Top Banner
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN KUNJUNGAN MUSEUM DAN TEMPAT BERSEJARAH Pembimbing: drg. Fanni Kusuma Djati Disusun oleh: Aninda Wulan Pradani G1G009018 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
44

LAPORAN Pl Aninund Jukja

Jul 03, 2015

Download

Documents

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN KUNJUNGAN MUSEUM DAN TEMPAT BERSEJARAH

Pembimbing: drg. Fanni Kusuma Djati

Disusun oleh: Aninda Wulan Pradani G1G009018

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang kaya akan budaya dan sejarah. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kota-kota bersejarah yang kini dapat sebagai kota wisata budaya
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN Pl Aninund Jukja

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN

KUNJUNGAN MUSEUM DAN TEMPAT BERSEJARAH

Pembimbing:

drg. Fanni Kusuma Djati

Disusun oleh:

Aninda Wulan Pradani

G1G009018

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

2009

Page 2: LAPORAN Pl Aninund Jukja

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah suatu negara yang kaya akan budaya dan sejarah. Hal

tersebut dapat dilihat dari banyaknya kota-kota bersejarah yang kini dapat

sebagai kota wisata budaya. Karena jiwa nasionalisme dan perjuangan para

pahlawan di masa lampau merupakan suatu warisan budaya yang perlu

dilestarikan di dalam jiwa pemuda-pemuda Indonesia.

Seperti telah diketahui bahwa Indonesia sudah beratus-ratus tahun

dijajah bangsa lain. Tak cukup dengan 350 tahun Indonesia dijajah Belanda,

namun masih ada Jepang yang menjajah selama 3,5 tahun. Tak bertindak

diam, selama itu pula bangsa Indonesia melakukan perjuangan baik jiwa, raga,

fisik, pikiran, dan semuanya telah dikorbankan. Tentu tak sedikit pula yang

menjadi korban. Hal tersebut menggoreskan luka yang teramat dalam bagi

bangsa Indonesia sendiri.

Namun pengorbanan yang sangat bernilai itu kini telah membuahkan

hasil. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia berhasil mengumandangkan

kalimat Proklamasi Kemerdekaan. Belum cukup sampai disitu, namun

pergerakan mempertahankan kemerdekaan terus berlanjut. Hingga bangsa lain

tersebut mau untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.

Memang perjuangan itu kini telah menjadi sejarah. Tetapi bukan

berarti merupakan sebuah cerita untuk dilupakan. Karena bangsa Indonesia

adalah bangsa yang menghargai sejarah serta belajar dari sejarah. Hal tersebut

terbukti dengan dilestarikannya tempat-tempat bersejarah yang masih

mencerminkan nilai perjuangan di masa lampau.

Tak kenal maka tak sayang, sebuah ungkapan yang sangat mengena.

Oleh karena itu kita sebagai jiwa para pemuda diharapkan mempunyai

semangat juang dan nasionalisme layaknya para pahlawan. Hal tersebut dapat

dimulai dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah tersebut untuk

mengenal para pahlawan kita. Untuk itulah dilaksanakannya praktek lapangan

Page 3: LAPORAN Pl Aninund Jukja

mengunjungi museum dan tempat-tempat bersejarah untuk mengenal lebih

dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

B. Tujuan

Penulisan laporan dan praktek lapangan ini dengan tujuan:

1. Memenuhi komponen penugasan blok Personality Development.

2. Mahasiswa mengetahui dan memahami sejarah bangsa Indonesia.

3. Mahasiswa dapat mempelajari makna yang terkandung dalam

peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut.

4. Menumbuhkan jiwa juang para pahlawan, rasa nasionalisme dan

kebangsaan, serta dapat menghargai jasa-jasa pahlawan.

5. Melaporkan dan menganalisis hasil praktek lapangan.

C. Manfaat

Praktek lapangan dan penyusunan laporan ini dapat memberi manfaat

sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami sejarah bangsa Indonesia.

2. Mengetahui bangunan-bangunan bersejarah dan peninggalan-

peninggalannya sehingga dapat menarik makna dan nilai historis yang

terkandung di dalamnya.

3. Tumbuhnya rasa menghargai, nasionalisme dan kebangsaan, serta rasa

cinta tanah air.

Page 4: LAPORAN Pl Aninund Jukja

BAB II

BATASAN PERMASALAHAN

Dalam laporan praktek lapangan ini, saya akan membahas permasalahan

dengan batasan-batasan sebagai berikut :

1. Benteng Van Der Wijck

2. Monumen Jogja Kembali

3. Benteng Vredeburg

4. Gedung Agung

5. Museum Sasmitaloka

6. Museum Sasana Wiratama

Page 5: LAPORAN Pl Aninund Jukja

BAB III

PEMBAHASAN

BENTENG VAN DER WIJCK

Sejarah

Benteng di Gombong merupakan salah satu elemen pendukung sarana

militer pada jamannya ini dikenal dengan benteng Cochius, yaitu nama seorang

Letnan Jenderal pasukan Hindia-Belanda di tahun 1835, Frans David Cochius,

dan terletak di desa Sidayu, Gombong dengan bentuk segi delapan ini didirikan di

tahun 1833 yang sebelumnya berupa pos militer. Sejak tahun 1856 benteng yang

awalnya sebagai benteng logistik, berubah menjadi Pupillen School (Sekolah

Calon Militer. Fungsi sebagai sekolah militer ini tidak mengalami perubahan

hingga tahun 1913.

