Top Banner

of 30

LAPORAN PL WINDA

Jul 10, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

I.A. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Peningkatan harga minyak dunia menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak, khususnya minyak tanah di dalam negeri. Pemerintah berupaya mengatasi kelangkaan tersebut dengan usaha konversi minyak tanah ke gas elpiji. Namun, upaya tersebut tidak mengatasi kelangkaan karena gas elpiji sudah tidak terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah. Hal tersebut dapat

diatasi dengan mengubah pola konsumsi energi masyarakat Indonesia dari energi gas dan minyak tanah menjadi sumber energi yang terbarukan, misalnya energi biomasa yang meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan,komponen organik dariindustrirumah tangga, dan kotoran hewan. Salah satu perkiraan menyatakan, bahwa penggunaan energi yang berasal dari biomasa, terutama pemanfaatan kayu bakar, limbah pertanian dan tinja hewan, mencapai 60% dari seluruh konsumsi energi (Juankan,2008). Sebagai negara yang memilki areal pertanian, perkebunan dan kehutanan yang sangat luas, limbah biomassahasil pengolahan pertanian, perkebunan, kehutanan yang ada di Indonesia terdapat dalam jumlah besar (seperti kulit kacang,sekam padi, serbuk gergaji kayu, dan sebagainya) yang belum banyak dimanfaatkan (dibakar,dibuang, dan sebagainya) sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan hidup dan merusak keseimbangan ekologis. Limbah

biomassa seperti serbuk kayu dapat dimanfaatkan atau ditingkatkan nilai tambahnya dengan memampatkan menggunakan mesin biomass extruder menjadi briket dan dikarbonisasi menjadi arang (charcoal). Diperkirakan 35% dari total

1

konsumsi energi nasional berasal dari biomassa.

Energi yang dihasilkan telah

digunakan untuk berbagi tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah tangga (memasak dan industri rumah tangga), penggerakmesin penggiling padi,pengering hasil pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri kayu dan gula (Juankan,2008). Selama ini limbah serbuk kayu sebagai salah satu biomassa menimbulkan masalah dalam penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk,ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dicarikan alternatif penyelesaiaannya. Salah satu cara yang ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikastif dan sederhana sehingga hasilnya mudah

disosialisasikan kepada masyarakat (Pareira, 2009). Briket arang dari serbuk gergaji adalah salah satu alternatif. Dengan

penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Selain itu penggunaan briket arang dapat menghemat pengeluaran biaya untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji. Dengan memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja. Manfaat lainnya adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini dikelola dengan baik untuk selanjutnya briket arang dijual. Bahan pembuatan briket arang mudah didapatkan di sekitar kita berupa serbuk kayu gergajian. Briket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud

2

padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan gaya tekan tertentu (Pareira,2009).

B.

Tujuan Tujuan praktik lapang ini adalah untuk memanfaatkan limbah industri penggergajian kayu.

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Kayu di Indonesia Keberadaan dan peran industri hasil hutan utamanya kayu di Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan antara kebutuhan bahan baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara lestari. Bila memerhatikan kondisi hutan alam yang makin menurun berarti makin langkanya bahan baku kayu, serta besarnya tantangan berbagai aspek khususnya disektor kehutanan (lingkungan,ekolabel, perdagangan karbon) maka perlu dilakukan perubahan mendasar dalam kebijakan pembangunan kehutanan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengedepankan peran inovasi teknologi yang lebih berpihak kepada masyarakat khususnya industri kecil, meningkatkan efisiensi pengolahan hasilhutan serta memaksimalkan pemanfaatan kayu danm limbah biomassa yang mengarah kepada zero waste (Anonim, 2000). Terdapat tiga macam industri kayu di Indonesia yang secara dominant mengkonsumsi kayu dalam jumlah relative besar, yaitu penggergajian, vinir/kayu lapis, dan pulp/kertas. Sebagian besar limbah biomassa dari industri tersebut telah dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahannya sebagai bahan bakar guna melengkapi kebutuhan energi industri vinir/kayu lapis dan pulp/kertas. Namun yang menimbulkan masalah adalah limbah penggergajian yang kenyataannya di lapangan masih ada yang ditumpuk dan sebagian dibuang kealiran sungai (pencemaran air), atau dibakar secara langsung (berperan menambah emisi karbon di atmosfir). Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2,6 juta m3 per tahun. Dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54,24 persen dari

