UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
Laporan kasus
ABORTUS INKOMPLETUSDisusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr.Adi Rachmanadi, Sp. OG
Disusun Oleh :
Detty Ardhyasari
1220221129
Kepaniteraan Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran UPN VETERAN JAKARTA
Rumah Sakit Umum Daerah AmbarawaPERIODE 12 Agustus 20 Oktober
2013LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAANOBSTETRI DAN
GINEKOLOGI
Laporan kasus dengan judul :
ABORTUS INKOMPLETUSDiajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh:
Detty Ardhyasari
1220221129Telah Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:
Nama pembimbing
Tanda Tangan
Tanggal
dr. Adi Rahmanadi, Sp.OG
NIP. 197205162009091001
...........................
.......................Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Obstetri dan Ginekologi
dr. Hary Purwoko, Sp.OG, K-FER
NIP. 1967 0502 1996 12.1.002
BAB IPENDAHULUAN
1.1 ABORTUSDEFINISIAbortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan batasan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.EPIDEMIOLOGIAngka kejadian abortus sukar ditentukan karena
abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah
terjadi komplikasi dan sedangkan abortus spontan atau yang tidak
jelas umur kehamilannya hanya sedikit memberikan gejala atau tanda
sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Rata-rata terjadi
114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji
lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini
dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa
diketahui pada 2 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar
kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya
sperma dan disfungsi oosit).
ETIOLOGIPenyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan
sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab
terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut: Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip
embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum
termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal
(misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus
(misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan karotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal
kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi
yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya non disjunction
meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari
abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa
trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus,
dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma
(dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat
dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan
karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian
sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak.
Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi
kromosom 1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan
sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down
(trisomi 21) bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik
amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu
di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada
usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal
(tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan
dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian
abortus akibat kelainan kromosom, dimana terjadinya kelainan pada
fase sangat awal sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan
struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada
abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering
diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa
berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa
mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.
Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena
adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan
menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering
menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa
autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini
progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen
yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena
adanya mosaik gonad pada ovarium atau testis.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom
yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang
tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan karotip pada kejadian
abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko abortus.
Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta
malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200
sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus,
ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus
adalah septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus
didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik
infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara
gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri
(submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.
Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan
penyakit autoimun. Misalnya pada Systematic Lupus Erythematous
(SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi
spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA
merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari
fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui
mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant
(LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically
false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS sering juga ditemukan
pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklamsia, IUGR,
dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS
yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia
hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The International
Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk
APS, yaitu meliputi:
Trombosis vaskular
Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau
histopatologi.
Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran
inflamasi.
Komplikasi kehamilan
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.
Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara
sonografi normal.
Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal
dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta
berat.
Kriteria laboratorium
aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada
2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama
dengan 6 minggu.
aCL diukur dengan metode ELISA standar.
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT,
PT, dan CT ).
Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan
penambahan plasma platelet normal.
Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan
fosfolipid.
Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian
heparin.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan,
aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin, atau kombinasi
semuanya. Studi case control menunjukkan pemberian heparin 5000 U
2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin
dari 50% menjadi 80% pada perempuan yang pernah mengalami abortus
lebih dari dua kali tes APLAs positif. Yang perlu diperhatikan
adalah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu pengawasan
terhadap resiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta
trombositopeni.
Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai
diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan
pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang terpapar
brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak
pada kejadian abortus antara lain :
Bakteri
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
Virus Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus
HIV
Parvovirus
Parasit
Toksoplasmosi gondii
Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
Treponema pallidumBerbagai teori diajukan untuk mencoba
menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaranya
sebagai berikut :
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin
yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat
berat sehingga janin sulit bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa
berlanjut kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misalnya Mikoplasma hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses
implantasi.
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh
karena virus selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus
B19, Sitomegalovirus, Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV)
Lingkungan
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan
obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan
abortus. Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus.
Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko
tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan kontrol normal.
Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara
lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.
Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat
terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya
abortus.
Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi
dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai
komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada
implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan
terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor
prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, dan penurunan aktivitas
fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen meningkat
selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12
minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering
didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia
kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia
kehamilan 8-11 minggu (Cunningham et al, 2005). Perubahan rasio
tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi
trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis
plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan
fibrinopeptida.
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik
ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan
abortus berulang pada lebih dari 22 persen kasus.
Hiperhomosisteinemi berhubungan dengan trombosis dan penyakit
vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21 persen abortus
berulang (Cunningham et al, 2005). Gen pembawa akan diturunkan
secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah
defisiensi folat.
