Top Banner

of 49

Laporan Skenario B.doc

Oct 05, 2015

Download

Documents

Andini_Rismitha
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 14

Disusun oleh : Kelompok 7

Auliya Bella Oktarina 04111001099

Nurbaiti Oktavia

04111001100

Bhagaskara

04111001101

Terry Mukminah Sari 04111001124

Robiokta Alfi Mona 04111001125

Ramadhan A.D

04111001129

Catri Dwi Utari Pramasari

04111001133

Randa Deka Putra

04111001136

Prass Ekasetia Putra

04111001139

Muchtar Luthfi

04111001142

Anggun Nurul Fitria

04111001143

Retno Anjar Sari

04111001144Tutor : dr. AsmaraniFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario blok 14 ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini: tutor pembimbing, dr. Dwi Handayani dan anggota kelompok 4.

Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, 21 Januari 2013

PenyusunDAFTAR ISI

Halaman judul. .i

Kata Pengantar.... ii

Daftar Isi.. iii

I. Skenario B blok 14.... 4II. Klarifikasi Istilah5III. Identifikasi Masalah...5IV. Analisis Masalah6V. Keterkaitan Antar Masalah 27VI. Hipotesis 27VII. Learning Issue. 28VIII. Sintesis... 29IX. Kerangka Konsep... 50X. Kesimpulan.51Daftar Pustaka...52I. SKENARIOSkenario B Blok 14Tn. A 67 tahun dibawa keruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg. Menurut keluarganya, sebelum koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas, setelah minumobat sebelum makan pagiPemeriksaan fisik

Kesadaran : koma, TD 90/40 mmhg, nadi 120x/ menit, suhu 36C

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik

Kadar glukosa sewaktu (GDS) dengan alat glukometer : 40mg/dl.

Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci !II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Koma

: Suatu keadaan tidak sadar diri yang dlam hingga penderita tak dapat dibangunkan walaupun dengan rangsangan. 2. DM tipe 2

: Diabetes Mellitus yang ringan kadang dasimptomatis dengan umur puncak 40 tahun.

3. Glibenklamid

: Hipoglikemik oral dari golongan sulfonilurea yang bekerja merangsang sekresi insulin dari sel beta pancreas.

4. Palpitasi

: Perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang sifatnya subjektif.

5. Glukometer

: Alat untuk mengukur kadar glukosa darah.

6. GDS

: Fase pengukuran gula pada waktu itu tanpa pasien melakukan puasa.

7. Merasa dingin

: Perasaan dimana suhu tubuh menurun.

8. Berkeringat

: Mengeluarkan air dari kelenjar keringat untuk mengatur atau menurunkan suhu tubuh.

9. Merasa cemas

: Salah satu tanda awal dari penurunan kesadaran.

10. Minum obat sebelum makan : Mengonsumsi obat beberapa saat sebelum sarapan pagi antara jam 7-8.30.

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tn.A 67 tahun, mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan minum obat glibenklamid 5 mg setiap hari.2. Tn.A 67 tahun, dibawa ke kamar gawat darurat RSMH karena koma sejak 3 jam yang lalu.

3. Sebelum koma, Tn.A mengalami keadaan merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas, dan merasa cemas setelah minum obat sebelum makan pagi.

4. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : koma, TD 90/40 mmhg, nadi 120x/ menit, suhu 36C, tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik, Kadar glukosa sewaktu (GDS) dengan alat glukometer : 40mg/dl.

IV. ANALISIS MASALAH 1. Tn.A 67 tahun, mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan minum obat glibenklamid 5 mg setiap hari.

1. Apa saja faktor resiko dari DM tipe 2?

Jawab :

Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg.

2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL 250 mg/dl dan diet tinggi gula rendah serat.

3. Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes seperti penderita

sindrom ovarium poli-kistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi Insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu dan riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata M, 2009)

2. Apa saja etiologi dari DM tipe 2?

Jawab :

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa

3. Bagaimana patofisiologi dari DM tipe 2? Jawab :

Patofisiologi pada DM tipe 2 disebabkan karena 2 hal yaitu (1) penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan (2) penurunan kemampuan sel pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri ( self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respons reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, tranlokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen syntase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resitensi insulin. Pada tahap ini, sel pancreas mengalami adaptasi diri sehingga responsnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitive, an pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin.

4. Bagaimana manisfestasi klinis dari DM tipe 2? Jawab :

Seseorang yang menderita DM tipe 2 biasanya mengalami peningkatan frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Mekanisme 3P (Poliuri, Poliphagi, Polidipsi) :

Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa/produksi glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot.Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia (kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Pada pasien DM, kadar glukosa dalam darah meningkat/tidak terkontrol, akibat rendahnya produk insulin/tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel akan starvasi. Bila kadar meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan menimbulkan diuresi sehingga pasien banyak minum (polidipsi).Glukosa terbuang melalui urin maka tubuh kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan meningkat (poliphagi). Akibat sel-sel starvasi karena glukosa tidak dapat melewati membran sel, maka pasien akan cepat lelah.

5. Bagaimana tatalaksana penderita DM tipe 2? Jawab :

TERAPI NON FARMAKOLOGI1. Pengaturan DietDiet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

Karbohidrat : 60-70%

Protein : 10-15%

Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.

Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.2. Olah RagaBerolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifatCRIPE(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.TERAPI FARMAKOLOGIApabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.

1. InsulinTerapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-selLangerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.2. Obat Hipoglikemik OralObat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.

PENGGOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORALBerdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongansulfonilureadan glinida (meglitinidadanturunan fenilalanin).

2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golonganbiguanidadantiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.

3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara laininhibitor -glukosidaseyang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga starch-blocker.

6. Jelaskan mengenai indikasi dan kontra indikasi dari penggunaan obat glibenklamid?

Jawab :

Indikasi : Diabetes militus pada orang dewasa, tanpa komplikasi yang tidak responsif dengan diet saja.Kontra indikasi : Wanita diabetes melitus yang sedanghamil,glikosuria renal non-diabetes,hipersenstivitas. Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes militus juvenil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat. Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal.7. Jelaskan mengenai dosis dan cara pemakaian obat glibenklamid Jawab :

Dosis :

Terapi glibenclamide selalu dimulai dari dosis rendah 1 kali pemberian per hari, setelah itu dosis dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat. Dosis awal 2,5 mg bersama sarapan, maksimal 15 mg per hari.