4

produksi total, maka dihasilkan limbah penggergajian sebanyak1,4 juta m3 per tahun jumlah ini adalah cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian (Fortestry Statistics of Indonesia 1997/1998 dalam Pari,2002).

Sedangkan menurut Setyawati (2003) Industri penggergajian kayu menghasilkan limbah yang berupa serbuk gergaji 10,6% sebetan 25,9% dan potongan 14,3% dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa industri kayu di Indonesia kurang efektif karena limbha yang dihasilkan mencapai angka 50 persen, sehingga limbah tersebut perlu diolah lebih lanjut dengan berbagai cara salah satu alternative adalah dengan menggunakannya sebagai bahan bakar alternatif.

Tabel 1. Produksi kayu gergajian dan perkiraan jumlah limbah Tahun Produksi kayu gergajian Produksi (m3) Serbuk 15% (m3) Sebetan 25%( m3) Potongan ujung 10% (m3) 86.492,0 100.709,7 178.273,8 130.672,6 135.361,1

limbah,50% gergajian

(m3) 1994/1995 1.729.839 864.919,5 129.737,9 216.229,9 1995/1996 2.014.193 1.007.096 151.064,5 251.774,1 1996/1997 3.565.475 1.782.737 267.410,6 445.684,4 1997/1998 2.613.452 1.306.726 196.008,9 326.618,5 1998/1999 2.707.221 1.353.610 203.041,6 338.402,6 Sumber : Departemen Kehutanan (1998/1999) dalam Rusiman,2008.

B.

Jenis Limbah Industri Kayu Industri-industri kayu di Indonesia menyisakan berbagai jenis limbah kayu

sesuai dengan pengerjaan dan pengolahan yang dilakukan industri tersebut. Limbah kayu industri dapat digolongkan menjadi beberapa jenis,sebagai berikut.

5

1.

Potongan kayu dan serbuk gergaji sebagai bahan dasar pembuatan berbagai perabot kayu. Serbuk gergaji dan serpihan kayu dari proses produksi saat ini pada umumnya dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan tambahan untuk menbuat plywood, MDF (Medium Density Fiber board) dan lembaran lain. Pada perusahaan dengan skala kecil dan lokasi yang jauh dari pabrik pembuat chipboard memanfaatkan limbah ini sebagai bahan tambahan pembakaran boiler di klin dry. Sebagaian juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai bahan bakar untuk industri yang lebih kecil seperti batu bata, keramik atau dapur rumah tangga.

2.

Limbah bahan finishing beserta peralatan bantu lainnya. Jenis limbah ini adalah terbanyak kedua setelah kayu dan pada kenyataannya di Indonesia belum begitu banyak perusahaan yang menyadari dan memahami betul tentang tata cara penanganan limbah tersebut. Beberapa masih melakukan pembuangan secara tradisional ke sungai dan ke dalam tempat pembuatan tertentu di dalam area perusahaan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya.

3.

Limbah kimia sekunder sebagai hasil dari alat bantu dari sebuah industri kayu, misalnya accu dari mesin forklift, oli/pelumas bekas, lampu bekas, tinta dan lain-lain. Limbah ini tidakditemukan dalam jumlah yang besar, akan tetapi masih belum terkoordinasi dengan baik.

4.

Bahan pembantu lain seperti kardus, plastic pembungkus, kertas amplas bekas, kain bekas untuk proses finishing, pisau bekas dari mesin serut danlainnya (Susetyo, 2008).

