Page 1
BAB I
IDENTITAS KASUS
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : M. FA
No. Rekam Medis : 676592
Perawatan Bagian : Lontara IV Atas Belakang RSWS
Alamat : Jl. Sukadamai Block 45
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal lahir : 27 November 2013
Umur : 1 tahun 2 bulan
No. Tlp : 085399793563
I.2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Buang Air Besar Encer
Anamnesis Terpimpin
Dialami sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi
lebih dari 5 kali, ada ampas, ada lendir, tidak ada darah. Muntah tidak ada.
Riwayat muntah ada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam ada sejak
masuk rumah sakit, kejang tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada.
Anak mau makan dan minum.
Riwayat pernah dirawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
pada bulan Oktober dengan diagnosa Global Development Delayed dan
1
Page 2
Community Acquired Pneumonia. Riwayat hasil CT-Scan kepala pada
bulan Oktober 2014 menunjukkan Hipoplasia Cerebri.
BAK : Lancar warna kuning
BAB : Encer beramapas
I.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang, gizi baik
Kesadaran : GCS 15
Tanda Vital :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 37,6oC
Status Generalis :
Mata : Pucat (-), ikterus (-), Isokor diameter 2,5 mm
THT : Epistaksis (-), perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-)
Tonsil T1 – T1, hiperemis (-), Faring (-), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
Thorax : Simetris kiri sama dengan kanan, bunyi tambahan ronkhi
(-/-) , wheezing (-/-)
Cor : BJ I/II murni, reguler, murmur (-)
Abdomen : Peristaltik ada kesan meningkat, distended (-), Ascites (-),
Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Deformitas (-), hematoma (-), edema (-), nyeri (-)
Lingkar Lengan Atas :17,5 cm
Lingkar Kepala :41,5 cm
Lingkar Dada :48 cm
Lingkar perut :47,5 cm
2
Page 3
I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I.4.1. DARAH LENGKAP
Parameter Jam 14:31 Nilai Rujukan
RBC 4.42 x
106/mm3
4.00-6.00 x
106/mm3
HGB 10.9 g/dL 12-16 g/dL
HCT 31.7 % 37-48 %
MCV 71.7 µm3 80-97 µm3
MCH 24.7 pg 26.5-33.5 pg
MCHC 34.4 g/dL 31.5-35 g/dL
RDW-SD 43.0 % 37-54 %
PLT227 x
103/mm3
150-400 x
103/mm3
MPV 9.6 µm3
6.5-11 µm3
PCT 0.22 % 0.15-0.50 %
PDW 11.6% 10-18 %
WBC 11.72x
106/mm3
4-10 x 106/mm3
3
Page 4
1.4.2. RADIOLOGI
Foto Thoraks AP
Hasil pemeriksaan:
Posisi asimetris, kondisi film baik, inspirasi cukup
Bercak Infiltrat pada kedua lapangan paru
Tidak tampak pemadatan hilus
Cor: bentuk dan ukuran dalam batas normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan:
Bronchopneumonia bilateral
4
Page 5
I.5. DIAGNOSA KERJA
Diagnosa kerja menurut bagian anak : Diare Akut Dehidrasi Ringan
Sedang
Bronchopneumonia
I.6. TERAPI
Ambroxol 5 mg/ 8 jam/ oral
Infus Asering 3 tetes/kgBB/menit
Zinc 20 mg/ 24 jam/ oral
Luminal 40 mg/ 12 jam/oral
Makanan Biasa :
Energi 1000 kkal, protein 38 gram
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI
Paru-paru terletak di dalam rongga dada, dilindungi oleh struktur tulang
selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma.
Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur-struktur lain di dalam rongga dada. Selaput yang
membungkus paru-paru disebut pleura.1
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri atas tiga
lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Sedangkan paru-paru
kiri terdiri atas dua lobus yaitu lobus superior dan gelambir bawah (lobus
inferior). Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen.
