1 LAPORAN PENELITIAN “PERMASALAHAN PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA (STUDI DI PROVINSI ACEH DAN NTT)” Peneliti: Dina Martiany, S.H., M.Si. Dr. A. Muchaddam Fahham Yulia Indahri, S.Pd., M.A. Elga Andina, S.Psi., M.Psi. PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2016
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
LAPORAN PENELITIAN
“PERMASALAHAN PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA
(STUDI DI PROVINSI ACEH DAN NTT)”
Peneliti:
Dina Martiany, S.H., M.Si.
Dr. A. Muchaddam Fahham
Yulia Indahri, S.Pd., M.A.
Elga Andina, S.Psi., M.Psi.
PUSAT PENELITIAN
BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2016
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai
suku, budaya, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Keanekaragaman itu di satu sisi
dapat memperkaya identitas sebagai suatu bangsa, namun di sisi lain apabila tidak
dikelola dengan baik dapat menjadi sumber konflik. Salah satu keanekaragaman
yang ada di Indonesia adalah agama dan kepercayaan. Terdapat enam agama yang
banyak dianut oleh masyarakat dan dinyatakan resmi oleh negara, yaitu: Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Di samping itu, terdapat sejumlah
agama lainnya dan sekitar 245 aliran kepercayaan atau agama lokal.1 Jaminan
mengenai kebebasan perbedaan agama dan aliran kepercayaan oleh negara
dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945).
Sejatinya, meskipun jaminan kebebasan untuk memeluk agama dan
kepercayaan, telah diatur secara tegas dalam konstitusi dan undang-undang (UU),
namun permasalahan yang dialami umat beragama akan terus terjadi. Menurut
Gopin2 hal ini dikarenakan sepanjang sejarah manusia, agama memiliki dua warisan;
selain menciptakan perdamaian, agama juga dapat menyebabkan terjadinya
kekerasan (religion has a dual legacy in human history regarding peace and violence).
Selama ini, sering kali masyarakat belum dapat menerima perbedaan pluralitas
agama dan kepercayaan yang ada. Akibatnya, muncul berbagai permasalahan atau
disharmonisasi antarkelompok umat beragama dan/atau di dalam kelompok
beragama.
Disharmonisasi ini bahkan dapat berujung pada kekerasan, sebagaimana
yang terjadi di berbagai daerah pada beberapa waktu yang lalu, misalnya antara
lain: pelarangan dan ancaman terhadap pembangunan rumah ibadah di Aceh Singkil
dan Tolikara, Papua (2015); kisruh Gereja Yasmin di Bogor (2012); pelarangan
beribadah (contoh: kasus pelarangan shalat Idul Fitri oleh Gereja Injili di Indonesia
1 Draf awal Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Umat
Beragama (RUU PUB), yang disusun oleh Kementerian Agama, 7 Januari 2016, hal. 6. 2 Marc Gopin. “Religion, Violence, and Conflict Resolution”, dalam Peace & Change: A
Journal of Peace Research, Volume 22, Issue 1, hal. 1–31, Januari 1997.
3
(GIDI) di Tolikara, Papua, (2015)3 dan pelarangan jilbab bagi perempuan muslim di
Tolikara, Papua (2015)4; penyerangan fisik terhadap kelompok agama yang
dianggap di luar mainstream (contoh: penyerangan terhadap warga Syi’ah di
Sampang, Madura, 2012) 5; dugaan pengusiran warga Ahmadiyah di Pulau Bangka
(2016)6; serta pembunuhan umat beragama minoritas yang menolak untuk pindah
dari lokasi tertentu (contoh: pembantaian warga Ahmadiyah di Cikeusik, Jawa Barat,
2011).
Penghayat kepercayaan atau agama lokal juga sering kali mengalami
diskriminasi. Sebagai contoh, pada akhir 2014 yang lalu, jenazah Daodah penghayat
kepercayaan Sapta Darma di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah; ditolak oleh warga
untuk dimakamkan di tempat pemakaman umum. Jenazah Daodah pada akhirnya
terpaksa dikebumikan di pekarangan rumahnya.7 Belum lagi permasalahan
diskriminatif lainnya yang dialami penghayat kepercayaan, misalnya terkait dengan
dokumen administrasi negara, akte nikah dan akte kelahiran; serta dampak
pengosongan kolom agama di KTP dan perizinan.
Sebagai respons dari berbagai permasalahan umat beragama yang banyak
terjadi, Kementerian Agama (Kemenag) bermaksud menyusun suatu rancangan
undang-undang yang khusus mengatur perlindungan umat beragama (RUU PUB).
Pada waktunya, Kementerian Agama yang akan mengajukan RUU PUB kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Hingga saat ini RUU PUB
telah masuk dalam long-list Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015–
2019. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menghasilkan suatu peraturan
perlindungan umat beragama yang komprehensif, dibutuhkan kajian dan analisis
3 “Sebelum Pembakaran Masjid Beredar Surat Pelarangan Sholat Ied di Tolikara”,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/07/17/nrmjlk-sebelum-pembakaran-masjid-beredar-surat-pelarangan-shalat-ied-di-tolikara, berita online tanggal 17 Juli 2015, diakses pada tanggal 9 Februari 2016.
4 Ibid. 5 “Inilah Kronologis Kekerasan Warga Syiah di Sampang”,
http://www.suarapembaruan.com/home/inilah-kronologis-kekerasan-warga-syiah-di-sampang/23865, berita online tanggal 27 Agustus 2012, diakses pada tanggal 10 Februari 2016.