Kelainan Endokrin
Hipotiroidisme
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi
abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata.
Diabetes melitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada
wanita dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan
dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama. Dalam
suatu studi prospektif, Mills dkk. mendapatkan bahwa pengendalian
glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah konsepsi) menghasilkan
angka abortus spontan yang setara dengan angka kontrol nondiabetik.
Namun, kurangnya pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan
abortus spontan yang mencolok.
Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta
dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus.
KLASIFIKASIA. Abortus Provokatus (Induksi Abortus) Yaitu abortus
yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai
obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi
menjadi:1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus
berdasarkan pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Perlu
mendapat persetujuan minimal 3 dokter spesialis (spesialis
Kandungan dan Kebidanan, spesialis Penyakit Dalam, spesialis
Jiwa)2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi
medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga
tradisional.
B. Abortus SpontanYaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya
tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Abortus spontan terbagi lagi menjadi :1) Abortus ImminensAdalah
tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
2) Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks
telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
3) Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan
masih ada yang tertinggal.
4) Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.
5) Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi masih tertahan dalam kandungan lebih dari 4 minggu.
6) Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
7) Abortus Infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8) Abortus septik
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam pembuluh darah atau peritoneum.
PATOFISIOLOGIMekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya
sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan
minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat
perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus dan mengawali adanya proses abortus.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian
desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto,
meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum
uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi
saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8-14 minggu
Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya
selaput ketuban telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis
ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak.
Pada kehmilan minggu ke 14-22 :
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya
plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih
tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi
uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan
pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
1.2 ABORTUS INKOMPLETUSDEFINISIAbortus inkomplit adalah sebagian
jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana
pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan
teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum, perdarahannya masih terjadi dan jumlahnya bisa banyak
atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga
perdarahan berjalan terus.MANIFESTASI KLINISa. Nyeri hebat
b. Perdarahan banyak
c. Sudah terjadi abortus dengan mengeluarkan jaringan tetapi
sebagian masih berada di dalam uterus
d. Pemeriksaan dalam :
1) Servik masih membuka, mungkin teraba jaringan sisa
2) Perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalam
e. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
f. Tes kehamilan mungkin masih positif akan tetapi kehamilan
tidak dapat dipertahankan.
PATOFISIOLOGIPada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua
basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal
tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan
ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta
tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam
bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai
bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya
benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah
mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu
yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi
uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa
apaila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi
organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain
adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan
amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam
tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen
(fetus papiraseus)
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan
adalah terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi
lembek, perut membesar karena terisi cairan dan seluruh janin
berwarna kemerah merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu
apabila perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama.DIAGNOSA DAN
PROGNOSAAbortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa
reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami
haid terlambat, sering terdapat pula terasa mules. Kecurigaan
tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada
pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau
imunologik. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan,
pembukaan servik dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau
vagina.Dugaan abortus diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut
:
a. Terdapat keterlambatan datang bulan
b. Terjadi perdarahan
c. Disertai sakit perut
d. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
e. Pemeriksaan tes hamil dapat masih positif atau sudah
negatif.Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi
a. Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan
b. Pemeriksaan fundus uteri :
1) Tinggi dan besarnya fundus tetap dan sesuai usia
kehamilan
2) Tinggi dan besarnya sudah mengecil
3) Fundus uteri tidak teraba diatas simfisis
Pemeriksaan dalam :
a. Servik uteri masih tertutup
b. Servik sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil
konsepsi dalam kavum uteri atau pada kanalis servikalis
c. Besarnya rahim atau uterus mengecil
d. Konsistensinya lunak.
Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus dipikirkan yaitu
kehamilan ektopik yang terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan
kelainan pada servik. Untuk penegakan diagnose disesuaikan dengan
gejala klinis masing masing abortus. Sedangkan untuk prognosa
abortus juga tergantung pada jenis abortus dan kondisi
pasien.PENATALAKSANAANPenanganan umum :
a. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat
darurat, komplikasi berat atau masih cukup stabil)
b. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi
pasien sebelum melakukan tindakan lanjutan (yindakan medic atau
rujukan)
c. Penilaian medis untuk menentukan kelaikan tindakan di
fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk kerumah sakit.
1) Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan
hebat segera atasi komplikasi tersebut
2) Gunakan jarum infuse besar (16G atau lebih besar) dan berikan
tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis
atau Ringer
d. Periksa kadar Hb, golongan darah dan uji padanan silang
(crossmatch)
a. Bila terdapat tanda tanda sepsis, berikan antibiotic yang
sesuai
b. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan
c. Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pasca tindakan dan
perkembangan lanjutPenananganan Khusus:a. Bila disertai syok karena
perdarahan segera pasang infuse dengan cairan NaCl fisiologis atau
cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul dengan transfuse darah
b. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan
c. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra
muscular untuk mempertahankam kontraksi otot uterus
d. Perhatikan adanya tanda tanda infeksi
e. Bila tak ada tanda tanda infeksi berikan antibiotika
prifilaksis (ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
f. Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500
mg setiap 8 jam
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA ABORTUS INKOMPLIT
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar1) Data Subjektif
Identitas ibu dan suami yang perlu dikaji adalah nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan , pekerjaan, nomor telepon dan
alamat. Bertujuan untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin
memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor telepon yang
berbeda serta untuk mengetahui faktor resiko yang mungkin
terjadi.
Keluhan utama , merupakan alasan utama klien untuk datang ke
pelayanan kesehatan. Kemungkinan yang ditemui pada kasus abortus
inkomplit ini adalah ibu mengeluhkan bahwa keluar darah yang banyak
dari kemaluannya, darah bergumpal dan berwarna merah segar yang
disertai nyeri hebat pada perut bagian bawah.
Riwayat menstruasi yang dikaji adalah menarche, siklus haid,
lamanya, banyaknya dan adanya dismenorrhoe saat haid yang bertujuan
untuk membantu menegakkan diagnosis apakah ibu benar-benar hamil
.
Riwayat kehamilan sekarang yang dikaji yaitu HPHT, riwayat hamil
muda dan tua, frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk
mengetahui tua kehamilan ibu serta taksiran persalinan dan resiko
yang akan terjadi dari adanya riwayat pada kehamilan.
Riwayat penyakit dahulu yang dikaji adalah apakah ibu ada
mengalami keguguran sebelumnya, menderita penyakit jantung, DM,
ipertensi, ginjal, asma, TBC, epilepsi dan PMS serta ada tidaknya
ibu alergi baik terhadap obat-obatan ataupun makanan dan pernah
transfusi darah ,atau operasi, serta ada tidaknya kelainan
jiwa.
Riwayat penyakit keluarga yang dikaji yaitu ada tidaknya
keluarga ibu maupun suami yang menderita penyakit jantung, DM,
hipertensi, ginjal, asma, dan riwayat keturunan kembar yang
bertujuan agar dapat mewaspadai apakah ibu juga berkemungkinan
menderita penyakit tersebut.
Riwayat perkawinan yang dikaji yaitu umur berapa ibu kawin dan
lamanya ibu baru hamil setelah kawin, yang bertujuan untuk
mengetahui apakah ibu memiliki faktor resiko.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang dikaji
adalah fisiologi jarak kehamilan dengan persalinan yang minimal 2
tahun, usia kehamilan aterm 37-40 minggu atau apakah ibu ada
mempunyai riwayat abortus, jenis persalinan yang bertujuan untuk
menentukan ukuran panggul dan adanya riwayat persalinan dengan
tindakan, sehingga menunjukkan bahwa 3P telah bekerja sama dengan
baik, penyulit yang bertujuan untuk mengetahui penyulit persalinan
yang pernah dialami ibu, nifas yang lalu kemungkinan adanya keadaan
lochea, laktasi berjalan dengan normal atau tidak serta keadaan
anak sekarang.
Riwayat keluarga berencana, kemungkinan ibu pernah menggunakan
alat alat kontrasepsi atau tidak.
Makan terkhir bertujuan untuk mengetahui persiapan tenaga ibu
untuk persalinan.
BAK dan BAB terakhir bertujuan untuk mengetahui apakah ada
penghambat saat proses persalinan berlangsung.2) Data Objektif
Pemeriksaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran
pasien sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu
pasien sadar akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan
kesadaran umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat
badan, tinggi badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan gizi pasien.
Pemeriksaan khusus
Inspeksi
Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan
sklera) untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka
(edema), leher apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar
tiroid maupun limfe sedangkan untuk dada bagaimana keadaan putting
susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan
(cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum), serta dilihat
pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas
operasi, dan inspeksi genitalia bagian luar serta pengeluaran
pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah serta HIS.
Palpasi
Dengan menggunakan cara leopold:
Leopold I :
Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU
dalam cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal
pada fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan
adalah bokong janin
Leopold II:
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan
bagian-bagian kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri
maupun kanan kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong
atau kepala.
Leopold III:
Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu
dan apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian
bawah perut ibu adalah kepala.
Leopold IV:
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga
panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya
ke PAP.
Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit,
irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah.
Apabila persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari
110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak
teratur.
Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan
kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium
sulfat.