8. Bagaimana mekanisme kerja obat?

Jawab :

Mekanisme Kerja

Kerja utama sulfonylurea adalah meningkatkan rilis insulin dari pankreas. Diduga terdapat dua mekanisme kerja tambahan-suatu penurunan kadar glucagon serum dan suatu efek ekstrapankreatik dengan mengadakan efek potensiasi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran-tetapi kemaknaan klinisnya masih dipertanyakan.

Gambar 2 : mekanisme kerja sulfonylurea pada pankreas

A. Rilis Insulin dari Sel-sel B pankreas:

Sulfonylurea berikatan dengan suatu reseptor sulfonylurea yang berdaya afinitas tinggi 140 kDa yang dihubungkan dengan suatu kanal kalium yang sensitif ATP yang menyebabkan aliran ke dalam sel B. Dengan mengikat satu sulfonylurea berarti menghambat aliran ion kalium ke luar melalui kanal dan menyebabkan terjadinya depolarisasi. Sebaliknya, depolarisasi membuka kanal kalsium yang dibuka oleh voltase dan menyebabkan aliran kalsium ke dalam dan terjadi rilis insulin. Penyakat kanal kalsium dapat mencegah kerja sulfonylurea in vitro, tetapi diperlukan 100-1000 kali konsentrasi penyakat kalsium dari kadar terapeutik biasa untuk mencapai efek penyakat seperti yang simaksud tersebut, diduga karana kanal kalsium sel-sel B tidak serupa dengan kanal kalsium tipe L dari sistem kardiovaskular. Lebih jauh, diazoxide, suatu pembuka kanal kalsium yang menyerupai thiazide, menetralisasi efek insulinotropik sulfonylurea (seperti pula glukosa). Pengamatan tersebut juga memberikan suatu penjelasan mengenai efek hiperglikemia dari diuretika thiazide.

Selain menyebabkan depolarisasi sel B melalui hambatan kalan kalium,sulfonylurea mungkin memiliki fungsi selular tambahan, karena hingga 90% protein yang mengikat sulfonylurea terletak pada membran intraseluler, termasuk granul sekretori. Telah dibuktikan bahwa sulfonylurea mengadakan potensiasi eksositosis pada granul yang mengandung insulin dengan langsung bekerja pada protein pengikat tersebut.

B. Penurunan Konsentrasi Glucagon Serum:

Sekarang telah diterapkan bahwa pemberian sulfonylurea pada diabetes tipe 2 secara kronis dapat menurunkan kadar glucagon serum. Keadaan tersebut dapat berperan terhadap efek hipoglikemik dari obat. Mekanisme efek supresi sulfonylurea pada kadar glucagon tersebut tidak jelas tetapi diduga melibatkan hambatan tidak langsung yang disebabkan oleh peningkatan rilis baik pada insulin maupun somatostatin, yang menghambat sekresi sel A. Dengan tidak adanya sel B, seperti pada pasien dengan diabetes tipe 1 atau pada tikus dengan diabetes yang diinduksi oleh streptozosin, maka sulfonylurea sesungguhnya menghasilkan sedikit peningkatan glucagon. Telha dibuktikan bahwa reseptor sulfonylurea berhubungan dengan suatu kanal ion kalium dalam membran selA. Diduga ketika sulfonylurea berikatan dengan reseptor tersebut, kanal ion menutup untuk mendepolarisasi sel, sehingga menyebabkan aliran masuk kalsium dengan rilis glucagon. Keberadaan sel-sel B yang bersebelahan dalam pulau-pulau yang utuh mencegah respons tersebut, karena sulfonylurea merilis sejumlah besar insulin yang hasil akhirnya merupakan penghambat sel-sel A.

C. Potensiasi Kerja Insulin pada Jaringa Sasaran:

Terdapat bukti bahwa terjadi peningkatan ikatan insulin pada reseptor jaringan selama pemberian sulfonylurea pada pasien dengan diabetes tipe 2. Suatu peningkatan jumlah reseptor akan meningkatkan efek yang dicapai pada suatu konsentrasi agonis yang diberikan; kerja sulfonylurea yang demikian diharapkan memberikan efek potensiasi pada kadar insulin pasien yang rendah seperti pula pada pemberian insulin eksogen. Namun, efek in vivo tersebut tidak terbukti apabila insulin ditambahkan secara in vitropada jaringan sasaran insulin. Tambahan lagi, pada diabetes tipe 1 tanpa sekresi insulin endogen, terapi dengan sulfonylurea perlu dibuktikan meningkatkan kontrol glucosa darah, meningkatkan sensitivitas pemberian insulin ataupun meningkatkan ikatan reseptor dengan insulin. Pemgamatan tersebut dengan tegas menolak suatu efek potensiasi langsung sulfonylurea terhadap kerja insulin. Lebih tepatnya, pengamatan tersebut menimbulkan dugaan terjadinya suatu manfaat sekunder efek metabolik yang dihasilkan dari penurunan glikemia atau kadar asam lemak seperti sulfonylurea meningkatkan rilis insulin pada pasien diabetes tipe 2.

9. Jelaskan efek samping dari obat gllibenklamid ?

Jawab :

Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.

2. Tn. A 67 tahun, dibawa ke kamar gawat darurat RSMH karena koma sejak 3 jam yang lalu.

1. Jelaskan mengenai klasifikasi tingkat kesadaran?

Jawab:

1. Compos Mentis(conscious),yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen(Obtundasi, Letargi),yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor(soporo koma),yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

6. Coma(comatose),yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

2. Jelaskan mengenai klasifikasi koma serta berdasarkan skenario termasuk koma apa? Jawab :Koma dapat berasal intracranial atau extracranial. Contoh-contohnya diberikan dibawah ini :

A. Intracranial

Cedera kepala, cerebrovaskuler accident, infeksi SSP, tumor,penyakit-penyakit konvulsi, penyakit degeneratif, meningkatnya tekanan intracranial,kelainan psikiatri.

