BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inkontinensia urin dan alvi merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut. Inkontinensia seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya, karena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang memalukan atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan mengenai masalah inkontinensia urin dan alvi, dan menganggap bahwa kondisi tersebut merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Pihak kesehatan, baik dokter maupun tenaga medis yang lain juga tidak jarang memahami tatalaksana dengan baik atau bahkan tidak mengetahui bahwa inkontinensia merupakan masalah kesehatan yang dan dapat diselesaikan. Sebagai seorang dokter yang kompeten nantinya, harus dapat memahami dan mengambil tindakan yang tepat dalam menghadapi masalah yang dihadapi pasien, baik tindakan secara farmakologis maupun non farmakologis. Berikut adalah masalah yang akan didiskusikan dalam laporan ini. Pada kasus di skenario ke dua blok Geriatri ini dilaporkan ada seorang laki-laki, usia 75 tahun, dibawa ke klinik geriatri oleh anaknya. Anaknya mengatakan bahwa pasien tidak bisa menahan BAB sejak 2 minggu yang lalu, dan sering ngompol sejak 3 bulan yang lalu. Sebenarnya pasien sudah hampir 1 tahun kurang mampu menahan kencing, sehingga seringkali sudah kencing sudah keluar sebelum sampai ke kamar mandi. Satu minggu ini penderita sering merasa anyang-anyangen dan sakit saat kencing. Hasil pemeriksaan fisik rectal touche prostat dalam batas normal. Dari hasil USG didapatkan prostat dalam batas normal. Dari hasil USG didapatkan prostat tidak membesar. Dua tahun lalu 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Inkontinensia urin dan alvi merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai
pada orang berusia lanjut. Inkontinensia seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarganya, karena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang
memalukan atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan mengenai masalah inkontinensia urin
dan alvi, dan menganggap bahwa kondisi tersebut merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada
orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Pihak kesehatan, baik dokter maupun tenaga medis
yang lain juga tidak jarang memahami tatalaksana dengan baik atau bahkan tidak mengetahui
bahwa inkontinensia merupakan masalah kesehatan yang dan dapat diselesaikan.
Sebagai seorang dokter yang kompeten nantinya, harus dapat memahami dan
mengambil tindakan yang tepat dalam menghadapi masalah yang dihadapi pasien, baik
tindakan secara farmakologis maupun non farmakologis. Berikut adalah masalah yang akan
didiskusikan dalam laporan ini. Pada kasus di skenario ke dua blok Geriatri ini dilaporkan
ada seorang laki-laki, usia 75 tahun, dibawa ke klinik geriatri oleh anaknya. Anaknya
mengatakan bahwa pasien tidak bisa menahan BAB sejak 2 minggu yang lalu, dan sering
ngompol sejak 3 bulan yang lalu. Sebenarnya pasien sudah hampir 1 tahun kurang mampu
menahan kencing, sehingga seringkali sudah kencing sudah keluar sebelum sampai ke kamar
mandi. Satu minggu ini penderita sering merasa anyang-anyangen dan sakit saat kencing.
Hasil pemeriksaan fisik rectal touche prostat dalam batas normal. Dari hasil USG
didapatkan prostat dalam batas normal. Dari hasil USG didapatkan prostat tidak membesar.
Dua tahun lalu penderita dirawat di rumah sakit akibat stroke, ketika pulang dalam keadaan
defisit neurologis berupa kesulitan berjalan. Pada saat di rumah sakit penderita dilakukan
scoring Barthel didapatkan nilai indeks ADL Barthel 10 (ketergantungan sedang). Pada saat
sebelum pulang indeks menjadi 18 (ketergantungan ringan). Saat itu penderita sering marah-
marah dan tidak bisa tidur, sehingga sering mengkonsumsi obat tidur. Pada pemeriksaan
Geriatric depression scale = 11. Istri penderita telah meninggal 1,5 tahun yang lalu,
sehingga penderita dirawat putrinya di rumah yang kamar mandinya terpisah dari kamar
pasien. Sosial ekonomi keluarga baik.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses fisiologis berkemih dan defekasi orang usia lanjut?
2. Bagaimana mekanisme patofisiologi inkontinensia urin dan alvi, anyang-anyangen, sakit
saat kencing, sering marah, dan tidak bisa tidur?
3. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit dahulu pasien (stroke) dengan riwayat
penyakit sekarang (inkotinensia urin dan alvi)?
4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan rectal touche, USG, scoring Barthel, dan
Geriatric depression scale?
5. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat bagi pasien dalam skenario?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui proses fisiologis berkemih dan defekasi pada orang usia lanjut.