6

Namun limbah yang akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative adalah limbah jenis pertama karena limbah tersebut dapat ditemukan dalam jumlah besar, murah dan memiliki potensi untuk diolah sesuatu yang lebih bernilai ekonomis.

C.

Sumber Energi yang Terbarukan

Sumber energi utama di Indonesia hingga tahun 2003 sebagai besar berasal dari energi fosil yang meliputi minyak bumi sebesar 54,4 persen, gas sebesar 26,5 persen, batu bara 14,1 persen, energi hidro 3,4 persen , energi geothermal 1,4 persen dan 0,2 persen dari sumber lainnya (Endah,2008). Seperti umum diketahui, energi dikelompokkan menjadi dua, yaitu energi terbarukan dan energi yang tidak terbarukan. Energi fosil termasuk dalam kelompok energi yang tidak terbarukan sehingga energi fosil tidak dapat dijadikan sebagai sumber energi utama. Sumber energi terbarukan meliputi energi hidro, geothermal, mikrohidro, biomassa meliputi hasil hutan dan limbah pengolahannya, energi cahaya, dan energi angin. Energi biomassa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan rumah tangga,kotoran hewan. Biomassa dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan bakar cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar padat, cair dan gas, antara lain teknologi pirolisa (bio-oil), esterifikasi (bio-diesel), teknologi fermentasi (bioetanol), anaerobic digester (biogas). Teknologi konversi biomassa menjadi energi panas yang kemudian dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik antara lain

7

adalah teknologi pembakaran dan gasifikasi. Sebagai negara agraris, Indonesia mempunyai potensi energi biomassayang besar (Juankan,2008). Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan termasuk energi tertua yang peranannya sangat besar khususnya di pedesaan. Diperkirakan kira-kira 35% dari total konsumsi energi nasional berasal dari biomassa. Energi yang dihasilkan telah digunakan untuk berbagai tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah tangga (memasak dan industri rumah tangga), penggerak mesin penggiling padi, pengering hasil pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri kayu dan gula (Juankan,2008). Luas seluruh wilayah dunia adalah kira-kira 51 miliar ha. Jumlah ini meliputi 36 miliar ha merupakan lautan dan 1,5 miliar ha tertutup es. Wilayah daratan tersisa lebih-kurang 14 ha. Dari jumlah daratan kira-kira 45% merupakan padang pasir dan rawa-rawa, 30% terdiri atas hutan, 15% berupa tanah pertanian dan perkebunan, dan 10% berupa padang rumput. Menurut salah satu perkiraan teoritis, jumlah biomassa yang dihasilkan setahun oleh seluruh dunia mencapai 75 miliar ton, atau suatu ekuivalensi dari 1.500 barrel minyak sehari (Juankan, 2008). Pada Tabel 2 tertera data potensi energi di Indonesia termasuk sumber energi dari biomassa.

Tabel 2. Potensi energi nasional Energi Fosil Sumber Jumlah Tersedia (proven+possible) Produksi (per tahun) Jumlah tersedia/produksi (tahun)

8

Minyak Gas Batu Bara Energi Non Fosil Hydro Geothermal Mikro hidro Biomassa (arang, kayu,serbuk

86,9 miliar 9.1 miliar barel barel 384,7 TSCF 185,8 TSCF 57 miliar 19,3 miliar ton ton Sumber Ekuivalen

387 juta barel 2,95 TSCF 132juta ton Pemanfaatan (GWh) 6,851 GWh 2.593,5 GWh

23 62 146 Kapasitas (MW) 4.200 800 84 302,40

845,00 mio 75,67 GW BOE 219,00 mio 27,00 GW BOE 485,75 MW 458.75 MW 49,81GW

kayu) Energi cahaya 4,80kWh/m2/day Energi angin 9,29 GW Sumber :MOEMR-2007 dalam Endah, 2008.

