This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN TUTORIAL
BLOK MUSKULOSKELETAL
SKENARIO 3
“Luka di Kakiku Tidak Sembuh-Sembuh”
KELOMPOK 13
AFIF BURHANUDIN G0013002
AMELIA IMAS VOLETA G0013024
CHRISTOPHER BRILLIANTO G0013064
DITA PURNAMA A G0013076
EDWINA AYU D G0013082
FEBRI DWI N G0013094
HEPY HARDIYANTI K G0013112
HUMAMUDDIN G0013114
LAILA NINDA S G0013132
MAISAN NAFI’ G0013148
MILA ULFIA G0013154
RICKY IRVAN G0013200
TUTOR: dr. TAHONO, Sp.PK-K
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3
“Luka di Kakiku Tidak Sembuh-Sembuh”
Seorang laki-laki berusia 42 tahun datang ke poliklinik umum dengan
keluhan luka bengkak, merah, dan bernanah pada telapak kaki kanan sejak
seminggu ini. Keluhan ini disertai dengan demam. Luka muncul karena
tersandung sejak tiga bulan yang lalu, dan dirasa semakin melebar. Dua bulan
yang lalu pasien jatuh dari pohon melinjo dan tidak dapat menggerakkan kakinya.
Sebulan ini muncul luka lain berlubang di pantat dan tumit kanan-kiri. Dari
riwayat keluarga ibunya menderita sakit gula (kencing manis)
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg,
temperature 38,2°C, denyut nadi 100x/menit, frekuensi napas 18x/menit. Pada
pemeriksaan fisik tampak otot-otot anggota gerak bawah atrofi. Pada plantar pedis
ditemukan luka berbentuk ireguler ukuran 2x3 cm, tepi tidak beraturan, dasarnya
tampak jaringan tulang, edema dan eritem di sekitar luka, ditemukan discharge,
denyut arteri dorsalis pedis teraba. Pada sekitar sacrum tampak luka bentuk oval,
ukuran 3x4 cm, tepi tidak beraturan, dasar luka berupa jaringan otot. Pada region
calcaneus dexter-sinister ditemukan luka berbentuk ireguler ukuran 0,5x1 cm, tepi
tidak beraturan, dasarnya tampak jaringan tulang, edema dan eritem di sekitar
luka. Setelah melakukan wound toilet dan dressing, dokter memberikan antibiotic
dan antipiretik. Selanjutnya dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium dan
akan merujuk ke Bagian Penyakit Dalam dan Bedah.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Seven Jump
1. Langkah I: Klarifikasi istilah
Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:
1. Bernanah
Keluarnya pus yang berisi sisa kuman debris, dan sisa-sisa hasil inflamasi
pada jaringan yang terluka
2. Atrofi
Pengecilan ukuran sel karena berkurangnya subtansi sel. Penyebab atrofi
antara lain terjadinya mutasi (yang dapat merusak gen untuk membangun
jaringan atau organ), sirkulasi dalam tubuh terganggu sehingga
kekurangan nutrisi dari makanan dan oksigen, gangguan hormonal,
gangguan saraf sehingga sel kurang digunakan seperti otot rangka atau
kurangnya latihan atau penyakit intrinsik pada jaringan itu sendiri dan
proses penuaan
3. Discharge
Substansi yang dikeluarkan oleh tubuh bisa karena hasil fisiologis maupun
patologis
4. Arteri dorsalis pedis
Arteri dorsalis pedis merupakan arteri yang memvaskularisasi bagian
dorsal kaki, arteri ini berasal dari arteri femoralis, yang kemudian di fossa
poplitea akan menjadi arteri poplitea, yang akan bercabang menjadi tibialis
anterior dan arteri tibialis posterior. Arteri tibialis anterior akan menjadi
arteri dorsalis pedis di bagian dorsal kaki, sementara arteri tibialis
posterior akan menjadi arteri plantaris pedis di bagian plantar kaki. Palpasi
arteri dorsalis pedis digunakan untuk mendiagnosis adanya suatu kelainan
vaskuler.
5. Eritem
Kemerahan pada kulit akibat kongesti kapiler pembuluh darah
6. Wound toilet
Pembersihan luka dan kulit di sekitar luka
7. Dressing
Segala tindakan untuk menutup luka untuk mencegah infeksi
8. Antibiotik
Obat yang digunakan untuk mencegah infeksi bakteri dengan cara
membunuh bakteri dan kuman
9. Antipiretik
Obat-obatan yang bisa menurunkan demam/suhu tubuh dengan berbagai
mekanisme, banyak obat analgesic yang juga mempunyai efek antipiretik.