B. ExtracranialKelainan vascular seperti padaperdarahan hebat, infark myocardium, hipertensi arterial): kelainan metabolisme(diabetic acidosis, hipoglikemia, uremia, coma hepaticum, krisis addison, gangguankeseimbangan elektrolit): intoksikasi (alkohol, barbiturat, narkotik, bromida,analgesik, ataractic, carbon monoxida, logam-logam berat): lain-lain (hiperthermiahipothermia, cicatric shock, anaphylaxis, infeksi sistemik yang berat)Berdasarkan susunan anatomi, koma dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik 1. Koma bihemisferik

Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur, metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua, untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh blood brain barrier.

Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit. Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50% dipakai untuk intesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi.

Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme. Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik.2. Koma diensefalik

Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.

Pada skenario ini, koma Tn.A menurut pernyataan diatas termasuk koma extracranial (gangguan metabolic) sedangkan bedasarkan susunan anatomi koma nya temasuk koma bihesmiferik3. Bagaimana penyebab dan mekanisme koma? Jawab:

Mekanisme :

Glukosa darah proses oksidasi terganggu tidak terbentuk ATP fungsi neuron akan lenyap penurunan kesadaran koma

Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap,bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.4. Bagaimana hubungan pemberian obat glibenklamid dengan koma? Jawab :

Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan ganggaun fungsi hepar dan atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut ( akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma.penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia3. Sebelum koma, Tn.A mengalami keadaan merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas, dan merasa cemas setelah minum obat sebelum makan pagi.1. Bagaimana mekanisme dan penyebab berdasarkan skenario dari :

a. Merasa dingin Jawab :

Pada keadaan hipoglikemia, tubuh mensekresikan hormone kontra regulator berupa epinefrin yang berfungsi sebagai vasodilatator sehingga temperature menjadi turun akibat nya tubuh merasakan dingin. b. Berkeringat

Jawab :

Ketika dimana keadaan glukosa menurun drastis, akan mempengaruhi kerja dari hipotalamus terutama jalur simpatis sehingga mengeluarkan hormon kontra regulator dalam hal ini epineprin, epineprin ini berfungsi sebagai vasodilatator kulit pada kelenjar keringat akibat nya semakin banyak produksi air yang disekresi kan hal itu lah mengapa pada kasus ini Tn.A gampang berkeringat. c. Palpitasi Jawab :

Penyebab1. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pancreas2. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar glukosa darahnya.3. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.4. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan gukosa dihati. Mekanisme :

Hipoglikemia ( epinefrin meningkat ( aktivitas saraf simpatik meningkat ( palpitasi

Palpitasi pada kasus ini disebabkan oleh kondisi hipoglikemik pada pasien, lebih tepatnya terjadi kekurangan glukosa di otak. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak, seperti palpitasi bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral, termasuk yang dikonsumsi pasien yaitu obat glibenklamid yang merupakan golongan sulfonylurea. Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma.d. Badan lemas Jawab :

Mekanisme :

Kekurangan glukosa diseluruh tubuh sel-sel tidak dapat membentuk ATP badan menjadi lemas.e. Merasa cemas

Jawab :

Mekanisme :

Cemas bisa kita rasakan sehari-hari dengan adanya pemicu dari lingkungan ataupun internal diri kita sendiri. Kondisi sakit fisik, tekanan stres psikologis dan stres dari lingkungan sosial bisa membuat kecemasan pada diri kita. Rasa cemas ini kemudian diintepretasikan sebagai suatu stres oleh otak kita dan membuat otak kita meresponnya. Kondisi ini adalah bagian dari mekanisme sistem otak untuk mempertahankan kestabilan di dalam otak manusia.

Respon stres tersebut dapat berupa pengaktifan sistem saraf otonom yang terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Inilah yang membuat respon orang terhadap cemas seperti gejala-gejala seperti jantung berdebar, perasaan sesak napas, keringat dingin, ingin buang air besar/kecil, perasaan melayang, rasa seperti tidak stabil, gemetaran, kesemutan, perasaan tidak terkendali. Kondisi ini kemudian yang dirasakan pasien sebagai gejala psikosomatik.

Mekanisme adaptasi stres oleh otak biasanya memang didasarkan karena adanya pemicu dalam hal ini disebebkan oleh hipoglikemi, pada suatu kondisi stres kronik maka otak bisa memberikan respon secara otomatis walaupun tidak ada pemicu.

Inilah yang menyebabkan pasien-pasien terutama pasien gangguan cemas panik merasakan adanya kondisi kecemasan dan gejala psikosomatik yang akut padahal dia tidak sedang dalam kondisi stres saat itu terjadi. Respon otomatis ini sebenarnya menandakan bahwa otak telah berada pada fase kelelahan (exhausted) yang pada hal ini disebabkan oleh berkurangnya kadar glukosa dalam darah yang akhirnya menyebabkan responnya kacau terhadap stres.f. Bagaimana hubungan pemberian obat glibenklamid sebelum makan pagi dengan gejala? Jawab :

Glibenklamid adalah obat anti diabetes tipe sulfonylurea. Pemberian sulfonylurea pada diabetes tipe 2 secara kronis dapat menurunkan kadar glucagon serum. Keadaan tersebut dapat berperan terhadap efek hipoglikemik dari obat. Gejala yang di alami oleh Tn.A tersebut adalah gejala terjadinya hipoglikemik yang juga efek samping dari penggunaan glibenklamid.

4. Pemeriksaan fisik : Kesadaran : koma, TD 90/40 mmhg, nadi 120x/ menit, suhu 36C, tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik, Kadar glukosa sewaktu (GDS) dengan alat glukometer : 40mg/dl.1. Jelaskan interpretasi hasil pemeriksaan fisik? Jawab :

1) Tekanan darah: 90/40 mmHg (Normal: 120/80)

2) Nadi: 120 kali/menit

3) Suhu: 36 oC (Normal : 36,2 -37,6 oC)

4) GDS: 40 mg/dl (Normal: 70 99 mg/dl)

2. Bagaimana makna dari interpretasi hasil pemeriksaan fisik sesuai skenario ? Jawab :

1. Hipoglikemia menyebabkan vasodilatasi untuk mengalirkan glukosa sehingga tekanan darahnya rendah.

2. Nadi meningkat karena terjadi palpitasi akibat adanya pelepasan hormon epinefrin

3. Suhu yang rendah disebabkan karena respon epinefrin yang berlebihan sehingga mengeluarkan keringat dan terjadi kehilangan panas.