6 “Menteri Agama Larang Warga Usir Jemaat Ahmadiyah”, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160210121601-12-110048/menteri-agama-larang-warga-usir-jemaat-ahmadiyah/, berita online tanggal 10 Februari 2016, diakses pada tanggal 11 Februari 2016.
7 “Menimbang Nasib Aliran Penghayat Kepercayaan”, http://midjournal.com/2015/09/menimbang-nasib-aliran-penghayat-kepercayaan, berita online tanggal 1 September 2015, diakses pada tanggal 10 Februari 2016.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh
mengenai perlindungan umat beragama di Indonesia secara umum, dengan melihat
praktik perlindungan umat beragama dan penghayat kepercayaan di Provinsi Aceh
dan NTT. Adapun pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1) Apa saja permasalahan perlindungan umat beragama yang dialami di daerah?
2) Bagaimana perlindungan umat beragama dilakukan oleh pemerintah dan peran
serta masyarakat dalam menjaga kerukunan umat beragama?
3) Bagaimana pengaturan yang diperlukan untuk memberikan perlindungan umat
beragama di masa yang akan datang?
B. Metodologi
Secara umum penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena sifat
pendekatan kualitatif yang terbuka dan fleksibel. Teknik pengumpulan data primer
dilakukan dengan wawancara. Teknik ini memiliki bentuk dan kegunaan yang
beragam, tetapi dalam penelitian ini akan digunakan tipe paling umum, yaitu:
wawancara langsung tatap muka (face to face), baik dengan individu maupun
dengan kelompok (focus group interview).8 Wawancara dilakukan dengan tidak
terstruktur (unstructured interview) yang memberikan ruang lebih luas bagi
informan dan pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka (open-ended), sehingga
dapat memperkaya perolehan data.
Untuk memperoleh data primer, wawancara dilakukan terhadap berbagai
informan, yaitu: pemerintah daerah yang terkait dengan urusan keagamaan,
pemerintah daerah yang terkait dengan urusan kependudukan dan catatan sipil
(dukcapil), pemerintah daerah yang terkait dengan urusan pendidikan, pemangku
adat/tokoh agama/tokoh masyarakat, akademisi, dan perwakilan organisasi sipil
kemasyarakatan (cso/civil society organizations). Data sekunder akan dikumpulkan
dengan analisis dokumen perundang-undangan dan studi pustaka.
Penelitian Tahap ke-I di Provinsi Aceh telah dilaksanakan pada 28 Maret – 3
April 2016; dan Penelitian Tahap ke-II di Provinsi NTT telah dilaksanakan pada 11-
17 April 2016. Pemilihan Provinsi Aceh sebagai lokasi penelitian dikarenakan Aceh
8 Andrea Fontana dan James H. Frey, “Wawancara Seni Ilmu Pengetahuan” dalam Norman
K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Hand Book of Qualitative Research: Edisi Bahasa Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
5
merupakan daerah yang telah menerapkan syariat Islam. Sebagai daerah yang
memiliki mayoritas warga beragama Islam (98,19%)9 sangat menarik untuk melihat
bagaimana interaksinya dengan umat beragama lainnya. Selain itu, hasil Survei
Nasional Kerukunan Umat Beragama yang dilakukan Kementerian Agama pada
tahun 2015, menunjukkan bahwa Aceh termasuk satu dari sepuluh provinsi dengan
indeks kerukunan umat bergama paling rendah (62,8%)10 Pemilihan Provinsi NTT
sebagai lokasi penelitian salah satunya didasari hasil Survei Nasional Kerukunan
Umat Beragama yang dilakukan Kementerian Agama pada tahun 2015. Hasil survei
menunjukkan NTT merupakan daerah dengan kerukunan umat beragama paling
tinggi dengan poin (83,3 persen), diikuti dengan Bali (81,6 persen) dan Maluku
(81,3 persen).11
C. Hasil Penelitian
Pada bagian ini diuraikan rangkuman penyajian data yang merupakan hasil
temuan lapangan di kedua daerah penelitian. Data hasil temuan lapangan telah
dipilah sesuai dengan kebutuhan penelitian, agar dapat menjawab permasalahan
penelitian yang telah dirumuskan.
1) Permasalahan PUB di Daerah
Permasalahan PUB di daerah sesungguhnya tidak pernah bersifat tunggal
atau semata-mata karena persoalan agama dan keyakinan, tetapi pasti terkait
dengan unsur lainnya, seperti: ekonomi, politik, dan latar belakang historis. Konflik
antarumat beragama seringkali tidak dimulai dari baru-baru ini, akan tetapi sudah
mengakar dari nenek moyang. Adanya kecurigaan kepada umat beragama lain
dilatarbelakangi sejarah kolonialisme, yang sulit dihapuskan dari memori
masyarakat daerah tertentu. Konflik antarumat beragama tidak pernah diselesaikan
secara tuntas dan sering direpresi saja, akibatnya ketika diprovokasi dapat menjadi
pemicu agresivitas. Dari sisi politik, agama seringkali dijadikan alat politik yang
9 “Aceh”, https://id.wikipedia.org/wiki/Aceh, diakses pada tanggal 12 Februari 2016. 10 “Survei Kerukunan Umat Beragama: Jakarta dan Aceh Terendah”,
http://www.rappler.com/indonesia/121995-survei-kerukunan-umat-beragama-2015, berita online tanggal 10 Februari 2016, diakses pada tanggal 12 Februari 2016.
11 “Survei Kemenag: Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tinggi”, http://nasional.kompas.com/read/2016/02/10/12013351/Survei.Kemenag.Tingkat.Kerukunan.Umat.Beragama.di.Indonesia.Tinggi, berita online tanggal 10 Februari 2016, diakses pada tanggal 11 Februari 2016.