PPOK dan bisa juga asma. Pada
otot sternokledomastoideus juga di dapatkan hipertropi hal ini
dikarenakan sebagai bentuk kompensasi akibat dari kontraksi otot
tersebut yang berlebihan. Namun gambaran ini tidak menggambarkan
secara jelas apakah penyakit yang diderita pasien secara
spesifik.Untuk bisa lebih memastikan diagnosis yang tepat perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti spirometri spesifik dan tes
bronkodilator untuk membedakan apakah pasien mengalami penyakit
asma atau PPOK. Selain itu, foto thorax juga bisa dilakukan untuk
membedakan kedua diagnosis banding tersebut karena antara asma dan
PPOK memiliki karakteristik yang berbeda.
BAB IIIPENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan keluhan yang dialami pasien, diagnosis banding yang
kami pilih sebagai diagnosis yang paling mendekati adalah asma dan
PPOK. Asma merupakan keadaan inflamasi kronik dengan penyempitan
saluran napas yang reversibel yang disebabkan oleh faktor genetik,
alergen, dll dan ditandai dengan wheezing, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama malam hari . Sedangkan PPOK adalah
penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang
bersifat progresif yang disebabkan oleh asap rokok, polusi udara,
dll dan ditandai oleh sesak napas, batuk berulang dengan atau tanpa
dahak, dan demam.
DAFTAR PUSTAKA
Global initiative for Asthma, 2014. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. Available from : http:
www.ginasthma.org.pdf
Global initiative for Chronic Lung Disease, 2014. Global
strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention Of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Available from : http:
www.goldcopd.com
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2010. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Available from : http:
www.klikpdpi.com
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana. Available from :
http: www.klikpdpi.com