4. Glukosa darah rendah disebabkan oleh penggunaan obat golongan sulfonylurea yang tidak diimbangi dengan karbohidrat yang cukup.

3. Apa saja diagnosis banding pada kasus ini ?Jawab :

1. Kelebihan insulin, yang bisa terjadi akibat insulin eksogen, endigen (biasanya akibat insulinoma atau pengobatan dengan sulfonilurea (seringkali klorpropamid atau glibenklamid, karena masa kerja yang lama

2. Setelah mengonsumsi alkohol berlebihan

3. Pascagastrektomi

4. Hipopituitarisme dan hipoadrenalisme

5. Hungry neoplasm, misalnya kanker hati

4. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dari skenario?

Jawab :

Cara menegakkan diagnosis pada kasus ini meliputi ;

Adanya gejala dan tanda hipoglikemia Kadar glukosa plasma yang rendah Terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui pemberian glukosa eksogen.Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL. Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil pemeriksaan kadar gula darah. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Jika dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap insulin. Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam).Pemeriksaan CTscan, MRI atau USG sebelum pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.

5. Bagaimana penatalaksanaan dalam kasus ini ? Jawab :

1. Terapi non farmakologi

Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil2. Terapi farmakologi

Infuse martos ( maltose 10%) atau glukosa 10% bila belum sadar dapat diulang 25 CC glukosa 40% setiap jam (sampai sadar) dan dapat diulang sampai enam kali . gunakan rumus 1.2.3 (Injeksi gula 40% IV 25 ml (encerkan dua kali) . Rumus 1 : Diberikan 1 flash bila kadar gula darah 60 -90 mg/dl Rumus 2 : Diberikan 2 flash bila kadar gula darah 30 60 mg/ dl Rumus 3 : Diberikan 3 flash bila kadar gula darah < 30 mg / dl Injeksi metil prednisolon 62,5 125 mg IV diulang serta dikombinasi fenitoin 3x 100 mg IV atau fenitoin oral dengan dosis 3 x 100 mg sebelum makan 5 Bila perlu, injeksi efedrin (bila tidak ada kontraindikasi jantung, dll) 25 50 mg atau injeksi glucagon 1 mg IM6. Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini ?Jawab:

Pada pemberian glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati karena apabila pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksis untuk jaringan dan ekstravasasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 75-100 ml glukosa 20% atau 150-200ml glukosa 10% dianggap lebih aman untuk penatalaksanaan kasus ini.

7. Bagaimana prognosis untuk kasus ini ?Jawab :

Prognosis untuk pasien ini tergantung dari penyebab utama penyakit, pada Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial, dan juga kematian dapat terjadi apabila terlambat dalam pengobatan. 8. Bagaimana upaya dalam pencegahan pada kasus ini ?

Jawab :

Utnuk mencegah timbulnya komplikasi menahun, ancaman timbulnya hipoglikemi merupakan faktor limitasi utama dalam kendala glikemi pada pasien DMT1 dan DMT2 yang mendapat terapi insulin. Dengan mengenal lebih awal tanda hipoglikemi pasien dan keluarga mencegah kejadian hipoglikemi yang lebih berat. Ketidakmampuan pasien mengenal gejala dini hipoglikemi (hipoglikemi unawareness) menyebabkan pasien rentan terhadap kejadian hipoglikemi.

9. Jelaskan mengenai standar kompetensi dokter umum pada kasus DM tipe 2 dan Koma hipoglikemik? Jawab :

Pada kasus DM tipe 2, kompetensi dokter umum yaitu pada tingkat 4:Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.Pada koma dan hipoglikemia, kompetensi dokter umum yaitu pada tingkat 3b :Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

V. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

Tn. A 67 tahun mengalami DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu

VI. HIPOTESIS Tn. A 67 tahun mengalami koma diabetikum akibat hipoglikemikVII. LEARNING ISSUE Pokok BahasanWhat I knowWhat I dont knowWhat I have to proveHow will I learn

Diabetes Mellitus Tipe 2Definisi Penyebab, mekanisme, manisfestasi klinis, faktor resiko.Internet,

textbook,

jurnal

Obat GlibenklamidDefinisi dan gambaran umumMekanisme, cara pemakaian, dosis, kontra dan indikasi obat dll. Hubungan pemberian obat glibenklamid dengan gejala

Hipoglikemik

Definisi Penyebab, patofisiologi dll.

Homeostatis glukosa Definisi Proses metabolism glukosa

VIII. SINTESIS1. DM TIPE 2a. Definisi Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabete mellitus tipe 2 dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2001).b. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsan pengambilan glukosa oleh jaringa perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsan sekresi insulin lain. Berarti sel pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

c. Faktor resiko Diabetes Mellitus Tipe 2Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain:

Kelainan genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. UsiaUmumnya penderita DM tipe 2 mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe 2 sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.

Gaya hidup stress

Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe 2. Pola makan yang salah

Pada penderita DM tipe 2 terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe 2 adalah mereka yang tergolong gemuk.

d. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus Tipe 2

Seseorang yang menderita DM tipe 2 biasanya mengalami peningkatan frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.

Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula (Smeltzer & Bare, 2002).

e. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe II

DM tipe II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun DM merajalela ke mana-mana bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga berdenging atau tuli, sering berganti kacamata (dalam setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir dengan kebutaan), kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi serangan jantung koroner, payah ginjal neuphropathy, saraf-saraf lumpuh, atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke.

Pasien DM tipe II mempunyai risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress, stress dapat merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormonhormon kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH, kortisol,dan lainlain. Akibatnya hal ini akan mempercepat terjadinya komplikasi yang buruk bagi penderita diabetes mellitus (Nadesul, 2002).f. Perubahan yang terjadi pada penderita DM Tipe II

1. Perubahan Fisiologi

Setiap penderita DM tipe 2 yang mengalami perubahan fisik terdiri dari sering buang air, merasa lapar,mersa haus, berkeringat dingin, luka lama sembuh, gemetaran dan pusing, sehingga menimbulkan ketakutan atau stress (Nadesul,2002).1. Perubahan Psikologi

Hidup dengan DM tipe 2 dapat memberikan beban psikologi bagi penderita maupun anggota keluarganya. Respon emosional negate terhadap diagnosa bahwa seseorang mengidap penyakit DM tipe 2 dapat berupa penolakan atau tidak mau mengakui kenyataan, cemas, marah, merasa berdosa dan depresi (Darmono, 2007).

g. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe II

Tujuan utama pada penatalaksanaan DM adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik, pengobatan primer dari diabetes tipe I adalah insulin, sedangkan untuk pengobatan utama diabetes mellitus tipe II adalah penurunan berat badan (Brunner & Suddart, 2002). Pada pasien DM tipe II cukup dengan menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal, tapi bila harus dengan obat ada dua jenis obat yaitu untuk pasien gemuk dan untuk pasien kurus.