Penghitungan TBBJ
Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm 13) x 155 yang bertujuan
untuk mengetahui taksiran berat badan janin dan dalam persalinan
postterm biasanya berat badan janin terjadi penurunan karena
terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta atau sebaliknya
berat janin terus bertambah karena plasenta masih berfungsi.
Pemeriksaan Dalam
Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban,
presentasi dan posisi, adanya caput atau moulage, bagian menumbung
atau terkemuka, dan kapasitas panggul (bentuk promontorium, linea
innominata, sacrum, dinding samping panggul, spina ischiadica,
coksigis dan arcus pubis > 900). Pemeriksaan Penunjang
Darah
Yaitu kadar Hb, dimana Hb normal pada ibu hamil adalah 11 gr%
(TM I dan TM III 11 gr % dan TM II 10,5 gr %)
Hb 11 gr% : tidak anemia
Hb 9-10 gr% : anemia ringan
Hb 7-8 gr% : anemia sedang
Hb 7 gr% : anemia berat
Urine
Untuk memeriksa protein urine dan glukosa urine.untuk klien
dengan kehamilan dan persalinan normal protein dan glukosa urine
negative.
USG
Untuk memeriksa apakah kantong gestasi masih utuh dan cairan
amnion masih ada.
Langkah II: Interprestasi DataData dasar di interprestasikan
menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah di
identifikasikan. Di dalam interprestasi data, terdapat tiga
komponen penting di dalamnya yaitu:
1) Diagnosa
Diagnosa setiap kala persalinan berbeda dan diagnosa ditetapkan
bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan. Untuk
persalinan postterm dapat ditegakkan dengan mengetahui HPHT serta
menetukan taksiran persalinan dan mengetahui gerakan janin pertama
kali dirasakan dan riwayat pemeriksaan ANC lainnya.2) Masalah
Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu, keadaan
janin yang memburuk karena sudah keluarnya sebagian sisa
jaringan.
3) Kebutuhan
Di sesuaikan dengan adanya masalah,seperti:
a) Berikan informasi dan konseling untuk mengatasi kecemasan
ibu
b) Berikan ibu dukungan psikologis.
c) Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan kuretase
Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah
PotensialKemungkinan masalah potensial yang timbul adalah:
1) Infeksi
2) Perdarahan
3) Syok
4) Anemia .
Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan
SegeraAdapun tindakan segera yang dilakukan adalah:
Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotikLangkah
V:Merencanakan Asuhan yang MenyeluruhDari hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan sehingga dapat direncanakan asuhan sesuai dengan
kebutuhan yaitu:
Tindakan yang perlu dilakukan adalah:
1) Memberikan inform consent untuk tindakan kuretase
2) Melakukan pemeriksaan TTV
3) Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dengan pemberian
infus.
4) Membantu melakukan tindakan kuretase
5) Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
obat-obatan
6) Memberikan dukungan psikologis.
7) Pemenuhan nutrisi dan hidrasi
8) Konseling alat kontrasepsi pasca abortusLangkah
VI:Melaksanakan PerencanaanPerencanaan bisa dilakukan oleh bidan
atau dokter dan sebagian oleh klien.
Langkah VII:EvaluasiMerupakan langkah akhir dari proses asuhan
kebidanan persalinan,dari hasil pelaksanaan perencanaan dapat
diketahui keefektifan dari asuhan yang telah diberikan dan
menunjukkan perbaikan kondisi apabila banyi ataupun ibu sempat
mengalami masalah yang harus segera ditangani.
Langkah VIII:PendokumentasianPendokumentasian kasus dibuat dalam
bentuk matrik dengan menggunakan 7 langkah varney.1.3 DILATASI DAN
KURETASE
Tindakan ginekologik untuk mengakhiri kehamilan pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram disebut sebagai aborsi yang dikerjakan melalui tindakan
kuretase tanpa atau disertai dengan dilatasi kanalis servikalis
terlebih dulu (D & C).Indikasi
Pengosongan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu dan
berat janin kurang dari 500 gram:
1. Menghentikan perdarahan pervaginam pada peristiwa abortus
spontan
2. Kematian janin intra uterine ( IUFE-intra uterine fetal
death)
3. Kelainan kongenital berat yang menyebabkan gangguan anatomis
atau gangguan mental hebat
4. Mola hidatidosa
5. Kelainan medik yang menyebabkan seorang wanita tidak boleh
hamil:
Penyakit jantung,
Penyakit hipertensi yang berat,
Carcinoma cervix invasif
6. Psikososial misalnya pada korban perkosaan atau incest yang
menjadi hamil7. Kegagalan kontrasepsiPersiapan tindakan:
1. Anamnesa, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik
2. Penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan tindakan dan
komplikasi yang mungkin terjadi
3. Penentuan jenis kontrasepsi yang akan digunakan pasca
tindakan
4. Informed consent dari pasien dan suami atau keluargaTEHNIK
ABORSIPembedahan
1. Dilatasi servik yang dilanjutkan dengan evakuasi:
1. Kuretase
2. Aspirasi vakum (suction curettage)
3. Dilatasi dan evakuasi
4. Dilatasi dan ekstraksi
2. Menstrual aspiration
3. Laparotomi:
1. Histerotomi
2. Histerektomi Medikamentosa
1. Oksitosin intravena
2. Cairan hiperosmolar intra amniotik:
1) Saline 20%
2) Urea 30% 3. Prostaglandine E2, F2, E1 dan analoognya
Injeksi intra amniotik
Injeksi ekstra ovular
Insersi vagina
Injeksi parenteral
Peroral
4. Antiprogesterone- RU 486 ( mifepristone) dan epostane
5. Methrotexate- intramuskular dan peroral
6. Kombinasi bahan-bahan diatas Dilatasi dan Kuretase
Bila masih memungkinkan dan dianggap perlu, tindakan untuk
memperlebar kanalis servikalis dilakukan dengan pemasangan batang
laminaria dalam kanalis servikalis dalam waktu maksimum 12 jam
sebelum tindakan kuretase.
Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatator Hegar yang
terbuat dari logam dari berbagai ukuran (antara 0.5 cm sampai 1.0
cm)
Setelah persiapan operator dan pasien selesai, pasien diminta
untuk berbaring pada posisi lithotomi setelah sebelumnya
mengosongkan vesica urinaria.
Perineum dibersihkan dengan cairan antiseptik
Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan untuk menentukan posisi
servik, arah dan ukuran uterus serta keadaan adneksa
Spekulum dipasang dan bibir depan porsio dijepit dengan 1 atau 2
buah cunam servik.
Spekulum vagina dipasang dan dipegang oleh asisten, sonde uterus
dimasukkan kedalam cavum uteri untuk menentukan arah dan kedalaman
uterus
Dilatator hegar dijepit diantara ibu jari da jari telunjuk
tangan kanan dan dimasukkan kedalam uterus secara hati-hati dan
sistematis (mulai dari ukuran diameter terkecil Gagang sonde
dipegang antara ibu jari dan telunjuk tangan kanan dan kemudian
dilakukan sondage untuk menentukan arah dan kedalaman uterus
Bila perlu dilakukan dilatasi dengan dilatator Hegar
Jaringan sisa kehamilan yang besar diambil terlebih dulu dengan
cunam abortus
Sendok kuret dipegang diantara ujung jari dan jari telunjuk
tangan kanan ( hindari cara memegang sendok kuret dengan cara
menggenggam ), sendok dimasukkan ke kedalam uterus dalam posisi
mendatar dengan lengkungan yang menghadap atas.
Sendok uterus dimasukkan secara mendatar dengan lengkungan
menghadap atas dan kuretase dikerjakan secara sistematis ( searah
jarum jam dan meliputi seluruh cavum uteri )
Pengeluaran sisa kehamilan
Regimen Aborsi Medikamentosa Untuk Kehamilan Muda :
Mifepristone + Misoprostol
Mifepristone 100 600 mg p.o diikuti dengan
Misoprostol 400ug p.o atau 800 ug per vaginam dalam waktu 6 72
jam
Methrotexate + Misoprostol
Methrotexate 50 mg/m2 i.m atau p.o, diikuti dengan :
Misoprostol 800 ug per vaginam dalam waktu 3 7 hari dan bila
perlu diulang dalam waktu 1 minggu kemudian setelah pemberian
methrotexate pertama
ABORSI PADA TRIMESTER KEDUA
Metode Non InvasifOksitosin Dosis Tinggi Berhasil pada 80 90%
kasus
Pemberian 50 unit oksitosin dalam 500 ml PZ selama 3 jam
Prostaglandine E2 20 mg Prostaglandine E2 intravaginal pada
fornix posterior
Efek samping : mual dan muntah, demam dan diare
Prostaglandine E1 600 ug intra vagina diikuti dengan pemberian
400 ug setiap 4 jam
Ramsey dkk (2004) : tehnik ini lebih efektif dibandingkan
oksitosin infuse dosis tinggi
BAB II
LAPORAN KASUSIDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. RWUsia
: 19 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Krasak 04/03 Jimbaran, Bandungan
Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Agama
: Islam
Pendidikan Terakhir: SLTP
Status
: Menikah
Kelompok Pasien: JAMKESMAS
Mulai Dirawat
: 18 Agustus 2013Pukul 06.00 WIB
Selesai Dirawat: 22 Agustus 2013-
HARI KE-1: 18 Agustus 201306.00ANAMNESISPasien datang tanggal 18
Agustus 2013 dengan hamil anak pertama, riwayat keguguran tidak
ada, usia kehamilan 23 minggu. Keluhan Utama
Terasa darah dan janin keluar dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kiriman bidan dengan G1 P0 A0 H 23 minggu suspek
abortus. Pasien merasa kenceng-kenceng sejak pukul 23.00 tanggal 17
Agustus 2013. Pukul 03.00 tanggal 18 Agustus 2013 terasa darah dan
janin keluar dari jalan lahir lalu pasien ke bidan, dari bidan
diduga terjadi abortus dan pasien dirujuk ke RSUD. Terasa
pergerakan janin berkurang 1 minggu terakhir.
