TOKSISITAS
TOKSISITAS
(Toksisitas Amfetamin dan Sianida)
I. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari
manifestasi efek dan toksisitas amfetamin.
2. Melihat pengaruh lingkungan terhadap toksisitas amfetamin
3. Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis
4. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi
keracunan sianida dan gejala-gejala keracunan sianida.
5. Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida
6. Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan
antidote yang tepat.
II. Tinjauan Pustaka
Sistem saraf merupakan pengendali utama sistem yang ada pada
tubuh yang tentunya jika ingin menghasilkan respon farmakologik
pada daerah tertentu sudah pasti zat atau senyawa tersebut harus
mampu memanipulasi dan memodifikasi sistem saraf, agar mampu
bereaksi sesuai dengan tujuan awal kita. Jaringan saraf terdiri
dari sel-sel saraf atau neuron dan neuroglianya.
Sel-sel saraf atau neuron terdiri atas badan sel saraf (umumnya
berbentuk besar, bulat, vesikuler dan letaknya di tengah berwarna
pucat mengandung nukleolus yang besar satu atau lebih), akson
(membawa impuls meninggalkan badan sel terdapat mitokondria,
reticulum endoplasmik agranuler dan banyak mikrotubul-mikrotubul
dan mikrofilamen-mikrofilamen) dan dendrit (membawa impuls ke badan
sel; merupakan bagian sel ganglion unipoler dan bipoler; mirip
akson dari sistem saraf tepi).
Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau
sentral dan sistem saraf tepi (SST). Pada sistem saraf pusat,
rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula
diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum
tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit
di otak besar. Sedangkan, analgetik narkotik menekan reaksi
emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem saraf pusat
dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak
spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat yang dapat merangsang SSP
disebut analeptika.
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas
yang menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau
psykologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap
sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat
mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku,
hal ini disebut obat psykoaktif.
Obat dapat berasal dari berbagai sumber. Banyak diperoleh dari
ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam tembakau, kofein dari
kopi dan kokain dari tanaman koka. Morfin dan kodein diperoleh dari
tanaman opium, sedangkan heroin dibuat dari morfin dan kodein.
Marijuana berasal dari daun, tangkai atau biji dari tanaman kanabis
(canabis sativum) sedangkan hashis dan minyak hash berasal dari
resin tanaman tersebut, begitu juga ganja.
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat
menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut klasifikasi umum
obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya ada yang bersifat
adiktif maupun yang non-adiktif.
Salah satu senyawa obat yang saat ini menjadi lebih tren karena
penggunaan yang disalah gunakan adalah amfetamin. Obat ini termasuk
yang paling banyak dipakai untuk mendapatkan efek halusinasi.
Tentunya dengan pemakain diatas dosis maksimal.
Amfetamin pertama kali disintesis pada akhir tahun 1920-an dan
diperkenalkan pada praktik kedokteran pada tahun 1936.
Dextroamfetamin adalah kelompok anggota utama walaupun banyak
amfetamin lainnya dan amfetamin pengganti seperti metamfetamin,
penmetrazin, dam metil penidat yang diperkenalkan berikutnya.
Jumlah analog amfetamin dengan efek psikoaktif terus berlipat
ganda. Kelompok utama dari anggota terbaru ini adalah 2,5
dimetoksi-4-metilamfetamin,dan masuk daftar saat ini meliputi
metilendioksiamfetamin (MDA) dan metilendioksimetamfetamin
(MDMA).
Amfetamin dan derivatnya yaitu MA (metamfetamin) dan MDMA
(methylene-dioxy-meth-amfetamine), termasuk kedalam golongan
psikotropika yang memiliki efek stimulansia kuat. Dalam ilmu
kedokteran amfetamin digunakan untuk mengobati penyakit narkolepsi,
hiperkinesis pada anak, dan obesitas. Namun penggunaan amfetamin
yang melebihi dosis untuk pengobatan dapat menimbulkan
ketergantungan dan kecanduan. Oleh karena itu penggunaan amfetamin
untuk terapi berkurang karena kemungkinan disalahgunakan besar.