8,00 0,50

Sumber penyediaan energi primer di Indonesia dari jenis energi fosil dari tahun 2000 hingga 2007 cenderung menurun 2 persen hingga 2,5 persen, namun batubara mengalami peningkatan hingga 8,1 persen dari tahun 2000 hingga 2006 lalu meningkat lagi sebesar 4,9 persen. Perubahan persentase yang fluktuatif tersebut tidak ditemukan pada sumber energy non fosil yang cenderung stabil. Sumber energy biomassayang meliputi arang, kayu, juga limbah kayu memiliki persentase 25 persen dari ketersediaan energy primer yang pada tahun 2000 lalu menurun 2 perswn di tahun 2006 menjadi 23 persen dan tidak mengalami perubahan pada rahun 2007. Persentase ketersediaan yang cukup besar dari biomassa menunjukkan bahwa biomassa dapat dijadikan sumber energy yang potensial selain dari sumber energy fosil yang diperkirakan persentasenya akan

9

menurun dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Tabel 3 tentang penyediaan energy primer.

Tabel 3. Penyediaan energy primer Sumber Energi Tahun 2000 (%) Tahun 2006 (%) Minyak bumi 44 40.5 Gas bumi 19 16.5 Batubara 9 17.1 Tenaga air 2 2 Panas bumi 1 0.9 Biomassa 25 25 Sumber : Departemen ESDM 2008 dalam Endah 2008 Tahun 2007 (%) 38 14 22 2 1 23

D.Pengelola Limbah Serbuk Kayu dengan Menerapkan Sistem Waste To Product Pengelolahan waster to prodyct merupakan pengelolahan limbah menjadi bahan baku atau produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaanya,waste to product harus menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut.

1.

Reduce Reduce artinya mengurangi. Dalam hal ini, diharapkan kita dapat

mengurangi penggunaan material kayu yang dapat menambah jumlah limbah serbuk kayu, serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan hutan akibat penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi linkungan (Pareira, 2009). 2. Reuse

10

Reuse artinya penggunaan kembali.

Dalam pengolahan limbah serbuk

gergaji ini maksudnya adalah menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan baku untuk membuat briket arang yang bernilai ekonomis (Pareira, 2009). 3. Recycle Recycle artinya mendaur ulang. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini maksudnya adalah mendaur ulang serbuk gergaji menjadi produk baru, yaitu briket arang (Pareira, 2009). 4. Dapat mengurangi biaya Seperti telah diketahui, saat ini sedang terjadi krisis energy bahan bakar. Saat ini minyak tanah telah langka, dan harga gas LPG melonjak. Banyak rakyat kecil yang merasa terbebani dengan adanya kenaikanharga gas LPG tersebut. Dengan adanya briket arang, diharapkan hal tersebut dapat teratasi dan mampu menolong rakyat kecil (Pareira, 2009). Pengolahan limbah serbuk kayu menjadi briket arang sangat mudah dan biaya produksinya murah karena bahan bakunya berasal dari limbah yang dengan mudah dapat kita peroleh dimana-mana. Selain itu pengolahan limbah ini juga dapat , meningkatkan pendapatan masyrakat bila pembuatan briket arang ini dikelola dengan baik untuk sselanjutnya dijual. Bahan pembuatan briket arang mudah didapatkan disekitar kita berupa serbuk kayu gergajian (Pareira, 2009). 5. Mampu menghemat energi

11

Pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi briket arang terbukti mamapu menghemat penggunaan energi. Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya (Pareira, 2009). Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000 kal/g yaitu sebesar 6341 kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35 %. Namun demikian studi yang dilaksanakanya di Jawa Barat menunjukkan bahwa pabrik briket arang dengan kapasitas sebanyak 260 kg briket arang/hari dapat menguntungkan. Briket arang dari kayu pasar swalayan sekarang dijual dengan harga jual Rp. 12.000/2,5 kg (Pareira, 2009). Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai sumber energy alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia, sedangkan untuk dunia Karen akebutuhan kayu bakara adan aranag untuk tahun 2000 siperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 sehingga jumlah CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/tahun (Pareira, 2009). 6. Eco-efisiensi Eco-efisiensi artinya pengolahan limbah serbuk gergaji diharapkan dapat berimbasa positif terhadap lingkungan. Dengan penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Selain itu memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuat briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi

12

pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja (Pareira, 2009) . E.Briket Arang Briket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan gaya tekan tertentu (Gustan 2004 dalam Yulizawati 2008). Sedangkan menurut Rusiman (2008), Briket arang adalah rang yang diolah lebioh lanjut menjadi bentuk briket (penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu dilakukan dengan cara penambahan perekat tapioca, yaotu bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak (kempa dingin) dengan sistem hidrolik manual selanjutnya dikeringkan. Selain itu hasil penelitian Sudrajat (1983) yang membuat briket arang dari 8 jenis kayu dengan perekat campuran pati dan molase menyimpulkan bahwa makin tinggi berat jenis kayu, kerapatan briket arangnya makin tinggi pula. Kerapatan yang dihasilkan antara 0,45 1,03 g/cm 3 dan nilai kalornya antara 7290 7456 kal/g. pembuatan beiket arang yang

digunakan sekarang adalah bahan baku yang digunakan sudah langsung dalam bentuk arang serbuk sehingga proses penggilingan dan pengayakan bahan baku yang dilakukan sebelumnya dapat dihilangkan. Proses selanjutnya adalah

penambahan perekat tapioca dan pengepresan seperti pembuatan briket arang sebelumnya (Rusiman, 2008).

13

Sifat fisika dan kimia briket arang serbuk kayu sangat dipengaruhi oleh kerapatan kayu, berat jenis kayu, kadar air bahan, dan jenis perekat yang digunakan (Sudrajat, 1984). Berdasarkan hasil penelitian Sudrajat (1984), didapatkan nilai rata-rata kerapatan briket kayu 0,875-1,037 g/cm3, keteguhan tekanan 216,32604,12 kg/cm2, nilai kalor sebesar 4318-4668 kal/g, kadar air antara 3,58%-6,12% dan kadar abu sebesar 1,61%-3,91 %. Kayu dengan kerapatan tinggi akan

menghasilkan briket kayu dengan kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan kayu brendah tetapi menghasilkan kadar air dan kadar abu yang lebih rendah. Dengan dua jenis perekat yang digunakan, perekat pati menghasilkan briket kayu dengan kerapatan dan kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan perekat molase, tetapi menghasilkan keteguhan tekanan dan nilai kalor yang lebih rendah.

III.A.

PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANG

Tempat dan Waktu Praktik lapang tentang pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk briket

bahan bakar alternatif dilaksanakan Di Pengrajin Kayu Gergajian, Desa Keramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang, dan akan dilaksanakan pada Juni 2009 sampai dengan selesai. B. Bahan dan Alat

14

Bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan praktik lapangan ini yaitu serbuk gergaji dan perekat. Sedangkan alat yang digunakan yaitu ayakan ukuran lolos 50 mesh, cetakan briket, dan oven. C. Metode Pengumpulan Data Praktik lapang ini menggunakan metode observasi yakni pengamatan secara langsung di tempat dan analisa teknis. Hasil dari praktik lapang akan disajikan secara tabulasi dan grafik. Analisis teknis meliputi simensi briket, sifat fisik briket (kadar air briket, sifat tidak mudah patah, laju pembakaran, kuat tekan atau crushing test, dan berat jenis briket).

D.