Beberapa prinsip pengelolahan kencing manis adalah : (1) Edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar menjalankan perilaku hidup sehat, (2) Diet (nutrisi) yang sesuai dengan kebutuhan pasien, dan pola makan yang sehat, (3) Olah raga seperti aerobik (berenang, bersepeda, jogging, jalan cepat) paling tidak tiga kali seminggu, setiap 15-60 menit sampai berkeringat dan terengah-angah tanpa membuat nafas menjadi

sesak atau sesuai dengan petunjuk dokter, (4) Obat-obat yang berkhasiat menurunkan kadar gula darah, sesuai dengan petunjuk dokter.2. GLIBENKLAMIDGlibenclamide/Glyburide

Gambar 1 : struktur glibenclamide

Nama & Struktur Kimia : 1-[[p-[2-(5-chloro-o-anisamido)-ethyl]phenyl]-sulfo-nyl]-3-cyclohexylureaSifat Fisikokimia : Serbuk kristalin putih, BM 493,99

Sintesis

N-acetyl derivat dari -phenethylamine bereaksi dengan chlorosulfonic acid sehingga membentuk derivat para sulfonyl chloride. Kemudian terjadi ammonolysis, diikuti oleh katalisasi pemindahan acetamide. Kemudian di-alkil dengan 2-methoxy-5-chlorobenzoic acid chloride untuk memberi amida hubungan . Pada akhirnya akan direaksikan dengan cyclohexyl isocyanate untuk membentuk sulfonylurea glibenclamide (3)

Farmasi umum

Dosis :

Terapi glibenclamide selalu dimulai dari dosis rendah 1 kali pemberian per hari, setelah itu dosis dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat. Dosis awal 2,5 mg bersama sarapan, maksimal 15 mg per hari.Nama Dagang :- Abenon- Clamega- Condiabet- Daonil

- Diacella- Euglucon- Fimediab- Glidanil

- Glimel- Glimel- Gliseta- Gluconic

- Glyamid- Glynase Pres Tab- Harmida- Hisacha

- Latibet- Libronil- Merzanil- Prodiabet

- Prodiamel- Renabetic- Samclamide- Semi Euglucon

- Semi Gliceta- Tiabet- Glibenclamide (Generik)

Bentuk sediaan

Kaptab 5 mg, Tablet 2,5 dan 5 mgStabilitas PenyimpananStabil jika disimpan dalam keadaan kering, jauh dari sinar matahari langsung.Farmakologi Umum

Indikasi :

Diabetes Melitus Tipe II ringan-sedangKontraindikasi

Hipersensitif terhadap glibenklamid atau senyawa OHO golongan sulfonilurea lainnya. Porfiria. Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma. Penggunaan OHO golongan sulfonilurea pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal merupakan kontraindikasi, namun glibenklamid dalambatas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal ringan. Diperkirakan mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Komplikasi diabetes karena kehamilan. (4)

I. Farmakodinamik

Mekanisme Kerja

Kerja utama sulfonylurea adalah meningkatkan rilis insulin dari pankreas. Diduga terdapat dua mekanisme kerja tambahan-suatu penurunan kadar glucagon serum dan suatu efek ekstrapankreatik dengan mengadakan efek potensiasi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran-tetapi kemaknaan klinisnya masih dipertanyakan.

Gambar 2 : mekanisme kerja sulfonylurea pada pankreas

g. Rilis Insulin dari Sel-sel B pankreas:

Sulfonylurea berikatan dengan suatu reseptor sulfonylurea yang berdaya afinitas tinggi 140 kDa yang dihubungkan dengan suatu kanal kalium yang sensitif ATP yang menyebabkan aliran ke dalam sel B. Dengan mengikat satu silfonylurea berarti menghambat aliran ion kalium ke luar melalui kanal dan menyebabkan terjadinya depolarisasi. Sebaliknya, depolarisasi membuka kanal kalsium yang dibuka oleh voltase dan menyebabkan aliran kalsium ke dalam dan terjadi rilis insulin. Penyakat kanal kalsium dapat mencegah kerja sulfonylurea in vitro, tetapi diperlukan 100-1000 kali konsentrasi penyakat kalsium dari kadar terapeutik biasa untuk mencapaiefek penyakat seperti yang simaksud tersebut, diduga karana kanal kalsium sel-sel B tidak serupa dengan kanal kalsium tipe L dari sistem kardiovaskular. Lebih jauh, diazoxide, suatu pembuka kanal kalsium yang menyerupai thiazide, menetralisasi efek insulinotropik sulfonylurea (seperti pula glukosa). Pengamatan tersebut juga memberikan suatu penjelasan mengenai efek hiperglikemia dari diuretika thiazide.

Selain menyebabkan depolarisasi sel B melalui hambatan kalan kalium,sulfonylurea mungkin memiliki fungsi selular tambahan, karena hingga 90% protein yang mengikat sulfonylurea terletak pada membran intraseluler, termasuk granul sekretori. Telah dibuktikan bahwa sulfonylurea mengadakan potensiasi eksositosis pada granul yang mengandung insulin dengan langsung bekerja pada protein pengikat tersebut.h. Penurunan Konsentrasi Glucagon Serum:

Sekarang telah diterapkan bahwa pemberian sulfonylurea pada diabetes tipe 2 secara kronis dapat menurunkan kadar glucagon serum. Keadaan tersebut dapat berperan terhadap efek hipoglikemik dari obat. Mekanisme efek supresi sulfonylurea pada kadar glucagon tersebut tidak jelas tetapi diduga melibatkan hambatan tidak langsung yang disebabkan oleh peningkatan rilis baik pada insulin maupun somatostatin, yang menghambat sekresi sel A. Dengan tidak adanya sel B, seperti pada pasien dengan diabetes tipe 1 atau pada tikus dengan diabetes yang diinduksi oleh streptozosin, maka sulfonylurea sesungguhnya menghasilkan sedikit peningkatan glucagon. Telha dibuktikan bahwa reseptor sulfonylurea berhubungan dengan suatu kanal ion kalium dalam membran selA. Diduga ketika sulfonylurea berikatan dengan reseptor tersebut, kanal ion menutup untuk mendepolarisasi sel, sehingga menyebabkan aliran masuk kalsium dengan rilis glucagon. Keberadaan sel-sel B yang bersebelahan dalam pulau-pulau yang utuh mencegah respons tersebut, karena sulfonylurea merilis sejumlah besar insulin yang hasil akhirnya merupakan penghambat sel-sel A.i. Potensiasi Kerja Insulin pada Jaringa Sasaran:

Terdapat bukti bahwa terjadi peningkatan ikatan insulin pada reseptor jaringan selama pemberian sulfonylurea pada pasien dengan diabetes tipe 2. Suatu peningkatan jumlah reseptor akan meningkatkan efek yang dicapai pada suatu konsentrasi agonis yang diberikan; kerja sulfonylurea yang demikian diharapkan memberikan efek potensiasi pada kadar insulin pasien yang rendah seperti pula pada pemberian insulin eksogen. Namun, efek in vivo tersebut tidak terbukti apabila insulin ditambahkan secara in vitropada jaringan sasaran insulin. Tambahan lagi, pada diabetes tipe 1 tanpa sekresi insulin endogen, terapi dengan sulfonylurea perlu dibuktikan meningkatkan kontrol glucosa darah, meningkatkan sensitivitas pemberian insulin ataupun meningkatkan ikatan reseptor dengan insulin.

Pemgamatan tersebut dengan tegas menolak suatu efek potensiasi langsung sulfonylurea terhadap kerja insulin. Lebih tepatnya, pengamatan tersebut menimbulkan dugaan terjadinya suatu manfaat sekunder efek metabolik yang dihasilkan dari penurunan glikemia atau kadar asam lemak seperti sulfonylurea meningkatkan rilis insulin pada pasien diabetes tipe 2. (5)

II. Farmakokinetik

Semua golongan sulfonilurea diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral. Dapat diminum bersama makanan. gliburid lebih efektif diminum 30 menit sebelum makan.

Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar terikat pada protein plasma terutama albumin (70-99%).

Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik (84 9%).

Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian kadar dalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. Masa kerja sekitar 15 = 24 jam. Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif. Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan metabolit lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi. Hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Glibenklamid tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun dalam pemberian berulang.

Glibenclamide memiliki sedikit efek yang tidak diinginkan selain dari potensinya untuk menyebabkan hipoglikemia. Warna kemerahan pada wajah (flushing) jarang dilaporkan setelah mengkonsumsi ethanol. Gliburide tidak menyebabkan retensi air-seperti yang terjadi pada chlorpromide-tetapi sedikit meningkatkan klirens air bebas. III. Toksisitas

Efek samping

Efek samping glibenclamide umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan. Adverse reactionHipoglikemik, CNS (asthenia, tremor, nyeri, insomnia, depresi, konfusi), dermatologik (reaksi alergi kulit, eksema, pruritis, urtikaria), GI (mual, rasa terbakar), hematologi (leukopenia, agranulositosis, eosinofilia).

Pengaruh1. Terhadap Kehamilan : Faktor risiko kehamilan FDA : Kategori C Penggunaan OHO golongan sulfonilurea tidak dianjurkan pada wanita hamilGlibenklamid tidak terbukti secara signifikan dapat melintasi plasenta, namun sebuah penelitian retrospektif menunjukkan bahwa risiko terjadinya eklampsia pada penggunaan glibenklamid lebih tinggi dibandingkan penggunaan insulin,juga meningkatkan insidensi fototerapi pada neonatus.

2. Terhadap Ibu Menyusui : Penggunaan OHO golongan sulfonilurea tidak dianjurkan pada ibu menyusui, walaupun tidak terkumpul bukti signifikan yang menunjukkan glibenklamid dapat memasuki ASI jika diberikan pada ibu menyusui.Interaksi

- Dengan Obat Lain : Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik

Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek sulfonilurea.

Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa.

Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO

Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik

Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea

Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme)

Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik

Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea

Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea

Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia

Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap OHO

Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan, misalnya tremor

Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik

Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea. Pengobatan jangka panjang pada Type 2 Diabetic dengan Glimepiride (Amaryl): perbandingan dengan Glibenclamide Sebuah internasional prospektif, percobaan double-blind yang membandingkan nilai terapeutik jangka panjang glimepirid dengan glibenklamid pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Pasien yang stabil dengan glibenklamid secara acak diberikan glimepirid 1mg (524 pasien) atau glibenklamid 2,5 mg (520 pasien). Kelompok perlakuan dibandingkan sehubungan dengan usia (60,2 tahun), indeks massa tubuh (26.5 kg/m2), durasi diabetes (5,0 tahun) dan kadar glukosa darah puasa (163 mg / dl [9.0 mmol / l]). Dosis yang diberikan meningkat bertahap, sampai dengan 8 mg untuk glimepirid (sekali sehari) dan 20 mg untuk glibenklamid (> 10 mg sebagai dosis terbagi), sampai kontrol metabolik (glukosa darah puasa 150 mg / dl [8.3 mmol / l]), atau dosis maksimum tercapai. Setelah satu tahun pengobatan, pasien memasuki penelitian lebih lanjut. Hasil laboratorium untuk evaluasi kontrol metabolik, ditemukan rata-rata hemoglobin terglikasi dan rata-rata glukosa darah puasa, adalah 8,4% dan 174 mg / dl (9,7 mmol / l) untuk glimepirid dan 8,3% dan 168 mg / dl (9,3 mmol / l) untuk glibenklamid. Perbedaan antara kelompok perlakuan tidak dianggap relevan secara klinis menurut peneliti. Secara statistik rendahnya insulin puasa dan rendahnya nilai C-peptida ditemukan pada pasien glimepirid dibandingkan dengan glibenklamid (perbedaan: / [p = 0,04] insulin, -0,92 U ml; C-peptida, -0,14 ng / [p = 0,03] ml). Kedua kelompok perlakuan menunjukkan profil keamanan setara. Adverse effect konsisten dengan sifat populasi pasien diabetes yang telah dipelajari. Lebih sedikit terjadi reaksi hipoglikemia dengan glimepirid dibandingkan dengan glibenklamid (105 banding 150 episode). Pada 457 follow up pasien ditemukan glimepiride (1 - 8 mg) sekali sehari memberikan kontrol metabolik setara dengan dosis lebih tinggi (2,5-20,0 mg) glibenklamid. 3. HIPOGLIKEMIK

Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal-rendah) terjadi kalau kadar glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa darah hingga di bawah 10 mg/dl), dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat terjadi koma (koma hipoglikemik). Pada sebagian besar kasus

koma hipoglikemik yang ditemukan di tempat pelayanan kesehatan umum (klinik/RS) penyebab utamanya adalah karena terapi pemberian insulin pada pasien penderita diabetes mellitus. Pada penelitian survey yang dilakukan olehDepartment of Neurology and Neurological Sciences, and Program in Neurosciences, Stanford University School of Medicine,terdapat setidaknya 93,2% penyebab masuknya seseorang dengan gejala koma hipoglikemik adalah mereka yang menderita diabetes mellitus dan telah menjalani terapi pemberian insulin pada rentang waktu sekitar 1,5 tahunan.

A.Anatomi Fisiologi

1.Pengaturan Kadar Glukosa Darah

Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi kebutuhan tubuh, khususnya sistem saraf dan peredaran darah (eritrosit). Kegagalan glukoneogenesis berakibat FATAL, yaitu terjadinya DISFUNGSI OTAK yang berakibat KOMA dan kematian. Hal ini terjadi bilamana kadar glukosa darah berada di bawah nilai kritis.Nilai normal laboratoris dari glukosa dalam darah ialah : 65 110 ml/dL atau 3.6 6.1 mmol/L. Setelah penyerapan makanan kadar glukosa darah pada manusia berkisar antara 4.5 5.5 mmol/L. Jika orang tersebut makan karbohidrat kadarnya akan naik menjadi sekitar 6.5 7.2 mmol/L.Saat puasa kadar glukosa darah turun berkisar 3.3 3.9 mmol/L.Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolik dan hormonal. pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik.Aktivitas metabolik yang mengatur kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (1) Mutu dan Jumlah Glikolisis dan glukoneogenesis, (2) Aktivitas enzim-enzim, seperti glukokinase dan heksokinase. Hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar glukosa darah adalah insulin. insulin dihasilkan dari sel-sel b dari pulau-pulau langerhans pankreas dan disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan hiperglikemia.Proses pelepasan insulin dari sel B pulau Langerhans Pankreas dijelaskan sebagi berikut :

1. Glukosa dengan bebas dapat memasuki sel-sel B Langerhans karena adanya Transporter glut 2. glukosa kemudian difosforilasi oleh enzim glukokinase yang kadarnya tinggi. Konsentrasi glukosa darah mempengaruhi kecepatan pembentukan ATP dari proses glikolisis, glukoneogenesis, siklus Kreb dan Electron Transport System di mitokondria.

2. Peningkatan produksi ATP akan menghambat pompa kalium ( K+pump) sehingga membran sel-sel B mengalami depolarisasi sehingga ion-ion Kalsium ( Ca2+) masuk ke dalam membran dan mendorong terjadinya eksositosis insulin. Selanjutnya insulin dibawa darah dan mengubah glukosa yang kadarnya tinggi menjadi glikogen.

3. Enzim yang kerjanya berlawanan dengan insulin adalah glukagon. glukoagon dihasilkan oleh sel-sel a langerhans pankreas. sekresi hormon ini distimulasi oleh keadaan hipoglikemia. bila glukoagon yang dibawa darah sampai di hepar maka akan mengaktifkan kerja enzim fosforilase sehingga mendorong terjadinya glukoneogenesis. B.Etiologi

Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:

1. Pelepasan insulin yang berlebihan olehpankreas

2. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya

3. Kelainan padakelenjar hipofisaataukelenjar adrenal

4. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati

5. Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan obat penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.6. Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karenasel-sel pulaupankreasnya tidak membentukglukagonsecara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah. Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkanstupor.Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.

7. orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.8. Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.9. Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan makanan yang mengandung gulafruktosadangalaktosaatauasam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.10. Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zat-zat tersebut.

11. Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma).

12. Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.13. Penyebab lainnya adalah penyaktiautoimun, dimana tubuh membentukantibodiyang menyerang insulin.C.Patofisiologi

Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.

D.Manifestasi Klinis

Hipoglikemi terjadi karena adanya kelebihan insulin dalam darah sehingga menyebabkan rendahnya kadar gula dalam darah. Kadar gula darah yang dapat menimbulkan gejala-gejala hipoglikemi, bervariasi antara satu dengan yang lain.

Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.E.Evaluasi DiagnostikGejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL. Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil pemeriksaan kadar gula darah. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Jika dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap insulin. Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam).Pemeriksaan CTscan, MRI atau USG sebelum pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.

F.Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.4. HOMEOSTATIS GLUKOSA Glukosamerupakan pusat dari semua metabolisme. Glukosa adalah bahan bakar universal bagi sel manusia dan merupakan sumber karbon untuk sintesis sebagian besar senyawa lainnya. Semua jenis sel manusia menggunakan glukosa untuk memperolehenergi. Gula lain dalam makanan (terutama fruktosa dan gataktosa) diubah menjadi glukosa atau zat antara dalam metabolisme glukosa.Glukosaadalah prekursor untuk sintesis bermacam-macam gula lain yang diperlukan untuk pembentukan senyawa khusus, misalnya laktosa, antigen permukaan sel, nukleotida, atau glikosaminoglikan. Glukosa juga merupakan prekursor pokok bagi senyawa nonkarbohidrat; glukosa dapat diubah menjadi lemak (termasuk asam lemak,kolesterol, dan hormon steroid),asam amino, dan asam nukleat. Dalam tubuh manusia, hanya senyawa-senyawa yang disintesis dari vitamin, asam amino esensial, dan asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis dari glukosa.Lebih dari 50% kalori dalam makanan sehari-hari di Amerika Serikat diperoleh dari kanji, sukrosa, dan laktosa.Karbohidratmakanan ini diubah menjadi glukosa, galaktosa, dan fruktosa di saluran cerna. Monosakarida diserap dari usus, masuk ke dalam darah, dan berpindah ke jaringan tempat zat tersebut dimetabolis.

Setelah dibawa ke dalam sel, glukosa mengalami fosforilasi oleh suatu heksokinase menjadiglukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat kemudian dapat masuk ke sejumlah jalur metabolik. Tiga jalur yang biasa terdapat pada semua jenis sel adalah glikolisis, jalur pentosa fosfat, dan sintesis glikogen. Di dalam jaringan, fruktosa dan gataktosa diubah menjadi zat antara metabolisme glukosa. Dengan demikian, nasib gula-gula ini sejajar dengan nasib yang dialami oleh glukosa.

Nasib utama glukosa 6-fosfatadalah oksidasi melalui jalur glikolisis, yang merupakansumber ATPuntuk semua jenis sel. Sel yang tidak memiliki mitokondria tidak dapat mengoksidasi bahan bakar lain. Sel tersebut menghasilkan ATP dari glikolisis anaerobik (perubahan glukosa menjadi laktat). Sel yang memiliki mitokondria mengoksidasi glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui glikolisis dan siklus asam trikarboksilat. Sebagian jaringan, misalnya otak, bergantung pada oksidasi glukosa menjadi CO2 dan H2O untuk penyediaan energi karena kapasitas jaringan tersebut menggunakan bahan bakar lain terbatas.

Glukosa menghasilkan zat antara pada glikolisis dan siklus asam trikarboksilat yang digunakan untuk sintesis asam amino dan gugus gliserol serta asam lemak pada triasilgliserol.

Nasib glukosa 6-fosfat lainnya yang penting adalah oksidasi melalui jalur pentosa fosfat, yang menghasilkan NADPH. Ekuivalen reduksi pada NADPH digunakan untuk reaksi biosintetik dan untuk mencegah kerusakan oksidatif pada sel. Dalam jalur ini, glukosa mengalami dekarboksilasi oksidatif menjadi gula 5-karbon (pentosa), yang dapat masuk kembali ke jalur glikolitik. Gula-gula tersebut juga dapat digunakan untuk sintesis nukleotida.

Glukosa 6-fosfat juga diubah menjadi UDP-glukosa, yang memiliki banyak fungsi di dalam sel. Nasib utama UDP-glukosa adalah sintesis glikogen, yaitu polimer untuk menyimpan glukosa. Walaupun sebagian besar sel memiliki glikogen sebagai pemasok glukosa dalam keadaan darurat, namun simpanan terbesar adalah di otot dan hati. Glikogen otot digunakan untuk menghasilkan ATP selama kontraksi otot. Glikogen hati digunakan untuk mempertahankan kadar glukosa darah selama puasa dan olahraga atau pada saat kebutuhan meningkat. UDP-Glukosa juga digunakan untuk membentuk gula lain, dan galaktosa dan glukosa dapat dipertukarkan sementara terikat ke UDP. UDP-Galaktosa digunakan untuk sintesis laktosa di kelenjar payudara. Di hati, UDP-glukosa dioksidasi menjadi UDP-glukuronat, yang digunakan untuk mengubah bilirubin dan senyawa toksik lainnya menjadi glukuronida untuk ekskresi.

Gula nukleotida juga digunakan untuk sintesis proteoglikan, glikoprotein. dan glikolipid. Proteoglikan adalah komponen karbohidrat yang utama pada matriks ekstrasel, tulang rawan, dan cairan ekstrasel (misalnya cairan sinovium sendi). Sebagian besarproteinekstrasel adalah glikoprotein, yaitu, protein ekstrasel secara kovalen melekat ke karbohidrat. Untuk glikolipid dan glikoprotein membran sel, bagian karbohidrat meluas ke dalam ruang ekstrasel.

Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa; tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan (sekitar 80-100 mg/dL) walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja. Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa darah yang rendah (hipoglikemia) dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar (glikogenolisis); melalui sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati (glukoneogenesis) dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa (lipolisis) sebagai bahan bakar alternatif apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi (hiperglikemia) dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati. Dengan demikian, jalur penggunaan glukosa sebagai bahan bakar tidak dapat dianggap terpisah sama sekali dari jalur yang melibatkan metabolisme asam amino dan asam lemak.

Keseimbangan antar jaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolikinsulindan glukagon. Namun, kortisol, epinefrin, norepinefrin, dan hormon lain juga berperan dalam penyesuaian pasokan dan kebutuhan antar jaringan sebagai respons terhadap perubahan dalam status fisiologis.

IX. KERANGKA KONSEPTn.A 67 tahun

mengalami DM tipe 2

Mengonsumsi obat glibenklamid

Peningkatan sekresi insulin

Hipoglikemi

Sekresi Epinefrin

Vasodilatasi

berkeringat

X. KESIMPULAN Tn.A 67 tahun mengalami Koma Hipoglikemik didahului dengan gejala merasa dingin, berkeringat, palpitasi, dan merasa cemas akibat penggunaan obat glibenklamid dari golongan sulfonilurea .DAFTAR PUSTAKA1. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III edisi IV . Jakarta : EGC2. Almatsier, Sunita. 2006.Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

3. Baradero, Mary. 2009.Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.

4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

5. Katzung, Bertram G.1997.Farmakologi Dasar dan Klinik.Jakarta:EGC

6. Kumar, Vinay, dkk.2007.Buku Ajar Patologi Robbins.Jakarta:EGC

7. Maryunani, Anik. 2008.Buku Saku Diabetes Pada Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media8. Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Buku Kedokteran.EGC : Jakarta

9. Nurachmah, Elly. 2001. NutrisiDalam Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

10. Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC

11. RA, Nabyl. 2009.Cara Mudah Mencegah dan Mengobati Diabetes Melitus. Yogyakarta: Aulia Publishing.

12. Saraswati, Sylvia. 2009.Diet Sehat. Jogjakarta: A+Plus Books.

13. Soegondo,dkk. 2009.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

14. Suyono, Slamet. 2002.Pedoman Diet Diabetes Melitus.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Tn.A 67 tahun mengalami koma sejak 3 jam yang lalu

Timbul gejala merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa dingin

Mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg sebelum makan pagi

Asupan Glukosa

Glukosa otak

ATP Sel

Koma Hipoglikemi

Cemas

Cemas

CO naik

palpitasi

TD rendah

Temperatur rendah 36C

PAGE 19