2. Mengetahui mekanisme patofisiologi inkontinensia urin dan alvi, anyang-anyangen, sakit
saat kencing, sering marah, dan tidak bisa tidur.
3. Mengetahui apakah ada hubungan antara riwayat penyakit dahulu pasien (stroke) dengan
riwayat penyakit sekarang (inkontinensia urin dan alvi).
4. Mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan rectal touche, USG, scoring Barthel, dan
Geriatric depression scale.
5. Mengetahui penatalaksanaan yang tepat bagi pasien dalam skenario.
D. Manfaat Penulisan
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan untuk memberi tatalaksana yang
lebih baik dan lebih tepat, sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
dan angka harapan hidup orang usia lanjut.
E. Hipotesis
Pasien dalam skenario menderita inkontinensia urin dan alvi, sebagai akibat dari stroke yang
dialaminya dua tahun yang lalu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologi Berkemih dan Defekasi pada Lanjut Usia
Pada dasarnya proses berkemih dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase penyimpanan dan
fase pengosongan. Fase penyimpanan ialah fase di mana kandung kemih terisi oleh urin hingga
mencapai nilai ambang batas. Setelah nilai ambang tersebut dicapai, maka akan masuk ke dalam
fase kedua yaitu fase pengosongan atau disebut dengan refleks mikturisi. Refleks ini
dikendalikan oleh sistem saraf otonom tetapi dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat
saraf di korteks serebri atau batang otak. Kedua proses tersebut melibatkan struktur dan fungsi
komponen saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi, dan lingkungan.
Persarafan kandung kemih dikendalikan oleh saraf-saraf pelvis, berhubungan dengan
pleksus sakralis terutama segmen S-2 dan S-3. Perjalanan impuls melalui dua jalur, sensorik dan
motorik. Peregangan yang terjadi pada dinding kandung kemih akan dibawa oleh saraf sensorik
kemudian diteruskan ke pusat saraf kortikal dan subkortikal. Pusat saraf subkortikal
menyebabkan dinding kandung kemih semakin meregang, sehingga menunda desakan untuk
segera berkemih. Sedangkan, pusat saraf kortikal akan memperlambat produksi urin. Sehingga,
proses berkemih dapat ditunda. Gangguan pada pusat saraf tersebut menurunkan kemampuan
seseorang untuk menunda berkemih.
Proses berkemih akan terjadi bila otot destrusor kandung kemih berkontraksi. Kontraksi
ini disebabkan oleh aktivitas saraf parasimpatis yang dibawa oleh saraf-saraf motorik pelvis.
Sedangkan pada fase pengisian, saraf simpatis akan menghambat kerja parasimpatis dan dinding
kandung kemih.
Mekanisme berkemih pada usia dewasa dan usia lanjut tidak jauh berbeda. Hanya saja,
akibat proses penuaan, fungsi dan fisiologis berkemih mengalami penurunan. Pada usia tua
terjadi penurunan kadar hormon estrogen pada wanita dan androgen pada pria. Akibatnya, terjadi
perubahan anatomis dan fisiologis termasuk pada struktur saluran kemih. Misalnya, penurunan
elastisitas pada otot polos uretra sehingga menurunkan tekanan penutupan uretra dan tekanan
outflow. Melemahnya otot dasar panggul yang berperan dalam mempertahankan tekanan
abdomen dan dinamika miksi menyebabkan prolapsnya kandung kemih dan melemahnya tekanan
akhiran pengeluaran urin.
Seperti halnya berkemih, proses defekasi juga melibatkan koordinasi dari sistem saraf,
otot dan kesadaran. Ketika feses sampai di rektum akan memberikan respon keinginan untuk
3
defekasi. Reaksi ini diawali dengan perangsangan pada saraf enterik setempat. Kemudian impuls
akan disebarkan oleh pleksus mienterikus sehingga terjadi gerakan pendorongan feses.
Penghambatan oleh pleksus mienterikus terhadap sfingter ani internus akan menyebabkan
sfingter berelaksasi. Dan jika, sfingter ani eksternus yang dipersarafi oleh nervus pudendus
secara sadar berelaksasi maka akan terjadi defekasi. Selain itu, kontraksi otot-otot abdomen juga
akan membantu mendorong feses ke rektum dan secara bersamaan juga menyebabkan otot dasar
pelvis berelaksasi ke bawah dan menarik cincin anus keluar untuk mengeluarkan feses.
B. Stroke
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-
gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan
bukan oleh yang lain dari itu.
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir
70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis,
yaitu:
1. Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Tanda dan Gejala-gejala Stroke
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik.
4
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap,
mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu,
pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient
Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Faktor Penyebab Stroke
Faktor resiko medis, antara lain hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), kolesterol,