Riwayat berpergian lama sebelum terjadi keluhan dan pasien
merasa kecapekan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya atau selama kehamilan tidak pernah merasakan keluhan
seperti ini. Riwayat darah tinggi (hipertensi) disangkal. Riwayat
kencing manis (DM) disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keguguran pada keluarga. Riwayat darah tinggi
(hipertensi) dan kencing manis (DM) pada keluarga disangkal.
Riwayat Obstetri
HPHT
: Maret 2013
HPL
: Desember 2013
Haid
: Teratur. Siklus 28 30 hari. Lama haid 7 hari
Riwayat coitus terakhir satu hari sebelum terjadi keluhan
HIPOTESIS (DIAGNOSIS BANDING)
1. Partus Prematurus
2. Abortus 3. Kehamilan Ektopik
4. Mola Hidatidosa
PEMERIKSAAN
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
: Tekanan Darah 90/70 mmHg
Nadi 88 x/menit
Suhu 36,6 C
Pernapasan 20 x/menitKepala
: Normocephal
Mata
: Simetris, anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga
: Simetris, sekret (-/-)
Hidung
: Sekret (-)
Tenggorok
: dbn
Leher
: Tidak ada pembesaran KGB, benjolan di leher (-)
Thoraks
: Jantung: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
: Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
: Hati
: Tidak ada pembesaran
Limpa: Tidak ada pembesaran
Ekstremitas
: Edema (-), varises (-), turgor kulit baik
Obstetri
: TFU 24 cm
HIS (+)
DJJ (-)
PPV (+). Tampak janin keluar dari jalan lahir terbungkus amnion
utuh
(janin in toto)
DIAGNOSIS SEMENTARAG1 P0 A0 Hamil 23 minggu, usia ibu 19 tahun,
suspek partus prematurus dd abortus.PENATALAKSANAAN
Infus RL 20 tpm
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap Pengeluaran
janin. Setelah dilakukan pengeluaran janin secara manual didapatkan
janin tunggal mati dengan berat 400 gram. Eksplorasi hasil
pengeluaran janin, sisa plasnta (+) Rencana USG
Rencana kuretase
DIAGNOSIS AWALAbortus Inkompletus HARI KE-2: 19 Agustus 2013
Hasil Laboratorium
Darah RutinHASILNILAI RUJUKAN
Hemoglobin (Hb)12.012 - 16
Leukosit11.34.0 - 10
Eritrosit4.224.2 5.4
Trombosit175200 - 400
MPV8.87 - 11
Limfosit1.51.7 3.5
Monosit0.40.2 0.6
Granulosit9.42.5 - 7
Limfosit%13.425 35
Monosit%3.84 6
Granulosit%82.850 80
CT0.1540.2 0.5
Golongan DarahO
Cloting Time3.003 - 5
Bleeding Time2.001 3
12.00Tanda Vital
: Tekanan Darah 110/70 mmHg
Nadi 88 x/menit
Suhu 36,8 C
Pernapasan 22 x/menit
18.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 110/60 mmHg
Nadi 80 x/menit
Suhu 36,9 C
Pernapasan 18 x/menit
HARI KE-3: 20 Agustus 2013
06.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 100/60 mmHg
Nadi 82 x/menit
Suhu 36,1 C
Pernapasan 23 x/menit
12.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 110/70 mmHg
Nadi 96 x/menit
Suhu 36,5 C
Pernapasan 22 x/menit
Hasil USG : Masih terdapat sisa plasenta
18.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 110/80 mmHg
Nadi 88 x/menit
Suhu 36,5 C
Pernapasan 22 x/menit
DIAGNOSIS AKHIRAbortus Inkompletus
HARI KE-4: 21 Agustus 2013
Rencana Kuret Kamis 22 Agustus 2013
06.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 80/50 mmHg
Nadi 68 x/menit
Suhu 36,5 C
Pernapasan 22 x/menit
12.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 100/60 mmHg
Nadi 88 x/menit
Suhu 35,9 C
Pernapasan 20 x/menit
18.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 110/70 mmHg
Nadi 87 x/menit
Suhu 36 C
Pernapasan 20 x/menit
HARI KE-5: 22 Agustus 2013
06.00
Tanda Vital
: Tekanan Darah 100/70 mmHg
Nadi 80 x/menit
Suhu 36,2 C
Pernapasan 20 x/menit
PENATALAKSANAAN Kuretase12.00Keadaan umum pasien pasca kuretase
baikTanda Vital
: Tekanan Darah 100/60 mmHg
Nadi 81 x/menit
Suhu 36,2 C
Pernapasan 21 x/menit
Sore hari pasien diperbolehkan pulang.
