LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH “KULTUR JARINGAN” Disusun Oleh : Nama : Nimas Ayu Kinasih NIM : 115040201111157 Kelompok : L2 (Rabu, 09.15) Asisten : Nindya Resha Pramesti PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
13
Embed
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI BENIHblog.ub.ac.id/nimasayukinasih/files/2013/06/Laporan-KULJAR-Nimas.pdfTahap-tahap dalam kultur jaringan pembuatan media, inisiasi, sterilisai,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH
“KULTUR JARINGAN”
Disusun Oleh :
Nama : Nimas Ayu Kinasih
NIM : 115040201111157
Kelompok : L2 (Rabu, 09.15)
Asisten : Nindya Resha Pramesti
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembuatan Bibit Secara Kultur Jaringan
Hingga saat ini, tanaman kentang menjadi salah satu tanaman hortikultura yang sangat
diminati oleh konsumen sebagai pengganti beras dan jagung. Perbanyakan tanaman kentang
secara konvensional dapat saja dilakukan, namun perbanyakan konvensional kurang bisa
diandalkan untuk memproduksi bibit dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat.
Untuk mengatasi masalah tersebut didapat suatu alternatif propagasi atau perbanyakan
menggunakan teknik kultur in vitro dengan cara kultur jaringan atau mikropopagasi, yaitu
dengan meristem tunas atau meristem tangkai bunga sebagai eksplan atau melalui organogenesis
in vitro dari eksplan ujung akar atau potongan dari bagian daun in vitro. Dengan kultur jaringan
yang telah ditentukan akan menciptakan suatu individu baru dengan jumlah yang cukup banyak
dan proses perkembangbiakan sel tanaman dapat berkembang dengan baik karena memiliki
media yang sesuai. Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan
sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkan. Bibit yang diharapkan dari kultur jaringan adalah bibit tersebut mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak
dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit
lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan
konvensional.
Tahap-tahap dalam kultur jaringan pembuatan media, inisiasi, sterilisai, multiplikasi,
pengakaran, dan aklimatisasi. Tahapan ini juga merupakan syarat yang harus diperhatikan dalam
proses atau tahapan kultur jaringan.
1.2. Tujuan Pembuatan Bibit Secara Kultur Jaringan
Adapun tujuan dari kegiatan kultur jaringan ini adalah untuk memperbanyak tanaman
secara in vitro agar diperoleh benih-benih yang berkualitas, mempunyai sifat yang identik
dengan induknya, serta sehat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan Alat dan Pembuatan Larutan Induk
The basic equipment in most tissue culture facilities includes the following: An autoclave
is basically a large-sized but sophisticated pressure cooker, and is used for the sterilisation of the
medium, glassware and instruments. Autoclaves of different sizes are available commercially.
High-pressure heat is needed to sterilise media, water, and glassware. Certain spores from fungi
and bacteria are killed only at 121°C and 1.05kg/sq.cm (15 pounds per sq. inch) pressure. Self-
generating steam autoclaves are more dependable and faster to operate. The laminar flow
chambers provide clean filtered air that allows cultures to be handled under contamination-free
environment. Several types of laminar flow chambers are sold on the market and are available in
different sizes. The laminar-flow cabinets are located in the culture transfer area. Some large-
sized laboratories have sterile rooms in addition to laminar flow cabinets (Prakash, 1996).
2.2. Pembuatan Media in vitro
The main components of most plant tissue culture media are mineral salts and sugar as
carbon source and water. Other components may include organic supplements, growth
regulators, a gelling agent, (Gamborg et al., 1968; Gamborg and Phillips, 1995). Although, the
amounts of the various ingredients in the medium vary for different stages of culture and plant
species, the basic MS (Murashige and Skoog, 1962) and LS (Linsmaier and Skoog, 1965) are the
most widely used media.
Media compositions have been formulated for the specific plants and tissues (Nitsch and
Nitsch, 1969; Conger, 1981). Some tissues respond much better on solid media while others on
liquid media. In general, the choice of medium is dictated by the purpose and the plant species or
variety to be cultured. Plant extracts such as coconut milk, banana extract, and tomato juice can
be very effective in providing undefined mixture of organic nutrients and growth factors.