Cara Kerja Cara kerja praktik lapang ini terdiri dari beberapa tahap observasi meliputi

wawancara dan pengisian kuisioner dan tahap pembuatan briket yang terdiri dari pengarangan dan pengayakan, dan pembriketan. Tahap pengarangan 1. Serbuk gergaji dijadikan arang pada suhu tertentu. 2. Pengayakan maksudnya untuk menghasilkan arang serbuk gergajian yang lembut dan halus. Arang serbuk gergaji diayak dengan saringan

15

ukuran kelolosan 50 mesh dan arang tempurung kelapa dengan ukuran 70 mesh. Tahap pembriketan 1. Arang yang telah dihaluskan dan perekat dimasukkan kedalam bak pengadukan dan diaduk sampai rata. 2. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan untuk dilakukan pengepresan. 3. Briket dikeluarkan dari cetakan dan dikeringkan menggunakan sinar matahari. E. Parameter Yang Diamati 1. Dimensi Briket Dimensi briket yang akan dibuat adalah briket dengan bentuk silinder dengan diameter 2 cm dan tinggi 5 cm. briket akan divetak menggunakan pipa PVC kemudian akan dipres menggunakan alat penggepres dengan tekanan tertentu untuk mendapatkan kepadatan yang diinginkan (Yulizawati, 2008). 2. Sifat Fisik Briket Sifat fisik briket antara lain kadar air briket, sifat tidak mudah patah, laju pembakaran, kuat tekan atau crushing test, dan berat jenis briket. a. Kadar air briket

16

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dakam suatu bahan. Kadar air briket menentukan kemudahan briket tersebut saat dibakar. Kadar air briket dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

KA = (1) Keterangan :

KA = Kadar air briket (%) Wb = Berat basah briket (kg) Wk = berat kering briket (kg)

b. Sifat tidak mudah patah dan hancur

Briket yang baik adalah briket yang kompak sehingga tidak mudah patah atau hancur. Sifat tidak mudah patah dan hancur dapat diketahui dengan uji hancur yaitu dengan menjatuhkan briket pada ketinggian 30 cm, 60 cm, dan 100 cm (Yulizawati, 2008).

c. Laju pembakaran Hasil penelitian Mahyidin (2006) dalam Yulizawati (2008) menyatakan bahwa laju pembakaran merupakan jumlah briket yang terbakar pada selang waktu

17

pembakaran. Laju pembakaran dapat dihitung menggunkan persamaan sebagai berikut :

LP (2)

=

.

Keterangan : LP = laju pembakaran (g/menit) mt = massa briket terbakar (g) t = waktu pembakaran (menit)

d. Kuat tekan briket Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan briket atau kemampuan briket menahan beban sampai terjadi patahan. Pengujian ini menggunakan alat kuat tekan yaitu load frame (2kN) dengan lima buah sample. e Berat jenis briket Kerapatan suatu benda didefinisikan sebagai massa benda persatuan volume. Dengan demikian sebuah benda yang memiliki massa (m) dengan volume (v) maka berat jenis dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :

(3)

18

Keterangan : = berat jenis (g/m3) m = berat benda (g) v = volume benda (m3)

IV.

KEADAAN UMUM DAERAH PRAKTIK

A. Sejarah Singkat Industri Pengrajin kayu gergajian Keramasan didirikan oleh bapak Abbas sekitar tahun 1990. Pengrajin kayu gergajian ini dikelola langsung oleh Pak Abbas

19

dibantu sekitar 20 hingga 30 pekerja lepas setiap harinya. Kegiatan di gergajian Keramasan ini dimulai pada pukul 08.00 WIB dan selesai sekitar pukul 15.00 WIB pada setiap hari Senin hingga Sabtu, namun jumlah hari kerja ini bisa berubah sesuai dengan persediaan kayu yang diperoleh dalam satu minggu. Pengrajin kayu gergajian Keramasan ini sehari-harinya mengolah kayu karet menjadi kotak buah yang akan dipasarkan di wilayah Palembang dan sekitarnya. Kegiatan produksi sangat tergantung pada persediaan kayu dan permintaan produk, sehingga limbah serbuk gergajian yang dihasilkan pun tidak pasti jumlahnya.