Bangunan

Page 6: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Benteng yang terdiri dari dua lantai ini memiliki ruangan yang bervariasi besar

dan luasnya dengan kait besi bergantungan, yang fungsi dari masing-masing

ruangan ini pada tahun 1833-1856 tidak dapat diketahui, namun patut diduga

bahwa fungsi dari masing-masing kait besi di atap ruangan tersebut sebagai

tempat bergantungnya rel kelambu (gordyn) sekat dalam ruangan. Dan antar

ruangan itu sendiri dihubungkan oleh koridor. Begitu pula antara lantai satu dan

lantai dua dihubungkan oleh tangga sempit. Atap benteng Gombong ini kokoh

jika dilihat bahan baku penyusunnya, yaitu batu bata yang disusun rebah dan batu

bata susun berdiri di sisi tepinya. Penambahan ekstrim tampak pada bagian atas

benteng, yaitu pada rampart-nya ditambahi dengan rel untuk fasilitas kereta api

mini. Jika dilihat dari bagian koridor, langit-langit koridor berupa struktur dalam

kubah lengkungan membentuk perpaduan ritmis pada setiap pertemuan antar

persimpangan siku koridor. Pada titik pertemuannya diberi penguat berupa besi

silang yang terikat.

Dari hasil pengamatan di lapangan terhadap benteng Cochius atau Van Der

Wijck di Gombong, mengindikasikan bahwa kecil kemungkinan bangunan ini di

masa lalu sejak dari pertama pendiriannya difungsikan sebagai benteng

pertahanan militer secara langsung. Hal ini dikarenakan beberapa elemen benteng

pertahanan berupa embrasure maupun merlon tidak terdapat di benteng ini.

Namun demikian penulis lain menyatakan memang selain berfungsi sebagai

pertahanan, pada beberapa tempat digunakan sebagai penyimpanan logistik bahan

kebutuhan, tempat pelatihan, tempat penahanan atau penjara dan lain sebagainya.

Adapun parit di sekeliling benteng yang pernah ada di benteng ini, sangat

dimungkinkan sebagai wilayah pembatas antara benteng dengan area sekitarnya

dan sebagai penahan gerak laju jika ada yang berniat memasuki benteng dengan

tujuan yang tidak diharapkan oleh komunitas benteng Cochius.

Sumber air

Page 7: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Sumber air dari sumur asli yang sekarang ditutup menjadi air mancur yang

terletak di tengah-tengah benteng. Terkadang banyak orang yang mengunjungi

sumur itu untuk pemujaan dan dianggap keramat. Sumur asli ini terdapat didalam

benteng.

Bangunan pengintai

Di atap benteng tersebut terhadap corong yang berfungsi untuk mengintai

atau memaata-matai. Secara logitka dengan bentuk seragam menghadap satu arah

adalah untuk mempermudah menentukan arah.

Kebersihan

Kebersihan di benteng sudah cukup baik meski masih terdapat beberapa

sampah di sela-sela ruangan.

MONUMEN JOGJA KEMBALI

Page 8: LAPORAN Pl Aninund Jukja

a. Sejarah dan perkembangan

Monumen Yogya Kembali (Monjali), dibangun pada tanggal 29 Juni 1985,

ditandai dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu

pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.

Pendirian monumen ini digagas oleh Kolonel Sugiarto, selaku

Walikotamadya Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali pada tanggal 29

Juni 1983. Nama Yogya Kembali merupakan penanda peristiwa sejarah ditariknya

tentara pendudukan Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949.

Hal ini sebagai tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari

kekuasaan pemerintahan Belanda.

Pembangunan monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai

ini selesai dalam waktu empat tahun dan diresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli

1989 oleh Presiden RI pada waktu itu, Soeharto. Monumen setinggi kurang lebih

31.8 m ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati,

Kabupaten Sleman. Bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang

menjadi perlambang kesuburan selain memiliki makna melestarikan budaya nenek

moyang pra-sejarah.

b. Tata Ruang dan Tempat

Lokasi Monumen Yogya Kembali berdasarkan budaya Yogya, yaitu

monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan Gunung

Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu

imajiner ini sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar

Kehidupan. Titik imajinernya sendiri bisa dilihat pada lantai 3 ditempat berdirinya

tiang bendera.

Page 9: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Bangunan monumen ini terdiri dari taman depan dimana pengunjung bisa

melihat Meriam PSU Kaliber 60mm buatan Rusia, sedangkan di halaman paling

depan ada Replika Pesawat Guntai dan Pesawat Cureng yang dipakai dalam

peristiwa perjuangan ini. Memasuki halaman museum terdapat dinding yang

memenuhi satu sisi selatan monumen yang berisi Rana Daftar Nama Pahlawan

dimana kita bisa melihat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III

antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi

Karawang-Bekasi karangan Khairil Anwar.

c. Ruangan

Bangunan monumen yang terdiri dari tiga lantai terbagi dalam beberapa

bagian. Seluruh bangunan dikelilingi oleh kolam air.

1. Museum

Di lantai satu ada museum dimana terdapat empat ruang museum yang

menyajikan benda-benda koleksi berupa: realia, replika, foto, dokumen, heraldika,

berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum yang kesemuanya

menggambarkan suasana perang kemerdekaan tahun 1945-1949. Kita bisa

melihat tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar Jenderal

Soedirman selama perang gerilya, seragam tentara dan dokar yang juga pernah

digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Total koleksi barang-barang

dalam museum tersebut mencapai ribuan.