PENATALAKSANAAN
Terapi Pulang untuk 3 hari:a. Amoxicillin 3 x 500 mg
b. Antalgin 3 x 500 mgc. MetherginBAB III
ANALISA KASUS
Identifikasi Masalah (SOAP)
1. Subjektif (S)
Pasien datang kiriman bidan dengan G1 P0 A0 H 23 minggu suspek
abortus. memiliki keluhan utama merasa kenceng-kenceng sejak satu
hari sebelum masuk rumah sakit (1 SMRS). Tadi pagi sebelum masuk
rumah sakit terasa darah dan janin keluar dari jalan lahir lalu
pasien ke bidan, dari bidan diduga terjadi abortus sehingga pasien
dirujuk ke RSUD. Hal tersebut serupa perdarahan pervaginam, menurut
usia kehamilan dapat diduga adanya partus prematurus karena usia
kehamilan sudah lebih dari 20 minggu (abortus) tetapi tidak menutup
kemungkinan terjadinya abortus sesuai dengan diagnosa bidan yang
merujuk apabila saat janin sudah keluar berat janin kurang dari 500
gram. Apabila benar terjadi abortus keluhan tersebut mengarah ke
abortus inkompletus karena perdarahan pada abortus inkompletus
umumnya banyak, sudah ada janin yang keluar namun diduga masih
terdapat sisa plasenta atau sisa hasil konsepsi.Riwayat penyakit
dahulu dan keluarga pasien diketahui tidak ada diabetes mellitus
dimana dapat menjadi faktor resiko terjadinya abortus. Beberapa
hari terakhir pasien memiliki banyak kegiatan yang dapat
meningkatkan rangsangan mekanik sehingga dapat menjadi faktor
resiko terjadinya perdarahan pervaginam2.Objektif (O)
Pada pemeriksaan mata, konjungtiva tidak anemis dan pemeriksaan
penujang darah rutin kadar hemoglobin 12,0 g/dl, yaitu dalam batas
normal. Hal tersebut menunjukkan perdarahan pervaginam tidak berat
dan tidak sampai menimbulkan anemia. TFU 24 cm. HIS (+). DJJ (-).
PPV (+). Tampak janin keluar dari jalan lahir terbungkus amnion
utuh (janin in toto). Dilakukan pengeluaran janin, setelah
dilakukan pengeluaran janin secara manual didapatkan janin tunggal
mati dengan berat 400 gram. Hal ini sesuai dengan tanda abortus
dimana berat janin kurang dari 500 gram. Dilakukan eksplorasi
setelah pengeluaran janin dan hasilnya masih terdapat sisa
plasenta, sehingga hal ini bisa dikatakan proses pengeluaran hasil
konsepsi yang belum sempurna/lengkap atau disebut juga abortus
inkompletus. Hal tersebut juga didukung pada pemeriksaan USG yang
menunjukkan janin sudah dikeluarkan semua namun plasenta masih ada
yang tertinggal. Pemeriksaan USG memperkuat diagnosis abortus
inkompletus.3. Assessment (A)
Diagnosis : Abortus InkompletusAbortus inkompletus adalah Adalah
sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada
yang tertinggal.
4.Planning (P)
Tatalaksana:
1) Dilatasi dan kuretase Pasien diminta untuk berbaring pada
posisi lithotomi setelah sebelumnya mengosongkan vesica urinaria
Perineum dibersihkan dengan cairan antiseptik
Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan untuk menentukan posisi
servik, arah dan ukuran uterus serta keadaan adneksa
Spekulum dipasang dan bibir depan porsio dijepit dengan 1 atau 2
buah cunam servik.
Gagang sonde dipegang antara ibu jari dan telunjuk tangan kanan
dan kemudian dilakukan sondage untuk menentukan arah dan kedalaman
uterus
Bila perlu dilakukan dilatasi dengan dilatator Hegar Klem porsio
pada arah jam 12 Jaringan sisa kehamilan yang besar diambil
terlebih dulu dengan cunam abortus
Sendok kuret dipegang diantara ujung jari dan jari telunjuk
tangan kanan (hindari cara memegang sendok kuret dengan cara
menggenggam), sendok kuret dimasukkan ke kedalam uterus dalam
posisi mendatar dengan lengkungan yang menghadap atas.