Mekanisme kerja
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps
pusat dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter
entecholamin, termasuk dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap
berada dalam sinaps dengan konsentrasi lebih tinggi dalam jangka
waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem saraf akan
berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikanel. Efek klinis
amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah penggunaan.
Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan melalui
urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit. Metabolit amfetamin
terdiri dari p-hidroksiamfetamin, p-hidroksinorepedrin, dan
penilaseton. Karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek
dari obat ini relatif cepat dan dapat segera terekskresikan, hal
ini menjadi salah satu kesulitan tersendiri untuk pengujian
terhadap pengguna, bila pengujian dilakukan lebih dari 24 jam
jumlah metabolit sekunder yang di terdapat pada urin menjadi sangat
sedikit dan tidak dapat lagi dideteksi dengan KIT.
Penyalahgunaan
Penyalahgunaan amfetamin dimulai pada tahun 1940-an dimana zat
kimia yang terdapat dalam jumlah besar sebagai inhaler digunakan
untuk dekongestanhidung. Salah satu pola dari penyalahgunaan
amfetamin disebut lari, yaitu pengulangan pemberian injeksi
intravena yang dilakukan sendiri untuk mendapatkan serangan (suatu
reaksi seperti orgasme) diikuti dengan rasa kesiapsiagaan mental
dan euforia yang kuat. Pola dari penyalahgunaan amfetamin telah
berkembang dimana metamfetamin berbentuk kristal (ice) diisap,
dirokok sehingga menghantarkan bolus ke otak, menyerupai dengan
pemberian secara intravena. Karena masa kerja metamfetamin jauh
lebih lama, intoksikasi dapat bertahan selama beberapa jam setelah
merokok satu kali.
Keracunan amfetamin pada umumnya terjadi karena penyalahgunaan
hingga menyebabkan ketergantungan. Ditandai dengan peningkatan
kewaspadaan dan percaya diri, euforia, perilaku ekstrovet, banyak
bicara, berbicara cepat, kehilangan keinginan makan dan tidur,
tremor, dilatasi pupil, takikardia, dan hipertensi berat, juga
dapat menyebabkan eksitabilitas, agitasi, delusi, paranoid, dan
halusinasi dengan perilaku bengis
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN.
Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian
dalam jangka waktu beberapa menit. Gejala yang ditimbulkan oleh zat
kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada
kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat
sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan
baik akan mengakibatkan kematian. Walaupun sianida dapat mengikat
dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan
timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena
sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga
akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu
transmisi neuronal.
Golongan Sianida Sianida merupakan senyawa kimia yang mengandung
(C=N) dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN
dapat ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan
lainnya adalah padat atau cair. Senyawa yang dapat melepasion
sianida CN sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami
maupun dengan buatan manusia. Contohnya adalah HCN (Hidrogen
Sianida) dan KCN.
Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berbau, bau pahit
seperti bau kacang almond. HCN juga disebut formanitrille, dalam
bentuk cairan disebut asam prussit dan asam hidrosianik . Dalam
bentuk cairan HCN tidak berwarna atau dapat berwarna biru pucat
pada suhu kamar. HCN bersifat flamable atau mudah terbakar serta
dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak, juga sangat
mudah bercampur dengan air sehingga mudah digunakan Gejala Toksik
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan
sangat tergantung dari :1. Dosis sianida2. Banyaknya paparan3.
Jenis paparan4. Tipe komponen dari sianida Sianida dapat
menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah,
penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem
otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh
timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas
karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Dalam konsentrasi
rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian,
sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian anyidotum. Tanda
awal dari keracunan sianida adalah : 1. Hiperpnea sementara, 2.
Nyeri kepala, 3. Dispnea, 4. Kecemasan, 5. Perubahan perilaku
seperti agitasi dan gelisah, 6. Berkeringat banyak, warna kulit
kemerehan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Strategi pertama yang dilakukan saat terdapat gejala keracunan
sianida adalah : Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan.