5
Page 6
Paru-paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus
superior, dan lima buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai
sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen
pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior.2
Gambar 1. Anatomi pulmo dextra dan pulmo sinistra
6
Page 7
Gambar 2. Segmen – segmen pada pulmo dextra dan sinistra ( dikutip dari
kepustakaan 3)
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan
kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Cabang utama brokus kanan
dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus mejadi bronkilous terminalis, yaitu
saluran udara yang tidak mengandung alveoli. Setelah bronkus terminalis
terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri dari (1) brokiolus respiratorius, yang terkdang memiliki
7
Page 8
kantong udara yang kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) dukus alveolaris,
seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, yaitu akhir
dari paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobules primer memiliki garis
tengah kira-kira 0,5-1 cm. terdapat 23 kali percabangan dari trakea sampai sakus
alveolaris terminalis. Alveolus dalam kelompok sakus menyerupai kelompok
anggur, yang membentuk sakus terminalis dipisahkan oleh alveolus sekitarnya
dengan dinding tipis yang disebut septum. Lubang kecil pada dinding ini
dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran
udara antar sakus alveolaris terminalis.4
Gambar 3. saluran pernapasan
FISIOLOGI
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi
paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara di antara atmosfir dam
alveolus paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah,
(3) transport oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan
dari sel, dan (4) pengaturan ventilasi dan segi-segi respirasi lainnya.6
Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara (1)
gerakan turun dan naik difragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga
8
Page 9
dada dan (2) elevasi dan depresi iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan
diameter anteroposterior rongga dada.6
Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang
untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang,
tekanan intraalveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama kini
menempati volume paru yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan intra-
alveolus menurun 1mmHg menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolus
sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru
mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. 6,7
Selama inspirasi, tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg akibat
pengembangan toraks. Peningkatan gradien tekanan transmural yang terjadi
selama inspirasi memastikan bahwa paru teregang untuk mengisi rongga toraks
yang mengembang.6 Sebaliknya selama ekspirasi normal, tekanan intra-alveolar
meningkat menjadi hampir +1 mmHg, yang menyebabkan aliran udara keluar
melalui saluran pernafasan. Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis
tertutup, tekanan intar-alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100 mmHg
pada pria sehat dan kuat selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang
menjadi serendah -80 mmHg.7
2.2. DEFENISI
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstisial. Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme,
namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga
meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau
pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di
bronkiolus dengan pola bercak – bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut
bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering
dijumpai pada anak – anak.
9
Page 10
Proses infeksi pneumonia dapat diklasifikasikan berdasar anatomisnya,
yakni pneumonia lobaris dan pneumonia lobularis (bronkopneumonia).
Pneumonia lobaris konsolidasinya mengenai seluruh lobus, sedangkan pada
bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya
menyebar dan membentuk bercak-bercak infiltrat berdiameter 3-4cm yang
berlokasi di alveoli paru dan juga dapat melibatkan bronki.Penyakit ini lebih
sering menyerang bayi dan anak kecil, hal ini dikarenakan respon imunitas
mereka yang masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai
penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenza.
2.3. EPIDEMIOLOGI
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di
dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nasokomial/PN atau pneumonia
di pusat perawatan/ PPP) pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran
napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20 %.9
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan
sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes melitus (DM), payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik, dan
penyakit hati kronik. 9
10
Page 11
2.4. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif.8
2.5. KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) :
pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh
kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram
negatif ( Haemophillus influenzae ), dan bakteri atipik.
b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) : pneumonia
yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering
disebabkan oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan
jarang oleh pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.
c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain
makanan dan asam lambung
d. Pneumonia pada penderita immunocompramised
2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal
b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan
Clamydia
c. Pneumonia virus
11
Page 12
d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan
predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (
immunocompromised )
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial
2.6. PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru antara lain, mekanisme
pertahanan awal yang berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus dan mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme
untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol
yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulomonal. Dari
ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen – agen infeksius adalah dua cara
tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen
lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0
mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung,
orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
12
Page 13
paru. Aspirasi dan sebagian sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur
( 50% ) juga pada keadaan penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut
mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 – 10 /mL, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret ( 0,001 – 1,1 mL ) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya
masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di
saluran napas bagian atas sama dengan saluran napas bagian bawah, tetapi pada
beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.
2.7. PATOLOGI
Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen
etiologinya. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan eksudat
intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Awalnya, mikroorganisme yang
masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman ke jaringan sekitarnya. Kemudian, disusul dengan konsolidasi, yaitu terjadi
sebukan sel – sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel – sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimaakan.
Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium
hepatisasi, dan stadium resolusi. Pada stadium prodromal, yaitu 4 – 12 jam
pertama, alveolus – alveolus mulai terisi sekret dari pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor yang ditimbulkan infeksi dengan kuman patogen yang
berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan bergranulasi,
seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel – sel leukosit terutama sel
PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman, yang disebut dengan stadium
hepatisasi merah. Selanjutnya, selama 3 – 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam
13
Page 14
alveoli akibat deposit fibrin dan leukosit yang semakin bertambah, yang disebut
dengan hepatisasi kelabu.
Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat
menjalankan fungsi pernapasan ( jadi merupakan gangguan restriksi ). Di samping
itu, pada saat yang bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung
dengan panas yang tinggi. Proses radang juga akan mengenai pleura viseralis
yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian akan timbul pula rasa nyeri
setempat. Nyeri dada ini juga akan menyebabkan ekspansi paru terhambat. Ketiga
faktor ini akan menyebabkan penderita mengalami sesak napas, tetapi karena tak
ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke – 7
sampai 11 terjadi stadium resolusi dimana jumlah makrofag mingingkat di alveoli,
sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang,
dan isi alveolus akan melunak untuk berubah menjadi dahak dan yang akan
dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada struktur
semulanya.
Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi,
dimanan pada pneumonia lobaris konsolidasi ditemuka pada seluruh lobus dan
pada bronkopneumonia terjadi penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter 3 – 4 cm yang mengelilingi bronki. Pada pneumonia akibat virus atau
Mycoplasma pneumoniae, gambaran patologi ditandai dengan peradangan
interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun
rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi. 1,6,7,8
2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau
serologis merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium menunjang yang
14
Page 15
memadai. Oleh karena itu pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran
radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan
lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan
untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk
masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi:
napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke
rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit
penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi
epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak
dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut
adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5
Tahun.
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
bila ada sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
bila tidak ada sesak napas
ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
15
Page 16
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih
bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.1
Bayi di bawah 2 bulan
Pneumonia
bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia
dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat
napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
16
Page 17
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal
salah satu hal berikut ini:
a. kepala terangguk – angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas,
konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
a. Napas cepat :
anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
b. Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
c. Pada auskultasi terdengar :
crackles ( ronki )
suara pernapasan menurun
suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya
kejang, letargi, atau tidak sadar
sianosis
distress pernapasan berat
2.9. TATALAKSANA
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat – ringannya penyakit, misalnya toksis,
distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang
17
Page 18
lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar
tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asm – basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan
kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan
pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena
identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan
antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta faktor epidiemiologis.
1. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini
pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol
4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari
selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat
digunakan sebagai terapi alternatif beta – laktam untuk pengobatan inisial
pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.
pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu
untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan
anak memburuk atau tidak dapat minum atau menyusui. Bila
pernapasannya membaik ( melambat ), demam berkurang, nafsu makan
membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika frekuensi
pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke
antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada
tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman pneumonia berat.
18
Page 19
2. Pneumonia Rawat Inap
Terapi Antibiotik
Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan
beta – laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif
terhadap beta – laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik
seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk
etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 – 10 hari pada
pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus dan bayi kecil,
terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh
karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi betalaktam / klavulanat dengan aminoglikosid, atau
sefalosporin generasi ketiga.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama
72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan
selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit
dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari
berikutnya.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik beta – laktam dengan/tanpa
klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta – laktam/klavulanat
dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin
generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil,
antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat
keadaan yang berat maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV
atau IM setiap 8 jam. Bila pasien datang dengan keadaan klinis yang berat
19
Page 20
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin –
kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai alternatif, beri
seftriakson 80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak
membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin foto toraks.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan
gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM
atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali
pemberian. Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin atau
diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai
3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.
Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila
tersedia pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang tidak stabil.
Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian
oksigen setelah saat ini tidak berguna.
Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres,
beri antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri
bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang
tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara
perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang
sesuai, tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan
pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat minum, pasang pipa
nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering.
Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik
untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia
aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik,
pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
20
Page 21
2.10. KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah empiema apabila terdapat demam
persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung ( bila
masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi,
gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ).
Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan
sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal
jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh
karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk
melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan
pemeriksaan enzim.
2.11. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai
penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela
yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin
influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. Efektivitas vaksin
21
Page 22
pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar 95%. Infeksi H.
influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah tangga atau
tempat penitipan anak.
2.12. PROGNOSIS
Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %.
Mortalitas dapa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan
malnutrisi energi – protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi
sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat
gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih
besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila
berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.