Lakukan kuretase sekeliling uterus dengan serah jarum jam Jika
sudah dipastikan tidak ada sisa jaringan, deep perdarahan,
perdarahan minimal, lepas klem porsio, keluarkan speculum Bersihkan
perineum dengan cairan antiseptic2) Amoxicillin
Indikasi: Infeksi saluran napas, saluran genito-urinaria, kulit
dan jaringan lunak yang disebabkan organisme Gram + dan yang peka
terhadap obat ini.
Dosis
: Dewasa 250 500 mg tiap 8 jam. Anak 20 mg/kgBB/hari terbagi
tiap 8 jam. Infeksi berat dosis ganda. GO akut 2 -3 g dosis
tunggal.
Pemberian obat: Dapat diberikan bersama makanan agar diabsorpsi
lebih baik dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada
gastrointestinal (GI). Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap
golongan penisiln. Infeksi mononukleosis.
Perhatian: Hipersensitif terhadap sefalosporin. Kerusakan
ginjal. Leukemia limfatik. Superinfeksi.
Efek samping : Reaksi hipersensitivitas. Gangguan
gastrointestinal.
Interaksi obat : Probenesid meningkatkan waktu paruh amoxicillin
dalam plasma. Dengan allopurinol timbul ruam kulit. Kontrasepsi
oral efektivitasnya diturunkan oleh amoxicillin.
3) Antalgin
Komposisi: Methampyrone.
Indikasi: Analgesik, antipiretik, antireumatik. Dosis
: 1 2 tab/kapl 3 4 x/hari.
Pemberian obat: Berikan sesudah makan. Sediaan: 500 mg
4) Methergin Komposisi: Metilergometrin hidrogen
maleat/Methylergometrine hydrogen maleate Indikasi: Penanganan
aktif stadium ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya tegangan
atau kekuatan otot)/perdarahan rahim, perdarahan dalam masa nifas,
subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir
seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam
rongga rahim). Dosis
: Perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi, lokiometra :
0,125-0,25 mg. Pemberian obat: Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
atau tidak. Kontraindikasi: Wanita hamil, belum terjadi penurunan
kepala tetapi persalinan telah memasuki stadium pertama dan kedua,
hipertensi berat, toksemia hipertensif, penyakit sumbatan pembuluh
darah, sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri,
zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-duanya),
hipersensitifitas.
Gangguan fungsi hati atau ginjal. Perhatian: Jangan diberikan
dalam presentasi abnormal, sebelum proses kelahiran sempurna &
pada kehamilan multipel/ganda sebelum anak terakhir dilahirkan,
penanganan aktif stadium ke-3 persalinan yang membutuhkan
pengawasan dokter kebidanan, suntikan intravena harus diberikan
secara perlahan, lebih dari 60 detik. Hipertensi, gangguan fungsi
hati atau ginjal, menyusui.
Efek samping : Nyeri perut, gangguan saluran pencernaan,
berkeringat, pusing, sakit kepala, erupsi kulit. Jarang :
hipertensi, bradikardia atau takhikardia, nyeri dada, reaksi
vasospastik perifer. Sangat jarang : reaksi anafilaktik Interaksi
obat : Mempertinggi efek vasokonstriktor simpatomimetik atau
Ergotamin.5. Prognosis
Prognosis dubia ad malam.DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition.
Appleton and Lange. Stanford Connecticut. 2007:856-877JNPK _KR.
2008. Pelayanan Obsetri Dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
Kusmiyati, Dkk. 2009. Perawatan ibu hamil. Yogjakarta :
Fitramaya
Latest Research : spontaneous Abortion.
http://www.fertilitysolution.com/PDF/abort.pdfManuaba. 2007.
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Buku Kedokteran EGCMansjoer A,
dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265. MIMS. 2012. MIMS Indonesia
Petunjuk Konsultasi Edisi 12 2012/2013. PT. Medidata Indonesia. UBM
Medica Asia Pte Ltd.Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam
kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan
D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetrik. Yogjakarta : Nuha
Medika
PPKC. 2002. Pelatihan Manajemen Asuhan Kebidanan. Jakarta
Prawirohardjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina PustakaSafuddin, Abdul bari. Prof.
Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2004:146-147
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua.
JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
2002 Sastrawinata, Sulaeman, Prof. Obstetri Patologi. Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,
Bandung 2008:11-17Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2007
: 302-312