Jika korban berada di dalam ruangan maka segera keluar dari
ruangan. Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap
berada di dalam ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin
ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang. Cepat
buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi
oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat
dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari
manusia, terutama anak-anak. Segera cuci sisa sianida yang masih
melekat pada kulit dengan sabun dan air yang banyak. Jangan gunakan
pemutih untuk menghilangkan sianida.TOKSISITAS
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari
sianida adalah:
Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100
mg/kg.
GEJALA KLINIS
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan
sangat tergantung dari:
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida
Tanda awal dari keracunan sianida adalah :
1. Hiperpnea sementara,
2. Nyeri kepala,
3. Dispnea,
4. Kecemasan,
5. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah,
6. Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah
dan vertigo
juga dapat muncul.
III. Alat dan Bahan
Alat
Timbangan hewan
Stopwatch
Alat suntik
Alat gelas
Bahan
Amfetamin 10 dan 20 mg/kg BB
NaNO2 20mg/kgBB
NaCN 20mg/kgBB
NaCl Fisiologis 20mg/kgBB
Na2S2O3 20mg/kgBB
IV. Cara Kerja
TOKSISITAS AMFETAMIN
1. Timbang hewan dan tandai untuk tiap kelompok.
2. Hitung dosis untuk masing-masing hewan. Untuk kelompok 1
sebagai kontrol, 2 dan 3 adalah 10 mg/kgBB sedangkan kelompok 4, 5
dan 6 adalah 20 mg/kgBB.
3. Untuk kelompok 2 dan 3, tempatkan ketiga ekor hewan
masing-masing dalam satu kandang. Untuk kelompok 4, 5 dan 6,
tempatkan dalam kandang terpisah yang masing-masing berisi satu
hewan.
4. Amati dan catat wakty terjadi manifestasi efek amfetamin pada
percobaan.
5. Bahas dan tarik kesimpulan dalam percobaan ini.
TOKSISITAS SIANIDA
1. Timbang hewan dan tandai.
2. Selanjutnya lakukan hal seperti tercantum pada tabel.
3. Amati gejala yang timbul, catat waktu timbulnya gejala
tersebut.
4. Tabelkan hasil percobaan saudara.
5. Bahas dan ambil kesimpulannya.
V. Hasil dan Pembahasana. HasilKLPDOSISGEJALA
Aktivitas motorik (Laju pernapasan
(GroomingBertengkarRangsangan terhadap
bunyiTremorKonvulsiMatiLain-lain
I10 mg/kgBB21110--144110--Agresif (21) bulu berdiri (159)
II20 mg/kgBB2055710-3---Bulu berdiri (255) ekor berdiri
(230)
III10 mg/kgBB2302441344-4122--Bulu berdiri (214) ekor berdiri
(224)
IV20 mg/kgBB4471047135-73063--Bulu berdiri (715) ekor berdiri
(455)
VNaCl fis kontrol648---1418---Ekor berdiri (1530)
VI20 mg/kgBB151163450-8102015-Ekor berdiri (513) bulu berdiri
(134)
KLPSEDIAAN, DOSISGEJALA YANG DIDAPAT
INaNO2 (s.c) -> NaCN (oral)Nafas sesak (20) kejang (23) mati
(26)
NaCl fis (s.c) -> NaCN (oral)Kejang (50) mati (56)
IINaCN (oral)Tremor (23) kejang (35) mati(15)
NaCN (s.c)Mati (53)
IIINaNO2 (s.c) -> NaCN (oral) -> Na2S2O3 (i.p)Urinasi
(waktu diberi obat), telinga menempel (waktu diberi obat), mata
redup, ekor pucat (119), diam ditempat (54) tremor (219), biru,
mulut kering (245) tenang (250) mati.