Gambar 1. Lokasi penggergajian kayu Keramasan, Kertapati, Palembang

B. Deskripsi Wilayah Industri Deskripsi wilayah praktik lapang, yaitu perngrajin kayu gergajian Keramasan terletak di Kramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang, Sumatera Selatan. Lokasi kerja penggergajiam kayu ini berada tepat dipinggir aliran sungai

20

Kramasan. Dampak dari lokasi penggergajian ini adalah menumpuknya limbah serbuk kayu sisa dari penggergajian yang menumpuk hingga menyebabkan pendangkalan sungai. Wilayah kerja pengrajin kayu gergajian Kramasan yang berada di pinggir sungai Kramasan menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai yang serius selama kurang lebih 19 tahun. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengelolaan limbah secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Gambar 2. Penumpukan limbah serbuk gergaji di pinggir sungai kramasan

C. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana dalam melaksanakan kegiatan pada lokasi praktik lapang ini antara lain, satu unit alat pemotong kayu dan sebuah mobil pick up

21

untuk mengantar hasil produksi kepada konsumen. Penggerjaan kegiatan pemotongan dilakukan di sebuah pondok sederhana yang melindungi pekerja dari sengatan panas matahari langsung. D. Tenaga Kerja dan Pemasaran Produk Pengrajin kayu gergajian Kramasan memperkerjakan sekitar 20 hingga 30 orang setiap hari kerja sesuai dengan banyaknya permintaan dan jumlah persediaan kayu yang tersedia pada tiap hari kerja. Tugas yang dilakukan pekerja mulai dari menurunkan kayu karet sebagai bahan baku produk yang dihasilkan. Menjemur kayu, memotong kayu hingga membuat kotak buah hingga menjadi produk akhir yang siap dipasarkan lalu mendistribusikannya kepada konsumen yang telah memesan produk.

22

V.A. Dimensi Briket

HASIL DAN PEMBAHASAN

Briket serbuk gergaji dengan perekat kotoran sapi yang dibuat dan dianalisis pada praktik lapang ini memiliki dimensi 4,3 cm dan ketinggian rata-rata 5 cm. briket dicetak dengan cetakan pipa diameter 4,5 cm dan tinggi 10 cm.

23

Gambar 3. Cetakan briket B. Sifat Fisik Briket 1. Kadar air Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dakam suatu bahan. Kadar air briket menentukan kemudahan briket tersebut saat dibakar. Kadar air briket dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

KA = Keterangan : KA = Kadar air briket (%) Wb = Berat basah briket (kg) Wk = berat kering briket (kg)

(1)

Dari analisa yang dilakukan, berat basah briket sebelum proses penjemuran selama 4 hingga 6 jam dibawah terik matahari langsung dan 8 jam didiamkan pada bsuhu ruangan adalah 40gr dengan komposisi 2 bagian serbuk gergaji dan 1 bagian kotoran sapi yang telah dikeringkan dan telah diayak. Berat briket setelah dijemur rata-rata 28 gr. Sehingga kadar airnya adalah

KA =

= 42,857 %

2. Sifat tidak mudah patah atau hancur

24

Briket serbuk gergaji dengan komposisi 80 gr serbuk gergaji, 40 gr kotoran sapi yang telah dikeringkan, dijemur, dan diayak, ditambah 300ml air (untuk 3 briket) dengan metode pengepresan menggunakan pemberat sederhana, memiliki sifat mudah patah. Hal ini terbukti pada penjatuhan briket pada ketinggian 60 cm, briket patah menjadi beberapa bagian dan menyerbuk, dan pada penjatuhan dari ketinggian 30 cm, briket patah.