2.13. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan
kejang pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya
tipe kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar
hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang
terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
2. Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas,
nafas cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar
22
Page 23
wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium
dalam batas normal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik
ataupun metabolik.
3. Aspirasi benda asing
Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba,
wheezing atau suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.
4. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji
tuberkulin positif ( > 10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ),
demam 2 minggu atau lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan
buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan kelenjar limfe
leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi
punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan
menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.
5. Atelektasis
Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru
yang seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan
cepat dan dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan
mediastinum akan bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi.
BAB III
DISKUSI KASUS
23
Page 24
Dialami sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi lebih dari 5
kali, ada ampas, ada lendir, tidak ada darah. Muntah tidak ada. Riwayat muntah
ada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam ada sejak masuk rumah sakit,
kejang tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada. Anak mau makan dan minum.
Riwayat pernah dirawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo pada bulan
Oktober dengan diagnosa Global Development Delayed dan Community
Acquired Pneumonia. Riwayat hasil CT-Scan kepala pada bulan Oktober 2014
menunjukkan Hipoplasia Cerebri.
BAK : Lancar warna kuning
BAB : Encer beramapas
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis, dapat kita arahkan ke penyakit
paru, sehingga kita memerlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit
yang meningkat yang menandakan telah terjadi suatu proses infeksi. Pemeriksaan
radiologi yang dilakukan pada pasien ini adalah foto konvensional toraks dengan
posisi AP.
Foto Thoraks AP
24
Page 25
Hasil pemeriksaan:
Posisi asimetris, kondisi film baik, inspirasi cukup
Bercak Infiltrat pada kedua lapangan paru
Tidak tampak pemadatan hilus
Cor: bentuk dan ukuran dalam batas normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan:
Bronchopneumonia bilateral
Pada awal bronchopneumonia seringkali dihubungkan dengan adanya
aspirasi sekret dari infeksi saluran napas atas yang kemudian menginfeksi saluran
napas bawah.Gambaran biasanya berupa infiltrat multifokal dan berpusat pada
distal jalan napas. Prosesnya secara heterogen dan terdistribusi sepanjang jalan
napas tersebut. Gambaran radiologis bronchopneumonia dikarakterisikkan dengan
adanya bercak infiltrat yang menyebar, dan dapat diperburuk dengan kondisi
25
Page 26
perjalanan penyakit, yang kemudian dapat berkembang menjadi perselubungan
homogen, air bronchogram selalu tidak nampak.3
Pemadatan hilus mungkin saja dikarenakan oleh adanya limfadenopati
kelenjar hilar, Keadaan ini paling sering berhubungan dengan pneumonia ataupun
infeksi kronis, misalnya dalam cystic fibrosis. Ketika didapatkan gambaran
pembesaran maka infiltrasi tumor, TBC dan sarkoidosis harus dipertimbangkan.
Foto lateral jugaberguna untuk mengkonfirmasi sifat pembesaran hilus, yang bisa
saja dikarenakan oleh patologi lain, misalnya konsolidasi paru yang dapat
diproyeksikan melalui hilus pada film frontal dan meniru limfadenopati pada
hilus.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, MD, PhD. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. Editor; Liliana Sugiharto. Edisi 6. Jakarta : EGC
26
Page 27
2. Ellis, H. 2011. Clinical Anatomy Applied Anatomy For Students And
Junior Doctors : Blackwell Publishing.
3. Putz, HVR. Pabst, R. 2007. Sobotta Anatomie des Menschen. Munchen :
Elsevier. Pg. 352-359.
4. Wilson LM. Anatomi Saluran Pernapasan. In: Prince SA, Wilson LM.
Patofisiologi. 6th edn. Jakarta: EGC; 2006.
5. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
6. Lorraine Wilson. Penyakit pernapasan restriktif. In: Sylvia Price. Lorraine
Wilson. Patofisiologi volume 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC;
2003.p:804-06
7. Zul Dahlan. Pneumonia. In: Aru Sudoyo dkk. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p:2196-200, 2203-
05
8. Allison. Grainger. Diagnostic radiology: A textbook of medical imaging
4th edition. London: Harcourt; 2001.
9. Rosemary. Arthur. Interpretation of the paediatric chest x-ray. In: Current
paediatric. London: Elsevier; 2003. p:439-446
10. Stephen Ellis. Christopher Flower. The WHO manual of diagnostic
imaging: Radiographic anatomy and interpretation of the chest and the
pulmonary system. Singapore: WHO; 2006. p:73-84
27