2.3. Isolasi dan Inokulasi Explant
Isolation is the process of making certain parts of the body sires to be embedded into your
PDA media. That part is going to grow into a pure culture. Insulation must be done very
carefully and cautious because it determines the resulting purity culture. Tissue culture planting
material derived from plant or plant tissue, either in the form of meristems, shoots and roads.
Tissue culture planting material is called the explant. Usually the tissue explant derived from
plants that are still actively dividing, and the goal of plant breeding is taken mikropropagasi plant
organ that is not derived from the generative organs. Explant to be planted (inoculated) in tissue
culture media must be in a state of sterile free of microorganisms. Separation plant and the
sterilization process is called isolation (Jackson, 2003).
2.4. Aklimatisasi
Acclimatization is the process of adjustment of the conditions of micro plantlets in bottles
(heterotrophic) to external environmental conditions (autotrophs). Plantlets were maintained under sterile
conditions in the environment (temperature and humidity) optimal, highly vulnerable to the external
environment (field). Plantlets were grown in culture in the laboratory has a different characteristic leaf
plantlets were grown in the field. Leaves of plantlets in general have a more open stomata, number of
stomata per unit area more, and often do not have a waxy coating on their surface. Thus, the plantlets are
very susceptible to low humidity. Given these properties, before planting in the field, requiring plantlets
acclimatization. Acclimatization can be conducted in a greenhouse or nursery, either in a greenhouse or
nursery. In acclimatization, growing environment (particularly moisture) gradually adapted to field
conditions. The move was made carefully and gradually, by providing containment. Hoods are used to
protect seedlings from the outside air and pest attacks because tissue culture seedlings are very susceptible
to pests and diseases outside air. Once the seedlings are able to adapt to the new environment gradually
released and the maintenance hatch seeds carried in the same manner with the generative seed
maintenance (Smith dan Spomer, 1995).
Isi gelas dengan aquades kurang lebih 50 ml
Tambahkan unsur-unsur yang sudah di stok :
Makro : 30 ml
Mikro A : 3 ml
Mikro B : 0,5 ml
Fe EDTA : 3 ml
Vitamin : 0,3 ml
CaCl2 : 3 ml
Tambahkan aquades hingga volume mencapai 300 ml
Stirer (aduk) dan ukur pH 5,8 (pH indikator)
Masukkan sukrosa (gula) dan agar-agar. Sukrosa : 9 gram dan agar-agar: 2,1 gram
Stirer (aduk) beberapa menit sampai larutan berwarna bening
Mikrowave selama 7 menit
Masukkan ke dalam botol kultur @15 ml. tutup dengan plastik dan rapatkan dengan karet gelang.
Bilas gelas dengan menggunakan aquades
III. MATERI BAHASAN
3.1. Pembuatan Media Perbanyakan (Inokulasi/Penanaman)
3.1.1. Metode (Tahap Pelaksanaan/Cara Kerja)
Tutup dengan plastik wrap dan di lubangi
3.1.2. Hasil Dan Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum untuk pembuatan perbanyakan media kultur,
kelompok kami tidak sampai melakukan pengamatan terhadap kontaminasi media karena
kegiatan praktikum yang dilakukan hanya sampai tahap sterilisasi dengan autoclaf.
Sedangkan kelompok kami menggunakan media kultur dari kelompok sebelumnya.
Tetapi media kultur dari kelompok sebelumnya dikatakan berhasil dan tidak
terkontaminasi. Hal ini terlihat saat penanaman berlangsung, media tidak terkontaminasi
bakteri maupun jamur sehingga dapat digunakan untuk penanaman eksplant. Hal ini
karena pembuatan media dilakukan sesuai langkah kerja dan alat-alat yang digunakan
dalam keadaan steril. Media yang banyak digunakan sampai saat ini adalah MS. Untuk
mengembangbiakan pada organogenesis yang diinginkan, kedalam media ditambahkan
zat pengatur tumbuh.