2. Perpustakaan

Perpustakaan menggunakan satu ruang di lantai satu yang merupakan

perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi sejarah perjuangan

kemerdekaan bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

3. Ruang serbaguna

Page 10: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Ruangan ini adalah ruangan yang terletak ditengah-tengah ruangan lantai

satu lengkap dengan panggung terbukanya. Setiap hari Sabtu dan Minggu di

ruangan ini digelar berbagai atraksi diantaranya tarian klasik, gamelan, music

electone yang memainkan lagu-lagu perjuangan. Ruangan Serbaguna ini bisa

digunakan oleh umum untuk acara-acara pernikahan, seminar, wisuda dan lain-

lain.

4. Lantai dua

Di lantai dua bagian dinding paling luar yang melindungi tubuh monumen,

terdapat 40 buah relief perjuangan fisik dan diplomasi perjuangan Bangsa

Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. Kita bisa melihat

antara lain relief Jenderal Mayor Meyer yang mengancam Sri Sultan HB IX pada

tanggal 3 Maret 1949, Presiden dan para pemimpin lain kembali ke Yogyakarta,

pernyataan dari Sri Sultan HB IX yang menyatakan bahwa Daerah Istimewa

Yogyakarta adalah bagian dari Negara Republik Indonesia, Perayaan

Kemerdekaan di halaman Kraton Ngayogyakarta dan lain-lain.

5. Diorama

Didalam bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama perjuangan fisik dan

diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949

dengan ukuran life-size melingkari bangunan monumen. Diorama diawali dengan

Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai

kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana kita bisa

menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan

aslinya. Pemandu akan menjelaskan peristiwa sesungguhnya yang terjadi dimana

pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai

Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan

sapu bersih terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta

(Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh

kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden

(Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali

Negara RI dimulai.

Page 11: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga

memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya.

Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang

waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap

memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno

sudah memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-

awal.

Ditengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan

sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang

memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin

mengabarkan pada dunia mengenai eksistensinya. Berita keberhasilan SU 1 Maret

1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi

PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke

Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB. Menjelang diorama

terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan bangsa

dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni

1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang

mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya

Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.

6. Ruang Hening

Lantai tiga dari gedung monumen ini dinamakan Garbha Graha atau Ruang

Hening. Dalam ruangan ini terdapat tiang bendera dengan bendera merah putih

terpasang ditengah ruangan. Terdapat relief di dinding berupa gambar tangan yang

dapat diartikan sebagai perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi yang

digambarkan dengan tangan memegang pena. Pemandu akan meminta

pengunjung untuk menundukkan kepala dan berdoa sejenak bagi arwah para

Page 12: LAPORAN Pl Aninund Jukja

pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan dapat diterima di sisi

Tuhan sesuai dengan amal baktinya.

BENTENG VREDEBURG

a. Sejarah

Didirikan pada tahun 1760 pada masa pemerintahan hindia Belanda. Pada

mulamnya benteng ini didirikan untuk memata-matai pihak keraton dengan dalih

melindungi keraton.

Seiring dengan waktu, penggunaan benteng berturut-turut sebagai maarkas

tentara Belanda, tentara jepang hingga pernah diduduki tentara Indonesia pada

Serangan Umum 1 Maret. Saat ini benteng digunakan sebagai objek wisata

sejarah.

b. Gerbang Utama Barat

Page 13: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Gerbang ini terdiri dari 2 lanalai dimana pada masa pemerintahan Belanda.

Lantai atas digunakan sebagai ruang komando. Dan lantai bawah digunakan

sebagai pos penjagaan.sampai saat ini fungsi itu tidak berubah terutama untuk

jalur keluar masuk benteng.

c. Ruang pameran Diorama 1

Bangunan ini dahulunya merupakan bangunan perumahan peprwira sebelah

selatan. Dalam ruangan ini terdapat berbagai diorama yang menggambarkan

peristiwa perjuangan yang terjadi di Yogyakartayang terjadi sejak era Perang

Diponegoro sampai masuknya Jepang ke Yogyakarta. Beberapa contohnya yaitu :

Diorama 1 menggambarkan perjuangan pangeran Diponegoro di goa

Selarong

Diorama 2 menggambarkan konggres Boedi Oetomo I di Yogyakarta yang

dipimpin oleh Dr. Wahidin Soedirihoesodo.

Diorama 3 menggambarkan Lahirnya organisasi Muhammadiyah yang

dipimpin oleh KH Ahmad Dahlan

Page 14: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Diorama 8 yang menggambarkan penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono

IX pada tanggal 18 Maret 1940 di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil

keraton Yogyakarta

Diorama 9 menggambarkan masuknya Jepang ke Indonesi yang terjadi

tanggal 6 maret 1942, dimana pasukan Jepang masuk dari arah timurr Kota

Yogyakarta

d. Selokan atau Parit

Selokan atau parit yang mengelilingi benteng tersebut saat ini sudah

dalamkondisi kering atau tidak ada airnya lagi. Dahulu parit ini digunakan sebagi

rintangan paling luar untuk mengahalau serangan musuh.

e. Ruang Pameran Diorama II

Dahulu ruang ini adalah bangunan perumahan perwira sebelah utara. Dalam

ruangan initerdapat berbagai diorama yang menyajikan peristiwa yang terjadi di

Yogyakarta sejak masa awal kemerdekaan sampai terjadinya agresi militer

belanda 2.

ISTANA AGUNG

1. Tata Letak

Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di

pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani, jantung ibu

kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan

Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120

meter dari permukaan laut. Ada 6 buah istana kepresidenan RI yaitu Istana Negara

(Jakarta), Istana Merdeka (Jakarta), Istana Bogor (Bogor), Istana Cipanas

(Cipanas), Istana Tampaksiring (Bali) dan Istana Gedung Agung (Yogyakarta).