3. Analisis Nilai Kalor Menurut analisa nilai kalor pada Laboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya dengan bombcalorimeter C 400, perhitungan nilai kalor briket serbuk gergaji dengan perekat kotoran sapi adalah sebagai berikut : Temperature awal Temperature akhir Berat sample Kapasitas panas : t1 : t2 = 4,674 c = 5,596 c

: m sample = 0,911 g : Qf = x cm sisa fase x 2,3 cal /gram = Qf cal + 2,3 cal

Sisa fase (sisa panjang kawar Ni-Cr)= 1 cm Nilai tetapan Nilai Kalor C = : HOB :C = 6318

25

= = 6247,61 cal/gram

VI.A. Kesimpulan 1.

KESIMPULAN DAN SARAN

Briket dengan komposisi 60 % serbuk gergaji dan 40% kotoran sapi yang telah diayak serta air memiliki kadar air briket sebesar 42,857 %.

2.

Briket dengan komposisi 60 % serbuk gergaji dan 40% kotoran sapi yang telah diayak serta air, memiliki sifat tidak mudah patah yang buruk, Karen akan patah saat dijatuhkan pada ketinggian 30 cm.

3.

Briket serbuk gergaji dan kotoran sapi dengan komposisi 60 % dan 40% dan air, memiliki nilai kalori yang baik yaitu 6247,61 cal/gram.

B.

Saran

26

1. Agar briket memiliki sifat tidak mudah patah yang baik, sebaiknya ditambahkan bahan perekat yang lebih mengikat daripada kotoran sapi. 2. Untuk meningkatkan nilai kalor, sebaiknya briket dikeringkan dengan oven.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Sambutan Mentri Kehutanan dan Perkebunan pada seminar nasional kehutanan Masa depan industry hasil hutan (kayu) di Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. (http://www.deptan.go.id diunduh 12 Maret 2009). Endah, S.A. 2008. Situasi keenergian di Indoneisa. Seminar dan lokakarya Peran Mahasiswa Teknik Pertanian dalam Menanggulangi Maslah Pangan dan Energi Nasional, Bogor.

27

Juankan. 2008. Kayu Bakar dan Limbah Pertanian Sebagai Energi Alternatif. (http://www.tentangkayu.com diunduh 12 Maret 2009). Pareira, B.M. 2009. Pengolahan Limbah Serbuk Kayu Dengan Menerapkan Sistem Waste To Product. (http://www.onlinebuku.com diunduh 17 Maret 2009). Sudrajat, R. 1984. Pengaruh Kerapatan Kayu, Tekanan Pengempaan Dan Jenis Perekat Terhadap Sifat Briket Kayu. Jurnal PHH/FPR journal Vol. 1 No.1 (1984) pp. 11 16. Susetyo. 2008. Limbah dari Industri Kayu. (http://www.tentangkayu.com diunduh 12 Maret 2009) Yulizawati. 2008. Karakteristik Fisik dan Thermal Briket Cangkang Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurusan Teknologi Pertanian,Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Indralaya.(tidak dipublikasilan).

LAMPIRAN 1. Diagram alir cara kerja praktik lapangan

MULAI

Serbuk gergajian

Pengarangan dengan suhu tertentu

Arang

Pengayakan dan penyaringan (50 mesh 70 mesh) 28

serbuk Gergajian Arang serbuk gergajian yang telah halus dan perekat

Pengadukan bahan

Pencetakan briket dengan alat pengepres (d = 2cm t = 5 cm)

Pengeringan (KA = 10%)

SELESAI

LAMPIRAN 2. Daftar kuesioner 1. Berapa volume (m3) limbah gergajian dalam sehari pengerjaan? 2. Jenis kayu apa saja yang digergaji pada industri kayu Keramasan? 3. Berapa jumlah tenaga kerja pada industri gergajian Keramasan? 4. Berapa hari kerja dalam satu minggu? 5. Berapa upah tenaga kerja perhari/perbulan industri gergajian Keramasan? 6. Darimana kayu-kayu gergajian yang diolah diperoleh?

29

7. Diolah menjadi apa saja kayu yang diperoleh pada industri gergajian Keramasan? 8. Dimana daerah pemasaran produk industri gergajian Keramasan?

30