Menurut Kyte, 1996 pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas
dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 121o C, tekanan yang biasa
digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi
tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media
antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang
terlalu lama menyebabkan: penguraian gula, degradasi vitamin dan asam-asam amino,
inaktifasi sitokinin zeatin riboside, dan perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi
agar. Menurut (Smith & Spomer, 1995) persyaratan botol yang digunakan dalam kultur
in vitro adalah dapat melewatkan cahaya, mampu mengisolasi medium dari kehilangan
air, mencegah kontaminasi, memungkinkan pertukaran udara dan menyediakan area
tumbuh yang mencukupi. Penutup botol kultur yang digunakan umumnya sangat rapat
terutama untuk mencegah kontaminasi dari luar. Menurut Jackson (2003) penggunaan
penutup yang terlalu rapat dapat menghalangi pertukaran udara luar dan dalam botol,
meningkatkan kelembaban, dan meningkatkan kandungan etilen yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan planlet.
Keluarkan dan segera masukkan ke ruang simpan
Sterilisasi autoclave 15 psi, 121°C selama 25 menit
3.2. Penanaman/Isolasi Dan Inokulasi Eksplan
3.2.1. Metode (Tahap Pelaksanaan/Cara Kerja)
a. Sterilisasi Eksplan
b. Penanaman di LAFC
3.2.2. Hasil Dan Pembahasan
NO DOKUMENTASI KETERANGAN
1
TANGGAL 6 MEI 2013
Mata tunas terlihat segar karena awal
penanaman.
2
TANGGAL 7 MEI 2013
Mata tunas tetap terlihat segar, tetapi
sebagian dari bagian ujungnya
mengalami browning akibat terkena
panas pinset saat inokulasi dan terlalu
lamanya perendaman dalam bayclean.
3
TANGGAL 8 MEI 2013
Mata tunas tetap terlihat segar dan
semakin memanjang, sehingga bagian
yang mencoklat berubah menjadi di
bagian tengah mata tunas. Muncul
cabang mata tunas baru.
4 - Libur nasional.
5
TANGGAL 10 MEI 2013
Mata tunas tetap terlihat segar dan
terus memanjang. Tetapi bagian
tengah mata tunas tetap mencoklat.
Cabang mata tunas tetap segar.
6
TANGGAL 11 MEI 2013
Mata tunas terlihat tetap segar dan
terus memanjang. Bagian tengah mata
tunas yang mencoklat semakin
menghilang. Cabang mata tunas
semakin segar.
- % eksplan yang hidup = 1/1 × 100% = 100%
- % inisiasi tunas = 1/1 × 100% = 100% dan tunas muncul 2 hari setelah inokulasi
- % inisiasi akar = 1/1 × 100% = 100% dan akar muncul 2 hari setelah inokulasi (tetapi
tidak terlihat dengan jelas munculnya akar)
- % kontaminasi = 0/1 × 100% = 0%
Setelah semua perlakuan dilaksanakan dengan runtut dan eksplan pun ditanam
pada media tanam, langkah selanjutnya adalah disimpan di ruang inkubasi untuk
dilakukan pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama seminggu
setelah inokulasi didapati bahwa eksplan kentang tumbuh dengan subur. Hal ini dapat
diketahui tetap segarnya mata tunas dan semakin mengalami pemanjangan. Serta terdapat
cabang mata tunas yang baru tumbuh. Namun terlihat terjadinya browning (kecoklatan)
pada bagian eksplan akibat eksplan yang terkena panas dari pinset saat inokulasi dan
terlalu lamanya perendaman di dalam bayclean. Tetapi semakin lama bagian tersebut
hilang dan eksplant akan tumbuh menjadi planlet. Ini terjadi karena ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan.
Menurut Yusnita, 2005 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari
kultur jaringan antara lain adalah suhu, kelembaban relatif, cahaya, dan kondiisi eksplan.
Sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi eksplan yang
diungkapkan oleh Pierik, 1999 adalah sebagai berikut :