Page 15: LAPORAN Pl Aninund Jukja

2. Sejarah dan perkembangan

Istana kepresidenan Yogyakarta awalnya adalah rumah kediaman resmi

residen Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825). Ia seorang Belanda bernama Anthonie

Hendriks Smissaert, yang merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan

Gedung Agung ini. Gedung ini didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan

Belanda. Ini berawal dari keinginan adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-

residen Belanda. Arsiteknya bernama A. Payen. Gaya bangunannya mengikuti

arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis.

Pecahnya Perang Diponogero (1825-1830), yang oleh Belanda disebut

Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung jadi tertunda. Musibah /

gempa bumi terjadi dua kali pada hari yang sama, menyebabkan tempat kediaman

resmi residen Belanda itu runtuh. Namun bangunan baru didirikan dan selesai

pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana

Kepresidenan Yogyakarta, yang kini disebut Gedung Negara.

Pada 6 Januari 1946, Kota Gudeg ini menjadi ibu kota baru Republik

Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan,

tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden

Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem

072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi

peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima

Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan angkatan perang

Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.

Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda dibawah

pimpinan Jenderal Spoor, Presiden, Wakil Presiden dan para pembesar lainnya

diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949.

Sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana

ini tidak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari Presiden.

Page 16: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, sama halnya dengan istana

Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik

Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu

negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati

Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan

penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988.

3. Ruangan

Gedung Agung mempunyai delapan kamar di bangunan utamanya. Di sisi

selatan gedung, Ruang Satu merupakan kamar. Ruang Dua dipakai sebagai kamar

kerja Presiden. Di antara keempat ruang ini juga terdapat ruang makan dan ruang

tamu keluarga. Di sisi utara terdapat empat ruangan yang simetris dengan sisi

selatan. Di belakang bangunan utama ini ada ruangan yang dipakai sebagai tempat

pementasan kesenian. Ruangan ini sekarang disebut Ruangan Kesenian.

Bangunan ini berupa pendapa terbuka.

a. Ruang Garuda

Di antara kedua sisi itu terdapat ruang utama, yaitu ruang yang terbesar di

bangunan ini. Ruang ini merupakan ruang pertama yang dapat dicapai dari

serambi depan dan sekarang disebut Ruang Garuda. Di dindingnya terpajang foto

pasangan presiden dan wakil presiden Republik

Indonesia dari generasi pertama hingga saat ini.

Page 17: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Selain itu, pada dinding ruangan terpasang 4 buah cermin tua di setiap

sisinya.Sebagian lantai marmer di Ruang Garuda kini ditutup dengan permadani

merah. Di atasnya diatur beberapa deret kursi ukiran Jepara untuk beraudiensi.

Pada masa Pemerintahan berpusat di Yogyakarta, Bung Karno melakukan sidang

kabinet dan upacara-upacara resmi di ruangan ini.

b. Ruang Soedirman

Di bagian depan, di sisi utara dan selatan Ruang Garuda, terdapat dua ruang

tamu. Ruang tamu yang di sebelah selatan disebut Ruang Soedirman. Ruang

selatan itu disebut Ruang Soedirman karena di ruang itulah Panglima Besar

Soedirman dulu mohon diri kepada Presiden Sukarno untuk memimpin perang

gerilya melawan Belanda. Ruangan ini memiliki fungsi penting yaitu tempat

presiden melakukan pertemuan serta pembicaraan resmi dengan tamu-tamunya

yang merupakan Kepala Negara ataupun Kepala Pemerintahan. Di ruang itu

sekarang terdapat patung dada Panglima Besar Soedirman dari perunggu serta

beberapa lukisan.

c. Ruang Diponegoro

Di bagian depan, di sisi utara dan selatan Ruang Garuda, terdapat dua ruang

tamu. Ruang tamu yang di sebelah utara disebut Ruang Diponegoro. Penamaan

Ruang Diponegoro adalah untuk mengenang pahlawan besar itu. Di situ

ditempatkan lukisan Pangeran Diponegoro, reproduksi dari lukisan Basuki

Abdullah yang berada di Istana Merdeka, Jakarta. Ruangan ini dipergunakan

sebagai ruang tunggu para tamu yang akan menghadiri acara-acara tertentu di

Page 18: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Istana Kepresidenan Yogyakarta. Ruangan ini juga terdapat lampu susun yang

tergantung di tengah-tengah ruangan dan juga terhampar permadani merah.

d. Ruang Makan VIP

Terletak diantara ruang garuda dan kesenian. Makanan yang dijamu untuk

presiden ataupun tamu kenegaraan akan diuji laborat terlebih dahulu demi

menjaga kesehatan dan kehigienisan makanan sehingga tidak berbahaya untuk

dikonsumsi. Tata letak meja dan tempaat disesuaikan berdasarkan jumlah dan

jabatan orang yang hadir.

e. Ruang Kesenian

Ruangan ini menunjukan ciri khas rumah Joglo yang seperti pendopo

dengan banyak tiang kayu yang menyangganya. Tiang-tiang tersebut memiliki

ukiran khas Yogyakarta yang membuatnya serasi dengan fungsi ruangan tersebut

yaitu sebagai ruang Kesenian. Biasa digunakan untuk menyelenggarakan

pegelaran seni seperti tari-tarian, gamelan, band, hingga pameran batik, lukisan,

ataupun yang lainnya.