2. Langkah II: Menentukan atau mendefinisikan
permasalahan
Permasalahan pada skenario ini, sebagai berikut
1. Adakah hubungan antara keluhan pasien dengan riwayat penykit ibu
pasien?
2. Mengapa muncul luka lain di pantat dan di tumit kanan kiri?
3. Mengapa penyembuhan luka lama dan luka semakin melebar?
4. Apa hubungan antara keluhan pasien dengan demam?
5. Mengapa kaki pasien tidak bisa digerakkan setelah jatuh dari pohon?
6. Mengapa pasien tidak merasa nyeri pada luka yang sangat mendalam?
7. Bagaimana mekanisme terjadinya atrofi?
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan vital sign?
9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan hubungan dengan keluhan
pasien?
10. Apa dasar dilakukan wound toilet dan dressing, bagaimana prosedurnya?
11. Apa jenis antibiotik dan antipiretik untuk pasien?
12. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperluhkan pasien?
13. Mengapa dilakukan pemeriksaan arteri dorsalis pedis?
14. Mengapa pasien dirujuk ke bagian penyakit dalam dan bedah?
15. Apa saja diagnosis banding pada kasus tersebut?
16. Bagaimana proses terjainya luka dan penyembuhan luka?
3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat
pernyataan sementara mengenai permasalahan
Hubungan antara keluhan pasien dengan riwayat penyakit ibu pasien
Dalam skenario, ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus. Sedangkan pasien menderita luka yang sukar sembuh, dan sudah
3 bulan tidak kunjung sembuh, dan dirasa semakin melebar. Terdapat
kemungkinan bahwa pasien juga menderita diabetes mellitus sehingga
luka pada tungkainya sukar sembuh padahal sudah sejak tiga bulan yang
lalu.
Muncul luka lain di pantat dan tumit kanan-kiri
Kulit kaya akan pembuluh darah yang mengangkut oksigen ke
seluruh lapisannya. Jika aliran darah terputus lebih dari 2-3 jam, maka
kulit akan mati, yang dimulai pada lapisan kulit paling atas (epidermis).
Penyebab dari berkurangnya aliran darah ke kulit adalah tekanan.
Jika tekanan menyebabkan terputusnya aliran darah, maka kulit yang
mengalami kekurangan oksigen pada mulanya akan tampak merah dan
meradang lalu membentuk luka terbuka (ulkus).
Penyembuhan luka lama serta semakin melebar
Luka pasien sudah sejak tiga bulan yang lalu tapi tidak kunjung
sembuh, penyembuhan luka pada pasien yang cenderung lama
dimungkinkan karena pasien menderita diabetes mellitus (DM). Pada
pasien DM, sering terjadi hiperglikemia dimana kadar gula darah pasien
tinggi. Kadar gula dalam darah yang tinggi membuat vaskularisasi darah
menjadi tidak lancar dan bisa menyebabkan kelainan neuropati.
Permukaan kulit yang sudah tidak intact akibat luka yang muncul pada
kaki ketika pasien tersandung menjadi sukar sembuh karena menjadi
tempat yang efektif bagi bakteri untuk berkembang biak karena dalam
darah pasien terdapat gula yang merupakan sumber energi dan makanan
bagi kuman.
Pada penderita DM, daya tahan tubuh sangat menurun karena
pembentukan zat anti ikut terhambat. Karena itulah sering muncul infeksi
serta sulitnya penyembuhan infeksi (Suherman, 2012a). Sementara infeksi
masih berada dalam tahap inflamasi dalam proses penyembuhan luka.
Apabila selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka
tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses proliferasi dan
remodelling (Sudoyo, 2009). Hal tersebut mengakibatkan proses
penyembuhan luka pada penderita DM cenderung lebih lama daripada
orang dengan kondisi normal.
Disamping itu, luka pada tungkai juga sulit sembuh karena
letaknya yang berada di permukaan bawah, dimana sering terjadi kontak
dan mendapat tekanan dengan permukaan di bawahnya sehingga proses
penyembuhan luka menjadi terganggu.
Hubungan keluhan pasien dengan demam
Jika terjadi demam dapat menandakan adanya infeksi pada tubuh.