IVNaCN (s.c) -> NaCl fis (i.p)Kejang , mati (35)
NaCl fis (i.p)Normal
VNaNO2 (oral) -> NaCN (s.c) -> Na2S2O3 (i.p)Nafas sesak
(110) tremor (54) kejang (31) gemetaran (218) ekor pucat (312)
telinga pucat (340), mati
VINaCN (oral) -> Na2S2O3 (i.p)Nafas sesak (25) geliat (27)
kejang (34) mati (46)
b. PembahasanSistem saraf merupakan pengendali utama sistem yang
ada pada tubuh yang tentunya jika ingin menghasilkan respon
farmakologik pada daerah tertentu sudah pasti zat atau senyawa
tersebut harus mampu memanipulasi dan memodifikasi sistem saraf,
agar mampu bereaksi sesuai dengan tujuan awal kita. Jaringan saraf
terdiri dari sel-sel saraf atau neuron dan neuroglianya. Pada
praktikum ini dapat kita lihat dari hasil pemberian obat Amfetamin
pada mencit yang diberi lautan NaCl fis sebagai kontrol sedangkan
pada mencit yang lain diberi perlakuan dengan dosis obat 10 mg/ml
dan 20mg/ml. Pada mencit yang diberi dosis 20mg/ml, aktifitas
motorik lebih cepat terlihat dibandingkan dengan dosis 10mg/ml,
laju pernapasan, grooming, rangsangan terhadap bunyi, dan ekor
berdiri lebih cepat terlihat. Jika dibandigkan dengan mencit
perlakuan sebagai kontrol dia lebih terlihat seperti mencit
normal.Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano
CN. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan
kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Gejala yang ditimbulkan
oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri
pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu
berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera
ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.Pada mencit yang
diberi obat sianida, semua mencit mati dengan tanda-tanda nafas
sesak, tremor, ekor pucat, telinga pucat, gemeteran, dan mati
dengan waktu yang cepat. Jadi dapat disimpulkan bahwa obat sianida
yang diberi ke mencit dapat menyebabkan kematian dengan dosis yang
berbeda pada setiap mencit.VI. Kesimpulan
Sistem saraf merupakan pengendali utama sistem yang ada pada
tubuh Jika ingin menghasilkan respon farmakologik pada daerah
tertentu sudah pasti zat atau senyawa tersebut harus mampu
memanipulasi dan memodifikasi sistem saraf
Sel-sel saraf atau neuron terdiri atas badan sel saraf (umumnya
berbentuk besar, bulat, vesikuler dan letaknya di tengah berwarna
pucat mengandung nukleolus yang besar satu atau lebih), akson
(membawa impuls meninggalkan badan sel terdapat mitokondria,
reticulum endoplasmik agranuler dan banyak mikrotubul-mikrotubul
dan mikrofilamen-mikrofilamen) dan dendrit.
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas
yang menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau
psykologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap
sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat
mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku,
hal ini disebut obat psykoaktif. Obat yang berbahaya yang termasuk
dalam kelompok obat yang berpengaruh pada system saraf
pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat menimbulkan
ketagihan/adiksi(drug addict). Amfetamin dan derivatnya yaitu MA
(metamfetamin) dan MDMA (methylene-dioxy-meth-amfetamine).
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps
pusat dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter
entecholamin, termasuk dopamin. Sianida adalah senyawa kimia yang
mengandung kelompok siano CN. Efek dari sianida ini sangat cepat
dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.
Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia.
Contohnya adalah HCN (Hidrogen Sianida) dan KCN. Efek utama dari
racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara
progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung
dari : Dosis sianida Banyaknya paparan Jenis paparan Tipe komponen
dari sianida Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis
letal dari sianida adalah: Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000
mgmin/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100
mg/kg.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah :
1. Hiperpnea sementara,
2. Nyeri kepala,
3. Dispnea,
4. Kecemasan,
5. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah,
6. Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah
dan vertigo juga dapat muncul.
Strategi pertama yang dilakukan saat terdapat gejala keracunan
sianida adalah : Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan.