Page 19: LAPORAN Pl Aninund Jukja

4. Tata Ruang

Pada masa itu, Bung Karno sudah mulai bergaul dengan para seniman

Yogyakarta dan membeli lukisan mereka. Beliau membeli beberapa lukisan

Affandi, S. Sudjojono, dan Sudjono Abdullah (adik Basoeki Abdullah).

Sebaliknya, pata pelukis pun banyak menitipkan lukisan untuk menghias "rumah"

kediaman Presiden yang mereka banggakan itu. Masa itu juga merupakan masa

kejayaan Seniman Indonesia Muda, sebuah perhimpunan pelukis yang berpusat di

Yogyakarta.

Maka Istana Yogyakarta terisi sejumlah lukisan penting karya seniman-

seniman Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan dibubuhi kata-kata yang

menunjukkan bahwa lukisan itu dihadiahkan kepada Bung Karno, sang patron

yang telah memuliakan kehidupan seniman.

Gedung Agung secara resmi diputuskan menjadi Istana Presiden Republik

Indonesia pada 1972, dan dipergunakan sebagai tempat penginapan Presiden dan

para tamu negara di Yogyakarta. Sejak 1972, Gedung Agung mengalami renovasi

agar layak bagi kepala negara dan kepala pemerintahan.

Renovasi Gedung Agung Yogyakarta juga mengubah dinding-dindingnya

yang semula ditutup kayu jati. Sekarang dinding-dindingnya adalah tembok

dengan semen Portland yang dicat putih. Renovasi Gedung Agung juga

melibatkan penututupan beberapa beranda dan serambi terbuka menjadi ruang-

ruang tertutup dengan dinding dan jendela

Pada mulanya, unsur seni rupa Jawa terlihat sedikit di sana-sini dalam

perpaduan dengan bentuk Barat, misalnya pada hiasan tiang-tiang besi di dekat

tangga serambi atau pada lubang lubang angin di loteng. Kemudian, pada

beberapa tahun terakhir ini ada usaha pengindonesiaan dengan menambahkan

ukiran jati dari Jepara pada lis jendela dan gantungan tirai oleh Iwan Tirta.

Hanya tampak depan bangunan utamanya saja yang masih seperti aslinya.

Bangunan bergaya Eropa ini berlantai satu dan mempunyai serambi depan yang

Page 20: LAPORAN Pl Aninund Jukja

melebar. Bagian depan serambi tidak ditopang dengan saka-saka Yunani,

melainkan dengan sepuluh tiang besi cor. Di serambi terdapat tujuh pintu. Di

antara pintu-pintu itu terdapat dua saka Doria sederhana, tanpa kapitel. Tiga pintu

yang di tengah menuju ke Ruang Garuda. Masing-masing dua pintu di kanan dan

kiri menuju ke ruang-ruang yang berada di kedua sisi bangunan.

5. Halaman

Di halaman luas di depan Gedung Agung berdiri tiang bendera yang di

depannya dikawal oleh sebuah area batu dwarapala. Arca kuno ini adalah satu

dari empat area serupa yang ditemukan di daerah Kalasan.

Di halaman depan, dekat serambi depan, terdapat sebuah arca batu kuno

setinggi tiga setengah meter. Dari kejauhan tampak seperti sebatang lilin besar,

sehingga rakyat Yogyakarta menyebutnya Patung Lilin. Sebenarnya monumen ini

adalah cupuwatu yang merupakan bentuk asli stupa yang disebut dagoba.

Monumen dari batu andesit ini ditemukan di daerah sekitar Prambanan.

Istana Yogyakarta juga menyimpan sekitar 50 arca batu kuno yang

ditemukan di daerah sekitar Yogyakarta. Arca-arca yang dikumpulkan para

residen Belanda ini semula ditempatkan di Benteng Vredenburg. Semua area itu

kini dirawat dan dilestarikan di sebuah sudut halaman belakang Istana.

Istana Yogyakarta merupakan kompleks Istana Kepresidenan yang paling

kecil dari istana-istana lainnya. Di atas lahan itu kini telah berdiri berbagai

bangunan tambahan. Satu bangunan sudah dibangun pada masa Belanda, yakni

untuk wakil residen, terletak di bagian selatan sisi depan. Bangunan itu sekarang

diberi nama Wisma Indraprasta dan dipakai untuk penginapan para pejabat.

Wisma Negara adalah bangunan tambahan yang dibuat pada 1980. Ini

adalah bangunan berlantai dua dengan arsitektur model limasan, sesuai dengan

tempatnya di Yogyakarta. Wisma Negara mempunyai 19 kamar untuk fasilitas

menginap tamu-tamu setingkat menteri, di samping ruang makan dan ruang tamu

yang luas. Selain itu juga dibangun beberapa paviliun kecil - Wisma Sawojajar,

Page 21: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Wisma Bumiretawu, dan Wisma Saptapratala-untuk tempat menginap para

ajudan, dokter, dan para pengawal tamu negara. Peresmian Wisma Negara

dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara Sudharmono pada tahun 1983.

MUSEUM SASMITALOKA

Sejarah dan perkembangan

Sasmitaloka berasal dari bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Secara etimologis

berasal dari kata "Sasmita" berarti pengeling-ngeling, mengingat, mengenang dan

"Loka" berarti tempat. Jadi Sasmitaloka Pangsar Jenderal Sudirman adalah

merupakan tempat untuk mengenang pengabdian, pengorbanan dan perjuangan

Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Gedung yang diabadikan menjadi Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal

Sudirman mempunyai riwayat yang cukup panjang sesuai dengan

fungsi/pemakaiannya.

1. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda gedung induk tersebut

merupakan tempat tinggal pejabat keuangan Puro Paku Alam VII.

2. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini dikosong kan dan barang-

barangnya disita.

3. Pada tanggal 17 Agustus 1945, gedung ini digunakan sebagai markas

Kompi Tukul batalion Suharto.

4. Pada tanggal 18 Desember 1945 hingga 19 Desember 1948, gedung ini

digunakan sebagai kediaman Pangsar Jenderal Sudirman yang saat itu menjabat

sebagai Panglima Tertinggi TKR.

Page 22: LAPORAN Pl Aninund Jukja

5. Pada saat Agresi Militer II, setelah kedaulatan Republik Indonesia pada 27

Desember 1949, gedung ini digunakan sebagai kantor Komando Militer Kota

Yogyakarta, lalu asrama Resimen Infantri XIII dan invalid (penyandang cacat),

sebagai Museum Pusat Angkatan Darat pada 17 Desember 1968 hingga akhirnya

diresmikan pada 17 Agustus 1982 sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar

Jenderal Sudirman

Tata Letak dan Ruangan

Bangunan ini terdiri dari empat bangunan yang terpisah. Rumah induk

merupakan tempat kediaman Jendral Soedirman.

RUANG I : RUANG TAMU

Ruang pertama dari Gedung Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman

terdapat dua perangkat meja kursi yang berbentuk munton yang beralaskan babut.

Meja kursi yang bentuknya sederhana sekali mencerminkan kepribadian Pak

Dirman yang sederhana, lebih mengutamakan kepentingan perjuangan untuk

negara dan bangsa dari pada kepentingan pribadinya. Di tempat inilah Pak Dirman

menerima tamu-tamu pada waktu itu. Ruang tamu ini dilengkapi dengan 2 (dua)

buah lampu gantung model kuno.

Selain itu di ruang ini terdapat riwayat hidup singkat almarhum Panglima

Besar Jenderal Sudirman. Disamping koleksi benda sejarah tersebut. di ruang ini

juga dipamerkan 3 buah patung setengah badan Jenderal Sudirman dan 1 buah

Page 23: LAPORAN Pl Aninund Jukja

patung setengah badan Letjen Oerip Sumohardjo Kepala Staf Umum TKR,

Bintang Jasa dan Satya Lencana yang dianugerahkan Pemerintah RI kepada

Jenderal Sudirman.

RUANG II : RUANG SANTAI.

Ruang santai yang terletak di tengah-tengah gedung ini, tidak hanya

berfungsi sebagai ruang keluarga yang dipergunakan oleh Pak Dirman dalam

membina dan mengasuh putra-putrinya namun juga sebagai ruang tamu. Bahkan

sering pula dipergunakan oleh Pak Dirman untuk membicarakan masalah-masalah

yang ada kaitannya dengan perjuangan bangsa Indonesia. Dalam ruangan ini

dipamerkan koleksi benda sejarah seperti radio kuno merek PhiIIips dan barang

pecah belah yang pernah dipergunakan oleh Pak Dirman dengan keluarga.

Di samping itu lukisan Pangsar Jenderal Sudirman yang sedang melakukan

Pemeriksaan pasukan di Alun-aIun Utara Yogyakarta, Pangsar Sudirman naik

kuda dan Pangsar Jenderal Sudirman ditandu ketika sedang bergerilya.

RUANG III : RUANG KERJA.

Ruang ketiga ini merupakan ruang kerja Pak Dirman. Dari ruang inilah Pak

Dirman menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengatur kebijakan perjuangan TNI.

Di sini dipamerkan koleksi benda-benda semasa itu yang dipergunakan Pak

Dirman seperti :

- Pesawat telepon, meja kursi kerja, meja kursi tamu, lemari arsip.

-Replika keris yang senantiasa dibawa Pak Dirman sewaktu melaksanakan dan

memimpin perang gerilya.

-Pedang samurai sewaktu Pak Dirman menjadi Opsir Peta.

-Senjata Lee Enfeild (LE), pistol Vickers dan mitraliur.

-Piagam penghargaan dan tanda jasa yang dianugerahkan Pemerintah RI kepada

Pak Dirman.

Page 24: LAPORAN Pl Aninund Jukja

RUANG IV : RUANG TIDUR TAMU.

Ruang ini dahulu berfungsi sebagai ruang tidur tamu Pak Dirman baik

keluarga/saudara ataupun teman-teman seperjuangan Pak Dirman. Di dalam

ruangan ini disajikan koleksi benda sejarah, antara lain: tempat tidur, almari

pakaian. kursi tamu dan photo pemandangan.

RUANG V : RUANG TIDUR PANGSAR.

Ruang inilah yang telah dipergunakan oleh Pak Dirman sebagai kamar tidur

selama beliau tinggal di gedung ini. Di dalam ruangan ini dipamerkan seperangkat

tempat tidur lengkap dengan sebuah almari pakaian dan sebuah dipan tempat

sembahyang beserta rekalnya.

Pak Dirman tidak hanya terkenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana,

pemimpin yang teguh serta memiliki disiplin tinggi, tetapi juga terkenal sebagai

orang yang taat beragama. Di samping koleksi benda sejarah tersebut, di ruangan

ini terdapat patung lilin Pak Dirman dalam ukuran nyata duduk di kursi lengkap

dengan mantel ikat kepala, pakaian serta sandal asli yang pernah dipakai beliau,

sebuah lukisan Pak Dirman beserta Ibu dengan busana tradisionaI Jawa, mesin

jahit merek Singer yang merupakan benda kesayangan Ibu Dirman.

Benda tersebut menjadi pelipur rasa kesepian di kala Ibu Dirman di tinggal

tugas sang suami tercinta dan sering dipergunakan Ibu Dirman untuk menjahit

pakaian Pak Dirman serta pakaian putra-putri beliau.

RUANG VI : RUANG TIDUR PUTRA-PUTRI PANGSAR

Bersebelahan dengan ruang tidur Pak Dirman, terdapat sebuah ruangan yang

dipergunakan untuk kamar tidur putra-putri Pak Dirman. Dari perkawinan dengan

seorang gadis bernama Sfti Alfiah itu Pak Dirman dikaruniai 9 (sembilan) orang

anak. Perhatian dan kasih sayang Pak Dirman terhadap putra-putrinya sangat

besar. Belau sering menasehati putra-putrinya bersungguh-sungguh dalam

mencari ilmu agar kelak menjadi orang yang berguna bagi Nusa, Bangsa dan

Negara. Inilah salah satu amanat beliau :

Page 25: LAPORAN Pl Aninund Jukja

"Rungokno kandaku ya ngger Marga arep tak tinggal lunga. Kang prihatin

nanging gembira Ngupakara manungsa lara."

Bangunan di sisi utara rumah induk memiliki tiga ruangan yang masing-

masing berfungsi sebagai ruang sekretariat.

RUANG SEKRETARIAT

Sewaktu Pak Dirman tinggal disini, ruang ini dipergunakan sebagai ruang

sekretariat. Saat ini, dipakai sebagai ruangan untuk menyimpan koleksi benda

sejarah yang erat hubungannya dengan jabatan Panglima Besar Pak Dirman antara

lain: seperangkat meja kursi yang pernah dipakai Letnan Kolonel Isdiman

sewaktu mengusulkan Kolonel Sudirman untuk dipilih dan diangkat menjadi

Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia dihadapan Pak Urip Sumohardjo

dan Pak Gatot Subroto. Di dinding ruangan ini terpampang foto setengah badan

Letkol Isdiman dan Sumpah Anggota Pimpinan Tentara

RUANG PALAGAN AMBARAWA.

Di dalam ruangan ini terdapat maket dan peta pertempuran di Ambarawa

atau yang lebih dikenal dengan Palagan Ambarawa. Suatu peristiwa

kepahlawanan Bangsa Indonesia dalam menghadapi Sekutu. Pertempuran diawali

sejak bulan Oktober 1945 dan berakhir dengan dikuasainya Kota Ambarawa oleh

Pasukan TKR dan para pejuang Republik Indonesia yang dipimpin langsung oleh

Kolonel Sudirman pada tanggal 15 Desember 1945.

Kemenangan itu merupakan satu peristiwa gemilang yang tercatat dalam

sejarah perang kemerdekaan di Indonesia. Kemenangan itu pula yang telah

meyakinkan Pemerintah Republik Indonesia untuk mengangkat Kolonel Sudirman

sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia pada tanggal 18

Desember 1945 dengan pangkat Jenderal. Di dalam ruangan ini juga dipamerkan

dua buah senjata mesin ringan dan beberapa foto pelaku sejarah pertempuran

Ambarawa.

Page 26: LAPORAN Pl Aninund Jukja

RS PANTI RAPIH.

Panglima Besar Jenderal Sudirman yang selalu bekerja beras tanpa

mengenal waktu, mulai terganggu kesehatannya. Dari hasil pemeriksaan dokter

diketahui bahwa paru-parunya terserang penyakit, sehingga salah satu paru-paru

Pak Dirman yang sebelah kiri harus diistirahatkan dan harus dioperasi. Di tengah-

tengah situasi dimana Angkatan Perang Rl sedang menumpas Pemberontakan PKI

di Madiun, pada akhir bulan Nopember 1948.

Pak Dirman menjalani operasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

Namun demikian, mengingat situasi negara bertambah gawat maka tanpa

menghiraukan rasa sakit Pak Dirman masih juga

bekerja, mengatur dan menyusun rencana miIiter

dengan para perwira lainnya di rumah sakit, sekalipun

saat itu Pak Dirman harus duduk di atas kursi roda.

Suasana tersebut digambarkan dengan jelas dalam

sebuah ruangan evokatif.

SASANA WIRATAMA

Sejarah dan perkembangan

Museum ini sering disebut sebagai monumen Diponegoro karena merupakan

bekas rumah kediaman Pangeran Diponegoro seorang bangsawan Kraton

Yogyakarta yang terkenal sebagai patriot dalam melawan penjajah Belanda antara

tahun 1825-1830. Terletak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Jogja tepatnya di

kampung Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta.

Page 27: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Sejarah Ringkas Tanah seluas 2,5 hektar yang awalnya dikelola oleh Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan, diserahkan oleh ahli waris Pangeran Diponegoro,

Raden Ayu Kanjangteng Diponegoro, untuk dijadikan Monumen setelah

menandatangani surat penyerahan bersama Nyi Hadjar Dewantara dan Kanjeng

Raden Tumenggung Purejodiningrat. Di atas tanah yang kini menjadi milik

Kraton Yogyakarta itu mulai pertengahan tahun 1968 hingga 19 agustus 1969

dibangun sebuah monumen pada bangunan pringgitan yang menyatu dengan

pendopo tepat di tengah komplek yang diprakarsai oleh Mayjen Surono yang saat

itu menjabat Panglima Kodam (PANGDAM) serta diresmikan oleh Presiden

Suharto. Tempat ini kemudian dinamakan Sasana Wiratama yang artinya tempat

prajurit.

Bangunan

Monumen Pangeran Diponegoro merupakan pahatan relief pada dinding

pringgitan dengan panjang 20 meter dan tinggi 4 meter, menceritakan keadaan

Desa Tegalrejo yang damai dan tentram, perang Pangeran Diponegoro melawan

Pemerintahan Belanda hingga tertangkap di Magelang. Monumen ini dipahat oleh

seniman patung Drs. Saptoto dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), dibantu

Sutopo, Sokodiharjo, dan Askabul. Di kedua sisi monumen terdapat terdapat

lukisan diri Pangeran di sebelah barat dan lukisan Pangeran sedang menunggang

kuda hitam siap untuk berperang di sebelah timur.

Museum

Page 28: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Koleksi Museum Diponegoro berjumlah 100 buah, yang terdiri dari berbagai

senjata asli laskar Diponegoro mulai dari senjata perang, koin, batu akik hingga

alat rumah tangga. Berbagai senjata seperti tombak, keris, pedang, panah, "bandil"

(semacam martil yang terbuat dari besi), "patrem" (senjata prajurit perempuan),

hingga "candrasa" (senjata tajam yang bentuknya mirip tusuk konde) yang biasa

digunakan "telik sandi" (mata-mata) perempuan. Sedangkan sejumlah alat rumah

tangga buatan tahun 1700-an yang terbuat dari kuningan terdiri dari tempat sirih

dan "kecohan"-nya (tempat mebuang ludah), tempat "canting" (alat untuk

membatik), teko "bingsing", bokor hingga berbagai bentuk "kacip" (alat

membelah pinang untuk makan sirih).

Di museum ini juga tersimpan dua senjata keramat, yaitu sebuah keris

dengan lekukan 21 bernama Kyai Omyang, buatan seorang empu yang hidup pada

masa Kerajaan Majapahit dan pedang yang berasal dari Kerajaan Demak. Kedua

senjata tersebut dipercaya dapat menolak bala.

Selain itu juga terdapat sebuah patung Ganesha berukuran kecil, tali Kuda

untuk menarik kereta kuda pemberian HB VIII, sepasang patung Loro Blonyo

serta sepasang lampu hias. Di dalam pendopo bisa dilihat seperangkat alat

gamelan milik HB II buatan tahun 1752 berupa ketipung (gendang kecil) dan

wilahan boning penembung yang terbuat dari kayu dan perunggu berwarna merah

dan kuning. Seluruh "wilahan" atau besinya masih asli, hanya kayu gamelan saja

yang sudah diganti karena lapuk termakan usia. Juga terdapat sepasang meriam di

depan serta satu meriam di sebelah timur pendopo.

Selain tembok jebol, Padasan dan Batu Comboran, peninggalan pangeran

lainnya terdapat di Magelang (Kitab Al Qur'an, Cangkir dan Teko, Jubah

Pangeran serta Empat Kursi Satu Meja), di Museum Satria Mandala Jakarta

(Pelana Kuda dan Tombak) serta sebuah keris milik Pangeran yang belum

dikembalikan dan masih disimpan di Belanda.

Tembok Jebol

Page 29: LAPORAN Pl Aninund Jukja

Tembok di belakang rumah Pangeran Diponegoro

yang dulu pernah dijebol oleh Pangeran untuk melarikan diri masih tetap utuh

seperti dahulu dan dijadikan tempat untuk mengenang peristiwa tersebut.

Pangeran menjebol tembok tersebut hanya dengan kepalan tangan kosong. Hal

yang sangat mengagumkan. Tembok jebol tersebut menjadi saksi bisu perjuangan

Pangeran diponegoro dan menunjukan betapa kuatnya tekad, semangat, dan

kekuatan Pangeran Diponegoro.

Tempat Wudhu dan Camboran

Tempat wudhu yang berada di sebelah

kiri pendopo merupakan tempat wudhu

yang dahulu digunakan oleh Pangeran

Diponegoro

Camboran ini merupakan tempat makan

kuda yang biasa digunakan oleh kuda-

kuda milik Pangeran Diponegoro

Page 30: LAPORAN Pl Aninund Jukja

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh pahlawan-pahlawan demi kemerdekaan

Indonesia. Bukan hanya harta, bahkan nyawa pun telah dikorbankan. Namun perjuangan

tersebut berbuahkan hasil. Indonesia dapat merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sebagai generasi muda kita wajib mengetahui sejarah berdirinya Indonesia dan

berkewajiban untuk membela, melindungi, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.

Dan untuk itu kita juga perlu menghargai jasa-jasa pahlawan. Karena bangsa yang besar

adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan-pahlawannya.

B. Penutup

Demikian laporan ini saya buat dengan penuh kesungguhan. Semoga praktek lapangan

dan laporan praktek lapangan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Page 31: LAPORAN Pl Aninund Jukja

DAFTAR PUSTAKA

Winarni, dkk. Buku Panduan Benteng Vredeburg Yogyakarta. 2009. Yogyakarta.

Buku Panduan Gedung Agung

Brosur wisata terbitan Monjali

http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/sasana-wiratama/

http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/monjali/

http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/sasmitaloka

http://id.wikipedia.org/wiki/Gedung_Agung

http://www.presidenri.go.id/istana/index.php/statik/profil/istana/yogya.html

http://navigasi.net/goart.php?a=tbvanwij