Infeksi pada tubuh terjadi karena adanya patogen atau zat asing yang
masuk dalam tubuh biasanya berupa bakteri atau parasit, sehingga
menimbulkan demam melalui proses imunologi. Ada tidaknya demam
dapat dijadikan penanda untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya.
Kaki pasien tidak dapat digerakkan setelah jatuh dari pohon
Vertebra pada umumnya melindungi soft tissues pada spinal cord,
tapi vertebra sendiri bisa rusak atau mengalami dislokasi dengan berbagai
cara, yang menyebabkan tekanan yang berbahaya pada spinal cord (spinal
cord injury). Jadi segmen di mana terjadinya trauma/cidera, dan sejauh
mana kerusakan pada jaringan saraf nya, akan menentukan, fungsi tubuh
mana yang berkurang atau bahkan hilang.
Untuk kasus pada skenario, pasien terjatuh dari pohon mlinjo
(dianggap saja pohon mlinjonya sudah tinggi dan besar), kemungkinan
pasien terjatuh dengan pantat terlebih dahulu, yang menyebabkan kakinya
tidak bisa digerakkan. Karena spinal cord injury tadi, yang menyebabkan
terjadinya kelumpuhan pada ekstremitas bawahnya. (disebut juga
parapelgia) dan termasuk spinal cord injury yang tidak mengalami
kelumpuhan total. (hanya bagian bawah saja yang kehilangan fungsi)
Pasien tidak merasa nyeri pada luka yang sangat mendalam
Luka yang dialami pasien sudah sejak tiga bulan yang lalu, tetapi
pasien baru berobat akhir-akhir ini. Ini bisa menunjukkan bahwa pasien
tidak merasakan nyeri atau sakit akibat luka yang ada. Dengan kata lain
pasien mengalami neuropati sehingga tidak merasakan nyeri akibat luka,
padahal luka pasien sangat dalam hingga mencapai tulang. Neuropati yang
terjadi pada pasien bisa merupakan patogenesis dari ulkus diabetikum pada
pasien diabetes (Sudoyo, et al,. 2009).
Atrofi otot
Perkembangan otot atau besarnya otot pada manusia akan stabil
sesuai dengan aktivitas yang dilakukannya. Apabila seseorang
melakukakan aktivitas yang lebih berat maka otot akan mengalami
hipertrofi secara fisiologisnya sehingga berkembang menjadi lebih besar
sesuai dengan beban kerja yang diberikan kepadanya. Atrofi adalah suatu
bentuk adaptasi yang ditandai dengan berkurangnya ukuran sel jaringan
atau organ tubuh karena peningkatan hilangnya sel dan akhirnya
menyebabkan ukuran organ mengecil dan jaringan menipis.
Atrofi yang disebabkan karena otot jsudah jarang digunakan dapat
disembuhkan dengan cara olahraga.
Interpretasi dari pemeriksaan vital sign
Tekanan darah, frekuensi pernafasan, denyut nadi masih berada
pada rentang orang normal, sedangkan temperaturnya (38,2˚C) sudah
lumayan tinggi karena pasien mengalami demam, sehingga bisa
dipastikan jika ada kenaikan pada temperatur tubuh.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pasien
Pemeriksaan penunjang diperlukan pasien untuk menegakkan
diagnosis dari diagnosis banding yang ada. Pada pasien dalam skenario,
pemeriksaan penunjang yang diperlukan yaitu :
1) Tes laboratorium A. Tes darah : untuk memperlihatkan leukosit dan peningkatan laju
endap darah B. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis
antibiotik yang sesuai 2) Pemeriksaan radiologik
A. Sinar x Pada fase akut : hanya menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak Pada fase lesonik : terlihat pembengkakan lebih besar,
kavitas ireguler, peningkatan periosteum B. MRI
Dapat membantu diagnosis definitif awal
Pemeriksaan pada arteri dorsalis pedis serta interpretasinya
Untuk mendiagnosis adanya kelainan vaskuler pada pembuluh
darah perifer, maka dilakukan pemeriksaan inspeksi pada kulit pasien,
adakah perubahan warna dan suhu kulit regional, kemudian melakukan
pengukuran tekanan darah, juga dengan meraba arteri dorsalis pedis dan
arteri tibialis posterior yang normalnya dapat teraba, hanya pada 10 %
orang tidak teraba dengan jelas.