Jika korban berada di dalam ruangan maka segera keluar dari
ruangan. Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap
berada di dalam ruangan. VII. Pertanyaan dan Jawaban
1. Jelaskan mekanisme kerja yang mendasari efek farmakologi
amfetamin
Jawaban: Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin
sebagian besar terlibat dalam sirkuit otak. Selain itu,
neurotransmiter yang terlibat dalam jalur berbagai hal penting di
otak tampaknya menjadi target utama dari amfetamin. Salah satu
neurotransmiter tersebut adalah dopamin , sebuah pembawa pesan
kimia sangat aktif dalam mesolimbic dan mesocortical jalur imbalan.
Tidak mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut-termasuk
striatum , yang nucleus accumbens , dan ventral striatum -telah
ditemukan untuk menjadi situs utama dari tindakan amfetamin. Fakta
bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas neurotransmitter khusus di
daerah terlibat dalam memberikan wawasan tentang konsekuensi
perilaku obat, seperti timbulnya stereotip euforia .Amphetamine
telah ditemukan memiliki beberapa analog endogen, yaitu molekul
struktur serupa yang ditemukan secara alami di otak. l- Fenilalanin
dan - phenethylamine adalah dua contoh, yang terbentuk dalam sistem
saraf perifer serta dalam otak itu sendiri. Molekul-molekul ini
berpikir untuk memodulasi tingkat kegembiraan dan kewaspadaan,
antara lain negara afektif terkait.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas
amfetamin
Jawaban:
a. Konsentrasi Obat: Umumnya kecepatan biotransformasi obat
bertambah bila konsentrasi obat meninggi. Hal ini berlaku sampai
titik dimana konsentrasi menjadi sedemikian tinggi sehingga seluruh
molekul enzim yang melakukan metabolisme berikatan terus menerus
dengan obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang
konstan.
b. Fungsi Hati: Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat
berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat
menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan
c. Usia: Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati
terbentuk, maka reaksi metabolisme obat lebih lambat (terutama
pembentukan glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan
kloramfenikol, sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin).
Untuk menghindari keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk bayi
sebaiknya dihindari, atau dikurangi dosisnya.Pada orang usia lanjut
banyak proses fisiologis telah mengalami kemunduran antara lain
fungsi ginjal, enzim-enzim hati, jumlah albumin serum berkurang.
Hal ini menyebabkan terhambatnya biotrnasformasi obat yang
seringkali berakibat akumulasi atau keracunan.
d. Genetik: Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika
tertentu misalnya enzim untuk asetilasi sulfonamida atau INH,
akibatnya metabolisme obat-obat ini lambat sekali.
e. Pemakaian Obat lain: Banyak obat, terutama yang bersifat
lipofil (larut lemak) dapat menstimulir pembentukan dan aktivitas
enzim-enzim hati. Hal ini disebut induksi enzim. Sebaliknya dikenal
pula obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim hati disebut
inhibisi enzim.
3. Jelaskan efek apa yang terlihat pada mencit setelah pemberian
amfetamin dan bagaimana gejala keracunan pada amfetamin
Jawaban: Meningkatkan suhu tubuh, Kerusakan sistem
kardiovaskular, Paranoia, Meningkatkan denyut jantung, Meningkatkan
tekanan darah, Menjadi hiperaktif, Mengurangi rasa kantuk, Tremor,
Menurunkan nafsu makan, Euforia, Mulut kering, Dilatasi pupil,
Mual, Sakit kepala, Perubahan perilaku seksual4. Bila terjadi
keracunan, obat apa yang daapat digunakan untuk mengatasinya?
Jelaskan
Jawaban: Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja
bertentangan dengan racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau
mencegah absorbsi racun. Jenis antidotum yang digunakan pada
keracunan :
a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin
: atropine, reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).
b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan
natrium tiosulfat.
c. Keracunan methanol dengan etanol.
d. Keracunan methenoglobin : tionin.
e. Keracunan besi : deferoksamin
f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british
anti lewisit).
g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.
5. Jelaskan mekanisme kerja mengapa dengan jalan memperbanyak
ekskresi gejala racun amfetamin dapat dihilangkanJawaban: Ginjal
merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat
diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebbagai metabolit
melalui ginjal dala urine. Obat yang diekskresikan bersama feses
berasal dari :
1. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui
oral.
2. Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi
dari usus.
Obat dapat diekskresikan melalui paru paru, air ludah, keringat
atattu dalam air susu. Obat dalam badan akan mengalami metabolisme
dan ekskresi. Maka dalam penggunaan obat pada pasien perlu
diperhatikan keadaan pasien yang fungsi hati atau ginjalnya tidak
normal. Perlu diketahui apakah obat yang diberikan dapat
dimetabolismekan atau tidak, rute ekskresinya dan
sebagainya.Pengeluaran obat dari tubuh melalui organ ekskresi dalam
bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya.
Ekskresi suatu obat dan atau metabolitnya menyebabkan penurunan
konsentrasi zat berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi
bergantung pada sifat fisikokimia (bobot molekul, harga pKa,
kelarutan, tekanan gas) senyawa yang diekskresi, melalui
1. ginjal (dengan urin)
2. empedu dan usus (dengan feses) atau
3. paru-paru (dengan udara ekspirasi)
Ekskresi melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting.
Sebaliknya pada ibu yang menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya
dalam ASI dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan bayi.
6. Obat apa yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala
kardiovaskular yang disebabkan amfetamin
7. Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan
asetanilida secara kimia dan farmakologi mempunyai toksisitas sama
dengan asetanilida dalam dosis yang setara
8. Mekanisema CN
Jawaban: : Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen
ferric (Fe+++). Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim
dilaporkan menjadi inaktif oleh cyanida. Yang paling nyata dari hal
tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim cytochrom oksidase
yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistem transport
elektron. Bilamana cyanida mengikat enzim komplek tersebut,
transport elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari
cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan
menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut racun
PO2.Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan
kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam siklus
respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama
proses itu masih bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan
tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif.Selama siklus
metabolisme masih bergantung pada sistem transport elektron, sel
tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan
respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik
seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai
jaringan normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini
berbeda dengan keracunan CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia
karena kekurangan jumlah oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya
adalah penderita keracunan cyanida disebabkan oleh ketidak mampuan
jaringan menggunakan oksigen tersebut.9. Apakah perbedaan rute
pemberina racun dan obat berpengaruh pada efek toksin CN yang
diamati? Jelaskan
Jawaban: Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara
pemberian obat parenteral yan sering dilakukan. Untuk obat yang
tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan
pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu
menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan
suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat
dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam
saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil
kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.
Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui
kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena
pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan
jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol
dengan hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus berlaku untuk
obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
10. Sebutkan sumber-sumber racun sianida dalam kehidupan
sehari-hari
Jawaban: Sumber racun sianida berasal dari Ketela Pohon Bagian
dalam umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong
tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala
kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat
terbentuknya asam sianida yang bersifat meracun bagi manusia.Umbi
ketela pohon merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun
sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat
pada daun singkong karena mengandung asam amino metionina11. Dalam
praktek apakah ada pendekatan untuk mencegah keracunan seperti yang
saudara kerjakan. Jelaskan
Jawaban: Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan
reaksi peracunan, atau dengan kata lain antidotum ialah penawar
racun. Dalam arti sempit, antidotum adalah senyawa yang mengurangi
atau menghilangkan toksisitas senyawa yang diabsorpsi.Sementara
keracunan adalah masuknya zat yang berlaku sebagai racun, yang
memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis, dan cara
pemberiannyaDAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran.2009.
FARMAKOLOGI DAN TERAPI. Universitas Indonesia:Jakarta
Donatus, I.A., 2010, Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama
Keracunan Bahan Berbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Evelyn C. Pearce. (2012). Anatomi dan fisiologi Untuk Paramedis.
Jakarta : PT Gramedia.
Myceck J Mary. (2012). Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta :
Widya Medika.
Tim Penyusun. (2012). Penuntun Praktikum Farmakologi
Toksikologi. Makassar : Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Kebangsaan.