Ketika melakukan pemeriksaan kelainan vaskular pada kaki, harus
dilakukan palpasi pada arteri dorsalis pedis untuk menilai adanya pulsasi
atau tidak. Pada pemeriksaan vaskular, pengukuran ankle brachial
index (ABI) juga dianjurkan untuk melihat adanya sumbatan pada arteri
perifer. Pengukuran ABI dilakukan dengan cara mengukur tekanan sistolik
pada kaki (arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior) dibandingkan
dengan tekanan sistolik pada arteri brachialis. Jika terdapat kecurigaan
yang tinggi terhadap adanya penyakit vaskular, pasien harus dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan vascular imaging untuk melihat adanya
kemungkinan terjadinya iskemia
4. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara
sistematis
5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran yang harus kami capai
pada diskusi tutorial sesi kedua, di mana pada diskusi
tutorial sesi pertama masih terdapat beberapa konsep
yang belum kami ketahui, diantaranya:
1. Bagaimana mekanisme terjadinya atrofi?
2. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan hubungan dengan keluhan
pasien?
3. Apa dasar dilakukan wound toilet dan dressing, bagaimana prosedurnya?
4. Apa jenis antibiotik dan antipiretik untuk pasien?
5. Mengapa pasien dirujuk ke bagian penyakit dalam dan bedah?
6. Apa saja diagnosis banding pada kasus tersebut?
7. Bagaimana proses terjainya luka dan penyembuhan luka?
6. Langkah VI: Mengumpulkan Informasi
Masing-masing anggota kelompok mencari dan
mengumpulkan informasi mengenai learning objective
yang telah disepakati secara individu diluar waktu diskusi
tutorial.
7. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata
informasi.
Dalam penyusunan langkah VII disesuaikan dengan
skema pada langkah IV dan langkah V.
MEKANISME ATROFI OTOT
Pada keadaan fisiologis, contohnya adalah uterus
mengalami atrofi setelah melahirkan.
Jika suatu otot tidak digunakan, maka kandungan aktin
dan miosinnya berkurang, seratnya menjadi lebih kecil dan
karenanya menjadi atrofi dan lebih lemah. Atrofi otot dapat
terjadi melalui dua cara,
1. Disuse atrophy
Terjadi ketika suatu otot tidak digunakan dalam waktu
lama meskipun persyarafannya utuh, seperti ketika
seseorang harus memakai gips atau penyangga, atau
bed rest jangka panjang.
2. Atrofi denervasi
Terjadi setelah persarafan ke suatu otot terputus. Jika
otot dirangsang secara elektris, sampai persyarafan
pulih, seperti pada regenerasi syaraf perifer yang putus,
maka atrofi dapat dikurangi tetapi tidak dapat dicegah
secara total.
Fator yang memicu atrofi otot
1. Berkurangnya beban kerja
Otot terbiasa untuk berkontraksi ketika digunakan. Pada
kontraksi sendiri memerlukan proses pengolahan energi
dan penggunaan energi. Ketika otot tidak digunakan
dalam jangka waktu yang lama, maka kandungan aktin
dan miosin nya berkurang karena selain tidak ada siklus
energi di dalam kontraksi otot, otot sendiri akan
terbiasa menggunakan sedikit aktin dan miosin
sehingga ketika komponen-komponen kontraksi
berkurang, maka serat otot menjadi lebih kecil. Akhirnya
terjadi atrofi.
2. Hilangnya inervasi
Apabila inervasi otot berkurag/ hilang/terputus, maka
impuls yang diterima akan berkurang, jika impuls
berkurang, maka gerak motorik otot sebagai efektor
pun berkurang. Apabila impuls berkurang, maka
penerusan impuls ke otak pun berkurang, maka efektor
motorikpun juga berkurang, apabila efektor motorik
berkurang, maka gerakan juga berkurang, sehingga
memicu atrofi otot.
3. Atrofi akibat tekanan pada vaskuler dan jaringan.
Apabila bedrest / tubuh berada pada posisi yang sama /
tidak berubah dalam jangka waktu lama, akan ada
tekanan pada suatu aspek tubuh tertentu, tekanan
tersebut akan menekan pembuluh darah, syaraf, dan
jaringan pada lokasi tersebut. Sehingga jika ada
tekanan tersebut bisa menyebabkan berkurangnya
vaskularisasi dan menyebabkan jaringan tidak bisa
bekerja secara maksimal. Apabila vaskularisasi
berkurang, maka suplai oksigen dan suplai nutrisi juga
berkurang
Apabila suplai oksigen dan suplai nutrisi berkurang pada
suatu jaringan, maka kerja jaringan tersebut akan
berkurang dan jaringan tersebut akan mengecil karena
tidak mendapatkan suplai yang cukup dan kurangnya
kontraksi yang biasanya dilakukan secara normal.
4. Berkurangnya sel darah / vaskularisasi terganggu
5. Nutrisi tidak adekuat
6. Hilangnya rangsang endokrin
INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK
1. Pada plantar pedis ditemukan luka berbentuk iireguler ukuran 2x3 cm
tepi tidak beraturan, dasarnya tampak jaringan tulang, edema, dan
eritem di sekitar luka, ditemukan discharge, denyut arteri dorsalis
pedis teraba
Luka berbentuk ireguler : pada kasus ini menandakan luka tersebut
sering digerakkan (karena plantar pedis digunakan untuk berjalan )
sehingga terjadi gesekan luka dengan benda lain.
Dasar tampak jaringan tulang : luka dalam, terjadi infeksi
berkelanjutan. Bisa karena faktor penyakit yang mendukung terjadinya
luka yang menyebabkan jaringan tulang terlihat.
Edema : terjadinya edema di sekitar luka menandakan terjadinya
inflamasi lokal.
Ditemukan discharge : terdapat pus, debris-debris akibat infeksi.
2. Pada sekitar sacrum tampak luka berbentuk jaringan oval , ukuran 3x4
cm tepi tidak beraturan, dasar luka berupa jaringan otot.
Jaringan berbentuk oval : pada luka yang berbentuk (membentuk pola
oval) , pada kasus pasien ini, menandakan luka akibat tekanan dan
jarang digerakkan sehingga bentuk menetap (oval) dan tidak berubah.
Tepi ireguler : pada tepi yang ireguler menandakan pada kasus ini,
sering terjadi gesekan antara tepian luka dengan benda lain.
Dasar luka berupa jaringan otot : luka tersebut dalam. Apabila terjadi
akibat tekanan, berarti luka akibat tekanan tersebut terjadi dalam waktu
yang panjang.
3. Pada regio calcaaneus dexter sinister ditemukan luka berbentuk
ireguler ukuran 0.5x1cm. tepi tidak beraturan. Dasarnya tampak
jaringan tulang, edema dan eritem di sekitar luka.
Luka berbentuk ireguler : pada kasus ini menandakan luka tersebut
sering bergesekan dengan benda lain.
Tepi ireguler : pada tepi yang ireguler menandakan pada kasus ini,
sering terjadi gesekan antara tepian luka dengan benda lain.
Dasar tampak jaringan tulang : luka dalam, terjadi infeksi
berkelanjutan. Bisa karena faktor penyakit yang mendukung terjadinya
luka yang menyebabkan jaringan tulang terlihat.
Edema : terjadinya edema di sekitar luka menandakan terjadinya
inflamasi lokal.
Ditemukan discharge : terdapat pus, debris-debris akibat infeksi.
DASAR DILAKUKANNYA WOUND TOILET DAN
DRESSING
Luka-luka yang harus diperhatikan
1. Luka yang terjadi pada 6 jam pertama.
2. Luka yang terjadi dengan infeksi lokal/ sistemik.
3. Luka yang terjadi lebih dari 48 jam, tanpa tanda-tanda
infeksi lokal/ sistemik
4. Luka yang memiliki banyak jaringan mati yang muncul
pada 6-48 jam setelah luka. Tanpa tanda-tanda infeksi
Pada kasus ini, wound toilet berfungsi untuk
membersihkan pus, membersihkan jaringan di sekitar luka
yang dikhawatirkan terdapat bakteri dan kuman di
dalamnya, membersihkan jaringan yang telah mati, dan
menghindarkan luka dari infeksi lanjutan. Dilakukan juga
pelembaban jaringan sekitar agar jaringan baru cepat
tumbuh.
Dilakukan dressing untuk membuat keadaan lembab
(keadaan ideal jaringan baru untuk tumbuh) sehingga
jaringan baru bisa lebih cepat tumbuh. Dressing juga
dilakukan untuk menutup luka untuk menghindarkan luka
dari terpapar bakteri, kuman, sehingga luka tidak
mengalami infeksi lanjutan.
Pada wound toilet dilakukan :
- debridement : yang berfungsi untuk membersihkan
luka dari benda-benda asing secara berulang sampai
luka bersih
- moist wound bed : yang berfungsi untuk membuat
keadaan luka menjadi lembab.
- Prevent further injury : yang berfungsi untuk
menghindari terbentuknya luka baru
- Terapi nutrisi : diberikan nutrisi yang adekuat agar
mempercepat pembentukan jaringan baru.
- Mengobati penyakit yang mendasari luka.
- Work with the law of nature : membuat suasana
penyembuhan luka menjadi ideal
ANTIBIOTIK DAN ANTIPIRETIK UNTUK PASIEN
Antibiotik
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan
osteomyelitis adalah pemilihan antibiotik yang optimal, dosis yang
adekuat, dan lama pemberian antibiotik yang cukup disertai monitoring
respon klinis maupun toksisitas yang mungkin terjadi. Pemberian
antibiotik dilakukan setelah pengambilan sampel darah dan aspirat tulang
untuk dikultur. Pertama, pilih satu atau lebih antibiotik dengan spektrum
terhadap patogen yang umum ditemui. Pilihan ini biasanya adalah
antibiotik untuk staphylococcus, yaitu nafcillin, vankomisin, klindamisin,
dan cefazolin. (Kalyoussef, 2008)
Vankomisin diberikan sebagai alternatif selain klindamisin untuk
terapi empiris pada pasien yang tinggal di daerah dengan insidensi tinggi
resistensi pada infeksi Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus
aureus. Laporan resistensi ini menngkat di seluruh dunia. (Kalyoussef,
2008)
Meskipun infeksi Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dsudah
tidak ada lagi pada populasi yang kebal terhadap Hib, sefalosporin
generasi ketiga (contohnya, Cefotaxime dan Ceftriaxone) masih digunakan
sebagai tambahan atas nafcillin atau klindamisin. Terapi tambahan ini
sering digunakan pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun. Jangan
menggunakan sefalosporin generasi ketiga saja untuk terapi osteomyelitis
karena tidak optimal dalam membasmi infeksi S. aureus. Cefuroxime,
yaitu sefalosporin generasi kedua, dapat digunakan sebagai agen tunggal
terhadap S. aureus yang sensitif methicillin dan Hib. (Kalyoussef, 2008)
Meningkatnya insidensi S. pneumoniae yang resisten penisillin
mengharuskan penggunaan klindamisin bersama cefotaxime/ceftriaxone
pada bayi dan anak-anak. Ketika memberikan terapi terhadap
osteomyelitis pada anak-anak, kombinasi nafcillin dan tobramycin atau
nafcillin dan cefotaxime dapat digunakan untuk infeksi bakteri dari famili
Enterobacteriaceae sebagai tambahan infeksi dari B. streptococci dan S.
aureus. Pada anak-anak dan remaja dengan trauma penetratif pada kaki,
dapat dilakukan debridemen sebelum pemberian terapi antipseudomonas.
(Kalyoussef, 2008)
Aspirasi tulang penting untuk mengenali jenis patogen. Biopsi
tulang dilakukan jika ada kemungkinan diagnosis lain (contohnya, tumor).
Aspirasi sendi direkomendasikan jika gejala dan tanda menunjukkan
kelainan di dekat sendi bahu atau panggul. Hal ini penting karena
arthrotomi diindikasikan terdapat bukti arthritis bahu ataupun panggul.
Jika gejala dan tanda tidak berkurang dalam 48-72 jam dari pemberian
awal antibiotik, maka aspirasi tulang diulang kembali untuk mengalirkan
pus keluar. (Kalyoussef, 2008 dan Khoshhal, 2008)
Antipiretik
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik)
adalah parasetamol (asetaminofen) tidak dianjurkan dikarenakan oleh
fungsi antikoagulan dan resiko dan ibuprofen. Parasetamol cepat
bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek
kerja yang lama (Graneto, 2010).
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi
fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.
Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh
yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu:
non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan
demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur <3
bulan dengan suhu rektal >38°C, penderita dengan umur 3-12 bulan
dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan demam
dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve,
2010)
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari
penatalaksanaan demam:
1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi
dan beristirahat yang cukup.
2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada
saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu
berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut
sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres
hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti (Kaneshiro & Zieve, 2010).
DIAGNOSIS BANDING
ULKUS DEKUBITUS
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores)
adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan
iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit
tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang.
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus sehingga
mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).
Etiologi
Primer : Iskemia, tekanan intraokuler dan suprakapiler, dan dilatasi
pembuluh darah. Sekunder : Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan